F11afm PDF

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 75

PENE

ENTUAN GEJALA A CHILLIING INJU URY


BELIM
MBING (A
Averrhoaa carambo
ola L.) YA
ANG DISIIMPAN PADA
S
SUHU RE
ENDAH

SKRIIPSI

ANGGY
Y FAJAR MAGHFFIROH
70014
F1407

FAK
KULTAS TEKNOLOGI PEERTANIA
AN
I
INSTITU
UT PERTA
ANIAN BOGOR
GOR
BOG
11
201
DETERMINATION OF CHILLING INJURY SYMPTOMS FOR STAR
FRUIT STORED AT LOW TEMPERATURE

Anggy Fajar Maghfiroh


Under Guidance : Dr. Ir. Y Aris Purwanto, M. Sc
Department of Agricultural Engineering, Faculty of Agricultural Technology,
Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java,
Indonesia.
Phone 62 251 8624622, email : anggymaghfiroh@yahoo.co.id

ABSTRACT
In this study, the changes in quality of star fruits stored in low temperature was examined and
the chilling induced of star fruits during storage period was examined by the changes in the rate of
ion leakage. The quality of star fruits during storage was examined through the changes in respiration
rate, firmness, total soluble solid, weight loss, ion leakage, and visual appearance daily. The sample
of star fruits were stored at three different temperatures, i.e. 5 and 10 oC and room temperature. Ion
leakage was determined by calculating the slope of percentage of total ion leakage with time. It was
resulted that the peak of the rate of ion leakage for fruits stored at 5 C was found after 1 day storage.
The increase in the rate of ion leakage indicates the chilling induced of cell membrane. This chilling
injury caused the fruits has the quality lower than that fruits stored at 10C after period of time which
was indicated by the lower total soluble solid.

Keywords : ion leakage, chilling injury, low temperature, quality of fruits


ANGGY FAJAR MAGHFIROH. F14070014. Penentuan Gejala Chilling Injury
Belimbing (Averhoa Carambola L.) Yang Disimpan Pada Suhu Rendah. Di
bawah bimbingan Y. Aris Purwanto. 2011.

RINGKASAN

Belimbing manis (Averrhoa carambola L.) merupakan salah satu komoditas pangan yang
mudah rusak (perishable) sehingga fleksibelitasnya dipasaran menjadi terbatas. Penyimpanan dingin
merupakan salah satu penangan pascapanen buah belimbing agar kualitas buah tetap terjaga. Namun
hal penting yang harus diperhatikan dalam penyimpanan dingin adalah penggunaan suhu yang tepat
untuk mencegah terjadinya kerusakan dingin (chilling injury) yang berakibat pada kerusakan produk
secara fisiologi baik secara eksternal maupun internal sehingga dapat menurunkan kualitas produk.
Chilling injury buah belimbing secara visual terlihat seperti bercak-bercak berwarna hijau tua, bagian
tepi sirip menjadi kecut dan berwarna hitam serta warna kulit buah tidak dapat berkembang setelah
dipindahkan dari ruang pendingin. Gejala terjadinya kerusakan dingin dapat diamati dari kenaikan
kecepatan respirasi dan produksi etilen, terjadinya proses pematangan yang tidak normal dan lambat
serta kenaikan jumlah ion yang dikeluarkan dari membran sel (ion leakage).
Tujuan dari penelitian ini adalah mengamati perubahan kualitas buah belimbing (kekerasan,
TPT, susut bobot, warna dan laju respirasi) selama penyimpanan suhu 5oC, 10 oC dan suhu ruang.
Serta menentukan gejala chilling injury buah belimbing melalui pengamatan perubahan ion leakage.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Pebruari 2011 sampai Juni 2011. Penelitian
dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen
Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Buah belimbing diperoleh dari kebun petani. Buah yang dipetik dilakukan penyortiran dan
dibungkus dengan kertas koran dalam kardus. Selanjutnya diangkut ke Laboratorium TPPHP, IPB
selama 1 jam perjalanan. Buah kemudian dicuci dengan air yang mengalir dan dicelupkan pada
larutan Thiabendazol 0.5 ppm selama 1 menit, untuk mencegah kerusakan buah akibat serangan
mikroorganisme.
Suhu penyimpanan yang digunakan adalah 5oC, 10oC dan suhu ruang (25-27oC). Selama
penyimpanan dilakukan pengukuran susut bobot, kekerasan, warna, total padatan terlarut (Brix), laju
respirasi dan perubahan ion leakage. Pengukuran sampel dilakukan 2 hari sekali untuk suhu 10oC dan
suhu ruang. Pada penyimpanan suhu 5oC pengukuran dilakukan setiap hari sampai hari ke 6 dan
berikutnya dilakukan pengukuran selang 2 hari selama 14 hari penyimpanan. Perubahan ion leakage
diukur berdasarkan perubahan nilai konduktivitas dari sampel yang disimpan dalam air aquabides
yang telah diketahui konduktivitas awalnya dengan selang pengukuran 20 menit selama 240 menit.
Dari pengamatan yang dilakukan, dapat diketahui bahwa suhu penyimpanan berpengaruh
terhadap perubahan laju respirasi, susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, warna dan chilling
injury. Pada suhu 5oC, perubahan mutu penyimpanan buah belimbing lebih lambat dibandingkan suhu
penyimpanan 10oC dan suhu ruang. Semakin tinggi suhu penyimpanan proses respirasi yang terjadi
semakin besar, meningkatnya susut bobot buah, menurunkan tingkat kekerasan buah serta semakin
meningkatnya total padatan terlarut dan perubahan warna semakin besar. Buah belimbing yang
disimpan pada suhu 5oC menunjukkan gejala kerusakan dingin (chilling injury) yang terjadi pada hari
pertama sebagai puncak tertinggi meningkatnya ion leakage yaitu slope (laju ion lakage) sebesar
0.187. Pada hari pertama dengan terjadinya peningkatan ion leakage terjadi penurunan pada laju
respirasi, susut bobot, kekerasan dan total padatan terlarut. Sedangkan pada pengukuran warna terjadi
peningkatan nilai L yang berarti semakin meningkat nilai kecerahan dan nilai a yang menurun yaitu ke
arah hijau dan nilai b yang menuju ke arah kuning. Hal ini berarti saat chiling injury terditeksi dengan
peningkatan ion leakage, penurunan mutu terjadi.
PENENTUAN GEJALA CHILLING INJURY
BELIMBING (Averrhoa carambola L.) YANG DISIMPAN PADA
SUHU RENDAH

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh
ANGGY FAJAR MAGHFIROH
F14070014

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
Judul Skripsi : Penentuan Gejala Chilling Injury Buah Belimbing (Averrhoa Carambola L.) yang
disimpan pada Suhu Rendah
Nama : Anggy Fajar Maghfiroh
NIM : F14070014

Menyetujui,

Pembimbing,

(Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc)


NIP. 19640307.198903.1.001

Mengetahui :
Ketua Departemen,

(Dr.Ir. Desrial, M.Eng)


NIP. 19661201.199103.1.004

Tanggal lulus :
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI

Saya Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Penentuan Gejala
Chilling Injury Buah Belimbing (Averhoa Carambola L.) yang disimpan pada Suhu Rendah
adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan
dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juli 2011


Yang membuat pernyataan

Anggy Fajar Maghfiroh


F 14070014
Hak cipta milik Anggy Fajar Maghfiroh, tahun 2011
Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari


Intitut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak,
fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.
BIODATA PENULIS

Penulis dilahhirkan di Ciam


mis, 19 Mei 19989 sebagai pputri pertama dari
d empat
bersaudara pasangan
p ayahhanda Drs. Suugondo dan Ibbunda Yaya Nurhayati,
N
SpdI. Penullis menyelesaaikan pendidikkan dasar paada tahun 2001 di SD
Negeri Paooman IV In ndramayu, kemudian
k meelanjutkan pendidikan
p
menengah pertama
p di SM
MP Negeri 2 Sindang,
S hinggga tahun 2004. Penulis
kemudian menamatkan
m pendidikan menengah
m ataas di SMA Negeri 1
Sindang padda tahun 2007 7, dan melanjuutkan pendidikkan di perguru uan tinggi
melalui Seleeksi Mahasisw wa IPB (USM MI) di Institut Pertanian Bog gor (IPB),
Departemenn Teknik Pertaanian pada tahhun 2007.
Selam
ma menjalani pendidikan di d IPB, penuliis aktif di orgganisasi kemaahasiswaan, diiantaranya
sebagai staff di OMDA Indramayu pada p tahun (22008-2009) dand staf Publlic Relation Himpunan
H
Mahasiswa Teknik Pertaznian (HIM MATETA) (20 008-2009). Penulis juga aaktif pada keepanitiaan
diantaranya sebagai staf Hardware paada lounching g penerbit IPBB Press (20088), Sekertaris eksekutif
pada Seminaar dan Pelatihhan Greenhouse (2009) dan n Sekertaris ekksekutif pada KPP 2 Forum m Anggota
Muda Persaatuan Insinyurr Indonesia (F FAM PII) (20 010). Penulis juga pernah mendapatkan n beasiswa
Indocement (2009-2010)) dan mendaapat dana hib bah proposal Departemen Pendidikan Indonesia
(DIKTI), diaantaranya hibaah prosal PKM M-K (2010), hibah
h proposaal PKM-P dann PKM-T (201 11).
Padda bulan Junni-Agustus 2010 penulis melaksanakaan praktek laapangan deng gan judul
Mempelajaari Aspek Keeteknikan Perrtanian Dalam m Proses Peengolahan Teh Di PT. Peerkebunan
Nusantara VIII
V Panyairann. Sebagai tuggas akhir penu ulis melakukaan penelitian ddi Laboratoriu
um Teknik
Pengolahan Pangan dan hasil
h Pertaniann (TPPHP) Departemen
D Teeknik Mesin ddan Biosistem m, Fakultas
Teknologi Pertanian
P IPB
B dengan juddul Penentu uan Gejala Chilling
C Injuryy Belimbing (Averhoa
Carambola L.) Yang Disiimpan Pada Suhu Rendah di bawah bim mbingan Dr. Y Y.Aris Purwantto, MSc.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
rahmat dan kauniaNya sehingga penulis mampu menyelesaikan karya ilmiah dengan Judul
Penentuan Gejala Chilling Injury Belimbing (Averhoa Carambola L.) Yang Disimpan Pada Suhu
Rendah.
Penelitian ini dapat diselesaikan dengan bantuan banyak pihak, sejak persiapan, pelaksanaan
hingga penyelesaian tugas akhir. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M.Sc. Dosen pengajar Teknik Mesin dan Biosistem FATETA IPB
sekaligus Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama
kegiatan penelitian ini.
2. Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr. Dosen pengajar Teknik Mesin dan Biosistem FATETA IPB
sekaligus Dosen Penguji atas masukan dan pengarahan dalam kegiatan penelitian ini.
3. Ir. Susilo Sarwono Dosen pengajar Teknik Mesin dan Biosistem FATETA IPB sekaligus
Dosen Penguji atas masukan dan pengarahan dalam kegiatan penelitian ini.
4. Bapa, Ibu dan adik-adik tercinta Resi, Ayu dan Alfie atas doa, kasih sayang dan dukungan
yang diberikan kepada penulis yang tidak henti-hentinya.
5. Keluarga besar Hj. Suterih, tante Nana, tante Ropedah, tante Indah, om Yanto dan om Jojo
beserta keluaganya atas doa dan semangatnya kepada penulis selama ini.
6. Teh Tita dan keluarganya atas motivasi, kebersamaan dan doanya selama ini.
7. Tim Belimbing, Ratna Aprilynda, Ita Heruwati dan Mba Dian atas kerja sama dan
semangatnya.
8. Ababilers: Tami, Huda, Siska, Deti dan Dewi atas semangat, bantuan dan kebersamaan
selama penelitian ini.
9. Terimakasih kepada Atdratul Firmudia Ikhsani atas segala perhatian dan semangat yang telah
diberikan kepada penulis.
10. Semua teman-teman TEP 44 yang telah memberikan bantuan dan dukungannya. Terimakasih
banyak atas pertemanan dan kekeluargaan yang terjalin selama ini.
11. Mita Ariyanti, Novia Handayani, Ade Maftuhah, Mba Ratih dan Padi atas dukungan,
kekeluargaan dan kebersamaan di DR 20 dan 21. Dan Sri Ayu Lestari atas bantuan selama
kegiatan penulisan ini.
12. Pak Suriaden, Ibu Mar, Ibu Emil dan seluruh staf Dept. Teknik Mesin dan Biosistem atas
bantuan selama kegiatan penelitian.

Bogor, Juli 2011


Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ..................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................... viii
I. PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2. Tujuan ............................................................................................................... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................................ 3
2.1. Belimbing ......................................................................................................... 3
2.2. Pascapanen Belimbing ....................................................................................... 4
2.3. Penyimpanan Dingin ........................................................................................ 6
2.4. Kerusakan Dingin (Chilling Injury) Buah Belimbing ....................................... 7
2.5. Ion Leakage ..................................................................................................... 8
2.6. Parameter Penurunan Mutu ............................................................................... 9
III. METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................................... 13
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................................... 13
3.2. Alat dan Bahan ................................................................................................ 13
3.3. Prosedut Penelitian ........................................................................................... 13
3.4. Pengamatan ....................................................................................................... 14
3.4.1. Laju Respirasi ...................................................................................... 14
3.4.2. Kekerasan Buah .................................................................................. 15
3.4.3. Uji Kandungan Total Padatan Terlarut ............................................... 15
3.4.4. Perubahan Warna ............................................................................... 15
3.4.5. Susut Bobot ......................................................................................... 16
3.4.6. Ion Leakage ......................................................................................... 16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................................... 17
4.2. Susut Bobot ....................................................................................................... 17
4.3. Total Padatan Terlarut (TPT)............................................................................. 18
4.4. Kekerasan .......................................................................................................... 21
4.5. Warna ................................................................................................................ 23
4.6. Respirasi ............................................................................................................ 26
4.7. Ion Leakage ....................................................................................................... 30
4.8. Hubungan Ion Leakage dan Penurunan Mutu ................................................... 35
V. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................................... 37
5.1. Kesimpulan ........................................................................................................ 37
5.2. Saran .................................................................................................................. 37
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 38

iv
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Indeks kematangan buah belimbing berdasarkan perubahan warna............................ 5
Tabel 2. Laju respirasi buah belimbing ..................................................................................... 10
Tabel 3. Perubahan slope Ion Leakage selama 14 hari penyimpanan pada suhu 5oC ............... 33

v
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Belimbing (Avarhoa carambola) ....................................................................... 3
Gambar 2. Kerusakan belimbing selama penyimpanan dingin ............................................ 7
Gambar 3. Ilustrasi cara perbedaan konsentrasi pada sisi yang berbeda dari suatu
membran sel menghasilkan perbedaan tegangan ............................................... 8
Gambar 4. Ilustrasi dinding sel pecah sehingga cairan sel akan keluar menyebabkan
kenaikan ion leakage yang tinggi....................................................................... 8
Gambar 5. Grafik pola pertumbuhan dan laju respirasi buah-buahan.................................. 11
Gambar 6. Prosedur Penelitian ............................................................................................ 14
Gambar 7. Grafik perubahan susut buah belimbing selama penyimpanan pada tiga
kondisi suhu ....................................................................................................... 18
Gambar 8. Grafik Perubahan Total Padatan Terlarut buah Belimbing selama
penyimpanan pada suhu 5oC .............................................................................. 19
Gambar 9. Grafik Perubahan Total Padatan Terlarut buah Belimbing selama
penyimpanan pada suhu 10oC ............................................................................ 19
Gambar 10. Grafik Perubahan Total Padatan Terlarut buah Belimbing selama
penyimpanan pada suhu ruang ........................................................................... 20
Gambar 11. Grafik perubahan kekerasan buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu
5C ..................................................................................................................... 21
Gambar 12. Grafik perubahan kekerasan buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu
10C ................................................................................................................... 22
Gambar 13. Grafik perubahan kekerasan buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu
ruang.................................................................................................................... 22
Gambar 14. Grafik Perubahan nilai L buah Belimbing selama penyimpanan pada 3
kondisi suhu 5oC, 10 oC dan suhu ruang ............................................................ 24
Gambar 15. Grafik Perubahan nilai a,b buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu
5C ..................................................................................................................... 25
Gambar 16. Grafik Perubahan nilai a,b buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu
10C ................................................................................................................... 25
Gambar 17. Perubahan nilai a,b buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu
ruang .................................................................................................................. 26
Gambar 18. Perubahan konsentrasi CO2 dan O2 buah Belimbing selama penyimpanan
suhu 5C ............................................................................................................. 27
Gambar 19. Perubahan konsentrasi CO2 dan O2 buah Belimbing selama penyimpanan
suhu 10C ........................................................................................................... 27
Gambar 20. Perubahan konsentrasi CO2 dan O2 buah Belimbing selama penyimpanan
suhu ruang .......................................................................................................... 28
Gambar 21. Grafik laju respirasi O2 dan CO2 buah Belimbing selama penyimpanan pada
suhu 5C ............................................................................................................. 28
Gambar 22. Grafik laju respirasi O2 dan CO2 buah Belimbing selama penyimpanan pada
suhu 10C ........................................................................................................... 29
Gambar 23. Grafik laju respirasi O2 dan CO2 buah Belimbing selama penyimpanan pada
suhu ruang .......................................................................................................... 29

vi
Gambar 24. Perubahan kenaikan persentasi ion leakage pada hari ke -0 .............................. 32
Gambar 25. Perubahan kenaikan persentasi ion leakage pada hari ke -1 .............................. 32
Gambar 26. Perubahan kenaiakan persentasi ion leakage pada hari ke -2 ............................ 32
Gambar 27. Perubahan kenaikan persensentasi ion leakage pada hari ke -3 ......................... 33
Gambar 28. Visual gejala chilling injury buah belimbing pada suhu 5oC pada hari ke-14 ... 34

