Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 18

PITIRIASIS ROSEA

I. PENDAHULUAN

Istilah pitiriasis rosea pertama kali dideskripsikan oleh Robert Willan


pada tahun 1798 dengan nama Roseola Annulata, kemudian pada tahun
1860, Gilbert memberi nama pitiriasis rosea yang berarti skuama
berwarna merah muda (rosea). 1,2

Pitiriasis rosea ialah penyakit papuloskuamous jinak yang belum diketahui


penyebabnya, yang dimulai dengan sebuah lesi primer dengan
karakteristik gambaran herald patch berbentuk eritema dan skuama halus
pada bagian punggung, perut dan dada. Dalam 1-2 minggu disusul oleh
lesi yang lebih kecil dengan pola disribusi yang khas di badan, leher,
lengan dan paha atas yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit dan
biasanya sembuh dalam waktu 6 minggu. 2-4

Biasanya pitiriasis rosea didahului dengan gejala prodromal (lemas,


mual, tidak nafsu makan, demam, nyeri sendi, pembesaran kelenjar
limfe). Setelah itu muncul gatal dan lesi dikulit. Banyak penyakit ya ng
memberikan gambaran seperti pitiriasis rosea seperti diantaranya
dermatitis numularis dan sifilis sekunder. Insiden tertinggi pada usia
antara 15-40 tahun. Wanita lebih sering terkena dibandingkan pria dengan
perbandingan 1,5 : 1. 3-5

Diagnosis pitiriasis rosea dapat ditegakkan dengan anamnesis dan


pemeriksaan fisik. Dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang untuk
memastikan diagnosis apabila sulit menegakkan diagnosis pitiriasis rosea.

1
Pitiriasis rosea merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri, oleh
5,6
karena itu, pengobatan yang diberikan adalah pengobatan suportif .

II. EPIDEMIOLOGI

Pitiriasis rosea terjadi pada seluruh ras yang ada di dunia. Prevalensi
yang dilaporkan dari pusat dermatologi adalah 0,3-3 %. Prevalensi
pitiriasis rosea pada laki-laki 0,13 % dan pada wanita 0,14% per total
penduduk dunia. Penyakit ini lebih banyak terjadi pada anak-anak dan
usia dewasa muda dengan rentang usia antara 15-40 tahun. Jarang terjadi
pada bayi dan orang lanjut usia. Pengaruh iklim memegang peranan pada
penyakit ini, terbanyak pada musim gugur dan musim semi, teta pi
didaerah australia, india, dan malaysia sering terjadi pada musim panas. 6-9

III. ETIOPATHOLOGI

Penyebab dari penyakit ini belum diketahui, demikian pula cara penyebaran
infeksinya. Ada yang mengemukanan hipotesis bahwa penyebabnya adalah virus
karena merupakan penyakit swasima (self limiting disease) yang umumnya
sembuh sendiri dalam waktu 3-8 minggu.9-13

Meskipun etiologi pitriasis rosea tidak jelas, namun ada beberapa faktor yang
menunjukan adanya penyebab infeksi. Pertama, wabah terjadi secara berjenjang,
mewabah dalam sekelompok orang lalu menyebar kemasyarakat. Kedua,
kekambuhan pitiriasis rosea di luar fase akut jarang terjadi,karena adanya
kekebalan jangka panjang setelah infeksi. Ketiga, sampai 69% pasien dengan
pitiriasis rosea memiliki gejala prodromal sebelum munculnya herald patch.
Beberapa pasien dengan pitiriasis rosea juga menunjukkan peningkatan limfosit
B, penurunan limfosit T, dan kenaikan tingkat sedimentasi. 9,10

Sementara ahli lain mengaitkan dengan berbagai faktor yang diduga


berhubungan dengan timbulnya pitiriasis rosea, diantaranya:

2
Faktor cuaca. Hal ini karena pitiriasis rosea lebih kerap ditemukan pada
musim semi dan musim gugur.
Faktor penggunaan obat-obat tertentu, seperti bismuth, barbiturat, captopril,
mercuri, methoxypromazine, metronidazole, D-penicillamine, isotretinoin,
tripelennamine hydrochloride, ketotifen, dan salvarsan.
Diduga berhubungan dengan penyakit kulit lainnya (dermatitis atopi,
dermatitis seboroik, acne vulgaris) dikarenakan pitiriasis rosea dijumpai pada
penderita penyakit dengan dermatitis atopik, dermatitis seboroik, acne
vulgaris dan ketombe.8,10

