Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 29

PORTOFOLIO

BRONKHITIS ALERGIKA

Oleh :
dr. Susan S Fauziah

Pendamping :
dr. Royani, Sp.P
dr. Masrifah

DALAM RANGKA MENJALANI PROGRAM INTERNSIP DOKTER


INDONESIA
DI RSUD KABUPATEN PACITAN
JULI 2017
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul Bronkhitis Alergika.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
program interenship dokter indonesia di RSUD Kabupaten Pacitan .
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
pembimbing, dr. Royani, Sp.P , yang telah meluangkan waktunya dan
memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga
penulis dapat menyelesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai koreksi dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.

Pacitan, 24 Juli 2017

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Di dunia bronkitis merupakan masalah dunia. Frekuensi bronkitis lebih banyak


pada populasi dengan status ekonomi rendahdan pada kawasan industri. Bronkitis lebih
banyak terdapat pada laki-laki dibanding wanita. Di Indonesia belum ada laporan tentang
angka presentase yang pasti mengenai penyakit ini.Kenyataannya penyakit ini sering
ditemukan di klinik.

Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara yang lazim di
daerah industri. Polusi udara yan terus menerus juga merupakan predisposisi
infeksi rekuren karena polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositsis,
sehingga timbunan mukus menigkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri
melemah.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam laporan kasus ini adalah
Bagaimana gambaran klinis dan penatalaksanaan serta perjalanan penyakit
pasien yang mengalami bronchitis alergika

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan laporan kasus ini diantaranya :

1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis bronchitis alergika


2. Untuk mengintegrasi ilmu kedokteran terhadap kasus bronchitis
alergika pada pasien secara langsung.
3. Untuk memahami perjalanan penyakit bronchitis alergika

3
4. 1.4. Manfaat Penulisan

Berdasarkan manfaat yang diharapkan dari penulisan laporan kasus ini


diantaranya:

1. Memperkokoh landasan teoritis ilmu kedokteran di bidang ilmu penyakit


paru, khususnya mengenai bronchitis alergika
2. Sebagai bahan informasi bagi pembaca yang ingin mendalami lebih
lanjut topik yang berkait

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Bronkitis (Bronkitis inflamasi-Inflamation bronchi) digambarkan sebagai
inflamasi dari pembuluh bronkus. Inflamasi menyebabkan bengkak pada
permukaannya, mempersempit pembuluh dan menimbulkan sekresi dari cairan
inflamasi. Bronkitis kronis merupakan suatu gangguan klinis yang ditandai oleh
pembentukan pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan
bermanifestasi sebagai batuk kronik dan pembentukan sputum selama sedikitnya 3
bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dalam 2 tahun berturut-turut (Davey.,
2006).

Bronkitis kronis adalah suatu kondisi peningkatan pembengkakan dan lendir


(dahak atau sputum) produksi dalam tabung pernapasan (saluran udara). Obstruksi
jalan napas terjadi pada bronkitis kronis karena pembengkakan dan lendir ekstra
menyebabkan bagian dalam tabung pernapasan lebih kecil dari normal. Diagnosis
bronkitis kronis dibuat berdasarkan gejala batuk yang menghasilkan lendir atau
dahak di hampir setiap hari, selama tiga bulan, selama dua tahun atau lebih (setelah
penyebab lain untuk batuk telah dikeluarkan). (PDPI, 2003)

B. EPIDEMIOLOGI
Di Negara barat, kekerapan bronkitis diperkirakan sebanyak 1,3% di antara
populasi (WHO,2003). Di Amerika Serikat, menurut National Center for Health
Statistics, kira-kira ada 14 juta orang menderita bronkitis. Lebih dari 12 juta orang
menderita bronkitis akut padatahun 1994, sama dengan 5% populasi Amerika Serikat
(Davey., 2006) . Di dunia bronkitis merupakan masalah dunia. Frekuensi bronkitis
lebih banyak pada populasi dengan status ekonomi rendahdan pada kawasan industri
(Harison, 2005). Bronkitis lebih banyak terdapat pada laki-laki dibanding wanita. Di
Indonesia belum ada laporan tentang angka presentase yang pasti mengenai penyakit
ini.Kenyataannya penyakit ini sering ditemukan di klinik (Mansjoer., 2005).

