Professional Documents
Culture Documents
Kriteria Rujukan Sesuai PMK Nomor 5 Tahun 2014
Kriteria Rujukan Sesuai PMK Nomor 5 Tahun 2014
Kriteria Rujukan Sesuai PMK Nomor 5 Tahun 2014
1. Anemia 67
2. HIV/ AIDS Tanpa konflikasi 71
3. Limfadenitis 84
C. DIGESTIVE HAL
1. Refluks gastroesofageal 88
2. Gastritis 91
3. Intoleransi Makanan 93
4. Malabsorbsi Makanan 95
5. Demam Tifoid 97
6. Gastroenteritis 102
7. Disentri Basiler dan Disentri Amuba 108
8. Apendisitis Akut 111
9. Perdarahan saluran makan bagian atas 115
10. perdarahan saluran makan bagian bawah 119
11. Hemoroid Grade 1-2 125
12. Hepatitis A 128
13. Hepatitis B 130
14. Parotitis 133
15. Askariasis 135
16. Lutaneus Larvah Migrans 137
17. Penyakit cacing tambang 139
18. Skistosomiasis 141
19. Strongiloidiasis 144
20. Taeniasis 146
21. Peritonitis 148
22. Kolesistisis 150
D. MATA HAL
E. TELINGA HAL
F. HIDUNG HAL
Benda Asing Dihidung 187
G. Kardiovaskular HAL
H. MUSKULOSKELETAL HAL
I NEUROLOGI HAL
J. PSIKOLOGIS HAL
1. Insomnia 279
2. Demensia 281
3. Gangguan campuran Anvietas dan depresi 284
4. Gangguan psikotik 287
K. RESPIRASI HAL
1. Epistaksis 291
2. Furunkel pada hidung 297
3. faringitis 298
4. Rhinitis Akut 303
5. Rhinitis Alergik 307
6. Rhinitis vasomotor 312
7. Tonsilitis 315
8. Caringitis 322
9. Bionkitis Akut 327
10. influensa 331
11. Pneumonia Aspirasi 333
12. pneumonia dan biongkopnemonia 335
13. Pertusis 339
14 Asma bronkial 341
L. KULIT HAL
1. Miliariah 345
2. Veruka vullgaris 348
3. Reaksi gigitan serangga 350
4. Herpes zoster 353
5. Herpes simpleks 356
6. Skabies 359
7. Pedikulosis kapitis 362
8. Dermatopitosis 364
9. Pitiriasis versikolor / tinea versikolor 368
10. Pioderma 370
11. Dermatisis seboroik 374
12. Dermatisis Atopik 377
13. Dermatisis Numuralis 382
14. Liken Simpleks kronik (meorodermatis) sirkum kripta 385
15. Dermatitis kontrak Alergik 397
16. Dermatitis kontak iritan 390
17. Napkin eczema (Dermatitis popok) 393
18. Pitiriasis rosea 396
19. Moluskum kontagiosum 398
20. Urtikaria 400
21. Filariasis 404
22. Luka bakar derajat I dan II 410
1. Obesitas 414
2. Tirotoksikosis 417
3. Hiperglikemia Hiperosmolar Non ketotik 420
4. Hipoglikemia 423
5. Diabetes melitus 427
6. Malnutrisi Energi protein (MEP) 438
7. Hiperuricemia - gouth arthritis 442
NO DIAGNOSA
A. KELOMPOK UMUM
2 Morbili
3 Varisela
4 Malaria
6 Leptospirosis
8 Kandiliasis Mulut
9 Lepra
10 Keracunan Makanan
NO DIAGNOSA
11 Alergi Makanan
NO DIAGNOSA
12 Exanthematous Drug Eruption
14 Reaksi Anafilaktik
15 Syok
B. DARAH, PEMBENTUKAN DARAH, SISTEM IMUN
16 Anemia
18 Limfadenitis
NO DIAGNOSA
NO DIAGNOSA
C. DIGESTIVE
19 Refluks gastroesofageal
20 Gastritis
21 Intoleransi Makanan
22 Malabsorbsi Makanan
23 Demam Tifoid
24 Gastroenteritis
26 Apendisitis Akut
27 Perdarahan saluran makan bagian atas
28 Perdarahan saluran makan bagian bawah
29 Hemoroid Grade 1-2
NO DIAGNOSA
30 Hepatitis A
31 Hepatitis B
32 Parotitis
33 Askariasis
34 Cutaneus Larva Migrans
35 Penyakit cacing tambang
36 Skistosomiasis
37 Strongiloidiasis
38 Taeniasis
39 Peritonitis
