Professional Documents
Culture Documents
Ampas Tebu
Ampas Tebu
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemanfaatan Bagase Tebu dan Limbah
Nanas Sebagai Bahan Baku Penghasil Biogas adalah karya saya di bawah arahan komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber informasi yang berasal dan atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumlan dalam Daftar Pustaka
di bagian akhir tesis ini.
Tri Retno D L. Utilization of Sugarcane Bagasse and Pineapple Waste for Biogas
Production. Supervised by HARIYADI and SISWANTO
The development of world energy needs are increasingly dynamic in the middle of the
limited reserves of fossil energy and concern for the conservation of the environment, causing
concern for increasing renewable energy, particularly in renewable energy sources such as
agriculture commodity crops, horticulture, plantations and farms. Solid waste biomass from
agriculture and plantation is a potential raw material to be processed into a form of bioenergy
utilization of biogas through anaerobic technology. Bagasse is solid waste from sugar mills and
pineapple waste is the rest of the fruit processing factory. Sugarcane Bagasse still contain
multiple organic compounds, and if not done processing, would cause dreadful odor and will
pollute the environment. Meanwhile, pineapple waste contains carbohydrates (6.41%), minerals
and crude protein (0.6%) as a potential fermentation substrate. Biogas is a fuel containing the
calorific value is high enough, i.e 4500 - 6300 kcal / m 3. Volume 1 m3 of biogas is equivalent to
0.8 liters of gasoline, diesel 0.52 liters, 0.62 liters of kerosene, LPG 0.46 kg and 3.5 kg of
firewood. The energy contained in biogas depends on the concentration of methane (CH4). The
higher the methane content, the greater the energy content (calorific value) of biogas
The purpose of this study are: 1. to determine the optimal process parameters bagase
fermentation of sugar cane waste mixture and pineapple waste in producing biogas. 2. to
determine the economic value of the use of a mixture of sugar cane waste and waste bagase
pineapple biogas as fuel.
The results of research using Bioreaktor volume 20 L at a batch system, by providing a
mixture of cow feces as a source of microbes with bagase sugarcane, pineapple and water waste
to obtain C/N ratio 25; 30 and 35 show that during the 48-day fermentation period, Ns-35
with TS content of 7.7% (w / v) to produce biogas as much as 17.2 L or 203.1 L / kg TS with a
methane content of 67% or 136.1 L CH4 / kg TS with contained energy of 1225 kcal or 5145
kJ. In the process of biogas production from pineapple waste in anaerobic, temperature, pH and
the balance C / N ratio of the material is very influential. So in this anaerobic process, the desired
temperature ranged from 29.10 to 30.20 C with a pH ranging from 6.22 to 7.15 and the balance C/
N ratio of 35.2. From the optimal results obtained in batch systems, are used as variables in the
process of semi-continuous system using a volume of 300 L bioreaktor given feedback loading at
a rate of 1.4 kg TS / L / day; 2.3 kg TS / L / day and 4.1 kg TS / L / day and able to produce as
much biogas is 64.4 L / day or 4646.5 L / kg TS / day with CH4 levels of 70% and the efficiency
of COD reached 80%. Based on the results of semi-continuous scale, when applied to projects
with a 10-year old project, using 4000 L digester, which refers to the production of pineapple
waste per day is obtained by a B/C ratio of 1.75; NPV value at 12% DR is Rp 79,022 .673, -
with a value of IRR 56.57%, while the value of PBP (Pay Back Period) obtained for 19.7
months.
Tri Retno D L. Pemanfaatan Bagase Tebu dan Limbah Nanas Sebagai Bahan Baku Penghasil
Biogas. Di bawah bimbingan HARIYADI sebagai ketua komisi dan SISWANTO sebagai
anggota komisi.
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Magister Sains
Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Penguji luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Suprihatin.
Judul Tesis : Pemanfaatan Bagase Tebu dan Limbah Nanas Sebagai Bahan
Baku Penghasil Biogas
Nama : Tri Retno Dyah Larasati
NRP : P 052070241
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Diketahui,
Tri Retno Dyah Larasati, putri ketiga dari lima bersaudara, ayah Letkol. Purn. (Alm)
Soejitno dan ibu Siti Supini, dilahirkan di Surabaya pada tanggal 19 Januari 1963. Penulis
menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1975 di SD Negeri Kedungrejo I Waru,
Sidoarjo, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 3 Praban, Surabaya, lulus tahun 1978 dan
melanjutkan ke SMA Negeri I Jakarta, lulus tahun 1981.
Penulis melanjutkan ke Fakultas Matematika dan Ilmu Alam (FMIPA- jurusan Fisika) di
Universitas Indonesia dan lulus tahun 1987. Penulis bekerja di Badan Tenaga Nuklir Nasional
(BATAN) sebagai staf peneliti di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR), Bidang
Kebumian dan Lingkungan dan pada tahun 2007 melanjutkan pada Program Studi Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Puji Syukur ke hadirat ALLAH SWT atas rahmat dan karunia-Nya dan tak lupa shalawat
dan salam tercurah bagi uswah dan tauladan ummat, Rasulullah saw dan para shahabatnya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini.
Tesis yang berjudul : Pemanfaatan Bagase Tebu dan Limbah Nanas sebagai Baku
Bakar Penghasil Biogas ini merupakan prasyarat kelulusan untuk mencapai gelar Magister
Sains (MSi) yang harus dipenuhi dalam Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Lingkungan pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Dalam penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS sebagai Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber
Daya Alam dan Lingkungan (PSL), Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
2. Dr. Ir. Hariyadi, MS sebagai Ketua Komisi Pembimbing.
3. Dr. Siswanto, DEA. APU sebagai Anggota Komisi Pembimbing.
4. Dr. Zainal Abidin, Dipl.Geo sebagai Kepala Pusat Teknologi Aplikasi dan Radiasi
Badan Tenaga Nuklir Nasional (PATIR BATAN).
5. Suamiku tercinta Bapak Wiyanto WK dan anak-anakku sayang : Sabila, Muflih dan
Amaliya serta ibundaku terkasih Ny.Soejitno, yang telah rela berkorban kehilangan
waktu kebersamaannya.
6. Drs.Barokah Aliyanta, M.Sc sebagai Kepala Bidang Kebumian dan Lingkungan (KL),
PATIR BATAN.
7. Drs.Endrawanto, M.Appl. sebagai Kepala Kelompok Lingkungan Bidang Kebumian dan
Lingkungan (KL) PATIR BATAN.
8. Seluruh rekan-rekan di Gedung 47 , PATIR BATAN, Pasar Jumat.
9. Rekan-rekan di Sekolah Pasca Sarjana Program PSL Angkatan Tahun 2007 / 2008, yang
banyak memberikan dukungan semangat.
i
Semoga semua amal kebaikan yang telah dilakukan, hingga terselesaikannya tesis ini,
mendapat balasan dan pahala yang lebih baik dari ALLAH SWT, amin.
Penulis mengharapkan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak terkait dan civitas
akademika yang memiliki perhatian terhadap pengembangan potensi biomassa sebagai sumber
energi terbarukan di Indonesia. Semua kebenaran datangnya dari ALLAH SWT semata dan
kekurangan dan kelemahan dalam tesis ini berasal dari kesalahan penulis sendiri. Oleh karenanya
penulis memohon maaf sebesar-besarnya atas kekurangan dan kesalahan tersebut.
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR i
DAFTAR GAMBAR v
DAFTAR TABEL vi
I. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Kerangka Pemikiran 3
1.3. Perumusan Masalah 4
1.4. Tujuan Penelitian 6
1.5. Manfaat Penelitian 6
III. METODOLOGI 18
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 18
3.2. Bahan dan Alat 18
3.3. Rancangan Penelitian 18
3.3.1. Percobaan Pendahuluan 19
3.3.1.1. Analisa Karakteristik Bahan Baku 19
3.3.1.2. Variabel Penelitian 19
3.3.1.3. Analisa Laboratorium 20
3.3.2. Percobaan Skala Laboratorium Fase I 21
3.3.2.1. Fermentasi Semi-aerob/ Composting 21
3.3.2.2. Variabel Penelitian 22
3.3.2.3. Analisa Laboratorium 22
iii
Halaman
DAFTAR PUSTAKA 64
LAMPIRAN 68
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Diagram alir kerangka pemikiran 4
Gambar 2. Diagram perumusan masalah 6
Gambar 3. Proses produksi biogas 11
Gambar 4. Tahap analisa bahan baku 19
Gambar 5. Tahap fermentasi semi-aerob 22
Gambar 6. Rangkaian penelitian laboratorium dengan biorekator sistem batch 24
Gambar 7. Tahapan fermentasi anaerob sistem batch 25
Gambar 8. Rangkaian digester volume 300 L sistem
v kontinyu 27
Gambar 9. Total Solid (TS) bahan baku substrat 34
Gambar 10. Volatile Solid (VS) bahan baku substrat 35
Gambar 11. Kenaikan nilai Volatile Fatty Acid (VFA) 36
Gambar 12. Perubahan suhu (o C) selama pengomposan 37
Gambar 13. Perubahan pH selama pengomposan 38
Gambar 14. Perubahan nilai C/N setelah pengomposan 39
Gambar 15. Kandungan COD pada kondisi anaerob 41
Gambar 16. Perubahan pH terhadap laju produksi biogas dari berbagai substrat 43
Gambar 17. Perubahan suhu terhadap laju produksi biogas berbagai substrat 45
Gambar 18. Jumlah VFA yang terbentuk pada proses fermentasi anaerob 47
Gambar 19. Nilai TS (%) dalam proses fermentasi anaerob 48
Gambar 20. Nilai VS (%) dalam proses fermentasi anaerob 49
Gambar 21. Laju produksi biogas harian dalam proses fermentasi anaerobik 51
Gambar 22. Produksi gas kumulatif pada proses fermentasi anaerobik 52
Gambar 23. Kandungan gas CH4 (%) pada proses fermentasi anaerobik 53
Gambar 24. Pengaruh laju pengumpanan terhadap produksi biogas dan suhu 56
Gambar 25. Pengaruh laju pengumpanan terhadap produksi biogas dan pH 57
Gambar 26.Pengaruh laju pengumpanan terhadap produksi biogas dan COD 58
Gambar 27.Nyala api biogas berbahan baku bagase tebu dan limbah nanas 103
v
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Komposisi kimia bagase (ampas) tebu 8
Tabel 15.Biaya modal, biaya tetap dan biaya operasional instalasi anaerob 61
Limbah nanas
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Hasil uji laboratorium bagase tebu 68
vii
1
I. PENDAHULUAN
dioksida (CO2). Biogas merupakan bahan bakar yang mengandung nilai kalori yang
cukup tinggi, yaitu 4500 6300 kkal/ m3 .Volume biogas 1 m3 setara dengan 0,8 liter
bensin, 0,52 liter solar, 0,62 liter minyak tanah, 0,46 kg elpiji dan 3,5 kg kayu bakar
(Syamsudin dan Iskandar, 2005). Energi yang terkandung dalam biogas tergantung dari
konsentrasi metana (CH4). Semakin tinggi kandungan metana maka semakin besar
kandungan energi (nilai kalor) pada biogas, dan sebaliknya semakin kecil kandungan
metana semakin kecil nilai kalor. Nilai kalori metana relatif tinggi sebesar 9000 kkal/m3.
Gas metana telah dikenal luas sebagai bahan baku ramah lingkungan, karena dapat
terbakar sempurna sehingga tidak menghasilkan asap yang berpengaruh buruk terhadap
kualitas udara. Karena sifatnya tersebut, gas metana merupakan gas yang bernilai
ekonomis tinggi dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan mulai dari memasak,
pemanasan dan penerangan hingga pembangkit listrik.
Penanganan limbah padat bagase tebu dan limbah nanas dapat dilakukan dalam
bioreaktor secara anaerob. Pada proses anaerob digunakan rumen kotoran ternak (sapi)
sebagai sumber inokulum.Untuk mengoptimalkan pengolahan campuran limbah bagase
dan limbah nanas menjadi produk yang bermanfaat seperti biogas, maka diperlukan
karakterisasi limbah (Neves, 2008). Selain itu, manfaat lain yang dapat diperoleh dari
produksi biogas, ialah menghasilkan buangan (sludge). Sludge ini dapat dimanfaatkan
sebagai pupuk untuk tanaman; yang mempunyai karakteristik sama dengan pupuk
kandang, terutama dapat memperbaiki struktur tanah dan memberikan kandungan unsur
hara pada tanaman. Kelebihan lain dari sludge tersebut adalah telah mengalami proses
penguraian di dalam bioreaktor, sehingga telah matang (Setiawan, 1996).