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Contoh perhitungan .............................................................................................. 41
Lampiran 2. Data hasil pengamatan perubahan ion leakage suhu 5oC ..................................... 42
Lampiran 3. Data hasil pengamatan perubahan total susut bobot ............................................. 44
Lampiran 4. Data hasil pengamatan perubahan total padatan terlarut....................................... 45
Lampiran 5. Data hasil pengamatan perubahan kekerasan........................................................ 46
Lampiran 6. Data hasi pengamatan respirasi............................................................................. 47
Lampiran 7. Data hasil pengamatan perubahan warna buah belimbing .................................... 48
Lampiran 8. Perubahan warna buah belimbing ......................................................................... 51
Lampiran 9. Gambar pelaksanan pengukuran parameter .......................................................... 60

viii
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki ragam buah khas yang tersebar di berbagai
pulau dan belum dikelola pengembangannya sebagaimana mestinya baik menyangkut tata produksi,
penanganan pascapanen, pengolahan dan pemasarannya. Buah eksotik yang hanya tumbuh dan
berproduksi di Nusantara menjadi aset nasional yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi
kemaslahatan rakyat. Belimbing manis (Averrhoa carambola L.) merupakan salah satu buah eksotis
yang banyak digemari oleh masyarakat yang banyak tumbuh dan berkembang pesat di wilayah
Nusantara. Mempunyai bentuk buah yang menarik yaitu sepeti bentuk bintang jika diiris secara
melintang. Di Inggris bahkan dikenal dengan nama star fruit, selain itu belimbing juga memiliki rasa
juicy yang manis dan renyah serta mengandung banyak air dan kadar vitamin A dan C yang tinggi.
Buah belimbing panennya tidak tergantung pada musim. Dalam setahun buah belimbing dapat panen
3-4 kali. Kelebihan lain dari buah belimbing manis adalah dapat dibudidayakan di kebun, pekarangan
atau pot, cepat berbuah, serta produktivitas yang tinggi yaitu sekitar 150 kg buah/pohon atau 28-49
ton/ha/tahun (DEPTAN 2008).
Komoditas holtikultura di Indonesia terutama buah-buahan adalah peluang untuk penambahan
devisa negara melalui ekspor disamping komoditi lainnya. Tanaman buah yang menghutan menjadi
daya tarik tersendiri bagi konsumen yang mendambakan buah organik. Sementara pengelolaan kebun
tanaman buah menjadi upaya utama untuk menjaga keberlanjutan pasokan buah bermutu kepada
masyarakat pembeli baik domestik maupun luar negeri (ekspor).
Data statistik menunjukan bahwa perkembangan produksi buah belimbing di Indonesia
meningkat dari 48.252 ton pada tahun 2000 menjadi 72.397 ton pada tahun 2008. Perkembangan luas
panen buah belimbing juga terus meningkat dari 2.334 ha pada tahun 2000 menjadi 2.906 ha pada
tahun 2008 (DEPTAN 2008). Dari data-data tersebut terlihat bahwa potensi buah belimbing sebagai
produk holtikultura cukup baik.
Belimbing manis termasuk komoditas pangan yang mudah rusak (perishable) sehingga
fleksibelitasnya dipasaran menjadi terbatas. Perubahan proses pemasakan atau penuaan dapat
meningkatkan kerentanan komoditas terhadap kerusakan mekanis maupun serangan penyakit. Selama
proses tersebut susut dapat terjadi baik saat prapanen maupun pascapanen sehingga mengakibatkan
berkurangnya jumlah bagian yang dapat dimakan dan mengakibatkan mutu buah tidak layak konsumsi
(Damayanti 2001).
Masalah penanganan pasca panen merupakan satu hal yang harus mendapat perhatian. Sebab
kualitas dan mutu buah belimbing selain tergantung dari waktu dan cara panen yang benar, juga sangat
terkait dengan proses pasca panen. Seringkali konsumen dikecewakan dengan kondisi buah belimbing
yang ada dipasaran. Kualitasnya jauh dari baik dan sebagian sudah membusuk. Hal ini tentu saja akan
merugikan pedagangnya. Selain itu masih banyak pedagang maupun petani yang belum begitu
memperhatikan masalah penanganan buah selepas panen.
Penanganan segar sangat diperlukan untuk menjaga mutu buah yang dihasilkan. Peningkatan
jumlah produksi buah akan mubazir jika tidak disertai penanganan yang baik. Tidak semua belimbing
terserap pasar sehingga dibutuhkan penanganan mutu yang baik pada saat itu, yaitu dengan
penyimpanan dingin dengan parameter mutu tertentu. Selama proses penyimpanan penurunan mutu
buah dapat terjadi. Hal ini dapat membatasi potensi ekspor buah belimbing, karena distribusi buah

pada proses pemasaran sering kali menempuh jarak yang cukup jauh dan produk hortikultura
khususnya buah-buahan memiliki sifat mudah rusak dan umur pascapanen yang relatif singkat.
Salah satu teknik penyimpanan yang sering digunakan dalam penanganan pascapanen produk
hortikultura adalah penyimpanan pada suhu rendah atau lebih dikenal dengan sebutan penyimpanan
dingin (cold storage) yaitu penyimpanan produk pada suhu optimumnya dan diatas suhu bekunya.
Keuntungan penyimpanan dingin ini antara lain dapat memperlambat laju respirasi, memperlambat
kelayuan produk karena kehilangan air, menurunkan laju reaksi kimia dan laju pertumbuhan mikroba
sehingga dengan adanya penyimpanan dingin ini mutu produk dapat dijaga untuk tetap dalam kondisi
baik.
Sebagai bahan hidup, belimbing tetap melakukan kegiatan metaboliknya seperti respirasi,
fotosintesis, dan transpirasi walaupun telah terpisah dari tumbuhan induknya setelah di panen.
Respirasi merupakan kegiatan metabolik oksidatif yang penting dalam fisiologi pasca panen. Masalah
utama yang dihadapi adalah mengenai sistem penyimpanan yang tepat untuk buah belimbing.
Hal penting yang harus diperhatikan pada penyimpanan dengan suhu dingin adalah
penggunaan suhu yang tepat. Suhu penyimpanan yang digunakan tidak boleh terlalu rendah karena
dapat menyebabkan terjadinya kerusakan buah akibat suhu dingin (chilling injury). Chilling injury
merupakan kerusakan fisiologis pada membran sel, membran ini biasanya sering kali diikuti oleh
beberapa efek fisiologis seperti produksi etilen, peningkatan laju respirasi, penurunan laju fotosintesis
dan perubahan pada struktur sel yang dapat menyebabkan produk mudah terserang penyakit. Dalam
penelitian ini, akan dianalisis gejala chilling injury pengaruh suhu penyimpanan dingin terhadap
beberapa parameter mutu belimbing. Karena sering kali buah mengalami kerusakan selama
penyimpanan dingin berlangsung terutama pada produk yang sensitif terhadap suhu dingin.

1.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk menentukan gejala chilling injury buah
belimbing. Dan secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk mengamati perubahan kualitas buah
belimbing (kekerasan, TPT, susut bobot, warna dan laju respirasi) selama penyimpanan suhu 5oC,
10oC dan suhu ruang.

II. TINJAUA
T AN PUST
TAKA

2.1 Beliimbing
Belimmbing maniss (Averrhoa carambola
c L..) merupakann tanaman buah berupa poohon yang
berasal dari kawasan Indo ocina, Malayssia dan Indoneesia. Kemudiaan menyebar luas
l ke berbaggai negara
yang beriklim tropis lainn Nakasone dann Paull 1998).
nya di dunia (N
Pada umumnya bu uah ini dibudidayakan di kebun
k atau dalam
d bentuk kultur pekaraangan atau
pot, yaitu diiusahakan seb
bagai usaha sampingan sebaagai tanaman peneduh
p di haalaman-halam
man rumah.
Belimbing dibedakan
d atass dua macam, yaitu belimbiing manis (Avverrhoa caram mbola L.) dan belimbing
wuluh (Averhoa belimbi L.). Belimbiing wuluh serring digunakaan untuk bum mbu masakan,, terutama
untuk membberi rasa asam m pada masakaan (DITBUAH H 2004). Dalaam sistematikka tumbuhan, belimbing
manis diklassifikasikan sebbagai berikut:
Kinggdom : Plaantae
Divissi : Speermatophyta
Sub divisi
d : Anngiospermae
Kelass : Diccotyledonae
Ordoo : Oxxalidales
Famiili : Oxxalidaceae
Genuus : Avverrhoa
Species : Aveerrhoa carammbola L.
Di Inndonesia jeniis varietas beelimbing cuku up banyak diikenal, diantaaranya varietaas Demak,
Sembiring, Bangkok,
B Filiipina, Paris, Dewi,
D Siwalann, Wulan, Wijaya, Taiwan, Malaya, Penaang, madu
87 telah dileppas dua variettas belimbing unggul nasioonal yaitu:
Malaysia (hhoney starfruit). Tahun 198
varietas Kunnir dan Kapur (Tim Penuliss Penebar Swaadaya 1998).

Gambar 1. Belimbingg (Avarhoa caarambola) (gooogle pitcure 2011)


2

Bentuuk belimbing manis sepertii bintang jika dilihat dari penampang meelintangnya. ppermukaan
uk, rasa mannisnya bervariasi tergantunng kepada vaarietasnya.
yang licin seperti lilin, berlekuk-leku
Belimbing bukan
b termasu uk kepada buaah musiman, panen
p biasanyya dilakukan 3-4 kali dalam
m setahun.
Tanaman beelimbing mem merlukan curahh hujan yang tinggi
t 1500-300 mm per taahun dengan suhu 25oC-
27oC. Umum mnya dibudid dayakan didaataran rendahh dengan ketiinggian 0-5000 m dpl. Tannaman ini

membutuhkan sinar matahari langsung dengan lama penyinaran 7 jam setiap hari dengan intensitas
45%-50%. Tanaman belimbing cocok ditanam di tanah yang subur, kaya akan bahan organik,
memiliki kelembaban yang cukup dan pH tanah 5.0-7.0. Penyebarannya sangat luas, karena benihnya
disebarkan oleh lebah (Tim Penulis Penebar Swadaya 1998).
Pohon belimbing berkayu keras dengan tinggi mencapai 12 m dengan penampilan ramping dan
tidak terlalu besar. Daun belimbing termasuk daun majemuk menyirip ganjil. Daun muda berwarna
kemerahan, setelah tua berwarna hijau muda. Tanaman belimbing mempunyai akar tunggang dan
mempunyai akar samping banyak. Bungan belimbing terdiri dari lima helai kelopak dan lima helai
mahkota. Bakal buah mempunyai lima ruang dengan bakal biji (ovulum) yang jumlahnya lebih dari
satu. Kelopak bunga berwarna keunguan nektar sehingga dapat membantu penyerbukan
(Tjitrosoepomo 1996).
Buah belimbing dimanfaatkan sebagai makanan buah segar atau makanan buah olahan ataupun
sebagai obat tradisional. Tanaman belimbing bermanfaat sebagai stabilisator dan pemelihara
lingkungan pencemaran lingkungan, karena berbagai kegiatan manusia diantaranya dapat menyerap
gas-gas beracun buangan kendaraan bermotor, menyaring debu dan meredam geteran suara. Sebagai
wahana pendidikan, penanaman belimbing di halaman rumah tidak terpisahkan dari program
pemerintah dalam usaha gerakan menanam sejuta pohon (Rukmana 1996).

2.2 Pascapanen Belimbing

Kualitas dan mutu belimbing sangat dipengaruhi oleh waktu dan cara pemanenan. Pemetikan
yang tepat menyebabkan buah belimbing mempunyai rasa yang enak, demikian juga warna buahnya
terlihat menarik. Belimbing yang dipetik saat belum siap panen akan menurunkan mutu dan
kualitasnya. Rasa buahnya menjadi asam, sepat dan warna buahnya tidak menarik. Jika dibiarkan
masak dalam penyimpanan akan berakibat buah belimbing berwarna pucat dan keriput (Tim Penebar
Swadaya 1998).
Cara panen buah belimbing dilakukan dengan cara memotong tangkainya. Pemetikan buah
berlangsung secara kontinyu dengan memilih buah yang telah matang. Waktu panen yang paling baik
adalah pagi hari, saat buah masih segar dan sebelum cuaca terlalu panas (terik). Buah belimbing yang
baru dipetik segera dimasukkan (ditampung) dalam suatu wadah secara hati-hati agar tidak memar
atau rusak (BAPPENAS 2000).
Proses pemanenan buah belimbing dilakukan dengan melihat perubahan warna kulit buahnya
dari hijau atau hijau-kekuningan menjadi warna kuning atau kuning-orange (Campbell 1989). Umur
panen (petik) buah belimbing sangat dipengaruhi oleh letak geografi penanaman, yaitu faktor
lingkungan dan iklim. Di dataran rendah yang tipe iklimnya basah, umur petik buah belimbing sekitar
3560 hari setelah pembungkusan buah atau 6590 hari setelah bunga mekar. Ciri buah belimbing
yang sudah saatnya dipanen adalah ukurannya besar (maksimal), telah matang dan warna buahnya
berubah dari hijau menjadi putih atau kuning atau merah atau variasi warna lainnya. Hal ini tergantung
dari varietas belimbing (BAPPENAS 2000).
Indeks warna kematangan belimbing seperti ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Indeeks kematangaan buah belimbbing berdasarrkan perubahaan warna.


Inddeks kematan ngan Keterangan
Inddeks 1 Keselurruhan buah hijjau gelap. Bellum
matang dan tidak sessuai untuk ekspport.

Inddeks 2 Buah beerwarna hijauu muda berkilaat. Buah


matang dan sesuai unntuk eksport m
melalui
laut.

Inddeks 3 Buah beerwarna lebihh hijau daripadda kuning.


Buah matang
m dan sessuai untuk ekssport
melaluii udara.

Inddeks 4 50% baahagian buah berwarna


b hijauu dan
50% kuuning. Buah matang
m dan sessuai untuk
eksportt melalui udaraa.

Inddeks 5 Buah beerwarna lebihh kuning daripada hijau.


Tidak digalakan
d untuuk eksport dann sesuai
untuk pasaran
p lokal.

Inddeks 6 Keselurruhan buah beerwarna kuninng. Sesuai


untuk pasaran
p lokal.

Inddeks 7 Keselurruhan buah beerwarna kuninng oren.


d tidak untuk
Buah teerlalu masak dan
dipasarkkan.

(sumbber : FAMA, 2005)

2.3 Penyimpanan dingin

Menurut Soesarsono (1988), penyimpanan adalah salah satu cara tindakan pengamatan yang
selalu terkait dengan faktor waktu dan tujuan menjaga dan mempertahankan nilai komoditi yang
disimpan. Peranan penyimpanan antara lain dalam hal penyelamatan dan penanganan hasil panen,
memperpanjang waktu simpan, terutama untuk komoditas musiman sehingga dapat mempertahankan
harga.
Salah satu teknik penyimpanan adalah dengan menggunakan ruangan bersuhu rendah.
Penyimpanan dibawah suhu 15oC, di atas titik beku bahan, dikenal dengan penyimpanan dingin.
Penyimpanan dingin merupakan salah satu cara menghambat turunnya mutu buah-buahan, dengan
cara pengaturan kelembaban dan kondisi udara serta penambahan zat pengawet kimia. Suhu yang
rendah diharapkan dapat menekan kegiatan penuaan maupun kegiatan mikroba perusak. Di dalam
penyimpanan bersuhu rendah, kondisi yang harus dipertimbangkan adalah suhu, kelembapan,
komposisi udara dan tekanan. Masing-masing faktor bervariasi menurut tingkat ketuaan atau tingkat
kematangan. Perlakuan suhu rendah merupakan cara efektif dalam mereduksi laju respirasi dan
menghambat kerusakan akibat jamur. Pendinginan akan mengurangi kelayuan, serta kehilangan air,
menurunkan laju reaksi kimia dan laju pertumbuhan mikroba pada bahan yang disimpan (Watkins
1971).
Menurut Satuhu (2004), penyimpanan buah dengan suhu dingin biasa dilakukan untuk
memperpanjang masa kesegarannya. Pada suhu dingin respirasi menjadi terhambat sehingga proses
kematangannya dapat diperlambat. Dengan dihambatnya proses kemasakan maka proses kebusukan
pun ikut menjadi lambat. Udara dingin yang dialirkan di sekitar produk tidak boleh lebih dari 0oC. Hal
ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya pembekuan. Pendinginan dihentikan sampai suhu di
dalam buah mendekati suhu 8-15oC tergantung jenis buahnya.
Penyimpanan suhu rendah merupakan cara paling efektif dalam memperlambat perkembangan
pembusukan pasca panen buah-buahan dan sayuran yang disebabkan infeksi bagian dalam (Pantastico
1986). Dan menurut Sudibyo (1985), penyimpanan suhu rendah bertujuan menekan kecepatan
respirasi agar berjalan lebih lambat, sehingga ketahanan simpan akan lebih lama dengan mutu yang
relatif masih baik. Penyimpanan suhu rendah adalah cara yang efektif menjaga komoditas hortikultura
kualitas panen yang tinggi. Namun, untuk beberapa komoditas, penyimpanan pada suhu rendah
menyebabkan kerusakan dingin (Parkin et al 1989).
Menurut Thompson (1967), belimbing manis dapat bertahan 3-4 minggu bila disimpan dalam
suhu 5-10oC dan tahan selama 4-5 hari dalam suhu 20oC. Selama penyimpanan dengan pendinginan
diperlukan suhu yang tepat karena adanya kemungkinan komoditi mengalami kerusakan akibat suhu
rendah. Bahan yang didinginkan pada suhu yang lebih rendah dari suhu optimum tertentu akan
mengalami kerusakan dingin (chilling injury). Chilling injury adalah kerusakan karena penyimpanan
dibawah suhu optimum yang dicirikan oleh bintik-bintik hitam atau coklat pada kulit buah,
pembentukan warna kulit yang tidak sempurna dan pematangan yang tidak normal.Wan dan Lam
(1984) menyebutkan chilling injury terjadi pada buah belimbing manis muda yang disimpan pada
suhu 5oC setelah 5 minggu penyimpanan. Chilling injury yang terjadi layu pada permukaan buah, sirip
buah menjadi coklat dan gagal matang setelah dikeluarkan dari pendingin. Peningkatan kerusakan
akan terjadi seiring dengan berjalannya waktu. Menurut Satuhu (2004), secara visual kerusakan akibat
suhu dingin dapat dilihat dari penampakannya.
Kondisi penyimpanan optimum bagi buah belimbing menurut Kader (1999), meskipun
tanaman tropis, buah dapat disimpan pada 4oC hingga 5 C dengan RH 90 sampai 95% untuk 21
sampai 35 hari. Panjang penyimpanan bervariasi dengan kematangan ketika ditempatkan dalam

penyimpanaan. RH rendah
h, hasil di bagian tepi rusukk lebih parah kematangan,
k jika diselengggarakan di
20 C dan 60%
6 RH, buahh memiliki peenyimpanan-hhidup 3 sampaii 4 hari.

