Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 123

PEMANFAATAN BAGASE TEBU DAN LIMBAH NANAS SEBAGAI

BAHAN BAKU PENGHASIL BIOGAS

Tri Retno Dyah Larasati

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemanfaatan Bagase Tebu dan Limbah
Nanas Sebagai Bahan Baku Penghasil Biogas adalah karya saya di bawah arahan komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal dan atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumlan dalam Daftar Pustaka
di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2010

Tri Retno Dyah Larasati


P052070241
ABSTRACT

Tri Retno D L. Utilization of Sugarcane Bagasse and Pineapple Waste for Biogas
Production. Supervised by HARIYADI and SISWANTO

The development of world energy needs are increasingly dynamic in the middle of the
limited reserves of fossil energy and concern for the conservation of the environment, causing
concern for increasing renewable energy, particularly in renewable energy sources such as
agriculture commodity crops, horticulture, plantations and farms. Solid waste biomass from
agriculture and plantation is a potential raw material to be processed into a form of bioenergy
utilization of biogas through anaerobic technology. Bagasse is solid waste from sugar mills and
pineapple waste is the rest of the fruit processing factory. Sugarcane Bagasse still contain
multiple organic compounds, and if not done processing, would cause dreadful odor and will
pollute the environment. Meanwhile, pineapple waste contains carbohydrates (6.41%), minerals
and crude protein (0.6%) as a potential fermentation substrate. Biogas is a fuel containing the
calorific value is high enough, i.e 4500 - 6300 kcal / m 3. Volume 1 m3 of biogas is equivalent to
0.8 liters of gasoline, diesel 0.52 liters, 0.62 liters of kerosene, LPG 0.46 kg and 3.5 kg of
firewood. The energy contained in biogas depends on the concentration of methane (CH4). The
higher the methane content, the greater the energy content (calorific value) of biogas
The purpose of this study are: 1. to determine the optimal process parameters bagase
fermentation of sugar cane waste mixture and pineapple waste in producing biogas. 2. to
determine the economic value of the use of a mixture of sugar cane waste and waste bagase
pineapple biogas as fuel.
The results of research using Bioreaktor volume 20 L at a batch system, by providing a
mixture of cow feces as a source of microbes with bagase sugarcane, pineapple and water waste
to obtain C/N ratio 25; 30 and 35 show that during the 48-day fermentation period, Ns-35
with TS content of 7.7% (w / v) to produce biogas as much as 17.2 L or 203.1 L / kg TS with a
methane content of 67% or 136.1 L CH4 / kg TS with contained energy of 1225 kcal or 5145
kJ. In the process of biogas production from pineapple waste in anaerobic, temperature, pH and
the balance C / N ratio of the material is very influential. So in this anaerobic process, the desired
temperature ranged from 29.10 to 30.20 C with a pH ranging from 6.22 to 7.15 and the balance C/
N ratio of 35.2. From the optimal results obtained in batch systems, are used as variables in the
process of semi-continuous system using a volume of 300 L bioreaktor given feedback loading at
a rate of 1.4 kg TS / L / day; 2.3 kg TS / L / day and 4.1 kg TS / L / day and able to produce as
much biogas is 64.4 L / day or 4646.5 L / kg TS / day with CH4 levels of 70% and the efficiency
of COD reached 80%. Based on the results of semi-continuous scale, when applied to projects
with a 10-year old project, using 4000 L digester, which refers to the production of pineapple
waste per day is obtained by a B/C ratio of 1.75; NPV value at 12% DR is Rp 79,022 .673, -
with a value of IRR 56.57%, while the value of PBP (Pay Back Period) obtained for 19.7
months.

Keywords : sugarcane bagasse, pineapple waste, methane, biogas production


RINGKASAN

Tri Retno D L. Pemanfaatan Bagase Tebu dan Limbah Nanas Sebagai Bahan Baku Penghasil
Biogas. Di bawah bimbingan HARIYADI sebagai ketua komisi dan SISWANTO sebagai
anggota komisi.

Perkembangan kebutuhan energi dunia yang dinamis di tengah semakin terbatasnya


cadangan energi fosil serta kepedulian terhadap kelestarian lingkungan hidup, menyebabkan
perhatian terhadap energi terbarukan semakin meningkat, terutama pada sumber energi
terbarukan di sektor pertanian seperti komoditi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan
peternakan. Limbah biomassa padat dari pertanian dan perkebunan merupakan bahan baku yang
potensial untuk diolah menjadi salah satu bentuk bioenergi yakni biogas melalui pemanfaatan
teknologi anaerobik. Bagase merupakan limbah padat dari pabrik gula dan limbah nanas adalah
sisa dari pabrik pengolahan buah. Bagase tebu masih mengandung senyawa organik majemuk,
dan jika tidak dilakukan pengolahan, akan menimbulkan bau yang kurang sedap dan akan
mencemari lingkungan. Sedangkan limbah nanas mengandung karbohidrat (6,41%), mineral dan
protein mentah (0,6%) yang berpotensi sebagai substrat fermentasi. Biogas merupakan bahan
bakar yang mengandung nilai kalori yang cukup tinggi, yaitu 4500 6300 kkal/ m3 .Volume
biogas 1 m3 setara dengan 0,8 liter bensin, 0,52 liter solar, 0,62 liter minyak tanah, 0,46 kg elpiji
dan 3,5 kg kayu bakar. Energi yang terkandung dalam biogas tergantung dari konsentrasi metana
(CH4). Semakin tinggi kandungan metana maka semakin besar kandungan energi (nilai kalor)
pada biogas.
Tujuan penelitian ini adalah: 1. untuk mengetahui parameter proses optimal fermentasi
campuran limbah bagase tebu dan limbah nanas dalam menghasilkan biogas. 2. untuk
mengetahui nilai ekonomis dari pemanfaatan campuran limbah bagase tebu dan limbah nanas
sebagai bahan bakar biogas.
Hasil penelitian menggunakan bioreaktor volume 20 L pada sistem batch, dengan
memberikan campuran feses sapi sebagai sumber mikroba dengan bagase tebu, limbah nanas
dan air agar diperoleh C/N rasio 25; 30 dan 35 menunjukkan bahwa selama masa fermentasi 48
hari, Ns-35 dengan kandungan TS 7,7% (w/v) mampu menghasilkan biogas sebanyak 17,2 L
atau 203,1 L/kg TS dengan kandungan metan sebesar 67% atau 136,1 L CH4/ kg TS dengan
energi yang terkandung sebesar 1225 kkal atau 5145 kJ. Dalam proses produksi biogas dari
limbah nanas secara anaerob, suhu, pH dan imbangan C/N rasio dari bahan sangat berpengaruh.
Sehingga pada proses anaerob ini, suhu yang dikehendaki berkisar 29,10 30,20 C dengan pH
berkisar 6,22 7,15 serta imbangan C/N rasio 35,2. Dari hasil optimal yang diperoleh pada
sistem batch, digunakan sebagai variabel proses dalam sistem semi-kontinyu dengan
menggunakan bioreaktor volume 300 L yang diberi loading dengan laju umpan sebesar 1,4 kg
TS/L/hari; 2,3 kg TS/L/hari dan 4,1 kg TS/L/hari dan mampu menghasilkan biogas sebanyak
64,4 L/hari atau 4646,5 L/ kg TS/hari dengan kadar CH4 sebesar 70% dan efisiensi COD
mencapai 80%. Berdasarkan hasil skala semi-kontinyu, jika diterapkan pada proyek dengan
umur proyek 10 tahun, menggunakan digester 4000 L yang mengacu pada produksi limbah nanas
per hari maka diperoleh nilai B/C rasio sebesar 1,75; nilai NPV pada DR 12 % sebesar Rp
79.022.673,- dengan nilai IRR sebesar 56,57 %, sedangkan nilai PBP (Pay Back Period)
diperoleh sebesar 19,7 bulan.
Secara ekologis pemanfaatan energi terbarukan seperti biogas sangat diperlukan,
disamping sebagai pengganti BBM juga dalam rangka pengurangan efek rumah kaca terutama
emisi gas karbondioksida (CO2). Dari hasil yang diperoleh pada sistem semi-kontinyu dan
mengacu pada produksi limbah nanas sebesar 29.762 kg per hari maka akan dihasilkan 24.242 L
biogas/kg TS/ hari dengan kandungan CH4 sebesar 70%, maka setara dengan 16969,4 L CH4/kg
TS/hari dan sebanding dengan pengurangan emisi CO2 sebesar 390,3 m3 CO2/ hari atau 142460
m3 CO2/ tahun. Ini dengan asumsi bahwa 1 m3 CH4 = 23 m3 CO2. Nilai ekologis dari
pemanfaatan limbah nanas sebagai bahan baku biogas ini akan bertambah dengan adanya produk
samping lainnya yang bernilai ekonomis, yakni berupa pupuk organik padat dan pupuk organik
cair.

Kata kunci : bagase tebu, limbah nanas, metan, produksi biogas


@ Hak Cipta Milik IPB tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah,
penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk
apapun tanpa izin IPB.
PEMANFAATAN BAGASE TEBU DAN LIMBAH NANAS SEBAGAI
BAHAN BAKU PENGHASIL BIOGAS

Tri Retno Dyah Larasati

Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Magister Sains
Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Penguji luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Suprihatin.
Judul Tesis : Pemanfaatan Bagase Tebu dan Limbah Nanas Sebagai Bahan
Baku Penghasil Biogas
Nama : Tri Retno Dyah Larasati
NRP : P 052070241
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Hariyadi, MS Dr. Siswanto, DEA, APU


Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pasca Sarjana IPB


Pengelolaan Sumberdaya Alam
Dan Lingkungan,

Prof. Dr. Ir. Surjono Hadi Sutjahjo, MS Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Ujian: 18 Januari 2010 Tanggal Lulus :


RIWAYAT HIDUP

Tri Retno Dyah Larasati, putri ketiga dari lima bersaudara, ayah Letkol. Purn. (Alm)
Soejitno dan ibu Siti Supini, dilahirkan di Surabaya pada tanggal 19 Januari 1963. Penulis
menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1975 di SD Negeri Kedungrejo I Waru,
Sidoarjo, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 3 Praban, Surabaya, lulus tahun 1978 dan
melanjutkan ke SMA Negeri I Jakarta, lulus tahun 1981.
Penulis melanjutkan ke Fakultas Matematika dan Ilmu Alam (FMIPA- jurusan Fisika) di
Universitas Indonesia dan lulus tahun 1987. Penulis bekerja di Badan Tenaga Nuklir Nasional
(BATAN) sebagai staf peneliti di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR), Bidang
Kebumian dan Lingkungan dan pada tahun 2007 melanjutkan pada Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2010


PRAKATA

Puji Syukur ke hadirat ALLAH SWT atas rahmat dan karunia-Nya dan tak lupa shalawat
dan salam tercurah bagi uswah dan tauladan ummat, Rasulullah saw dan para shahabatnya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini.
Tesis yang berjudul : Pemanfaatan Bagase Tebu dan Limbah Nanas sebagai Baku
Bakar Penghasil Biogas ini merupakan prasyarat kelulusan untuk mencapai gelar Magister
Sains (MSi) yang harus dipenuhi dalam Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS sebagai Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber
Daya Alam dan Lingkungan (PSL), Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
2. Dr. Ir. Hariyadi, MS sebagai Ketua Komisi Pembimbing.
3. Dr. Siswanto, DEA. APU sebagai Anggota Komisi Pembimbing.
4. Dr. Zainal Abidin, Dipl.Geo sebagai Kepala Pusat Teknologi Aplikasi dan Radiasi
Badan Tenaga Nuklir Nasional (PATIR BATAN).
5. Suamiku tercinta Bapak Wiyanto WK dan anak-anakku sayang : Sabila, Muflih dan
Amaliya serta ibundaku terkasih Ny.Soejitno, yang telah rela berkorban kehilangan
waktu kebersamaannya.
6. Drs.Barokah Aliyanta, M.Sc sebagai Kepala Bidang Kebumian dan Lingkungan (KL),
PATIR BATAN.
7. Drs.Endrawanto, M.Appl. sebagai Kepala Kelompok Lingkungan Bidang Kebumian dan
Lingkungan (KL) PATIR BATAN.
8. Seluruh rekan-rekan di Gedung 47 , PATIR BATAN, Pasar Jumat.
9. Rekan-rekan di Sekolah Pasca Sarjana Program PSL Angkatan Tahun 2007 / 2008, yang
banyak memberikan dukungan semangat.

i
Semoga semua amal kebaikan yang telah dilakukan, hingga terselesaikannya tesis ini,
mendapat balasan dan pahala yang lebih baik dari ALLAH SWT, amin.
Penulis mengharapkan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak terkait dan civitas
akademika yang memiliki perhatian terhadap pengembangan potensi biomassa sebagai sumber
energi terbarukan di Indonesia. Semua kebenaran datangnya dari ALLAH SWT semata dan
kekurangan dan kelemahan dalam tesis ini berasal dari kesalahan penulis sendiri. Oleh karenanya
penulis memohon maaf sebesar-besarnya atas kekurangan dan kesalahan tersebut.

Bogor, Januari 2010

Tri Retno Dyah Larasati

ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

I. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Kerangka Pemikiran 3
1.3. Perumusan Masalah 4
1.4. Tujuan Penelitian 6
1.5. Manfaat Penelitian 6

II. TINJAUAN PUSTAKA 7


2.1. Limbah Bagase (Ampas) Tebu 7
2.2. Limbah Nanas 9
2.3. Produksi Biogas 10
2.3.1. Suhu 13
2.3.2. Keasaman (pH) 14
2.3.3. Rasio C / N 14
2.3.4. Jenis Bakteri 16
2.3.5. Pengenceran Bahan Isian 16
2.3.6. Pengadukan 17
2.3.7. Loading 17

III. METODOLOGI 18
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 18
3.2. Bahan dan Alat 18
3.3. Rancangan Penelitian 18
3.3.1. Percobaan Pendahuluan 19
3.3.1.1. Analisa Karakteristik Bahan Baku 19
3.3.1.2. Variabel Penelitian 19
3.3.1.3. Analisa Laboratorium 20
3.3.2. Percobaan Skala Laboratorium Fase I 21
3.3.2.1. Fermentasi Semi-aerob/ Composting 21
3.3.2.2. Variabel Penelitian 22
3.3.2.3. Analisa Laboratorium 22

iii
Halaman

3.3.3. Percobaan Skala Laboratorium Fase II 24


3.3.3.1. Fermentasi Anaerobik Sistem Batch 24
3.3.3.2. Variabel Penelitian 25
3.3.4. Percobaan Semi-Kontinyu
3.3.4.1. Fermentasi Anaerob pada Bioreaktor 300 L
3.3.4.2. Rancangan Reaktor 26
3.3.4.3. Variabel Penelitian 27
3.3.4.4. Rancangan Percobaan 28
3.3.4.5. Analisa Kelayakan Ekonomi 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 30


4.1. Penelitian Sistem Batch. 30
4.1.1. Karakteristik Bahan Baku (Substrat) 32
4.1.2. Dekomposisi Bahan Secara Anaerobik 40
4.1.2.1. Parameter Proses Anaerob 41
4.1.2.2. Produksi dan Komposisi Biogas 50
4.1.2.3. Analisa Statistik 55
4.2. Penelitian Sistem Semi- Kontinyu 55
4.2.1. Pengaruh Laju Pengumpanan 56
4.2.2. Analisis Kelayakan Ekonomi Sebagai Bahan Baku Biogas 58

V. KESIMPULAN DAN SARAN 62


5.1. Kesimpulan 62
5.2 Saran 63

DAFTAR PUSTAKA 64

LAMPIRAN 68

iv
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran 4
Gambar 2. Diagram perumusan masalah 6
Gambar 3. Proses produksi biogas 11
Gambar 4. Tahap analisa bahan baku 19
Gambar 5. Tahap fermentasi semi-aerob 22
Gambar 6. Rangkaian penelitian laboratorium dengan biorekator sistem batch 24
Gambar 7. Tahapan fermentasi anaerob sistem batch 25
Gambar 8. Rangkaian digester volume 300 L sistem
v kontinyu 27
Gambar 9. Total Solid (TS) bahan baku substrat 34
Gambar 10. Volatile Solid (VS) bahan baku substrat 35
Gambar 11. Kenaikan nilai Volatile Fatty Acid (VFA) 36
Gambar 12. Perubahan suhu (o C) selama pengomposan 37
Gambar 13. Perubahan pH selama pengomposan 38
Gambar 14. Perubahan nilai C/N setelah pengomposan 39
Gambar 15. Kandungan COD pada kondisi anaerob 41
Gambar 16. Perubahan pH terhadap laju produksi biogas dari berbagai substrat 43
Gambar 17. Perubahan suhu terhadap laju produksi biogas berbagai substrat 45
Gambar 18. Jumlah VFA yang terbentuk pada proses fermentasi anaerob 47
Gambar 19. Nilai TS (%) dalam proses fermentasi anaerob 48
Gambar 20. Nilai VS (%) dalam proses fermentasi anaerob 49
Gambar 21. Laju produksi biogas harian dalam proses fermentasi anaerobik 51
Gambar 22. Produksi gas kumulatif pada proses fermentasi anaerobik 52
Gambar 23. Kandungan gas CH4 (%) pada proses fermentasi anaerobik 53
Gambar 24. Pengaruh laju pengumpanan terhadap produksi biogas dan suhu 56
Gambar 25. Pengaruh laju pengumpanan terhadap produksi biogas dan pH 57
Gambar 26.Pengaruh laju pengumpanan terhadap produksi biogas dan COD 58
Gambar 27.Nyala api biogas berbahan baku bagase tebu dan limbah nanas 103

v
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Komposisi kimia bagase (ampas) tebu 8

Tabel 2. Berbagai limbah dengan kandungan selulosa, hemiselulosa, dan lignin 8

Tabel 3. Komposisi kimiawi limbah nanas 9

Tabel 4. Produksi biogas dengan bahan baku nanas di New Delhi 10

Tabel 5. Pengaruh suhu terhadap daya tahan hidup bakteri 13

Tabel 6. Beberapa jenis substrat dengan kandungan nisbah C dan N 15

Tabel 7. Rancangan percobaan skala laboratorium dengan sistem batch 24

Tabel 8. Karakteristik awal dan akhir pengomposan bahan baku substrat 33

Tabel 9. Karakteristik sumber inokulum 40

Tabel 10.Penurunan kandungan COD (mg/L) 42

Tabel 11.Peningkatan VFA (mM) 47

Tabel 12.Penurunan TS (%) 49

Tabel 13.Penurunan VS (%) 50

Tabel 14.Produksi kumulatif dan komposisi biogas dalam sistem batch 54

Tabel 15.Biaya modal, biaya tetap dan biaya operasional instalasi anaerob 61
Limbah nanas

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Hasil uji laboratorium bagase tebu 68

Lampiran 2. Hasil uji laboratorium kotoran sapi 69

Lampiran 3. Hasil uji laboratorium limbah nanas 70

Lampiran 4. Hasil uji laboratorium kadar abu bagase tebu 71

Lampiran 5. Hasil analisis VFA bagase tebu 72

Lampiran 6. Hasil analisis VFA limbah nanas 73

Lampiran 7. Nilai pH proses fermentasi semi-aerob 74

Lampiran 8. Nilai C/N, TS, VS dan VFA proses semi-aerob 74

Lampiran 9. Suhu proses fermentasi semi-aerob 75

Lampiran 10.Kadar TS (%) proses fermentasi semi-aerob 76

Lampiran 11.Kadar VS (%) proses fermentasi semi-aerob 77

Lampiran 12. Kadar COD (mg/L) proses fermentasi semi-aerob 78

Lampiran 13.Kadar VFA (mM) proses fermentasi semi-aerob 79

Lampiran 14.Kadar CH4 (%) proses fermentasi semi-aerob 80

Lampiran 15.Nilai pH prose anaerob sistem batch 81

Lampiran 16.Suhu proses anaerob sistem batch 83

Lampiran 17.Laju produksi biogas proses anaerob sistem batch 85

Lampiran 18.Hasil analisis statistic 87

Lampiran 19.Parameter proses anaerob sistem semi-kontinyu 101

Lampiran 20.Perhitungan kelayakan ekonomi pembangunan digester biogas


Volume 4000 L dengan substrat limbah nanas 102

vii
1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.


Perkembangan kebutuhan energi dunia yang dinamis di tengah semakin
terbatasnya cadangan energi fosil serta kepedulian terhadap kelestarian lingkungan hidup,
menyebabkan perhatian terhadap energi terbarukan semakin meningkat, terutama pada
sumber energi terbarukan di sektor pertanian seperti komoditi tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan dan peternakan. Hampir seluruh komoditas budidaya di sektor
pertanian dapat menghasilkan biomassa, sebagai sumber energi terbarukan. Biomassa
adalah bahan organik berumur relatif muda dan berasal dari tumbuhan/hewan; produk
dan limbah industri budidaya (pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan),
yang dapat diproses menjadi bioenergi (Reksowardojo dan Soerawidjaja, 2006). Hal ini
didukung dengan kebijakan pemerintah Indonesia melalui Peraturan Pemerintah No.5/
Tahun 2006 tentang Kebijakan Ekonomi Nasional, yang isi pokoknya adalah pada tahun
2025 ditargetkan bahan energi terbarukan harus sudah mencapai lebih dari 5% dari
kebutuhan energi nasional, sedangkan bahan bakar minyak (BBM) ditargetkan menurun
sampai di bawah 20% (Renstra, 2000).
Limbah biomassa padat dari pertanian dan perkebunan merupakan bahan baku
yang potensial untuk diolah menjadi salah satu bentuk bioenergi yakni biogas melalui
pemanfaatan teknologi anaerobik. Bagase merupakan limbah padat dari pabrik gula dan
limbah nanas adalah sisa dari pabrik pengolahan buah. Bagase tebu masih mengandung
senyawa organik majemuk, dan jika tidak dilakukan pengolahan, akan menimbulkan bau
yang kurang sedap dan akan mencemari lingkungan. Sedangkan limbah nanas
mengandung karbohidrat (6,41%), mineral dan protein mentah (0,6%) yang berpotensi
sebagai substrat fermentasi (Bardiya et al, 1996).
Biogas merupakan salah satu bentuk bioenergi yang dihasilkan dari proses
biologis perombakan yang dilakukan oleh mikroorganisme dalam kondisi anaerob.
Secara umum gas yang dihasilkan memiliki komposisi 55 65 % CH4, 35 45 % CO2,
0 3% N2 dan sedikit H2S. Kualitas biogas dapat ditingkatkan dengan memperlakukan
beberapa parameter yaitu, menghilangkan hidrogen sulphur, kandungan air dan karbon
2

dioksida (CO2). Biogas merupakan bahan bakar yang mengandung nilai kalori yang
cukup tinggi, yaitu 4500 6300 kkal/ m3 .Volume biogas 1 m3 setara dengan 0,8 liter
bensin, 0,52 liter solar, 0,62 liter minyak tanah, 0,46 kg elpiji dan 3,5 kg kayu bakar
(Syamsudin dan Iskandar, 2005). Energi yang terkandung dalam biogas tergantung dari
konsentrasi metana (CH4). Semakin tinggi kandungan metana maka semakin besar
kandungan energi (nilai kalor) pada biogas, dan sebaliknya semakin kecil kandungan
metana semakin kecil nilai kalor. Nilai kalori metana relatif tinggi sebesar 9000 kkal/m3.
Gas metana telah dikenal luas sebagai bahan baku ramah lingkungan, karena dapat
terbakar sempurna sehingga tidak menghasilkan asap yang berpengaruh buruk terhadap
kualitas udara. Karena sifatnya tersebut, gas metana merupakan gas yang bernilai
ekonomis tinggi dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan mulai dari memasak,
pemanasan dan penerangan hingga pembangkit listrik.
Penanganan limbah padat bagase tebu dan limbah nanas dapat dilakukan dalam
bioreaktor secara anaerob. Pada proses anaerob digunakan rumen kotoran ternak (sapi)
sebagai sumber inokulum.Untuk mengoptimalkan pengolahan campuran limbah bagase
dan limbah nanas menjadi produk yang bermanfaat seperti biogas, maka diperlukan
karakterisasi limbah (Neves, 2008). Selain itu, manfaat lain yang dapat diperoleh dari
produksi biogas, ialah menghasilkan buangan (sludge). Sludge ini dapat dimanfaatkan
sebagai pupuk untuk tanaman; yang mempunyai karakteristik sama dengan pupuk
kandang, terutama dapat memperbaiki struktur tanah dan memberikan kandungan unsur
hara pada tanaman. Kelebihan lain dari sludge tersebut adalah telah mengalami proses
penguraian di dalam bioreaktor, sehingga telah matang (Setiawan, 1996).
Untuk merealisasikan pengkonversian campuran limbah bagase tebu dan limbah
nanas, maka diperlukan penelitian tentang potensi pengembangan campuran limbah
tersebut untuk digunakan sebagai bahan bakar penghasil biogas. Karakterisasi campuran
limbah bagase tebu dan limbah nanas dengan sistem batch dilakukan pada digester skala
laboratorium volume 20 L dengan memperhatikan faktor biotik dan abiotik yang
mempengaruhi proses fermentasi campuran limbah tersebut. Hasil optimalisasi sistem
batch tersebut digunakan sebagai parameter proses dalam sistem semi-kontinyu pada
digester/ bioreakto volume 300 L. Limbah bagase tebu dan limbah nanas yang digunakan
sebagai sampel dalam penelitian ini berasal dari pabrik gula PT.Rajawali II, Subang dan
3

pabrik pengolahan makanan nanas PT Marizafood di kota Serang. Hasil optimalisasi


parameter proses produksi biogas pada skala 300 L digunakan untuk melakukan analisis
kelayakan ekonominya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi alternatif
pemanfaatan limbah biomassa untuk menghasilkan energi alternatif yang ramah
lingkungan.