Watanabe dkk telah membuktikan apa yang menjadi anggapan atau


kepercayaan sejak dahulu bahwa pitiriasis rosea adalah suatu exanthem yang
disebabkan oleh virus, mereka mendemonstrasikan replikasi aktif dari human
herpes virus (HHV 6 dan 7) pada sel mononuklear dari lesi kulit, sekaligus juga
mengidentifikasi virus dari contoh serum pasien. Yang akhirnya diketahui bahwa
virus ini didapatkan pada awal masa kanak-kanak dan pada fase laten sebagai sel
mononuklear, erupsi yang terjadi adalah reaksi sekunder yang akhirnya menuju
pada viremia.9

IV. GEJALA KLINIS

Kurang lebih pada 20-50% kasus, bercak merah pada pitiriasis rosea didahului
dengan munculnya gejala mirip infeksi virus seperti gangguan traktus
respiratorius bagian atas atau gangguan gastrointestinal. Sumber lain
menyebutkan kira-kira 5% dari kasus pitiriasis rosea didahului dengan gejala
prodormal berupa sakit kepala, rasa tidak nyaman di saluran pencernaan, demam,
malaise, dan artralgia. Lesi utama yang paling umum ialah munculnya lesi soliter
berupa makula eritem atau papul eritem pada batang tubuh atau leher, yang secara
bertahap akan membesar dalam beberapa hari dengan diameter 2-10 cm, berwarna
pink salmon, berbentuk oval dengan skuama tipis.10,11

3
Lesi yang pertama muncul ini disebut dengan Herald
patch/Mother plaque/Medalion. Insidens munculnya herald patch dilaporkan
sebanyak 12-94%, dan pada banyak penelitian kira-kira 80% kasus pitiriasis rosea
ditemukan adanya herald patch. Jika lesi ini digores pada sumbu panjangnya,
maka skuama cenderung untuk melipat sesuai dengan goresan yang dibuat, hal ini
disebut dengan Hanging curtain sign. Herald patch ini akan bertahan selama satu
minggu atau lebih, dan saat lesi ini akan mulai hilang, efloresensi lain baru akan
bermunculuan dan menyebar dengan cepat. Namun kemunculan dan penyebaran
efloresensi lain dapat bervariasi dari hanya dalam beberapa jam hingga sampai 3
bulan. Bentuknya bervariasi dari makula berbentuk oval hingga plak berukuran
0,5-2cm dengan tepi yang sedikit meninggi. Berwarna pink salmon (atau berupa
hiperpigmentasi pada orang-orang yang berkulit gelap) dan khasnya terdapat
koleret dari skuama di bagian tepinya. Umumnya ditemukan beberapa lesi
berbentuk anular dengan bagian tengahnya yang tampak lebih tenang.11,12

Gambar 1 Herald Patch

Pada pitiriasis rosea gejalanya akan berkembang setelah 2 minggu, dimana


telah mencapai puncaknya. Akan ditemukan lesi-lesi kecil pada kulit dalam
stadium yang berbeda. Fase penyebaran ini secara perlahan-lahan akan menghilang setelah 2-
4 minggu. Sumber lainnya menyebutkan erupsi kulit akan menghilang secara
spontan setelah 3-8minggu. Namun pada beberapa kasus dapat juga bertahan hingga 3-5

4
bulan. Lesi-lesi ini muncul terutama pada batang tubuh dengan sumbu panjang
sejajar lipatan kulit. Tampilannya tampak seperti pohon natal yang terbalik
(inverted christmas tree appearance). Hal ini membingungkan karena susunan lesi
yang muncul membentuk garis yang mengarah ke bawah dari columna vertebra
bila dilihat dari belakang, namun jika dilihat dari depan maka garisnya mengarah
ke atas dari sentral abdomen. Hal ini nampak tidak sesuai jika kita bandingkan
dengan arsitektur dari pohon natal sebenarnya. Tapi bagaimanapun, terlepas dari
tampilan lesi yang mirip dengan pohon natal, terbalik ataupun tidak, tidak
diragukan lagi herald patch merupakan lesi patognomonik dari pitiriasis rosea.12,-14