2.4 Kerrusakan Din


ngin (Chilliing Injury) Buah Belim
mbing

Penyyimpanan pad da suhu rendaah dapat menngakibatkan teerjadinya keruusakan dinginn (chilling
injury) yangg berakibat pada kerusakan produk secaraa fisiologik, baik b secara ekksternal maupuun internal
sehingga daapat menurunk kan kualitas produk.
p Kerussakan yang tim mbul berbeda--beda diantaraa berbagai
jenis buah teergantung padda jenis jaringaan yang menggalami kerusakkan (Pantasticco 1986).
Wan dan Lam (19 984) menyebuutkan chillingg injury terjaddi pada buahh belimbing m muda yang
o
mempunyai < 25% warrna kuning paada kulit yaang disimpann pada suhu 5 C setelah 5 minggu
penyimpanaan. Gejala chillling injury yaang terlihat sepperti bercak-bbercak berwarnna hijau tua, bbagian tepi
sirip menjaddi kecut dan berwarna hiitam serta waarna kulit buuah tidak dappat berkembanng setelah
dipindahkann dari ruang peendingin. Chillling injury akkan bertambahh parah jika diisimpan lebih lama lagi.
Kays (1991)) menyebutkaan bahwa padda beberapa buah-buahan yang y mengalaami chilling innjury akan
memberikann respon pertaama yaitu peruubahan fisik didalam
d membbran lipid, resppon kedua yaiitu adanya
stimulasi daari sintesa etilen,
e bertammbahnya laju respirasi, akktivasi energi, pengurangan proses
fotosintesis, gangguan di dalam produkksi energi dan adanya perubbahan strukturr sel.
Paulll dan Chen (19 986) menyebuutkan bahwa buah b belimbinng digolongkaan kedalam jennis buahan
yang tidak terlalu sensiitif terhadap chilling injuury. Namun, selama penyyimpanan dinngin yang
berlangsungg pada suhu 0oC atau 5oC selamas 2 dan 6 minggu terrdapat gejala-ggejala kerusakkan dingin
seperti bintik-bintik kecil pada perm mukaan kulitnnya dan warnna coklat padda seluruh siisi pinggir
rusuknya. Gejala-gejala
G kerusakan
k dinggin ini akan semakin
s meninngkat seiring dengan lamannya waktu
penyimpanaan. Buah yang g dipanen pada a saat masih h
hijau akan lebiih mudah terkeena kerusakann dingin.
Rohaaeti (2010) meengamati gejalla chilling injuury pada buahh belimbing yaang disimpan pada suhu
o
5 C secara visual,
v gejalannya timbul paada hari ke-15 penyimpanann dan semakinn lama semakkin banyak
timbul bintikk-bintik hitam
m atau coklat pada
p permukaaan kulitnya. Menurut
M Kadeer (1996) dalaam Rohaeti
(2010) buahh belimbing yangy terseranng chilling injjury ditandai dengan adannya gejala binntik-bintik
coklat, cekuungan diperm mukaan kulit buah,
b sirip menjadi
m coklaat sehingga menimbulkan
m kegagalan
dalam prosees pematangan n. Selain itu menurut Winnarno (2002) chilling injurry selama pennyimpanan
dapat menyyebabkan terjaadinya surfacee pitting, diskkoloriasi, inteernal breakdoown dan turunnnya daya
tahan terhaddap penyakit. Menurut Salvveit (2002) gej ejala-gejala chhilling injury dapat
d berkembbang yang
ditandai denngan abnorm mal pematangaan, surface pitting, perubaahan warna, water-soaking
w g dll, jika
periode papaaran suhu ding gin menjadi leebih panjang.
Petunnjuk terjadinyya kerusakan dingin sangaat penting unntuk mengetahhui ambang bbatas suhu
penyimpanaan yang optim mum, karena banyak komooditi yang tiddak dapat disiimpan pada ssuhu yang
sebenarnya dapat
d memperrpanjang kom moditi itu denggan cukup lam ma.

Gaambar 2. Keru
usakan belimbbing selama peenyimpanan dingin
d (google pitcure 2011))

2.5 Ion leakage

Gejala terjadinya kerusakan dingin dapat diamati dari kenaikan kecepatan respirasi dan
produksi etilen, terjadinya proses pematangan yang tidak normal dan lambat serta kenaikan jumlah ion
yang dikeluarkan dari membran sel (ion leakage) (Saltveit 1989).
Kenaikan presentasi ion leakage menunjukan besarnya membran sel yang pecah. Perubahan
bentuk fisik membran pada suhu rendah diduga merupakan penyebab terjadinya ion leakage dari
jaringan yang sensitif terhadap suhu dingin (Nobel 1991). Kerusakan membran sel terjadi karena lipid
dan protein sebagai penyusun dinding sel mengalami ketegangan plastis akibat pendinginan (Budi
2007). Kenaikan permeabilitas membran sel dan peningkatan tingkat kebocoran ion terkait dengan
dingin sensitif jaringan (Saltveit 2000).
Pada Gambar 3 dan 4 seperti yang diungkapkan Mitchell (2000) yang melaporkan bahwa
sitoplasma sel bermuatan negatif disebabkan distribusi anion dan kation pada sisi membran yang
berlawanan tidak sama. Potensial membran bertindak sebagai suatu sumber energi yang
mempengaruhi lalu lintas semua substansi bermuatan yang melewati membran. Potensial membran
mendukung transpor pasif kation kedalam sel dan anion keluar dari sel disebabkan muatan di dalam
sel negatif dibandingkan dengan diluarnya. Hal ini disebabkan meningkatnya kerusakan membran
permiabel sehingga pada saat dikeluarkan dari ruang penyimpanan dingin, dinding sel pecah sehingga
cairan sel akan keluar menyebabkan kenaikan ion leakage yang tinggi.

Gambar 3. Ilustrasi cara perbedaan konsentrasi pada sisi yang berbeda dari suatu membran sel
menghasilkan perbedaan tegangan

Gambar 4. Ilustrasi dinding sel pecah sehingga cairan sel akan keluar menyebabkan kenaikan
ion leakage yang tinggi.

Elektrolit merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul yang disebut ion, dan
dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion. Pada makhluk
hidup dalam tubuhnya mengandung larutan elektrolit seperti KCL, NaCL, MgSO4 yang terdisosiasi
menjadi ion-ion bila larut dalam air (Saeni 1989).
Konsentrasi ion menentukan banyaknya ion yang ada pada larutan bukan tetapi bukan berarti
selalu berbanding lurus dengan besar konduktivitas membran karena membran mempunyai karakter
yang khas (Athis 1995), diantaranya dapat mempertahankan perbedaan konsentrasi ion larutan
elektrolit, dan juga mampu mempertahankan beda potensial antara lingkungan dikedua sisinya.
Konduktivitas listrik atau daya konduksi yang spesifik (electrical conductivity) adalah suatu ukuran
dari suatu kemampuan material untuk mengalirkan arus listrik dengan satuan millisiemens/meter
(mS/m).
Penyebab fisiologis untuk pengkondisian chilling injury pada buah-buahan dapat dipelajari
dengan memeriksa kinetika kebocoran ion (ion leakage). Ada dua sumber ion, yaitu yang cepat berupa
kompartemen kecil yang bisa menjadi dinding sel dan yang lambat dapat berupa sebuah kompartemen
jauh lebih besar yang bisa menjadi sitoplasma dan vakuola. Persamaan eksponensial diturunkan untuk
menjelaskan difusi ion dari jaringan dingin (saltveit 1989).
Budi (2007) menyebutkan bahwa buah rambutan yang disimpan dalam suhu 5oC mengalami
kerusakan dingin, hal tersebut dapat dilihat dari peningkatan ion leakage. Penyimpanan dingin pada
suhu 5oC juga berpengaruh terhadap perubahan pH, walaupun jumlahnya sedikit. Peningkatan ini
diakibatkan oleh perubahan kandungan asam yang menunjukan terjadinya gejala kerusakan dingin.
Selain itu perubahan nilai pH juga dapat dipengaruhi oleh lamanya penyimpanan dan adanya
mikroorganisme. Asam merupakan senyawa yang mengandung hidrogen (H+), sedangakan basa
adalah senyawa yang menghasilkan senyawa hidroksil (OH-).

2.7 Parameter Penurunan Mutu

Penurunan mutu produk holtikultara khususnya buah segar selama penyimpanan dapat dilihat
dari sifat fisik maupun kimia dari buah tersebut. Sifat fisik produk buah segar yang umum
dipergunakan sebagai parameter mutu adalah kekerasan, warna, total padatan terlarut (TPT), susut
bobot dan laju respirasi. Nurmawati (2008) menggunakan perubahan susut bobot, kadar air,
kekerasan, keasaman, total padatan terlarut, warna dan pengolahan citra sebagai parameter mutu buah
mangga cengkir Indramayu dalam penyimpanan dingin. Yunika (2009) menggunakan perubahan
tingkat laju respirasi, susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut (TPT), uji warna dan uji
organoleptik sebagai parameter mutu untuk menduga umur simpan dan mutu buah manggis
selama transportasi dan penyimpanan dingin.
Perubahan-perubahan fisiko-kimia yang umumnya terjadi pada buah-buahan selama
pematangan adalahlaju respirasi, tekstur (kekerasan), warna, total padatan terlarut (TPT) dan susut
bobot. Berikut ini adalah beberapa perubahan fisiko-kimia selama pematangan dan penyimpanan.
1. Laju Respirasi
Respirasi adalah proses oksidasi glukosa menggunakan oksigen (O2) dari udara sehingga
menghasilkan karbondioksida (CO2), air (H2O) dan sejumlah energi, seperti digambarkan pada
persamaan berikut : C6H12O6 + 6O26CO2+6H2O+673 Kcal (energi). Proses respirasi yang masih
berlangsung setelah buah dipanen menyebabkan terjadinya beberapa perubahan kandungan kimia
dalam buah. Tiga tingkat perubahan kimiawi yang berlangsung selama proses respirasi yaitu
pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana, oksidasi gula menjadi piruvat, serta oksidasi asam-
asam organik secara aerobik menjadi CO2, air dan energi (Pantastico 1989)

Menurut Pantastico (1986), Laju respirasi merupakan indikasi yang baik untuk mengukur atau
menduga umur simpan buah-buahan. Intensitas laju respirasi dianggap sebagai ukuran laju
metabolisme sehingga dianggap sebagai petunjuk mengenai potensi daya simpan buah. Semakin tinggi
laju respirasi, biasanya disertai dengan semakin pendek umur simpannya. Hal ini juga merupakan
petunjuk laju kemunduran mutu dan nilainya sebagai bahan maknan. Laju respirasi merupakan
petunjuk yang baik untuk mengetahui daya simpan sayur dan buah setelah panen. Semakin tinggi laju
respirasi maka semakin pendek umur simpan.
Buah-buahan yang berbeda mempunyai kecepatan dan respirasi yang berbeda pula sesuai jenis
dan tingkat kedewasaan buah (maturation). Laju respirasi suatu produk dipengaruhi oleh faktor
internal yang terdiri dari : tingkat perkembangan, susunan kimiawi jaringan, ukuran produk, pelapis
alami dan jenis jaringan. Laju respirasi dipengaruhi pula oleh faktor eksternal yaitu oleh suhu, etilen,
oksigen yang tersedia, karbondioksida, zat-zat pengatur pertumbuhan dan kerusak buah (Pantastico
1986).
Menurut Pantastico (1986) Besar kecilnya respirasi dapat diukur dengan menentukan jumlah
subtrat yang hilang, O2 yang diserap, CO2 yang dikeluarkan, panas yang dihasilkan, dan energi yang
timbul air yang dilepas tidak ditentukan karena reaksi berlangsung dalam udara sebagai medium dan
jumlah air yang dihasilkan dalam reaksi sangat sedikit. Energi yang dikeluarkanpun tidak dapat
ditentukan karena berbagai bentuk energi yang dihasilkan tidak dapat diukur hanya dengan
menggunakan satu alat saja. Proses respirasi yang terjadi pada buah dan sayuran ditentukan dengan
pengukuran laju penggunaan O2 dan laju pengeluaran CO2.
Menurut Winarno dan Aman (1979), Jumlah produksi CO2 selama proses respirasi relatif
cukup besar, sehingga mudah untuk melakukan pengukurannya. Dalam tanaman proses respirasi
sesungguhnya dapat terjadi secara aerobik atau anaerobik. Yang dimaksud dengan respirasi secara
anaerobik ialah proses respirasi dengan menggunakan senyawa penerima elektron bukan oksigen,
tetapi menggunakan senyawa yang terdapat di dalam bahan itu sendiri yang dikenal sebagai proses
fermentasi. Oleh karena itu, pengukuran proses pernafasan dengan mengukur jumlah CO2 yang keluar
tersebut, tidak akan dapat diketahui apakah proses respirasi itu bersifat aerobik atau anaerobik.
Jumlah oksigen yang digunakan dalam proses respirasi relatif sangat sedikit. Walaupun cara
pengukuran ini mungkin dikerjakan, akan tetapi sukar dilaksanakannya, karena dibutuhkan alat yang
mempunyai kepekaan tinggi terhadap oksigen misalnya gas khromatografi. Senyawa-senyawa yang
dapat terdiri dari glukosa dan karbohidrat lainnya atau senyawa lemak dan protein. Apabila glukosa
yang dioksidasi maka reaksinya akan terlihat sebagai berikut : C6H12O6 + 6O26CO2+6H2O+675
Kcal (energi) (Winarno dan Aman 1979). Laju respirasi ini akan berbeda bergantung pada jenis atau
varietas buahnya dan tingkat kematangannya (Shiesh et al 1987). Laju respirsi buah belimbing seperti
pada tabel 2.
Tabel 2. Laju respirasi buah belimbing
No. Temperatur Mg CO2/kg.h
1. 5 oC 10 sampai 19
2. 10 oC 15 sampai 29
3. 15 oC 19 sampai 34
4. 20 oC 37 sampai 92
Sumber: Shiesh et al 1987
Berdasarkan pola respirasinya, buah dibedakan atas 2 kelompok, yaitu klimakterik dan non
klimakterik. Klimaterik merupakan perubahan pola respirasi yang mendadak sebelum terjadinya
proses kelayuan pada beberapa jenis hasil pertanian kemudian mengalami penurunan yang cepat
(Winarno dan Aman 1979). Sedangkan buah non-klimaterik adalah buah yang laju respirasinya terus
menurun dan tidak mempunyai puncak. Menurut Oslund dan Davenport (1981) belimbing termasuk

10

golongan buah non-klimaterik, pola respirasi buah tersebut berbeda dengan buah-buahan klimaterik,
karena setelah dipanen CO2 yang dihasilkan tidak terus meningkat tetapi terus menurun perlahan-
lahan, sehingga buah non klimaterik harus dipanen setelah matang dipohon dan untuk mendapat
kualitas buah yang baik, buah dipanen setelah masak penuh. Kedua karakteristik ini dapat dilihat pada
Gambar 2.