1.2. Kerangka Pemikiran


Limbah pabrik gula terdiri atas dua macam yakni limbah cair dan limbah padat.
Blotong dan bagase tebu merupakan limbah padat . Limbah bagase tebu kaya kandungan
lignoselulosa dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pada pembakaran ketel di pabrik,
bahan baku pembuatan pupuk, pulp, particle board dan sebagai campuran pakan ternak.
Namun pembakaran limbah bagase tebu akan menyebabkan polusi udara, sedangkan
pemanfaatan limbah bagase untuk pakan ternak masih memerlukan penelitian lebih
lanjut, karena menyebabkan gangguan pencernaan pada ternak (Musanif, 1982).
Disamping terbatas, nilai ekonomi yang diperoleh juga belum tinggi. Oleh karena itu,
diperlukan adanya pengembangan proses teknologi sehingga terjadi diversifikasi
pemanfaatan limbah pertanian yang ada. Sedangkan limbah nanas dari pabrik pengolahan
makanan skala rumah tangga yang terdiri dari kulit nanas selain dapat dimanfaatkan
sebagai campuran pakan ternak dan di daur ulang menjadi pupuk kompos, juga
berpotensi dikembangkan sebagai bahan baku bioenergi. Limbah nanas mengandung
karbohidrat (6,41%), mineral dan protein mentah (0,6%) yang berpotensi digunakan
sebagai substrat fermentasi.
Limbah campuran bagase tebu dan limbah nanas merupakan bahan baku yang
potensial untuk diolah menjadi salah satu bentuk bioenergi yakni biogas melalui
pemanfaatan teknologi anaerobik. Teknologi biogas merupakan teknologi yang
memanfaatkan proses fermentasi yang dilakukan dalam kondisi tanpa oksigen (anaerob).
dan dibantu oleh bakteri anaerob dalam proses penguraian yang akan menghasilkan
biogas. Prinsip pembentukan biogas merupakan proses biologis dengan bahan dasar
berupa bahan organik yang berfungsi sebagai sumber karbon dan menjadi sumber
aktivitas dan pertumbuhan bakteri. Bahan organik dalam digester akan dirombak oleh
bakteri dan menghasilkan campuran gas metan (CH4) dan karbondioksida (CO2) dan
4

beberapa gas lainnya (Sahidu, 1983). Limbah peternakan seperti kotoran ternak sapi
digunakan sebagai sumber inokulum (bakteri anaerob).
Pada limbah bagase (ampas) tebu, terutama dinding selnya mengandung
hemiselulosa, selulosa dan lignin. Selulosa merupakan sumber daya yang dapat
diperbaharui, yang terdapat pada sepertiga sampai separuh dari keseluruhan vegetasi.
Struktur proses dari jaringan serat penyusunan bagase sangat baik untuk menghasilkan
protein sel tunggal dan enzim selulosa yang berpotensi sebagai medium fermentasi yang
dapat menghasilkan biogas (Harahap, 1980). Campuran limbah bagase tebu dan limbah
nanas yang dicampur dengan limbah peternakan, seperti kotoran sapi akan membentuk
biogas, yang komposisinya terdiri dari gas metan (CH4), CO2, H2, N2 dan H2S serta
produk samping berupa pupuk organik. Pada Gambar 1 ditunjukkan diagram alur
kerangka pemikiran dari penelitian yang akan dilakukan.

TEBU NANAS
Penggilingan Pemotongan Penyaringan
Pengupasan

BAGASE
NIRA KOTOR LIMBAH CAIR BUAH NANAS JUS NANAS
/AMPAS
Pemurnian
Pemasakan Pemasakan

FILTER CAKE/ NANAS ISIAN SARIBUAH


NIRA BERSIH
BLOTONG B.Bakar Boiler
Pemasakan Sterilisasi Sterilisasi

Fertilizer KEHILANGAN BUAH NANAS BUAH NANAS


NIRA KENTAL GULA

Kristalisasi KULIT TONGKOL AMPAS


Bahan Etanol
MOLASES/
GULA PASIR
TETES
LIMBAH PERTANIAN

BIOGAS
LIMBAH PETERNAKAN

Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran

1.3. Perumusan Masalah


Untuk memanfaatkan limbah biomassa dari campuran limbah bagase tebu dan
limbah nanas menjadi biogas, maka dilakukan proses pengolahan limbah organik
menggunakan sistem biodegradasi fermentasi anaerob sistem batch dan sistem semi-
kontinyu dengan dua tahap, yakni fase I dan fase II. Fermentasi anaerob sistem batch
dilakukan pada digester 20 L, sedangkan sistem semi-kontinyu dilakukan dalam
5

bioreaktor volume 300 L. Fase I adalah proses fermentasi semi-aerob untuk pembentukan
substrat, yang merupakan merupakan proses fakultatif anaerob. Sedangkan fase II
merupakan proses fermentasi anaerob untuk pembentukan biogas. Fermentasi perombakan
CH4 adalah proses mikrobiologis yang merupakan himpunan proses metabolisme sel.
Biogas merupakan hasil proses fermentasi anaerob (tanpa oksigen). Optimalisasi proses
tidak hanya tergantung pada substrat tetapi juga faktor lingkungan yang bersifat biotik
maupun abiotik. Faktor biotik ialah sludge / bubur aktif dan mikroba pendegradasi;
sedangkan faktor abiotik terdiri dari pH awal substrat, suhu larutan buffer (Ca(OH)2),
agitasi dan rasio C/N. Hasil optimalisasi karakterisasi campuran limbah bagase tebu dan
limbah nanas dalam sistem batch dapat digunakan sebagai parameter proses dalam sistem
semi-kontinyu dan hasilnya digunakan untuk menganalisis aspek ekonomisnya.
Limbah bagase tebu merupakan bahan yang mengandung lignoselulosa, dimana
terdapat zat lignin yang bersifat kayu dan sulit didegradasi, maka perlu dilakukan
pemrosesan awal untuk lebih mempercepat proses degradasi limbah. Ini dilakukan
dengan membuat limbah bagase menjadi potongan-potongan kecil dan menambahkan
pupuk urea agar terjadi proses pengkomposan. Sedangkan limbah nenas mengandung
kadar asam yang cukup tinggi, yang dapat mempercepat proses anaerob karena asam
merupakan salah satu makanan pokok bakteri anaerob. Fase I dilakukan dalam kantung
plastik 60 kg, dan fase II dilakukan pada bioreaktor (B) volume 20 L. Hasil pada fase I
merupakan substrat pada bioreaktor B yang merupakan proses obligat anaerob. Ini akan
dicampurkan dengan substrat kotoran ternak untuk mendapatkan rasio C/N 20 dan 30.
Sebelum dicampurkan dengan substrat kotoran ternak, terlebih dahulu ditambahkan
larutan buffer untuk mempertahankan pH. Dalam fase I dilakukan analisis terhadap kadar
abu, kadar air, C/N rasio, VS ( Volatile Solid), TS (Total Solid) dan VFA (Volatile Fatty
Acid) serta pengukuran produksi gas dan komposisi gas yang dihasilkan pada tahap fase
II. Hasil optimasi produksi biogas sistem batch skala laboratorium digunakan sebagai
parameter dalam percobaan sistem semi-kontinyu pada bioreaktor 300 L.
Pada Gambar 2 ditunjukkan perumusan masalah dalam penelitian yang dilakukan
ini, sehingga dapat diperoleh informasi tentang :
6

1. Bagaimana komposisi substrat fermentasi anaerobik dari campuran limbah


bagase tebu dan limbah nanas yang dicampur dengan kotoran sapi untuk
memproduksi biogas yang maksimal ?.
2. Seberapa besar nilai ekonomis yang dapat diperoleh dari pemanfaatan campuran
limbah bagase tebu dan limbah nanas yang digunakan sebagai energi
terbarukan?.

Limbah organik Padat Manure

Pemotongan Limbah Ekualisasi Air


organik Padat

Slurry
Potongan Limbah
Organik Padat
Biodegradsi/
Backwash Digestasi Overflow
Sedimen Anaerob

Filtrasi Fisik
Pengeringan Sludge Biogas
Sedimen
Pupuk Organik Penghilangan Final Effluent
Cair Gas CO2 dan H2

Pupuk Organik
Gas Holder CH4

Bahan Bakar Gas

Gambar 2. Diagram perumusan masalah

1.4. Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui parameter proses optimal fermentasi campuran limbah bagase
tebu dan limbah nanas dalam menghasilkan biogas.
2. Untuk mengetahui nilai ekonomis dari pemanfaatan campuran limbah bagase tebu
dan limbah nanas sebagai bahan bakar biogas.

1.5. Manfaat Penelitian


Dari hasil penelitian diharapkan dapat diperoleh suatu informasi atau cara
pembuatan biogas yang dapat digunakan sebagai alternatif dalam pengolahan limbah
biomassa industri pertanian dari campuran limbah bagase tebu dan limbah nanas sebagai
bahan bakar untuk menghasilkan biogas dan sebagai masukan bagi pemerintah daerah
dalam memilih diversifikasi energi untuk kebutuhan lokal.
77

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Limbah Bagase (Ampas) Tebu


Indonesia sebagai negara agraris mempunyai potensi limbah biomassa padat dari
sektor pertanian dan peternakan yang sangat melimpah. Limbah biomassa pertanian
merupakan limbah yang kaya dengan lignoselulosa yang dapat dimanfaatkan sebagai
campuran pakan ternak. Di samping itu limbah biomassa pertanian ini dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan energi terbarukan seperti biogas. Salah
satunya adalah limbah bagase (ampas) tebu yang merupakan limbah dari pabrik gula.
Limbah pabrik gula terdiri atas dua macam, yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah
padat adalah blotong dan bagase atau ampas tebu (35%). Sedangkan limbah cair berasal
dari tetes dan air bekas cucian (Mubyarto dan Daryanti, 1991). Limbah padat terdiri atas
bahan organik akan mengalami penguraian secara alamiah akibat kerja mikroorganisme.
Hal ini dapat menyebabkan berkurangnya kadar oksigen dalam air atau menyebabkan
anaerob. Bagase terdiri dari sisa batang tebu yang telah diperas niranya. Komponen
utama bagase antara lain serat kasar, air dan sejumlah kecil padatan terlarut.
Komposisi kimia tebu sangat variatif, terutama dipengaruhi oleh varietas, tingkat
kematangan dan cara pemanenan. Pemanfaatan bagase selama ini hanya terbatas sebagai
bahan bakar, campuran pakan ternak , pupuk dan pulp. Bagase yang kaya akan selulosa
mempunyai potensi yang cukup baik sebagai medium fermentasi yang dapat
menghasilkan biogas. Komposisi kimia bagase (ampas) tebu disajikan dalam Tabel 1.
Pada limbah pertanian seperti bagase, terutama pada dinding selnya mengandung
hemiselulosa, selulosa dan lignin. Selulosa merupakan sumberdaya yang terdapat
paling banyak di bumi ini, diperkirakan sebanyak sepertiga sampai separuh dari semua
vegetasi. Kebanyakan selulosa tidak digunakan dan mengalami penguraian alami atau
secepatnya dibuang sebagai limbah. Struktur proses dari jaringan serat penyusunan
bagase sangat baik digunakan sebagai medium fermentasi untuk menghasilkan protein sel
tunggal dan enzim selulosa. Sekalipun estimasi untuk produksi limbah padat dari sumber
yang bermacam-macam sangat luas, hal ini dapat digunakan untuk memperkirakan
potensi energi dari sumber limbah yang beraneka ragam (Harahap, 1980).
8

Tabel 1. Komposisi kimia bagase tebu (Harjo et al, 1989)


No. Komponen % Berat Kering
1 Protein 3,1
2 Lemak 1,5
3 Serat Kasar 34,9
4 Ekstrak Bebas Nitrogen 51,7
5 Abu 8,8

Bahan baku dalam bentuk selulosa mudah dicerna oleh bakteri anaerob, tetapi bila
banyak mengandung zat kayu (lignin) pencernaan menjadi sukar. Tebu dan jerami
merupakan contoh bahan yang banyak mengandung zat kayu. Bahan yang sukar dicerna
ini akan terapung pada permukaan cairan dan membentuk lapisan kerak (scum),
sedangkan bahan yang sudah dicerna akan turun ke dasar reaktor/ tangki pencernaan.
Lapisan kerak yang terbentuk di atas permukaan tersebut akan menghambat laju produksi
biogas (Harahap, 1980).
Lignin merupakan bahan yang sulit didegradasi, demikian juga bahan yang terikat
(selulosa yang berikatan dengan lignin), sehingga tingginya lignin dalam campuran akan
mempengaruhi proporsi bahan yang bisa dimanfaatkan untuk produksi biogas; yang
nantinya akan mengurangi produksi biogas yang dihasilkan (Noegroho, 1980).
Sumber limbah selulosa yang banyak dijumpai di Indonesia adalah jerami padi
dan bagase. Melalui biokonservasi diharapkan pemanfaatan limbah berselulosa
mempunyai prospek yang sangat cerah untuk dikembangkan sebagai diversifikasi energi
dalam menghadapi krisis energi di masa datang. Beberapa macam limbah selulosa,
hemiselulosa dan ligninnya disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Berbagai limbah dengan kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin (Harjo et
al, 1989)
No. Macam Limbah Selulosa (%) Hemiselulosa (%) Lignin (%)
1 Serat Kapas 90 - -
2 Batang Kayu Keras 40 50 20 40 18 25
3 Batang Kayu Lunak 45 50 25 35 25 35
4 Bagase 25 40 25 50 13 30
5 Jerami Gandum 40 29,2 19,8
9

2.2. Limbah Nenas


Tanaman nenas tersebar hampir di seluruh propinsi di Indonesia, tetapi
konsentrasi sentra produksi selama tujuh tahun terakhir terdapat di beberapa propinsi,
diantaranya Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung dan
Riau. Buah nanas selain dikonsumsi segar juga diolah menjadi berbagai macam makanan
dan minuman, seperti selai, buah dalam sirop dan lain-lain. Rasa buah nanas manis
sampai agak masam segar, sehingga disukai masyarakat luas. Disamping itu, buah nanas
mengandung gizi cukup tinggi dan lengkap. Buah nanas mengandung enzim bromelain,
yakni enzim protease yang dapat menghidrolisa protein, protease atau peptide.
Pengolahan nenas menjadi makanan dan minuman olahan yang dilakukan oleh
produsen dan eksportir makanan/minuman kalengan akan menghasilkan limbah biomassa
pertanian yang berupa kulit, hati/ tongkol, ampas dan lain-lainnya. Dari pengolahan satu
ton buah nenas menjadi produk makanan/minuman kaleng akan menghasilkan 0,5 ton
limbah padat (Chaiprasert et al, 2001). Limbah nenas ini masih mempunyai nilai ekono-
mis. Kulit buah nanas dapat diolah menjadi sirop atau diekstrasi cairannya untuk pakan
ternak. Limbah nenas juga berpotensi untuk digunakan sebagai substrat dalam proses
fermentasi anaerob untuk menghasilkan biogas. Limbah nenas mempunyai kadar
selulosa, hemiselulosa dan gula yang tinggi. Kandungan asam yang relatif tinggi pada
limbah nenas berpengaruh pada aktivitas mikroba. Limbah nanas dari pabrik pengalengan
dan jus nanas terdiri dari kulit, tongkol / bagian tengah buah, ampas dan air bilasan
proses pengalengan nanas. Limbah nanas mengandung karbohidrat (6,41%), mineral dan
protein mentah (0,6%) yang berpotensi digunakan sebagai substrat fermentasi.
Tabel 3. Komposisi kimiawi limbah nenas (Chaiprasert et al, 2001)
Komposisi % Berat Segar
Rentang Rata-rata
Kadar Air 87,0 91,0 89,0
Glukosa 0,9 1,8 1,4
Fruktosa 0,5 0,5
Sukrosa 1,1 5,1 3,1
Selulosa 1,6 2,1 1,8
Hemiselulosa 2,3 2,9 2,6
Lignin 0,4 0,5 0,4
Dan lain-lain 0,2 2,2 1,2
10

Pada Tabel 3 ditunjukkan komposisi limbah nenas. Menurut Chaiprasert et al (2001),


fermentasi anaerob pada limbah nenas akan lebih baik dilakukan pada suhu mesophilic
(30 400 C), karena aktivitas mikroba pembentuk asam propionat dan asetat bekerja
optimal. Kedua asam tersebut sangat dibutuhkan, karena baik asam propionat maupun
asetat berperanan dalam pembentukan gas metan. Produksi biogas dengan bahan limbah
nenas telah diteliti oleh Bardiya et al (1996) dan tampak pada Tabel 4.
Tabel 4. Produksi biogas dengan bahan baku limbah nanas di New Delhi.
Hasil /HRT 10 hari 20 hari 30 hari
Biogas (ml/hari) 1682 1436 1352
Yield (l/ kg TS) 133 228 322
Metan (%) 49 50 51
Degradasi (%):
- TS 58 50 49
- VS 62 53 51

Produksi Biogas.
Untuk memproduksi biogas dapat dilakukan dengan fermentasi bahan-bahan
organik dalam suasana anaerobik di dalam sebuah bioreaktor. Diagram proses penguraian
biomassa menjadi biogas disajikan pada Gambar 3. Pembentukan biogas merupakan
proses biologis. Penggunaan bahan baku berupa bahan organik berfungsi sebagai sumber
karbon dan nitrogen merupakan sumber kegiatan dan pertumbuhan mikroorganisme
(Noegroho, 1980).
Pembentukan biogas merupakan proses biologis dengan bahan dasar berupa
bahan organik akan berfungsi sebagai sumber karbon yang merupakan sumber aktivitas
dan pertumbuhan bakteri. Bahan organik dalam reaktor penghasil biogas (digester) akan
dirombak oleh bakteri dan kemudian akan menghasilkan campuran gas metana (CH4) dan
CO2, H2S, H2, dan N2. Fermentasi perombakan CH4 adalah proses mikrobiologis yang
merupakan himpunan proses metabolisme sel. Fermentasi bahan organik dapat terjadi
dalam keadaan aerob maupun anaerob. Sedangkan biogas merupakan hasil proses
fermentasi anaerob. Optimalisasi proses tidak hanya tergantung pada substrat, jasad
pemrosesnya tetapi juga faktor lingkungan yang bersifat biotik maupun abiotik
(Sahidu, 1983).
11

Subtrat Polimer
Protein Karbohidrat Lemak

Fermentative
Hidrolisis
bacteria

Asam amino Asam lemak


Gula

Pembentukan Fermentative
asam Asam organic bacteria
Alkohol

Pembentukan Acetogenic
Asam asetat bacteri

Asam acetat Hidrogen


CO2

Pembentukan Bakteri
metana pembentuk
metana
Metana

Gambar 3. Proses produksi biogas

Penguraian senyawa organik seperti karbohidrat, lemak dan protein yang terdapat dalam limbah
cair organik dengan proses anaerobik akan menghasilkan biogas yang mengandung CH4/ metana
(50-70%), CO2 (25-45%) dan sejumlah kecil nitrogen, hidrogen dan hidrogen sulfida. Reaksi
sederhana penguraian senyawa organik secara anaerob adalah sebagai berikut:
anaerob
Bahan organik CH + CO + H + N + H O
4 2 2 2 2

Mikroorganisme
Penguraian bahan organik dengan proses anaerobik mempunyai reaksi yang
kompleks dan terdiri dari ratusan reaksi yang masing- masing mempunyai
mikroorganisme dan enzim aktif yang berbeda. Penguraian dengan proses anaerobik
secara umum dapat disederhanakan menjadi 3 tahap:
12

Tahap Asidogenik
Tahap Asetogenik
Tahap Metanogenik
Langkah pertama dari tahap pembentukan asam adalah hidrolisa senyawa organik
baik yang terlarut maupun yang tersuspensi dari berat molekul besar (polimer) menjadi
senyawa organik sederhana (monomer) yang dilakukan oleh enzim-enzim ekstraseluler.
Pembentukan asam dari senyawa-senyawa organik sederhana (monomer) dilakukan oleh
bakteri-bakteri penghasil asam yang terdiri dari sub divisi acids/farming bacteria dan
acetogenic bacteria. Tahap kedua, asam propionat dan butirat diuraikan oleh acetogenic
bacteria menjadi asam asetat. Tahap ketiga adalah pembentukan metana yang dilakukan
oleh bakteri penghasil metana yang terdiri dari sub divisi acetocalstic methane bacteria
yang menguraikan asam asetat menjadi metana dan karbon dioksida. Karbon dioksida
dan hidrogen yang terbentuk dari reaksi penguraian di atas, disintesa oleh bakteri
pembentuk metana menjadi metana dan air.
Proses pembentukan asam dan gas metana dari suatu senyawa organik sederhana
melibatkan banyak reaksi percabangan. Mosey (1983) yang menggunakan glukosa
sebagai sampel untuk menjelaskan bagaimana peranan keempat kelompok bekteri
tersebut menguraikan senyawa ini menjadi gas metana dan karbon dioksida sebagai
berikut:
1. Acid forming bacteria menguraikan senyawa glukosa menjadi :
a. C H O + 2H O 2CH COOH + 2CO + 4H
6 12 6 2 3 2 2

(as. asetat)
b. C H O CH CH CH COOH + 2CO + 2H
6 12 6 3 2 2 2 2

(as. butirat)
c.C H O +2H 2CH CH COOH + 2H O
6 12 6 2 3 2 2

(as. propionat)
2. Acetogenic bacteria menguraikan asam propionat dan asam butirat menjadi :
a. CH CH COOH CH COOH + CO + 3H
3 2 3 2 2

(as. asetat)
13

b. CH CH CH COOH 2CH COOH + 2H


3 2 2 3 2

(as. asetat)
3. Acetoclastic methane menguraikan asam asetat menjadi :
a. CH COOH CH + CO
3 4 2

(metana)
4. Methane bacteria mensintesa hidrogen dan karbondioksida menjadi :
a. 2H + CO CH + 2H O
2 2 4 2

(metana)
Lingkungan besar pengaruhnya pada laju pertumbuhan mikroorganisme baik pada
proses aerobik maupun anaerobik. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses anaerobik
terdiri dari faktor biotik dan abiotik. Faktor abiotik antara lain: temperatur, pH, rasio C/N
dan pengenceran bahan isian, pengadukan; sedangkan faktor biotik diantaranya adalah
konsentrasi substrat dan cairan pemula (starter).

2.3.1. Suhu
Gas dapat dihasilkan jika suhu antara 4 - 60C dan suhu dijaga konstan. Bakteri
akan menghasilkan enzim yang lebih banyak pada suhu optimum. Semakin tinggi suhu
reaksi juga akan semakin cepat tetapi bakteri akan semakin berkurang.
Tabel 5. Pengaruh temperatur terhadap daya tahan hidup bakteri
Jenis Bakteri Rentang Suhu (0C) Suhu Optimum(0C)
a. Cryophilic 2 30 12 - 18
b. Mesophilic 20 45 30 - 40
c. Thermophilic 45 - 75 55 - 65

Proses pembentukan metana bekerja pada rentang suhu optimum 30-40C, tapi dapat
juga terjadi pada suhu rendah, 4C. Untuk temperatur di bawah jangkauan optimim, maka
laju digestasi turun sekitar 11% untuk setiap penurunan suhu 10C; yang ditunjukkan
dengan rumus Arrhenius berikut ( Henzen and Harremoes, 1983):

rt = r30 (1.11) ( t 30 ) . 1)
keterangan : rt = laju digestasi pada suhu ,t0 C; r30 = laju digestasi pada t = 300 C.
14

Laju produksi gas akan naik 100-400% untuk setiap kenaikan suhu 12C pada rentang
suhu 4 - 65C. Mikroorganisme yang berjenis thermophilic lebih sensitif terhadap
perubahan suhu daripada jenis mesophilic. Pada suhu 38C, jenis mesophilic dapat
bertahan pada perubahan suhu 2,8C. Untuk jenis thermophilic pada suhu 49C,
mikroba dapat bertahan pada perubahan suhu 0,8C, sedangkan pada suhu 52C,
mikroba dapat bertahan pada perubahan suhu 0,3C.

2.3.2. Keasaman (pH)


Pertumbuhan mikroba dalam fermentor sangat dipengaruhi oleh perubahan pH.
Bakteri penghasil metana sangat sensitif terhadap perubahan pH. Rentang pH optimum
untuk jenis bakteri penghasil metana antara 6,4 - 7,4. Bakteri yang tidak menghasilkan
metana tidak begitu sensitif terhadap perubahan pH, dan dapat bekerja pada pH 5 - 8,5.
Karena proses anaerobik terdiri dari tiga tahap yaitu tahap pambentukan asam dan tahap
pembentukan metana, maka pengaturan pH awal proses sangat penting. Tahap
pembentukan asam akan menurunkan pH awal. Jika penurunan ini cukup besar akan
dapat menghambat aktivitas mikroorganisme penghasil metana. Menurut Buren (1979),
kestabilan pH fermentasi dapat dijaga dengan menggunakan kapasitas penyangga (buffer
capacity). Menurut FAO ( 1997), untuk kestabilan pH dapat digunakan larutan kapur
(CaCO3) yang dicampurkan dalam bioreaktor/ digester.

2.3.3. Rasio C / N
Menurut Fry (1974), perbandingan C/N dari bahan organik sangat menentukan
aktivitas mikroba dan produksi biogas. Kebutuhan unsur karbon dapat dipenuhi dari
karbohidrat, lemak dan asam-asam organik. Sedangkan kebutuhan nitrogen dipenuhi dari
protein, amoniak dan nitrat. Perbandingan C/N (C/N Rasio) substrat akan berpengaruh
pada pertumbuhan mikroorganisme. Untuk pertumbuhan dan perkembangannya,mikroba
memerlukan unsur makro seperti karbon, nitrogen, fosfor, sulfur dan lainnya; serta unsur
mikro seperti natrium, kalsium, magnesium, cobalt, zinkum, besi dan lain-lain. Menurut
Yani dan Darwis (1990 ), mikroba yang berperan dalam proses fermentasi anaerob
membutuhkan nutrisi berupa sumber karbon dan sumber nitrogen.
15

Jika dalam substrat hanya terdapat sedikit nitrogen, maka bakteri tidak akan dapat
memproduksi enzim yang dibutuhkan untuk mensintesa senyawa (substrat) yang
mengandung karbon. Sebaliknya apabila terlalu banyak nitrogen, akan menghambat
pertumbuhan bakteri, dalam hal ini terutama bahan yang kandungan amonianya sangat
tinggi. Oleh karena itu, kesetimbangan karbon dan nitrogen dalam bahan yang digunakan
sebagai substrat perlu mendapat perhatian. Perbandingan C/N untuk masing-masing
bahan organik akan mempengaruhi komposisi biogas yang dihasilkan. Perbandingan C/N
yang terlalu rendah akan menghasilkan biogas dengan kandungan CH4 rendah dan kadar
CO2 tinggi, H2 rendah dan N2 tinggi. Sedangkan perbandingan C/N yang terlalu tinggi
akan menghasilkan biogas dengan kandungan CH4 rendah dan kadar CO2 tinggi, H2
tinggi dan N2 rendah. Berdasarkan beberapa informasi yang diperoleh, menunjukkan
bahwa agar pertumbuhan bakteri anaerob dapat optimal, diperlukan rasio optimum C : N
berkisar antara 20:1 sampai 30:1. Pada Tabel 6 ditunjukkan beberapa jenis substrat
dengan kandungan nisbah C dan N.
Tabel 6. Beberapa jenis substrat dengan kandungan nisbah C dan N (Hadiwiyoto, 1983)
Substrat N (% Bobot Kering) C/N
Kotoran Sapi 1,7 18
Kotoran Babi 3,8 6,1
Kotoran Ayam 6,3 7,3
Sampah 3,6 12
Ampas Tebu 0,3 150
Jerami Gandum 1,1 40
Limbah Nanas 0,95 55

Menurut Fry dan Merill (1973) nilai C/N rasio campuran dari dua bahan baku yang
berbeda dapat dihitung menggunakan rumus berikut :

SC1 + SC 2
(C / N ) m = 2)
SN1 + SN 2

(C / N )1 + N1 X 1 + (C / N ) 2 N 2 X 2
=
N1 X 1 + N 2 X 2
16

keterangan :
(C/N)m = C/N rasio campuran
SC1 = Jumlah Karbon dalam bahan 1
SC2 = Jumlah Karbon dalam bahan 2
SN1 = Jumlah Nitrogen dalam bahan 1
SN2 = Jumlah Nitrogen dalam bahan 2
(C/N)1 = Rasio bahan 1
(C/N)2 = Rasio bahan 2
N1 = Kandungan Nitrogen (% bk) bahan 1
N2 = Kandungan Nitrogen (% bk) bahan 2
X1 = Jumlah bahan 1 (kg)
X2 = Jumlah bahan 2 (kg)

2.3.4. Jenis Bakteri


Pada proses pembentukan biogas, bakteri memegang peranan penting. Menurut
Hadiwiyoto (1983), jenis bakteri yang sangat berpengaruh dalam proses pembentukan
biogas adalah bakteri-bakteri pembentuk asam antara lain: pseudomonas, flavobacterium,
alcaligenes, escherichia dan aerobacter dan bakteri-bakteri pembentuk metan
diantaranya: Methanobacterium, Methanosarcina, dan Methanococcus. Pada suasana
anaerob, bakteri pembentuk asam akan aktif merombak substansi polimer kompleks,
yaitu protein, karbohidrat dan lemak menjadi asam-asam organik sederhana, yaitu asam
butirat, propionat, laktat, asetat dan alkohol. Golongan bakteri ini bersifat fakultatif
aerob. Tahap perombakan bahan organik menjadi asam-asam organik ini merupakan
tahap pertama dalam pembentukan biogas, dan disebut tahap asidogenik. Pada tahap
pembentukan biogas,bakteri-bakteri metan berperan aktif merombak asam asetat menjadi
gas metan (CH4) dan karbondioksida (CO2).