Untuk merealisasikan pengkonversian campuran limbah bagase tebu dan limbah
nanas, maka diperlukan penelitian tentang potensi pengembangan campuran limbah
tersebut untuk digunakan sebagai bahan bakar penghasil biogas. Karakterisasi campuran
limbah bagase tebu dan limbah nanas dengan sistem batch dilakukan pada digester skala
laboratorium volume 20 L dengan memperhatikan faktor biotik dan abiotik yang
mempengaruhi proses fermentasi campuran limbah tersebut. Hasil optimalisasi sistem
batch tersebut digunakan sebagai parameter proses dalam sistem semi-kontinyu pada
digester/ bioreakto volume 300 L. Limbah bagase tebu dan limbah nanas yang digunakan
sebagai sampel dalam penelitian ini berasal dari pabrik gula PT.Rajawali II, Subang dan
3
beberapa gas lainnya (Sahidu, 1983). Limbah peternakan seperti kotoran ternak sapi
digunakan sebagai sumber inokulum (bakteri anaerob).
Pada limbah bagase (ampas) tebu, terutama dinding selnya mengandung
hemiselulosa, selulosa dan lignin. Selulosa merupakan sumber daya yang dapat
diperbaharui, yang terdapat pada sepertiga sampai separuh dari keseluruhan vegetasi.
Struktur proses dari jaringan serat penyusunan bagase sangat baik untuk menghasilkan
protein sel tunggal dan enzim selulosa yang berpotensi sebagai medium fermentasi yang
dapat menghasilkan biogas (Harahap, 1980). Campuran limbah bagase tebu dan limbah
nanas yang dicampur dengan limbah peternakan, seperti kotoran sapi akan membentuk
biogas, yang komposisinya terdiri dari gas metan (CH4), CO2, H2, N2 dan H2S serta
produk samping berupa pupuk organik. Pada Gambar 1 ditunjukkan diagram alur
kerangka pemikiran dari penelitian yang akan dilakukan.
TEBU NANAS
Penggilingan Pemotongan Penyaringan
Pengupasan
BAGASE
NIRA KOTOR LIMBAH CAIR BUAH NANAS JUS NANAS
/AMPAS
Pemurnian
Pemasakan Pemasakan
BIOGAS
LIMBAH PETERNAKAN
bioreaktor volume 300 L. Fase I adalah proses fermentasi semi-aerob untuk pembentukan
substrat, yang merupakan merupakan proses fakultatif anaerob. Sedangkan fase II
merupakan proses fermentasi anaerob untuk pembentukan biogas. Fermentasi perombakan
CH4 adalah proses mikrobiologis yang merupakan himpunan proses metabolisme sel.
Biogas merupakan hasil proses fermentasi anaerob (tanpa oksigen). Optimalisasi proses
tidak hanya tergantung pada substrat tetapi juga faktor lingkungan yang bersifat biotik
maupun abiotik. Faktor biotik ialah sludge / bubur aktif dan mikroba pendegradasi;
sedangkan faktor abiotik terdiri dari pH awal substrat, suhu larutan buffer (Ca(OH)2),
agitasi dan rasio C/N. Hasil optimalisasi karakterisasi campuran limbah bagase tebu dan
limbah nanas dalam sistem batch dapat digunakan sebagai parameter proses dalam sistem
semi-kontinyu dan hasilnya digunakan untuk menganalisis aspek ekonomisnya.
Limbah bagase tebu merupakan bahan yang mengandung lignoselulosa, dimana
terdapat zat lignin yang bersifat kayu dan sulit didegradasi, maka perlu dilakukan
pemrosesan awal untuk lebih mempercepat proses degradasi limbah. Ini dilakukan
dengan membuat limbah bagase menjadi potongan-potongan kecil dan menambahkan
pupuk urea agar terjadi proses pengkomposan. Sedangkan limbah nenas mengandung
kadar asam yang cukup tinggi, yang dapat mempercepat proses anaerob karena asam
merupakan salah satu makanan pokok bakteri anaerob. Fase I dilakukan dalam kantung
plastik 60 kg, dan fase II dilakukan pada bioreaktor (B) volume 20 L. Hasil pada fase I
merupakan substrat pada bioreaktor B yang merupakan proses obligat anaerob. Ini akan
dicampurkan dengan substrat kotoran ternak untuk mendapatkan rasio C/N 20 dan 30.
Sebelum dicampurkan dengan substrat kotoran ternak, terlebih dahulu ditambahkan
larutan buffer untuk mempertahankan pH. Dalam fase I dilakukan analisis terhadap kadar
abu, kadar air, C/N rasio, VS ( Volatile Solid), TS (Total Solid) dan VFA (Volatile Fatty
Acid) serta pengukuran produksi gas dan komposisi gas yang dihasilkan pada tahap fase
II. Hasil optimasi produksi biogas sistem batch skala laboratorium digunakan sebagai
parameter dalam percobaan sistem semi-kontinyu pada bioreaktor 300 L.
Pada Gambar 2 ditunjukkan perumusan masalah dalam penelitian yang dilakukan
ini, sehingga dapat diperoleh informasi tentang :
6
Slurry
Potongan Limbah
Organik Padat
Biodegradsi/
Backwash Digestasi Overflow
Sedimen Anaerob
Filtrasi Fisik
Pengeringan Sludge Biogas
Sedimen
Pupuk Organik Penghilangan Final Effluent
Cair Gas CO2 dan H2
Pupuk Organik
Gas Holder CH4
Bahan baku dalam bentuk selulosa mudah dicerna oleh bakteri anaerob, tetapi bila
banyak mengandung zat kayu (lignin) pencernaan menjadi sukar. Tebu dan jerami
merupakan contoh bahan yang banyak mengandung zat kayu. Bahan yang sukar dicerna
ini akan terapung pada permukaan cairan dan membentuk lapisan kerak (scum),
sedangkan bahan yang sudah dicerna akan turun ke dasar reaktor/ tangki pencernaan.
Lapisan kerak yang terbentuk di atas permukaan tersebut akan menghambat laju produksi
biogas (Harahap, 1980).
Lignin merupakan bahan yang sulit didegradasi, demikian juga bahan yang terikat
(selulosa yang berikatan dengan lignin), sehingga tingginya lignin dalam campuran akan
mempengaruhi proporsi bahan yang bisa dimanfaatkan untuk produksi biogas; yang
nantinya akan mengurangi produksi biogas yang dihasilkan (Noegroho, 1980).
Sumber limbah selulosa yang banyak dijumpai di Indonesia adalah jerami padi
dan bagase. Melalui biokonservasi diharapkan pemanfaatan limbah berselulosa
mempunyai prospek yang sangat cerah untuk dikembangkan sebagai diversifikasi energi
dalam menghadapi krisis energi di masa datang. Beberapa macam limbah selulosa,
hemiselulosa dan ligninnya disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Berbagai limbah dengan kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin (Harjo et
al, 1989)
No. Macam Limbah Selulosa (%) Hemiselulosa (%) Lignin (%)
1 Serat Kapas 90 - -
2 Batang Kayu Keras 40 50 20 40 18 25
3 Batang Kayu Lunak 45 50 25 35 25 35
4 Bagase 25 40 25 50 13 30
5 Jerami Gandum 40 29,2 19,8
9
Produksi Biogas.
Untuk memproduksi biogas dapat dilakukan dengan fermentasi bahan-bahan
organik dalam suasana anaerobik di dalam sebuah bioreaktor. Diagram proses penguraian
biomassa menjadi biogas disajikan pada Gambar 3. Pembentukan biogas merupakan
proses biologis. Penggunaan bahan baku berupa bahan organik berfungsi sebagai sumber
karbon dan nitrogen merupakan sumber kegiatan dan pertumbuhan mikroorganisme
(Noegroho, 1980).
Pembentukan biogas merupakan proses biologis dengan bahan dasar berupa
bahan organik akan berfungsi sebagai sumber karbon yang merupakan sumber aktivitas
dan pertumbuhan bakteri. Bahan organik dalam reaktor penghasil biogas (digester) akan
dirombak oleh bakteri dan kemudian akan menghasilkan campuran gas metana (CH4) dan
CO2, H2S, H2, dan N2. Fermentasi perombakan CH4 adalah proses mikrobiologis yang
merupakan himpunan proses metabolisme sel. Fermentasi bahan organik dapat terjadi
dalam keadaan aerob maupun anaerob. Sedangkan biogas merupakan hasil proses
fermentasi anaerob. Optimalisasi proses tidak hanya tergantung pada substrat, jasad
pemrosesnya tetapi juga faktor lingkungan yang bersifat biotik maupun abiotik
(Sahidu, 1983).
11
Subtrat Polimer
Protein Karbohidrat Lemak
Fermentative
Hidrolisis
bacteria
Pembentukan Fermentative
asam Asam organic bacteria
Alkohol
Pembentukan Acetogenic
Asam asetat bacteri
Pembentukan Bakteri
metana pembentuk
metana
Metana
Penguraian senyawa organik seperti karbohidrat, lemak dan protein yang terdapat dalam limbah
cair organik dengan proses anaerobik akan menghasilkan biogas yang mengandung CH4/ metana
(50-70%), CO2 (25-45%) dan sejumlah kecil nitrogen, hidrogen dan hidrogen sulfida. Reaksi
sederhana penguraian senyawa organik secara anaerob adalah sebagai berikut:
anaerob
Bahan organik CH + CO + H + N + H O
4 2 2 2 2
Mikroorganisme
Penguraian bahan organik dengan proses anaerobik mempunyai reaksi yang
kompleks dan terdiri dari ratusan reaksi yang masing- masing mempunyai
mikroorganisme dan enzim aktif yang berbeda. Penguraian dengan proses anaerobik
secara umum dapat disederhanakan menjadi 3 tahap:
12
Tahap Asidogenik
Tahap Asetogenik
Tahap Metanogenik
Langkah pertama dari tahap pembentukan asam adalah hidrolisa senyawa organik
baik yang terlarut maupun yang tersuspensi dari berat molekul besar (polimer) menjadi
senyawa organik sederhana (monomer) yang dilakukan oleh enzim-enzim ekstraseluler.
Pembentukan asam dari senyawa-senyawa organik sederhana (monomer) dilakukan oleh
bakteri-bakteri penghasil asam yang terdiri dari sub divisi acids/farming bacteria dan
acetogenic bacteria. Tahap kedua, asam propionat dan butirat diuraikan oleh acetogenic
bacteria menjadi asam asetat. Tahap ketiga adalah pembentukan metana yang dilakukan
oleh bakteri penghasil metana yang terdiri dari sub divisi acetocalstic methane bacteria
yang menguraikan asam asetat menjadi metana dan karbon dioksida. Karbon dioksida
dan hidrogen yang terbentuk dari reaksi penguraian di atas, disintesa oleh bakteri
pembentuk metana menjadi metana dan air.
Proses pembentukan asam dan gas metana dari suatu senyawa organik sederhana
melibatkan banyak reaksi percabangan. Mosey (1983) yang menggunakan glukosa
sebagai sampel untuk menjelaskan bagaimana peranan keempat kelompok bekteri
tersebut menguraikan senyawa ini menjadi gas metana dan karbon dioksida sebagai
berikut:
1. Acid forming bacteria menguraikan senyawa glukosa menjadi :
a. C H O + 2H O 2CH COOH + 2CO + 4H
6 12 6 2 3 2 2
(as. asetat)
b. C H O CH CH CH COOH + 2CO + 2H
6 12 6 3 2 2 2 2
(as. butirat)
c.C H O +2H 2CH CH COOH + 2H O
6 12 6 2 3 2 2
(as. propionat)
2. Acetogenic bacteria menguraikan asam propionat dan asam butirat menjadi :
a. CH CH COOH CH COOH + CO + 3H
3 2 3 2 2
(as. asetat)
13
(as. asetat)
3. Acetoclastic methane menguraikan asam asetat menjadi :
a. CH COOH CH + CO
3 4 2
(metana)
4. Methane bacteria mensintesa hidrogen dan karbondioksida menjadi :
a. 2H + CO CH + 2H O
2 2 4 2
(metana)
Lingkungan besar pengaruhnya pada laju pertumbuhan mikroorganisme baik pada
proses aerobik maupun anaerobik. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses anaerobik
terdiri dari faktor biotik dan abiotik. Faktor abiotik antara lain: temperatur, pH, rasio C/N
dan pengenceran bahan isian, pengadukan; sedangkan faktor biotik diantaranya adalah
konsentrasi substrat dan cairan pemula (starter).
2.3.1. Suhu
Gas dapat dihasilkan jika suhu antara 4 - 60C dan suhu dijaga konstan. Bakteri
akan menghasilkan enzim yang lebih banyak pada suhu optimum. Semakin tinggi suhu
reaksi juga akan semakin cepat tetapi bakteri akan semakin berkurang.