Gambar 5. Grafik pola pertumbuhan dan laju respirasi buah-buahan (Wills et al 1982 )
2. Kekerasan
Kekerasan buah tergantung pada turgor sel hidup, adanya jaringan utam dan jaringan
penunjang dan sifat kohesi dari sel. Perubahan turgor pada umumnya disebabkan karena komposisi
dinding sel berubah, perubahan tersebut berpengaruh terhadap firmness dari buah, yang biasanya
buah menjadi lunak apabila telah masak (Winarno dan Aman 1979).Turgor merupakan tekanan dari
isi sel terhadap dinding sel, sehingga sel ada pada keadaan normal, tetapi dimungkinkan terjadinya
pertukaran senyawa. Tekstur terbentuk dari polisakarida, dimana komponen utama dari dinding sel
adalah selulosa dan pektin.
Semakin lama buah disimpan akan membuat buah tersebut semakin lunak, karena protopektin
yang tidak larut diubah menjadi pektin yang larut dan asam pektat (Winarno dan Aman 1979).
Protopektin adalah bentuk zat pekat yang tidak larut dalam air. Pecahnya protopektin menjadi zat
dengan bobot molekul rendah larut dalam air mengakibatkan lemahnya dinding sel dan turunnya
kohesi yang mengikat sel satu dengan yang lain. Selain itu melunaknya buah selama pematangan juga
disebabkan oleh aktivitas enzim poligalakturonase yang menguraikan protopektin dengan komponen
utama poligalakturonat menjadi asam galakturonat (Pantastico 1986).
3. Warna
Perubahan warna sebagai salah satu indeks mutu pangan sering dipergunakan sebagai
parameter untuk menilai mutu fisik produk pertanian. Selain itu warna dapat mempengaruhi
daya tarik konsumen terhadap mutu produk. Selama penyimpanan kulit buah belimbing akan
terlihat berpindah menuju nilai warna indeks kematangan yang lebih tinggi serta terus berlangsung
sampai ke fase kerusakan. Penyimpanan pada suhu rendah menyebabkan proses fisiologis
belimbing mengalami penurunan sehingga perubahan warna dapat dihambat, peningkatan
suhu akan menyebabkan pembentukan pigmen sehingga menyebabkan perubahan warna
menuju indeks selanjutnya akan semakin cepat (Yunika 2009).
4. Total Padatan Terlarut
Menurut Winarno dan Aman (1979), meskipun bayak jenis gula yang ada dalam buah dan
sayuran, tetapi perubahan kandungan gula yang sesungguhnya hanya meliputi tiga macam gula, yaitu

11

glukusa, fruktosa dan sukrosa. Oleh enzim invertase, sukrosa dapat dihidrolisa menjadi glukosa dan
fruktosa. Glukosa dan fruktosa hasil pecahan dari sukrosa oleh enzim invertase disebut akarinvert
yang mampunyai perbandinagan sama yaitu 1:1. Glukosa dan fruktosa merupakan gula pereduksi,
sedangkan sukrosa karena tidak mempunyai gugusan yang dapat mereduksi disebut gula non-
pereduksi. Apabila buah-buahan menjadi matang, maka kandungan gulanya meningkat, tetapi
kandungan asamnya menurun. Akibatnya kandungan gula dan asam akan mengalami perubahan yang
drastis. Keadaan ini berlaku pada buah-buahan klimaterik, sedangkan pada buah-buahan non-
klimaterik perubahan tersebut umumnya tidak jelas.
5. Susut Bobot
Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu buah belimbing.
Susut bobot sebagian besar terjadi karena proses respirasi dan transpirasi. Kehilangan air atau
transpirasi dapat menjadi penyebab utama deteriorasi karena berpengaruh langsung pada
kehilangan kuantitatif (bobot). Menurut Pantastico (1986), buah-buahan dan sayuran mengandung
85-90 persen air, setelah pemanenan akan mengalami kehilangan air. Kehilangan air dari hasil segar
mengakibatkan hasil menjadi layu, liat dan tidak mempunyai rasa serta bau yang menarik.
Kehilangan air 5-10 persen berat semula melalui transpirasi dianggap tidak laku untuk
dijual.Kehilangan air bukan hanya mengurangi bobot, tetapi juga menyebabkan penampakan buah
menjadi kurang menarik, tekstur jelek dan mutu menurun.

12

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian,
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari 2011 sampai dengan bulan Juni 2011.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah :


1. Gas analyzer Shimadzu untuk mengukur konsentrasi gas O2 dan CO2
2. Rheometer untuk mengukur kekerasan
3. Camera digital untuk melihat perubahan warna kulit belimbing
4. Refraktometer untuk mengukur total padatan terlarut
5. Stoples kaca dengan volume 3300 ml
6. Timbangan Mettler 2 desimal untuk mengukur susust bobot
7. Gelas ukur
8. Electrical Conductivity (EC)
9. Alat-alat penunjang untuk pengukuran suhu ruang pendingin
10. Refrigirator, digunakan untuk menyimpan buah belimbing selama penelitian berlangsung
Bahan :
Bahan yang akan digunakan adalah buah belimbing manis (Averrhoa carambola L.) segar
kualitas ekspor yang diperoleh dari petani belimbing di Depok dan aquabides untuk pendugaan ion
leakage.

3.3 Prosedur Penelitian

Buah belimbing yang digunakan pada penelitian ini yaitu, buah dalam keadaan indeks
kematangan 4 yaitu buah berwarna kuning dominan dibanding hijau pada pinggiran sisi, ujung dan
pangkalnya, berat yang seragam yaitu berkisar antara 200-250 gram, bentuk normal, permukaan kulit
buah bersih, bebas cacat dan bercak jamur serta penyakit. Buah belimbing disortasi, dengan tujuan
untuk menyeleksi dan memisahkan buah yang baik dan rusak yang mungkin terjadi selama
transportasi. Buah belimbing dicuci sampai bersih lalu dicelupkan kedalam teobendazol selama 1
menit sebagai disinfektan untuk membunuh kuman dan penyakit patogen selanjutnya belimbing
dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Setelah kering belimbing diletakkan di dalam chamber
yang kemudian akan dilakukan penyimpanan dalam refrigerator dengan suhu 5oC, 10oC dan suhu
ruang (25-27oC) selama 14 hari. Buah belimbing didiamkan selama 24 jam setelah dikeluarkan dari
refrigerator untuk melihat perkembangan chilling injury. Pengamatan parameter dilakukan setiap dua
kali sehari, pengukuran yang dilakukan adalah pengambilan spektra masing-masing sampel,
pengukuran warna, susut bobot, kekerasan, total padatan terlarut, laju respirasi dan perubahan ion
leakage yang dilakukan setiap hari.

13
Gambar 6. Prosedur Penelitian.

Buah Belimbing

Sortasi

Pencucian

Pengukuran awal
semua parameter

Penyimpanan

Suhu 5oC Suhu 10oC Suhu ruang (28oC)


(Suhu optimum)

Pengamatan Pengamatan
parameter parameter

1. Ion leakage 1. Laju respirasi


2. Laju respirasi 2. TPT
3. TPT 3. Warna
4. Warna 4. Susut bobot
5. Susut bobot 5. Kekerasan
6. Kekerasan

3.4 Pengamatan

Parameter yang diamati adalah jumlah/konsentrasi CO2 danO2, kekerasan buah, total padatan
terlarut, warna, susut bobot dan perubahan ion leakage.

3.4.1 Laju Respirasi

Laju respirasi diukur berdasarkan laju produksi CO2 dan konsumsi O2 yang dihasilkan
buah belimbing dengan menggunakan alat gas analyzer. Besaran konsentrasi CO2 dan O2
tertera dalam vol % udara. Stoples dihubungkan dengan selang pipa untuk diambil gas CO2 dan
O2 kemudian dianalisa. Volume bebas dalam wadah ditentukan dengan mengukur volume
stoples kemudian dikurangi dengan volume buah. Perhitungan laju respirasi yang digunakan
menggunakan persamaan (1) dan (2).

14
....................................................................................................... (1)

....................................................................................................... (2)

Dimana :
x1 : konsentrasi gas O2 (%)
x2 : konsentrasi gas CO2 (%)
t : waktu (jam)
R : laju respirasi (m/kg.jam atau ml/kg.jam)
W : massa produk (kg)
V : volume bebas chamber (ml)

3.4.2 Kekerasan Buah

Uji kekerasan diukur berdasarkan tingkat ketahanan buah terhadap alat penekan dari
alat rheometer tipe CR-300DX. Alat ini diset dengan beban yang diberikan maksimum 2 kg
dengan kedalaman penetrasi penekan 10 mm. Kecepatan laju beban turun yang digunakan
yaitu 60 mm/menit. Pengukuran kekerasan dilakukan pada tiga tempat yaitu ujung, tengah dan
pada pangkal buah. Masing-masing sampel diambil secara acak sebanyak 2 sampel.

3.4.3 Uji kandungan total padatan terlarut

Total padatan terlarut diukur dengan menggunakan refraktometer. Bahan dihaluskan


sebelumnya hingga manjadi pasta, kemudian setetes contoh diletakkan pada prisma
refraktometer. Sebelum dan sesudah pembacaan rafraktometer dibersihkan dengan air. Skala
refraktometer menunjukan kadar total padatan terlarut (o Brix).

3.4.4 Perubahan warna

Pengukuran warna adalah salah satu metode yang digunakan dalam menilai kualitas
penampakan (visual) produk segar hortikultura. Pengukuran warna menggunakan image
dengan alat chromameter (Minolta CR 310), yaitu alat analisa tristimulus (dalam 3 dimensi)
dan kamera digital.
Menurut Mohsein (1984), metode Munsell merupakan metode berdasarkan tiga notasi
Munsell yaitu Hueo (hijau, merah, biru, kuning), Value (nilai L atau kecerahan yang bergerak
dari dark atau gelap sampai light/bright atau cerah, dan Chroma (saturasi atau tingkat
kandungan warna yang bergerak dari weak atau muda sampai vivid/strong atau tua). Nilai
notasi tersebut kemudian diplotkan dalam Munsell color chart.
Sebelum pengukuran, alat dikalibrasi dan selanjutnya sampel diukur dengan meletakkan
ujung head pada buah belimbing di tiga lokasi yang telah diambil spektranya. Sistem notasi
warna dinyatakan dengan menggunakan sistem Hunter yang dicirikan dengan 3 parameter
yaitu L, a dan b. Nilai L menyatakan kecerahan (cahaya pantul yang menghasilkan warna
akromatik putih, abu-abu dan hitam) yang memnpunyai nilai dari 0 (hitam) dan 100 (putih).
Nilai a menyatakan warna kromatik campuran merah hijau dengan nilai +a dari 0 sampai 100
untuk warna merah dan a dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Nilai b menyatakan warna
kromatik campuran kuning biru dengan nilai +b dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan
nilai b dari 0 sampai -70 untuk warna biru (Soekarto 1985).

15
3.4.5 Susut bobot

Pengukurun susut bobot buah belimbing dilakukan dengan membandingkan selisih


bobot setiap akhir penyimpanan (Wt) dibandingkan dengan bobot awal sebalum penyimpanan
atau penerimaan (Wo), selanjutnya susut bobot dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
Susut bobot = 100% ......................................................................... (3)
Dimana:
Wo: berat awal (kg)
Wt : berat akhir (kg)

3.4.6 Ion leakage

Pengukuran ion leakage dilakukan setiap setiap hari menggunakan tiga sampel pada
kondisi suhu penyimpanan 5oC. Ion lekage diukur berdasarkan perubahan nilai konduktivitas
listrik larutan dengan menggunakan Electricity Conductivity meter (D-24, HORIBA). Daging
buah diambil dengan ukuran panjang 10 mm dan direndam di dalam larutan aquabides (200
ml) yang nilai konduktivitas listrik awalnya diketahui. Pengukuran dilakukan pada suhu
ruangan 20C dengan selang waktu pengukuran mula-mula tiap 20, 40 dan 60 menit selama
240 menit. Setelah selesai pengukuran sampel dihancurkan selama 2 menit supaya semua ion
terlarut ke dalam aqubides dan nilai konduktivitas listrik totalnya diukur. Pengukuran
dilakukan selama 14 hari dan data dari perubahan ion leakage dinyatakan dalam persen dari
total konduktivitas listrik dalam larutan. Persamaan yang digunakan dalam pengukuran ion
leakage adalah sebagai berikut:
Perubahan ion leakage 100 %................................................. (4)
Keterangan :
x : nilai konduktivitas listrik menit ke-n ; n= 20, 40, 60,..., 240
y : nilai konduktivitas listrik akhir setelah dihancurkan
x1: nilai konduktivitas listrik awal

16
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Susut Bobot

Susut bobot selama penyimpanan merupakan salah satu parameter mutu yang mencerminkan
tingkat kesegaran buah, semakin tinggi susut bobot maka buah tersebut semakin berkurang
kesegarannya. Selama penyimpanan terjadi peningkatan susut bobot pada buah belimbing yang
mengindikasikan terjadinya kehilangan air selama penyimpanan.
Gambar 7 menunjukkan perubahan susut bobot pada 3 kondisi suhu yang berbeda. Data
penyimpanan memperlihatkan bahwa laju kehilangan bobot pada perlakuan suhu 10C lebih lambat
dari pada perlakuan suhu 5C. Hal ini dikarenakan suhu 10oC merupakan suhu optimum
penyimpanan buah belimbing. Pada suhu 5oC persentasi susut bobot lebih tinggi dikarenakan pada
suhu yang lebih rendah, kelembaban relatif (RH) semakin rendah sehingga menyebabkan buah
menjadi lebih keriput. Oleh karena itu air yang keluar dari dalam buah semakin banyak.
Pada penyimpanan dingin proses metabolisme buah belimbing mengalami perlambatan, hal
serupa diungkapkan oleh Muchtadi (1989) bahwa suhu rendah diatas suhu pembekuan dan dibawah
15oC efektif dalam mengurangi laju metabolisme dan menghambat pertumbuhan mikroba, selain itu
juga mencegah terjadinya reaksi-reaksi kimia dan hilangnya kadar air dari bahan pangan.
Diungkapkan pula oleh Winarno dan Fardiaz (1980), keaktifan respirasi menurun dan pertumbuhan
mikroba penyebab pembusukan dan kerusakan dapat dihambat pada penyimpan suhu rendah. Suhu
penyimpanan yang rendah buah belimbing ditemukan menjanjikan dalam memperpanjang umur
simpan (OHere 1997 dalam Ali et al 2003).
Menurut Pantastico (1986), buah-buahan dan sayuran mengandung 85-90 persen air, setelah
pemanenan akan mengalami kehilangan air. Kehilangan air dari hasil segar mengakibatkan hasil
menjadi layu, liat dan tidak mempunyai rasa serta bau yang menarik. Kehilangan air 5-10 persen berat
semula melalui transpirasi dianggap tidak laku untuk dijual.
Pada penyimpanan suhu ruang peningkatan total susut bobot lebih tinggi dari penyimpanan
dingin. Hal ini dikarenakan proses transpirasi dan respirasi dengan terurainya glukosa menjadi CO2
dan H2O yang berlangusng pada suhu ruang lebih cepat karena suhu penyimpanan yang lebih tinggi
dari suhu optimum akan mempercepat metabolisme dan mempercepat proses pembusukan (Muchtadi
1989). Kader (1992) menyebutkan bahwa terjadinya susut bobot disebabkan oleh transpirasi atau
hilangnya air dalam buah dan sebagian kecil oleh respirasi yang mengubah gula menjadi CO2 dan
H2O. Hal serupa juga diungkapkan Purwanto (2005) yang menyebutkan terjadinya susut bobot untuk
suhu ruang disebabkan karena mentimun mengalami respirasi, sedangkan untuk mentimun yang
disimpan pada suhu 5oC, meskipun proses respirasi berkurang tetapi terjadinya kerusakan dingin telah
menyebabkan timbulnya bintik-bintik lubang kecil dan pengerutan kulit permukaan yang
mengakibatkan keluarnya air dari dalam mentimun.

17
1.40

1.20

TotalSusutBobot (%)
1.00

0.80
T5
0.60
T10
0.40
TR
0.20

0.00
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktu(hari)

Gambar 7. Grafik perubahan susut buah belimbing selama penyimpanan pada tiga kondisi suhu

Menurut Muchtadi (1992) bahwa kehilangan bobot pada buah dan sayuran selama
penyimpanan disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat dari proses penguapan dan kehilangan
karbon selama respirasi sehingga menimbulkan kerusakan dan menurunkan mutu produk tersebut.
Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya menurunkan bobot tetapi juga menurunkan mutu dan
menimbulkan kerusakan. Menurut Syarief dan Halid (1991) salah satu penyebab susut bobot adalah
proses respirasi dan transpirasi. Transpirasi merupakan faktor dominan penyebab susut bobot. Proses
transpirasi dipengaruhi oleh faktor lingkungan yaitu suhu dan kelembaban. Dengan semakin tinggi
suhu dan semakin rendah RH ruang penyimpanan maka akan terjadi penguapan air pada buah lebih
besar sehingga susut bobot meningkat.