5
C. ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara yang lazim di
daerah industri. Polusi udara yan terus menerus juga merupakan predisposisi
infeksi rekuren karena polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositsis,
sehingga timbunan mukus menigkat sedangkan mekanisme pertahanannya
sendiri melemah. (Price dan Wilson, 2006)
1. Kebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang
terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam
pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan (PDPI, 2003), (Sudoyo,
2006) :
a. Riwayat merokok
i. Perokok aktif
ii. Perokok pasif
iii. Bekas perokok
b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian
jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok
dalam tahun :
i. Ringan : 0-200
ii. Sedang : 200-600
iii. Berat : >600
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja (West,
2003):
a. Polusi dalam ruangan
i. Asap rokok
ii. Asap kompor
b. Polusi luar ruangan
i. Polusi luar ruangan
ii. Gas buang kenderaan bermotor
iii. Debu jalanan
c. Polusi tempat kerja
i. bahan kimia

6
ii. zat iritasi
iii. gas beracun
3. Hipereaktivitis bronkus
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia

D. PATOFISIOLOGI
Temuan patologis utama pada bronkitis kronik adalah hipertrofi
kelenjar mukosa bronkus dan peningkatan jumlah dan ukuran sel-sel goblet,
dengan infiltraasi sel-sel radang dan edema mukosa bronkus. Pembentukan
mukus yang meningkat mengakibatkan gejala khas yaitu batuk kronis. Batuk
kronik yang disertai peningkatan sekresi bronkus tampaknya mempengaruhi
bronkiolus kecil sehingga bronkiolus tersebut rusak dan dindingnya melebar.
Faktor etiologi utama adalah merokok dan polusi udara yang lazim di daerah
industri. Polusi udara yan terus menerus juga merupakan predisposisi infeksi
rekuren karena polusi memperlambat aktivitas silia dan fagositsis, sehingga
timbunan mukus menigkat sedangkan mekanisme pertahanannya sendiri
melemah. (Price dan Wilson, 2006)
1. Asap rokok dan zat iritan (Harison, 2005) (West, 2003):
Asap rokok, debu di tempat kerja dan polusi udara merupakan
bahan-bahan iritan dan oksidan yang menyebabkan terjadinya bronkitis
kronik. Dari semua ini asap rokok merupakan penyebab yang paling
penting. Tidak semua orang yang terpapar zat ini menderita bronkitis
kronik, hal ini dipengaruhi oleh status imunologik dan kepekaan yang
bersifat familial. Di dalam asap rokok terdapat campuran zat yang
berbentuk gas dan partikel. Setiap hembusan asap rokok mengandung
radikal bebas yaitu radikal hidroksida (OH). Sebagian bebas radikal bebas
ini akan sampai ke alveolus. Partikel ini merupakan oksidan yang dapat
merusak paru; kerusakan parenkim paru oleh oksidan ini terjadi karena :
a. Kerusakan dinding alveolus
b. Modifikasi fungsi anti elastase pada saluran napas.