Tabel 5. Pengaruh temperatur terhadap daya tahan hidup bakteri
Jenis Bakteri Rentang Suhu (0C) Suhu Optimum(0C)
a. Cryophilic 2 30 12 - 18
b. Mesophilic 20 45 30 - 40
c. Thermophilic 45 - 75 55 - 65
Proses pembentukan metana bekerja pada rentang suhu optimum 30-40C, tapi dapat
juga terjadi pada suhu rendah, 4C. Untuk temperatur di bawah jangkauan optimim, maka
laju digestasi turun sekitar 11% untuk setiap penurunan suhu 10C; yang ditunjukkan
dengan rumus Arrhenius berikut ( Henzen and Harremoes, 1983):
rt = r30 (1.11) ( t 30 ) . 1)
keterangan : rt = laju digestasi pada suhu ,t0 C; r30 = laju digestasi pada t = 300 C.
14
Laju produksi gas akan naik 100-400% untuk setiap kenaikan suhu 12C pada rentang
suhu 4 - 65C. Mikroorganisme yang berjenis thermophilic lebih sensitif terhadap
perubahan suhu daripada jenis mesophilic. Pada suhu 38C, jenis mesophilic dapat
bertahan pada perubahan suhu 2,8C. Untuk jenis thermophilic pada suhu 49C,
mikroba dapat bertahan pada perubahan suhu 0,8C, sedangkan pada suhu 52C,
mikroba dapat bertahan pada perubahan suhu 0,3C.
2.3.3. Rasio C / N
Menurut Fry (1974), perbandingan C/N dari bahan organik sangat menentukan
aktivitas mikroba dan produksi biogas. Kebutuhan unsur karbon dapat dipenuhi dari
karbohidrat, lemak dan asam-asam organik. Sedangkan kebutuhan nitrogen dipenuhi dari
protein, amoniak dan nitrat. Perbandingan C/N (C/N Rasio) substrat akan berpengaruh
pada pertumbuhan mikroorganisme. Untuk pertumbuhan dan perkembangannya,mikroba
memerlukan unsur makro seperti karbon, nitrogen, fosfor, sulfur dan lainnya; serta unsur
mikro seperti natrium, kalsium, magnesium, cobalt, zinkum, besi dan lain-lain. Menurut
Yani dan Darwis (1990 ), mikroba yang berperan dalam proses fermentasi anaerob
membutuhkan nutrisi berupa sumber karbon dan sumber nitrogen.
15
Jika dalam substrat hanya terdapat sedikit nitrogen, maka bakteri tidak akan dapat
memproduksi enzim yang dibutuhkan untuk mensintesa senyawa (substrat) yang
mengandung karbon. Sebaliknya apabila terlalu banyak nitrogen, akan menghambat
pertumbuhan bakteri, dalam hal ini terutama bahan yang kandungan amonianya sangat
tinggi. Oleh karena itu, kesetimbangan karbon dan nitrogen dalam bahan yang digunakan
sebagai substrat perlu mendapat perhatian. Perbandingan C/N untuk masing-masing
bahan organik akan mempengaruhi komposisi biogas yang dihasilkan. Perbandingan C/N
yang terlalu rendah akan menghasilkan biogas dengan kandungan CH4 rendah dan kadar
CO2 tinggi, H2 rendah dan N2 tinggi. Sedangkan perbandingan C/N yang terlalu tinggi
akan menghasilkan biogas dengan kandungan CH4 rendah dan kadar CO2 tinggi, H2
tinggi dan N2 rendah. Berdasarkan beberapa informasi yang diperoleh, menunjukkan
bahwa agar pertumbuhan bakteri anaerob dapat optimal, diperlukan rasio optimum C : N
berkisar antara 20:1 sampai 30:1. Pada Tabel 6 ditunjukkan beberapa jenis substrat
dengan kandungan nisbah C dan N.
Tabel 6. Beberapa jenis substrat dengan kandungan nisbah C dan N (Hadiwiyoto, 1983)
Substrat N (% Bobot Kering) C/N
Kotoran Sapi 1,7 18
Kotoran Babi 3,8 6,1
Kotoran Ayam 6,3 7,3
Sampah 3,6 12
Ampas Tebu 0,3 150
Jerami Gandum 1,1 40
Limbah Nanas 0,95 55
Menurut Fry dan Merill (1973) nilai C/N rasio campuran dari dua bahan baku yang
berbeda dapat dihitung menggunakan rumus berikut :
SC1 + SC 2
(C / N ) m = 2)
SN1 + SN 2
(C / N )1 + N1 X 1 + (C / N ) 2 N 2 X 2
=
N1 X 1 + N 2 X 2
16
keterangan :
(C/N)m = C/N rasio campuran
SC1 = Jumlah Karbon dalam bahan 1
SC2 = Jumlah Karbon dalam bahan 2
SN1 = Jumlah Nitrogen dalam bahan 1
SN2 = Jumlah Nitrogen dalam bahan 2
(C/N)1 = Rasio bahan 1
(C/N)2 = Rasio bahan 2
N1 = Kandungan Nitrogen (% bk) bahan 1
N2 = Kandungan Nitrogen (% bk) bahan 2
X1 = Jumlah bahan 1 (kg)
X2 = Jumlah bahan 2 (kg)
bahan kering. Pengenceran dengan air dilakukan untuk mendapatkan bahan isian dengan
kandungan bahan kering sebesar 7 9 %. Menurut Harahap (1980) untuk memperoleh
produksi biogas yang optimum, digunakan perbandingan 1 : 1 sampai 1 : 1,5 pada
kotoran ayam dan air; sedangkan untuk kotoran sapi dan air digunakan perbandingan
sebesar 1 : 1.
2.3.6. Pengadukan
Bahan baku isian yang sukar dicerna akan membentuk scum atau lapisan kerak
pada permukaan cairan atau permukaan bioreaktor yang dapat menghambat laju
produksi biogas. Lapisan tersebut dapat dihancurkan dengan mengaduk isian tersebut
ddengan alat pengaduk.
2.3.7. Loading
Ini ditunjukkan sebagai loading organik dan loading hidraulik atau waktu retensi/
tinggal (HRT = hydraulic retention time). Loading organik adalah massa materi organik
influen per satuan waktu, sedangkan loading organik spesifik adalah massa materi
organik influen per satuan waktu per satuan volume reaktor (Van Haandel, 1992).
lo = Lo/ Vr = ( Qi. Sti ) / Vr = Sti / HRT 3)
keterangan :
lo = loading organik spesifik
Lo = loading organik
Vr = volume reaktor
Qi. = laju aliran influen
Sti = konsentrasi materi organik influen
HRT = waktu retensi hidraulik.
Loading hidraulik spesifik adalah perbandingan laju aliran influen dengan volume
reaktor, sehingga merupakan kebalikan dari waktu retensi hidraulik.
lh = Lh / Vr = Qi / Vr = 1/ HRT . 4)
18
18
III. METODOLOGI
Bahan baku
Pemotongan
Analisa:
kadar air,abu,TS,VS
C/N rasio,VFA,COD
labu destilasi. Apabila tidak terbentuk lagi gelembung-gelembung yang keluar pada
larutan penampung, maka destilasi dihentikan. Hasil destilasi kemudian dititrasi dengan
HCl 0,01 N.
(ml titrasi sampel ml titrasi blanko) NHCl 14 100
N (%) = .................. 8)
ml sampel
cawan diuapkan di dalam oven pada suhu 105 0C selama satu jam atau sampai
bobotnya tetap. Selanjutnya didinginkan di dalam desikator dan ditimbang (W2).
(W2 W0 )
Padatan Total = x 100% ............................................ 9)
(W1 W0 )
3. Analisa Padatan Menguap (VS).
Sampel di dalam cawan yang telah dikeringkan selanjutnya diabukan di dalam tanur
pada suhu 550 0C selama 200 menit atau sampai semua padatan menjadi abu yang
berwarna putih. Selanjutnya, abu di dalam cawan didinginkan di dalam desikator
sampai suhu mencapai suhu ruang dan selanjutnya ditimbang sebagai W3.
(W2 W3 )
VS = x 100% ........................................................... 10)
(W1 W3 )
4. Analisa COD.
Sampel sebanyak 5 ml yang telah diencerkan dengan air suling dimasukkan ke dalam
erlenmeyer dan ditambahkan 10 ml K2Cr2O7 0,025 N dan 10 ml H2SO4 pekat. Setelah
campuran dingin dititrasi dengan larutan Fe(NH4)2SO4 0,025 N dengan indikator
ferroin. Titrasi dihentikan setelah terjadi perubahan dari biru kehijauan menjadi
merah anggur. Volume Fe(NH4)2SO4 0,025 N yang digunakan untuk titrasi dicatat
(a). Dengan prosedur yang sama dilakukan terhadap blanko air suling. Volume
Fe(NH4)2SO4 0,025 N yang digunakan dicatat (b).
(b a ) 0,025 8000
COD (mg/L) = x Faktor Pengenceran ................ 11)
ml sampel
5. Analisa VFA
Sampel sebanyak 5 ml ditambah dengan 1 ml H2SO4 15%, kemudian disentrifuse
dengan menggunakan alat sentrifugasi selama 10 menit. Kemudian dimasukkan 2 ml
supernatan yang terbentuk de dalam labu destilasi. Supernatan tersebut didestilasi
hingga membentuk destilat sebanyak 50 ml pada gelas erlenmeyer. Hasil destilat ini
segera dititrasi dengan NaOH 0,1 N dengan menggunakan indikator phenolphthalein.
VFA (mg/L) = ml NaOH x N x 6/2 x 100/5 ........................................... 12)
keterangan :
N : Normalitas NaOH.
24
Substrat
Analisis:
TS, VS, VFA, COD
suhu dan pH
Campuran substrat
dan kotoran sapi
Fermentasi anaerob:
1.Substrat (Bg, Ns, BNs)
2. C/N rasio : 25, 30 dan 35
produksi biogas dilakukan hingga terjadi keadaan tunak, dimana laju produksi biogas
mulai menurun. Waktu menurunnya produksi biogas tersebut menunjukkan waktu retensi
pada bioreaktor volume 300 L. Waktu retensi menentukan besarnya loading atau umpan
yang diberikan secara kontinyu pada digester untuk mengetahui laju produksi biogas.
4. Saluran gas - Saluran gas terbuat dari bahan polimer untuk menghindari korosi.
Untuk pembakaran gas pada tungku, pada ujung saluran pipa bisa disambung
dengan pipa baja antikarat.
5. Tangki penyimpan gas - Terdapat dua jenis tangki penyimpan gas, yaitu tangki
bersatu dengan unit reaktor (floating dome) dan terpisah dengan reaktor (fixed
dome). Untuk tangki terpisah, konstruksi dibuat khusus sehingga tidak bocor dan
tekanan yang terdapat dalam tangki seragam, serta dilengkapi H2S Removal untuk
mencegah korosi.
3.3.4.3.Variabel Penelitian
Variabel penelitian yang digunakan adalah laju pengumpanan / loading yang
didasarkan pada komposisi substrat yang paling optimal memproduksi biogas dalam
sistem batch. Dalam setiap laju pengumpanan yang diberikan selama 3 hari. Analisa
yang dilakukan meliputi analisa COD, pengukuran produksi biogas serta komposisi gas
yang terbentuk. Pengukuran suhu dan pH dilakukan setiap harinya. Pengadukan
28
dilakukan setiap hari selama 30 menit. Dari hasil perlakuan dapat ditunjukkan pengaruh
laju pengumpanan terhadap parameter proses dan efisiensinya.
keterangan :
Yijk = nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i faktor B taraf ke-j dan kelompok ke-k
Uji statistik ANOVA dilakukan dan dilanjutkan dengan uji Duncan jika terdapat
perbedaan yang nyata antar perlakuan.
moneter yang dibatasi pada hal-hal yang diperjualbelikan secara nyata. Metode ini
memiliki beberapa skenario yang akan dianalisis, yaitu :
1. Pendugaan nilai bersih sekarang (Net Present Value): adalah jumlah nilai sekarang
dari manfaat bersih. Kriteria keputusan yang lebih baik adalah nilai NPV yang
positif, dan alternatif yang mem punyai nilai NPV yang tinggi (Kusumastanto,
2000). Secara matematis NPV dapat dituliskan sebagai berikut :
n
Bi Ci
NPV =
i =1 (1 + r ) i
2. Penggunaan rasio manfaat dan biaya (Benefit Cost-Ratio) : nilainya dihitung dengan
mengalikan jumlah satuan dengan harganya, dan apabila produk atau jasa tersebut
tdak dapat dipasarkan maka digunakan metode pendekatan untuk menyatakan nilai
moneternya (Kusumastanto, 2000). Benefit Cost-Ratio adalah jumlah nilai sekarang
dari manfaat dan biaya. Kriteria alternatif yang layak ialah BCR > 1. Secara
matematis BCR dapat ditulis sebagai berikut :
n
BC
BCR =
i =1 (1 + r ) i
3. Menurut Reksohadiprodjo (1999), analisa kerugian- keuntungan secara sosial atau
Present Value (PV) secara matematis dituliskan sebagai :
n
SBi SCi
PV = 1 +
i =1 (1 + r ) i
4. Internal Rate of Return (IRR) menunjukkan tingkat pengembalian modal yang
digunakan dalam pembiayaan suatu teknologi . Kelayakan teknologi dilaksanakan
apabila IRR > discount rate.