5.2 Total Padatan Terlarut (TPT)

Total padatan terlarut (TPT) merupakan kandungan gula total yang terdapat dalam buah yang
diukur dengan menggunakan alat refraktometer. Banyaknya kandungan gula total yang terukur pada
buah belimbing merupakan gambaran TPT yang terukur. Banyaknya kandungan gula yang ada dalam
buah-buahan, tetapi perubahan kandungan gula utama meliputi glukosa, fruktosa dan sukrosa. Oleh
enzim invertase, sukrosa dapat dihidrolisa menjadi glukosa dan fruktosa. Glukosa dan fruktosa
merupakan gula-gula pereduksi, sedangkan sukrosa karena tidak mempunyai gugusan-gugusan yang
dapat mereduksi disebut gula non pereduksi (Winarno dan Aman 1979).
Beberapa gula seperti glukosa, fruktosa, sukrosa mempunyai sifat fisik dan kimia yang
berbeda-beda misalnya dalam hal rasa manisnya, kelarutannya dalam air, enersi yang dihasilkan,
mudah tidaknya difermentasi oleh mikroba tertentu, daya pembentukan karamel jika dipanaskan dan
pembentukan kristalnya (Winarno dan Fardiaz 1980).
Pada Gambar 8, 9 dan 10 ditampilkan grafik perubahan TPT buah Belimbing selama
penyimpanan pada suhu 5oC, 10oC dan suhu ruang (25-27oC). Pengamatan selama 14 hari pada suhu
5oC menunjukan nilai TPT buah meningkat dari 5.4Brix bagian pangkal, 6.2Brix bagian tengah dan
6.8Brix bagian ujung menjadi 6.4Brix pada bagian pangkal, 7.3Brix bagian tengah dan 7.5Brix
pada bagian ujung. Pada suhu 10oC nilai TPT meningkat dari 5.6Brix bagian pangkal, 6.4Brix
bagian tengah dan 6.7Brix bagian ujung menjadi 6.4Brix pada bagian pangkal, 6.6Brix bagian
tengah dan 6.7Brix pada bagian ujung. Sedangkan pada penyimpanan pada suhu ruang nilai TPT

18
meningkat dari 5.3Brix bagian pangkal, 6.0Brix bagian tengah dan 6.2Brix bagian ujung menjadi
5.9Brix pada bagian pangkal, 6.4Brix bagian tengah dan 6.9Brix pada bagian ujung.

9.0
8.0
TotalPadatanTerlarut(oBrix)
7.0
6.0
5.0
Pangkal
4.0
3.0 Tengah

2.0 Ujung
1.0
0.0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktupengamatan(hari)

Gambar 8. Grafik Perubahan Total Padatan Terlarut buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu
5oC

9.0
8.0
TotalPadatanTerlarut(oBrix)

7.0
6.0
5.0
Pangkal
4.0
3.0 Tengah

2.0 Ujung
1.0
0.0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktupengamatan(hari)

Gambar 9. Grafik Perubahan Total Padatan Terlarut buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu
10oC

19
9.0
8.0

TotalPadatanTerlarut(oBrix)
7.0
6.0
5.0
Pangkal
4.0
3.0 Tengah

2.0 Ujung
1.0
0.0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktupengamatan(hari)

Gambar 10. Grafik Perubahan Total Padatan Terlarut buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu
ruang

Dari Gambar 8, 9 dan 10 terlihat nilai TPT buah belimbing cenderung mengalami peningkatan.
Kandungan nilai TPT buah belimbing cenderung mengalami kenaikan namun perubahannya
fluktuatif. Nilai TPT semakin tinggi, menunjukan bahwa buah semakin manis dan kandungan asam
buah semakin menurun. Buah mengalami pematangan dan terjadi perubahan oksidatif dari bahan-bahn
komplek, seperti karbohidrat, protein dan lemak sehingga terbentuk gula-gula sederhana yaitu
gluktosa, fruktosa dan sukrosa. Seperti yang diungkapkan Winarno (2002), peningkatan total gula
terjadi karena akumulasi gula sebagai hasil degradasi pati, karena selama pematangan terjadi hidrolisa
polisakarida menjadi gula-gula sederhana, sedangkan penurunan total gula terjadi karena sebagian
gula digunakan untuk proses respirasi, karena gula tersebut digunakan untuk menghasilkan energi.
Pantastico (1986) menyebutkan bahwa besarnya laju degradasi pati menjadi gula sederhana
dipengaruhi oleh suhu dan enzim sehingga semakin tinggi suhu, maka degradasi pati akan semakin
cepat sampai batas tertentu dimana aktifitas enzim hidrolase akan terhambat. Selain itu perubahan
yang fluktuatif inipun disebabkan oleh buah yang diukur berbeda pada setiap pengamatan.
Pada Gambar 10, penyimpanan pada suhu ruang menunjukan nilai TPT yang lebih tinggi
dibanding penyimpanan pada suhu dingin. Hal ini dikarenakan penyimpanan pada suhu rendah akan
menghambat proses pematangan. Peningkatan total gula terjadi karena akumulasi gula sebagai hasil
degradasi pati yang dipengarugi oleh suhu, sehingga semakin tinggi suhu degradasi pati semakin cepat
sampai batas tertentu. Seperti yang dilaporkan oleh Rohaeti (2010) penyimpanan buah belimbing
dengan perlakuan VHT 20 menit memberikan nilai TPT yang lebih tinggi daripada perlakuan lainnya
dan pada penyimpanan suhu ruang dibanding suhu rendah. Hal tersebut seperti diungkapkan oleh
Muchtadi (1989) bahwa penanganan dengan cara penyimpanan dingin untuk buah-buahan yang
mudah rusak dapat memperpanjang masa simpan dan mengurangi laju metabolisme.
Tingkat kemanisan buah belimbing dipengaruhi oleh faktor waktu dan cara pemanenan. Buah
belimbing merupakan jenis buah non kliamterik yang pemanenannya harus dilakukan saat buah masak
pohon sehingga proses pematangan buah terjadi secara maksimal. Belimbing yang dipetik saat belum
siap panen akan menurunkan mutu dan kualitas buah belimbing. Rasa buahnya menjadi asam, sepat
dan warna buahnya tidak menarik (Tim Penebar Swadaya 1998).

20
5.3 Kekerasan

Kekerasan merupakan salah satu bentuk perubahan fisik pada buah-buahan. Nilai kekerasan
diukur sebagai jarak penembusan jarum penetrometer dengan beban maksimum 2 kg, kedalaman
penekanan 10 mm, kecepatan penurunan beban 60 mm/menit dan diameter plugger jarum 5 mm.
Penekanan dilakukan pada bahan ditempat yang berbeda yaitu pada bagian ujung, tengah dan pangkal.
Tekstur atau kelembutan, adalah atribut fisik penting yang dikaitkan dengan kualitas dan
penyimpanan buah. Pelunakan melibatkan struktural serta sebagai perubahan komposisi dalam
berbagai komponen dari karbohidrat dinding sebagian sebagai akibat dari tindakan enzim (Fischer dan
Bennett 1991 dalam Ali et al 2003). Biasanya, selama pematangan, pektin semakin didepolimerisasi
sebagai tingkat mereka dalam penurunan dinding sel, dan buah-buahan, pektin adalah
depolymerisation disertai dengan peningkatan tingkat air dachelator-diekstrak pektin, sementara
tingkat pektin ekstrak dalam menurunkan Na2CO3 (Redgwell et al 1992; Chin et al 1999 dalam Ali et
al 2003). Selain pektin, hemiselulosa dan selulosa juga dikenakan struktural yang signifikan
modifikasi selama pematangan.
Pada gambar 11, 12 dan 13 menunjukan perubahan nilai kekerasan pada kondisi suhu yang
berbeda. Suhu penyimpanan yang berbeda dapat menghasilkan pengaruh yang berbeda pada nilai
kekerasan (firmness) produk buah yang disimpan. Buah belimbing yang disimpan pada suhu dingin
memberikan nilai kekerasan yang lebih baik dibanding buah yang disimpan pada suhu ruang. Pada
suhu ruang nilai kekerasan lebih tinggi dibanding suhu dingin, hal ini dikarenakan pada suhu dingin
proses metabolisme berjalan lebih lambat dan pada suhu ruang proses kehilangan air lebih tinggi.
Pada tiga bagian yang diukur, tingkat kekerasannyapun berbeda. Dari pengamatan tingkat kekerasan
buah belimbing yang paling tinggi terdapat pada bagian tengah dan nilai kekerasan buah semakin
menurun seiring dengan lamanya penyimpanan.

1.200

1.000
Kekerasan(kgf)

0.800

0.600 Pangkal

0.400 Tengah
Ujung
0.200

0.000
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktupenyimpanan(hari)

Gambar 11. Grafik perubahan kekerasan buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu 5C

21
1.200

1.000

Kekerasan(kgf)
0.800

0.600 Pangkal

0.400 Tengah
Ujung
0.200

0.000
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktupenyimpanan(hari)

Gambar 12. Grafik perubahan kekerasan buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu 10C

1.200

1.000
Kekerasan(kgf)

0.800

0.600 Pangkal

0.400 Tengah
Ujung
0.200

0.000
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktupenyimpanan(hari)

Gambar 13. Grafik perubahan kekerasan buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu ruang

Nilai tingkat kekerasan yang semakin menurun, seperti yang diungkapkan Winarno dan Aman
(1979), disebabkan oleh degradasi senyawa-senyawa penyusun dinding sel buah. Secara kimiawi,
dinding sel tersusun oleh senyawa-senyawa komplek namun pada umumnya terdiri dari selulosa, hemi
selulosa, lignin dan pektin. Terjadinya degradasi ini disebabkan adanya beberapa cendawan dan
bakteri yang menghidrolisa selulosa menjadi senyawa yang lebih sederhana.
Selama penyimpanan, buah belimbing semakin melunak hal ini dikarenakan buah mengalami
perubahan kematangan sehingga tingkat kekerasan buah berubah dan semakin berkurang. Hal ini
diungkapkan pula oleh Winarno dan Aman (1979), semakin lama buah disimpan akan membuat buah
tersebut semakin lunak, karena protopektin yang tidak larut diubah menjadi pektin yang larut dan
asam pektat. Protopektin adalah bentuk zat pekat yang tidak larut dalam air. Pecahnya protopektin
menjadi zat dengan bobot molekul rendah larut dalam air mengakibatkan lemahnya dinding sel dan
turunnya kohesi yang mengikat sel satu dengan yang lain. Selain itu melunaknya buah selama

22
pematangan juga disebabkan oleh aktivitas enzim poligalakturonase yang menguraikan protopektin
dengan komponen utama poligalakturonat menjadi asam galakturonat (Pantastico 1986).
Buah belimbing yang disimpan pada suhu 5oC mempunyai nilai kekerasan yang lebih tinggi
dibanding peyimpanan suhu lainnya, Bourne (1976) mengemukakan bahwa penyimpanan suhu rendah
merupakan salah satu cara paling efektif untuk memperlambat laju penurunan kekerasan, sebab di
dalam pendinginan tersebut proses-proses fisiologis berjalan secara lambat. hal serupa diungkapkan
oleh Winarno dan Fardiaz (1980) penyimpanan dingin dapat menghambat proses metabolisme,
pemasakan, pelunakan dan penuaan. Sedangkan buah belimbing yang disimpan pada suhu ruang
teksturnya cepat menjadi lunak. Hal ini disebabkan karena pada suhu ruang proses penguapan lebih
tinggi sehingga mempercepat turunnya nilai kekerasan dan perubahan dinding sel yang disebabkan
oleh degradasi senyawa-senyawa penyusun dinding sel.

5.4 Warna

Pengamatan warna dilakukan dengan mengukur warna dari banyaknya cahaya yang
dipantulkan (light reflectance) permukaan komoditas cromameter. Sistem notasi warna dinyatakan
dengan sistem Hunter, yang dicirikan dengan tiga parameter yaitu L*, a* dan b*.
Warna pada buah-buahan disebabkan oleh pigmen yang dikandungnya. Pigmen tersebut pada
umumnya dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu khlorofil, antosianin, flavanoid dan karotenoid
(Winarno dan Aman). Pada buah yang berwarna kuning jenis karetonoid yang ada adalah xantofil
(pigment warna kuning) dan karoten (pigment warna jingga). Selama proses pematangan, jumlah
xantofil akan menurun dan jumlah karoten akan meningkat, sehingga buah yang berwarna kuning
pada akhir penyimpanan akan berwarna jingga (Pantastico 1986).
Pada kebanyakan buah, tanda kematangan pertama adalah hilangnya warna hijau. kandungan
klorofil buah yang sedang masak lambat laun berkurang, pada umumnya sejumlah zat warna hijau
tetap terdapat dalam buah terutama dalam jaringan bagian dalam buah (Pantastico 1986). Setelah
panen klorofil mengalami degradasi, hal ini mengakibatkan warna buah dan sayuran yang hijau
berubah menjadi kuning. Seperti dilaporkan Muchtadi (1989), selama pemasakan buah akan terjadi
degradasi klorofil sehingga kandungan klorofilnya menjadi rendah dan muncul warna lain sehingga
buah buah berubah menjadi warna kuning, orange atau merah.
Perubahan kimiawi dan fisiologis buah belimbing sangat erat hubungannya dengan warna buah
belimbing. Proses perubahan warna belimbing merupakan proses yang berlangsung kearah masaknya
buah belimbing. Perubahan warna kulit buah belimbing dari hijau ke kuning menandai proses
pemasakan buah.
Nilai L* menyatakan kecerahan (cahaya pantul menghasilkan warna akromatik, putih abu-abu
dan hitam) yang mempunyai nilai dari 0 (hitam) dan 100 (putih). Gambar 14 memperlihatkan
perubahan nilai L buah belimbing selama penyimpanan pada 3 kondisi suhu 5oC, 10oC dan suhu
ruang. Pada penyimpanan sampai hari ke-14 tingkat kecerahan pada perlakuan suhu penyimpanan 5C
dengan nilai L= 46.01 menjadi L= 47.33 suhu 10C nilai L= 45.80 menjadi L= 48.66 dan suhu ruang
L= 47.91 dan L= 42.82. Kondisi penyimpanan suhu 5oC dan 10oC perubahan nilai L* cenderung
meningkat. Sedangakan pada suhu ruang perubahan nilai L* cenderung menurun. Hal ini berarti
kecerahan warna buah pada suhu 5oC dan 10oC semakin terang selama penyimpanan, sedangkan pada
suhu ruang tingkat kecerahannya semakin menurun dan gelap selama penyimpanan.

23
56
54
52
50
48 T5
L

46 T10

44 TR

42
40
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Waktupenyimpanan(hari)

Gambar 14. Grafik Perubahan nilai L buah Belimbing selama penyimpanan pada 3 kondisi suhu 5oC,
10oC dan suhu ruang

Nilai a* menyatakan warna kromatik campuran merah hijau dengan nilai +a dari 0 sampai 100
untuk warna merah dan a dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Nilai b* menyatakan warna kromatik
campuran kuning biru dengan nilai +b dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai b dari 0
sampai -70 untuk warna biru (Soekarto 1985). Gambar 15, 16 dan 17 memperlihatkan perubahan
warna selama penyimpanan suhu 5C, 10C dan suhu ruang. Dari Gambar 17 terlihat bahwa buah
yang disimpan pada suhu ruang mengalami penurunan warna hijau yang cepat dibandingkan dengan
perlakuan yang lain, setelah penyimpanan 14 hari perubahan nilai a dari a= -1.39 menjadi a= 5.84,
sedangkan perubahan nilai b dari 20.46 menjadi 31.16. Nilai a semakin meningkat karena suhu yang
tinggi pigmen antosianin tidak stabil sehingga mempercepat perubahan warna ke arah merah,
sedangkan nilai b semakin meningkat selama penyimpanan yang berarti menuju kearah kuning pada
akhir penyimpanan. Gambar 15 dan Gambar 16 memperlihatkan bahwa perlakuan suhu penyimpanan
5C berbeda dengan perlakuan suhu penyimpanan 10C. Penampakan kulit buah belimbing antara
perlakuan suhu penyimpanan 5C dan suhu 10C terlihat berbeda setelah penyimpanan hari ke- 14
dimana nilai warna a= -0.77 menjadi -1.39, sedangkan perubahan nilai b dari 17.18 menjadi 16.95
untuk perlakuan suhu 5C, sedangkan untuk perlakuan suhu 10C nilai a= -1.01 menjadi -1.62 dan
nilai b= 18.20 menjadi 20.00. Dari data tersebut terlihat bahwa warna buah pada perlakuan suhu
penyimpanan 5C masih berwarna hijau sementara perlakuan suhu 10C tampak sedikit warna kuning
pada kulitnya. Penyimpanan pada suhu rendah terjadi penghambatan degradasi klorofil sehingga
warna hijau masih dipertahankan. Hal ini menjadi indikasi bahwa proses pematangan pada perlakuan
suhu penyimpanan 10C lebih cepat daripada perlakuan suhu penyimpanan 5C.