Gambar 2. Inverted Christmas Tree

Lokasinya juga sering ditemukan di lengan atas dan paha atas. Lesi-lesi yang
muncul berikutnya jarang menyebar ke lengan bawah, tungkai bawah, dan wajah.
Namun sesekali bisa didapatkan pada daerah tertentu seperti leher, pangkal paha, atau
aksila. Pada daerah ini lesi berupa bercak dengan bentuk sirsinata yang bergabung,
dengan tepi yang tidak rata sehingga sangat mirip dengan tinea korporis. Gatal ringan
sampai sedang terjadi pada 75% penderita dan gatal berat pada 25% penderita. Gatal
akan lebih terasa saat kulit dalam keadaan basah, berkeringat, atau akibat dari pakaian
yang ketat.11,14
Terkadang pitiriasis rosea bisa muncul dalam bentuk distribusi yang tidak
khas, dan penegakan diagnosanya tergantung dari manifestasi klinis yang ada dan lesi

5
utama berupa herald patch. Predileksi tempat yang atipikal mencakup telapak kaki,
wajah dan genitalia. Sebagai tambahan, multiple herald patch ditemukan pada 5,5%
kasus. 3,15
Yang lebih tidak umum lagi, jenisnya sendiri tidak khas, contohnya ruam kulit
bisa dikelilingi oleh vesikel-vesikel. Variasi pitiriasis rosea antara lain sebagai berikut
:
1. Pitriasis rosea inversa
Lesi kulit banyak terdapat di wajah dan distal ekstremitas, daerah
fleksor seperti aksila dan sela paha, hanya sedikit yang terdapat di tubuh.
Umumnya terjadi pada anak-anak.13,14

Gambar 3. Pitiriasis Rosea Inversa

2. Pitiriasis rosea unilateralis


Lesinya tidak melewati garis median tubuh.13,14

Gambar4.PitiriasisRoseaUnilateralis

6
3. Pitiriasis rosea giganta
Ditemukan papul-papul atau plak yang besar.13,14

4. Pitiriasis circinata et marginata of Vidal


Bila plak-plak yang besar bergabung menjadi satu.13,14

5. Pitiriasis rosea irritata


Varian dengan lesi berupa makula dengan predileksi tempat yang tidak
khas(pergelangan tangan dan kaki), yang makin lama mengalami
perubahandermatologi akibat iritasi berat atau keringat yang berlebih.
Dapat menyerupai psoriasis gutata.13,14
6. Papular pitiriasis rosea
Umum ditemukan pada anak usia dibawah 5 tahun (toddler)
Terutama pada anak berkulit gelap keturunan Afrika dan wanita hamil.
Warna makula bisa terlihat lebih gelap dibanding kulit sekitarnya.
Predileksi tempatnya sama seperti bentuk umumnya atau dapat juga
pada daerah lipatan13,14

Gambar 5. Popular pitiriasis rosea

7
7. Vesicular pitiriasis rosea
Lebih sering ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.
Menyerupai infeksi varisela.13,14

Gambar6.VesicularPitiriasisRosea

8. Purpuric pitiriasis rosea


Hanya ada 10 kasus yang dilaporkan, anak-anak dan dewasa sama banyak.
Secara histopatologi terdapat perbedaan pada ekstravasasi eritrosit ke
stratum papilare dermis tanpa adanya bukti vaskulitis.
Manifestasi klinisnya berupa petechie, dan ekimosis sepanjang langer
line pada leher, tubuh dan ekstremitas proksimal.
Lesinya mungkin dengan skuama yang lebih sedikit atau didominasi
oleh pustule atau purpura.
Cenderung meninggalkan tanda hipo atau hiperpigmentasi
postinflamasisetelah sembuh, terutama pada orang-orang yang memiliki banyak
pigmen.13,14

8
Gambar 7. Purpuric Pitiriasis Rosea

9. Urticarial pitiriasis rosea


Varian yang jarang ditemukan.
Menyerupai urtikaria akut.13,14

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Sebuah spesimen biopsi dapan membantu untuk konfirmasi diagnosis


walaupun tidak memberikan gambaran spesifik, terutama dalam kasus -kasus
atipik . Pemeriksaan biopsi menunjukan adanya dermatitis perivaskular pada
permukaaan. Juga terdapat parakeratosis fokal dalam gundukan yang
menyebar, hiperplasia dan spongiosis variabel (fokal) pada epidermis.
Epidermis dapat menunjukan ekskositosis limfosit,akantosis ringan dan
lapisan granular yang menipis sampai tidak ada. Dalam dermis, ekstravasai se
darah merah adalah temuan yang bermaknabersaman dengan
infiltratperivaskular dari limfosit, histiosit, maupun eosinofil. 14