5. Pay Back Period (PBP) adalah waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian
seluruh modal yang diinvestasikan.
30
karena penambahan air akan meningkatkan oksigen yang bersifat racun bagi bakteri
anaerob. Sebaliknya bila kadar air yang terlalu rendah akan mengakibatkan terjadinya
akumulasi asam asetat yang bersifat menghambat.
Nilai rasio C/N bahan organik merupakan faktor penting dalam pengomposan.
Hal ini berkaitan dengan aktivitas mikroorganisme yang membutuhkan sumber karbon
sebagai penyedia energi dan nitrogen sebagai zat pembangun sel mikroorganisme. Rasio
C/ N merupakan salah satu kriteria yang digunakan dalam menentukan tingkat
kematangan dan kualitas kompos. Rasio C/N yang ideal adalah 20 40 (CPIS, 1992).
Dalam proses pengomposan kandungan karbon organik akan berkurang karena
terdekomposisi menjadi CO2, uap air dan panas, sedangkan nitrogen organik relatif tetap.
Oleh karenanya analisis yang digunakan adalah karbon organik dan nitrogen organik atau
Total Kjeidahl Nitrogen (TKN). Nilai N total kompos semakin meningkat seiring dengan
waktu pengomposan dibandingkan dengan C. Hal ini disebabkan unsur N cenderung
tertahan dalam tumpukan kompos dan selama proses dekomposisi unsur N yang hilang
hanya 5 %, sedangkan unsur C yang hilang sebanyak 50% (Alexander, 1977). Analisis
kadar C dan TKN bertujuan untuk mengetahui kandungan karbon dan nitrogen organik
dalam bahan sehingga dapat menjadi dasar acuan akan kebutuhan kedua unsur tersebut
yang tersedia. Kedua unsur tersebut nantinya dapat dimanfaatkan oleh mikroba untuk
menghasilkan produk akhir yang berupa gas metan (CH4).
Suhu merupakan faktor penting yang menunjukkan terjadinya proses dekomposisi
bahan organik menjadi kompos. Suhu optimum proses pengomposan berkisar antara
350C 550 C karena pada suhu tersebut aktivitas mikrorganisme berjalan dengan baik
(Haug, 1980). Hasil yang diperoleh menunjukkan suhu meningkat mencapai 48,80 C dan
suhu terendah mencapai 31,60 C. Hal ini disebabkan pada proses pengomposan
kandungan O2 dalam bahan sangat rendah (< 5%) dan kandungan CO2 tinggi (> 20%).
Dengan aerasi , dapat menambah kandungan O2 dan mengurangi CO2. Kondisi ini akan
meningkatkan kegiatan mikroorganisme sehingga suhu meningkat dan CO2 kembali akan
meningkat. Dalam prosesnya akan terjadi difusi dengan udara, suplai O2 tidak berjalan
dengan lancar sehingga tejadi pengurangan O2 jika bahan organik yang mudah
didegradasi cepat habis, kegiatan mikroba akan berkurang. Hal ini ditunjukkan dengan
berkurangnya produksi CO2 dan meningkatnya kandungan O2 serta menurunnya suhu.
32
diantaranya asam laktat, asam asetat, asam propionat dan asam butirat. Asam asetat
merupakan senyawa organik yang akan diuraikan oleh acetocalstic methane bacteria
menjadi metana dan karbon dioksida.
Dekomposisi bahan organik berlangsung dalam lingkungan yang bervariasi dari
kondisi aerobik ke anaerobik dan dari bakteri yang mampu tumbuh optimal pada
temperatur mesofilik ke temperatur termofilik. Proses ini bergantung pada
mikroorganisme yang terlibat, aerasi dan tingat kelembaban lingkungan serta
karakteristik dari bahan yang dikomposkan. Kondisi aerobik dan termofilik lebih
diinginkan karena laju dekomposisi bahan organik lebih cepat dan sempurna (Gaur,
1981). Menurut Ros dan Zupancic (2004), keuntungan lain yang didapatkan dari proses
aerobik adalah pendegradasian senyawa organik makro yang terdapat pada substrat akan
lebih tinggi apabila dibandingkan dengan proses anaerobik, sehingga produk yang
dihasilkan akan lebih optimal.
Perlakuan pendekomposisian secara semi-aerobik yang dilakukan dalam
penelitian ini, yaitu dengan aerasi dan penambahan bakteri EM4 yang bertujuan untuk
mempersingkat fase adaptasi atau lag phase dari mikroorganisme pada saat permulaan
proses dekomposisi, sehingga mempercepat pendegradasian. Selain itu, penambahan
EM4 juga digunakan untuk mengantisipasi keterbatasan jenis mikroba alami dan ketidak
mampuan mikroba alami untuk mendegradasi beberapa senyawa toksik seperti senyawa
pestisida dalam bahan tersebut. Pengomposan (composting) atau pendekomposisian
secara semi-aerobik pada bagase tebu dilakukan selama 45 60 hari dan limbah nanas
selama 18 24 hari. Selama proses pengomposan tersebut dilakukan pengukuran suhu
dan pH secara rutin. Pada Tabel 9 menunjukkan hasil analisa awal dan akhir
pengomposan bahan baku substrat menggunakan EM4 dan Acticomp.
34
d. Suhu
Suhu merupakan parameter kontrol terhadap aktivitas bakteri selama proses
dekomposisi bahan organik. Pengomposan akan berlangsung secara optimal jika suhu
yang dicapai sesuai dengan suhu optimum mikroorganisme. Suhu optimum
pengomposan berkisar antara 35 550 C (Haug, 1980). Sedangkan menurut
Murbandono (1983) suhu optimum proses pengomposan berkisar antara 30 400 C.
Grafik perubahan suhu kompos bagase tebu ditunjukkan pada Gambar 12. Pada
pengamatan suhu pengomposan bagase tebu tampak bahwa peningkatan suhu
pengomposan cenderung naik pada hari ke-4 pekan pertama, dengan suhu
optimal
38
awal bagase sebesar 6,32 dan pada hari ke-40 pengomposan nilai pH mencapai netral
sebesar 7,12 7,37. Hal ini disebabkan karena selama proses degradasi protein
organik akan menghasilkan NH3 yang akan berikatan dengan air membentuk
NH4OH yang bersifat basa, sehingga pH meningkat (Wimbanu, 2005). Pada hari ke-3
nilai pH awal nanas sebesar 4,44 5,17 meningkat sebesar 6,85 7,56 pada hari ke-
9. Hal ini disebabkan adanya penambahan aktivator EM4 dan ActiComp memberikan
peningkatan aktivitas bakteri secara signifikan.
e. Rasio C/N
Setiap bahan organik yang akan dikomposkan memiliki karakateristik yang
berlainan. Menurut Sulaeman (2007), unsur karbon (C) dan nitrogen (N) merupakan
karakteristik terpenting dalam bahan organik dan berguna untuk mendukung proses
pengomposan. Menurut Osman (2006) bagase tebu memiliki nilai rasio C/N 131,34
sedangkan dari Chinese Biogas Manual (1979) bagase tebu memiliki nilai rasio C/N
150. Nilai rasio C/N awal bagase tebu yang digunakan sebesar 227,5.
penurunan pada nilai rasio C/N. Pada Gambar 14 menunjukkan nilai rasio C/N yang
diperoleh, rasio C/N awal bagase tebu sebesar 227,50 menurun menjadi sebesar 64,8
jika menggunakan EM4 dan sebesar 85,9 jika menggunakan Acticomp. Rasio C/N
awal limbah nanas sebesar 72,80 menurun menjadi sebesar 19,12 jika menggunakan
EM4 dan sebesar 17,83 jika menggunakan Acticomp. Hal ini menunjukkan bahwa
terjadi penggunaan atau pemanfaatan karbon dan nitrogen sebagai nutrisi mikroba
untuk tumbuh dan berkembang (Yani dan Darwis, 1990).
Dalam proses anaerob dilakukan variasi substrat bagase tebu, kulit nanas dan
campuran bagase tebu dan kulit nanas serta variasi rasio C/N 25, 30 dan 35. Perlakuan
anaerob memberikan pengaruh terhadap perubahan parameter proses berikut :
COD bergantung pada besarnya bahan organik yang telah didekomposisi. Dalam hal
ini bakteri akan memanfaatkan oksigen pada proses penguraian senyawa-senyawa
organik, maka nilai COD akan mengalami penurunan. Pengukuran nilai COD
dilakukan pada awal, hari ke-20 dan hari ke-40 proses anaerobik. Nilai COD dapat
dilihat pada Gambar 15. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa COD
cenderung menurun. Hal ini disebabkan adanya laju pembentukan asam lemak
menguap (VFA), asam laktat, etanol dan senyawa sederhana lainnya dari monomer
hasil dekomposisi polimer organik dan laju konsumsi asam-asam serta senyawa
tersebut yang bervariasi. Pada Tabel 11. ditunjukkan penurunan COD pada hari ke-20
dan hari ke-40. Penurunan awal yang relatif besar menunjukkan bahwa bakteri
pengurai mulai berkembang biak dan banyak oksigen yang digunakan. Nilai COD pada
bagase tebu dengan C/N 35 (Bg-35) dan kontrol menunjukkan kecenderungan
penurunan nilai COD yang relatif hampir sama selama fermentasi 48 hari, yakni
dengan efisiensi COD sebesar 38,8 %. Hal ini dapat disebabkan oleh kurang
optimalnya konsumsi senyawa organik oleh bakteri, atau tingginya laju penguraian
senyawa organik kompleks menjadi senyawa sederhana (Budhi et al, 1999). Efisiensi
laju penurunan pencemar organik COD sangat dipengaruhi
Tabel 10. Penurunan kandungan COD (mg/L)
Sampai Sampai
Substrat Hari ke-20 Hari ke-40
Bg 25 1770 2518
Bg 30 3360 2400
Bg 35 640 2380
Ns 25 3120 1970
Ns 30 1180 3237
Ns 35 3110 2410
BNs 25 910 4398
BNs 30 2020 1660
BNs 35 3200 1200
Co 600 1920
melakukan proses degradasi. Dari Tabel 11 juga menunjukkan bahwa sampai hari ke-
40 aktivitas bakteri masih cukup tinggi dalam memanfaatkan oksigen untuk
mengoksidasi bahan-bahan organik yang terkandung dalam substrat.
Gambar 16. Perubahan pH terhadap laju produksi biogas dari berbagai substrat
mempunyai nilai pH yang sama, yakni 7,75 dan laju produksi biogas yang
berfluktuasi (Gambar 16a). Produksi biogas kumulatif tertinggi dicapai oleh Bg-25
mencapai 8,16 L selama fermentasi 48 hari pada pH berkisar 7,27 7,81. Produksi
kumulatif ini tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan oleh Pound (!981) yakni
sebesar 8,5 L dengan menggunakan limbah batang tebu. Laju produksi gas Bg-35
mendekati laju produksi gas dari kontrol, yang merupakan fermentasi substrat bagase
tebu.
Pada Gambar 16b perubahan nilai pH limbah nanas selama proses fermentasi
anaerobik menunjukkan kecenderungan meningkat pada hari ke-12 sampai hari ke-16.
Hal ini memperlihatkan bahwa aktivitas mikroba pendegradasi mulai meningkat dan
sampai pada hari ke-40 nilai pH limbah nanas meningkat mencapai 7,44 dan
46
cenderung konstan. Peningkatan laju produksi gas pada Ns-25 dan Ns-30 tidak
signifikan, sedangkan pada Ns-35 meningkat secara signifikan dengan laju produksi
gas sebesar 0,546 L/hari pada pH berkisar 6,22 7,15. Laju produksi gas yang
diperoleh sedikit lebih kecil dibandingkan yang diperoleh oleh Bardiya (1996) sebesar
0,725 L/ hari.