7
Antielastase seharusnya menghambat netrofil, oksidan
menyebabkan fungsi ini terganggu sehingga timbul kerusakan jaringan
interstitial alveolus. Partikulat yang terdapat dalam asap rokok dan udara
yang terpolusi mempunyai dampak yang besar terhadap pembersihan oleh
sistem mukosilier. Sebagian besar partikulat tersebut mengendap di lapisan
mukus yang melapisi mukosa bronkus, sehingga mengharnbat aktivitas
silia. Pergerakan cairan yang melapisi mukosa bronkus akan sangat
berkurang, mengakibatkan meningkatnya iritasi pada epitel mukosa
bronkus. Kelenjar mukosa dan sel goblet dirangsang untuk menghasilkan
mukus yang lebih banyak, hal ini ditambah dengan gangguan aktivasi silia
menyebabkan timbulnya batuk kronik dan ekspektorasi. Produksi mukus
yang berlebihan memudahkan terjadinya infeksi dan memperlambat proses
penyembuhan. Keadaan ini merupakan suatu lingkaran dengan akibat
terjadi hipersekresi. Di samping itu terjadi penebalan dinding saluran
napas sehingga dapat timbul mucous plug yang menyumbat jalan napas,
tetapi sumbatan ini masih bersifat reversibel. Bila iritasi dan oksidasi di
saluran napas terus berlangsung maka terjadi erosi epitel serta
pembentukan jaringan parut. Disamping itu terjadi pula metaplasia
skuamosa dan penebalan lapisan submukosa. Keadaan ini mengakibatkan
stenosis dan obstruksi saluran napas yang bersifat ireversibel.
2. Infeksi (Sudoyo, 2006):
Infeksi pada saluran nafas bukan penyebab pada brokitis kronis tapi
merupakan factor pencetus terjadinya eksaserbasi akut pada penyakit ini.
Infeksi akan memperparah gejala dan memperburuk fungsi paru. Infesi
pada traktus respiratorius pada waktu anak merupakan factor predisposisi
munculnya bronchitis kronis saat dewasa. Ini mungkin menjelaskan
kenapa bronchitis kronis tidak muncul pada semua perokok. Infeksi pada
traktus respiratorius waktu anak mungkin mengganggu perkembangan dan
fungsi paru yang berakibat pada terjadinya bronchitis kronis saat dewasa.

8
E. MANIFESTASI KLINIS
1. batuk berdahak (dahaknya bisa berwarna kemerahan)
2. sesak napas terutama saat batuk
3. sering menderita infeksi pernapasan (misalnya flu)
4. Ronchi haru-kasar, bengek atau mengi atau sesak
5. pembengkakan pergelangan kaki, kaki dan tungkai kiri dan kanan
6. wajah, telapak tangan
7. selaput lendir yang berwarna kemerahan
8. pipi tampak kemerahan
9. sakit kepala
10. gangguan penglihatan.
11. Bronkitis infeksiosa seringkali dimulai dengan gejala seperti pilek, yaitu
hidung meler, lelah, menggigil, sakit punggung, sakit otot, demam ringan
dan nyeri tenggorokan.
12. Batuk biasanya merupakan tanda dimulainya bronkitis. Pada awalnya
batuk tidak berdahak, tetapi 1-2 hari kemudian akan mengeluarkan dahak
berwarna putih atau kuning. Selanjutnya dahak akan bertambah banyak,
berwarna kuning atau hijau.
13. Pada bronkitis berat, setelah sebagian besar gejala lainnya membaik,
kadang terjadi demam tinggi selama 3-5 hari dan batuk bisa menetap
selama beberapa minggu.
14. Sesak napas terjadi jika saluran udara tersumbat. Sering ditemukan bunyi
napas mengi, terutama setelah batuk. Bisa terjadi pneumonia

9
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Darah rutin : Hb, Ht dan leukosit boleh didapatkan meningkat
b. Analisa gas darah : hipoksia dan hiperkapnia
2. Pemeriksaan faal paru
Spirometri : Ditemukan adanya penurunan kapasitas vital (VC) dan
volume ekspirasi kuat (FEV) serta peningkatan volume residual (RV)
dengan kapasitas paru total (TC) normal atau meningkat (Sudoyo, 2006).
3. Radiologi
Rontgen thorax (PA/Lateral)
a. Corakan bronkovaskuler meningkat
b. Tram-track appearance : penebalan dinding bronkial

10
G. DIAGNOSIS BANDING
Asma Onset usia dini
Gejala bervariasi dari hari ke hari
Gejla pada waktu malam/dini hari lebih menonjol
Dapat ditemukan alergi/rhinitis/eczema
Riwayat asma dalam keluarga
Hambatan aliran udara biasnya reversibel
Gagal jantung Riwayat hipertensi
kongestif Ronki basah halus di basal paru
Gambaran foto toraks cardiomegali dan edema paru
Pemeriksaan faal paru restriksi bukan obstruksi

Bronkiektasis Sputum purulen dalam jumlah banyak


Sering berhubungan dengan infeksi bakteri
Ronki basah kasar dan jari tabuh
Gambaran foto toraks Nampak honeycomb appearance dan
penebalan dinding bronkus