Herald patch memiliki tampilan yang sama, namun memiliki infiltrat


yang lebih dalam dan akantosis lebih karena kronisitasnya. variasi sel
diskeratorik di epidermis dengan gambaran eosinofil homogen, multinuclear
giant cell, dan disfungsi fokal akantolitik telah diamati.penampakan ini
mungkin mirip penampakan anular sentrifugum, psoriasis gutata, eritema

9
superfisial dan small plaque parapsoriasis. Dapat pula ditemukan oedema
daripada dermis dan proses homogenisasi dari kolagen. 14

Karena lesi pada ptiriasis rosea sangat mirip dengan ruam sifilis
sekunder, tes VDRL sering diperlukan. Tes Rapid Plasma Reagen (RPR) atau
tes VDRL (Veneral Disease of Research Laboratorium) harus dilakukan pada
individu yang sesuai. Harus disadari adanya fenomena prozone yang terlihat
pada sifilis sekunder dan perlunya titrasi tes RPR. Selain itu juga diperlukan
tes untuk mengetahui adanya HIV pada pasien tersebut. Tes laboratorium
lainnya biasanya menunjukan hasil yang normal sehingga hasilnya tidak
begitu membantu. Pemeriksaan darah dapat dilakukan untuk mengidentifikasi
adanya sifilis. 12-14

Pada pemeriksaan mikroskopis dar preparat kalium hidroksida tidak


menunjukan adanya elemen jamur. Seringkali tes KOH dilakukan untuk
13,15
menyingkirkan kurap (tinea korporis).

DIAGNOSIS

Diagnosa pitiriasis rosea ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan


fisik. Anamnesa harus bisa memberikan informasi yang berkenaan dengan
munculnya erupsi kulit pertama kali dan pengobatan apa saja yang sudah dilakukan
oleh pasien. Informasi mengenai gejala prodormal atau infeksi traktus respiratorius
bagian atas harus bisa didiapatkan. Pada pemeriksaan fisik harus didapatkan adanya
erupsi kulit berupa papiloeritroskuamosa. Pada pemeriksaan klinis minimal terdapat
dua lesi dari tiga kriteria di bawah ini: 11,15

Makula berbentuk oval atau sirkuler.


Skuama menutupi hampir semua lesi.

10
Terdapatnya koleret pada tepi lesi dengan bagian tengah yang lebih tenang.

Sifilis stadium II gejalanya menyerupai pitiriasis rosea, harus dipikirkan


kemungkinan sifilis stadium II jika pasien masih aktif berhubungan seksual dan tidak
didapatkannya gambaran yang khas dari pitiriasis rosea. Untuk membedakannya
perlu dilakukan pemeriksaan serologis terhadap sifilis, Biopsi kulit juga mungkin
bermanfaat. Evaluasi yang tepat meliputi uji floresen antibodi langsung dari eksudat
lesi, uji VDRL, atau dengan pemeriksaan mikroskop lapangan gelap.2,15

VI. DIAGNOSIS BANDING


1. Sifilis sekunder
Adalah penyakit yang disebabkan oleh treponema pallidum,
merupakan lanjutan dari sifilis primer yang timbul setelah 6 bulan
timbulnya chancre. Gejala klinisnya berupa lesi kulit dan lesi
mukosa. Lesi kulitnya nonpurpura, makula, papul, pustul atau
kombinasi, walaupun umumnya makulopapular lebih sering muncul
disebut makula sifilitika. Perbedaannya dengan pitiriasis rosea
adalah sifilis memiliki riwayat primary chancre(makula eritem yang
berkembang menjadi papul dan pecah sehingga mengalami ulserasi
di tengah), tidak ada herald patch, limfadenopati, lesi melibatkan
telapak tangan dan telapak kaki, dari tes laboratorium VDRL (+). 1,3,4

11
Gambar 8.

2. Tinea korporis
Adalah lesi kulit yang disebabkan oleh dermatofit trichophyton
rubrum pada daerah muka, tangan, trunkus atau ekstremitas. Gejala
klinisnya adalah gatal, eritema yang berbentuk cincin dengan pinggir
berskuama dan penyembuhan di bagian tengah. Perbedaan dengan
Pitiriasis Rosea adalah pada Tinea korporis, skuama berada di tepi,
plak tidak berbentuk oval, dari pemeriksaan penunjang didapatkan
hifa panjang pada pemeriksaan KOH 10%. 15

