Kisi Kisi Cross Cultural Uakks

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 9

1. What are the barriers in cross-cultural management communication?

a. Nonverbal behaviour.
-meta communication functions:
*making gesture to complete messages when info is missing (gesturing to indivate height&sizes)
*making hand gestures and modulating the voice by adding rythm and emphasis to reinforce the
verbal message
*replacing spoken language when it is impossible for some reason (physical barriers, dominance
of other sounds, unkown foreign language)
-non verbal interaction. Not to assume that certain gestures have the same meaning as in their own
culture. (Pulling one eyelid's down with forefinger, france: i dont believe u, italy: im keeping an
eye on you)
-non verbal communication(french:very expressive, use the whole upper part of their body. Dutch:
just arms gesture)
b. Asumsi dan budaya. Assumption of how things are, are often disguised as how they should
be.(delivery time. Dutch the product must be delivered betqeen 2 weeks, french, dispatch goods
by the date given.. Words soon and straight away indo german)
c. Persepsi dan stereotype (american arogant, indonesian friendly)
2. How to deal with stereotypes?
Pertama, tidak menghindari persepsi dari stereotype
Lalu, dengan cara menempatkan budaya lain dalam konteks tersendiri dan menghindari menilai
sesuai system nya tersendiri.
Harus melihat interaksi dari dynamic nature :
- Karakteristik dari speakers.
- Struktur dari situasi dan konteks (time & space).
3. Non-verbal communication barriers in business:
A. Menggunakan Body Language
B. Perbedaan body language di suatu Negara akan memiliki arti yang berbeda di Negara lain.
Misalnya, di Indonesia ngangguk artinya iya, geleng artinya enggak. Di India kebalikannya.
C. Silence
Budaya barat : diam artinya pauses in a discourse
Budaya timur : Respect (persetujuan dari ketidaksetujuan) dan Modesty (menghindari penggunaan
kata yang tidak pantas).
4. Explain about assumptions and culture!
A. Secara Umum
Dimensi Kognitif : Asumsi awal bagaimana orang berpikir how things work.
Dimensi Afektif : Mulai suka sama asumsi seseorang (presumed liking of people).
Dimensi Directive : Presumed choices of people.
B. Time Related
Scarce good (economy of time)
Tugas dilakukan berkelanjutan (simultaneously) atau selesai 1 baru ngerjain yg lain
Hidup dilihat sebagai sikuls atau memiliki kelanjutan.
Orientasi waktu masa lampau, sekarang, atau masa depan
C. Space Related
In Group : keluarga, nation, dan budaya
Out Group : Berdasarkan asumsi bahwa adanya unity dari mankind beyond pada batasan
in group.
D. Identity Related
Main socio-demographic categories (umur, sex, social class).
Roles tertentu di sebuah society (perfect politician, successful businessman).
5. Explain about concept of self-construal according Ting-Toomey
A. Independent Sense of Self Individualist Culture
Komunikasi terbuka dalam menangani konflik Tangible & Creative Solutions.
B. Interdependent Sense of Self Collectivism Culture
Konflik adalah sesuatu yang negative dan unproduktif. Saat pihak lain tidak assertive dalam
menyampaikan perasaan.
6. Explain about Two-dimensional taxonomy of conflict handling models