TBC Onset di semua usia


Gambaran foto toraks infiltrate
Konfirmasi mikrobiologi (BTA)

Sindrom Riwayat pengobatan anti TB adekuat


obstruksi pasca Gambaran foto toraks bekas TB : fibrotic dan kalsifikasi
TB minimal
Pemeriksaan faal paru menunjukkan obstruksi yang tidak
reversibel

Bronkiolitis Usia muda


obliterasi Tidak merokok
Mungkin ada riwayat arthritis rematoid
CT paru ekspirasi terlihat gambaran hipodens

Diffuse Sering pada perempuan tidak merokok


bronchiolitis Seringkali berhubungan dengan sinusitis
Rontgen dan CT paru resolusi tinggi memperlihatkan
bayanagn diffuse nodul opak sentrilobular dan hiperinflasi

11
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan umum pada bronkitis kronik bertujuan memperbaiki
kondisi tubuh penderita, mencegah perburukan penyakit, menghindari faktor
risiko dan mengenali sifat penyakit secara lebih baik. Termasuk dalam
penatalaksanaan umum ini adalah pendidikan buat penderita untuk mengenal
penyakitnya lebih baik, menghindari polusi, menghentikan kebiasaan
merokok, menghindari infeksi saluran napas, hidup dalam lingkungan yang
lebih sehat, makanan cukup gizi dan mencukupi kebutuhan cairan.
Penatalaksanaan khusus dilakukan untuk mengatasi gejala dan
komplikasi. Tindakan ini berupa pemberian obat-obatan, terapi respirasi dan
rehabilitasi.
Tujuan utama terapi harus menargetkan perbaikan gejala, seperti :
1. Mengurangi kelebihan lendir
2. Penurunan hipersekresi lendir dengan mengendalikan peradangan ;
3. Memfasilitasi penghapusan lendir
4. Modifikasi batuk
Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk memperlambat perjalanan
penyakit adalah:
1. Menghentikan kebiasaan merokok.
2. Menghindari polusi udara dan kerja di tempat yang mempunyai risiko
terjadinya iritasi saluran napas.
3. Menghindari infeksi dan mengobati infeksi sedini mungkin agar tidak
terjadi eksaserbasi akut.
4. Menegakkan diagnosis secara dini agar kelainan paru yang masih
reversibel dapat dideteksi sehingga usaha-usaha untuk menghindari
penyakit berlanjut menjadi kelainan yang ireversibel dapat dilakukan

Medikamentosa
1. Mukolitik dan ekpetorat
Guaifenesin bekerja dengan peningkatan vagally dimediasi dalam
jalan napas. Meskipun telah ditunjukkan penggunaan jangka panjang

12
umum guaifenesin belum terbukti bermanfaat dalam COPD atau
bronkitis kronik.
2. Methylxanthines and Short-Acting b-Adrenergic Receptor Agonists
(SABA)
Keduanya meningkatkan mucus clearance oleh beberapa mekanisme :
a. Meningkatkan napas diameter luminal
b. Meningkatkan frekuensi beat silia melalui peningkatan intraseluler
adenosin siklik monofosfat tingkat
c. Meningkatkan lendir hidrasi dengan merangsang sekresi saluran
napas Cl- melalui aktivasi fibrosis kistik transmembran
regulator
Ini menurunkan viskositas mukus, memungkinkan untuk
transportasi lebih mudah dengan silia pernafasan. Pada percobaan dalam
model hewan, jangka pendek b-agonis dikaitkan dengan up
regulationclearance mukosiliar. Demikian pula , methylxanthines
meningkatkan mukosiliar tidak hanya melalui properti bronchodilatory
mereka tetapi
juga dengan merangsang frekuensi silia beat, menambah saluran napas
transport ion epitel untuk meningkatkan lendir hidrasi dan
mempromosikan sekresi lendir di saluran udara lebih rendah. Studi klinis
theophylline di CB telah menunjukkan fungsi paru-paru meningkat tapi
tidak ada perubahan konsisten dalam batuk dan produksi sputum.
(American Journal Of Respiratory And Critical Care Medicine, 2013)
3. Long-Acting b-Adrenergic Receptor Agonists
Efek dari long-acting - b adrenergik agonis reseptor ( LABAs )
pada fungsi mukosiliar telah dikaitkan dengan manfaatnya
efek pada fungsi paru-paru. LABAs juga mengurangi hiperinflasi
dan meningkatkan arus puncak ekspirasi, yang penting
komponen batuk. Bukti in vitro menunjukkan salmeterol yang dapat
merangsang ciliary beat frekuensi. Demikian pula, formoterol secara