24
60

50

40

30

20

10

0
60 50 40 30 20 10
10 0 10 20 30 40 50 60

20 T

30

40

50

60

Gambar 15. Grafik Perubahan nilai a,b buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu 5C

60
50
40
30
20
10
0
60 50 40 30 20 10
10 0 10 20 30 40 50 60

20 T

30
40
50
60

Gambar 16. Grafik Perubahan nilai a,b buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu 10C

25
60
50
40
30
20
10
0
60 50 40 30 20 10
10 0 10 20 30 40 50 60

20 T

30
40
50
60

Gambar 17. Grafik Perubahan nilai a,b buah Belimbing selama penyimpanan pada suhu ruang

5.5 Respirasi

Selama penyimpanan buah belimbing terjadi peningkatan konsentrasi CO2 dan penurunan O2
yang dihasilkan. Perubahan konsentrasi CO2 dan O2 selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar
18, 19 dan 20. Buah-buahan yang berbeda mempunyai kecepatan dan respirasi yang berbeda pula
sesuai jenis dan tingkat kedewasaan buah (maturation) (Pantastico 1989).
Produksi CO2 selama proses respirasi relatif cukup besar, dibandingakan dengan jumlah
oksigen yang digunakan dalam proses respirasi relatif sangat sedikit seperti yang terlihat pada gambar
18, 19 dan 20. Penyimpanan pada suhu rendah menghambat tingginya produksi CO2 dan konsumsi O2.
CO2 yang keluar merupakan molekul organik yang teroksidasi, menguraikan turunan piruvat sebagai
hasil glikolisis. Menurut Oslund dan Davenport (1981) belimbing termasuk golongan buah non-
klimaterik. Namun pada tiga kondisi suhu penyimpan, dilihat melalui konsentrasi prosuksi CO2 dan
konsumsi O2 terjadi peningkatan respirasi setelah buah dipanen dalam umur 40 hari setelah
pembungkusan dengan peak terlihat pada hari ke-7 penyimpanan. Menurut Pantastico (1986), banyak
diantara buah-buahan yang dinamakan non-klimaterik memperlihatkan juga peningkatan respirasi
yang disertai dengan kenaikan gas C2H4 pada satu titik dalam garis perkembangannya. Rhodes (1970)
dalam Pantastico (1986) mengemukakan bahwa arah pergeseran respirasi yang khas untuk buah-
buahan non-klimaterik mungkin akan ditunjukkan pada umur fisiologis atau dalam keadaan
penyimpanan yang sesuai. Hulme et al (1969) dalam Pantastico (1986) juga menunjukan, bahwa
perbedaan antara buah klimaterik dan non-kliamterik lebih pada kenampakannya daripada
kenyataannya.
Variasi dalam arah pergeseran respirasi diantara buah-buahan mungkin disebabkan oleh sifat-
sifat dan strukturnya (Pantastico 1986). Biele dan Barcus (1970) dalam Pantastico (1986) telah
mengamati bahwa srikaya dan sirsak mempunyai jenis klimaterik yang tidak begitu jelas yang
mempunyai lebih dari satu maksimum.

26
Pada Gambar 18, 19 dan 20 terlihat peningkatan konsentrasi produksi CO2 dan konsumsi O2
terjadi pada hari ke-9 penyimpanan setelah sebelumnya terjadi penurunan. Hal ini terjadi akibat
adanya cendawan sehingga kemungkinan respirasi buah belimbing berubah menjadi anaerob yang
menyebabkan kerusakan pada belimbing. Yang dimaksud dengan respirasi secara anaerobik ialah
proses respirasi dengan menggunakan senyawa penerima elektron bukan oksigen, tetapi menggunakan
senyawa yang terdapat di dalam bahan itu sendiri yang dikenal sebagai proses fermentasi. Bila buah
melakukan fermentasi, maka energi yang diperoleh relatif sedikit persatuan subtrat (glukosa) yang
tersedia. Untuk memenuhi kebutuhan energi, maka diperlukan subtrat (glukosa) dalam jumlah banyak,
sehingga dalam waktu yang singkat persediaan subtrat akan habis dan akhirnya buah-buahan itu akan
mati dan busuk (Winarno 2002).

5
Konsentrasigas(%volumeudara)

4.5 O2
4
CO2
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Waktu(hari)

Gambar 18. Perubahan konsentrasi CO2 dan O2 buah Belimbing selama penyimpanan suhu 5C

5
Konsentrasigas(%volumeudara)

4.5 O2
4
CO2
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Waktu(hari)

Gambar 19. Perubahan konsentrasi CO2 dan O2 buah Belimbing selama penyimpanan suhu 10C

27
5

Konsentrasigas(%volumeudara)
4.5 O2
4 CO2
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Waktu(hari)

Gambar 20. Perubahan konsentrasi CO2 dan O2 buah Belimbing selama penyimpanan suhu ruang

Will et al (1981) menyebutkan bahwa semua bahan hidup memerlukan energi yang terus
menerus. Energi digunakan untuk mempertahankan organisasi seluler, mengangkut metabolit
keseluruh jaringan dan mempertahankan permeabilitas membran. Sebagian besar energi yang
diperlukan oleh buah yang telah dipanen disuplai dari respirasi aerob. Menurut Winarno dan Aman
(1981), respirasi adalah suatu proses metabolisme dengan cara menggunakan oksigen dalam
pembakaran senyawa yang lebih kompleks, yaitu pati, gula, protein, lemak dan asam organik
menghasilkan senyawa yang lebih sederhana, yaitu CO2 dan air serta menghasilkan energi dan
molekul lain yang dapat digunakan oleh sel untuk reaksi sintesa. Komponen terbesar buah belimbing
terdiri dari karbohidrat, karena itu subtrat yang digunakan untuk proses respirasi sebagian besar
berasal dari karbohidrat.

35
O2
30
CO2
25
LajuRespirasi(ml/kg.jam)

20

15

10

0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
LamaPenyimpanan(hari)

Gambar 21. Grafik laju respirasi O2 dan CO2 buah Belimbing selama penyimpanan suhu 5C

28
35

30 O2

LajuRespirasi(ml/kg.jam)
CO2
25

20

15

10

0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
LamaPenyimpanan(hari)

Gambar 22. Grafik laju respirasi O2 dan CO2 buah Belimbing selama penyimpanan suhu 10C

35

30 O2
LajuRespirasi(ml/kg.jam)

CO2
25

20

15

10

0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
LamaPenyimpanan(hari)

Gambar 23. Grafik laju respirasi O2 dan CO2 buah Belimbing selama penyimpanan suhu ruang

Pada Gambar 21, 22 dan 23 laju produksi CO2 d a n p e n y e r a p a n O 2 pada tiga kondisi
suhu penyimpan yang berbeda. Pada awal penyimpanan laju respirasi memiliki nilai besar hal ini
dikarenakan suhu buah pada awal penyimpanan masih tinggi karena belum menyesuaikan dengan
kondisi ruang penyimpanan, suhu awal buah ditambah dengan dari panas lapang menyebabkan
produk memiliki kecepatan respirasi yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Muchtadi
(1992) yang menerangkan bahwa kecepatan respirasi merupakan hasil dari pengaruh suhu dimana
kecepatan respirasi pada buah-buahan akan meningkat sampai dengan dua setengah kalinya untuk
kenaikan suhu sebesar 10oC yang menunjukkan adanya pengaruh proses biologi maupun kimia.
Pada umumnya proses respirasi akan terus berlangsung terus setelah bahan dipanen. Respirasi
ini terus berlangsung sampai bahan menjadi mati dan kemudian membusuk. Laju respirasi

29
menunjukan kecendrungan menurun selama penyimpanan. Hal ini karena dalam aktivitas respirasi
belimbing memerlukan oksigen dari udara sekitar. Respirasi dilakukan secara tertutup, oleh karena itu
jika oksigen dalam chamber menipis dan proses respirasi masih berlangsung, kebutuhan oksigen
untuk respirasi diambil dari jaringan bahan yang disimpan. Pada kondisi ini produk menjadi rusak dan
mutunya turun.
Pada Gambar 21, 22 dan 23 laju respirasi pada suhu 5oC dan suhu 10oC, lebih lambat dari suhu
suhu ruang. Hal ini dikarenakan penyimpanan dingin yang dapat menghambat proses respirasi.
Pendinginan (refrigerasi) dapat menurunkan kecepatan respirasi sehingga buah akan mencapai
puncak respirasi lebih lama dan hal ini dapat memperpanjang umur simpan. Dikatakan Muchtadi dan
Sugiono (1989) bahwa makin tinggi suhu penyimpanan maka respirasi akan semakin cepat, hal ini
berlaku sampai suhu optimum, apabila telah melewati suhu optimum kecepatan respirasi menurun.
Seperti yang diungkapkan Winarno dan Fardiaz (1980), pendinginan dapat memperlambat kecepatan
reaksi-reaksi metabolisme, dimana pada umumnya setiap penurunan 8oC kecepatan reaksi akan
berkurang menjadi kira-kira setengahnya. Dan hal ini akan mempengaruhi masa simpan buah, seperti
yang diungkapkan Pantastico (1986), Semakin tinggi laju respirasi, biasanya disertai dengan semakin
pendek umur simpannya. Hal ini juga merupakan petunjuk laju kemunduran mutu dan nilainya
sebagai bahan makanan.
Menurut Jones 1994 dalam Pantastico 1986, bahwa kerusakan karena pendinginan merupakan
akibat adanya gangguan sinkronisasi berbagai tingkat dalam urut-urutan respirasi yang bersifat
kompleks. Produksi CO2 buah belimbing yang disimpan pada ruang lebih tinggi dibandingkan dengan
penyimpan pada suhu rendah, yaitu 7.99 ml/kg jam untuk produksi CO2 dan 5.16 ml/kg jam untuk
konsumsi O2 . Rata-rata laju produksi CO2 pada suhu 5oC adalah 6.04 ml/kg jam dan konsumsi O2
sebesar 2.59 ml/kg jam, sedangkan pada suhu 10oC produksi CO2 sebesar 7.45 ml/kg jam dan
konsumsi O2 sebesar 3.05 ml/kg jam. Hal ini karena pada penyimpanan dingin proses respirasi
dihambat sehingga produksi CO2 dan konsumsi O2 rendah.
Menurut Pantastico (1986), pada awalnya terjadi peningkatan laju respirasi yang menandakan
naiknya kegiatan enzim-enzim. Kemudian disusul dengan penurunan sedikit demi sedikit sampai
lajunya mendekati nol. Penurunan ini mungkin merupakan gambaran terjadinya perusakan
(denaturasi) enzim. Namun penurunan laju respirasi pada suhu tinggi dapat juga merupakan pertanda
bahwa O2 tidak berdifusi cukup cepat untuk dapat mempertahankan laju respirasi yang ada, CO2
tertimbun didalam sel sampai tingkat yang dapat menghambat metabolisme dan suplai bahan makanan
yang dapat dioksidasi tidak cukup untuk mempertahankan laju respirasi yang tinggi.

5.6 Ion Leakage

Elektrolit merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul yang disebut ion, dan
dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion. Pada makhluk
hidup dalam tubuhnya mengandung larutan elektrolit seperti KCL, NaCL, MgSO4 yang terdisosiasi
menjadi ion-ion bila larut dalam air (Saeni 1989).
Penyebab fisiologis untuk pengkondisian chilling injury pada buah-buahan dapat dipelajari
dengan memeriksa kinetika kebocoran ion (ion leakage). Ada dua sumber ion, yaitu yang cepat berupa
kompartemen kecil yang bisa menjadi dinding sel dan yang lambat dapat berupa sebuah kompartemen
jauh lebih besar yang bisa menjadi sitoplasma dan vakuola. Persamaan eksponensial diturunkan untuk
menjelaskan difusi ion dari dingin jaringan sensitif (saltveit 1989). Membran sel permeabilitas
mengatur pergerakan air dalam sel dan keadaan dinamis air dapat digunakan untuk mendeteksi
peningkatan perubahan permeabilitas sel membran (Naruke et al 2003). Oleh karena itu, pengetahuan
keadaan dinamis air dalam struktur sel adalah penting dalam rangka untuk mengetahui kapan
perubahan kerusakan terjadi.

30
Chilling injury produk holtikultura dapat terjadi ketika produk disimpan dibawah suhu
optimum. Buah belimbing menurut Wan dan Lam (1984) menyebutkan chilling injury terjadi pada
buah belimbing muda yang mempunyai < 25% warna kuning pada kulit yang disimpan pada suhu
5oC setelah 5 minggu penyimpanan.
Tanggapan buah untuk berbagai suhu telah dilaporkan, dan kerentanan dari belimbing untuk
chilling injury tampaknya tergantung kultivar, dan sangat terkait dengan kematangan buah pada saat
panen (Wan dan Lam, 1984; Campbell et al, 1987, 1989.; Sankat dan Balkissoon, 1992; Shaw dan
Wilson, 1998; Perez-Tello et al, 2001 dalam Ali et al 2003). Dalam Belimbing, buah kurang matang
dilaporkan rentan utuk terkena chilling injury, sedangkan dalam jenis buah lain seperti peach, itu
adalah sedikit warna buah, lebih matang yang muncul rawan chilling injury (Fernandez-Trujillo dkk
1998 dalam Ali et al 2003).
Pada Gambar 24, 25, 26 dan 27 menunjukkan kenaikan persentase ion leakage. Pada gambar
24, penyimpanan hari ke -0 persentasi kenaikan ion leakage buah belimbing meningkat tajam.
Gambar 25 memperlihatkan penyimpanan buah belimbing di suhu 5oC, pada hari ke -1 menunjukan
peningkatan ion leakage paling tinggi dibanding penyimpanan lainnya dengan nilai slope (laju
perubahan ion leakage) sebesar 0.187. Pada Tabel 3 disajikan perubahan laju perubahan ion leakge
selama 14 hari penyimpan dingin. Persentasi kenaikan ion leakage terjadi dari hari ke -0, begitu pula
pada hari pertama penyimpanan persentasinya masih cukup tinggi. Pada hari kedua penyimpanan
persentasi ion leakage yang terukur mulai menurun dan landai seperti yang terlihat pada gambar.
Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh Hutabarat (2008), pada buah tomat yang diberi
perlakuan heat shok selama 20 menit, gejala chilling injury sudah terjadi pada hari ke-1. Budi (2007)
melaporkan pada buah rambutan peningkatan ion leakage tertinggi terjadi pada hari ke -5
penyimpanan, sedangkan pada buah mangga seperti yang dilaporkan oleh Oktivitasari (2011) gejala
chilling injury yang dilihat melalui perubahan ion leakage terjadi pada hari keempat penyimpanan
pada suhu dingin puncak terjadi chilling injury, hal ini ditandai dengan semakin meningkatnya
persentase ion leakage. Hasil serupa dilaporkan oleh Salveit (2002), pada suhu rendah di bawah suhu
optimum penyimpanan tomat, terjadi kerusakan membran sel sebagai akibat kerusakan dingin.
Peningkatan permeabilitas membran dan meningkatkan tingkat kebocoran ion yang terkait dengan
dingin jaringan sensitif (Saltveit 2000), namun peningkatan yang diamati dalam permeabilitas
biasanya terjadi setelah dingin berkepanjangan. Kerusakan membran ini akibat dari lipid dan protein
sebagai penyusun dinding sel mengalami ketegangan plastis akibat pendinginan. ketegangan
disebabkan oleh tekanan isi sel pada dinding sel dan bergantung pada konsentrasi zat-zat osmotik aktif
dalam vakuola, permeabilitas protoplasma dan elastisitas dinding sel (Nobel 1991).
Dalam osmosis zat-zat bergerak dari daerah dengan energi kinetik lebih tinggi ke daerah yang
lebih rendah. Cairan mempunyai jenjang energi lebih rendah karena zat-zat terlarut di dalamnya.
Belimbing direndam di dalam larutan aquabidest, air berpindah ke dalam sel secara osmosis berakibat
naiknya tekanan yang mendorong sitoplasma ke dinding sel dan menyebabkan sel menjadi tegang.
Mitchell (2000) melaporkan bahwa sitoplasma sel bermuatan negatif disebabkan distribusi anion dan
kation pada sisi membran yang berlawanan tidak sama. Potensial membran bertindak sebagai suatu
sumber energi yang mempengaruhi lalu lintas semua substansi bermuatan yang melewati membran.
Potensial membran mendukung transpor pasif kation kedalam sel dan anion keluar dari sel disebabkan
muatan di dalam sel negatif dibandingkan dengan diluarnya. Hal ini disebabkan meningkatnya
kerusakan membran permiabel sehingga pada saat dikeluarkan dari ruang penyimpanan dingin,
dinding sel pecah sehingga cairan sel akan keluar menyebabkan kenaikan ion leakage yang tinggi.