2.3.5. Pengenceran Bahan Isian


Aktivitas normal mikroba methan membutuhkan kandungan air sekitar 90 % dan
8 10 % kandungan kering bahan isian untuk fermentasi. Fermentasi anaerobik pada
bahan organik paling baik berlangsung dengan bahan isian yang mengandung 7 9 %
17

bahan kering. Pengenceran dengan air dilakukan untuk mendapatkan bahan isian dengan
kandungan bahan kering sebesar 7 9 %. Menurut Harahap (1980) untuk memperoleh
produksi biogas yang optimum, digunakan perbandingan 1 : 1 sampai 1 : 1,5 pada
kotoran ayam dan air; sedangkan untuk kotoran sapi dan air digunakan perbandingan
sebesar 1 : 1.

2.3.6. Pengadukan
Bahan baku isian yang sukar dicerna akan membentuk scum atau lapisan kerak
pada permukaan cairan atau permukaan bioreaktor yang dapat menghambat laju
produksi biogas. Lapisan tersebut dapat dihancurkan dengan mengaduk isian tersebut
ddengan alat pengaduk.

2.3.7. Loading
Ini ditunjukkan sebagai loading organik dan loading hidraulik atau waktu retensi/
tinggal (HRT = hydraulic retention time). Loading organik adalah massa materi organik
influen per satuan waktu, sedangkan loading organik spesifik adalah massa materi
organik influen per satuan waktu per satuan volume reaktor (Van Haandel, 1992).
lo = Lo/ Vr = ( Qi. Sti ) / Vr = Sti / HRT 3)
keterangan :
lo = loading organik spesifik
Lo = loading organik
Vr = volume reaktor
Qi. = laju aliran influen
Sti = konsentrasi materi organik influen
HRT = waktu retensi hidraulik.
Loading hidraulik spesifik adalah perbandingan laju aliran influen dengan volume
reaktor, sehingga merupakan kebalikan dari waktu retensi hidraulik.
lh = Lh / Vr = Qi / Vr = 1/ HRT . 4)
18
18

III. METODOLOGI

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian


Sampel bagase (ampas) tebu diperoleh pabrik gula PT.Rajawali II Subang dan
sampel limbah nanas diperoleh dari pabrik pengolahan makanan PT Marizafood, Serang.
Kotoran sapi yang digunakan sebagai inokulum diperoleh dari peternak sapi di Depok.
Waktu penelitian berlangsung selama bulan Juni - November 2009. Penelitian
pendahuluan berupa fermentasi semi-aerob (pengkomposan) dilakukan sejak bulan Juni
Agustus 2009. Penelitian proses fermentasi anaerobik dari bagase tebu dan limbah nanas
untuk menghasilkan biogas dan analisa sampel dilakukan di Laboratorium Kelompok
Lingkungan, Bidang Kebumian dan Lingkungan, Pusat Aplikasi dan Teknologi Isotop
dan Radiasi, PATIR BATAN, Pasar Jumat, Jakarta.

3.2. Bahan dan Alat


Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah bagase (ampas) tebu,
limbah nanas dan kotoran sapi. Bahan-bahan tersebut diambil dalam keadaan segar
(berumur satu sampai tiga hari). Air juga digunakan sebagai campuran bahan isian yang
merupakan penyangga proses terbentuknya biogas. Bahan kimia yang digunakan adalah
aktivator sebagai starter agar fermentasi anaerobik berlangsung baik. Bahan lain yang
digunakan antara lain: NaOH, Fe2SO4, Fe(NH4)2(SO4), K2Cr2O7, H2SO4, indikator
ferroin, diphenilamin, indikator PP, makromineral dan aquades.
Alat utama yang digunakan dalam penelitian adalah tangki bioreaktor volume 20
L, digester 300 L, Multi-gas monitor Drager X-am 3000, termometer, pHmeter-765
Calimatic, tanur, oven, timbangan analitik, kantung plastik dan alat-alat yang diperlukan
untuk analisa seperti : buret, desikator, labu takar, gelas piala, pipet, cawan porselin dan
lain-lain.

3.3. Rancangan Penelitian


Tahap penelitian dilaksanakan dalam dua tahap, yakni percobaan dalam skala
laboratorium dengan sistem batch dan percobaan utama dengan sistem kontinyu. Pada
tahap awal dilakukan analisa bahan baku yang digunakan dalam penelitian. Pada
19

percobaan pendahuluan dilakukan pengkomposan/ fermentasi semi-aerob bahan baku


substrat. Hal ini bertujuan untuk mempercepat masa inkubasi dari aktivitas bakteri.
Masing-masing tahapan dirancang untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

3.3.1. Percobaan Pendahuluan


3.3.1.1. Analisa Karakteristik Bahan Baku
Analisa bahan baku bertujuan untuk mengetahui sifat awal bahan baku, yakni
karakteristik bagase tebu dan limbah nanas. Analisa yang dilakukan mencakup kadar air,
kadar abu, TS, VS, suhu, pH dan C/N rasio awal bahan. Bahan baku yang digunakan
berupa bagase tebu dan limbah nanas dipotong menjadi berukuran 1-3 cm, agar dapat
mempercepat proses pendegradasian. Menurut Sulaeman (2007), bahan yang lebih kecil
akan lebih cepat didekomposisi daripada bahan yang berukuran lebih besar, karena
memudahkan mikroba dalam mendegradasinya.
3.3.1.2. Variabel Penelitian
Analisa bahan baku yang dilakukan adalah analisa kadar air, analisa kadar C dan
kadar N untuk mengetahui nilai C/N rasio awal bahan. Pada Gambar 4 dideskripsikan
tahapan analisa bahan baku.
Dengan mengacu pada metode APHA (1998) dilakukan analisa yang meliputi :

Bahan baku

Pemotongan

Analisa:
kadar air,abu,TS,VS
C/N rasio,VFA,COD

Bahan baku siap untuk


dikomposkan

Gambar 4. Tahap analisa bahan baku


20

3.3.1.3. Analisa Laboratorium


1. Analisa Kadar Air
Cawan aluminium dipanaskan pada suhu 105 0C, didinginkan dalam desikator dan
ditimbang. Sampel 2 gram ditimbang dan dipanaskan dalam oven pada suhu 105 0C
selama 1 jam, kemudian didinginkan dalam desikator sebelum ditimbang. Pemanasan
diulang sampai diperoleh berat konstan. Sisa sampel dihitung sebagai total padatan dan
pengurangan berat menunjukkan banyaknya air dalam bahan.
A B
Kadar Air = x 100% .................................................................. 5)
A
A : berat sampel awal
B : berat sampel akhir

2. Analisa Kandungan Karbon


Kadar karbon dihitung berdasarkan kadar abu. Penentuan kadar abu didasarkan
menimbang sisa mineral sebagai hasil pembakaran bahan organik pada suhu sekitar
5500C. Cawan porselin dikeringkan di dalam oven selama satu jam pada suhu 105 0C,
lalu didinginkan selama 30 menit di dalam desikator dan ditimbang hingga didapatkan
berat tetap (A). Sampel seberat 2 gram (B) ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan
porselin dan dipijarkan di atas nyala api bunsen hingga tidak berasap lagi. Setelah itu
dimasukkan ke dalam tanur listrik (furnace) dengan suhu 650 0C selama 12 jam.
Selanjutnya cawan didinginkan selama 30 menit pada desikator, kemudian ditimbang
hingga didapatkan berat tetap (C)
( A + B) C
Kadar Abu = ................................................................ 6)
B
Kadar C (%) = 100% - Kadar Abu (%) .............................................. 7)

3. Analisa Kandungan Nitrogen dengan Metode Kjeldahl.


Sampel seberat 0,25 gam dimasukkan ke dalam labu kjeldahl dan ditambahkan H2SO4
pekat 2,5 ml dan 0,25 gram selen. Larutan tersebut kemudian didetruksi hingga jernih.
Ke dalam larutan detruksi dingin tersebut ditambahkan NaOH 40% 15 ml. Di lain
pihak, disiapkan larutan penampung dalam erlenmeyer 125 ml yang terdiri dari 19 ml
H3BO3 4 % dan BCG-MR 2 3 tetes. Setelah itu, larutan sampel dimasukkan ke dalam
21

labu destilasi. Apabila tidak terbentuk lagi gelembung-gelembung yang keluar pada
larutan penampung, maka destilasi dihentikan. Hasil destilasi kemudian dititrasi dengan
HCl 0,01 N.
(ml titrasi sampel ml titrasi blanko) NHCl 14 100
N (%) = .................. 8)
ml sampel

3.3.2. Penelitian Skala Laboratorium Fase I


3.3.2.1. Fermentasi Semi-Aerob (Composting)
Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan substrat yang sudah mengandung asam.
Asam merupakan salah satu makanan bagi bakteri anaerob, sehingga dapat
mempersingkat proses anaerob. Hal ini tentunya dapat mempercepat substrat dalam
memproduksi biogas. Metode yang digunakan adalah fermentasi semi-aerob/
pengomposan. Fermentasi ini dilakukan dalam kantung plastik 60 kg dengan memotong-
motong bagase tebu dan limbah nanas menjadi ukuran kecil (1-3 cm) dan ditambahkan
aktivator dengan ukuran 1:1000 (w/w). Penambahan aktivator dimaksudkan sebagai
sumber inokulum untuk menambah populasi mikroba yang mempercepat proses
pendegradasian bahan organik dalam substrat. Kemudian dilakukan penambahan air,
sehingga kadar air dalam substrat menjadi 90% agar aktivitas mikroba berlangsung
optimal. Pengomposan pada bagase tebu seberat 120 kg dengan menambahkan 667 mL
EM4 dan dicampurkan dalam 667 mL molase serta ditambahkan 45 L air. Sedangkan
pengomposan pada bagase tebu seberat 120 kg menggunakan Acticomp dengan
campuran 60 gr T-Acticomp + 60 gr PL-Acticomp dan ditambahkan 60 L air.
Pengomposan limbah nanas menggunakan EM4 dan Acticomp dilakukan dengan ukuran
yang sama, hanya penambahan air diberikan setengah dari yang dilakukan dalam
pengomposan bagase tebu. Pengomposan bagase tebu dilakukan selama 48 hari dan
pengomposan limbah nanas dilakukan selama 30 hari , masing-masing dilakukan aerasi
menggunakan aerator.
22

3.3.2.2. Variabel Penelitian


Analisa yang dilakukan mencakup analisa kadar C dan kadar N untuk mengetahui
C/N rasio substrat; total solid (TS); volatile solid (VS); volatile fatty acid (VFA);
chemical oxygen demand (COD); dan derajat keasaman (pH). Skema fase I ditunjukkan
pada Gambar 5.

Gambar 5. Tahap Fermentasi semi-aerob/ composting

3.3.2.3. Analisa Laboratorium


Dengan mengacu pada metode APHA (1998) meliputi :
1. Pengukuran pH
Sampel organik dalam bejana yang telah diencerkan dengan air 1 : 1 (w : v) diaduk
selama 5 menit dan ditentukan nilai pH dengan menggunakan pH meter.
2. Analisa Padatan Total (TS).
Mula-mula disiapkan cawan pengabuan bersih dan telah dikeringkan dalam oven pada
suhu 105 0C selama satu jam. Pada cawan tersebut dimasukkan 25 30 gram sampel,
kemudian ditimbang (W1). Cawannya sendiri ditimbang sebagai W0. Sampel di dalam
23

cawan diuapkan di dalam oven pada suhu 105 0C selama satu jam atau sampai
bobotnya tetap. Selanjutnya didinginkan di dalam desikator dan ditimbang (W2).
(W2 W0 )
Padatan Total = x 100% ............................................ 9)
(W1 W0 )
3. Analisa Padatan Menguap (VS).
Sampel di dalam cawan yang telah dikeringkan selanjutnya diabukan di dalam tanur
pada suhu 550 0C selama 200 menit atau sampai semua padatan menjadi abu yang
berwarna putih. Selanjutnya, abu di dalam cawan didinginkan di dalam desikator
sampai suhu mencapai suhu ruang dan selanjutnya ditimbang sebagai W3.
(W2 W3 )
VS = x 100% ........................................................... 10)
(W1 W3 )
4. Analisa COD.
Sampel sebanyak 5 ml yang telah diencerkan dengan air suling dimasukkan ke dalam
erlenmeyer dan ditambahkan 10 ml K2Cr2O7 0,025 N dan 10 ml H2SO4 pekat. Setelah
campuran dingin dititrasi dengan larutan Fe(NH4)2SO4 0,025 N dengan indikator
ferroin. Titrasi dihentikan setelah terjadi perubahan dari biru kehijauan menjadi
merah anggur. Volume Fe(NH4)2SO4 0,025 N yang digunakan untuk titrasi dicatat
(a). Dengan prosedur yang sama dilakukan terhadap blanko air suling. Volume
Fe(NH4)2SO4 0,025 N yang digunakan dicatat (b).
(b a ) 0,025 8000
COD (mg/L) = x Faktor Pengenceran ................ 11)
ml sampel

5. Analisa VFA
Sampel sebanyak 5 ml ditambah dengan 1 ml H2SO4 15%, kemudian disentrifuse
dengan menggunakan alat sentrifugasi selama 10 menit. Kemudian dimasukkan 2 ml
supernatan yang terbentuk de dalam labu destilasi. Supernatan tersebut didestilasi
hingga membentuk destilat sebanyak 50 ml pada gelas erlenmeyer. Hasil destilat ini
segera dititrasi dengan NaOH 0,1 N dengan menggunakan indikator phenolphthalein.
VFA (mg/L) = ml NaOH x N x 6/2 x 100/5 ........................................... 12)
keterangan :
N : Normalitas NaOH.
24

3.3.3. Penelitian Skala Laboratorium Fase II


3.3.3.1.Fermentasi Anaerobik Sistem Batch
Tahap ini bertujuan untuk mengoptimalkan produksi biogas dan untuk
mengetahui parameter proses terhadap laju produksi biogas. Metode yang digunakan
adalah fermentasi anaerob. Substrat yang dihasilkan dari percobaan fase I menjadi umpan
reaktor/digester anaerob dengan volume 20 L dengan menambahkan kotoran kotoran sapi
sebagai sumber inokulum. Substrat hasil fermentasi semi-aerob merupakan bahan organik
yang digunakan sebagai sumber karbon, sedangkan kotoran sapi merupakan sumber
nitrogen. Pada skala laboratorium dengan sistem batch dilakukan perlakuan berikut :
Tabel 7. Rancangan percobaan skala laboratorium dengan sistem batch.
Perlakuan C/N Komposisi Berat Basah (kg)
rasio
Bgs. Tebu Lbh.Nanas Kotoran Sapi Berat Total
Bgs.Tebu(Bg-25) 25 1 - 8 9
Bgs.Tebu(Bg-30) 30 1,6 - 7,4 9
Bgs.Tebu(Bg-35) 35 2,3 - 6,7 9
Lbh.Nanas(Ns-25) 25 - 5 4 9
Lbh.Nanas(Ns-30) 30 - 2,8 6,2 9
Lbh.Nanas(Ns-35) 35 - 1,1 7,9 9
Campuran(BNs-25) 25 3,2 3,3 2,5 9
Campuran(BNs-30) 30 2,4 2,3 4,3 9
Campuran(BNs-35) 35 1,2 1 6,8 9
Kontrol(Co) 65 9 - - 9
Pada Gambar 6 ditunjukkan rangkaian yang digunakan dalam penelitian skala
laboratorium dengan sistem batch.

Gambar 6. Rangkaian penelitian laboratorium dengan bioreaktor sistem batch.


25

3.3.3.2. Variabel Penelitian


Analisa yang dilakukan meliputi TS(Total Solid), VS (Volatile Solid), VFA
( Volatile Fatty Acid), COD (Chemical Oxygen Demand) dan pengukuran produksi
biogas serta komposisi gas yang terbentuk. Pengukuran suhu dan pH dilakukan setiap
harinya. Pengadukan dilakukan setiap hari selama 30 menit. Pada Gambar 7
ditunjukkan tahapan fermentasi anaerob sistem batch dalam memproduksi gas.

Substrat
Analisis:
TS, VS, VFA, COD
suhu dan pH

Campuran substrat
dan kotoran sapi

Fermentasi anaerob:
1.Substrat (Bg, Ns, BNs)
2. C/N rasio : 25, 30 dan 35

Biogas - Volume gas


- Komposisi

Gambar 7. Tahapan fermentasi anaerob sistem batch

3.3.4. Penelitian Skala Semi-Kontinyu


3.3.4.1. Fermentasi anaerob pada bioreaktor 300 L
Komposisi substrat optimal dari percobaan sistem batch pada skala laboratorium,
digunakan sebagai acuan dalam percobaan sistem kontinyu. Pada fase I dan fase II dalam
percobaan semi-kontinyu sama dengan yang dilakukan dalam sistem batch. Dalam fase I
dilakukan pembuatan substrat dalam skala semi-lapang selama 20 30 hari. Tahap awal
pada fase II dilakukan ekualisasi 1 : 1 (w/v) antara kotoran sapi (20 % berat basah) dan
air, kemudian dicampurkan substrat yang telah difermentasi secara anaerobik. Proses
fermentasi anaerobik berlanjut hingga terbentuknya biogas. Ini digunakan sebagai
kontrol, sebelum dilakukan penambahan umpan menggunakan substrat. Pengukuran
26

produksi biogas dilakukan hingga terjadi keadaan tunak, dimana laju produksi biogas
mulai menurun. Waktu menurunnya produksi biogas tersebut menunjukkan waktu retensi
pada bioreaktor volume 300 L. Waktu retensi menentukan besarnya loading atau umpan
yang diberikan secara kontinyu pada digester untuk mengetahui laju produksi biogas.

3.3.4.2. Rancangan Reaktor


Rancangan reaktor/biodigester yang digunakan dalam skala semi-lapang dengan
sistem kontinyu adalah digester tipe UASB (Up-flow Anaerobic Sludge Blanket) yang
terbuat dari tandon air polietilen dengan volume 300 L. Digester atau reaktor anaerobik
dibedakan atas dasar karakteristik sludge teraktivasi yang digunakan. Ini ditentukan
dengan proses pertumbuhan mikroba dalam sludge tersebut, yakni pertumbuhan
tersuspensi (suspended growth) dan pertumbuhan yang menempel pada media inert
(attached growth) dan gabungan kedua pertumbuhan tersebut. Reaktor jenis UASB (Up-
flow Anaerobic Sludge Blanket) merupakan jenis reaktor attached growth yang memiliki
alat pemisah fase (phase separator), yang digunakan untuk pengolahan limbah dengan
kandungan organik tinggi dan kandungan padatan yang mudah didegradasi, seperti
limbah organik perkotaan.
Biodigester terdiri dari komponen-komponen utama sebagai berikut:
1. Saluran masuk Slurry (kotoran segar) - Saluran ini digunakan untuk memasukkan
slurry (campuran kotoran ternak/ substrat dan air) ke dalam reaktor utama.
Pencampuran ini berfungsi untuk memaksimalkan potensi biogas, memudahkan
pengaliran, serta menghindari terbentuknya endapan pada saluran masuk.
2. Saluran keluar residu - Saluran ini digunakan untuk mengeluarkan residu yang
telah difermentasi oleh bakteri. Saluran ini bekerja berdasarkan prinsip
kesetimbangan tekanan hidrostatik. Residu yang keluar pertama kali merupakan
slurry masukan yang pertama setelah waktu retensi. Slurry yang keluar sangat
baik untuk pupuk karena mengandung kadar nutrisi yang tinggi.
3. Sistem pengaduk - Pengadukan mekanis menggunakan stirrer. Pengadukan ini
bertujuan untuk mengurangi pengendapan dan meningkatkan produktifitas
bioreaktor karena kondisi substrat yang seragam.
27

4. Saluran gas - Saluran gas terbuat dari bahan polimer untuk menghindari korosi.
Untuk pembakaran gas pada tungku, pada ujung saluran pipa bisa disambung
dengan pipa baja antikarat.
5. Tangki penyimpan gas - Terdapat dua jenis tangki penyimpan gas, yaitu tangki
bersatu dengan unit reaktor (floating dome) dan terpisah dengan reaktor (fixed
dome). Untuk tangki terpisah, konstruksi dibuat khusus sehingga tidak bocor dan
tekanan yang terdapat dalam tangki seragam, serta dilengkapi H2S Removal untuk
mencegah korosi.

Gambar 8. Rangkaian bioreaktor volume 300 L sistem semi-kontinyu

Pada Gambar 8 ditunjukkan rangkaian bioreaktor UASB volume 300 L yang


digunakan dalam penelitian sistem semi-kontinyu.

3.3.4.3.Variabel Penelitian
Variabel penelitian yang digunakan adalah laju pengumpanan / loading yang
didasarkan pada komposisi substrat yang paling optimal memproduksi biogas dalam
sistem batch. Dalam setiap laju pengumpanan yang diberikan selama 3 hari. Analisa
yang dilakukan meliputi analisa COD, pengukuran produksi biogas serta komposisi gas
yang terbentuk. Pengukuran suhu dan pH dilakukan setiap harinya. Pengadukan
28

dilakukan setiap hari selama 30 menit. Dari hasil perlakuan dapat ditunjukkan pengaruh
laju pengumpanan terhadap parameter proses dan efisiensinya.

3.3.4.4. Rancangan Percobaan


Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan percobaan acak lengkap
(RAL) faktorial dengan dengan dua faktor, yaitu jenis substrat (bagase tebu, limbah nanas
atau campuran) dan rasio C/N (25, 30 dan 35) dengan masing-masing dengan dua
ulangan. Model linier yang digunakan untuk rancangan ini adalah :
Yijk = + i + j + ( ) ij + ijk .............................. 13)

keterangan :
Yijk = nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i faktor B taraf ke-j dan kelompok ke-k

= efek rata-rata yang sebenarnya


i = efek sebenarnya dari taraf ke-i faktor A (jenis substrat)

j = efek sebenarnya dari taraf ke-j faktor B (rasio C/N)

( ) ij = pengaruh interaksi dari faktor A dan faktor B

ijk = pengaruh acak yang menyebar normal.

Uji statistik ANOVA dilakukan dan dilanjutkan dengan uji Duncan jika terdapat
perbedaan yang nyata antar perlakuan.

3.3.4.5. Analisa Kelayakan Ekonomi


Analisis kelayakan ekonomis terhadap produksi biogas dilakukan dengan
membandingkan biaya yang dikeluarkan selama proses perancangan hingga dihasilkan
biogas, dengan harga bahan bakar lainnya. Hal ini dilakukan dengan didasarkan
banyaknya produksi gas yang dihasilkan, dikonversi dengan harga beberapa jenis BBM.
Analisis kelayakan finansial terhadap produksi biogas dilakukan dengan
menggunakan metode analisis biaya manfaat, yang merupakan alat untuk menyusun
kebijakan oleh para pengambil keputusan, sehingga dapat memilih berbagai alternatif
kebijakan yang saling bersaing. Metode ini juga merupakan metode ekonomi
kesejahteraan modern, yang bertujuan untuk memperbaiki efisiensi alokasi sumberdaya
yang ekonomis. Ini didasarkan pada nilai ekonomi masyarakat dengan tolok ukur nilai
29

moneter yang dibatasi pada hal-hal yang diperjualbelikan secara nyata. Metode ini
memiliki beberapa skenario yang akan dianalisis, yaitu :
1. Pendugaan nilai bersih sekarang (Net Present Value): adalah jumlah nilai sekarang
dari manfaat bersih. Kriteria keputusan yang lebih baik adalah nilai NPV yang
positif, dan alternatif yang mem punyai nilai NPV yang tinggi (Kusumastanto,
2000). Secara matematis NPV dapat dituliskan sebagai berikut :
n
Bi Ci
NPV =
i =1 (1 + r ) i
2. Penggunaan rasio manfaat dan biaya (Benefit Cost-Ratio) : nilainya dihitung dengan
mengalikan jumlah satuan dengan harganya, dan apabila produk atau jasa tersebut
tdak dapat dipasarkan maka digunakan metode pendekatan untuk menyatakan nilai
moneternya (Kusumastanto, 2000). Benefit Cost-Ratio adalah jumlah nilai sekarang
dari manfaat dan biaya. Kriteria alternatif yang layak ialah BCR > 1. Secara
matematis BCR dapat ditulis sebagai berikut :
n
BC
BCR =
i =1 (1 + r ) i
3. Menurut Reksohadiprodjo (1999), analisa kerugian- keuntungan secara sosial atau
Present Value (PV) secara matematis dituliskan sebagai :
n
SBi SCi
PV = 1 +
i =1 (1 + r ) i
4. Internal Rate of Return (IRR) menunjukkan tingkat pengembalian modal yang
digunakan dalam pembiayaan suatu teknologi . Kelayakan teknologi dilaksanakan
apabila IRR > discount rate.
5. Pay Back Period (PBP) adalah waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian
seluruh modal yang diinvestasikan.
30

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Penelitian Sistem Batch.
Percobaan pendahuluan berupa composting yang merupakan proses dekomposisi
bahan dengan perlakuan semi-aerob dilakukan sebelum penelitian skala 20 L dalam
sistem batch dan skala 300 L dengan sistem semi-kontinyu. Tujuan utama dari perlakuan
ini adalah agar bahan terdegradasi dengan cepat sehingga mendapatkan substrat yang
mampu mempercepat proses produksi biogas. Dari percobaan pendahuluan diperoleh
beberapa hasil diantaranya karakteristik bahan substrat yang terdiri dari bagase tebu, kulit
nanas serta campuran bagase tebu dan kulit nanas dengan perlakuan semi-aerob.
Penelitian dengan sistem batch bertujuan untuk mengetahui pengaruh parameter proses
terhadap laju produksi biogas, total produksi biogas dari masing-masing perlakuan serta
persentase efisiensi penurunan bahan pencemar organik dalam bagase tebu dan kulit
nanas. Sedang penelitian dengan sistem semi-kontinyu ditujukan untuk mengetahui
pengaruh laju pengumpanan terhadap kondisi optimal produksi biogas.