13
signifikan meningkatkan bersihan mukosiliar dibandingkan dengan
plasebo pada pasien dengan bronchitis.
4. Anticholinergics
Antikolinergik yang bekerja pada reseptor muscarinic dipercaya
dapat membantu mukus clearance oleh peningkatan diameter luminal
dan dengan menurunkan permukaan dan submukosa kelenjar sekresi
musin. Mereka juga dipercaya untuk memfasilitasi lendir batuk induced
clearance. Namun, antikolinergik mungkin bisa mengeringkan saluran
nafas dengan depleting lendir permukaan saluran napas, sehingga
membuat pengeluaran dahak lebih sulit. In vivo , literatur tidak
mendukung penggunaan antikolinergik untuk pengobatan
CB. Bromide Ipratropium telah ditunjukkan untuk mengurangi kuantitas
dan tingkat keparahan batuk di bronchitics kronis namun tidak
efektif dalam meningkatkan pembersihan mukosiliar pada PPOK . di
sebuah studi dari 470 pasien dengan FEV1 39 % diprediksi , tiotropium
meningkatkan fungsi paru-paru , tetapi tidak mempengaruhi gejala batuk.
Dalam studi lain dari 39 pasien dengan COPD , tiotropium berkurang
jumlah batuk , tapi mukosiliar tidak diperbaiki. (American Journal Of
Respiratory And Critical Care Medicine, 2013)
5. Glucocorticoids
Ada bukti in vitro bahwa glukokortikoid mengurangi peradangan
dan produksi lendir. Dalam asma ,kortikosteroid inhalasi menurunkan
hiperplasia sel goblet. Deksametason juga telah terbukti menurunkan
epitel ekspresi gen musin gen MUC5AC di sel epitel bronkial manusia.
Mereka juga dapat mempercepat pembersihan mukosiliar. Kortikosteroid
inhalasi dapat mengurangi frekuensi eksaserbasi dan meningkatkan
kualitas -hidup skor pada PPOK.
6. Phosphodiesterase-4 Inhibitors
Phosphodiesterase - 4 ( PDE - 4 ) penghambatan menurunkan
peradangan dan membuat relaksasi otot polos saluran napas dengan
mencegah hidrolisis adenosin monofosfat siklik untuk tidak aktif.

14
Cilomilast dan roflumilast adalah second generation sangat spesifik PDE
- 4 inhibitor . Sebuah metaanalisis dari 23 acak uji coba roflumilast atau
cilomilast dibandingkan dengan placebo menemukan bahwa pengobatan
dengan inhibitor PDE - 4 hanya sedikit meningkat FEV1 ( 45.59 ml , 95
% CI , 39,1-52,03 ) tetapi mengurangi kemungkinan eksaserbasi ( OR ,
0,78 , 95 % CI,0,72-0,85). Roflumilast signifikan meningkatkan
prebronchodilator FEV1 dan penurunan tingkat sedang sampai parah
eksaserbasi dalam uji coba secara acak pasien dengan COP .
Dibandingkan dengan plasebo , roflumilast menurun eksaserbasi sebesar
17 % ( 95 % CI , 8-25 % ) ( 109 ) . Dalam dua uji coba 24 - minggu, 933
pasien dengan PPOK sedang sampai berat secara acak ditugaskan untuk
roflumilast ditambah salmeterol atau salmeterol saja , dan 743 pasien
secara acak ditugaskan untuk roflumilast ditambah tiotropium atau
tiotropium saja. Jadi, pada bronkitis kronik PDE - 4 inhibitor mungkin
memainkan peran preventif dalam mencegah perkembangan eksaserbasi
pada pasien dengan CB dan COPD .
7. Antioksidan
Oksidan yaitu zat yang terdapat pada asap rokok dan udara yang
terpolusi mempunyai andil untuk terjadinya bronkitis kronik.Anti
oksidan melindungi dan mempertahankan paru dari radikal-radikal anion
superoksid, hidrogen peroksid, radikal hidroksil dan anion hipohalida
yang diproduksi oleh sel radang. Anti oksidan dapat mengubah oksidan
menjadi molekul yang tidak berbahaya terhadap jaringan paru dan
menekan efek radikal bebas dari asap rokok. N-asetilsistein merupakan
suatu antioksidan, yaitu sumber glutation.
Pemberian N-asetilsistein pada perokok dapat mencegah kerusakan
parenkim paru oleh efek oksidan yang terdapat dalam asap rokok. Di
samping sebagai anti oksidan, obat ini bersifat mukolitik yaitu
mengencerkan sekret bronkus sehingga mudah dikeluarkan. Pemberian
N-asetilsistein selama enam bulan pada penderita bronkitis kronik
memberikan perbaikan dalam hal jumlah sputum, purulensi sputum,