7. What is mindfulness
Digunakan untuk menangani manajemen konflik.
1. Mindful Reframing
o Mentranslate nonverbal konteks sesuai dengan sudut pandang budaya.
o Membuat prioritas setelah secara penuh observe & listen ke sudut pandang dan
ekspektasi dari lawan bicara.
2. Collaborative Dialogue
o Menangkap budaya & elemen personal yang terlibat
o Mengajak orang lain untuk berbicara tentang ekspektasinya, face issue
8. Mediation and conflict transformation
I. MEDIATION AND CONFLICT TRANSFORMATION
Pada Negara Asia Pasific : Mediator menangani kepentingan group. Sah jika :
Social status within the group
Pengetahuannya tentang tradisi dan karakteristik personal.
Pada Barat : Mediator fokus ke otoritas yang lebih dijelaskan berdasarkan expertise nya &
pengalaman.
Reframe masalah konten & proses dari kedua pihak.
Mengubah seluruh konflik mengenai perilaku dan behavior dari yang terlibat.
9. How to manage conflict in Malaysia, Thailand, and south korea
A. Malaysia
Ketahanan dalam mempertahankan relasi personal walaupun ada divergensi yang kuat dari opini
yang menghasilkan konflik.
Concern for face : Berlaku seluruh etnik
Concern for others : generosity, respect, honesty, and sincerity.
Respect for seniority : Dalam beberapa konflik yang melibatkan pihak ketiga (senior
netral) yang mengklarifikasi masalah.
Intinya : tidak menentang superior, tidak berkooperatif & resign sesuai dengan perilaku bosnya.
B. Thailand
Intinya : Social harmony Orang Thailand selalu tersenyum walaupun di situasi yang
menyenangkan ataupun tidak menyenangkan.
Sesuai dengan konsep Buddhism Jai Yen (Cool Heart) : Menutup perasaan melalui
senyuman (self discipline untuk mempertahankan status, prestige, dan image).
Relationship oriented
Jika ada konflik, menggunakan pihak ketiga (respected elder) atau mediasi.
C. South Korea
Dalam menangani konflik Non-Competitive : Tidak mendominasi.
Menggunakan otoritas personal atau superior dalam menangani konflik.
Jika menangani out-group, menggunakan pendekatan seperti budaya Barat.
10. How to develop competence in international communication (ICC)
Acquire, Analysing, and Interpreting informasi dari berbagai sumber (termasuk diri
sendiri.
Informasi tidak hanya yang berupa fakta, namun juga persepsi dan behavior.
Membutuhkan :
- Emic : Insiders view of value & beliefs yang mendasari behavior dari budaya.
- Etic : Value & beliefs menghasilkan behavior Dapat dibandingkan ke budaya lain.
11. Explain about a developmental model of intercultural sensitivity

12. Explain about components of ICC


Intercultural communication involves :
Learning from interaction dengan orang lain
Speaking & Developing cara-cara untuk mengerti
Responding dengan hal sekitar
Psychological Component :
1. Kognitif
Pengetahuan tentang budaya masyarakat, terdiri dari :
- Value, belief, expectation, knowledge dari bahasa yang digunakan
- Strategi komunikasi yang biasa digunakan
Cognitive Flexibility :
- Dapat menerima & proses feedback
- Dapat menggunakan perspektif membedakan antara describing, interpreting, evaluating
behavior
- Dapat menghindari ethnocentrism
2. Afektif How to use it for express feelings
High State of Anxiety :
- Tidak dapat berkomunikasi secara efektif
- Tidak dapat memprediksi sikap, perilaku, dan perasaan orang lain
Low State of Anxiety :
- Tidak termotivasi untuk berkomunikasi
- Tidak akurat dalam memprediksi (too eagerly) perilaku orang lain
3. Behavioral Praktek dari kognitif dan afektif
4. Ethical
Penggunaan moral judgement dalam menerapkan nilai moral dasar untuk diterapkan dalam
lintas budaya
A. Normative Approach
Menggunakan pertimbangan etis dalam menilai perilaku
B. Analytical Approach
Menggunakan sudut pandang spesifik dari apa morlitas itu Tidak
mempertimbangkan etis
13. Levels of awarenes