31
60
y=0.150x+18.26
50

TotalpersentaseIL (%)
R=0.779
40

30

20
HO
10 Linear(HO)
0
0 100 200 300
Waktu(menit)

Gambar 24. Perubahan kenaikan persentasi ion leakage pada hari ke -0

60
y=0.187x+13.99
TotalpersentaseIL (%)

50
R=0.852
40
30
20
H1
10 Linear(H1)
0
0 50 100 150 200 250 300
Waktu(menit)

Gambar 25. Perubahan kenaikan persentasi ion leakage pada hari ke -1

60
y=0.164x+12.05
TotalpersentaseIL (%)

50
R=0.848
40

30

20
H2
10 Linear(H2)
0
0 50 100 150 200 250 300
Waktu(menit)

Gambar 26. Perubahan kenaiakan persentasi ion leakage pada hari ke -2

32
60
y=0.143x+16.96

TotalpersentaseIL (%)
50
R=0.775
40

30

20
H3
10 Linear(H3)
0
0 50 100 150 200 250 300
Waktu(menit)

Gambar 27. Perubahan kenaikan persensentasi ion leakage pada hari ke -3

Tabel 3. Laju perubahan Ion Leakage selama 14 hari penyimpanan pada suhu 5oC

Hari Slope
Ke- IL
0 0.150
1 0.187
2 0.164
3 0.143
4 0.138
5 0.127
6 0.127
8 0.138
10 0.116
12 0.137
14 0.130

33
Gambar 28. Visual gejala chilling injury buah belimbing pada suhu 5oC pada hari ke-14

Gambar 26. Merupakan contoh secara visual keadaan buah belimbing yang terkena chilling
injury pada penyimpanan hari ke-14. Pada gambar tersebut terlihat bahwa buah belimbing yang
terkena chilling injury mempunyai ciri bintik-bintik hitam pada permukaan kulit, cekungan pada
permukaan kulit, sirip berwarna coklat dan terjadi penundaan kematangan. Seperti yang diungkapkan
oleh Wan dan Lam (1984), ciri-ciri buah belimbing yang terkena gejala chilling injury terlihat seperti
bercak-bercak berwarna hijau tua, bagian tepi sirip menjadi kecut dan berwarna hitam serta warna
kulit buah tidak dapat berkembang setelah dipindahkan dari ruang pendingin.
Paull dan Chen (1986) menyebutkan bahwa buah belimbing digolongkan kedalam jenis
buahan yang tidak terlalu sensitif terhadap chilling injury. Namun, selama penyimpanan dingin yang
berlangsung pada suhu 0oC atau 5oC selama 2 dan 6 minggu terdapat gejala-gejala kerusakan dingin
seperti bintik-bintik kecil pada permukaan kulitnya dan warna coklat pada seluruh sisi pinggir
rusuknya. Gejala-gejala kerusakan dingin ini akan semakin meningkat seiring dengan lamanya waktu
penyimpanan. Buah yang dipanen pada saat masih hijau akan lebih mudah terkena kerusakan dingin.
Rohaeti (2010) mengamati gejala chilling injury pada buah belimbing yang disimpan pada
suhu 5oC secara visual, gejalanya timbul pada hari ke-15 penyimpanan dan semakin lama semakin
banyak timbul bintik-bintik hitam atau coklat pada permukaan kulitnya. Selain itu menurut Winarno
(2002) chilling injury selama penyimpanan dapat menyebabkan terjadinya surface pitting,
diskoloriasi, internal breakdown dan turunnya daya tahan terhadap penyakit.

34
5.7 Hubungan Ion Leakage dan Penurunan Mutu

Pengukuran presentase perubahan ion leakage dilakukan pada penyimpanan suhu 5oC. Seperti
yang diungkapkan Wan dan Lam (1984) menyebutkan chilling injury terjadi pada buah belimbing
manis muda yang disimpan pada suhu 5oC setelah 5 minggu penyimpanan. Perubahan kenaikan
persentase ion leakage tertinggi dari hasil pengukuran terjadi pada hari pertama penyimpanan dingin
pada suhu 5oC. Bila dihubungkan dengan parameter yang lain terlihat hubungan antara ion leakage
saat pengukuran hari pertama dengan laju perubahan ion leakage yaitu 0.187 dengan semua parameter
yang juga mengalami perubahan.
Selama penyimpanan dari pengamatan pada semua parameter mutu terlihat semakin lamanya
penyimpanan dan semakin tinggi suhu maka penurunan mutu terjadi. Dapat dilihat pengukuran total
padatan terlarut pada hari pertama penyimpananmencapai 5.8 Brix terjadi penurunan dari 6.1Brix
pada pengukuran hari ke- 0, sedangkan nilai kekerasan pada hari pertama penyimpanan adalah 7.60 N
terjadi penurunan dari 7.84 N pada hari ke-0 penyimpanan dan penurunan susut bobot 0.15 pada hari
pertama penyimpanan. Terjadinya penurunan pengukuran pada hari pertama penyimpanan
dimungkinkan karena dengan kenaikan ion leakage terdeteksi adanya chilling injury sehingga bisa
menyebabkan gagal matang. Hal ini seperti yang diungkapkan Pantastico (1986) gejala kerusakan
dingin terlihat dalam bentuk kegagalan pematangan, pematangan tidak normal, pelunakan prematur,
kulit terkelupas dan peningkatan pembusukan yang disebabkan oleh luka, serta kehilangan flavor yang
khas. Gejala-gejala kerusakan dingin berbeda tergantung pada jenis jaringan yang mengalami
kerusakan.
Pada hari pertama penyimpanan dengan terdeteksinya gejala chilling injury melalui
peningkatan laju ion leakage, secara visual bentuk buah masih baik dan tidak terlihat tanda-tanda
gejala chilling injury seperti yang diungkapkan oleh Wan dan Lam (1984) menyebutkan chilling
injury terjadi pada buah belimbing muda yang mempunyai < 25% warna kuning pada kulit yang
disimpan pada suhu 5oC setelah 5 minggu penyimpanan. Gejala chilling injury yang terlihat seperti
bercak-bercak berwarna hijau tua, bagian tepi sirip menjadi kecut dan berwarna hitam serta warna
kulit buah tidak dapat berkembang setelah dipindahkan dari ruang pendingin.
Pada hari pertama penyimpanan dingin buah belimbing pada suhu 5oC puncak peningkatan ion
leakage sudah terjadi dan pada hari pertama penyimpanan produksi CO2 buah belimbing dan
konsumsi O2 mengalami penurunan dari hari ke-0 penyimpanan dan hari ke-2 penyimpanan dan dihari
berikutnya terjadi peningkatan secara fluktuatif sampai keadaan stabil. Hal ini karena dengan
terjadinya peningkatan persentase ion leakage yang keluar pada hari pertama penyimpanan dan
rusaknya membran sel sehingga menyebabkan laju respirasi semakin menurun. Dan penaikan terjadi
karena proses metabolisme buah belimbing berjalan lebih cepat. Dan keadaan ini akan bertamabh
parah jika disimpan dalam waktu yang lebih lama. Seperti yang diungkapkan Kays (1991)
menyebutkan bahwa pada beberapa buah-buahan yang mengalami chilling injury akan memberikan
respon pertama yaitu perubahan fisik didalam membran lipid, respon kedua yaitu adanya stimulasi
dari sintesa etilen, bertambahnya laju respirasi, aktivasi energi, pengurangan proses fotosintesis,
gangguan di dalam produksi energi dan adanya perubahan struktur sel.
Suhu pendingin dapat menghambat pertumbuhan atau aktifitas mikroorganisme, tetapi
pendinginan yang tidak diawasi dengan teliti justru dapat menyebabkan kerusakan dan kebusukan
bahan pangan. Misalnya pembekuan yang dilakukan terhadap sayuran dan buah-buahan, maka setelah
bahan tersebut dikeluarkan dari tempat pembekuan akan mengalami thawing sehingga teksturnya
menjadi lunak dan mudah busuk karena pertumbuhan mikroorganisme menjadi lebih cepat (Winarno
dan Fardiaz 1974).
Perubahan warna yang terjadi yaitu nilai L*, a* dan b*. Nila kecerahan L* pada pengukuran
hari pertama mengalami peningkatan dari hari ke-0 dan pengukuran nilai a* mengalami penurunan
yaitu -0.01 dari 0.76, hal ini berarti perubahan warna menuju ke arah hijau, sedangkan pengukuran
nila b* mengalami kenaikan dari 17.18 pada hari ke-0 menjadi 18.83 pada penyimpanan hari ke-1.

35
Perubahan ini dapat mengindikasikan terjadinya penuruan mutu serta kaitannya kenaikan ion leakage
pada hari pertama penyimpanan pada suhu 5oC. Penyimpanan pada suhu rendah terjadi penghambatan
degradasi klorofil sehingga warna hijau masih dipertahankan. Seperti yang diungkapkan Salveit
(2002) gejala-gejala chilling injury dapat berkembang yang ditandai dengan abnormal pematangan,
surface pitting, perubahan warna, water-soaking jika periode paparan suhu dingin menjadi lebih
panjang.

36
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Suhu penyimpanan berpengaruh terhadap laju respirasi, susut bobot, kekerasan, total padatan
terlarut, warna dan chilling injury.
2. Semakin tinggi suhu penyimpanan semakin tinggi perubahan kenaikan laju respirasi buah
belimbing, semakin tinggi laju persentase susut bobot, semakin tinggi perubahan nilai
kekerasan buah belimbing, semakin tinggi perubahan nilai total padatan terlarut dan semakin
besar perbuahan warna buah belimbing.
3. Buah Belimbing yang disimpan pada suhu 5oC mengalami penurunan perubahan mutu yang
lebih lambat dibanding suhu 10oC dan suhu ruang.
4. Buah belimbing yang disimpan pada suhu 5C menunjukkan gejala kerusakan dingin (chilling
injury) yang terjadi pada hari pertama penyimpanan sebagai puncak tertinggi meningkatnya ion
leakage.
5. Penyimpanan buah belimbing lebih baik disimpan di atas suhu 5oC untuk mengurangi
terjadinya gejala chilling injury yang lebih cepat.

5.2 Saran

1. Buah yang digunakan dalam penelitian diupayakan harus lebih seragam agar tidak
mempengaruhi hasil.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat pengaruh gejala chilling injury secara
umur petik dengan waktu penyimpanan yang lebih lama.

37
DAFTAR PUSTAKA

Ali ZM, Chin L, Marimuthu M dan Lazan H. 2003. Low temperature storage and modified
atmosphere packaging of carambola fruit and their effects on ripening related texture
changes, wall modification and chilling injury symptoms. Postharvest Biology and
Technology 33 (2004): 181192
Athis AW. 1995. Physical Chemistry International Student Fifth Edition. Addison Wesley. New york.
Pp: 830-846.
Budi S. 2007. Penentuan Indeks Kerusakan Dingin (Chilling Injury) Berdasarkan Perubahan Ion
Leakage dan pH Buah Rambutan [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Damayanti. 2001. Pengaruh Aplikasi CaCL2 Pra-Panen Terhadap Kualitas dan Daya Simpan Buah
Tomat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
[Ditbuah] Direktorat Budidaya Tanaman Buah. 2004. SOP Belimbing. Jakarta: Direktorat Jendral
Holtikultura, Departemen Pertanian.
[FAMA] Federation Agricultural Malaysia Association. 2005. Menuju kearah Kualiti Malaysias Best
Belimbing. http://www.fama.gov.my/html/themes/fama/images/fama/content/Belimbing.pdf.
[5 Februari 2011].
Hutabarat OS. 2008. Kajian Pengurangan Gejala Chilling Injury Tomat yang disimpan pada Suhu
Rendah [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Kader A A. 1992. Postharvest Biology and technology : an Overview. In A. A. Kader (Ed).
Postharvest of Horticultural Crops. Univ. Carolina, USA.
Kays SJ. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plan Product. New York: AVI.
Mitchel CR. 2000. Biology 5nd edition terjemahan. Erlangga, Jakarta.
Naruke T, Oshita S, Kuroki S, Seo Y. dan Kawagoe. 2003. Relaxation time and other properties of
cucumber in relation to chilling injury. Acta Hort., 599: 265-271.
Nobel PS. 1991. Physicochemical and Enviromental Plant Physiology. University of California, Los
Angeles, California.
Nurmawati NE. 2008. Pengaruh Pra Pendinginan dan Suhu Penyimpanan Terhadap Mutu Buah
Mangga Cangkir Indramayu [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Muchtadi TR. 1989. Petunjuk Laboratorium Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Departemen
Pendidikan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar
Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Muchtadi D. 1992. Petunjuk Laboratorium Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-buahan.
Departemen Pendidikan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat
Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Muchtadi TR. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
Oslund CR dan TL Davenport. 1981. Nonclimateric in the starfruit (Averhoa carambola L.). J.
Holticultura Science 16 (3) : 424.
Pantastico EB. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan
Sayuran Tropika dan Subtropika. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Pantastico EB. 1989. Fisiologi Pasca Panen. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

38
Paull RE dan Chen CC. 1986. Carambola. www.agrichill.com/handbook/carambola.pdf [5 Januari
2011]
Prajawati NM. 2006. Pengaruh Teknik Pengemasan dan Perlakuan Prakemas terhadap laju
Penurunan Parameter Mutu Buah Tomat Selama Transportasi [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Purwanto YA. 2005. Determination of chilling injury in cucumber fruits through proton NMR
analysis. Proceedings of the International Conference on Research Highlights and Vanguard
Technology on Environmental Engineering in Agricultural Systems September 12-15, 2005,
Kanazawa, Japan, 123-126.
Rohaeti E. 2010. Disinfestasi Hama Lalat Buah dengan Perlakuan Uap Panas (Vapor Heat
Treatment) dan Pengaruhnya pada mutu buah Belimbing manis (Avverhoa carambola L).
[Tesis]. Bogor: Fakultas Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Rukmana R. 1996. Belimbing Seri Tabulampot. Kanisius, Yogyakarta.
Saeni MS. 1989. Kimia Fisik I. Bahan Pengajaran. PAU. IPB, Bogor.
Saltveit ME. 1989. A kinetic examination of ion leakage from chilled tomato pericarp disk. Acta
Horticultural 258: 617-622.
Saltveit ME. 2000. Chilling injury is reduced in cucumber and rice seedlings and in tomato pericarp
discs by heat-shocks applied after chilling. Postharvest Biology and Technology 21 (2001):
169177.
Saltveit ME. 2002. The rate of ion leakage from chilling-sensitive tissue does not immediately
increase upon exposure to chilling temperatures. Postharvest Biology and Technology 26
(2002): 295304.
Satuhu S. 2000. Penanganan Mangga Segar Untuk Ekspor. Penebar Swadaya, Jakarta.
Shiesh CC, TS Lin dan PL Tsai. 1987. Respiration and ethylene production of harvested carambola
fruits (Averrhoa carambola L.). J. Chinese Soc. Hort. Sci. 33:139-150.
Soekarto ST. 1985. Penilaian organoleptik untuk industri pangan dan hasil pertanian. Bharata Karya
Aksara, Jakarta.
Thompson AK. 1967. Post Harvest of Fruit and Vegetables. Newyork USA: Academi Press.
Tim Penulis Penebar Swadaya. 1995. 13 Jenis Belimbing Manis. Penebar Swadaya, Jakarta.
Tjitrosoepomo G. 1996. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Wan CK dan Lam PF. 1984. Biochemical changes, use of polyethylene bags, and chilling injury of
carambola (Averrhoa carambola L) stored at various temperature. Pertanika 7, 39-46.
Wills Graham, M.C, Glason dan Hall. 1981. Postharvest An Introdction of Fruit and Vegetables.
Granada, London.
Winarno FG dan Aman M. 1979. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Hudaya, Jakarta.
Winarno FG dan Fardiaz S. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia, Jakarta.
Winarno FG. 2002. Fisiologi Lepas Panen Produk Hortikultura. M-Brio Pr, Bogor.
Yunika R. 2009. Kajian Jenis kemasan Selama Transportasi dan Pengaruh Suhu Penyimpanan
Terhadap Umur Simpan dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) [Skripsi].
Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

39
LAMPIRAN

40
Lampiran 1. Contoh Perhitungan

1. Laju respirasi
%
Laju Respirasi CO2/O2 [ml/kg.jam]

Pada suhu 5oC konsumsi O2


(Xo) konsumsi O2 pada waktu ke-0 = 21 %

(X1) konsumsi O2 pada 3 jam pertama = 20.75 %

Volume bebas chamber = 3300 ml

Berat sampel = 0.18286 kg


% . %
Laju respirasi
.

= 15. 038828 mlO2/kg.jam

2. Susut bobot
Susut bobot = 100 %
Wt = berat akhir
Wo= berat awal
Pada suhu 5oC
Wo (rata-rata dari tiga sampel) = 176.22 gr
Wt = 175.95 gr
. .
Presentase susut bobot = 100 %
.

= 0.15 %
3. Ion leakage
Perubahan Ion leakage = 100 %

Pada hari ke-0 suhu 5oC


nilai konduktivitas listrik menit ke-20 (x) = 8.989 S/m
y = nilai komduktivitas listrik setelah dihancurkan (y) = 27.809 S/m
x1 = nilai konduktivitas listrik awal (x1) = 0.197 S/m
. .
Perubahan Ion leakage = 100 %
. .