Pada Gambar 16c ditunjukkan perubahan nilai pH campuran limbah nanas
dan bagase tebu terhadap laju produksi gas selama 48 hari dalam proses fermentasi
anaerobik. Nilai pH campuran bagase dan limbah nanas cenderung meningkat,
menunjukkan aktivitas mikroba masih terus berlangsung. Pada hari ke-20 nilai pH dari
BNs-35 mencapai 6,42 dan pada hari ke-48 nilai pH dari ketiga campuran (BNs-25;
BNs-30 dan BNs-35) sama, yakni 7,16. Laju produksi gas cenderung meningkat,
namun produksi gas kumulatif tertinggi diperoleh BNs-35 sebesar 12,62 L pada pH
berkisar 6,157,19.
3. Suhu ( 0 C)
Perubahan suhu bagase tebu, limbah nanas dan campuran bagase dan limbah
nanas sebagai substrat terhadap laju produksi gas selama proses fermentasi anaerobik
ditunjukkan pada Gambar 17a, 17b dan 17c. Pada Gambar 17a menunjukkan bahwa
awal perlakuan, suhu digester mencapai 29,4 0C dan pada hari ke-20 suhu pada Bg-
25 dan Bg-35 turun mencapai 28,8 0C dan kemudian berfluktuasi. Ini mengindikasikan
bahwa aktivitas mikroba masih berlangsung. Mikroba yang bekerja adalah jenis
mesofilik, karena aktivitasnya pada suhu 28,7 0 30,4 0C. Semakin tinggi suhu, reaksi
juga akan semakin cepat tetapi bakteri akan semakin berkurang. Laju produksi gas
berfluktuatif. Namun penurunan suhu tidak terlalu mempengaruhi laju produksi gas,
karena pada suhu tersebut bakteri masih mampu beraktivitas. Produksi biogas
kumulatif tertinggi dicapai oleh Bg-25 sebesar 8,16 L pada suhu 29,30 30,30 C.
47
Pada Gambar 17b menunjukkan bahwa perubahan suhu limbah nanas terhadap
laju gas selama proses fermentasi anaerobik selama 48 hari mempunyai kecenderungan
48
menurun. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas mikroba telah mulai menurun. Jenis
mikroba yang bekerja adalah mesofilik dengan rentang suhu 28,40 30,20 C. Pada suhu
29,10 30,20 C produksi gas kumulatif tertinggi dicapai Ns-35 sebesar 17,24 L.
Menurut Chaiprasert et al (2001) pada kondisi mesofilik, aktivitas mikroba optimal
menghasilkan produk intermediat seperti asam asetat, asam butirat dan asam propianat
yang berperanan dalam pembentukan gas metan. Asam propionat tidak terbentuk dalam
kondisi termofilik.
Pada Gambar 17c menunjukkan bahwa perubahan suhu pada campuran bagase
dan limbah nanas terhadap laju produksi gas selama 48 hari dalam proses fermentasi
anaerob sampai hari ke-20 suhu cenderung meningkat dan mencapai 30,50 C.
Penurunan suhu campuran bagase dan limbah nanas terus berlangsung sampai hari ke-
40. Pada hari ke-28 dicapai laju produksi gas tertinggi oleh BNs-35 sebesar 514 mL/hari
dengan suhu 29,80 C. Laju poduksi gas pada substrat campuran bagase tebu dan limbah
nanas mendekati laju produksi gas pada substrat limbah nanas (523 mL /hari). Ini
menunjukkan bahwa pada substrat campuran, senyawa organik yang terkandung dalam
limbah nanas akan lebih mudah terdegradasi dan mendukung aktivitas mikroba anaerob
untuk pembentukan asam lemak menguap (VFA), asam laktat, etanol dan senyawa
sederhana lainnya. Sedangkan bagase tebu karena memiliki kadar lignin yang relatif
tinggi, agak sulit untuk dilakukan degradasi.
Gambar 18. Jumlah VFA yang terbentuk pada proses fermentasi anaerob.
adalah asam asetat yang terbentuk dalam tahap asetogenesis dan metanogenesis yang
berperanan dalam proses pembentukan gas. Kadar VFA akan sebanding dengan laju
produksi gas.
Tabel 11. Peningkatan kadar VFA(mM)
Pada Tabel 12 ditunjukkan besarnya VFA (mM) yang terbentuk pada hari ke-20
dan hari ke-40. Pada perlakuan Bg-25 terjadi penurunan VFA, hal ini dimungkinkan
karena rendahnya konsentrasi substrat yang digunakan, sehingga VFA yang terbentuk
mengalami penurunan, karena pada tahap metanogenesis asam asetat yang terkandung
dalam VFA tersebut diubah oleh bakteri metanogen menjadi metan (CH4). Hal ini
50
dinyatakan dengan adanya kandungan CH4 sebesar 75% yang dihasilkan dari
perlakuan Bg-25 adalah yang tertinggi.
10,5% (w/v). Pada perlakuan Ns-35 dengan nilai TS awal sebesar 7,7% (w/v)
diperoleh efisiensi TS tertinggi sebesar 39%. Sedangkan efisiensi TS pada campuran
bagase dan limbah nanas sebesar 17% diperoleh dari perlakuan BNs-35 dengan nilai
TS awal sebesar 8,8% (w/v). Pada fermentasi anaerobik selama 40 hari, kadar TS
bagase pada perlakuan Bg-25 sebesar 8,6% (w/v) sama dengan kadar TS bagase yang
diperoleh Osman et al (2003) yakni sebesar 8,8% (w/v). Sedangkan kadar TS limbah
nanas pada perlakuan Ns-35 sebesar 7,7% (w/v) lebih kecil dari kadar TS limbah nanas
yang diperoleh Bardiya et al (1996) yakni sebesar 49% (w/v) pada fermentasi
anaerobik selama 30 hari.
51
Pada Tabel 13 tampak bahwa degradasi TS pada hari ke-20 lebih tinggi
dibandingkan degradasi TS hari ke-40, ini menunjukkan bahwa pada hari ke-20
aktivitas mikroba lebih tinggi dibandingkan aktivitas mikroba pada hari ke-40.
5,9% (w/v). Kadar VS bagase pada perlakuan Bg-25 sebesar 9,3% (w/v) jauh lebih
rendah dari kadar VS bagase yang diperoleh Osman et al (2003) yakni sebesar
86,4% (w/v). Demikian juga kadar VS limbah nanas pada perlakuan Ns-35 sebesar
5,9% (w/v) jauh lebih kecil dari kadar VS limbah nanas yang diperoleh Bardiya et al
(1996) yakni sebesar 51% (w/v) pada fermentasi anaerobik selama 30 hari.
Pada Tabel 14 ditunjukkan besarnya penurunan VS pada hari ke-20 dan hari ke-
40. Dalam proses kombinasi antara semi-aerob dan anaerob belum memberikan hasil
yang sesuai. Hal ini mungkin disebabkan karena proses degradasi dengan bantuan
mikroba yang sangat peka terhadap faktor lingkungan, sehingga aktivitasnya kurang
stabil. Selain itu mikroba yang berperan heterogen , karena proses degradasi anaerob
terjadi beberapa tahapan dan setiap tahapan jenis mikroba yang berperan berbeda
(Reith et.al, 2003).
Tabel 13. Penurunan kadar VS (%)
faktor- faktor lingkungan, seperti pengadukan dan terbentuknya lapisan scum yang
mengganggu proses pembentukan biogas. Laju produksi biogas dari limbah nanas pada
perlakuan Ns-35 sebesar 523 ml/hari jauh lebih kecil dibandingkan laju produksi
biogas limbah nanas yang diperoleh Bardiya et al (1996) sebesar 1300 mL/hari. Hal ini
mungkin kurang optimalnya pengkondisian awal proses fermentasi anaerobik.
Sedangkan pada perlakuan Ns-25, Ns-30 dan BNs-25 menunjukkan laju produksi
biogas yang relatif nyaris sama, yakni sebesar 118,2 mL/ hari. Laju produksi biogas
harian pada perlakuan Bg-25 dan Bg-30 masing-masing sebesar 170 mL/ hari dan
129,7 mL/ hari. Laju produksi biogas harian bagase yang diperoleh lebih kecil
dibandingkan laju produksi biogas harian yang diperoleh Pound et al (1981) sebesar
375 mL/hari dari limbah batang tebu dengan komposisi terdiri 20% inokulum: 56,7%
slurry segar : 23,3% limbah batang tebu. Sedangkan laju produksi pada Bg-35 relatif
sama dengan laju produksi biogas pada kontrol. Dari hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa bahan substrat sangat menentukan laju produksi biogas. Menurut
Chanakya et al (2006) laju produksi biogas yang rendah dari bahan pakan ternak
disebabkan karena tidak cukup tersedia kolonisasi bakteri metanogen sehingga
menghambat konversi asam dari bahan substrat yang diumpankan. Reduksi VS awal
yang tinggi juga menyebabkan laju produksi biogasnya rendah. Fluktuasi laju
produksi biogas dan peningkatan VFA
Gambar 21. Laju produksi biogas harian dalam proses fermentasi anaerobik
54
membutuhkan periode waktu 100 hari. Campuran bagase tebu dan biomassa dapat
digunakan sebagai biofilter untuk mendegradasi bahan organik terlarut pada reaktor
jenis Down Flow Fixed Bed Reactor (DFFBR).
Pada Gambar 22 tampak bahwa produksi biogas kumulatif tertinggi selama 48
hari diperoleh oleh perlakuan Ns-35 dengan kadar TS 7,7% (w/v) mampu
menghasilkan biogas sebanyak 17,2 L atau 203,1 L/kg TS, BNs-35 dengan kadar TS
8,2% (w/v) mampu menghasilkan biogas sebanyak 12,6 L atau 69,9 L/kg TS dan BNs-
30 dengan kadar TS 8,1% (w/v) menghasilkan biogas sebanyak 12,3 L atau 32,3 L/kg
TS.
nanas selama 40 hari. Sedangkan produksi biogas kumulatif bagase tebu dari
perlakuan Bg-25 yang diperoleh sebesar 78,1 L/kg TS lebih tinggi daripada yang
diperoleh Pound et al (1981) sebesar 18 L/kg TS dari limbah batang tebu dengan
komposisi 20% inokulum: 56,7% slurry segar : 23,3% limbah batang tebu. Produksi
biogas kumulatif Bg-25 yang diperoleh juga lebih besar dari yang diperoleh Osman et
al (2006) yakni sebesar 51,5 L/kg TS dari campuran bagase tebu dan kotoran ayam.
Sedangkan produksi biogas kumulatif kontrol nyaris sama dengan produksi biogas
kumulatif Bg-35. Ini menunjukkan bahwa pada Bg-35 tidak terjadi pertumbuhan
mikroba yang optimal, sehingga proses fermentasi anaerob yang terjadi mirip dengan
kontrol. Ini mungkin disebabkan pada Bg-35 tidak terjadi keseimbangan antara C dan
N yang dibutuhkan oleh mikoba untuk tumbuh dan berkembang biak. Menurut Yani
dan Darwis (1990), mikroba yang berperan dalam proses secara anaerobik
membutuhkan nutrisi untuk tumbuh dan berkembang, berupa sumber karbon (C) dan
sumber nitrogen (N). Bagase tebu mempunyai kandungan lignoselulosa yang cukup
tinggi, sehingga pada Bg-35 unsur N tidak dapat mengimbangi ketersediaan unsur C
yang berlebihan. Perbandingan C/N dari bahan organik sangat menentukan aktivitas
mikroba dan produksi biogas (Fry, 1974).
b. Komposisi Biogas.
Gambar 23. Kandungan gas CH4 (%) pada proses fermentasi anaerobik
Pada Gambar 23 tampak hasil uji persentase CH4 yang terkandung dalam
produksi biogas pada hari ke-20 dan ke-40 dalam proses fermentasi anaerob.
Persentase CH4 dari hari ke-20 sampai hari ke-40 menunjukkan peningkatan. Pada
56
awal proses anaerob akan terbentuk gas CO2. Ini terjadi pada tahap hidrolisis dan
asidogenesis. Pada hari ke-20 proses fermentasi telah mencapai tahap pembentukan
gas metan (CH4) namun belum optimal, sedangkan pada hari ke-40, proses anaerob
tahap metanogenesis telah mencapai kestabilan, sehingga pembentukan gas metan
dapat mencapai optimal. Hal ini juga menunjukkan adanya keseimbangan antara laju
proses asidogenesis dan metanogenesis (Chanakya et al, 1999). Kualitas biogas yang
dihasilkan ditentukan dengan besarnya persentase CH4. Menurut Chanakya et al.