15
banyaknya eksaserbasi dan lamanya hari sakit secara bermakna.
(American Journal Of Respiratory And Critical Care Medicine,2013)
8. Antibiotik
Terapi Antibiotik umumnya tidak diindikasikan untuk pasien
bronkitis kronik. Terapi macrolide telah Terbukti memiliki sifat anti
inflamasi Dan mungkin memiliki Peran Dalam pengobatan bronkitis
kronik. Mereka telah Terbukti dapat menghambat sitokin proinflamasi ,
menurunkan neutrofil Pecah , menghambat Migrasi Dan peningkatan
apoptosis, eosinophilic menurunkan peradangan, meningkatkan
Transportasi mukosiliar, mengurangi sel goblet sekresi. Dan penurunan
bronkokonstriksi. (American Journal Of Respiratory And Critical Care
Medicine,2013)
Obat Inhaler (g) Larutan Oral Vial Durasi

Nebulizer injeksi (jam)

(mg/ml) (mg)

Adrenergik (2-agonis)

Fenoterol 100-200 (MDI) 1 0,5% (sirup) 4-6

Salbutamol 100, 200 MDI&DPI 5 5mg (pil), 0,1 ; 0,5 4-6

0,24% (sirup)

Terbutaline 400,500 (DPI) 2,5 ; 5 (pil) 0,2; 0,25 4-6

Formoterol 4,5-12 MDI&DPI 12+

Salmeterol 25-50 MDI&DPI 12+

Antikolinergik

Ipatropium bromide 20,40(MDI) 0,25-0,5 6-8

Oxitropium bromide 100 (MDI) 1,5 7-9

Tiotropium 18(DPI) 24+

Methylxanthines

16
Aminophylline 200-600mg (pil) 240mg 24

Theophylline 100-600mg (pil) 24

Kombinasi adrenergik & antikolinergik

Fenoterol/Ipatropium 200/80 (MDI) 1,25/0,5 6-8

Salbutamol/Ipatropium 75/15 (MDI) 0,75/4,5 6-8

Inhalasi Glukortikosteroid

Beclomethasone 50-400(MDI&DPI) 0,2-0,4

Budenosid 100,200,400(DPI) 0,20, 0,25, 0,5

Futicason 50-500(MDI &DPI)

Triamcinolone 100(MDI) 40 40

Kombinasi 2 kerja panjang plus glukortikosteroid dalam satu inhaler

Formoterol/Budenoside 4,5/160; 9/320 (DPI)

50/100,250,500(DPI)
Salmoterol/Fluticasone
25/50,125,250(MDI)

Sistemik Glukortikosteroid

Prednisone 5-60 mg(Pil)

Methy-Prednisone 4, 8 , 16 mg (Pil)

I. KOMPLIKASI
1. gagal napas
a. Kronik
b. Akut pada gagal nafas kronik yang ditandai dengan :
i. Sputum bertambah dan purulen
ii. Sesak nafas dengan atau sianosis
iii. Demam
iv. Kesadaran menurun