= 31.84 %

41
Lampiran 2. Data hasil pengamatan perubahan ion leakage suhu 5oC

Menit H0 H1 H2
ke-
u1 u2 u3 rataan u1 u2 u3 rataan u1 u2 u3 rataan
0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
20 31.84 22.79 23.06 25.90 7.11 16.41 16.43 13.32 5.05 15.10 12.40 10.85
40 36.37 27.60 24.66 29.54 15.17 22.34 35.76 24.42 23.21 23.92 19.58 22.24
60 40.03 28.76 25.72 31.50 29.78 25.82 35.64 30.41 25.27 29.87 23.39 26.18
80 45.75 31.51 27.53 34.93 35.47 28.44 42.76 35.56 28.58 35.67 20.03 28.10
100 46.29 34.26 30.15 36.90 35.24 31.13 45.40 37.26 32.33 38.37 31.93 34.21
120 48.28 35.67 31.46 38.47 40.46 32.65 51.98 41.70 35.99 42.35 36.16 38.17
140 52.81 38.26 32.31 41.13 42.72 34.51 55.92 44.38 37.05 42.69 37.51 39.08
160 52.38 39.17 33.73 41.76 45.37 34.78 58.65 46.27 38.62 43.80 37.51 39.98
180 59.69 41.31 35.40 45.47 46.66 37.99 60.64 48.43 39.05 48.31 36.21 41.19
200 61.61 42.95 36.67 47.08 49.56 38.16 63.04 50.25 41.96 49.84 39.96 43.92
220 64.40 44.81 37.52 48.91 51.77 39.42 59.70 50.30 43.33 49.48 40.26 44.36
240 66.75 46.07 38.41 50.41 53.13 41.47 60.94 51.85 44.36 50.26 41.00 45.21

Menit H3 H4 H5
ke-
u1 u2 u3 rataan u1 u2 u3 rataan u1 u2 u3 rataan
0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
20 24.42 22.56 17.44 21.47 13.25 19.00 15.99 16.08 25.00 21.57 25.73 24.10
40 32.72 27.23 21.07 27.01 17.23 22.85 21.56 20.55 27.72 26.62 28.51 27.62
60 36.59 30.70 23.89 30.40 25.10 24.95 23.92 24.66 29.60 30.68 31.89 30.72
80 39.36 33.56 26.15 33.02 28.00 27.90 25.45 27.12 31.50 32.94 34.34 32.93
100 42.42 36.21 28.14 35.59 30.77 30.44 27.76 29.66 33.19 35.33 34.63 34.38
120 44.41 37.64 30.14 37.40 32.57 32.79 29.43 31.60 34.36 38.53 39.04 37.31
140 47.72 39.81 31.68 39.73 35.22 34.16 30.92 33.43 36.40 40.79 40.64 39.28
160 49.35 41.36 33.06 41.26 37.43 36.42 32.42 35.42 37.57 41.79 42.16 40.51
180 50.96 43.27 34.09 42.77 39.52 38.03 34.07 37.21 38.72 43.59 43.19 41.83
200 52.75 43.74 35.37 43.96 41.12 40.03 35.54 38.90 39.93 43.77 39.81 41.17
220 53.80 45.05 36.75 45.20 42.42 41.19 37.24 40.28 40.62 44.54 40.50 41.88
240 55.14 45.79 37.73 46.22 44.38 42.11 38.67 41.72 41.59 44.90 46.80 44.43

42
Menit H6 H8 H10
ke-
u1 u2 u3 rataan u1 u2 u3 rataan u1 u2 u3 rataan
0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
20 23.07 21.39 23.57 22.68 19.69 22.10 15.47 19.09 18.29 18.31 21.31 19.30
40 26.01 24.95 28.85 26.60 22.55 24.69 18.45 21.90 19.29 22.06 23.88 21.74
60 28.74 27.61 30.04 28.80 23.37 29.66 21.12 24.72 21.64 24.53 25.37 23.84
80 29.91 28.25 37.41 31.86 26.11 32.36 23.70 27.39 23.52 26.86 27.76 26.05
100 34.51 29.28 38.13 33.97 28.02 34.47 25.92 29.47 25.01 29.60 30.06 28.23
120 34.51 31.13 40.15 35.26 30.59 36.48 28.16 31.74 26.78 31.53 32.39 30.23
140 35.87 33.44 42.37 37.23 35.43 37.86 29.40 34.23 28.81 33.02 34.23 32.02
160 36.70 34.00 44.31 38.34 35.99 39.66 31.40 35.68 29.39 34.37 35.74 33.17
180 36.87 34.77 46.46 39.36 41.39 42.15 32.73 38.76 30.39 36.07 37.09 34.52
200 38.44 37.64 47.88 41.32 43.59 42.87 33.95 40.14 32.12 36.51 38.71 35.78
220 39.15 38.41 48.88 42.14 45.00 44.67 35.00 41.56 32.65 38.23 39.85 36.91
240 40.35 39.10 49.98 43.14 46.09 46.26 36.02 42.79 33.38 39.32 41.52 38.07

Menit H12 H14


ke-
u1 u2 u3 rataan u1 u2 u3 rataan
0 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
20 30.69 17.63 25.49 24.61 21.09 20.71 25.28 22.36
40 29.42 22.06 30.04 27.17 23.26 25.14 31.12 26.51
60 32.13 25.35 32.80 30.09 26.47 27.88 34.57 29.64
80 34.78 26.72 33.69 31.73 28.04 30.18 37.52 31.91
100 35.95 28.42 37.31 33.89 30.48 32.54 39.54 34.19
120 38.22 31.15 40.41 36.59 31.93 34.61 41.50 36.02
140 40.26 32.60 41.81 38.23 34.18 35.80 42.64 37.54
160 42.01 34.91 44.96 40.63 34.87 37.39 43.34 38.53
180 43.20 36.13 45.81 41.71 35.63 38.75 44.83 39.74
200 44.16 36.80 48.19 43.05 37.75 40.56 46.77 41.69
220 46.41 39.34 49.09 44.95 39.15 42.00 47.37 42.84
240 46.75 40.45 51.36 46.19 40.83 42.93 48.31 44.02

43
Lampiran 3. Data hasil pengamatan perubahan total susut bobot.

T5oC T10oC
No. Pengamatan Susut IV VI Susut
I (gr) II (gr) III (gr) Rataan bobot (gr) V (gr) (gr) Rataan bobot
(%) (%)
0 22-Feb-11 180.95 179.83 167.88 176.22 0.00 176.53 162.94 196.27 178.58 0
1 23-Feb-11 179.59 180.57 167.69 175.95 0.15
2 24-Feb-11 179.57 180.53 167.62 175.91 0.18 195.53 162.57 176.23 178.11 0.26
3 25-Feb-11 179.44 180.43 167.57 175.81 0.23
4 26-Feb-11 179.23 180.16 167.32 175.57 0.37 176 162.39 195.7 178.03 0.31
5 27-Feb-11 179.14 180.04 167.08 175.42 0.45
6 28-Feb-11 179.04 179.91 167.18 175.38 0.48 175.9 162.28 195.54 177.91 0.38
8 02-Mar-11 178.7 179.61 166.73 175.01 0.68 175.81 161.94 195.38 177.71 0.49
10 04-Mar-11 178.3 179.07 166.36 174.58 0.93 175.38 161.4 194.79 177.19 0.78
12 06-Mar-11 177.93 178.63 165.97 174.18 1.16 175.15 161.21 194.55 176.97 0.90
14 08-Mar-11 177.78 178.35 165.72 173.95 1.29 174.93 160.99 194.38 176.77 1.02

TR
No. Pengamatan
VII (gr) VIII (gr) IX (gr) Rataan Susut bobot (%)
0 22-Feb-11 162.59 178.46 178.83 173.29 0.00
2 24-Feb-11 162.37 177.22 178.2 172.60 0.40
4 26-Feb-11 162.11 177.06 177.83 172.33 0.55
6 28-Feb-11 161.75 177.39 177.64 172.26 0.60
8 02-Mar-11 161.34 177.15 177.55 172.01 0.74
10 04-Mar-11 161.06 176.92 177.4 171.79 0.87
12 06-Mar-11 161.03 176.9 177.37 171.77 0.88
14 08-Mar-11 160.99 176.78 177.32 171.70 0.92

44
Lampiran 4. Data hasil pengamatan perubahan total padatan terlarut

T5 T10 TR
No. Pengamatan
Pangkal Tengah Ujung Pangkal Tengah Ujung Pangkal Tengah Ujung
0 22-Feb-11 5.4 6.2 6.8 5.6 6.4 6.7 5.3 6.0 6.2
1 23-Feb-11 5.3 5.9 6.2
2 24-Feb-11 5.8 6.8 7.0 5.3 6.3 5.6 6.6 7.4 7.7
3 25-Feb-11 4.9 6.0 6.2
4 26-Feb-11 5.4 6.3 6.1 5.3 6.3 5.6 5.7 6.6 6.7
5 27-Feb-11 5.1 5.8 6.1
6 28-Feb-11 6.0 7.1 7.4 5.4 6.2 6.0 6.6 7.7 8.1
8 02-Mar-11 6.1 6.8 7.1 6.0 6.7 6.7 5.6 6.1 6.2
10 04-Mar-11 6.2 6.7 6.7 5.6 6.3 6.2 5.7 6.2 6.4
12 06-Mar-11 6.4 7.4 8.2 6.4 6.9 7.3 6.1 6.4 6.4
14 08-Mar-11 6.4 7.3 7.5 6.4 6.6 6.7 5.9 6.4 6.9

45
Lampiran 5. Data hasil pengamatan perubahan kekerasan

T5 T10 TR
No. Pengamatan
Pangkal Tengah Ujung Pangkal Tengah Ujung Pangkal Tengah Ujung
0 22-Feb-11 0.688 0.957 0.706 0.903 0.887 0.711 0.943 1.117 0.739
1 23-Feb-11 0.792 0.917 0.572
2 24-Feb-11 0.863 0.999 0.773 0.947 1.175 0.878 0.786 0.914 0.644
3 25-Feb-11 0.671 0.925 0.619
4 26-Feb-11 0.712 0.960 0.541 0.744 0.945 0.679 0.839 0.928 0.791
5 27-Feb-11 0.816 1.066 0.817
6 28-Feb-11 0.762 0.933 0.784 0.636 0.927 0.710 0.481 0.609 0.468
8 02-Mar-11 0.753 0.929 0.826 0.854 0.959 0.741 0.574 0.706 0.587
10 04-Mar-11 0.897 1.050 0.703 0.870 0.980 0.679 0.543 0.570 0.446
12 06-Mar-11 0.740 0.928 0.601 0.641 0.889 0.634 0.570 0.650 0.569
14 08-Mar-11 0.528 0.871 0.695 0.540 0.963 0.638 0.190 0.287 0.226

46
Lampiran 6. Data hasi pengamatan respirasi

T5oC T10oC TR
Waktu Laju Laju Laju Laju Laju Laju
(menit) respirasi respirasi respirasi respirasi respirasi respirasi
O2 CO2 O2 CO2 O2 CO2
(ml/kg.jam) (ml/kg.jam) (ml/kg.jam) (ml/kg.jam) (ml/kg.jam) (ml/kg.jam)
3 15.00 21.10 19.00 19.40 27.60 21.40
6 4.81 12.80 0.22 18.30 3.67 22.00
9 7.22 17.60 7.15 13.40 0.22 7.34
12 4.41 0.80 0.00 2.68 1.73 5.18
15 2.61 12.80 15.90 25.50 22.20 30.70
18 7.02 11.60 13.00 25.00 17.30 21.20
21 5.01 9.02 6.26 1.79 1.08 1.30
24 3.01 12.40 0.67 21.90 6.48 22.00
30 1.90 1.70 2.24 2.01 1.08 4.96
36 1.40 1.20 1.12 0.45 5.40 0.65
42 2.01 3.41 1.12 6.71 3.24 10.10
48 4.31 8.62 0.00 11.00 0.86 10.80
57 2.21 13.8 1.86 16.10 1.58 13.50
66 0.33 3.34 0.07 4.62 0.07 6.91
75 1.00 1.34 0.07 2.38 1.37 0.14
87 1.00 1.10 1.12 0.11 5.94 3.67
99 0.50 5.71 0.56 5.25 1.62 4.75
111 0.35 5.92 3.63 5.81 3.24 0.00
135 1.43 1.00 0.56 1.12 8.90 4.59
159 0.75 2.91 1.12 4.19 1.08 7.34
183 0.13 2.26 0.28 2.12 1.35 2.91
207 0.88 1.60 1.68 0.22 4.86 4.16
231 1.25 7.57 1.40 6.99 2.97 2.75
255 0.25 1.30 1.12 2.40 10.30 3.62
279 0.75 0.25 0.56 0.34 0.27 0.76
303 0.25 1.15 1.40 0.45 4.32 1.35
327 0.25 0.90 0.28 0.89 0.54 1.67

47
Lampiran 7. Data hasil pengamatan perubahan warna buah belimbing suhu 5oC, 10oC dan suhu ruang.

T5
Hari ke- Waktu Pengukuran
Ulangan L Rataan L a Rataan a b Rataan b

I 44.68 -2.25 18.77


0 22-Feb-11 II 45.19 46.01 0.38 -0.77 21.04 17.18
III 48.16 -0.43 11.74
I 49.2 -0.7 21.25
1 23-Feb-11 II 50.97 49.29 -0.66 -1.01 17.18 18.83
III 47.69 -1.67 18.07
I 49.63 -1.83 17.78
2 24-Feb-11 II 46.7 48.08 0.71 -0.99 23.39 19.35
III 47.92 -1.84 16.88
I 46.29 -0.58 19.66
3 25-Feb-11 II 51.64 48.38 -0.21 -1.37 15.71 17.23
III 47.2 -3.33 16.33
I 48.02 -1.77 21.08
4 26-Feb-11 II 45.63 47.26 -1.95 -1.35 17.71 17.68
III 48.13 -0.34 14.24
I 50.14 -2.87 17.18
5 27-Feb-11 II 46.18 47.21 -5.34 -2.97 19.64 18.24
III 45.32 -0.69 17.9
I 51.64 -0.8 21.11
6 28-Feb-11 II 47.4 49.07 -0.27 -1.14 18.79 20.17
III 48.18 -2.36 20.62
I 45.12 -2.09 16.57
8 02-Mar-11 45.98 -2.15 17.59
II 46.48 -0.85 17

48
III 46.34 -3.52 19.2
I 49.01 -0.71 16.29
10 04-Mar-11 II 45.87 46.43 -1.21 -1.87 15.35 16.26
III 44.4 -3.69 17.13
I 43.65 -1.24 17.57
12 06-Mar-11 II 47.71 45.04 -2.25 -1.97 15.94 15.98
III 43.77 -2.42 14.44
I 48.21 -1.8 14.48
14 08-Mar-11 II 46.33 47.33 -2.68 -1.39 15.9 16.95
III 47.45 0.31 20.48

T10 TR
Hari ke-
Ulangan L Rataan L a Rataan a b Rataan b L Rataan L a Rataan a b Rataan b

I 43.38 -1.28 16.38 50.67 -1.5 26.34


0 II 45.24 45.8 -0.24 -1.01 21.62 18.2 46.98 47.91 -0.61 -1.4 18.43 20.47
III 48.78 -1.51 16.6 46.07 -2.07 16.63
I 49.32 -2.75 15.21 48.61 -2.59 20.68
2 II 45.86 47.46 -0.96 -1.37 13.01 15.25 45.83 46.26 0.68 -1.5 19.87 19.32
III 47.21 -0.39 17.53 44.33 -2.56 17.41
I 51.54 -0.19 18.48 46.34 -1.64 15.63
4 II 45.75 48.66 -0.48 -0.45 13.1 15.67 48.29 47.69 -2.15 -1.5 21.16 17.94
III 48.68 -0.68 15.43 48.45 -0.75 17.03
I 49.2 -1.02 18.42 47.49 -0.29 27.42
6 II 47.45 48.49 -2.4 -1.6 14.9 15.74 46.06 45.98 3.75 1.88 25.21 27.33
III 48.81 -1.38 13.89 44.4 2.19 29.36
8 I 48.21 47.08 -1.19 -1.14 15.66 15.49 49.53 46.67 -2.47 -0.7 14.7 22.68

49
II 45.48 -0.16 16.95 45.27 2.14 32
III 47.55 -2.06 13.86 45.21 -1.8 21.35
I 49.22 -2 17.43 48.14 1.16 29.68
10 II 47.06 47.2 -1.15 -1.46 18.77 18.43 46.91 47.34 3.16 2.03 28.94 27.68
III 45.31 -1.22 19.09 46.97 1.76 24.43
I 44.69 -1.03 20.38 46.54 1.05 26.54
12 II 44.1 45.34 -0.97 -1.43 20.98 19.86 46.39 46.14 0.28 0.82 23.45 25.41
III 47.23 -2.28 18.21 45.49 1.12 26.23
I 48.63 -3.04 17.21 43.8 7.49 33.4
14 II 48.25 48.66 -1.81 -1.62 17.54 20 41.5 42.82 4.95 5.84 28.91 31.16
III 49.1 -0.02 25.26 43.17 5.09 31.18

50
Lampiran 8. Perubahan warna buah belimbing

Gambar 1. Visual buah belimbing pada penyimpanan hari ke-1 pada suhu 5oC ulangan 1, 2, 3

51
Gambar 2. Visual buah belimbing pada penyimpanan hari ke-1 pada suhu 10oC ulangan 1, 2, 3

52
Gambar 3. Visual buah belimbing pada penyimpanan hari ke-1 pada suhu ruang ulangan 1, 2, 3

53
Gambar 4. Visual buah belimbing pada penyimpanan hari ke-6 pada suhu 5oC ulangan 1, 2, 3

54
Gambar 5. Visual buah belimbing pada penyimpanan hari ke-6 pada suhu 10oC ulangan 1, 2, 3

55
Gambar 6. Visual buah belimbing pada penyimpanan hari ke-6 pada suhu ruang ulangan 1, 2, 3

56
Gambar 7. Visual buah belimbing pada penyimpanan hari ke-14 pada suhu 5oC ulangan 1, 2, 3

57
Gambar 8. Visual buah belimbing pada penyimpanan hari ke-14 pada suhu 10oC ulangan 1, 2, 3

58
Gambar 9. Visual buah belimbing pada penyimpanan hari ke-14 pada suhu ruang ulangan 1, 2, 3

59
Lampiran 9. Gambar pelaksanan pengukuran paramater

Gambar 1. Pengukuran nilai susut bobot pada hari ke-2 penyimpanan

Gambar 2. Pengukuran nilai TPT pada hari ke-3 penyimpanan

Gambar 3. Pengukuran nilai kekerasan pada hari ke-2 penyimpanan

60
Gambar 4. Pengukuran nili L, a, b pada hari ke-5 dan hari ke-12 penyimpanan

Gambar 5. Pengukuran nilai ion leakage pada hari ke-2 penyimpanan

61

You might also like