4.1.1. Karakteristik Bahan Baku (Substrat)


Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini yaitu limbah.bagase tebu dan
limbah nanas. Analisis awal bahan meliputi parameter kadar abu, C/N, pH, temperatur,
total solid (TS), volatile solid (VS) dan volatile fatty acid (VFA).
Analisis kadar air dilakukan untuk mengetahui jumlah air yang terkandung
dalam bahan baku. Kadar air sangat mempengaruhi dekomposisi bahan organik .
Mikroorganisme dapat bekerja dengan baik, bila kadar airnya berkisar antara 40 60%.
Kadar air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pengurangan jumlah udara yang
bersirkulasi, sehingga menciptakan kondisi anaerob. Sedangkan kadar air yang terlalu
rendah dapat menyebabkan mikroorganisme tidak berkembang atau mati, sehingga proses
dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme tidak optimal. Hasil analisa
menunjukkan kadar air bagase tebu sebesar 44,76% dan limbah nanas sebesar 93,63%.
Price dan Cheremisinoff (1981) menyatakan bahwa peningkatan kadar air substrat dari
36% menjadi 99% dapat meningkatkan produksi biogas sampai 67%, namun kadar air
yang terlalu tinggi dapat menghambat aktivitas bakteri metanogenik. Hal ini disebabkan
31

karena penambahan air akan meningkatkan oksigen yang bersifat racun bagi bakteri
anaerob. Sebaliknya bila kadar air yang terlalu rendah akan mengakibatkan terjadinya
akumulasi asam asetat yang bersifat menghambat.
Nilai rasio C/N bahan organik merupakan faktor penting dalam pengomposan.
Hal ini berkaitan dengan aktivitas mikroorganisme yang membutuhkan sumber karbon
sebagai penyedia energi dan nitrogen sebagai zat pembangun sel mikroorganisme. Rasio
C/ N merupakan salah satu kriteria yang digunakan dalam menentukan tingkat
kematangan dan kualitas kompos. Rasio C/N yang ideal adalah 20 40 (CPIS, 1992).
Dalam proses pengomposan kandungan karbon organik akan berkurang karena
terdekomposisi menjadi CO2, uap air dan panas, sedangkan nitrogen organik relatif tetap.
Oleh karenanya analisis yang digunakan adalah karbon organik dan nitrogen organik atau
Total Kjeidahl Nitrogen (TKN). Nilai N total kompos semakin meningkat seiring dengan
waktu pengomposan dibandingkan dengan C. Hal ini disebabkan unsur N cenderung
tertahan dalam tumpukan kompos dan selama proses dekomposisi unsur N yang hilang
hanya 5 %, sedangkan unsur C yang hilang sebanyak 50% (Alexander, 1977). Analisis
kadar C dan TKN bertujuan untuk mengetahui kandungan karbon dan nitrogen organik
dalam bahan sehingga dapat menjadi dasar acuan akan kebutuhan kedua unsur tersebut
yang tersedia. Kedua unsur tersebut nantinya dapat dimanfaatkan oleh mikroba untuk
menghasilkan produk akhir yang berupa gas metan (CH4).
Suhu merupakan faktor penting yang menunjukkan terjadinya proses dekomposisi
bahan organik menjadi kompos. Suhu optimum proses pengomposan berkisar antara
350C 550 C karena pada suhu tersebut aktivitas mikrorganisme berjalan dengan baik
(Haug, 1980). Hasil yang diperoleh menunjukkan suhu meningkat mencapai 48,80 C dan
suhu terendah mencapai 31,60 C. Hal ini disebabkan pada proses pengomposan
kandungan O2 dalam bahan sangat rendah (< 5%) dan kandungan CO2 tinggi (> 20%).
Dengan aerasi , dapat menambah kandungan O2 dan mengurangi CO2. Kondisi ini akan
meningkatkan kegiatan mikroorganisme sehingga suhu meningkat dan CO2 kembali akan
meningkat. Dalam prosesnya akan terjadi difusi dengan udara, suplai O2 tidak berjalan
dengan lancar sehingga tejadi pengurangan O2 jika bahan organik yang mudah
didegradasi cepat habis, kegiatan mikroba akan berkurang. Hal ini ditunjukkan dengan
berkurangnya produksi CO2 dan meningkatnya kandungan O2 serta menurunnya suhu.
32

Pada umumnya dalam tumpukan kompos mempunyai nilai pH awal berkisar 6 7


(Gaur, 1983). Nilai pH yang cenderung menurun pada awal proses pengomposan
menunjukkan telah terbentuknya asam-asam organik yang merupakan asam-asam yang
lemah seperti asam laktat, butirat, propionat, asam asetat dan asam lemah lainnya. Sedang
peningkatan nilai pH pada saat proses pengomposan disebabkan oleh perubahan asam-
asam organik CO2 dan sumbangan kation-kation basa hasil mineralisasi bahan organik.
Pada proses pengomposan kondisi basa disebabkan adanya perubahan nitrogen dan asam
lemah menjadi amoniak. Pengomposan aerob biasanya dalam kondisi basa, sedangkan
pengomposan anaerob berada dalam kondisi asam (Harada, 1993). Pertumbuhan mikroba
dapat terjadi secara optimal pada pH 6 8. Pengontrolan pH dilakukan untuk mencegah
keasaman tinggi yang menyebabkan kenaikan konsumsi oksigen.
Total Solid (TS) ialah padatan yang terkandung dalam bahan, dan merupakan
salah satu faktor yang dapat menunjukkan terjadinya proses dekomposisi padatan yang
akan dirombak pada saat terjadi degradasi bahan. Sedangkan Volatile Solid (VS)
merupakan jumlah padatan dalam bahan yang menguap pada pembakaran di atas suhu
550 oC. Total padatan menguap sering disebut juga sebagai padatan organik total.
Parameter lainnya yang terkait dengan TS dan VS adalah nilai kadar abu. Kadar abu
merupakan parameter yang diperlukan untuk menentukan kadar karbon total (AOAC,
1984). Besar kadar abu bagase yang digunakan sebesar 7,89 % tidak jauh berbeda dengan
yang diperoleh Harjo et al (1989) sebesar 8,8 %. Menurut Osman (2006) nilai TS bagase
tebu yang digunakan sebagai substrat biogas dapat mencapai 94,67%, nilai VS mencapai
93,77% dan kadar abu 6,23%. Nilai ini bergantung pada jenis tebu yang digunakan.
Volatile Fatty Acid (VFA) merupakan parameter penting lainnya dalam proses
dekomposisi anaerob. VFA adalah senyawa lemak yang telah dipecah menjadi asam
lemak yang lebih sederhana oleh enzim lipase yang disekresi oleh mikroba. Dalam
proses semi aerob pada tahap hidrolisis, padatan organik yang digunakan akan dipecah
oleh enzim eksternal yang dihasilkan oleh bakteri yang ada serta dilarutkan dalam air
yang terdapat di sekelilingnya. Tahapan ini sulit untuk diamati dan merupakan tahap
pembentukan asam, karena sejumlah molekul akan diserap tanpa pemecahan lebih lanjut
dan dapat didegradasi secara internal. Pada tahap hidrolisis dan asidogenesis akan
terbentuk sejumlah asam, sehingga VFA akan mengalami kenaikan. Asam yang terbentuk
33

diantaranya asam laktat, asam asetat, asam propionat dan asam butirat. Asam asetat
merupakan senyawa organik yang akan diuraikan oleh acetocalstic methane bacteria
menjadi metana dan karbon dioksida.
Dekomposisi bahan organik berlangsung dalam lingkungan yang bervariasi dari
kondisi aerobik ke anaerobik dan dari bakteri yang mampu tumbuh optimal pada
temperatur mesofilik ke temperatur termofilik. Proses ini bergantung pada
mikroorganisme yang terlibat, aerasi dan tingat kelembaban lingkungan serta
karakteristik dari bahan yang dikomposkan. Kondisi aerobik dan termofilik lebih
diinginkan karena laju dekomposisi bahan organik lebih cepat dan sempurna (Gaur,
1981). Menurut Ros dan Zupancic (2004), keuntungan lain yang didapatkan dari proses
aerobik adalah pendegradasian senyawa organik makro yang terdapat pada substrat akan
lebih tinggi apabila dibandingkan dengan proses anaerobik, sehingga produk yang
dihasilkan akan lebih optimal.
Perlakuan pendekomposisian secara semi-aerobik yang dilakukan dalam
penelitian ini, yaitu dengan aerasi dan penambahan bakteri EM4 yang bertujuan untuk
mempersingkat fase adaptasi atau lag phase dari mikroorganisme pada saat permulaan
proses dekomposisi, sehingga mempercepat pendegradasian. Selain itu, penambahan
EM4 juga digunakan untuk mengantisipasi keterbatasan jenis mikroba alami dan ketidak
mampuan mikroba alami untuk mendegradasi beberapa senyawa toksik seperti senyawa
pestisida dalam bahan tersebut. Pengomposan (composting) atau pendekomposisian
secara semi-aerobik pada bagase tebu dilakukan selama 45 60 hari dan limbah nanas
selama 18 24 hari. Selama proses pengomposan tersebut dilakukan pengukuran suhu
dan pH secara rutin. Pada Tabel 9 menunjukkan hasil analisa awal dan akhir
pengomposan bahan baku substrat menggunakan EM4 dan Acticomp.
34

Tabel 8. Karakteristik awal dan akhir pengomposan bahan baku substrat


Parameter Bagase Kulit Bagase Tebu Kulit Nanas
Tebu Nanas (Akhir) (Akhir)
Awal Awal EM4 Acticomp EM4 Acticomp
TS (%) 55,2 6,4 12,9 16,6 3,9 4,2
VS(%) 54,2 5,8 11,9 15,7 2,2 3,1
Kadar Air (%) 44,7 93,6 87,1 83,4 96,1 95,8
Kadar Abu (%) 7,89 0,57 0,96 0,82 0,1 0,1
C (%) 22,8 67,7 6,5 8,6 39,5 44,8
TKN (%) 0,1 0,9 0,1 0,1 2,1 2,5
Temp.(0C) 31,3 32,2 33,4 34,2 34,5 33,6
pH 6,3 5,9 6,9 7,4 7,3 7,6
Rasio C/N 227,5 72,80 64,8 85,9 19,12 17,83
VFA(mM) 68,4 21,7 74,1 104,8 30,7 89,4

Selain menggunakan EM4 sebagai sumber mikroba pendegradasi, juga digunakan


Acticomp, produk dari Balai Penelitian Hasil Perkebunan. Hasil pengomposan EM4 dan
Acticomp yang menunjukkan nilai yang tidak jauh berbeda, namun berdasarkan nilai C/N
rasio yang diperoleh maka dipilih hasil pengomposan dengan menggunakan EM4 karena
C/N rasionya mendekati nilai yang diinginkan, yakni C/N 25, 30 dan 35.
Pada tahap semi-aerobik terjadinya proses dekomposisi yang dapat ditunjukkan
dari parameter-parameter seperti total solid (TS); volatile solid (VS); volatile fatty acid
(VFA); Temperatur (T) ; derajat keasaman (pH) dan rasio C/N.
a. Total Solid (TS)
Padatan dalam bagase tebu dan limbah nanas akan didegradasi oleh mikroba.
Gambar 9 menunjukkan nilai TS dari proses semi-aerob yang dilakukan pada
bahan baku substrat yang digunakan. Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya
penurunan nilai TS dari kedua bahan baku substrat yang digunakan. Nilai TS awal
bagase tebu yang digunakan sebesar 55,2 % menurun menjadi 12,9 % menggunakan
EM4 dan sebesar 16,6% menggunakan Acticomp. Dari hasil yang diperoleh
menunjukkan adanya efisiensi TS sekitar 73,4 %. Sedangkan pada limbah nanas, nilai
TS awal sebesar 6,4 % menurun menjadi 3,9 % jika menggunakan EM4 dan sebesar
4,2 % jika menggunakan Acticomp. Efisiensi TS limbah nanas diperoleh sekitar
36,4 %. Nilai efisiensi TS bagase yang diperoleh lebih besar dibandingkan
efisiensi TS bagase
35

Gambar 9. Total Solid (TS) bahan baku substrat.


yang diperoleh Chanakya et al (2006) pada pengomposan selama 40 hari diperoleh
efisiensi TS sebesar 53%. Sedangkan efisiensi TS limbah nanas yang diperoleh lebih
kecil dibandingkan efisiensi TS buah-buahan yang diperoleh Chanakya et al (2006)
pada pengomposan selama 30 hari diperoleh efisiensi TS sebesar 51%. Efisiensi TS
bagase yang tinggi dapat dicapai pada kondisi semi-aerobik dan termofilik
karena laju dekomposisi bahan organik lebih cepat dan sempurna (Gaur, 1981). Hal
ini memungkinkan mikroorganisme bekerja secara optimal.

b. Volatile Solid (VS)


Pada Gambar 10 menunjukkan nilai VS dari kedua jenis bahan baku substrat yang
digunakan. Padatan yang menguap berasal dari kandungan organik substrat. Selama
proses dekomposisi bahan organik akan dihasilkan garam-garam mineral yang tidak
mudah menguap, yang menyebabkan jumlah VS mengalami penurunan. Nilai VS
awal bagase tebu yang digunakan sebesar 54,24 % menurun menjadi 11,90 %
menggunakan EM4 dan sebesar 15,74 % dengan menggunakan Acticomp. Dari hasil
analisa diperoleh efisiensi VS bagase sekitar 74,54 %. Pada limbah nanas yang
digunakan, nilai VS awal sebesar 5,8 % menurun menjadi 2,16 dengan
menggunakan EM4 dan sebesar 3,04 % menggunakan Acticomp. Nilai efisiensi VS
limbah nanas diperoleh sekitar 55,18 %. Nilai efisiensi VS bagase dan limbah nanas
yang diperoleh lebih besar daripada yang diperoleh Chanakya et al (2006) pada
36

pengomposan bagase selama 40 hari, diperoleh efisiensi VS sebesar 49%, sedangkan


pengomposan buah-buahan selama 30 hari mendapatkan efisiensi VS sebesar 45%.

Gambar 10. Volatile Solid (VS) bahan baku substrat.


Menurut Chanakya et al (2006) pola degradasi TS menyerupai degradasi VS, ini
menunjukkan bahwa TS bahan yang didegradasi merupakan degradasi VS. Pada
umumnya pola degradasi pada bahan makanan merupakan pola peluruhan
eksponensial ( Lopez et al, 2004).

c. Volatile Fatty Acid (VFA)


Hasil analisa kenaikan nilai VFA dapat dilihat pada Gambar 11. Dari proses
semi-aerobik yang berlangsung, akan terbentuk asetat yang akan didegradasi untuk
melepas energi yang lebih besar dan menghasilkan karbondioksida dan sejumlah
asam yang akan dimanfaatkan oleh bakteri anaerobik untuk memproduksi biogas.
Dalam hal ini proses semi-aerobik mempunyai kelebihan yaitu bahwa substrat yang
akan digunakan pada proses anaerobik telah mengandung asam asetat dan energi
sehingga bakteri tidak memerlukan waktu yang lama untuk merombak substrat dan
memproduksi biogas. Nilai VFA cenderung mengalami kenaikan karena pada proses
semi-aerobik pada tahap asetogenesis berlangsung akan terjadi perombakan senyawa
organik menjadi asam lemak menguap. Nilai VFA awal dari bagase yang digunakan
37

sebesar 68,37 mM dan meningkat menjadi 74,11 mM menggunakan EM4 dan


menjadi 104,78 mM dengan menggunakan Acticomp. Nilai VFA awal bagase tebu

Gambar 11. Kenaikan nilai Volatile Fatty Acid (VFA).


yang relatip tinggi ini juga memungkinkan terbentuknya biogas secara optimal.
Nilai VFA awal limbah nanas yang digunakan sebesar 21,71 mM dan meningkat
menjadi. 30,67 mM jika menggunakan EM4 dan menjadi sebesar 89,44 mM jika
menggunakan ActiComp.

d. Suhu
Suhu merupakan parameter kontrol terhadap aktivitas bakteri selama proses
dekomposisi bahan organik. Pengomposan akan berlangsung secara optimal jika suhu
yang dicapai sesuai dengan suhu optimum mikroorganisme. Suhu optimum
pengomposan berkisar antara 35 550 C (Haug, 1980). Sedangkan menurut
Murbandono (1983) suhu optimum proses pengomposan berkisar antara 30 400 C.
Grafik perubahan suhu kompos bagase tebu ditunjukkan pada Gambar 12. Pada
pengamatan suhu pengomposan bagase tebu tampak bahwa peningkatan suhu
pengomposan cenderung naik pada hari ke-4 pekan pertama, dengan suhu
optimal
38

Gambar 12. Perubahan suhu (0 C) selama pengomposan.


pengomposan bagase berkisar antara 42,3 48,70 C. Peningkatan suhu disebabkan
aktivitas mikroorganisme yang mendegradasi bahan organik. Panas yang ditimbulkan
sebagian tertahan dalam tumpukan kompos dan sebagian menguap yang berupa uap
air. Mikroorganisme yang tumbuh optimal dalam EM4 mencapai suhu 48,70 C,
sedangkan pada Acticomp, mikroorganisme yang tumbuh optimal mencapai suhu
42,30 C. Mikroorganisme tersebut mempunyai suhu optimum yang berbeda untuk
aktivitasnya, sehingga dapat dinyatakan bahwa kondisi tersebut merupakan integrasi
dari suhu optimum berbagai kelompok mikroorganisme. Sedangkan suhu
pengomposan limbah nanas cenderung stabil, yakni 33,60 36,30 C.
Penurunan suhu secara drastis terjadi pada pengomposan bagase menggunakan
0
EM4 mencapai 39,7 C pada hari ke-8. Sedang pengomposan menggunakan
Acticomp mengalami penurunan suhu hingga 35,5 0C pada hari ke-10 dan pada hari
ke-13 aktivitas mikroorganisme mengalami peningkatan kembali sehingga suhu
0
mencapai 39,3 C. Perlakuan aerasi pada pengomposan bagase tebu tidak
mempengaruhi suhu pengomposan, karena rongga udara di gundukan bahan relatif
cukup besar sehingga suplai oksigen ke dalam bahan cukup merata. Pada hari ke-30
suhu kompos EM4 maupun Acticomp mulai mendekati suhu kamar yaitu 33,2 35,5
0
C. hingga hari ke- 47. Hal ini menunjukkan bahwa proses pengomposan berada
dalam tahap pematangan dengan indikasi suhu yang mendekati suhu kamar (32,7 0C)
yang mengakibatkan sumber karbon organik mulai berkurang dan aktivitas
mikroorganisme mulai menurun sehingga panas yang dihasilkan sedikit.
39

Pada pengomposan limbah nanas tampak bahwa suhu cenderung konstan,


pengomposan menggunakan EM4 mencapai suhu 32,3 - 41,3 0C dan pengomposan
menggunakan Acticomp mencapai suhu 33,3 40,3 0C dan secara bertahap suhu
mencapai stabil 34 0C. Hal ini menunjukkan bahwa mikroba yang bekerja pada
pengomposan limbah nanas adalah jenis mesofilik. Ini sesuai dengan yang dilakukan
oleh Chaiprasert (2001) bahwa pada kondisi mesofilik mikroba yang bekerja pada
limbah industri pengalengan nanas lebih kondisuf dalam menghasilkan produk
intermediat seperti asam propionat yang berperan dalam pembentukan produksi
biogas.

e. Derajat Keasaman (pH)


Perubahan pH dalam proses pengomposan menunjukkan aktivitas bakteri
dalam mendegradasi bahan organik dan melakukan metabolisme. Nilai pH selama
proses pengomposan diamati 3 hari sekali sampai waktu pematangan kompos.
Perubahan nilai pH kompos bagase dan nanas dapat dilihat pada Gambar 13. Nilai
pH selama proses pengomposan cenderung berfluktuasi untuk semua perlakuan. Nilai
pH bagase relatif kecil fluktuasinya. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan
aktivator baik EM4 maupun ActiComp akan meningkatkan pH dan akan diimbangi
dengan pembentukan asam-asam organik seperti asam laktat, yang akan
menurunkan nilai pH. Nilai pH

Gambar 13. Perubahan pH selama pengomposan


40

awal bagase sebesar 6,32 dan pada hari ke-40 pengomposan nilai pH mencapai netral
sebesar 7,12 7,37. Hal ini disebabkan karena selama proses degradasi protein
organik akan menghasilkan NH3 yang akan berikatan dengan air membentuk
NH4OH yang bersifat basa, sehingga pH meningkat (Wimbanu, 2005). Pada hari ke-3
nilai pH awal nanas sebesar 4,44 5,17 meningkat sebesar 6,85 7,56 pada hari ke-
9. Hal ini disebabkan adanya penambahan aktivator EM4 dan ActiComp memberikan
peningkatan aktivitas bakteri secara signifikan.

e. Rasio C/N
Setiap bahan organik yang akan dikomposkan memiliki karakateristik yang
berlainan. Menurut Sulaeman (2007), unsur karbon (C) dan nitrogen (N) merupakan
karakteristik terpenting dalam bahan organik dan berguna untuk mendukung proses
pengomposan. Menurut Osman (2006) bagase tebu memiliki nilai rasio C/N 131,34
sedangkan dari Chinese Biogas Manual (1979) bagase tebu memiliki nilai rasio C/N
150. Nilai rasio C/N awal bagase tebu yang digunakan sebesar 227,5.

Gambar 14. Perubahan nilai rasio C/N setelah pengomposan.


Sedangkan Bardiya (1996) mendapatkan nilai rasio C/N kulit nanas sebesar 55.
Ini juga tidak berbeda jauh dari nilai rasio C/N limbah kulit nanas yang digunakan
sebesar 72,80. Nilai rasio C/N yang diinginkan sebesar 20 - 30 (Yani dan Darwis,
1990). Oleh karena itu perlu ditambahkan kotoran sapi, agar mencapai nilai rasio C/N
yang diharapkan (Gaur, 1981). Selama proses aerobik akan terjadi pemanfaatan
sumber karbon dan nitrogen oleh mikroba. Ini dapat diindikasikan dengan adanya
41

penurunan pada nilai rasio C/N. Pada Gambar 14 menunjukkan nilai rasio C/N yang
diperoleh, rasio C/N awal bagase tebu sebesar 227,50 menurun menjadi sebesar 64,8
jika menggunakan EM4 dan sebesar 85,9 jika menggunakan Acticomp. Rasio C/N
awal limbah nanas sebesar 72,80 menurun menjadi sebesar 19,12 jika menggunakan
EM4 dan sebesar 17,83 jika menggunakan Acticomp. Hal ini menunjukkan bahwa
terjadi penggunaan atau pemanfaatan karbon dan nitrogen sebagai nutrisi mikroba
untuk tumbuh dan berkembang (Yani dan Darwis, 1990).

4.1.2. Dekomposisi Bahan Secara Anaerobik


Substrat yang digunakan pada tahap anaerob merupakan substrat yang sudah
melalui tahap perlakuan pendahuluan, sehingga substrat tersebut sudah mengandung
sejumlah asam yang dapat langsung digunakan oleh bakteri. Substrat tersebut sudah
mengalami proses hidrolisis dan asedogenesis sehingga pada perlakuan utama
(anaerob) langsung masuk ke tahapan asetogenesis atau bahkan langsung masuk ke
tahapan metanogenesis. Dalam fermentasi anaerob ini dilakukan penambahan kotoran
sapi yang digunakan sebagai sumber nitrogen bagi mikroorganisme. Kotoran sapi
juga digunakan sebagai sumber inokulum bagi bakteri metanogen yang akan
merombak asam asetat, CO2, dan H2 menjadi metan. Kotoran sapi merupakan substrat
yang dianggap paling cocok sebagai sumber pembuat biogas. Kotoran sapi
mengandung bakteri penghasil gas metan yang terdapat dalam perut hewan
ruminansia (Meynell, 1976). Keberadaan bakteri di dalam usus besar hewan
ruminansia membantu proses fermentasi, sehingga proses pembentukan biogas dapat
dilakukan lebih cepat (Sufyandi, 2001). Pada Tabel 10 ditunjukkan karakteristik
kotoran sapi yang digunakan sebagai sumber inokulum.
42

Tabel 9. Karakteristik sumber inokulum


Parameter Proses Kotoran Sapi
Padatan total, TS (%) 13,8
Padatan menguap, VS (%) 11,3
Derajat Keasaman, pH 5,6
Karbon organik (%) 29,9
TKN (%) 1,5
Kadar Air (%) 86,2
Rasio C/N 20,6

Dalam proses anaerob dilakukan variasi substrat bagase tebu, kulit nanas dan
campuran bagase tebu dan kulit nanas serta variasi rasio C/N 25, 30 dan 35. Perlakuan
anaerob memberikan pengaruh terhadap perubahan parameter proses berikut :

4 1.2.1. Parameter Proses Anaerob.


1. Chemical Oxygen Demand (COD)
Chemical Oxygen Demand (COD) adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau
miligram per liter yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik dalam air.
Dalam proses pendegradasian, substrat akan mengalami penurunan jumlah
kandungan bahan

Gambar 15. Kandungan COD pada kondisi anaerob.


organik, sehingga nilai COD yang dihasilkan akan mengalami penurunan. Ini terjadi
karena bakteri memanfaatkan oksigen dalam merombak substrat, dan nilai penurunan
43

COD bergantung pada besarnya bahan organik yang telah didekomposisi. Dalam hal
ini bakteri akan memanfaatkan oksigen pada proses penguraian senyawa-senyawa
organik, maka nilai COD akan mengalami penurunan. Pengukuran nilai COD
dilakukan pada awal, hari ke-20 dan hari ke-40 proses anaerobik. Nilai COD dapat
dilihat pada Gambar 15. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa COD
cenderung menurun. Hal ini disebabkan adanya laju pembentukan asam lemak
menguap (VFA), asam laktat, etanol dan senyawa sederhana lainnya dari monomer
hasil dekomposisi polimer organik dan laju konsumsi asam-asam serta senyawa
tersebut yang bervariasi. Pada Tabel 11. ditunjukkan penurunan COD pada hari ke-20
dan hari ke-40. Penurunan awal yang relatif besar menunjukkan bahwa bakteri
pengurai mulai berkembang biak dan banyak oksigen yang digunakan. Nilai COD pada
bagase tebu dengan C/N 35 (Bg-35) dan kontrol menunjukkan kecenderungan
penurunan nilai COD yang relatif hampir sama selama fermentasi 48 hari, yakni
dengan efisiensi COD sebesar 38,8 %. Hal ini dapat disebabkan oleh kurang
optimalnya konsumsi senyawa organik oleh bakteri, atau tingginya laju penguraian
senyawa organik kompleks menjadi senyawa sederhana (Budhi et al, 1999). Efisiensi
laju penurunan pencemar organik COD sangat dipengaruhi
Tabel 10. Penurunan kandungan COD (mg/L)
Sampai Sampai
Substrat Hari ke-20 Hari ke-40
Bg 25 1770 2518
Bg 30 3360 2400
Bg 35 640 2380
Ns 25 3120 1970
Ns 30 1180 3237
Ns 35 3110 2410
BNs 25 910 4398
BNs 30 2020 1660
BNs 35 3200 1200
Co 600 1920

oleh kondisi pH substrat (Mahajoeno,2008). Pada Bg-30 diperoleh efisiensi COD


tertinggi sebesar 82,5 % dengan pH berkisar 7,557,87 dan suhu berkisar 29 o 30,4
o
C. Hal itu dikarenakan bahwa pada kondisi tersebut mendukung bakteri untuk
44

melakukan proses degradasi. Dari Tabel 11 juga menunjukkan bahwa sampai hari ke-
40 aktivitas bakteri masih cukup tinggi dalam memanfaatkan oksigen untuk
mengoksidasi bahan-bahan organik yang terkandung dalam substrat.