(1999) komposisi gas metan(CH4) yang dihasilkan dari biogas dengan bahan baku
bagase tebu > 60%, sedangkan pada kondisi mesofilik, komposisi CH4 yang dihasilkan
dari biogas dengan bahan baku limbah nanas mencapai 79 % (Chaiprasert et al, 2001).
Kualitas biogas terbaik ditunjukkan oleh perlakuan Bg-25 dengan kadar TS sebesar
10,5% (w/v) menghasilkan CH4 sebesar 75%, BNs-35 dengan kadar TS sebesar 8,2%
(w/v) menghasilkan CH4 sebesar 74% serta Bg-30 dengan kadar TS sebesar
10,5%(w/v) menghasilkan CH4 sebesar 70%. Kadar TS bahan ikut berperan dalam
menentukan kadar CH4 yang dihasilkan. Namun tingginya kualitas biogas pada
perlakuan Bg-25 dan Bg-30 tidak diimbangi dengan laju produksinya. Pada perlakuan
Ns-35 dengan kadar TS sebesar 7,7% (w/v) mampu menghasilkan biogas tertinggi,
yakni sebesar 203,1 L/kg TS memiliki kandungan CH4 sebesar 67%, maka diperoleh
136,1 L CH4/kg TS. Kandungan CH4 terendah diperoleh dari perlakuan Bg-35 yakni
sebesar 44%, sedangan pada kontrol diperoleh kandungan CH4 sebesar 65%.
Berdasarkan perhitungan total nilai kalor terbesar ditunjukkan pada perlakuan
Ns-35 yaitu substrat limbah nanas dengan C/N rasio 35, menunjukkan nilai total kalor
sebesar 5145 kJ dan BNs-35 yaitu substrat campuran bagase tebu dan limbah nanas
dengan C/N rasio 35 menunjukkan nilai kalor total sebesar 1955,2 kJ. Walaupun
memiliki kandungan CH4 yang cukup tinggi (75 % dan 70%) pada perlakuan Bg-25
dan Bg-30 namun laju produksinya sangat rendah. Pada Tabel 11 ditunjukkan produksi
biogas kumulatif dan komposisi kandungan CH4 sampai hari ke-20 dan hari ke-40 dari
sampel substrat yang digunakan.
57
Uji ANOVA pada taraf 5 % menunjukkan bahwa pengaruh suhu pada jenis
substrat memberikan perbedaan yang tidak nyata, sedangkan pengaruh suhu pada
variasi C/N rasio menunjukkan perbedaan yang nyata. Uji lanjut Duncan menunjukkan
bahwa pengaruh suhu terhadap C/N 25 dan C/N 30 tidak signifikan, sedangkan pada
C/N 35 ada pengaruh signifikan. Pengaruh pH pada semua perlakuan menunjukkan
perbedaan yang nyata. Dari uji lanjut Duncan ditunjukkan bahwa pengaruh pH pada
jenis substrat(Bg, Ns dan BNs) dan variasi C/N (C/N 25, 30 dan 35) memberikan
perbedaan yang nyata. Pengaruh TS dan VS pada semua perlakuan menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata. Pengaruh COD pada jenis substrat menunjukkan
perbedaan yang nyata, sedangkan pengaruh COD pada variasi C/N menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata. Pengaruh VFA pada semua perlakuan menunjukkan
perbedaan yang nyata. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pengaruh VFA pada
jenis substrat(Bg, Ns dan BNs) dan variasi C/N (C/N 25, 30 dan 35) memberikan
perbedaan yang nyata. Pengaruh produksi biogas pada semua perlakuan menunjukkan
perbedaan yang nyata. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pengaruh produksi
58
biogas pada jenis substrat (Bg, Ns dan BNs) dan variasi C/N (C/N 25, 30 dan 35)
memberikan perbedaan yang nyata. Pengaruh CH4 pada jenis substrat menunjukkan
perbedaan yang nyata, sedangkan pengaruh CH4 pada variasi C/N menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata (Lampiran 18).
Gambar 24. Pengaruh laju pengumpanan terhadap produksi biogas dan suhu.
kembali meningkat seiring dengan meningkatnya laju pengumpanan hingga mencapai
86,6 L/hari pada laju pengumpanan 4,1 kg TS/L /hari. Ini menunjukkan bahwa laju
pengumpanan yang diberikan tidak cukup mempengaruhi laju produksi biogas. Hal
ini dimungkinkan karena limbah nanas didekomposisi secara cepat dan hanya
sebagian kecil yang tersisa dalam proses fermentasi anaerob. Menurut Chanakya et al
(2006) limbah buah-buahan dalam bentuk Solid state Stratified Bed (SSB) dengan
laju umpan sebesar 2 gr TS/L/hari tidak mempengaruhi proses fermentasi anaerobik.
Pada awal proses fermentasi anaerob, suhu substrat mencapai 29,4 0C dan meningkat
sampai hari ke-8 mencapai 32,2 0C, sedangkan pada hari ke-9 suhu mengalami
penurunan mencapai 30,6 0C. Hal ini mungkin disebabkan pengadukan yang kurang
homogen, sehingga mengganggu aktivitas mikroba pendegradasi. Pada hari ke-14
suhu mengalami peningkatan mencapai 33,80 34,6 0C dan cenderung stabil seiring
dengan penambahan laju pengumpanan. Hal ini menunjukkan bahwa Residence Time
yang diperoleh adalah 14 hari. Penambahan umpan awal dapat mengoptimalkan
aktivitas mikroba yang menyebabkan peningkatan suhu, namun setelah Residence
Time kecenderungan suhu menjadi tetap, dimungkinkan karena jenis mikroba yang
bekerja adalah mesofilik dengan rentang suhu 29,4 0C 34,6 0C.
60
Gambar 25. Pengaruh laju pengumpanan terhadap produksi biogas dan nilai pH.
Hasil yang diperoleh pada Gambar 25 menunjukkan bahwa produksi biogas yang
fluktuatif dengan nilai pH substrat 6,38 7,78 menunjukkan kecenderungan nilai pH
yang stabil sampai pada laju pengumpanan 4,1 kg TS/L/hari Menurut Yacoeb et al.
(2006) bahwa kondisi pH hasil perombakan masih memungkinkan mendukung
aktivitas bakteri metanogenik sehingga produksi biogas masih dapat meningkat. Nilai
pH yang tidak kurang dari 7 mengindikasikan bahwa biodegradasi asam-asam organik
berlangsung dengan baik. Menurut Berardino et al (2000) proses digestasi anaerobik
dengan sistem semi kontinyu pada limbah cair industri makanan berlangsung baik
pada kondisi pH 7,2 8,4.
Proses fermentasi anaerob memanfaatkan berbagai macam mikro organisme yang
bekerja didalam perombakan substrat yang kaya akan bahan organik. Dalam proses
perombakan tersebut menghasilkan berbagai macam zat yang mungkin dapat
menghambat kinerja mikroba perombak, karena mikroba tersebut sangat sensitif
terhadap perubahan lingkungan, khususnya pH dan suhu. Dilain pihak penurunan pH
akan mengganggu aktivitas mikroba perombak, dan hasil perombakan yang berupa
asam-asam organik siap untuk diubah menjadi biogas dalam proses metanogenik
(Reith et al. 2003).
61
Gambar 26. Pengaruh laju umpan terhadap produksi biogas dan nilai COD.
Hasil yang diperoleh pada Gambar 26 menunjukkan bahwa efisiensi COD pada
kontrol sebesar 30% bahkan pada pengumpanan awal sebesar 1,4 kg TS/L/hari,
efisiensi COD turun menjadi 6,3 %. Selanjutnya sampai laju umpan 4,1 kg TS/L/hari
efisiensi COD dapat mencapai 80%. Efisiensi COD yang berfluktuatif disebabkan
proses perombakan/ fermentasi anaerob terjadi pada berbagai tingkatan dan dilakukan
oleh berbagai jenis mikroba yang peka terhadap lingkungan. Efisiensi COD yang
diperoleh sesuai dengan yang diperoleh Chinnaraj et al ( 2005) bahwa dengan reaktor
UASB didapatkan efisiensi COD sebesar 80 85 %, dimana dengan waktu retensi 20
jam dan laju umpan 5,75 kg COD/ m3/ hari mampu menghasilkan biogas sebesar 520
L/kg COD.
Dari hasil analisa kandungan CH4 pada sistem kontinyu diperoleh kandungan CH4
sebesar 70 %. Hasil ini sesuai dengan hasil yang diperoleh Chaiprasert (2001) bahwa
limbah nanas dengan masa inkubasi 30 hari mempunyai kandungan metan (CH4)
berkisar 60%.
4.2.2. Analisis Kelayakan Ekonomi Limbah Nanas sebagai Bahan Baku Biogas
Analisis kelayakan tekno-ekonomi dilakukan berdasarkan perhitungan sederhana
yang mengacu pada hasil produksi skala semi-lapang sistem kontinyu. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui aspek ekonomi dari teknologi anaerob dengan
membandingkan antara besarnya biaya pengeluaran dengan nilai manfaat yang
diterima dalam suatu investasi pada jangka waktu tertentu. Analisis ini meliputi
62
perhitungan : Benefit Cost Ratio (B/C), Net Present Value (NPV), Internal Rate of
Return (IRR) dan Payback Period (PBP).
Perhitungan didasarkan pada banyaknya produksi gas yang dihasilkan dalam
sistem kontinyu, kemudian dikonversikan dengan BBM (solar). Perhitungan produksi
biogas dengan sistem kontinyu dilakukan dengan mengunakan tandon air dengan
volume 4000 liter sebagai unit reaktor anaerob dan sebagai pengumpul gas digunakan
tandon air dengan volume 500 liter, yang bersatu dengan unit reaktor, sehingga model
reaktor/ digesternya adalah floating dome. Penentuan ukuran digester didasarkan pada
banyaknya limbah nanas yang dihasilkan oleh PT. Marizafood dalam sekali produksi.
Limbah nanas yang dihasilkan dalam satu kali produksi sebesar 29.762 kg per hari.
Berdasarkan hasil produksi biogas skala semi-kontinyu menggunakan digester dengan
volume 300 liter maka diperoleh laju produksi gas optimal sebesar 64,4 L/ hari dengan
laju umpan 1,4 kg TS/L /hari. Laju pengumpanan sebesar 1,4 kg TS/L /hari diberikan
pada reaktor dengan volume 4000 L akan menghasilkan 24,242 m3 biogas/hari dan jika
dikonversikan sama dengan 15,03 liter minyak tanah/hari, dengan asumsi 1 m3 biogas
setara dengan 0,62 liter minyak tanah.
Analisis finansial untuk produksi biogas dalam reaktor model floating dome
menggunakan asumsi sebagai berikut :
Analisis dilakukan selama 10 tahun umur proyek
Tingkat suku bunga 12 %
Biaya dan harga selama masa proyek dianggap konstan
Penyusutan produksi sebesar 10 % setiap tahun akibat menurunnya kinerja
beberapa peralatan .
Hasil perhitungan kelayakan finansial produksi biogas dengan menggunakan
reaktor model floating dome yang meliputi B/C rasio, NPV dan IRR menunjukkan
bahwa investasi proyek pembangunan instalasi pembangkit biogas tersebut layak untuk
dikembangkan. Dari perhitungan diperoleh nilai B/C rasio sebesar 1,75; nilai NPV
pada DR 12 % sebesar Rp 79.022.673,- dengan nilai IRR sebesar 56,57 %, sedangkan
nilai PBP (Pay Back Period) diperoleh sebesar 19,7 bulan (Lampiran 20, hal 102).
Pada Tabel 15 ditunjukkan biaya modal, biaya tetap dan biaya operasional proyek
produksi biogas dari limbah nanas.
63
Tabel 15. Biaya modal, biaya tetap dan biaya operasional instalasi anaerob limbah nanas .