40 Kolesistitis
D. MATA
44 Konjungtivitis
45 Blefaritis
46 Perdarahan Subkonjungtiva
53 Glaukoma Akut
NO DIAGNOSA
E. TELINGA
54 Otitis Eksterna
56 Serumen Prop
F. HIDUNG
58 Angina Pektoris
59 Infark Miokard
60 Takikardia
61 Gagal Jantung Akut dan Kronik
62 Cardiorespiratory Arrest
63 Hipertensi Esensial
64 Infark Serebral/Stroke
NO DIAGNOSA
H. MUSKULOSKELETAL
65 Fraktur Terbuka
66 Fraktur Tertutup
67 Polimialgia Reumatik
68 Artritis Reumatoid
NO DIAGNOSA
69 Artritis, Osteoartritis
70 Lipoma
I. NEUROLOGI
71 Kejang Demam
72 Vertigo
73 Delirium
74 Tetanus
75 Rabies
76 Epilepsi
77 Status Epileptikus
78 Migren
79 Bells Palsy
NO DIAGNOSA
80 Tension Headache
NO DIAGNOSA
J. PSIKOLOGIS
81 Insomnia
82 Demensia
84 Gangguan Psikotik
K. RESPIRASI
85 Epistaksis
88 Rhinitis Akut
89 Rhinitis Alergik
90 Rhinitis Vasomotor
91 Tonsilitis
NO DIAGNOSA
92 Laringitis
NO DIAGNOSA
93 Bronkitis Akut
94 Influenza
95 Pneumonia Aspirasi
97 Pertusis
98 Asma Bronkial
L. KULIT
99 Miliaria
100 Veruka Vulgaris
104 Skabies
105 Pedikulosis Kapitis
106 Dermatofitosis
119 Filariasis
121 Obesitas
122 Tirotoksikosis
124 Hipoglikemia
N. SALURAN KEMIH
128 Infeksi Saluran Kemih
O. KESEHATAN WANITA
131 Pre-eklampsia
132 Eklampsi
133 Abortus
134 Anemia Defisiensi Besi pada Kehamilan
NO DIAGNOSA
141 Sifilis
142 Gonore
143 Vaginitis
144 Vulvitis
RIA RUJUKAN PER DIAGNOSA SESUAI PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 5 TAHUN 2014
a. TB dengan komplikasi/keadaan khusus (TB dengan komorbid) seperti TB pada orang dengan HIV, TB
dengan penyakit metabolik, TB anak, perlu dirujuk ke layanan sekunder.Pasien TB yang telah mendapat
advis dari layanan spesialistik dapat melanjutkan pengobatan di fasilitas pelayanan primer.
d. Lesi meluas
a. Lesi luas, hampir di seluruh tubuh, termasuk mukosa dan dikhawatirkan akan berkembang menjadi
Sindroma Steven Johnson.
b. Bila diperlukan untuk membuktikan jenis obat yang diduga sebagai penyebab:
1. Uji tempel tertutup, bila negatif lanjutkan dengan
2. Uji tusuk, bila negatif lanjutkan dengan
3. Uji provokasi.
c. Bila tidak ada perbaikan setelah mendapatkan pengobatan standar selama 7 hari dan menghindari obat.
d. Lesi meluas.
Kegawatan pasien ditangani, apabila dengan penanganan yang dilakukan tidak terdapat perbaikan,
pasien dirujuk ke layanan sekunder.
Setelah kegawatan pasien ditangani, pasien dirujuk ke layanan sekunder.
Bila kasus tidak membaik dengan pengobatan adekuat di layanan primer, segera rujuk ke layanan sekunder
dengan dokter spesialis anak atau dokter spesialis penyakit dalam.
-
Pasien dirujuk apabila dalam waktu 8 minggu tidak membaik dengan terapi.
-
Pasien yang didiagnosis dengan skistosomiasis (kronis) disertai komplikasi.
-
Bila ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada sistiserkosis
Rujuk ke fasilitas kesehatan sekunder yang memiliki dokter spesialis bedah
Pasien yang telah terdiagnosis kolesistitis dirujuk ke spesialis penyakit dalam, sedangkan bila terdapat
indikasi untuk pembedahan pasien dirujuk pula ke spesialis bedah.