2. Derajat Keasaman (pH)


Nilai pH sangat erat hubungannya dengan jumlah mikroba perombak. Selama
proses anaerob, bakteri akan menghasilkan sejumlah asam sehingga nilai pH akan
cenderung mengalami penurunan. Gambar 16a, 16b dan 16c menunjukkan perubahan
nilai pH bagase tebu, limbah nanas dan campuran bagase tebu dan limbah nanas
sebagai substrat terhadap laju produksi biogas dalam 48 hari pada proses anaerob.
Dalam penelitian ini menghasilkan nilai pH yang berfluktuasi, selain pH mengalami
penurunan, pH juga mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan karena pada proses
aerobik telah dihasilkan gas amonia (NH3) dan karbon dioksida (CO2). Amonia
merupakan gas yang bersifat basa (Sahidu, 1983). Bagase memiliki masa inkubasi
yang relatif panjang ( 60 80 hari) maka dimungkinkan terjadinya fluktuasi pH,
karena proses fermentasi masih berlangsung. Hal ini ditunjukkan dengan
kecenderungan nilai pH yang meningkat. Pada hari ke- 20 dan ke- 40 ketiga sampel
bagase (Bg-25; Bg-30 dan Bg-35)

a). Bagase tebu


45

b). Limbah nanas

c). Campuran bagase dan limbah nanas

Gambar 16. Perubahan pH terhadap laju produksi biogas dari berbagai substrat

mempunyai nilai pH yang sama, yakni 7,75 dan laju produksi biogas yang
berfluktuasi (Gambar 16a). Produksi biogas kumulatif tertinggi dicapai oleh Bg-25
mencapai 8,16 L selama fermentasi 48 hari pada pH berkisar 7,27 7,81. Produksi
kumulatif ini tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan oleh Pound (!981) yakni
sebesar 8,5 L dengan menggunakan limbah batang tebu. Laju produksi gas Bg-35
mendekati laju produksi gas dari kontrol, yang merupakan fermentasi substrat bagase
tebu.
Pada Gambar 16b perubahan nilai pH limbah nanas selama proses fermentasi
anaerobik menunjukkan kecenderungan meningkat pada hari ke-12 sampai hari ke-16.
Hal ini memperlihatkan bahwa aktivitas mikroba pendegradasi mulai meningkat dan
sampai pada hari ke-40 nilai pH limbah nanas meningkat mencapai 7,44 dan
46

cenderung konstan. Peningkatan laju produksi gas pada Ns-25 dan Ns-30 tidak
signifikan, sedangkan pada Ns-35 meningkat secara signifikan dengan laju produksi
gas sebesar 0,546 L/hari pada pH berkisar 6,22 7,15. Laju produksi gas yang
diperoleh sedikit lebih kecil dibandingkan yang diperoleh oleh Bardiya (1996) sebesar
0,725 L/ hari.
Pada Gambar 16c ditunjukkan perubahan nilai pH campuran limbah nanas
dan bagase tebu terhadap laju produksi gas selama 48 hari dalam proses fermentasi
anaerobik. Nilai pH campuran bagase dan limbah nanas cenderung meningkat,
menunjukkan aktivitas mikroba masih terus berlangsung. Pada hari ke-20 nilai pH dari
BNs-35 mencapai 6,42 dan pada hari ke-48 nilai pH dari ketiga campuran (BNs-25;
BNs-30 dan BNs-35) sama, yakni 7,16. Laju produksi gas cenderung meningkat,
namun produksi gas kumulatif tertinggi diperoleh BNs-35 sebesar 12,62 L pada pH
berkisar 6,157,19.

3. Suhu ( 0 C)
Perubahan suhu bagase tebu, limbah nanas dan campuran bagase dan limbah
nanas sebagai substrat terhadap laju produksi gas selama proses fermentasi anaerobik
ditunjukkan pada Gambar 17a, 17b dan 17c. Pada Gambar 17a menunjukkan bahwa
awal perlakuan, suhu digester mencapai 29,4 0C dan pada hari ke-20 suhu pada Bg-
25 dan Bg-35 turun mencapai 28,8 0C dan kemudian berfluktuasi. Ini mengindikasikan
bahwa aktivitas mikroba masih berlangsung. Mikroba yang bekerja adalah jenis
mesofilik, karena aktivitasnya pada suhu 28,7 0 30,4 0C. Semakin tinggi suhu, reaksi
juga akan semakin cepat tetapi bakteri akan semakin berkurang. Laju produksi gas
berfluktuatif. Namun penurunan suhu tidak terlalu mempengaruhi laju produksi gas,
karena pada suhu tersebut bakteri masih mampu beraktivitas. Produksi biogas
kumulatif tertinggi dicapai oleh Bg-25 sebesar 8,16 L pada suhu 29,30 30,30 C.
47

a). Bagase tebu

b). Limbah nanas

c). Campuran bagase dan limbah nanas


Gambar 17. Perubahan suhu terhadap laju produksi biogas dari berbagai substrat

Pada Gambar 17b menunjukkan bahwa perubahan suhu limbah nanas terhadap
laju gas selama proses fermentasi anaerobik selama 48 hari mempunyai kecenderungan
48

menurun. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas mikroba telah mulai menurun. Jenis
mikroba yang bekerja adalah mesofilik dengan rentang suhu 28,40 30,20 C. Pada suhu
29,10 30,20 C produksi gas kumulatif tertinggi dicapai Ns-35 sebesar 17,24 L.
Menurut Chaiprasert et al (2001) pada kondisi mesofilik, aktivitas mikroba optimal
menghasilkan produk intermediat seperti asam asetat, asam butirat dan asam propianat
yang berperanan dalam pembentukan gas metan. Asam propionat tidak terbentuk dalam
kondisi termofilik.
Pada Gambar 17c menunjukkan bahwa perubahan suhu pada campuran bagase
dan limbah nanas terhadap laju produksi gas selama 48 hari dalam proses fermentasi
anaerob sampai hari ke-20 suhu cenderung meningkat dan mencapai 30,50 C.
Penurunan suhu campuran bagase dan limbah nanas terus berlangsung sampai hari ke-
40. Pada hari ke-28 dicapai laju produksi gas tertinggi oleh BNs-35 sebesar 514 mL/hari
dengan suhu 29,80 C. Laju poduksi gas pada substrat campuran bagase tebu dan limbah
nanas mendekati laju produksi gas pada substrat limbah nanas (523 mL /hari). Ini
menunjukkan bahwa pada substrat campuran, senyawa organik yang terkandung dalam
limbah nanas akan lebih mudah terdegradasi dan mendukung aktivitas mikroba anaerob
untuk pembentukan asam lemak menguap (VFA), asam laktat, etanol dan senyawa
sederhana lainnya. Sedangkan bagase tebu karena memiliki kadar lignin yang relatif
tinggi, agak sulit untuk dilakukan degradasi.

4. Volatile Fatty Acid (VFA).


Pada Gambar 18 tampak hasil analisis VFA pada ketiga substrat setelah
diinkubasi selama 48 hari menunjukkan bahwa VFA tertinggi sebesar 95,84 mM pada
awal proses, hari ke-20 VFA mencapai sebesar 125,24 mM dan hari ke-40 VFA
mencapai 161,03 mM dihasilkan oleh substrat campuran bagase tebu dan limbah nanas
dengan C/N rasio 35 (BNs-35). Pembentukan VFA pada BNs-35 mencapai optimal,
karena ketersediaan sumber C (karbon), baik dari bagase tebu maupun dari limbah
nanas. Kadar VFA yang rendah dapat terjadi karena pengaruh pH, dimana ketika VFA
terakumulasi dalam campuran bahan dan menjadi meningkat jumlahnya, maka pH akan
mengalami penurunan dan bersifat asam (Han Qi Yu et al, 2002). Nilai pH rendah < 6
pada awal proses, akan mengakibatkan tidak maksimalnya mikroorganisme untuk
49

menghasilkan metan, karena terjadi denaturasi enzim dalam mikroba yang


berperan dalam tahap metanogenesis (Nijaguna, 2002). Kandungan VFA terbesar

Gambar 18. Jumlah VFA yang terbentuk pada proses fermentasi anaerob.
adalah asam asetat yang terbentuk dalam tahap asetogenesis dan metanogenesis yang
berperanan dalam proses pembentukan gas. Kadar VFA akan sebanding dengan laju
produksi gas.
Tabel 11. Peningkatan kadar VFA(mM)

Substrat Sampai Hari ke-20 Sampai Hari ke-40


Bg 25 -1.6 -9.9
Bg 30 14.1 53.7
Bg 35 4.7 2.5
Ns 25 11.5 63.9
Ns 30 6.8 46
Ns 35 52.4 28.1
BNs 25 21.7 46
BNs 30 31.9 25.6
BNs 35 29.4 35.8
Co 4.2 3.5

Pada Tabel 12 ditunjukkan besarnya VFA (mM) yang terbentuk pada hari ke-20
dan hari ke-40. Pada perlakuan Bg-25 terjadi penurunan VFA, hal ini dimungkinkan
karena rendahnya konsentrasi substrat yang digunakan, sehingga VFA yang terbentuk
mengalami penurunan, karena pada tahap metanogenesis asam asetat yang terkandung
dalam VFA tersebut diubah oleh bakteri metanogen menjadi metan (CH4). Hal ini
50

dinyatakan dengan adanya kandungan CH4 sebesar 75% yang dihasilkan dari
perlakuan Bg-25 adalah yang tertinggi.

5. Total Solid (TS)


Hasil degradasi bahan terlihat pada Gambar 19 dengan adanya penurunan kadar
TS dari substrat. Pengukuran kadar TS dilakukan pada awal proses, hari ke-20 dan hari
ke-40. Berkurangnya TS terlihat dengan penurunan grafik pada semua perlakuan,
walaupun penurunannya tidak signifikan (Tabel 12). Hal ini mungkin disebabkan
kandungan lignin yang cukup tinggi pada bagase, sehingga proses degradasi atau
perombakan bahan organik membutuhkan waktu relatif lama. Penurunan TS dalam
substrat tidak berbanding lurus terhadap laju produksi gas. Hal ini disebabkan karena
tidak semua padatan dapat dimanfaatkan oleh mikroba. Efisiensi TS pada
bagase sebesar 18,1% diperoleh dari perlakuan Bg-25 dengan nilai TS awal sebesar

Gambar 19. Nilai TS (%) dalam proses fermentasi anaerobik.

10,5% (w/v). Pada perlakuan Ns-35 dengan nilai TS awal sebesar 7,7% (w/v)
diperoleh efisiensi TS tertinggi sebesar 39%. Sedangkan efisiensi TS pada campuran
bagase dan limbah nanas sebesar 17% diperoleh dari perlakuan BNs-35 dengan nilai
TS awal sebesar 8,8% (w/v). Pada fermentasi anaerobik selama 40 hari, kadar TS
bagase pada perlakuan Bg-25 sebesar 8,6% (w/v) sama dengan kadar TS bagase yang
diperoleh Osman et al (2003) yakni sebesar 8,8% (w/v). Sedangkan kadar TS limbah
nanas pada perlakuan Ns-35 sebesar 7,7% (w/v) lebih kecil dari kadar TS limbah nanas
yang diperoleh Bardiya et al (1996) yakni sebesar 49% (w/v) pada fermentasi
anaerobik selama 30 hari.
51

Tabel 12. Penurunan kadar TS (%)


Substrat Sampai Hari ke-20 Sampai Hari ke-40
Bg 25 0.7 1.2
Bg 30 0.6 1.3
Bg 35 0.2 0.2
Ns 25 1.1 0.4
Ns 30 1.1 0.8
Ns 35 1.6 1.4
BNs 25 0.9 0.4
BNs 30 0.5 1
BNs 35 0.5 0.8
Co 0.7 0.7

Pada Tabel 13 tampak bahwa degradasi TS pada hari ke-20 lebih tinggi
dibandingkan degradasi TS hari ke-40, ini menunjukkan bahwa pada hari ke-20
aktivitas mikroba lebih tinggi dibandingkan aktivitas mikroba pada hari ke-40.

6. Volatile Solid (VS)


Hasil yang diperoleh pada Gambar 20 menunjukkan nilai VS pada awal, hari ke-
20 dan hari ke-40. Pola penurunan pada TS dan VS tidak jauh berbeda. Hal ini
menunjukkan bahwa hampir seluruh TS dari substrat terdegradasi menjadi VS
yang dapat digunakan oleh bakteri untuk menghasilkan biogas. Efisiensi VS tertinggi
diperoleh pada perlakuan Ns -35 sebesar 47,5 % dengan kadar VS awal sebesar

Gambar 20. Nilai VS (%) dalam proses fermentasi anaerobik.


52

5,9% (w/v). Kadar VS bagase pada perlakuan Bg-25 sebesar 9,3% (w/v) jauh lebih
rendah dari kadar VS bagase yang diperoleh Osman et al (2003) yakni sebesar
86,4% (w/v). Demikian juga kadar VS limbah nanas pada perlakuan Ns-35 sebesar
5,9% (w/v) jauh lebih kecil dari kadar VS limbah nanas yang diperoleh Bardiya et al
(1996) yakni sebesar 51% (w/v) pada fermentasi anaerobik selama 30 hari.
Pada Tabel 14 ditunjukkan besarnya penurunan VS pada hari ke-20 dan hari ke-
40. Dalam proses kombinasi antara semi-aerob dan anaerob belum memberikan hasil
yang sesuai. Hal ini mungkin disebabkan karena proses degradasi dengan bantuan
mikroba yang sangat peka terhadap faktor lingkungan, sehingga aktivitasnya kurang
stabil. Selain itu mikroba yang berperan heterogen , karena proses degradasi anaerob
terjadi beberapa tahapan dan setiap tahapan jenis mikroba yang berperan berbeda
(Reith et.al, 2003).
Tabel 13. Penurunan kadar VS (%)

Substrat Sampai Hari ke-20 Sampai Hari ke-40


Bg 25 1.1 0.3
Bg 30 1 0.5
Bg 35 0.2 0.2
Ns 25 1.3 0.5
Ns 30 1.3 0.4
Ns 35 1.2 1.6
BNs 25 0.8 0.6
BNs 30 1.2 0.4
BNs 35 1.4 0.2
Co 0.3 0.5

4.1.2.2. Produksi dan Komposisi Biogas


a. Produksi Biogas.
Laju produksi biogas yang dihasilkan dalam proses anaerobik diukur setiap hari
selama proses fermentasi 48 hari. Pada Gambar 21 tampak bahwa produksi gas mulai
terlihat pada hari ke-4. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa laju produksi biogas
tertinggi dicapai oleh perlakuan Ns -35, BNs -35 dan BNs-30 berturut-turut sebesar
523 mL/hari, 514 mL/hari dan 466 mL/hari. Pada ketiga perlakuan tersebut
menunjukkan laju produksi gas sangat fluktuatif, ini mungkin disebabkan bahwa
aktivitas mikroba pengurai belum sepenuhnya optimal, karena adanya pengaruh dari
53

faktor- faktor lingkungan, seperti pengadukan dan terbentuknya lapisan scum yang
mengganggu proses pembentukan biogas. Laju produksi biogas dari limbah nanas pada
perlakuan Ns-35 sebesar 523 ml/hari jauh lebih kecil dibandingkan laju produksi
biogas limbah nanas yang diperoleh Bardiya et al (1996) sebesar 1300 mL/hari. Hal ini
mungkin kurang optimalnya pengkondisian awal proses fermentasi anaerobik.
Sedangkan pada perlakuan Ns-25, Ns-30 dan BNs-25 menunjukkan laju produksi
biogas yang relatif nyaris sama, yakni sebesar 118,2 mL/ hari. Laju produksi biogas
harian pada perlakuan Bg-25 dan Bg-30 masing-masing sebesar 170 mL/ hari dan
129,7 mL/ hari. Laju produksi biogas harian bagase yang diperoleh lebih kecil
dibandingkan laju produksi biogas harian yang diperoleh Pound et al (1981) sebesar
375 mL/hari dari limbah batang tebu dengan komposisi terdiri 20% inokulum: 56,7%
slurry segar : 23,3% limbah batang tebu. Sedangkan laju produksi pada Bg-35 relatif
sama dengan laju produksi biogas pada kontrol. Dari hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa bahan substrat sangat menentukan laju produksi biogas. Menurut
Chanakya et al (2006) laju produksi biogas yang rendah dari bahan pakan ternak
disebabkan karena tidak cukup tersedia kolonisasi bakteri metanogen sehingga
menghambat konversi asam dari bahan substrat yang diumpankan. Reduksi VS awal
yang tinggi juga menyebabkan laju produksi biogasnya rendah. Fluktuasi laju
produksi biogas dan peningkatan VFA

Gambar 21. Laju produksi biogas harian dalam proses fermentasi anaerobik
54

membutuhkan periode waktu 100 hari. Campuran bagase tebu dan biomassa dapat
digunakan sebagai biofilter untuk mendegradasi bahan organik terlarut pada reaktor
jenis Down Flow Fixed Bed Reactor (DFFBR).
Pada Gambar 22 tampak bahwa produksi biogas kumulatif tertinggi selama 48
hari diperoleh oleh perlakuan Ns-35 dengan kadar TS 7,7% (w/v) mampu
menghasilkan biogas sebanyak 17,2 L atau 203,1 L/kg TS, BNs-35 dengan kadar TS
8,2% (w/v) mampu menghasilkan biogas sebanyak 12,6 L atau 69,9 L/kg TS dan BNs-
30 dengan kadar TS 8,1% (w/v) menghasilkan biogas sebanyak 12,3 L atau 32,3 L/kg
TS.

Gambar 22. Produksi biogas kumulatif pada proses fermentasi anaerobik


Sedangkan produksi biogas kumulatif Bg-25 dengan kadar TS 10,5%(w/v)
mampu menghasilkan biogas sebesar 8,2 L atau 78,1 L/ kg TS dan Bg-30 dengan
kadar TS 10,5% (w/v) mampu menghasilkan biogas sebanyak 6,2 L atau 35,2 L/kg TS.
Produksi biogas kumulatif Ns-25 dengan kadar TS 6,9%(w/v) mampu menghasilkan
biogas sebanyak 5,8 L atau 16,2 L/kg TS, Ns-30 dengan kadar TS 6,9%(w/v) mampu
menghasilkan biogas sebanyak 5,8 L atau 30 L/kg TS dan BNs-25 dengan kadar TS
7,9%(w/v) mampu menghasilkan biogas sebanyak 5,3 L atau 10,3 L/kg TS. Produksi
biogas kumulatif tertinggi dari perlakuan Ns-35 yang diperoleh dalam penelitian ini
sebesar 203,1 L/kg TS jauh lebih kecil dibandingkan produksi kumulatif yang
diperoleh Bardiya et al (1996) sebesar 413 L/kg TS dari fermentasi anaerob limbah
55

nanas selama 40 hari. Sedangkan produksi biogas kumulatif bagase tebu dari
perlakuan Bg-25 yang diperoleh sebesar 78,1 L/kg TS lebih tinggi daripada yang
diperoleh Pound et al (1981) sebesar 18 L/kg TS dari limbah batang tebu dengan
komposisi 20% inokulum: 56,7% slurry segar : 23,3% limbah batang tebu. Produksi
biogas kumulatif Bg-25 yang diperoleh juga lebih besar dari yang diperoleh Osman et
al (2006) yakni sebesar 51,5 L/kg TS dari campuran bagase tebu dan kotoran ayam.
Sedangkan produksi biogas kumulatif kontrol nyaris sama dengan produksi biogas
kumulatif Bg-35. Ini menunjukkan bahwa pada Bg-35 tidak terjadi pertumbuhan
mikroba yang optimal, sehingga proses fermentasi anaerob yang terjadi mirip dengan
kontrol. Ini mungkin disebabkan pada Bg-35 tidak terjadi keseimbangan antara C dan
N yang dibutuhkan oleh mikoba untuk tumbuh dan berkembang biak. Menurut Yani
dan Darwis (1990), mikroba yang berperan dalam proses secara anaerobik
membutuhkan nutrisi untuk tumbuh dan berkembang, berupa sumber karbon (C) dan
sumber nitrogen (N). Bagase tebu mempunyai kandungan lignoselulosa yang cukup
tinggi, sehingga pada Bg-35 unsur N tidak dapat mengimbangi ketersediaan unsur C
yang berlebihan. Perbandingan C/N dari bahan organik sangat menentukan aktivitas
mikroba dan produksi biogas (Fry, 1974).

b. Komposisi Biogas.

Gambar 23. Kandungan gas CH4 (%) pada proses fermentasi anaerobik
Pada Gambar 23 tampak hasil uji persentase CH4 yang terkandung dalam
produksi biogas pada hari ke-20 dan ke-40 dalam proses fermentasi anaerob.
Persentase CH4 dari hari ke-20 sampai hari ke-40 menunjukkan peningkatan. Pada
56

awal proses anaerob akan terbentuk gas CO2. Ini terjadi pada tahap hidrolisis dan
asidogenesis. Pada hari ke-20 proses fermentasi telah mencapai tahap pembentukan
gas metan (CH4) namun belum optimal, sedangkan pada hari ke-40, proses anaerob
tahap metanogenesis telah mencapai kestabilan, sehingga pembentukan gas metan
dapat mencapai optimal. Hal ini juga menunjukkan adanya keseimbangan antara laju
proses asidogenesis dan metanogenesis (Chanakya et al, 1999). Kualitas biogas yang
dihasilkan ditentukan dengan besarnya persentase CH4. Menurut Chanakya et al.
(1999) komposisi gas metan(CH4) yang dihasilkan dari biogas dengan bahan baku
bagase tebu > 60%, sedangkan pada kondisi mesofilik, komposisi CH4 yang dihasilkan
dari biogas dengan bahan baku limbah nanas mencapai 79 % (Chaiprasert et al, 2001).
Kualitas biogas terbaik ditunjukkan oleh perlakuan Bg-25 dengan kadar TS sebesar
10,5% (w/v) menghasilkan CH4 sebesar 75%, BNs-35 dengan kadar TS sebesar 8,2%
(w/v) menghasilkan CH4 sebesar 74% serta Bg-30 dengan kadar TS sebesar
10,5%(w/v) menghasilkan CH4 sebesar 70%. Kadar TS bahan ikut berperan dalam
menentukan kadar CH4 yang dihasilkan. Namun tingginya kualitas biogas pada
perlakuan Bg-25 dan Bg-30 tidak diimbangi dengan laju produksinya. Pada perlakuan
Ns-35 dengan kadar TS sebesar 7,7% (w/v) mampu menghasilkan biogas tertinggi,
yakni sebesar 203,1 L/kg TS memiliki kandungan CH4 sebesar 67%, maka diperoleh
136,1 L CH4/kg TS. Kandungan CH4 terendah diperoleh dari perlakuan Bg-35 yakni
sebesar 44%, sedangan pada kontrol diperoleh kandungan CH4 sebesar 65%.
Berdasarkan perhitungan total nilai kalor terbesar ditunjukkan pada perlakuan
Ns-35 yaitu substrat limbah nanas dengan C/N rasio 35, menunjukkan nilai total kalor
sebesar 5145 kJ dan BNs-35 yaitu substrat campuran bagase tebu dan limbah nanas
dengan C/N rasio 35 menunjukkan nilai kalor total sebesar 1955,2 kJ. Walaupun
memiliki kandungan CH4 yang cukup tinggi (75 % dan 70%) pada perlakuan Bg-25
dan Bg-30 namun laju produksinya sangat rendah. Pada Tabel 11 ditunjukkan produksi
biogas kumulatif dan komposisi kandungan CH4 sampai hari ke-20 dan hari ke-40 dari
sampel substrat yang digunakan.
57

Tabel 14. Produksi kumulatif dan komposisi biogas dalam.sistem batch


JENIS PROD.BIOGAS SAMPAI SAMPAI
SUBSTRAT KUMULATIF HARI KE-20 HARI KE-40
(mL)* % %
Bg-25 8159 45 75
Bg-30 5944 48 70
Bg-35 2068 24 44
Ns-25 5835 45 61
Ns-30 4824 47 55
Ns-35 17236 48 67
BNs-25 5364 27 55
BNs-30 12321 28 57
BNs-35 12615 31 74
Co 2063 33 65
Keterangan : *) Produksi biogas kumulatif selama 48 hari

4.1.2.3. Analisa Satistik

Uji ANOVA pada taraf 5 % menunjukkan bahwa pengaruh suhu pada jenis
substrat memberikan perbedaan yang tidak nyata, sedangkan pengaruh suhu pada
variasi C/N rasio menunjukkan perbedaan yang nyata. Uji lanjut Duncan menunjukkan
bahwa pengaruh suhu terhadap C/N 25 dan C/N 30 tidak signifikan, sedangkan pada
C/N 35 ada pengaruh signifikan. Pengaruh pH pada semua perlakuan menunjukkan
perbedaan yang nyata. Dari uji lanjut Duncan ditunjukkan bahwa pengaruh pH pada
jenis substrat(Bg, Ns dan BNs) dan variasi C/N (C/N 25, 30 dan 35) memberikan
perbedaan yang nyata. Pengaruh TS dan VS pada semua perlakuan menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata. Pengaruh COD pada jenis substrat menunjukkan
perbedaan yang nyata, sedangkan pengaruh COD pada variasi C/N menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata. Pengaruh VFA pada semua perlakuan menunjukkan
perbedaan yang nyata. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pengaruh VFA pada
jenis substrat(Bg, Ns dan BNs) dan variasi C/N (C/N 25, 30 dan 35) memberikan
perbedaan yang nyata. Pengaruh produksi biogas pada semua perlakuan menunjukkan
perbedaan yang nyata. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pengaruh produksi
58

biogas pada jenis substrat (Bg, Ns dan BNs) dan variasi C/N (C/N 25, 30 dan 35)
memberikan perbedaan yang nyata. Pengaruh CH4 pada jenis substrat menunjukkan
perbedaan yang nyata, sedangkan pengaruh CH4 pada variasi C/N menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata (Lampiran 18).

4.2. Penelitian Sistem Semi-Kontinyu.


Reaktor UASB ( Up-flow Anaerobic Sludge Blanket) volume 300 L digunakan
dalam penelitian sistem semi- kontinyu yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh
laju pengumpanan terhadap laju produksi biogas dan efisiensi pengurangan bahan
organik. Berdasarkan hasil produksi biogas skala laboratorium dengan menerapkan
perlakuan Ns-35 yang menghasilkan produksi biogas kumulatif sebesar 17,2 L atau
203,1 L/ kg TS dalam 40 hari atau produksi harian rata-rata sebesar 0,431 L/hari, maka
dilakukan pengumpanan mulai dari laju umpan 1,4 kg TS /L /hari ; 2,3 kg TS/
L/hari dan 4,1 kg TS/ m3/hari masing-masing diberikan selama 3 hari. Sebagai
kontrol bioreaktor diisi dengan kotoran sapi dengan laju umpan 24,8 kg TS/L. Ini
dilakukan untuk menentukan Residence Time. Setiap tahap pengumpanan, diukur pH,
suhu, COD dan produksi biogas yang diperoleh.