Jenis Biaya Banyak Harga Satuan (Rp) Jumlah (Rp)
Biaya Modal
Tandon air 4000 liter 1 buah 3.500.000 3.500.000
Tandon air 500 liter 1 buah 1.250.000 1.250.000
Bis Beton 10 buah 75.000 750.000
Pasir 3 rit 60.000 180.000
Kerikil 1 kol 300.000 300.000
Semen 3 zak 35.000 105.000
Mesin pompa air 1 unit 500.000 500.000
Pipa PVC 2 inch 2 batang 105.000 205.000
Pipa PVC 4,4 inch 2 batang 125.000 250.000
Pipa PVC 8 inch 3 batang 150.000 450.000
Kran Gas 1 buah 45.000 45.000
Ember 2 buah 10.000 20.000
Senar 1 gulung 5.000 5.000
Pipa Besi 1 inch 1 buah 175.000 175.000
Selang Fiber Glass 15 meter 12.000 180.000
Plastic Steel 20 buah 15.000 300.000
Pipa T 1 buah 12.000 12.000
Aqua Proof 1 kaleng 45.000 45.000
Amplas 0,5 meter 8.000 8.000
Meteran 1 buah 15.000 15.000
Plastik penampung gas 50m3 1 buah 2.000.000 2.000.000
Biaya tak terduga 3.000.000 3.000.000
Pengambilan kotoran sapi 300 kg 2.500 750.000
Total 11.444.500 13.870.000
Biaya Tetap
Konsumsi 10 hari 100.000 1.000.000
Upah Pekerja 4 orang/10 hari 50.000 2.000.000
Total 150.000 3.000.000
Biaya Operasional
Listrik 200.000 200.000
Upah Tenaga Kerja 2 orang 850.000 1.700.000
Biaya Perawatan 1.000.000 1.000.000
Total 2.050.000 2.900.000
Saran
1. Pemanfaatan limbah nanas sebagai bahan campuran dengan kotoran ternak
sebagai penghasil biogas, sebaiknya tidak melebihi 50%, sedangkan bagase
tebu secara ekonomis tidak layak di gunakan sebagai bahan baku biogas
karena digunakan sebagai bahan bakar boiler.
2. Diperlukan penelitian sistem kontinyu dengan variasi parameter proses lebih
beragam dengan waktu yang lebih lama dan analisa terhadap kualitas produk
samping yang dihasilkan berupa pupuk padat dan pupuk cair.
67
American Public Health Association (APHA). 1998. Standard methods for examination
of water and wastewater, 20th.ed.Baltimore: APHAAWWA-EWF.
Bardiya, N., D, Somayaji dan S, Khanna. 1996. Biomethanation of banana peel and
pineapple waste. Elsevier Sc. Ltd. J.of Bioresource Tech. 58 : 73 76.
Budhi ,Y.W. 1999. Peningkatan Biodegradabilitas Limbah Cair Printing Industri Tekstil
secara Anaerob. ITB Bandung.
Chanakya, H.N., Modak, J. and Jagadish, K.S. 2006 Micro-Treatment options for
Components of organic fraction of MSW in residential areas. Environt .Monit.
Asses. Centre for Sustainable Technologies . Indian Institute of Science.
Bangalore. India.
CIPS . 1992. Panduan Teknik Pembuatan Kompos dan Sampah: Teori dan Aplikasi .
Center for Policy and Implementation Study (CPIS) .Jakarta
FAO. 1997. Recycling of organic waste in Chninas agriculture. FAO Soils Bulletin 40.
food and agricultural Organization Rome. 107 hal.
68
Fry, I .J. dan Merill, R. 1973. Methane digester for fuel and fertilizer. The New Alchemi
Institute West. Santa Barbara. California.
Fry,I. J. 1974. Practical Building of Methane Power Plants for Rural Energy
Independence. Standard Printing Santa Barbara. California.
Han, Q. Y. and Fang, H.H.P. 2002. Hydrogen Production from rice Winery Wastewater in an
Upflow Anaerobic Reaktor by using Mixed Anaerobic Culturs. Apllication.
Microbiol.Biotechnol.27,1359-1359.
Harada, Y.K., H.T. Osada dan M. Kashinoa. 1993. Quality of Compost from Animal
Wastes . JAQ 26 (4). P . 238-264.
Harjo, S., Indrasti, N.S. dan Bantacut, T. 1989. Biokonversi Pemafaatan Limbah Industri
Pertanian. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan da Gizi, Institut Pertanian
Bogor. Bogor
Henzen, M. dan Harremoes, P. 1983. Anaerobic treatment of waste water in fixed film
reactors- a literature review. Water Science and Tech. Vol.15. No.1.
Lopez, W.S., Leite, V.D. and Prasad, S. 2004. Influence of Inoculum on performance of
anaerobic reactors for treating municipal solid waste. Bioresource Technology. 94:261
265.
Mahajoeno, E. 2008. Pengembangan Energi Terbarukan dari Limbah Cair Pabrik Minyak
Kelapa Sawit. [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Mosey, S. 1983. Municipal wastewater treatment with the aerobic attached micorbial film
expanded bed process. Di dalam: Renita, M. 2004. Proses anaerobik sebagai
69
alternatif untuk mengolah limbah sawit. Tesis. Program Studi Teknik Kimia.
Universitas Sumatera Utara.
Mubyarto dan Daryanti. 1991. Gula, Kajian Sosial Ekonomi, Aditia Media, Yogyakarta.
Musanif, J. 1982. Limbah Pertanian dan Kotoran Ternak untuk Kesejahteraan. Diskusi
Pemanfaatan Sumberdaya Alam untuk Industrialisasi, Departemen Pertanian,
Jakarta.
Nijaguna, B.T. 2002 Biogas Technology. Taylor & Frances, New Delhi.
Noegroho, H.S. 1980. Pemanfaatan Biogas sebagai Sumber Energi non Konvensional dan
Pengembangan Desa, IPB, Bogor.
Pound, B. , Done, F. and T.R. Preston. 1981 Biogas Production from Mitures of Cattle of
Slurry and Pressed Sugar Cane Stalk, With Without Urea. Trop nimal Prod.
CEDIPCA,CEAGANA , Santo Domingo, Dominica Republic.
Price, C.E. dan P. N. Cheremisinoff. 1981. Biogas Production and Utilization. Energy
Technology Series. Ann Arbor Science Pub. Michigan.
RENSTRA EBT. 2000. Strategic Plan for New and Renewable Energy. Draft report.
Directorate of Electricity and Energy Utilization, Ministry of Energy and
Mineral Resources of Indonesia.
Reith, J.H., H. den Uil, H. van Veen, W.T.A.M. de Laat, J.J. Niessem, E. de Jong, H.W.
Elbersen, R. eusthuis, J.P. van Dikjen and L. Raamsdonk. 2003. Coproduction
of Bio-ethanol, Electricity and heat from biomass residues. Proceedings of the
12th European Conference on Biomass and Energy, Industry and Climate
Protection, 17-21 June 2002, Amsterdam, The Netherlands. : 1118-1123.
Sahidu, S. 1983. Kotoran Ternak sebagai Sumber Energi, Dewaruci Press, Jakarta.
70
Syamsuddin, T.R. dan H.H. Iskandar. 2005. Bahan bakar alternatif asal ternak. Sinar
Tani. XXXVI. No. 3129.
Van Haandel, A.C. 1992. Activated sludge settling part II: Settling theory and application
to design. Water SA. Vol. 18. No.3: 173-180.
Wimbanu, O. 2005. Pengomposan Jerami dan Ampas Batang Sagu dengan Metode
Windrow Teraerasi. [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
Yacoeb, S., Shirai, Y. Hassan, M.A., Wakasika, M. and S. Subash. 2006. Star-up
operation of semi-commercial closed anaerobic digester from palm oil mill
effeluent treatment . Process Biochemistry 41:962-964.
Yani, M. dan A. A. Darwis. 1990. Diktat Teknologi Biogas. Pusat Antar Universitas
Bioteknologi- IPB Bogor.
71
Lampiran 12. Nilai COD (mg/L) pada proses anaerob system batch
Lampiran 13. Kadar VFA (mM) pada proses anaerob sistem batch
Lampiran 14. Kadar CH4 (%) pada proses anaerob sistem batch
Lanjutan
Lanjutan
Lampiran 17. Laju produksi biogas pada proses anaerob sistem batch
Camp.bagase
Hari Bagase Tebu Limbah Nanas +limb.Nanas Kontrol
Ke- Bg 25 Bg 30 Bg 35 Ns 25 Ns 30 Ns 35 BNs 25 BNs 30 BNs 35 C o
Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 A B
4 0.14 0.11 0.067 0.075 0.015 0.011 0.079 0.084 0.053 0.072 0.158 0.166 0.034 0.044 0.123 0.121 0.084 0.079 0.011 0.011
5 0.11 0.13 0.065 0.084 0.011 0.014 0.077 0.088 0.055 0.077 0.165 0.175 0.035 0.042 0.134 0.132 0.088 0.092 0.011 0.014
6 0.13 0.12 0.073 0.093 0.016 0.01 0.075 0.093 0.062 0.078 0.173 0.183 0.033 0.036 0.142 0.147 0.095 0.099 0.011 0.014
7 0.15 0.11 0.088 0.092 0.02 0.017 0.077 0.096 0.066 0.082 0.195 0.195 0.035 0.038 0.155 0.146 0.103 0.102 0.013 0.015
8 0.189 0.154 0.097 0.095 0.02 0.013 0.083 0.095 0.07 0.085 0.204 0.205 0.037 0.045 0.169 0.152 0.103 0.11 0.015 0.015
9 0.191 0.155 0.094 0.11 0.025 0.015 0.085 0.094 0.072 0.088 0.223 0.225 0.044 0.044 0.175 0.155 0.117 0.115 0.011 0.015
10 0.183 0.163 0.085 0.16 0.023 0.021 0.084 0.114 0.075 0.092 0.235 0.243 0.054 0.047 0.193 0.156 0.125 0.131 0.017 0.015
11 0.199 0.166 0.079 0.18 0.025 0.025 0.088 0.11 0.072 0.094 0.252 0.256 0.074 0.056 0.216 0.164 0.134 0.135 0.02 0.019
12 0.261 0.184 0.073 0.166 0.032 0.022 0.088 0.096 0.074 0.099 0.264 0.275 0.089 0.063 0.227 0.166 0.145 0.144 0.022 0.022
13 0.233 0.188 0.075 0.159 0.035 0.027 0.092 0.095 0.077 0.105 0.277 0.284 0.077 0.075 0.236 0.185 0.144 0.152 0.025 0.024
14 0.221 0.201 0.077 0.144 0.033 0.025 0.095 0.094 0.075 0.112 0.285 0.294 0.085 0.088 0.252 0.194 0.153 0.155 0.033 0.024
15 0.22 0.213 0.084 0.138 0.038 0.024 0.094 0.112 0.082 0.106 0.294 0.305 0.092 0.089 0.264 0.213 0.165 0.156 0.038 0.024
16 0.204 0.211 0.089 0.126 0.043 0.025 0.108 0.123 0.08 0.105 0.321 0.319 0.097 0.094 0.279 0.224 0.174 0.156 0.04 0.025
17 0.205 0.235 0.095 0.122 0.038 0.031 0.11 0.125 0.085 0.112 0.32 0.335 0.099 0.097 0.294 0.254 0.177 0.162 0.042 0.029
18 0.199 0.262 0.099 0.121 0.042 0.032 0.15 0.133 0.088 0.118 0.317 0.349 0.105 0.099 0.321 0.274 0.185 0.166 0.042 0.032
19 0.195 0.241 0.115 0.117 0.04 0.032 0.133 0.132 0.085 0.122 0.294 0.355 0.103 0.106 0.332 0.293 0.192 0.173 0.041 0.032
20 0.192 0.216 0.123 0.123 0.045 0.035 0.125 0.139 0.082 0.125 0.285 0.364 0.106 0.104 0.343 0.305 0.192 0.177 0.043 0.035
21 0.184 0.205 0.126 0.132 0.043 0.042 0.122 0.142 0.085 0.132 0.28 0.365 0.105 0.105 0.349 0.316 0.199 0.184 0.043 0.041
22 0.175 0.193 0.142 0.139 0.044 0.042 0.135 0.148 0.092 0.135 0.293 0.374 0.103 0.111 0.356 0.325 0.223 0.195 0.044 0.041