14. Ethical component: Normative and Analytical approach


Analytical: involves being committed to a specific view of what moltarity is,does not allow
ethical judgements
Normative: knowing what should be done.,allows ethical judgement
15. Geestelands ethical strategies
Cara untuk merespond unethical demand :
o Membuat donasi public yang akan berguna
o Membuat lapangan pekerjaan local sehingga honour jatuh kepada pembuat keputusan
16. Meta-ethic
Menggunakan 3 dasar :
1. Humaness Principal : Memberi respect kepada semua orang, berempati, dan identifikasi
kepada orang lain.
2. Dialogic Principal : Relasi sosial dan mutual support yang harus diberikan.
3. Speaking with and to : daripada for dan about Biar respect, kalo for kayak
needing
17. How to build a third culture
18. Explain about intercultural marketing approach
Adaptasi produk dan strategi marketing untuk disesuaikan dengan preferensi dari konsumen.
Memiliki kriteria berdasarkan geografi dan nasionalitas untuk menilai perilaku konsumen,
ppreferensi, dan lifestyle, yang berhubungan dengan umur, kelas, etnik, dan pekerjaan.
A. Cultural Identification with a Product
- Notion of Identity : Keinginan untuk reproduksi budaya nasional agar ada rasa seperti di rumah.
- Notion of Exoticism : Keinginan untuk keluar dari satu budaya untuk mencoba pengalaman dari
nilai lain atau other ways of living.
B. Consumers Share Cultural Characteristics
- Geographical Cultural Affinity Zones : grup dari budaya nasional
- Cultural Affinity Zones : Dibentuk melalui berbagai segmentasi.
19. Cross cultural consumer behavior
Kaynak & Jallat : Kepentingan dari geographic frontiers dan politik akan berkurang karena
adanya perbedaan dari lingkungan ekonomi dan evolusi dari perilaku konsumen.
Ex : Eropa Anak muda nya individualis. China Anak muda nya mulai kepengaruh jadi
individualis di kebiasaan belanjaannya walaupun di pengaruhi dari system konfusius juga.
Usunier & Lee : Ada keterbatasan dari jalan behavioral intentions yang jelas. Konsumen perlu
beradaptasi dalam menggunakan produk.
Intinya :
Behavioral Intentions dari konsumen.
Perbedaan bobot antara perilaku dan norma.
Take consideration :
Karakteristik dari budaya konsumen
Role model yang menjadi dasar konsumen suatu Negara
20. How to manage meaning of brand across cultures?
Kegiatan operasi perusahaan harus :
1. Membangun kekuatan dari brand
2. Memperluas jumlah pasar
Sebagai perusahaan harus :
1. Adaptasi ke perbedaan budaya terutama komunikasi dan produknya.
2. Harus make sure maksud brand dengan makna brand di suatu budaya.
21. CULTURAL DIVERSITY AND COMPETITIVE ADVANTAGE
o Internasionalisasi perusahaan dapat memperkuat kepentingan dari diversifikasi budaya dan
bukan menguranginya.
o Manajer harus dapat menggunakan situasi antar budaya untuk keuntungan perusahaan.
o Manajer mendapatkan alat-alat & metode kerja untuk mengembangkan kompetensi dalam
konteks lintas budaya menjadi diversifikasi sebagai competitive advantage nya.
22. Explain about transcultural competence and hyper cultural competence
A. TRANSCULTURAL COMPETENCE
Meng-adjust budaya luar ke budaya local untuk memenuhi preferensi konsumen local.
Kemampuan untuk :
Menjadi jembatan untuk menghubungkan perbedaan dari local dan budaya tujuan.
Mengembangkan kecenderungan untuk menyatukan nilai-nilai yang berlawanan.
Kesuksesan dinilai dari :
Feedback dari kinerja bisnis yang sejajar (peer).
Tingkat korelasi dari kesuksesan bisnis di Negara lainnya.
B. HYPERCULTURAL COMPETENCE
Terdiri dari sub level competence
1. Cross Cultural Competence : Rules dari berbagai system budaya (lebih dari 1 budaya) jadi
satu untuk memberi respon pada sensitivitas suatu budaya dan perilaku yang tepat.
2. Intercultural Competence : Kesuksesan dari komunikasi dan kolaborasi yang efektif untuk
mengakui dan menghormati perbedaan.
3. Transcultural Competence : Menjadi jembatan untuk menghubungkan perbedaan budaya
local dan tujuan dan mengembangkan kecenderungan untuk menyatukan nilai-nilai yang
berlawanan.
4. Intracultural Competence : Kapabilitas untuk memanfaatkan perbedaan budaya dalam tim.

23. How managers can deal with cultural diversity and use it to their advantage
Dengan mengelola perbedaan budaya. 3 Tipe pengelolaan budaya :
1. Dominant Management Culture : Budaya ikutin home country.
2. Dominant Transnational Management Culture : Ikutin Mothers company founders
3. Minimum Management Culture : Ikutin budaya nasional/local.
Juga dapat dengan menggunakan transnasional organisasi : menggabungkan fleksibilitias, efisiensi,
dan transfer dari expertise.

24. Effects of differences in global teams

You might also like