4.2.1. Pengaruh Laju Pengumpanan


Interaksi laju pengumpanan, produksi biogas dan suhu substrat bertujuan untuk
mengetahui kondisi optimal laju penyimpanan substrat. Pengadukan dilakukan untuk
memperoleh homogenitas substrat dalam perlakuan peningkatan laju penyimpanan.
Hasil interaksi ketiga parameter dapat ditunjukkan dalam Gambar 24.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa produksi biogas berfluktuasi. Pada
awal proses dilakukan pengumpanan dengan kotoran ternak yang digunakan sebagai
kontrol, laju produksi biogas mencapai 64,4 L/hari, kemudian diberikan laju umpan
1,4 kg TS/L/hari, 2,3 kg TS/L /hari dan 4,1 kg TSL /hari masing-masing selama 3
hari untuk melihat pengaruh laju pengumpanan terhadap produksi biogas. Pada awal
pengumpanan terjadi penurunan produksi biogas, dan selanjutnya laju produksi
biogas
59

Gambar 24. Pengaruh laju pengumpanan terhadap produksi biogas dan suhu.
kembali meningkat seiring dengan meningkatnya laju pengumpanan hingga mencapai
86,6 L/hari pada laju pengumpanan 4,1 kg TS/L /hari. Ini menunjukkan bahwa laju
pengumpanan yang diberikan tidak cukup mempengaruhi laju produksi biogas. Hal
ini dimungkinkan karena limbah nanas didekomposisi secara cepat dan hanya
sebagian kecil yang tersisa dalam proses fermentasi anaerob. Menurut Chanakya et al
(2006) limbah buah-buahan dalam bentuk Solid state Stratified Bed (SSB) dengan
laju umpan sebesar 2 gr TS/L/hari tidak mempengaruhi proses fermentasi anaerobik.
Pada awal proses fermentasi anaerob, suhu substrat mencapai 29,4 0C dan meningkat
sampai hari ke-8 mencapai 32,2 0C, sedangkan pada hari ke-9 suhu mengalami
penurunan mencapai 30,6 0C. Hal ini mungkin disebabkan pengadukan yang kurang
homogen, sehingga mengganggu aktivitas mikroba pendegradasi. Pada hari ke-14
suhu mengalami peningkatan mencapai 33,80 34,6 0C dan cenderung stabil seiring
dengan penambahan laju pengumpanan. Hal ini menunjukkan bahwa Residence Time
yang diperoleh adalah 14 hari. Penambahan umpan awal dapat mengoptimalkan
aktivitas mikroba yang menyebabkan peningkatan suhu, namun setelah Residence
Time kecenderungan suhu menjadi tetap, dimungkinkan karena jenis mikroba yang
bekerja adalah mesofilik dengan rentang suhu 29,4 0C 34,6 0C.
60

Gambar 25. Pengaruh laju pengumpanan terhadap produksi biogas dan nilai pH.
Hasil yang diperoleh pada Gambar 25 menunjukkan bahwa produksi biogas yang
fluktuatif dengan nilai pH substrat 6,38 7,78 menunjukkan kecenderungan nilai pH
yang stabil sampai pada laju pengumpanan 4,1 kg TS/L/hari Menurut Yacoeb et al.
(2006) bahwa kondisi pH hasil perombakan masih memungkinkan mendukung
aktivitas bakteri metanogenik sehingga produksi biogas masih dapat meningkat. Nilai
pH yang tidak kurang dari 7 mengindikasikan bahwa biodegradasi asam-asam organik
berlangsung dengan baik. Menurut Berardino et al (2000) proses digestasi anaerobik
dengan sistem semi kontinyu pada limbah cair industri makanan berlangsung baik
pada kondisi pH 7,2 8,4.
Proses fermentasi anaerob memanfaatkan berbagai macam mikro organisme yang
bekerja didalam perombakan substrat yang kaya akan bahan organik. Dalam proses
perombakan tersebut menghasilkan berbagai macam zat yang mungkin dapat
menghambat kinerja mikroba perombak, karena mikroba tersebut sangat sensitif
terhadap perubahan lingkungan, khususnya pH dan suhu. Dilain pihak penurunan pH
akan mengganggu aktivitas mikroba perombak, dan hasil perombakan yang berupa
asam-asam organik siap untuk diubah menjadi biogas dalam proses metanogenik
(Reith et al. 2003).
61

Gambar 26. Pengaruh laju umpan terhadap produksi biogas dan nilai COD.
Hasil yang diperoleh pada Gambar 26 menunjukkan bahwa efisiensi COD pada
kontrol sebesar 30% bahkan pada pengumpanan awal sebesar 1,4 kg TS/L/hari,
efisiensi COD turun menjadi 6,3 %. Selanjutnya sampai laju umpan 4,1 kg TS/L/hari
efisiensi COD dapat mencapai 80%. Efisiensi COD yang berfluktuatif disebabkan
proses perombakan/ fermentasi anaerob terjadi pada berbagai tingkatan dan dilakukan
oleh berbagai jenis mikroba yang peka terhadap lingkungan. Efisiensi COD yang
diperoleh sesuai dengan yang diperoleh Chinnaraj et al ( 2005) bahwa dengan reaktor
UASB didapatkan efisiensi COD sebesar 80 85 %, dimana dengan waktu retensi 20
jam dan laju umpan 5,75 kg COD/ m3/ hari mampu menghasilkan biogas sebesar 520
L/kg COD.
Dari hasil analisa kandungan CH4 pada sistem kontinyu diperoleh kandungan CH4
sebesar 70 %. Hasil ini sesuai dengan hasil yang diperoleh Chaiprasert (2001) bahwa
limbah nanas dengan masa inkubasi 30 hari mempunyai kandungan metan (CH4)
berkisar 60%.

4.2.2. Analisis Kelayakan Ekonomi Limbah Nanas sebagai Bahan Baku Biogas
Analisis kelayakan tekno-ekonomi dilakukan berdasarkan perhitungan sederhana
yang mengacu pada hasil produksi skala semi-lapang sistem kontinyu. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui aspek ekonomi dari teknologi anaerob dengan
membandingkan antara besarnya biaya pengeluaran dengan nilai manfaat yang
diterima dalam suatu investasi pada jangka waktu tertentu. Analisis ini meliputi
62

perhitungan : Benefit Cost Ratio (B/C), Net Present Value (NPV), Internal Rate of
Return (IRR) dan Payback Period (PBP).
Perhitungan didasarkan pada banyaknya produksi gas yang dihasilkan dalam
sistem kontinyu, kemudian dikonversikan dengan BBM (solar). Perhitungan produksi
biogas dengan sistem kontinyu dilakukan dengan mengunakan tandon air dengan
volume 4000 liter sebagai unit reaktor anaerob dan sebagai pengumpul gas digunakan
tandon air dengan volume 500 liter, yang bersatu dengan unit reaktor, sehingga model
reaktor/ digesternya adalah floating dome. Penentuan ukuran digester didasarkan pada
banyaknya limbah nanas yang dihasilkan oleh PT. Marizafood dalam sekali produksi.
Limbah nanas yang dihasilkan dalam satu kali produksi sebesar 29.762 kg per hari.
Berdasarkan hasil produksi biogas skala semi-kontinyu menggunakan digester dengan
volume 300 liter maka diperoleh laju produksi gas optimal sebesar 64,4 L/ hari dengan
laju umpan 1,4 kg TS/L /hari. Laju pengumpanan sebesar 1,4 kg TS/L /hari diberikan
pada reaktor dengan volume 4000 L akan menghasilkan 24,242 m3 biogas/hari dan jika
dikonversikan sama dengan 15,03 liter minyak tanah/hari, dengan asumsi 1 m3 biogas
setara dengan 0,62 liter minyak tanah.
Analisis finansial untuk produksi biogas dalam reaktor model floating dome
menggunakan asumsi sebagai berikut :
Analisis dilakukan selama 10 tahun umur proyek
Tingkat suku bunga 12 %
Biaya dan harga selama masa proyek dianggap konstan
Penyusutan produksi sebesar 10 % setiap tahun akibat menurunnya kinerja
beberapa peralatan .
Hasil perhitungan kelayakan finansial produksi biogas dengan menggunakan
reaktor model floating dome yang meliputi B/C rasio, NPV dan IRR menunjukkan
bahwa investasi proyek pembangunan instalasi pembangkit biogas tersebut layak untuk
dikembangkan. Dari perhitungan diperoleh nilai B/C rasio sebesar 1,75; nilai NPV
pada DR 12 % sebesar Rp 79.022.673,- dengan nilai IRR sebesar 56,57 %, sedangkan
nilai PBP (Pay Back Period) diperoleh sebesar 19,7 bulan (Lampiran 20, hal 102).
Pada Tabel 15 ditunjukkan biaya modal, biaya tetap dan biaya operasional proyek
produksi biogas dari limbah nanas.
63

Secara ekologis pemanfaatan energi terbarukan seperti biogas sangat diperlukan,


disamping sebagai pengganti BBM juga dalam rangka pengurangan efek rumah kaca
terutama emisi gas karbondioksida (CO2). Menurut Chanakya et al (1999) dari limbah
buah-buahan dengan laju umpan 1 gr TS/L/hari akan dihasilkan 0,25 L biogas/gr TS/
hari dengan kadar CH4 sebesar 60%. Dari hasil yang diperoleh pada sistem semi-
kontinyu dan mengacu pada produksi limbah nanas sebesar 29.762 kg per hari maka
akan dihasilkan 24.242 L biogas/kg TS/ hari dengan kandungan CH4 sebesar 70%,
maka setara dengan 16969,4 L CH4/kg TS/hari dan sebanding dengan pengurangan
emisi CO2 sebesar 390,3 m3 CO2/ hari atau 142460 m3 CO2/ tahun. Ini dengan asumsi
bahwa 1 m3 CH4 = 23 m3 CO2 ( Chinnaraj et al, 2005). Nilai ekologis dari
pemanfaatan limbah nanas sebagai bahan baku biogas ini akan bertambah dengan
adanya produk samping lainnya yang bernilai ekonomis, yakni berupa pupuk organik
padat dan pupuk organik cair.
64

Tabel 15. Biaya modal, biaya tetap dan biaya operasional instalasi anaerob limbah nanas .
Jenis Biaya Banyak Harga Satuan (Rp) Jumlah (Rp)
Biaya Modal
Tandon air 4000 liter 1 buah 3.500.000 3.500.000
Tandon air 500 liter 1 buah 1.250.000 1.250.000
Bis Beton 10 buah 75.000 750.000
Pasir 3 rit 60.000 180.000
Kerikil 1 kol 300.000 300.000
Semen 3 zak 35.000 105.000
Mesin pompa air 1 unit 500.000 500.000
Pipa PVC 2 inch 2 batang 105.000 205.000
Pipa PVC 4,4 inch 2 batang 125.000 250.000
Pipa PVC 8 inch 3 batang 150.000 450.000
Kran Gas 1 buah 45.000 45.000
Ember 2 buah 10.000 20.000
Senar 1 gulung 5.000 5.000
Pipa Besi 1 inch 1 buah 175.000 175.000
Selang Fiber Glass 15 meter 12.000 180.000
Plastic Steel 20 buah 15.000 300.000
Pipa T 1 buah 12.000 12.000
Aqua Proof 1 kaleng 45.000 45.000
Amplas 0,5 meter 8.000 8.000
Meteran 1 buah 15.000 15.000
Plastik penampung gas 50m3 1 buah 2.000.000 2.000.000
Biaya tak terduga 3.000.000 3.000.000
Pengambilan kotoran sapi 300 kg 2.500 750.000
Total 11.444.500 13.870.000

Biaya Tetap
Konsumsi 10 hari 100.000 1.000.000
Upah Pekerja 4 orang/10 hari 50.000 2.000.000
Total 150.000 3.000.000

Biaya Operasional
Listrik 200.000 200.000
Upah Tenaga Kerja 2 orang 850.000 1.700.000
Biaya Perawatan 1.000.000 1.000.000
Total 2.050.000 2.900.000

Total Kumulatif 13.644.500 19.770.000


65

V. KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap penggunaan bagase tebu dan limbah nanas
sebagai bahan baku penghasil biogas , dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pada skala laboratorium , produksi biogas dengan masa fermentasi selama 48
hari, menggunakan bioreaktor volume 20 liter dengan sistem batch
dipengaruhi oleh faktor lingkungan biotik berupa konsentrasi inokulum dan
faktor abiotik berupa suhu dan pH substrat.
2. Didapatkan 3 perlakuan terbaik untuk produksi biogas selama 48 hari, yaitu
perlakuan Ns-35 dengan kadar TS 7,7%(w/v) menghasilkan biogas sebanyak
17,2 L dengan atau 203,1 L/kg TS dengan kandungan CH4 sebesar 67% ,
perlakuan BNs-35 dengan kadar TS 8,2% (w/v) mampu menghasilkan biogas
sebanyak 12,6 L atau 69,9 L/kg TS dengan kadar CH4 sebesar 74% dan BNs-
30 dengan kadar TS 8,1% (w/v) menghasilkan biogas sebanyak 12,3 L atau
32,3 L/kg TS. dengan kandungan CH4 57 %.
3. Pada perlakuan Bg-30 diperoleh efisiensi penurunan COD tertinggi sebesar
82,5 %, sedangkan pada perlakuan Ns-35 diperoleh efisiensi TS dan VS
tertinggi masing-masing sebesar 39 % dan 47,5 %. Pada perlakuan BNs-35
diperoleh pembentukan VFA tertinggi mencapai 161,03 mM.
4. Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa pH memberikan pengaruh yang nyata
terhadap produksi biogas pada perlakuan yang ada, sedangkan suhu tidak
berpengaruh nyata terhadap produksi biogas pada perlakuan yang ada.
5. Pada bioreaktor volume 300 L sistem semi-kontinyu dengan laju umpan
sebesar 1,4 kg TS/L/hari, 2,3 kg TS/L/hari dan 4,1 kg TS/L/hari menghasilkan
biogas optimal sebesar 64,4L/hari dan kandungan 70% CH4 serta efisiensi
penurunan COD sebesar 80 %.
6. Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa pembangunan proyek instalasi
biogas dengan baku limbah nanas dengan umur proyek 10 tahun layak untuk
dikembangkan, dengan nilai B/C rasio sebesar 1,75; nilai NPV pada DR 12 %
sebesar Rp 79.022.673,- dengan nilai IRR sebesar 56,57 %.
66

Saran
1. Pemanfaatan limbah nanas sebagai bahan campuran dengan kotoran ternak
sebagai penghasil biogas, sebaiknya tidak melebihi 50%, sedangkan bagase
tebu secara ekonomis tidak layak di gunakan sebagai bahan baku biogas
karena digunakan sebagai bahan bakar boiler.
2. Diperlukan penelitian sistem kontinyu dengan variasi parameter proses lebih
beragam dengan waktu yang lebih lama dan analisa terhadap kualitas produk
samping yang dihasilkan berupa pupuk padat dan pupuk cair.
67

VI. DAFTAR PUSTAKA


Alexander,M. 1977. Introduction to Soil Microbiology. Second Edition. Jhon Willey
and Sons, New York

American Public Health Association (APHA). 1998. Standard methods for examination
of water and wastewater, 20th.ed.Baltimore: APHAAWWA-EWF.

AOAC. 1984. Official Methods Analysis of The Association of Official Analysis


Chemist, Washington.

Bardiya, N., D, Somayaji dan S, Khanna. 1996. Biomethanation of banana peel and
pineapple waste. Elsevier Sc. Ltd. J.of Bioresource Tech. 58 : 73 76.

Berardino.D., S.Costa., A. Converti. 2000. Semi-continuous digestion of food Industry


wastewater in anaerobic filter. Bioresoure Technology 711:261-266. Elseiver
Science Ltd.

Budhi ,Y.W. 1999. Peningkatan Biodegradabilitas Limbah Cair Printing Industri Tekstil
secara Anaerob. ITB Bandung.

Buren, A. 1979. A Chinese biogas manual intermediate technology publications.

Chaiprasert, P., S. Bhumiratana dan M. Tanticharoen. 2001. Mesophilic and thermophilic


anaerobic digestion of pineapple cannery wastes. Thammasat Int. J. Sc.Tech.,
Vol.6. No.2 : 1-9.

Chanakya, H.N., Srikumar,K.G. and Anand,V. 1999. Fermentation properties of agro


residues, leaf biomass and urban market garbage in a solid phase biogas
fermenter. Biomass and Bioenergy. 16: 417-429.

Chanakya, H.N., Modak, J. and Jagadish, K.S. 2006 Micro-Treatment options for
Components of organic fraction of MSW in residential areas. Environt .Monit.
Asses. Centre for Sustainable Technologies . Indian Institute of Science.
Bangalore. India.

Chinnaraj, S. and G. Venkoba Rao. 2005. Implementation of an UASB anaerobic


digester at bagasse- based pulp and paper industry. Bioresoure Technology
.Elseiver Science Ltd.

CIPS . 1992. Panduan Teknik Pembuatan Kompos dan Sampah: Teori dan Aplikasi .
Center for Policy and Implementation Study (CPIS) .Jakarta

FAO. 1997. Recycling of organic waste in Chninas agriculture. FAO Soils Bulletin 40.
food and agricultural Organization Rome. 107 hal.
68

Fry, I .J. dan Merill, R. 1973. Methane digester for fuel and fertilizer. The New Alchemi
Institute West. Santa Barbara. California.

Fry,I. J. 1974. Practical Building of Methane Power Plants for Rural Energy
Independence. Standard Printing Santa Barbara. California.

Gaur, A.C.1981. A Manual of rural composting. Di Dalam: Manik, S. T. H. 1994.


Pengaruh imbangan kotoran sapi dengan sampah pasar organik te hadap
produksi dan kualitas kompos secara aerob. Skripsi. Jurusan Ilmu Pakan Ternak.
Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Hadiwiyoto, S. 1983. Penanganan dan pemanfaatan sampah. Yayasan Idayu. Jakarta.

Han, Q. Y. and Fang, H.H.P. 2002. Hydrogen Production from rice Winery Wastewater in an
Upflow Anaerobic Reaktor by using Mixed Anaerobic Culturs. Apllication.
Microbiol.Biotechnol.27,1359-1359.

Harada, Y.K., H.T. Osada dan M. Kashinoa. 1993. Quality of Compost from Animal
Wastes . JAQ 26 (4). P . 238-264.

Harahap, F. 1980. Teknologi Biogas, Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Harjo, S., Indrasti, N.S. dan Bantacut, T. 1989. Biokonversi Pemafaatan Limbah Industri
Pertanian. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan da Gizi, Institut Pertanian
Bogor. Bogor

Haug, R.T. 1980. Composting Engineering. An Harbor Science, Michigan.

Henzen, M. dan Harremoes, P. 1983. Anaerobic treatment of waste water in fixed film
reactors- a literature review. Water Science and Tech. Vol.15. No.1.

Kadarsan, H.W. 1995. Keuangan pertanian dan pembiayaan perusahaan. Ramedia


Pustaka Utama. Jakarta.

Lopez, W.S., Leite, V.D. and Prasad, S. 2004. Influence of Inoculum on performance of
anaerobic reactors for treating municipal solid waste. Bioresource Technology. 94:261
265.

Mahajoeno, E. 2008. Pengembangan Energi Terbarukan dari Limbah Cair Pabrik Minyak
Kelapa Sawit. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Meynell, P. J. 1976. Methane : Planning a Digester. Prism Press. Great Britain.

Mosey, S. 1983. Municipal wastewater treatment with the aerobic attached micorbial film
expanded bed process. Di dalam: Renita, M. 2004. Proses anaerobik sebagai
69

alternatif untuk mengolah limbah sawit. Tesis. Program Studi Teknik Kimia.
Universitas Sumatera Utara.

Mubyarto dan Daryanti. 1991. Gula, Kajian Sosial Ekonomi, Aditia Media, Yogyakarta.

Murbandono, L. 1983. Membuat Kompos . Penebar Swadaya. Jakarta.

Musanif, J. 1982. Limbah Pertanian dan Kotoran Ternak untuk Kesejahteraan. Diskusi
Pemanfaatan Sumberdaya Alam untuk Industrialisasi, Departemen Pertanian,
Jakarta.

Neves, L. 2008, Influence of composition on the biomethanation potential of restaurant


waste at mesophilic temperatures, www.elsevier.com/locate/wasman, Waste
Management 28 : 965972.( 10 September 2008).

Nijaguna, B.T. 2002 Biogas Technology. Taylor & Frances, New Delhi.

Noegroho, H.S. 1980. Pemanfaatan Biogas sebagai Sumber Energi non Konvensional dan
Pengembangan Desa, IPB, Bogor.

Osman, G. A., A. H. El Tinay and E. F. Mohamed. 2006. Biogas Production from


Agricultural Wastes. Journal of Food Technology. 4 : 37 39.

Pound, B. , Done, F. and T.R. Preston. 1981 Biogas Production from Mitures of Cattle of
Slurry and Pressed Sugar Cane Stalk, With Without Urea. Trop nimal Prod.
CEDIPCA,CEAGANA , Santo Domingo, Dominica Republic.

Price, C.E. dan P. N. Cheremisinoff. 1981. Biogas Production and Utilization. Energy
Technology Series. Ann Arbor Science Pub. Michigan.

Reksowardojo, I.K. dan T.H. Soerawidjaja. 2006. Teknologi pengembangan bioenergi


untuk industri pertanian. Di Dalam: Agung, H. Sardjono, T.W, Widodo. P,
Nugroho. dan Cicik, S. Proc. Seminar Nasional Mekanisasi Pertanian :
Bioenergi dan Mekanisasi Pertanian untuk Pembangunan Industri Pertanian.
Bogor 29-30 Nov. 2006.

RENSTRA EBT. 2000. Strategic Plan for New and Renewable Energy. Draft report.
Directorate of Electricity and Energy Utilization, Ministry of Energy and
Mineral Resources of Indonesia.

Reith, J.H., H. den Uil, H. van Veen, W.T.A.M. de Laat, J.J. Niessem, E. de Jong, H.W.
Elbersen, R. eusthuis, J.P. van Dikjen and L. Raamsdonk. 2003. Coproduction
of Bio-ethanol, Electricity and heat from biomass residues. Proceedings of the
12th European Conference on Biomass and Energy, Industry and Climate
Protection, 17-21 June 2002, Amsterdam, The Netherlands. : 1118-1123.

Sahidu, S. 1983. Kotoran Ternak sebagai Sumber Energi, Dewaruci Press, Jakarta.
70

Setiawan. 1996. Memanfaatkan kotoran ternak. Penebar Swadaya. Jakarta.

Syamsuddin, T.R. dan H.H. Iskandar. 2005. Bahan bakar alternatif asal ternak. Sinar
Tani. XXXVI. No. 3129.

Sulaeman, D. 2007. Pengomposan: salah satu alternatif pengolahan sampah organik.


http://agribisnis.deptan.go.id/Pustaka/dede.pdf. (25 April 2007).

Van Haandel, A.C. 1992. Activated sludge settling part II: Settling theory and application
to design. Water SA. Vol. 18. No.3: 173-180.

Wimbanu, O. 2005. Pengomposan Jerami dan Ampas Batang Sagu dengan Metode
Windrow Teraerasi. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.

Yacoeb, S., Shirai, Y. Hassan, M.A., Wakasika, M. and S. Subash. 2006. Star-up
operation of semi-commercial closed anaerobic digester from palm oil mill
effeluent treatment . Process Biochemistry 41:962-964.

Yani, M. dan A. A. Darwis. 1990. Diktat Teknologi Biogas. Pusat Antar Universitas
Bioteknologi- IPB Bogor.
71

Lampiran I. Hasil uji laboratorium bagase


72
73
74
75
76
77

Lampiran 7. Nilai pH proses fermentasi semi-aerob

Hari Ke- Bgs-EM4 Bgs-AntC Nas-EM4 Nas-AntC


3 6.57 7.78 4.44 5.17
6 7.01 7.09 6.04 5.32
9 7.03 7.03 7.56 6.25
12 7.09 7.14 7.21 6.85
15 7.02 7.18 8.23 6.52
18 6.8 6.5 8.68 7.65
21 7 6.88 8.72 7.82
24 7.3 7.27 8.58 8.43
27 6.86 7.28 8.2 8.29
30 6.98 7.26 8.79 8.15
33 6.05 6.95 8.68 7.81
36 7.14 7.3 7.82 7.65
39 6.08 6.46 7.27 7.62
42 6.85 7.08
45 7.05 7.12
48 6.95 7.37

Lampiran 8. Nilai C/N, TS, VS dan VFA proses fermentasi semi-aerob

Parameter Awal Akhir


Bgs- Bgs- Nas- Bgs- Nas-
EM4 ActCom Nas-EM4 ActCom Bgs-EM4 ActCom Nas-EM4 ActCom
C/N 227,5 227,5 72,8 72,8 64,8 85,9 19,12 17,83
TS (%) 55,24 55,24 6,37 6,37 12,86 16,56 3,89 4,22
VS (%) 54,24 54,24 5,8 5,8 11,9 15,74 2,16 3,04
VFA (mM) 68,37 68,37 21,71 21,71 74,11 104,78 30,67 89,44
78

Lampiran 9.Suhu pada proses fermentasi semi-aerob

Hari Ke- Bgs-EM4 Bgs-AntiCom Nas-EM4 Nas-Anticom


1 38.4 32.2 32.3 34.4
2 44.3 33.2 35.8 36.5
3 48.7 38.3 37.4 38.3
4 46.2 42.3 38.3 38.6
5 44.6 41.3 36.7 37.7
6 42.4 40.5 36.5 38.2
7 40.3 40.2 35.8 36.7
8 41.4 40.2 39.2 37.4
9 40.4 35.5 38.6 40.3
10 39.7 38.4 38.4 39.7
11 40.2 38.2 41.3 39.4
12 40.2 38.7 41.2 39.6
13 40.3 39.5 39.7 39.5
14 40.3 40.3 40.3 37.7
15 40.1 39.7 36.8 36.6
16 40.4 39.5 35.7 36.4
17 40.2 39.2 36.2 36.5
18 40.3 39.4 37.4 35.6
19 40.1 38.7 35.4 35.3
20 40.2 37.8 33.5 35.3
21 40.4 39.3 35.4 36.2
22 38.5 39.5 34.5 33.6
23 38.4 38.6 35.2 34.6
24 35.3 35.4 35.4 35.2
25 35.7 35.5 34.6 34.6
26 35.8 35.6 34.3 34.3
27 36.3 35.4 35.2 33.8
28 35.6 35.5 34.2 33.3
29 35.4 35.5 34.5 33.6
30 35.5 35.2
31 34.5 33.8
32 34.3 33.6
33 34.4 33.7
34 34.2 33.5
35 33.5 34.3
36 33.4 33.6
37 33.5 33.4
38 34.4 33.5
39 35.4 33.8
40 35.2 34.4
41 34.7 35.2
42 35.4 35.6
43 34.7 34.6
44 34.5 35.2
45 34.8 35.5
46 35.6 34.4
47 35.3 34.7
79

Lampiran 10. Kadar TS (%) pada proses anaerob sistem batch

Substrat Ulangan Awal Hari ke-20 Hari ke-40


Bg 25 1 11.5 10.6 8.8
2 9.5 9 8.4
Bg 30 1 10.7 10 8.4
2 10.3 9.8 8.8
Bg 35 1 10.5 10.3 10
2 9.9 9.7 9.6
Ns 25 1 7.4 5.6 5.3
2 6.4 6 5.5
Ns 30 1 6.5 6 5
2 7.3 5.6 5
Ns 3 1 8 6.6 5.2
2 7.4 5.6 4.2
BNs 25 1 8.5 7.3 7
2 7.3 6.7 6.3
BNs 30 1 8.4 8 6.9
2 7.8 7.2 6.3
BNs 35 1 8.4 8 7.2
2 8 7.4 6.6
Kontrol(Co) 1 8.9 8.1 7.6
2 8.3 7.7 6.8
80