Pengeluaran benda asing tidak berhasil karena perlekatan atau posisi benda asing sulit dilihat.
Dilakukan rujukan ke layanan sekunder (spesialis jantung/spesialis penyakit dalam) untuk tatalaksana lebih
lanjut
Segera dirujuk setelah mendapatkan terapi MONACO ke layanan sekunder dengan spesialis jantung atau
spesialis penyakit dalam
Segera rujuk setelah pertolongan pertama dengan pemasangan infus dan oksigen.
Pasien dengan gagal jantung harus dirujuk ke fasilitas peayanan kesehatan sekunder yang memiliki dokter
spesialis jantung atau Sp. Penyakit Dalam untuk perawatan maupun pemeriksaan lanjutan seperti
ekokardiografi.
Pada kondisi akut, dimana kondisi klinis mengalami perburukan dalam waktu cepat harus segera dirujuk
Layanan Sekunder (Sp. Jantung/Sp. Penyakit Dalam) untuk dilakukan penanganan lebih lanjut.
Pasien dirujuk ke spesialis berdasarkan kemungkinan penyebab (SpPD, SpJP atau SpB, dan seterusnya)
untuk tatalaksana lebih lanjut.
a. Hipertensi dengan komplikasi.
b. Resistensi hipertensi.
c. Krisis hipertensi (hipertensi emergensi dan urgensi).
Semua pasien stroke setelah ditegakkan diagnosis dan diberikan penanganan awal selanjutnya dirujuk ke
fasilitas pelayanan kesehatan sekunder yang memiliki dokter spesialis saraf.
KRITERIA RUJUKAN SESUAI PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 5 TAHUN 2014
Langsung dirujuk dengan tetap mengawasi tanda vital dan memberikan penanganan awal.
Pasien segera dirujuk ke RS
Setelah ditegakkan dugaan diagnosis, pasien dirujuk ke spesialis penyakit dalam.
a. Tidak membaik dengan pemberian obat anti inflamasi dan steroid dosis rendah.
b. RA dengan komplikasi.
c. Rujukan pembedahan jika terjadi deformitas
KRITERIA RUJUKAN SESUAI PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 5 TAHUN 2014
a. Bila ada komplikasi, termasuk komplikasi terapi COX 1
b. Bila ada komorbiditas
a. Ukuran massa > 6 cm dengan pertumbuhan yang cepat.
b. Ada gejala nyeri spontan maupun tekan.
c. Predileksi di lokasi yang berisiko bersentuhan dengan pembuluh darah atau saraf.
Apabila setelah 2 minggu pengobatan tidak menunjukkan perbaikan, atau apabila terjadi perburukan
walaupun belum sampai 2 minggu, pasien dirujuk ke fasilitas kesehatan sekunder yang memiliki dokter
spesialis kedokteran jiwa.
Pasien dapat dirujuk setelah didiagnosis mengalami gangguan ini, terutama apabila gejala progresif dan
makin bertambah berat yang menunjukkan gejala depresi seperti pasien menolak makan, tidak mau
merawat diri, ada ide/tindakan bunuh diri; atau jika tidak ada perbaikan yang signifikan dalam 2-3 bulan
terapi.
a. Pada kasus baru dapat dirujuk untuk konfirmasi diagnostik ke fasyankes sekunder yang memiliki
pelayanan kesehatan jiwa setelah dilakukan penatalaksanaan awal.
b. Kondisi gaduh gelisah yang membutuhkan perawatan inap karena berpotensi membahayakan diri
atau orang lain segera dirujuk setelah penatalaksanaan awal.
a. Pasien dengan epistaksis yang curiga akibat tumor di rongga hidung atau nasofaring.
b. Epistaksis yang terus berulang.
-
a. Faringitis luetika.
b. Timbul komplikasi: epiglotitis, abses peritonsiler, abses retrofaringeal, septikemia, meningitis,
glomerulonefritis, demam rematik akut.
Pasien dengan rhinitis difteri.
a. Bila perlu dilakukan Prick Test untuk mengetahui jenis alergen.
b. Bila perlu dilakukan tindakan operatif.
Jika diperlukan tindakan operatif
a. Komplikasi tonsilitis akut: abses peritonsiler, septikemia, meningitis, glomerulonephritis, demam
rematik akut.
b. Adanya indikasi tonsilektomi.
KRITERIA RUJUKAN SESUAI PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 5 TAHUN 2014
c. Pasien dengan tonsilitis difteri.