Gambar 10. Tinea korporis

Dermatitis numuler
Adalah dermatitis yang umumnya terjadi pada orang dewasa yang
ditandai dengan plak berbatas tegas yang berbentuk koin ( numuler )

12
dan dapat ditutupi oleh krusta. Kulit sekitarnya normal.
Predileksinya di ekstensor. Perbedaan dengan Pitiriasis Rosea adalah
pada Dermatitis Numuler, lesi berbentuk bulat, tidak oval, papul
berukuran milier dan didominasi vesikel serta tidak berskuama 15

Gambar 10. Dermatitis numuler

3. Psoriasis gutata
Adalah jenis psoriasis yang ditandai dengan eupsi papul di trunkus
bagian superior dan ekstremitas bagian proksimal. Perbedaan dengan
pitiriasis rosea adalah pada psoriasis gutata, aksis panjang lesi tidak
sejajar dengan garis kulit, skuama tebal. 10,15

Gambar 11. Psoriasis gutata

13
VII. PENATALAKSANAAN

Kebanyakan pasien tidak memerlukan pengobatan karena sifatnya yang


asimptomatik. Penatalaksanaan pada pasien yang datang berobat pertama kali:

Tenangkan pasien bahwa ia tidak memiliki penyakit sistemik dalam


tubuhnya, penyakit ini tidak menular, dan biasanya tidak akan berulang
kembali.
Colloidal bath
Satu bungkus bubur gandum Aveeno dituangkan ke dalam bak mandi atau ember
besar yang berisi 6-8 inci air hangat. Pasien diminta untuk mandi selama 10-15
menit setiap harinya. Hindari sabun dan air panas sebisanya
untuk mengurangi rasa gatal yang ada.
Lotion kocok putih non-alkohol atau Calamine lotion digunakan 2 kali
sehari padalesi kulit.
Antihistamin jika ada keluhan gatal.
Terapi UVB dapat diberikan pada kasus dengan peningkatan suberitem,
sebanyak 1-2 kali seminggu. Gejala klinis yang berat akan berkurang
namun tidak akan berpengaruh terhadap rasa gatal dan lamanya sakit.14,15

Jika disertai dengan gatal hebat:


Selain obat-obat di atas diberikan pula prednison 5 mg. Diberikan 4x1
tablet selama 3 hari, kemudian 3x1 tablet selama 4 hari, kemudian 2 tablet
setiap pagi selama 1-2 minggu, sampai gatalnya menghilang.
Eritromisin 250 mg, diberikan 2xsehari selama 2 minggu, telah dicoba
oleh beberapa penulis.11,15

Dari suatu penelitian diketahui eritromisin dosis 250 mg yang diberikan 4 kali
sehari pada orang dewasa dan dosis 25-40 mg/kgBB dibagi dalam 4 dosis untuk
anak-anak, dalam waktu 2 minggu semua gejala klinis yang nampak sebelumnya

14
telah hilang. Dapson yang diberikan per oral bekerja efektif pada 1 pasien dengan
pitiriasis vesicular berat, dimulai dengan dosis 100mg sebanyak 2xsehari. Steroid
sistemik seperti triamcinolone 20-40mg i.m. atau prednison 15-40mg peroral mungkin dapat
mengurangi penyebaran ruam yang meluas dengan cepat atau pada kasus yang
berat.11,15
Karena HHV-6 dan HHV-7 diduga berperan dalam timbulnya pitiriasis
rosea, pengobatan dengan antivirus herpes mungkin memberikan manfaat. Akan
tetapi asiklovir yang merupakan drug of choice untuk virus herpes simpleks tidak efektif
terhadap HHV-6 dan HHV-7. Gancyclovirlah yang efektif HHV-6 dan HHV-7, namun
harganya mahal dan efek sampingnya juga banyak. Oleh sebab itu untuk saat ini,
pengobatan dengan anti virus herpes yang ada tidak dibenarkan. Sejauh ini
penyembuhan dengan agen antiviral tidak memberikan dampak apa-apa.13-15
Asam salisilat 1% dalam parafin putih lunak atau obat salep emulsi dapat
mengurangi pembentukan skuama. Untuk kulit yang kering dan iritasi, emollient dapat
disarankan kepada pasien.15
Fototerapi dapat bermanfaat pada kasus-kasus yang lama penyembuhannya.
Fototerapi UVB dapat mempercepat hilangnya erupsi kulit yang ada. Satu-satunya
efek samping dari terapi ini ialah kulit yang terasa sedikit perih dan kekeringan pada
kulit. Namun risiko terjadinya hiperpigmentasi post infeksi dapat meningkat dengan
terapi ini.15

Edukasi pasien
Pasien biasanya khawatir akan berapa lama bercak di kulitnya akan hilang dan
apakah penyakitnya bersifat menular. Mereka harus ditenangkan hatinya
dengan meyakinkan bahwa pitiriasis rosea akan sembuh dengan sendirinya
dan tidak bersifat menular.