17
2. cor pulmonal
Pembesaran jantung kanan (dilatasi atau hipertrofi) yang
disebabkan oleh karena kelainan-kelainan fungsi atau struktur paru.
Tidak termasuk disini perubahan paru yang disebabkan primer akibat
kelainan jantung kiri serta kelainan bawaan.
3. hipertensi pulmonal
Peningkatan abnormal tekanan arteri pulmonal ( normal saat
istirahat <20mmHg, saat senam <30mmHg)

J. PROGNOSIS
Prognosis jangka pendek maupun jangka panjang bergantung pada umur dan
gejala klinisnya. Pada eksaserbasi akut, prognosis baik dengan terapi. Pada
pasien bronkitis kronik dan emfisema lanjut dan VEP1 < 1 liter survival rate
selama 5-10 tahun mencapai 40%.

18
BAB 3

LAPORAN KASUS

portofolio

IDENTITAS PENDERITA

Nama : Ny. PPT

Umur : 26 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Jlubang, Pringkuku, Pacitan

Pekerjaan : Ibu RUmah Tangga

Status perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Suku : Jawa

Tanggal masuk RS : 11 Juli 2017

Tanggal pemeriksaan : 11 Juli 2017

No. RM : 083481

B. ANAMNESA

1. Keluhan Utama

Sesak dan batuk berdahak.

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang memeriksakan diri di poli paru RSUD Pacitan karena sesak
serta batuk-batuk yang di rasakannya 2 minggu yang lalu. Keluhan batuk itu juga
disertai dengan dahak, pasien merasa sesak nafas ketika batuk dan nyeri dibagian
ulu hati. Batuk dan sesak ini dari hari ke hari semakin memberat dan tidak ada
perbaikan. Menurut keterangan pasien menyangkal pernah terkena penyakit TB,

19
pasien mengeluh badannya terasa panas ketika malam hari, saat batuknya kumat
pasien tidak mau makan karena nyeri di ulu hati.

Pasien menjelaskan satu tahun yang lalu pernah mengalami hal yang sama
tetapi tidak sampai membuat pasien sampai rawat inap. Pasien sehari harinya
mengurus rumah tangga, sering terpapar debu dan polusi di sekitar rumahnya.
Pusing, nyeri dada, BAB dan BAK pasien tidak ada keluhan.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat pengobatan dengan OAT : disangkal


Riwayat kontak dengan penderita TB : disangkal
Riwayat Komorbid lain : HT (-),DM (-),Peny.Ginjal
(-), Peny.Jantung (-), TB (-) liver (-), keganasan (-).
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Alergi obat dan makanan : debu dan makanan laut
Riwayat operasi : disangkal

4. Riwayat Pribadi

Riwayat perokok aktif maupun pasif : diakui perokok pasif


Riwayat Minum minuman beralkohol : disangkal
Riwayat pengobatan rutin (OAT) : disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat sakit serupa : diakui satu tahun yang lalu


Riwayat asma dalam keluarga : ibu pasien
Riwayat alergi dalam keluarga : ibu pasien
Riwayat Komorbid : HT (-),DM (-),Peny.Ginjal (-),
Peny.Jantung (-), TB (-) liver (-), keganasan (-).

7. Riwayat Kesehatan Lingkungan

Adanya penderita batuk lama maupun sesak disangkal.

8. Riwayat Sosial Ekonomi

Kesan Sosial-Ekonomi menengah.

20
C. PEMERIKSAAN

1. Keadaan umum

KU : Sedang
Kesadaran : Compos mentis (GCS 15 : E4 V5 M6)
BB : 43 kg
2. Vital sign

Tekanan darah : 120/70 mmHg


Nadi : 88 kali per menit
Pernafasan : 26 kali per menit
Suhu : 36,7oC
3. Pemeriksaan fisik

Kepala :Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), nafas cuping hidung (-).
Leher :Retraksi dada (-), deviasi trakea (-), peningkatan JVP (-),
Pembesaran kelenjar limfe (-).
Thorax : Paru

- Inspeksi : simetris,ketinggalan gerak (-/-), retraksi


inter costae (-).
- Palpasi : - ketinggalan gerak
depan belakang
- - - -
- - - -
- - - -

- Fremitus
depan belakang

21
N N N N
N N N N

N N N N

- Perkusi
depan belakang
S S S S
S S S S
S S S S

- Auskultasi : suara dasar bronchovesikuler


depan belakang
+ + + +
+ + + +
+ + + +

Suara tambahan Wheezing (+/+), Ronkhi (-/-)

Jantung

- Inspeksi : iktus cordis tidak tampak


- Palpasi : iktus cordis tidak kuat angkat
- Perkusi : batas jantung normal
- Auskultasi: Bunyi jantung I-II reguler, Bising
jantung (-).