Lampiran 11. Kadar VS (%) pada proses anaerob sistem batch


Substrat Ulangan Awal Hari ke-20 Hari ke-40
Bg 25 1 9.7 8 7.8
2 8.9 8.4 8
Bg 30 1 8.7 8.3 7.8
2 9.7 8.1 7.6
Bg 35 1 8.8 8.6 8.5
2 9.4 9.2 8.9
Ns 25 1 6.1 4.1 3.8
2 5.5 4.9 4.2
Ns 30 1 6.3 4.2 3.7
2 5.5 5 4.7
Ns 35 1 7 5.1 3.7
2 4.8 4.3 2.5
BNs 25 1 7.5 6.6 6
2 6.9 6.2 5.6
BNs 30 1 7.7 6.1 5.7
2 7.1 6.3 5.9
BNs 35 1 7.8 6.2 6.1
2 7.2 6 5.7
Kontrol Co) 1 8.3 7.9 7.3
2 7.9 7.7 7.3
81

Lampiran 12. Nilai COD (mg/L) pada proses anaerob system batch

Substrat Ulangan Awal Hari ke-20 Hari ke-40


Bg 25 1 6850 5025 2504
2 6590 4875 2360
Bg 30 1 7155 3821 1325
2 7005 3459 1155
Bg 35 1 6985 5995 4947
2 7575 7085 3346
Ns 25 1 7640 4325 2524
2 7400 4475 2336
Ns 30 1 6935 5745 2558
2 6745 5575 2306
Ns 35 1 7358 4128 1840
2 7202 4052 1520
BNs 25 1 5845 4835 3625
2 5515 4705 3815
BNs 30 1 6635 4535 2856
2 6245 4305 2664
BNs 35 1 7447 4282 3028
2 7273 4038 2892
Kontrol (Co) 1 6994 5990 3075
2 7086 6890 5965
82

Lampiran 13. Kadar VFA (mM) pada proses anaerob sistem batch

Substrat Ulangan Awal Hari ke-20 Hari ke-40


Bg 25 1 72.65 69.55 60.35
2 68.57 68.47 57.83
Bg 30 1 73.22 85.44 140.15
2 67.2 83.26 135.89
Bg 35 1 62.41 67.38 71.32
2 61.27 65.74 66.7
Ns 25 1 32.45 44.55 109.45
2 31.45 42.35 105.25
Ns 30 1 48.35 55.41 101.33
2 45.35 51.95 98.03
Ns 35 1 48.35 102.35 129.45
2 46.21 97.01 126.15
BNs 25 1 33.35 55.44 101.52
2 30.55 51.92 97.84
BNs 30 1 58.35 90.72 117.22
2 56.65 88.2 112.94
BNs 35 1 97.42 127.3 164.12
2 94.26 123.18 157.94
Kontrol (Co) 1 60.54 64.32 68.78
2 60.34 65.04 67.64
83

Lampiran 14. Kadar CH4 (%) pada proses anaerob sistem batch

Substrat Ulangan Hari ke-20 Hari ke-40


Bg 25 1 47 77
2 43 71
Bg 30 1 46 71
2 50 69
Bg 35 1 28 45
2 20 43
Ns 25 1 48 64
2 42 58
Ns 30 1 48 56
2 46 54
Ns 35 1 50 66
2 46 68
BNs 25 1 31 56
2 23 54
BNs 30 1 32 59
2 24 55
BNs 35 1 24 75
2 38 73
Kontrol (Co) 1 33 65
2 47 66
84

Lampiran 15. Nilai pH pada proses anaerob system batch

Bagase Tebu Limbah Nanas Camp.bagase + limb. nanas Kontrol


Hari
Ke- Bg 25 Bg 30 Bg 35 Ns 25 Ns 30 Ns 35 BNs 25 BNs 30 BNs 35 C o
Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 A B
1 7.73 7.27 7.34 7.85 7.53 7.85 6.45 6.52 6.34 6.28 6.42 6.35 6.42 6.45 6.44 6.39 6.35 6.43 7.63 7.55
2 7.52 7.33 7.37 7.77 7.55 7.81 6.4 6.44 6.22 6.18 6.39 6.33 6.36 6.35 6.4 6.33 6.28 6.37 7.58 7.51
3 7.44 7.22 7.42 7.75 7.55 7.81 6.37 6.4 6.18 6.15 6.33 6.27 6.33 6.33 6.37 6.28 6.2 6.28 7.55 7.51
4 7.27 7.2 7.55 7.69 7.53 7.78 6.22 6.35 6.09 6.22 6.22 6.2 6.28 6.35 6.3 6.25 6.15 6.22 7.53 7.48
5 7.3 7.24 7.46 7.7 7.58 7.8 6.35 6.35 6.2 6.25 6.25 6.17 6.35 6.29 6.35 6.33 6.14 6.18 7.53 7.48
6 7.38 7.33 7.4 7.69 7.55 7.77 6.35 6.37 6.24 6.32 6.22 6.23 6.33 6.32 6.38 6.38 6.1 6.13 7.51 7.45
7 7.42 7.35 7.55 7.68 7.58 7.75 6.41 6.41 6.17 6.24 6.2 6.24 6.37 6.38 6.44 6.41 6.15 6.11 7.51 7.45
8 7.45 7.46 7.57 7.7 7.6 7.75 6.4 6.45 6.15 6.2 6.3 6.31 6.41 6.42 6.47 6.45 6.18 6.17 7.54 7.47
9 7.51 7.46 7.55 7.68 7.58 7.7 6.48 6.52 6.36 6.25 6.35 6.38 6.4 6.45 6.56 6.52 6.25 6.24 7.54 7.47
10 7.44 7.5 7.56 7.69 7.53 7.69 6.55 6.55 6.42 6.27 6.31 6.42 6.41 6.5 6.55 6.55 6.22 6.28 7.53 7.49
11 7.55 7.48 7.57 7.65 7.5 7.7 6.62 6.58 6.55 6.33 6.35 6.47 6.46 6.53 6.58 6.55 6.27 6.35 7.53 7.51
12 7.56 7.5 7.63 7.65 7.49 7.66 6.68 6.63 6.59 6.39 6.43 6.52 6.5 6.55 6.61 6.59 6.32 6.39 7.5 7.56
13 7.56 7.56 7.6 7.68 7.5 7.61 6.74 6.66 6.55 6.44 6.4 6.55 6.49 6.5 6.65 6.62 6.36 6.41 7.5 7.61
14 7.72 7.55 7.66 7.69 7.47 7.62 6.88 6.72 6.56 6.54 6.45 6.5 6.53 6.49 6.61 6.68 6.35 6.48 7.49 7.62
15 7.75 7.62 7.7 7.7 7.52 7.65 6.93 6.77 6.5 6.58 6.55 6.49 6.59 6.52 6.59 6.64 6.41 6.43 7.47 7.65
16 7.68 7.66 7.72 7.7 7.55 7.66 7.15 6.85 6.44 6.64 6.51 6.53 6.62 6.58 6.55 6.61 6.44 6.37 7.47 7.66
17 7.66 7.68 7.7 7.69 7.59 7.65 7 6.9 6.47 6.55 6.56 6.55 6.66 6.63 6.55 6.56 6.47 6.42 7.5 7.65
18 7.73 7.7 7.74 7.67 7.64 7.59 7.11 6.9 6.38 6.47 6.5 6.58 6.64 6.69 6.5 6.52 6.42 6.44 7.51 7.69
19 7.68 7.68 7.75 7.69 7.64 7.56 7 6.83 6.4 6.45 6.49 6.54 6.62 6.64 6.49 6.49 6.41 6.49 7.55 7.66
20 7.7 7.69 7.75 7.72 7.68 7.59 6.97 6.85 6.38 6.42 6.42 6.5 6.6 6.59 6.43 6.47 6.42 6.5 7.58 7.64
21 7.65 7.7 7.72 7.75 7.65 7.55 6.91 6.77 6.33 6.38 6.44 6.48 6.61 6.55 6.48 6.45 6.46 6.56 7.62 7.59
22 7.66 7.72 7.7 7.75 7.64 7.55 6.89 6.72 6.42 6.35 6.39 6.53 6.58 6.51 6.47 6.48 6.44 6.55 7.64 7.59
23 7.7 7.75 7.69 7.74 7.64 7.52 6.88 6.66 6.38 6.35 6.29 6.61 6.54 6.48 6.52 6.53 6.4 6.5 7.65 7.56
24 7.77 7.75 7.67 7.77 7.66 7.5 6.88 6.65 6.33 6.33 6.25 6.55 6.49 6.44 6.56 6.58 6.39 6.46 7.65 7.55
25 7.75 7.7 7.69 7.81 7.65 7.55 6.92 6.58 6.42 6.38 6.33 6.51 6.45 6.38 6.51 6.55 6.45 6.4 7.66 7.55
26 7.7 7.68 7.72 7.78 7.69 7.58 6.97 6.64 6.45 6.42 6.38 6.46 6.4 6.35 6.55 6.5 6.49 6.36 7.69 7.58
27 7.77 7.6 7.8 7.77 7.7 7.64 7.1 6.66 6.44 6.42 6.4 6.4 6.44 6.31 6.59 6.48 6.5 6.42 7.69 7.64
28 7.73 7.55 7.85 7.8 7.73 7.66 7.15 6.82 6.59 6.5 6.47 6.35 6.48 6.38 6.62 6.53 6.54 6.45 7.7 7.66
29 7.7 7.5 7.77 7.83 7.7 7.66 7.1 6.94 6.55 6.55 6.55 6.33 6.47 6.42 6.62 6.55 6.61 6.55 7.7 7.67
85

Lanjutan

Bagase Tebu Limbah Nanas Camp.bagase + limb. nanas Kontrol


Hari
Ke- Bg 25 Bg 30 Bg 35 Ns 25 Ns 30 Ns 35 BNs 25 BNs 30 BNs 35 C o
Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 A B
30 7.68 7.5 7.75 7.8 7.68 7.69 7.19 7.11 6.63 6.66 6.6 6.27 6.52 6.47 6.67 6.61 6.65 6.59 7.68 7.69
31 7.68 7.56 7.77 7.8 7.63 7.72 7.2 7.1 6.69 6.6 6.69 6.35 6.59 6.53 6.7 6.69 6.59 6.64 7.65 7.72
32 7.69 7.62 7.74 7.78 7.6 7.75 7.25 7.21 6.73 6.69 6.65 6.42 6.66 6.55 6.74 6.71 6.55 6.67 7.65 7.72
33 7.66 7.66 7.74 7.78 7.64 7.75 7.28 7.22 6.7 6.75 6.68 6.45 6.63 6.56 6.7 6.75 6.62 6.73 7.64 7.75
34 7.68 7.65 7.7 7.75 7.63 7.71 7.35 7.16 6.77 6.73 6.75 6.44 6.68 6.59 6.75 6.77 6.68 6.66 7.63 7.71
35 7.72 7.68 7.68 7.74 7.66 7.7 7.33 7.23 6.82 6.75 6.72 6.53 6.73 6.62 6.82 6.85 6.68 6.65 7.65 7.74
36 7.77 7.7 7.65 7.75 7.66 7.7 7.33 7.11 6.89 6.69 6.77 6.56 6.82 6.62 6.89 6.88 6.71 6.77 7.66 7.72
37 7.75 7.7 7.65 7.72 7.69 7.68 7.27 7.2 6.92 6.65 6.7 6.64 6.79 6.69 6.94 6.92 6.78 6.75 7.69 7.68
38 7.78 7.69 7.68 7.7 7.72 7.66 7.25 7.19 6.9 6.66 6.75 6.68 6.84 6.66 6.88 6.9 6.83 6.83 7.71 7.66
39 7.77 7.7 7.68 7.68 7.72 7.65 7.25 7 7.11 6.74 6.77 6.73 6.89 6.65 6.85 6.89 6.85 6.88 7.72 7.65
40 7.8 7.75 7.7 7.68 7.75 7.6 7.21 6.77 7.1 6.85 6.83 6.77 6.94 6.66 6.88 6.85 6.88 6.91 7.75 7.65
41 7.8 7.74 7.69 7.65 7.77 7.66 7.21 6.64 7.21 6.93 6.88 6.82 6.89 6.71 6.93 6.91 6.85 6.95 7.75 7.66
42 7.77 7.75 7.74 7.68 7.75 7.65 7.27 6.58 7.15 7.12 6.91 6.88 6.93 6.78 6.99 6.07 6.93 6.89 7.77 7.65
43 7.79 7.77 7.77 7.77 7.77 7.65 7.35 6.66 7.11 7.1 6.96 6.94 6.97 6.83 6.98 7.11 6.99 6.94 7.77 7.65
44 7.79 7.77 7.81 7.77 7.81 7.69 7.4 6.83 7.13 7.21 7.06 6.99 7.02 6.88 7.14 7.1 7.14 6.99 7.8 7.69
45 7.77 7.75 7.8 7.75 7.8 7.71 7.38 6.9 7.15 7.22 7.11 7.2 7.12 6.93 7.1 7.19 7.1 7.06 7.8 7.72
46 7.79 7.75 7.81 7.77 7 7.75 7.41 7.12 7.22 7.28 7.1 7.17 7.1 7.05 7.12 7.14 6.99 7.11 7.84 7.75
47 7.8 7.78 7.81 7.79 7.84 7.77 7.41 7 7.22 7.31 7.13 7.15 7.12 7.11 7.16 7.12 7.13 7.16 7.84 7.77
48 7.81 7.78 7.87 7.79 7.85 7.77 7.44 7.11 7.26 7.35 7.15 7.18 7.15 7.14 7.16 7.15 7.19 7.21 7.85 7.77
86

Lampiran 16. Suhu pada proses anaerob sistem batch


Limbah Camp. bagase+
Bagase Tebu Nanas limb.nanas Kontrol
Hari
Ke- Bg 25 Bg 30 Bg 35 Ns 25 Ns 30 Ns 35 BNs 25 BNs 30 BNs 35 C o
Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 A B
1 29.2 29.4 29.5 29.4 29.3 29.4 29.2 29.3 29.2 29.3 29 29.1 29.2 29.1 29.1 29.2 29.2 29.1 29.4 29.2
2 29.3 29.3 29.2 29.5 29.3 29.4 29.2 29.4 29.3 29.4 29.2 29.1 29.1 29.2 29.1 29.2 29.2 29.2 29.4 29.2
3 29.4 29.3 29.3 29.3 29.5 29.3 29.4 29.3 29.3 29.3 29.2 29 29.2 29.2 29.2 29.1 29.2 29.2 29.5 29.3
4 29.4 29.4 29.5 29.2 29.6 29.6 29.4 29.4 29.2 29.4 29 29 29.3 29.3 29.2 29.2 29.3 29.3 29.6 29.6
5 29.3 29.5 29.2 29.2 29.5 29.6 29.6 29.6 29.3 29.3 29 29.2 29.3 29.3 29.4 29.3 29.5 29.5 29.5 29.6
6 29.2 29.4 29.3 29.2 29.4 29.3 29.6 29.6 29.4 29.5 29.1 29.2 29.5 29.3 29.5 29.5 29.4 29.5 29.6 29.5
7 29.3 29.2 29.2 29.4 29.4 29.3 29.7 29.5 29.4 29.5 29.2 29.1 29.3 29.5 29.4 29.5 29.5 29.4 29.4 29.5
8 29.3 29.3 29.2 29.5 29.6 29.1 29.7 29.5 29.5 29.7 29.1 29.3 29.5 29.5 29.5 29.4 29.5 29.5 29.6 29.2
9 29.2 29.3 29 29.5 29.4 29.1 29.6 29.7 29.5 29.7 29.2 29.3 29.4 29.3 29.5 29.5 29.7 29.5 29.5 29.3
10 29.3 29.3 29 29.3 29.3 29.3 29.6 29.7 29.4 29.5 29.1 29.3 29.5 29.5 29.7 29.7 29.7 29.5 29.5 29.3
11 29.4 29.3 29.1 29.2 29.4 29.4 29.8 29.8 29.7 29.5 29.2 29.1 29.7 29.6 29.5 29.7 29.8 29.8 29.4 29.4
12 29.4 29 29.3 29.2 29.4 29.5 29.8 29.8 29.7 29.7 29.2 29 29.7 29.6 29.7 29.7 29.8 29.8 29.4 29.5
13 29.3 29.2 29.3 29.3 29.3 29.3 29.9 29.9 29.7 29.7 29.4 29.3 29.8 29.8 29.9 30 30 30 29.3 29.3
14 29.2 29 29.3 29.4 29.4 29.1 30 29.9 29.9 29.9 29.3 29.3 29.9 29.8 30 30 30.1 30 29.3 29.1
15 29.3 28.9 29.5 29.3 29.3 29.1 30 30 29.9 29.9 29.3 29.2 30.1 30 30.2 30.2 30 30.1 29.3 29.1
16 29.3 28.9 29.5 29.5 29.4 28.9 30.2 30 30.1 30.1 29.2 29.2 30.2 30 30.3 30.1 30.2 30.2 29.4 28.9
17 29 28.9 29.4 29.5 29.2 28.9 30.1 30.01 30.1 30 29.4 29.4 30.1 29.9 30.3 30.2 30.2 30.2 29.2 28.7
18 28.9 28.7 29.5 29.7 29 29 30 30 30 30.1 29.6 29.5 30.2 29.9 30.5 30.2 30.3 30 29 29
19 28.9 28.8 29.7 29.7 29 29 30.1 29.9 30.1 30.1 29.6 29.5 30.3 30 30.3 30 30.5 30.2 29 29.2
20 28.7 28.7 29.7 29.7 28.8 29.1 30.1 30 30.2 30.1 29.8 29.5 30.3 30.1 30.5 30.1 30.7 30.2 28.9 29.4
21 28.7 28.9 29.5 29.5 28.9 29 30 29.9 30.2 30.1 29.8 29.8 30.1 30.1 30.3 30.1 30.3 30.1 28.9 29
22 28.8 28.9 29.4 29.5 28.8 29 30.1 29.9 30.1 30.3 29.9 29.8 30.1 30.2 30.4 30.2 30.1 30 28.8 28.9
23 28.9 29 29.7 29.5 28.9 29 30.1 29.8 30.3 30.3 30 29.9 30.2 30.2 30.4 30.2 29.9 29.8 28.7 29
24 28.9 29.1 29.8 29.7 28.9 29.2 30.2 29.8 30.3 30.3 30 29.8 30.2 30 30.5 30.4 29.8 29.8 28.9 29.2
25 29.3 29.3 29.8 29.7 29.2 29.2 30.2 29.9 30.2 30 30.1 29.9 30 30 30.3 30.2 29.9 29.7 29.2 29.2
26 29.4 29.5 30 29.9 29.2 29.4 30.1 30 30 30 30.1 30 29.8 30 30.1 30.1 29.9 29.5 29.2 29.5
27 29.4 29.8 30 29.9 29.3 29.4 30.1 30.1 29.9 29.8 30.1 30 29.7 29.9 30.1 30.1 29.8 29.5 29.3 29.4
28 29.6 29.7 30.2 30 29.5 29.5 30.2 30.1 29.7 29.8 30.2 30.2 29.7 29.9 29.9 30 29.8 29.7 29.5 29.5
87

Lanjutan

Limbah Camp. bagase+


Bagase Tebu Nanas limb.nanas Kontrol
Hari
Ke- Bg 25 Bg 30 Bg 35 Ns 25 Ns 30 Ns 35 BNs 25 BNs 30 BNs 35 C o
Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 A B
29 29.8 29.9 29.8 30 29.5 29.4 30 30 29.7 29.7 30 30.2 29.8 29.8 29.9 30 29.7 29.8 29.6 29.6
30 29.9 30 29.8 29.9 29.5 29.5 30 29.9 29.5 29.5 29.9 30 29.7 29.8 29.8 29.8 29.5 29.7 29.6 29.6
31 30.1 30 29.7 29.8 29.7 29.7 29.8 29.9 29.6 29.5 29.7 29.8 29.5 29.5 29.6 29.8 29.4 29.7 29.7 29.7
32 30.1 30.1 29.7 29.8 29.7 29.5 29.7 30 29.5 29.4 29.5 29.8 29.5 29.7 29.6 29.7 29.2 29.5 29.7 29.8
33 30 30 29.7 29.8 29.5 29.5 29.7 29.9 29.5 29.4 29.5 29.7 29.4 29.5 29.4 29.5 29.2 29.4 29.8 29.7
34 29.8 30 29.8 29.8 29.7 29.7 29.7 29.7 29.3 29.3 29.4 29.7 29.2 29.4 29.5 29.5 29.2 29.5 29.9 29.5
35 29.8 30 29.6 29.7 29.8 29.7 29.5 29.7 29.2 29.4 29.5 29.8 29.4 29.4 29.4 29.3 29 29.4 30.1 29.2
36 29.7 29.9 29.5 29.6 29.8 29.7 29.5 29.8 29.2 29.3 29.4 29.6 29.5 29.3 29.4 29.4 29 29.2 30.1 29.6
37 29.9 30 29.5 29.6 29.6 29.5 29.4 29.5 29 29.3 29.4 29.6 29.3 29.3 29.2 29.4 28.8 29.2 29.9 29.4
38 30 30.1 29.7 29.6 29.6 29.5 29.5 29.4 28.9 29.2 29.3 29.5 29.4 29.4 29.3 29.3 28.8 29 29.9 29.4
39 30.2 30.3 29.8 29.7 29.6 29.5 29.4 29.7 28.8 29 29.3 29.3 29.3 29.4 29.4 29.3 28.9 29 29.7 29.5
40 30.3 30.3 29.8 29.9 29.5 29.7 29.4 29.7 28.6 28.9 29.3 29.3 29.3 29.2 29.4 29.4 28.9 28.9 29.5 29.7
41 30 30.1 30 30.1 29.5 29.6 29.3 29.7 28.6 28.9 29.4 29.4 29.2 29.3 29.2 29.3 28.7 28.9 29.5 29.6
42 29.9 29.9 30.1 30 29.7 29.6 29.3 29.5 28.8 28.9 29.2 29.4 29.3 29.3 29.2 29.4 28.6 28.7 29.7 29.6
43 29.9 29.9 30 30 29.6 29.6 29.4 29.4 28.7 28.7 29.1 29.3 29.3 29.2 29.3 29.3 28.7 28.5 29.6 29.9
44 29.9 30 30.3 30.1 29.7 29.8 29.4 29.5 28.7 28.5 29.1 29.5 29.2 29 29.3 29.3 28.6 28.6 29.7 30.1
45 29.8 30.1 30.1 29.9 29.9 30 29.3 29.4 28.5 28.7 29.3 29.4 29.1 29 29.2 29.4 28.6 28.5 29.9 30
46 29.9 30 30.3 30 30.1 30 29.2 29.5 28.3 28.5 29.4 29.5 28.9 28.9 29.3 29.3 28.4 28.6 30 30.1
47 30 29.9 30.4 30.1 30 30.1 29.2 29.7 28.3 28.5 29.3 29.4 28.7 28.9 29.3 29.4 28.4 28.7 30.2 29.8
48 30.1 30 30.4 30.1 30.2 30.1 29.3 29.7 28.4 28.7 29.1 29.5 28.7 28.8 29.4 29.4 28.4 28.5 30.2 29.9
88

Lampiran 17. Laju produksi biogas pada proses anaerob sistem batch

Camp.bagase
Hari Bagase Tebu Limbah Nanas +limb.Nanas Kontrol
Ke- Bg 25 Bg 30 Bg 35 Ns 25 Ns 30 Ns 35 BNs 25 BNs 30 BNs 35 C o
Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 A B
4 0.14 0.11 0.067 0.075 0.015 0.011 0.079 0.084 0.053 0.072 0.158 0.166 0.034 0.044 0.123 0.121 0.084 0.079 0.011 0.011
5 0.11 0.13 0.065 0.084 0.011 0.014 0.077 0.088 0.055 0.077 0.165 0.175 0.035 0.042 0.134 0.132 0.088 0.092 0.011 0.014
6 0.13 0.12 0.073 0.093 0.016 0.01 0.075 0.093 0.062 0.078 0.173 0.183 0.033 0.036 0.142 0.147 0.095 0.099 0.011 0.014
7 0.15 0.11 0.088 0.092 0.02 0.017 0.077 0.096 0.066 0.082 0.195 0.195 0.035 0.038 0.155 0.146 0.103 0.102 0.013 0.015
8 0.189 0.154 0.097 0.095 0.02 0.013 0.083 0.095 0.07 0.085 0.204 0.205 0.037 0.045 0.169 0.152 0.103 0.11 0.015 0.015
9 0.191 0.155 0.094 0.11 0.025 0.015 0.085 0.094 0.072 0.088 0.223 0.225 0.044 0.044 0.175 0.155 0.117 0.115 0.011 0.015
10 0.183 0.163 0.085 0.16 0.023 0.021 0.084 0.114 0.075 0.092 0.235 0.243 0.054 0.047 0.193 0.156 0.125 0.131 0.017 0.015
11 0.199 0.166 0.079 0.18 0.025 0.025 0.088 0.11 0.072 0.094 0.252 0.256 0.074 0.056 0.216 0.164 0.134 0.135 0.02 0.019
12 0.261 0.184 0.073 0.166 0.032 0.022 0.088 0.096 0.074 0.099 0.264 0.275 0.089 0.063 0.227 0.166 0.145 0.144 0.022 0.022
13 0.233 0.188 0.075 0.159 0.035 0.027 0.092 0.095 0.077 0.105 0.277 0.284 0.077 0.075 0.236 0.185 0.144 0.152 0.025 0.024
14 0.221 0.201 0.077 0.144 0.033 0.025 0.095 0.094 0.075 0.112 0.285 0.294 0.085 0.088 0.252 0.194 0.153 0.155 0.033 0.024
15 0.22 0.213 0.084 0.138 0.038 0.024 0.094 0.112 0.082 0.106 0.294 0.305 0.092 0.089 0.264 0.213 0.165 0.156 0.038 0.024
16 0.204 0.211 0.089 0.126 0.043 0.025 0.108 0.123 0.08 0.105 0.321 0.319 0.097 0.094 0.279 0.224 0.174 0.156 0.04 0.025
17 0.205 0.235 0.095 0.122 0.038 0.031 0.11 0.125 0.085 0.112 0.32 0.335 0.099 0.097 0.294 0.254 0.177 0.162 0.042 0.029
18 0.199 0.262 0.099 0.121 0.042 0.032 0.15 0.133 0.088 0.118 0.317 0.349 0.105 0.099 0.321 0.274 0.185 0.166 0.042 0.032
19 0.195 0.241 0.115 0.117 0.04 0.032 0.133 0.132 0.085 0.122 0.294 0.355 0.103 0.106 0.332 0.293 0.192 0.173 0.041 0.032
20 0.192 0.216 0.123 0.123 0.045 0.035 0.125 0.139 0.082 0.125 0.285 0.364 0.106 0.104 0.343 0.305 0.192 0.177 0.043 0.035
21 0.184 0.205 0.126 0.132 0.043 0.042 0.122 0.142 0.085 0.132 0.28 0.365 0.105 0.105 0.349 0.316 0.199 0.184 0.043 0.041
22 0.175 0.193 0.142 0.139 0.044 0.042 0.135 0.148 0.092 0.135 0.293 0.374 0.103 0.111 0.356 0.325 0.223 0.195 0.044 0.041
23 0.177 0.195 0.15 0.143 0.046 0.044 0.128 0.137 0.09 0.133 0.295 0.385 0.105 0.115 0.367 0.345 0.252 0.199 0.045 0.044
24 0.17 0.187 0.148 0.144 0.045 0.047 0.125 0.133 0.092 0.142 0.288 0.402 0.108 0.114 0.383 0.351 0.266 0.223 0.045 0.046
25 0.172 0.175 0.152 0.152 0.042 0.053 0.122 0.126 0.094 0.145 0.284 0.416 0.108 0.115 0.411 0.377 0.273 0.243 0.045 0.05
26 0.171 0.166 0.151 0.159 0.04 0.055 0.115 0.117 0.092 0.148 0.28 0.425 0.109 0.109 0.424 0.385 0.284 0.247 0.046 0.053
27 0.173 0.158 0.157 0.162 0.045 0.058 0.113 0.113 0.096 0.144 0.277 0.436 0.109 0.105 0.445 0.405 0.298 0.255 0.046 0.053
28 0.175 0.152 0.154 0.166 0.046 0.047 0.11 0.11 0.099 0.138 0.295 0.421 0.111 0.108 0.454 0.422 0.323 0.264 0.046 0.055
29 0.171 0.141 0.155 0.154 0.042 0.045 0.099 0.112 0.098 0.135 0.321 0.432 0.111 0.111 0.472 0.434 0.364 0.282 0.047 0.053
30 0.169 0.144 0.152 0.151 0.04 0.044 0.098 0.097 0.1 0.128 0.354 0.415 0.109 0.118 0.488 0.456 0.389 0.297 0.047 0.053
89