23 0.177 0.195 0.15 0.143 0.046 0.044 0.128 0.137 0.09 0.133 0.295 0.385 0.105 0.115 0.367 0.345 0.252 0.199 0.045 0.044
24 0.17 0.187 0.148 0.144 0.045 0.047 0.125 0.133 0.092 0.142 0.288 0.402 0.108 0.114 0.383 0.351 0.266 0.223 0.045 0.046
25 0.172 0.175 0.152 0.152 0.042 0.053 0.122 0.126 0.094 0.145 0.284 0.416 0.108 0.115 0.411 0.377 0.273 0.243 0.045 0.05
26 0.171 0.166 0.151 0.159 0.04 0.055 0.115 0.117 0.092 0.148 0.28 0.425 0.109 0.109 0.424 0.385 0.284 0.247 0.046 0.053
27 0.173 0.158 0.157 0.162 0.045 0.058 0.113 0.113 0.096 0.144 0.277 0.436 0.109 0.105 0.445 0.405 0.298 0.255 0.046 0.053
28 0.175 0.152 0.154 0.166 0.046 0.047 0.11 0.11 0.099 0.138 0.295 0.421 0.111 0.108 0.454 0.422 0.323 0.264 0.046 0.055
29 0.171 0.141 0.155 0.154 0.042 0.045 0.099 0.112 0.098 0.135 0.321 0.432 0.111 0.111 0.472 0.434 0.364 0.282 0.047 0.053
30 0.169 0.144 0.152 0.151 0.04 0.044 0.098 0.097 0.1 0.128 0.354 0.415 0.109 0.118 0.488 0.456 0.389 0.297 0.047 0.053
89
Camp.bagase
Hari Bagase Tebu Limbah Nanas +limb.Nanas Kontrol
Ke- Bg 25 Bg 30 Bg 35 Ns 25 Ns 30 Ns 35 BNs 25 BNs 30 BNs 35 C o
Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 Ul.1 Ul.2 A B
31 0.17 0.143 0.146 0.155 0.045 0.047 0.111 0.093 0.11 0.125 0.332 0.411 0.116 0.121 0.445 0.466 0.419 0.314 0.049 0.051
32 0.175 0.142 0.137 0.15 0.044 0.051 0.129 0.088 0.105 0.117 0.32 0.423 0.115 0.127 0.392 0.431 0.456 0.332 0.049 0.051
33 0.173 0.133 0.129 0.143 0.048 0.055 0.145 0.09 0.103 0.115 0.318 0.42 0.113 0.131 0.352 0.415 0.47 0.345 0.051 0.055
34 0.171 0.135 0.146 0.144 0.047 0.048 0.123 0.116 0.105 0.124 0.446 0.438 0.115 0.137 0.355 0.391 0.446 0.363 0.048 0.05
35 0.166 0.136 0.151 0.148 0.054 0.058 0.098 0.127 0.106 0.127 0.506 0.447 0.116 0.135 0.244 0.377 0.434 0.382 0.049 0.05
36 0.169 0.137 0.163 0.144 0.05 0.062 0.125 0.132 0.105 0.135 0.343 0.466 0.127 0.144 0.327 0.354 0.381 0.394 0.051 0.056
37 0.173 0.133 0.156 0.141 0.048 0.059 0.133 0.144 0.103 0.142 0.374 0.457 0.135 0.156 0.169 0.331 0.313 0.413 0.053 0.059
38 0.133 0.135 0.136 0.133 0.05 0.066 0.125 0.152 0.106 0.154 0.306 0.479 0.156 0.164 0.154 0.306 0.401 0.425 0.055 0.063
39 0.156 0.144 0.105 0.134 0.054 0.065 0.102 0.138 0.111 0.166 0.484 0.504 0.159 0.174 0.155 0.293 0.491 0.443 0.054 0.065
40 0.16 0.157 0.115 0.126 0.063 0.072 0.158 0.145 0.12 0.168 0.496 0.511 0.178 0.185 0.162 0.278 0.407 0.462 0.057 0.072
41 0.167 0.165 0.103 0.124 0.065 0.077 0.165 0.154 0.123 0.173 0.502 0.505 0.204 0.199 0.16 0.252 0.38 0.471 0.057 0.072
42 0.165 0.177 0.092 0.117 0.063 0.068 0.186 0.164 0.126 0.172 0.546 0.503 0.212 0.213 0.16 0.241 0.447 0.455 0.062 0.073
43 0.143 0.186 0.097 0.109 0.069 0.073 0.195 0.173 0.149 0.177 0.543 0.511 0.209 0.226 0.155 0.224 0.38 0.43 0.066 0.073
44 0.18 0.192 0.111 0.11 0.084 0.082 0.211 0.184 0.159 0.175 0.516 0.523 0.145 0.215 0.154 0.194 0.36 0.399 0.065 0.082
45 0.268 0.216 0.112 0.122 0.081 0.085 0.209 0.213 0.162 0.168 0.432 0.515 0.142 0.211 0.151 0.182 0.514 0.445 0.068 0.085
46 0.209 0.224 0.111 0.114 0.081 0.077 0.211 0.223 0.171 0.172 0.42 0.498 0.141 0.196 0.15 0.171 0.369 0.456 0.072 0.082
47 0.211 0.232 0.111 0.113 0.077 0.082 0.211 0.221 0.178 0.177 0.423 0.505 0.118 0.177 0.148 0.166 0.355 0.413 0.075 0.082
48 0.211 0.226 0.112 0.11 0.082 0.085 0.211 0.215 0.182 0.185 0.433 0.521 0.123 0.175 0.139 0.152 0.345 0.398 0.075 0.085
Total 8.159 7.788 5.198 5.944 2.039 2.068 5.658 5.835 4.515 5.824 14.969 17.236 4.901 5.364 11.976 12.321 12.615 12.033 1.945 2.06
90
1. Suhu.
Between-Subjects Factors
Value Label N
Faktor1 1 Bagase Tebu (Bg) 288
2 Limbah Nanas (Ns) 288
3
Bagase Tebu +
288
Limbah Nanas (BNs)
Faktor2 1 C25 288
2 C30 288
3 C35 288
a. Interaksi
Between-Subjects Factors
N
interaksi A 48
B 48
Bg-25 96
Bg-30 96
Bg-35 96
BNs-25 96
BNs-30 96
BNs-35 96
Ns-25 96
Ns-30 96
Ns-35 96
2. Nilai pH
Between-Subjects Factors
N
F1 BG 288
BNs 288
Ns 288
F2 25 288
30 288
35 288
Dependent Variable: pH
Type III
Sum of Mean
Source Squares DF Square F Sig.
Corrected Model 206.493(a) 8 25.812 440.002 .000
Intercept 718110.6
42126.121 1 42126.121 .000
10
Faktor1 200.100 2 100.050 1705.522 .000
Faktor2 1.814 2 .907 15.459 .000
Faktor1 * Faktor2 4.579 4 1.145 19.514 .000
Error 50.156 855 .059
Total 42382.770 864
Corrected Total 256.649 863
a R Squared = .805 (Adjusted R Squared = .803)
a. Interaksi
Dependent Variable: pH
Type III
Sum of Mean
Source Squares DF Square F Sig.
Corrected
242.438(a) 10 24.244 450.282 .000
Model
Intercept 45041.952 1 45041.952 836568.961 .000
interaksi 242.438 10 24.244 450.282 .000
Error 51.095 949 .054
Total 47969.025 960
Corrected Total 293.533 959
a R Squared = .826 (Adjusted R Squared = .824)
Between-Subjects Factors
N
F1 Bg 6
BNs 6
Ns 6
F2 25 6
30 6
35 6
94
Dependent Variable: TS
Type III
Sum of Mean
Source Squares DF Square F Sig.
Corrected
7.791(a) 8 .974 3.038 .059
Model
Intercept 47.694 1 47.694 148.785 .000
F1 2.308 2 1.154 3.600 .071
F2 .174 2 .087 .272 .768
F1 * F2 5.309 4 1.327 4.140 .036
Error 2.885 9 .321
Total 58.370 18
Corrected Total 10.676 17
a R Squared = .730 (Adjusted R Squared = .490)
a. Interaksi
N
Interaksi Bg 25 2
Bg 30 2
Bg 35 2
BNs 25 2
BNs 30 2
BNs 35 2
Co_A 2
Co_B 2
Ns 25 2
Ns 30 2
Ns 35 2
Dependent Variable: TS
Type III
Sum of Mean
Source Squares DF Square F Sig.
Corrected
8.001(a) 10 .800 3.051 .040
Model
Intercept 55.364 1 55.364 211.094 .000
Interaksi 8.001 10 .800 3.051 .040
Error 2.885 11 .262
Total 66.250 22
Corrected Total 10.886 21
a R Squared = .735 (Adjusted R Squared = .494)
95
Dependent Variable: VS
Type III
Sum of Mean
Source Squares DF Square F Sig.
Corrected
6.031(a) 8 .754 1.608 .247
Model
Intercept 44.809 1 44.809 95.564 .000
F1 3.018 2 1.509 3.218 .088
F2 .018 2 .009 .019 .981
F1 * F2 2.996 4 .749 1.597 .257
Error 4.220 9 .469
Total 55.060 18
Corrected Total 10.251 17
a R Squared = .588 (Adjusted R Squared = .222)
96
Between-Subjects Factors
N
F1 Bg 6
BNs 6
Ns 6
F2 25 6
30 6
35 6
a. Interaksi
N
Interaksi Bg 25 2
Bg 30 2
Bg 35 2
BNs 25 2
BNs 30 2
BNs 35 2
Co_A 2
Co_B 2
Ns 25 2
Ns 30 2
Ns 35 2
a. Interaksi
N
Interaksi Bg 25 2
Bg 30 2
Bg 35 2
BNs 25 2
BNs 30 2
BNs 35 2
Co_A 2
Co_B 2
Ns 25 2
Ns 30 2
Ns 35 2
7. Produksi Biogas
Between-Subjects Factors
Value Label N
Faktor1 1 Bg 270
2 Ns 270
3 BNs 270
Faktor2 1 C25 270
2 C30 270
3 C35 270
a. Interaksi
N
interaksi A 48
B 48
Bg-25 90
Bg-30 90
Bg-35 90
BNs-25 90
BNs-30 90
BNs-35 90
Ns-25 90
Ns-30 90
Ns-35 90
8. Kadar CH4
Between-Subjects Factors
N
F1 Bg 6
BNs 6
Ns 6
F2 25 6
30 6
35 6
9. Correlations
TS VS VFA COD
TS Pearson Correlation 1 .580(**) -.338 .447(*)
Sig. (2-tailed) .005 .124 .037
N 22 22 22 22
VS Pearson Correlation .580(**) 1 -.600(**) .545(**)
Sig. (2-tailed) .005 .003 .009
N 22 22 22 22
VFA Pearson Correlation -.338 -.600(**) 1 -.438(*)
Sig. (2-tailed) .124 .003 .041
N 22 22 22 22
COD Pearson Correlation .447(*) .545(**) -.438(*) 1
Sig. (2-tailed) .037 .009 .041
N 22 22 22 22
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
104
Lampiran 20. Perhitungan kelayakan ekonomi pembangunan digester biogas volume 4000 L dengan substrat limbah Nanas
DR 12% DR 80 %
PV PV PV PV
Tahun Pengeluaran Pendapatan Benefit DF Pengeluaran Pemasukan NPV DF Pengeluaran Pemasukan NPV
0 19,770,000 27,430,303 7,660,303 1 19,770,000 27,430,303 7,660,302 1 19,770,000 27,430,303 7,660,303
1 15,000,000 27,430,303 12,430,303 0.983 14,745,000 26,963,988 12,218,988 0.556 8,340,000 15,251,248 6,911,248
2 15,000,000 27,430,303 12,430,303 0.797 11,955,000 21,861,951 9,906,951 0.309 4,635,000 8,475,964 3,840,964
3 15,000,000 27,430,303 12,430,303 0.712 10,680,000 19,530,376 8,850,376 0.171 2,565,000 4,690,582 2,125,582
4 15,000,000 27,430,303 12,430,303 0.636 9,540,000 17,445,673 7,905,673 0.095 1,425,000 2,605,879 1,180,879
5 15,000,000 27,430,303 12,430,303 0.567 8,505,000 15,552,982 7,047,982 0.053 795,000 1,453,806 658,806
6 15,000,000 27,430,303 12,430,303 0.507 7,605,000 13,907,164 6,302,164 0.029 435,000 795,479 360,479
7 15,000,000 27,430,303 12,430,303 0.452 6,780,000 12,398,497 5,618,497 0.016 240,000 438,885 198,885
8 15,000,000 27,430,303 12,430,303 0.404 6,060,000 11,081,842 5,021,842 0.009 135,000 246,873 111,873
9 15,000,000 27,430,303 12,430,303 0.361 5,415,000 9,902,339 4,487,339 0.005 75,000 137,152 62,152
10 15,000,000 27,430,303 12,430,303 0.322 4,830,000 8,832,558 4,002,558 0.003 45,000 82,291 37,291
105,885,000 184,907,673 79,022,672 1.246 38,460,000 61,608,461 23,148,461
B/C rasio pada DR 12 % = 184907673 : 105885000 = 1.75 B/C rasio pada DR 80% = 61608461 : 38460000 = 1.6
NPV pada DR 12% = 184907673 - 105885000 = 79022673 NPV pada DR 80% = 61608461 - 38460000 = 23148461
Ket :
1 m3 biogas = 0.62 liter minyak tanah
Produksi biogas = 24242 liter/hari = 24,24 m3 biogas/hari =15,03 liter minyak tanah/hari
Harga minyak tanah Rp5000/liter 75.150 per hari
2.254.500 per bulan
27.430.303 per tahun
106
Gambar 27. Nyala api biogas berbahan baku bagase tebu dan limbah nanas.