Abdomen
- Inspeksi : simetris, lebih rendah dari dinding dada
- Auskultasi : peristaltik (N)

22
- Perkusi : Tympani
- Palpasi :Nyeri tekan(+) Regio epigastrium, Hepar & Lien
tidak membesar, tidak teraba massa.
Ekstremitas

- Clubbing finger (-),


- Oedem
- -
- -

- Sianosis
- -
- -

23
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium

24
2. Pemeriksaan Radiologi
Foto thorax AP

Foto thorax PA view, posisi erect, simetris, inspirasi cukup, hasil:


- Tampak corakan bronkovaskular meningkat, air bronchogram (+)
- Tampak kedua diafragma licin
- Tampak kedua costofrenikus lancip
- Cot, CTR <0,5
- Sistema tulang tervisualisasi intak
Kesan :
- Bronkitis
- Besar cor normal

C. ASSESMENT / DIAGNOSIS KERJA


Bronkhitis alergika

D. DIAGNOSIS BANDING
1. PPOK
2. ASMA

25
E. PLANING
1. PLANING DIAGNOSIS
a. Spirometri Test
2. PLANING TERAPI
a. Codein 15 mg + Salbutamol 2 mg dalam OBH Itrasal 3x1c
b. Kalsium laktat 1x500 mg tab
3. PLANING EDUKASI
a. Menjauhi inhalasi iritan seperti asap rokok dan polutan
b. Menjalankan terapi dengan teratur

26
BAB 4
KESIMPULAN
Anamnesis:

a. Keluhan Utama
Sesak dan batuk berdahak
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang memeriksakan diri di poli paru RSUD Pacitan karena sesak serta
batuk-batuk yang di rasakannya 2 minggu yang lalu. Keluhan batuk itu juga disertai
dengan dahak, pasien merasa sesak nafas ketika batuk dan nyeri dibagian ulu hati. Batuk
dan sesak ini dari hari ke hari semakin memberat dan tidak ada perbaikan. Pemeriksaan
Fisik:

- Penurunan suara dasar vesikuler


- Wheezing (+/+)
- Nyeri tekan abdomen regio epigastrium

Pemeriksaan Laboratorium:

IgE : Atopy

Pemeriksaan Radiologi:

Kesan :
o Bronkitis
o Besar cor normal

27
DAFTAR PUSTAKA
Davey, Patrick, 2006. At a Glance Medicine, Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal; 89

Harrison, T.R. 2005. Harrisons Principles of Internal Medicine 16th edition, USA: The Mac Graw-
Hill Companies. 1671-73

Mansjoer, Arif, dkk., ed. 2005. Kapita Selekta Kedokteran jilid 1 edisi ke-3 . Jakarta: Media
Aesculapius. Hal ; 224

PDPI., 2003. Bronkitis Kronis. Available in www.klikpdpi.comSudoyo, Aru W., dkk. 2006. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid II. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal : 1111-13

Price., et al., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis dan Proses-proses penyakit Ed 6. Jakarta:EGC. Hal
165-168

West, John B., 2003. Pulmonary Pathophysiology, The Essential Sixth Edition. USA: Lippincott
Williams & Wilkins, a Wolters Kluwers Company. Hal : 156-59

28
BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari ini, Juli 2017 telah dipresentasikan portofolio oleh:


Nama peserta : dr. Risty Yasmin Bonita
Dengan topik : Bronkhitis Alergika
Nama pendamping : dr. Royani, Sp.P / dr. Masrifah
Nama wahana : RSUD dr Darsono Kab. Pacitan

No Nama peserta presentasi Tanda tangan


1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pendamping

(dr. Royani Sp.P)

29

You might also like