Camp.bagase
Hari Bagase Tebu Limbah Nanas +limb.Nanas Kontrol
Ke- Bg 25 Bg 30 Bg 35 Ns 25 Ns 30 Ns 35 BNs 25 BNs 30 BNs 35 C o
Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 A B
31 0.17 0.143 0.146 0.155 0.045 0.047 0.111 0.093 0.11 0.125 0.332 0.411 0.116 0.121 0.445 0.466 0.419 0.314 0.049 0.051
32 0.175 0.142 0.137 0.15 0.044 0.051 0.129 0.088 0.105 0.117 0.32 0.423 0.115 0.127 0.392 0.431 0.456 0.332 0.049 0.051
33 0.173 0.133 0.129 0.143 0.048 0.055 0.145 0.09 0.103 0.115 0.318 0.42 0.113 0.131 0.352 0.415 0.47 0.345 0.051 0.055
34 0.171 0.135 0.146 0.144 0.047 0.048 0.123 0.116 0.105 0.124 0.446 0.438 0.115 0.137 0.355 0.391 0.446 0.363 0.048 0.05
35 0.166 0.136 0.151 0.148 0.054 0.058 0.098 0.127 0.106 0.127 0.506 0.447 0.116 0.135 0.244 0.377 0.434 0.382 0.049 0.05
36 0.169 0.137 0.163 0.144 0.05 0.062 0.125 0.132 0.105 0.135 0.343 0.466 0.127 0.144 0.327 0.354 0.381 0.394 0.051 0.056
37 0.173 0.133 0.156 0.141 0.048 0.059 0.133 0.144 0.103 0.142 0.374 0.457 0.135 0.156 0.169 0.331 0.313 0.413 0.053 0.059
38 0.133 0.135 0.136 0.133 0.05 0.066 0.125 0.152 0.106 0.154 0.306 0.479 0.156 0.164 0.154 0.306 0.401 0.425 0.055 0.063
39 0.156 0.144 0.105 0.134 0.054 0.065 0.102 0.138 0.111 0.166 0.484 0.504 0.159 0.174 0.155 0.293 0.491 0.443 0.054 0.065
40 0.16 0.157 0.115 0.126 0.063 0.072 0.158 0.145 0.12 0.168 0.496 0.511 0.178 0.185 0.162 0.278 0.407 0.462 0.057 0.072
41 0.167 0.165 0.103 0.124 0.065 0.077 0.165 0.154 0.123 0.173 0.502 0.505 0.204 0.199 0.16 0.252 0.38 0.471 0.057 0.072
42 0.165 0.177 0.092 0.117 0.063 0.068 0.186 0.164 0.126 0.172 0.546 0.503 0.212 0.213 0.16 0.241 0.447 0.455 0.062 0.073
43 0.143 0.186 0.097 0.109 0.069 0.073 0.195 0.173 0.149 0.177 0.543 0.511 0.209 0.226 0.155 0.224 0.38 0.43 0.066 0.073
44 0.18 0.192 0.111 0.11 0.084 0.082 0.211 0.184 0.159 0.175 0.516 0.523 0.145 0.215 0.154 0.194 0.36 0.399 0.065 0.082
45 0.268 0.216 0.112 0.122 0.081 0.085 0.209 0.213 0.162 0.168 0.432 0.515 0.142 0.211 0.151 0.182 0.514 0.445 0.068 0.085
46 0.209 0.224 0.111 0.114 0.081 0.077 0.211 0.223 0.171 0.172 0.42 0.498 0.141 0.196 0.15 0.171 0.369 0.456 0.072 0.082
47 0.211 0.232 0.111 0.113 0.077 0.082 0.211 0.221 0.178 0.177 0.423 0.505 0.118 0.177 0.148 0.166 0.355 0.413 0.075 0.082
48 0.211 0.226 0.112 0.11 0.082 0.085 0.211 0.215 0.182 0.185 0.433 0.521 0.123 0.175 0.139 0.152 0.345 0.398 0.075 0.085
Total 8.159 7.788 5.198 5.944 2.039 2.068 5.658 5.835 4.515 5.824 14.969 17.236 4.901 5.364 11.976 12.321 12.615 12.033 1.945 2.06
90

Lampiran 18. Hasil analisis statistik

1. Suhu.

Between-Subjects Factors
Value Label N
Faktor1 1 Bagase Tebu (Bg) 288
2 Limbah Nanas (Ns) 288
3
Bagase Tebu +
288
Limbah Nanas (BNs)
Faktor2 1 C25 288
2 C30 288
3 C35 288

Dependent Variable: Suhu


Type III
Sum of Mean
Source Squares DF Square F Sig.
Corrected
9.227(a) 8 1.153 6.867 .000
Model
Intercept 4491561.
754376.633 1 754376.633 .000
335
Faktor1 .109 2 .055 .325 .723
Faktor2 4.233 2 2.116 12.601 .000
Faktor1 *
4.885 4 1.221 7.271 .000
Faktor2
Error 143.601 855 .168
Total 754529.460 864
Corrected Total 152.827 863
a R Squared = .060 (Adjusted R Squared = .052)

Uji Duncan Untuk Faktor 2


Faktor2 N Subset
1 2 1
C35 288 29.4497a
C30 288 29.5965b
C25 288 29.5997b
Sig. 1.000 .926
Keterangan : huruf kecil yang sama (a,b,c dan d) menunjukkan tidak berbeda nyata ( 0,05)
91

a. Interaksi

Between-Subjects Factors
N
interaksi A 48
B 48
Bg-25 96
Bg-30 96
Bg-35 96
BNs-25 96
BNs-30 96
BNs-35 96
Ns-25 96
Ns-30 96
Ns-35 96

Dependent Variable: interaksi pada Suhu


Type III
Sum of Mean
Source Squares DF Square F Sig.
Corrected
9.935(a) 10 .994 6.105 .000
Model
Intercept 779370.627 1 779370.627 4788938.708 .000
interaksi 9.935 10 .994 6.105 .000
Error 154.444 949 .163
Total 837889.830 960
Corrected Total 164.379 959
a R Squared = .060 (Adjusted R Squared = .051)

Uji Duncan untuk interaksi


interaksi N Subset
1 2 3 4 1
B 48 29.4313a
Bg-35 96 29.4323a
BNs-35 96 29.4469a
Ns-30 96 29.4615a
Ns-35 96 29.4698a
A 48 29.5000a
Bg-25 96 29.5198ab 29.5198ab
BNs-25 96 29.5563ab 29.5563abc 29.5563abc
Bg-30 96 29.6490bcd 29.6490bcd 29.6490bcd
BNs-30 96 29.6792cd 29.6792cd
Ns-25 96 29.7230d
Sig. .094 .053 .066 .273
a,b,c dan d
Keterangan : huruf kecil yang sama ( ) menunjukkan tidak berbeda nyata ( 0,05)
92

2. Nilai pH
Between-Subjects Factors
N
F1 BG 288
BNs 288
Ns 288
F2 25 288
30 288
35 288

Dependent Variable: pH
Type III
Sum of Mean
Source Squares DF Square F Sig.
Corrected Model 206.493(a) 8 25.812 440.002 .000
Intercept 718110.6
42126.121 1 42126.121 .000
10
Faktor1 200.100 2 100.050 1705.522 .000
Faktor2 1.814 2 .907 15.459 .000
Faktor1 * Faktor2 4.579 4 1.145 19.514 .000
Error 50.156 855 .059
Total 42382.770 864
Corrected Total 256.649 863
a R Squared = .805 (Adjusted R Squared = .803)

Uji Duncan untuk Faktor 1


Faktor1 N Subset
1 2 3 1
BNs 288 6.6052a
Ns 288 6.6809b
Bg 288 7.6618c
Sig. 1.000 1.000 1.000
a,b,c dan d
Keterangan : huruf kecil yang sama ( ) menunjukkan tidak berbeda nyata ( 0,05)
Uji Duncan untuk Faktor 2
Faktor1 N Subset
1 2 3 1
C25 288 6.9242a
C30 288 6.9875b
C35 288 7.0361c
Sig. 1.000 1.000 1.000
a,b,c dan d
Keterangan : huruf kecil yang sama ( ) menunjukkan tidak berbeda nyata ( 0,05)
93

a. Interaksi

Dependent Variable: pH
Type III
Sum of Mean
Source Squares DF Square F Sig.
Corrected
242.438(a) 10 24.244 450.282 .000
Model
Intercept 45041.952 1 45041.952 836568.961 .000
interaksi 242.438 10 24.244 450.282 .000
Error 51.095 949 .054
Total 47969.025 960
Corrected Total 293.533 959
a R Squared = .826 (Adjusted R Squared = .824)

Uji Duncan untuk interaksi pH


Interaksi N Subset
1 2 3 4 5 1
Bg-35 96 6.5588a
Ns-35 96 6.5613a
BNs-25 96 6.6003ab 6.6003ab
Ns-30 96 6.6036ab 6.6036ab
BNs-30 96 6.6565b
Ns-25 96 6.8778c
B 48 7.6219d
Bg-25 96 7.6303de 7.6303de
A 48 7.6333de 7.6333de
Bg-35 96 7.6527de 7.6527de
Bg-30 96 7.7024e
Sig. .267 .147 1.000 .448 .070
a,b,c dan d
Keterangan : huruf kecil yang sama ( ) menunjukkan tidak berbeda nyata ( 0,05)

3. Total Solids (TS)

Between-Subjects Factors
N
F1 Bg 6
BNs 6
Ns 6
F2 25 6
30 6
35 6
94

Dependent Variable: TS
Type III
Sum of Mean
Source Squares DF Square F Sig.
Corrected
7.791(a) 8 .974 3.038 .059
Model
Intercept 47.694 1 47.694 148.785 .000
F1 2.308 2 1.154 3.600 .071
F2 .174 2 .087 .272 .768
F1 * F2 5.309 4 1.327 4.140 .036
Error 2.885 9 .321
Total 58.370 18
Corrected Total 10.676 17
a R Squared = .730 (Adjusted R Squared = .490)

a. Interaksi

N
Interaksi Bg 25 2
Bg 30 2
Bg 35 2
BNs 25 2
BNs 30 2
BNs 35 2
Co_A 2
Co_B 2
Ns 25 2
Ns 30 2
Ns 35 2

Dependent Variable: TS
Type III
Sum of Mean
Source Squares DF Square F Sig.
Corrected
8.001(a) 10 .800 3.051 .040
Model
Intercept 55.364 1 55.364 211.094 .000
Interaksi 8.001 10 .800 3.051 .040
Error 2.885 11 .262
Total 66.250 22
Corrected Total 10.886 21
a R Squared = .735 (Adjusted R Squared = .494)
95

Uji Duncan untuk TS


N Subset
Interaksi 1 2 3 1
Bg 35 2 .4000a
BNs 25 2 1.2500ab 1.2500ab
BNs 35 2 1.3000ab 1.3000ab
Co_A 2 1.3000ab 1.3000ab
BNs 30 2 1.5000ab 1.5000ab
Co_B 2 1.5000ab 1.5000ab
Ns 25 2 1.5000ab 1.5000ab
Bg 30 2 1.9000bc 1.9000bc
Ns 30 2 1.9000bc 1.9000bc
Bg 25 2 1.9000bc 1.9000bc
Ns 35 2 3.0000c
Sig. .079 .272 .071
Keterangan : huruf kecil yang sama (a,b,c dan d) menunjukkan tidak berbeda nyata ( 0,05)

4. Volatile Solid (VS)


Between-Subjects Factors
N
F1 Bg 6
BNs 6
Ns 6
F2 25 6
30 6
35 6

Dependent Variable: VS
Type III
Sum of Mean
Source Squares DF Square F Sig.
Corrected
6.031(a) 8 .754 1.608 .247
Model
Intercept 44.809 1 44.809 95.564 .000
F1 3.018 2 1.509 3.218 .088
F2 .018 2 .009 .019 .981
F1 * F2 2.996 4 .749 1.597 .257
Error 4.220 9 .469
Total 55.060 18
Corrected Total 10.251 17
a R Squared = .588 (Adjusted R Squared = .222)
96

5. Chemical Oxygen Demand (COD)

Between-Subjects Factors
N
F1 Bg 6
BNs 6
Ns 6
F2 25 6
30 6
35 6

Dependent Variable: COD


Type III Sum of
Source Squares DF Mean Square F Sig.
Corrected
23836393.778(a) 8 2979549.222 10.396 .001
Model
Intercept 327671466.722 1 327671466.722 1143.299 .000
F1 8740924.111 2 4370462.056 15.249 .001
F2 2347366.778 2 1173683.389 4.095 .054
F1 * F2 12748102.889 4 3187025.722 11.120 .002
Error 2579414.500 9 286601.611
Total 354087275.000 18
Corrected
26415808.278 17
Total
a R Squared = .902 (Adjusted R Squared = .816)

Uji Duncan untuk F1


F1 N Subset
1 2 1
BNs 6 3346.6667a
Bg 6 4420.5000b
Ns 6 5032.6667b
Sig. 1.000 .079
Keterangan : huruf kecil yang sama (a,b,c dan d) menunjukkan tidak berbeda nyata ( 0,05)
97

a. Interaksi

N
Interaksi Bg 25 2
Bg 30 2
Bg 35 2
BNs 25 2
BNs 30 2
BNs 35 2
Co_A 2
Co_B 2
Ns 25 2
Ns 30 2
Ns 35 2

Dependent Variable: COD


Type III Sum of
Source Squares DF Mean Square F Sig.
Corrected
41649144.455(a) 10 4164914.445 17.761 .000
Model
Intercept 343089120.045 1 343089120.045 1463.115 .000
Interaksi 41649144.455 10 4164914.445 17.761 .000
Error 2579414.500 11 234492.227
Total 387317679.000 22
Corrected Total 44228558.955 21
a R Squared = .942 (Adjusted R Squared = .889)

Uji Duncan untuk interaksi COD


Interaksi N Subset
1 2 3 4 5 1
Co_B 2 1121.0000a
BNs 25 2 1960.0000a
Bg 35 2 3133.5000b
BNs 30 2 3680.0000bc 3680.0000bc
Co_A 2 3919.0000bc 3919.0000bc
Bg 25 2 4288.0000bc 4288.0000bc
BNs 35 2 4400.0000bc 4400.0000bc
Ns 30 2 4408.0000bc 4408.0000bc
Ns 25 2 5090.0000cd 5090.0000cd
Ns 35 2 5600.0000d
Bg 30 2 5840.0000d
Sig. .111 .150 .195 .152 .168
a,b,c dan d
Keterangan : huruf kecil yang sama ( ) menunjukkan tidak berbeda nyata ( 0,05)
98

6. Volatile Fatty Acid (VFA)


Between-Subjects Factors
N
F1 Bg 6
BNs 6
Ns 6
F2 25 6
30 6
35 6

Dependent Variable: VFA


Type III Sum of Mean
Source Squares DF Square F Sig.
Corrected Model 16211.102(a) 8 2026.388 795.209 .000
Intercept 47577.899 1 47577.899 18670.853 .000
F1 8351.424 2 4175.712 1638.662 .000
F2 726.005 2 363.002 142.452 .000
F1 * F2 7133.673 4 1783.418 699.862 .000
Error 22.934 9 2.548
Total 63811.934 18
Corrected Total 16234.036 17
a R Squared = .999 (Adjusted R Squared = .997)

Uji Duncan untuk Faktor 1


N Subset
F1 1 2 3 1
Ns 6 -69.5833a
BNs 6 -63.5000b
Bg 6 -21.1533c
Sig. 1.000 1.000 1.000
Keterangan : huruf kecil yang sama (a,b,c dan d) menunjukkan tidak berbeda nyata ( 0,05)

Uji Duncan untuk Faktor 2


N Subset
F2 1 2 3 1
30 6 -59.4067a
35 6 -50.9600b
25 6 -43.8700c
Sig. 1.000 1.000 1.000
Keterangan : huruf kecil yang sama (a,b,c dan d) menunjukkan tidak berbeda nyata ( 0,05).
99

a. Interaksi

N
Interaksi Bg 25 2
Bg 30 2
Bg 35 2
BNs 25 2
BNs 30 2
BNs 35 2
Co_A 2
Co_B 2
Ns 25 2
Ns 30 2
Ns 35 2

Dependent Variable: VFA


Type III Sum Mean
Source of Squares DF Square F Sig.
Corrected
22445.364(a) 10 2244.536 1076.554 .000
Model
Intercept 41586.011 1 41586.011 19946.025 .000
Interaksi 22445.364 10 2244.536 1076.554 .000
Error 22.934 11 2.085
Total 64054.310 22
Corrected Total 22468.298 21
a R Squared = .999 (Adjusted R Squared = .998)

Uji Duncan untuk interaksi VFA


N Subset
Interaksi 1 2 3 4 5 6 7 1
Ns 35 2 -80.5200a
Ns 25 2 -75.4000b
Bg 30 2 -67.8100c
BNs 25 2 -67.7300c
BNs 35 2 -65.1900c
BNs 30 2 -57.5800d
Ns 30 2 -52.8300e
Co_A 2 -8.2400f
Co_B 2 -7.3000f
Bg 35 2 -7.1700f
Bg 25 2 11.5200g
Sig. 1.000 1.000 .111 1.000 1.000 .495 1.000
Keterangan : huruf kecil yang sama (a,b,c dan d) menunjukkan tidak berbeda nyata ( 0,05)
100

7. Produksi Biogas
Between-Subjects Factors
Value Label N
Faktor1 1 Bg 270
2 Ns 270
3 BNs 270
Faktor2 1 C25 270
2 C30 270
3 C35 270

Dependent Variable: produksi biogas


Type III Sum of Mean
Source Squares DF Square F Sig.
Corrected Model 7.294(a) 8 .912 173.949 .000
Intercept 25.758 1 25.758 4913.883 .000
Faktor1 1.646 2 .823 157.006 .000
Faktor2 1.033 2 .516 98.503 .000
Faktor1 * Faktor2 4.616 4 1.154 220.144 .000
Error 4.199 801 .005
Total 37.251 810
Corrected Total 11.493 809
a R Squared = .635 (Adjusted R Squared = .631)

Uji Duncan pada Faktor 1


N Subset
Faktor1 1 2 3 1
Bagase Tebu 270 .1155a
Limbah Nanas 270 .2001b
Bagase Tebu +
270 .2193c
Limbah Nanas
Sig. 1.000 1.000 1.000
a,b,c dan d
Keterangan : huruf kecil yang sama ( ) menunjukkan tidak berbeda nyata ( 0,05)

Uji Duncan pada Faktor 2


N Subset
Faktor2 1 2 3 1
C25 270 .1396a
C30 270 .1695b
C35 270 .2258c
Sig. 1.000 1.000 1.000
Keterangan : huruf kecil yang sama (a,b,c dan d) menunjukkan tidak berbeda nyata ( 0,05)
101

a. Interaksi

N
interaksi A 48
B 48
Bg-25 90
Bg-30 90
Bg-35 90
BNs-25 90
BNs-30 90
BNs-35 90
Ns-25 90
Ns-30 90
Ns-35 90

Dependent Variable: produksi biogas


Type III Sum Mean
Source of Squares DF Square F Sig.
Corrected
73625.869(a) 10 7362.587 438079.269 .000
Model
Intercept 25867.963 1 25867.963 1539162.613 .000
interaksi 73625.869 10 7362.587 438079.269 .000
Error 15.042 895 .017
Total 83397.621 906
Corrected Total 73640.911 905
a R Squared = 1.000 (Adjusted R Squared = 1.000)

Uji Duncan pada interaksi produksi biogas


interaksi N Subset
1 2 3 4 5 6 7 1
a
Bg-35 90 .0456
BNs-25 90 .1141b
Ns-30 90 .1149b
Bg-30 90 .1238b
Ns-25 90 .1277b
Bg-25 90 .1772c
BNs-30 90 .2700d
BNs-35 90 .2739d
Ns-35 90 .3578e
B 48 29.4313f
A 48 29.5000g
Sig. 1.000 .558 1.000 .851 1.000 1.000 1.000
a,b,c dan d
Keterangan : huruf kecil yang sama ( ) menunjukkan tidak berbeda nyata ( 0,05)
102

8. Kadar CH4

Between-Subjects Factors
N
F1 Bg 6
BNs 6
Ns 6
F2 25 6
30 6
35 6

Dependent Variable: CH4


Type III Sum Mean
Source of Squares DF Square F Sig.
Corrected
1583.111(a) 8 197.889 8.481 .002
Model
Intercept 10176.889 1 10176.889 436.152 .000
F1 1083.111 2 541.556 23.210 .000
F2 179.111 2 89.556 3.838 .062
F1 * F2 320.889 4 80.222 3.438 .057
Error 210.000 9 23.333
Total 11970.000 18
Corrected Total 1793.111 17
a R Squared = .883 (Adjusted R Squared = .779)

Uji Duncan untuk F1


N Subset
F1 1 2 3 1
Ns 6 14.3333a
Bg 6 23.6667b
BNs 6 33.3333c
Sig. 1.000 1.000 1.000
Keterangan : huruf kecil yang sama (a,b,c dan d) menunjukkan tidak berbeda nyata ( 0,05)
103

9. Correlations

TS VS VFA COD
TS Pearson Correlation 1 .580(**) -.338 .447(*)
Sig. (2-tailed) .005 .124 .037
N 22 22 22 22
VS Pearson Correlation .580(**) 1 -.600(**) .545(**)
Sig. (2-tailed) .005 .003 .009
N 22 22 22 22
VFA Pearson Correlation -.338 -.600(**) 1 -.438(*)
Sig. (2-tailed) .124 .003 .041
N 22 22 22 22
COD Pearson Correlation .447(*) .545(**) -.438(*) 1
Sig. (2-tailed) .037 .009 .041
N 22 22 22 22
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
104

Lampiran 19. Parameter proses anaerobik sistem semi-kontinyu

Hari Ke- Laju Umpan Suhu pH COD


(kg TS/L/hari) (o C) (mg/L)
1 0 29.4 7.24 47600
2 0 29.7 6.38 39746
3 0 29.5 7.1 39841.2
4 0 29.7 7.2 39746
5 0 30.1 6.82 39555.6
6 0 32.2 7.23 38651.2
7 0 32.1 7 38175.2
8 0 32.2 7.11 36318.8
9 0 30.6 7.23 35652.4
10 0 32.2 7.04 34652.8
11 0 32.1 7.14 33415.2
12 1.34 32.2 7.22 35128.8
13 1.34 32.4 7.12 37889.6
14 1.34 34.1 7.26 41174
15 1.34 34.2 7.19 44601.2
16 1.34 34.1 7.23 43982.4
17 2.27 33.9 7.33 41269.2
18 2.27 33.8 7.25 30749.6
19 2.27 34.1 7.37 22514.8
20 2.27 34.6 7.41 16993.2
21 2.27 34.3 7.56 12566.4
22 4.06 33.9 7.65 9520
23 4.06 34.2 7.44 10805.2
24 4.06 34.3 7.58 14660.8
25 4.06 34.2 7.78 15993.6
105

Lampiran 20. Perhitungan kelayakan ekonomi pembangunan digester biogas volume 4000 L dengan substrat limbah Nanas

DR 12% DR 80 %
PV PV PV PV
Tahun Pengeluaran Pendapatan Benefit DF Pengeluaran Pemasukan NPV DF Pengeluaran Pemasukan NPV
0 19,770,000 27,430,303 7,660,303 1 19,770,000 27,430,303 7,660,302 1 19,770,000 27,430,303 7,660,303
1 15,000,000 27,430,303 12,430,303 0.983 14,745,000 26,963,988 12,218,988 0.556 8,340,000 15,251,248 6,911,248
2 15,000,000 27,430,303 12,430,303 0.797 11,955,000 21,861,951 9,906,951 0.309 4,635,000 8,475,964 3,840,964
3 15,000,000 27,430,303 12,430,303 0.712 10,680,000 19,530,376 8,850,376 0.171 2,565,000 4,690,582 2,125,582
4 15,000,000 27,430,303 12,430,303 0.636 9,540,000 17,445,673 7,905,673 0.095 1,425,000 2,605,879 1,180,879
5 15,000,000 27,430,303 12,430,303 0.567 8,505,000 15,552,982 7,047,982 0.053 795,000 1,453,806 658,806
6 15,000,000 27,430,303 12,430,303 0.507 7,605,000 13,907,164 6,302,164 0.029 435,000 795,479 360,479
7 15,000,000 27,430,303 12,430,303 0.452 6,780,000 12,398,497 5,618,497 0.016 240,000 438,885 198,885
8 15,000,000 27,430,303 12,430,303 0.404 6,060,000 11,081,842 5,021,842 0.009 135,000 246,873 111,873
9 15,000,000 27,430,303 12,430,303 0.361 5,415,000 9,902,339 4,487,339 0.005 75,000 137,152 62,152
10 15,000,000 27,430,303 12,430,303 0.322 4,830,000 8,832,558 4,002,558 0.003 45,000 82,291 37,291
105,885,000 184,907,673 79,022,672 1.246 38,460,000 61,608,461 23,148,461

B/C rasio pada DR 12 % = 184907673 : 105885000 = 1.75 B/C rasio pada DR 80% = 61608461 : 38460000 = 1.6
NPV pada DR 12% = 184907673 - 105885000 = 79022673 NPV pada DR 80% = 61608461 - 38460000 = 23148461

Ket :
1 m3 biogas = 0.62 liter minyak tanah
Produksi biogas = 24242 liter/hari = 24,24 m3 biogas/hari =15,03 liter minyak tanah/hari
Harga minyak tanah Rp5000/liter 75.150 per hari
2.254.500 per bulan
27.430.303 per tahun
106

Gambar 27. Nyala api biogas berbahan baku bagase tebu dan limbah nanas.

You might also like