Indikasi masuk rumah sakit apabila:
a. Usia penderita dibawah 3 tahun.
b. Terdapat tanda sumbatan jalan nafas.
c. Tampak toksik, sianosis, dehidrasi atau exhausted.
d. Curiga adanya tumor laring.
e. Perawatan di rumah kurang memadai.
KRITERIA RUJUKAN SESUAI PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 5 TAHUN 2014
Pada pasien dengan keadaan umum buruk, perlu dirujuk ke rumah sakit yang memadai untuk monitor
secara intensif dan konsultasi ke spesialis terkait.
Bila didapatkan tanda-tanda pneumonia (panas tidak turun 5 hari disertai batuk purulen dan sesak napas)
Apabila terdapat indikasi untuk dirawat di RS. Pada pasien anak, yaitu:
a. Ada kesukaran napas. b. Sianosis.
c. Umur kurang dari 6 bulan.
d. Ada penyulit misalnya: muntah, dehidrasi, empiema.
e. Diduga infeksi oleh Staphylococcus.
f. Imunokompromais.
g. Perawatan di rumah kurang baik.
h. Tidak respon dengan pemberian antibiotik oral.
a. Kriteria CURB (Conciousness, kadar Ureum, Respiratory rate>30 x/m,Blood pressure:Sistolik <90
mmHg dan diastolik <60 mmHg; masing masing bila ada kelainan bernilai 1). Dirujuk bila total nilai 2.
b. Untuk anak, kriteria rujukan memakai Manajemen Terpadu pada Balita Sakit (MTBS).
-
a. Bila sering terjadi eksaserbasi.
b. Pada serangan asma akut sedang dan berat.
c. Asma dengan komplikasi.
Rujukan dilakukan dengan tujuan untuk mengatasi penyebab lain yang mendasari dengan
berkonsultasi kepada psikiatri atau dokter spesialis kulit.
KRITERIA RUJUKAN SESUAI PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 5 TAHUN 2014
a. Apabila dibutuhkan melakukan patch test.
b. Apabila kelainan tidak membaik dalam 4 minggu pengobatan standar dan sudah menghindari kontak.
a. Konsultasi pada dokter spesialis penyakit dalam bila pasien merupakan obesitas dengan risiko tinggi dan
risiko absolut.
b. Jika sudah dipercaya melakukan modifikasi gaya hidup (diet yang telah diperbaiki, aktifitas fisik yang
meningkat dan perubahan perilaku) selama 3 bulan, dan tidak memberikan respon terhadap penurunan
berat badan, maka pasien dirujuk ke spesialis penyakit dalam untuk memperoleh obat-obatan penurun
berat badan.
Setelah penanganan kegawatan (pada krisis tiroid) teratasi perlu dilakukan rujukan ke layanan kesehatan
sekunder (spesialis penyakit dalam).
Pasien harus dirujuk ke layanan sekunder (spesialis penyakit dalam) setelah mendapat terapi rehidrasi
cairan.
Pasien hipoglikemia dengan penurunan kesadaran harus dirujuk ke layanan sekunder (spesialis penyakit
dalam) setelah diberikan dekstrose 40% bolus dan infus dekstrose 10% dengan tetesan 6 jam per kolf.
Jika ditemukan komplikasi dari ISK maka dilakukan ke layanan kesehatan sekunder (spesialis penyakit
dalam)
Konsultasikan dan rujuk pada kunjungan trimester 2 bila ditemukan keadaan di bawah ini:
a. Gejala yang tidak diharapkan
b. Perdarahan pervaginam atau spotting
c. Hb selalu berada di bawah 7 gr/dl
d. Gejala Pre-eklampsia, hipertensi, proteinuria
e. Diduga adanya fetal growth retardation (gangguan pertumbuhan janin)
f. Ibu tidak merasakan gerakan bayi
Konsultasikan dan rujuk pada kunjungan trimester 3 bila ditemukan keadaan di bawah ini:
a. Sama dengan keadaan tanda bahaya semester 2 ditambah
b. Tekanan darah di atas 130 mmHg
c. Diduga kembar atau lebih
Rujuk bila ada satu atau lebih gejala dan tanda-tanda pre-eklampsia berat ke fasilitas pelayanan kesehatan
sekunder yang memiliki dokter spesialis obstetri dan ginekologi setelah dilakukan tata laksana pada pre-
eklampsia berat.