15
Pasien sebaiknya diminta untuk datang kembali apabila ruam masih tetap ada
setelah 3 bulan lebih dari reevaluasi dan akan bijaksana jika dipikirkan adanya
diagnose lain.15

VIII. PROGNOSIS
Pitiriasis rosea merupakan penyakit akut yang bersifat self limiting illness yang
akan menghilang dalam waktu kurang lebih 6 minggu Namun pada beberapa kasus
dapat juga bertahan hingga 3-5 bulan. Dapat sembuh tanpa meninggalkan bekas. Relaps
dan rekuren jarang ditemukan.15

IX. KESIMPULAN

Pitiriasis rosea adalah kelainan kulit yang termasuk dalam golongan


dermatosis papuloeritroskuamosa, sifatnya akut, self limiting disease, tidak menular.
Etiologinya masih belum diketahui, namun partikel HHV telah terdeteksi pada
70% pasien penderita pitiriasis rosea. Lesi primernya berupa soliter makula eritem
atau papul eritem. Lesi primer ini disebut sebagai herald patch / mother plaque /
medallion. Predileksi tempat yang paling banyak ditemukan yaitu pada batang tubuh,
lengan atas dan paha atas. Pitiriasis rosea memiliki berbagai macam varian, dapat
dibedakan berdasarkan predileksi tempatnya serta efloresensi yang dominan,
contohnya pitiriasis rosea inversa,giganta, irritate, vesicular, papular dan lain
sebagainya. Tidak ada tes laboratorium yang menunjang diagnosa pitiriasis rosea.
Pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan bertujuan untuk menyingkirkan
diagnosa banding sifilis sekunder karena keduanya cukup sulit untuk dibedakan
terutama pada tipe pitiriasis rosea yang atipikal (tidak khas). Beberapa penyakit yang
menyerupai gambaran klinis pitiriasis rosea selain sifilis sekunder diantaranya
pitiriasis versikolor, tinea korporis, psoriasis, dermatitis seboroik,erupsi obat, lichen
planus, dan lain sebagainya. Diagnosa pitiriasis rosea dapat ditegakkan melalui
anamnesa dan pemeriksaan klinis.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., editor.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.
Edisi ketga. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002: 180-
81
2. Siregar RS. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi
II.ECG.Jakarta.2004.p.100-03
3. Rassner, steinert. Buku Ajar dan Atlas Dermatologi. Edisi keempat. Jakarta :
EGC,1995:153-4
4. Wolff K., johnson R.A. pityriasis Rosea in fitzpatricks Color Atlas and
Synopsis of Clinical Dermatology.sixth edition.New York : Mc Graw Hill,
2009 : 118-9
5. Mansjoer A., Suprohaita, Wardhani W.I.,Setiowulan W., editor. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi ketiga jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2009 :120-1.
6. Lazarus G.S., Goldsmith L.A.Diagnosis of Skin Disease. Philadelphia :
F.A.Davis Company, 1981 :204.
7. Allen R.A., Schwartz A.R.Pityriasis Rosea.available at
http://emedicine.medscape.com/article/.accesses on 25 February 2017.
8. Stulberg L.D, Wolfey J. Pityriasis Rosea. Available at
http://aafp.org/afp2004/0101/p87.html. accessed on 25 February 2017.
9. Montemayor M.M. Pityriasis Rosea.available at
http://www.doctorsofusc.com/condition/document/96735. accessed on 25
February 2017.
10. Bandyopadhyay D. Pityriasis Rosea. Available at
http://dermind.tripod.com/pr.htm. accessed on 25 February 2017.

17
11. Vorvick L., Zieve D. Pityriasis Rosea. Available at
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/. Accessed on 25 February
2017.
12. Brown R.G.,Burns T. Lecture Notes on Dermatology. Edisi kedelapan.
Jakarta : Erlangga,2005 :158-9
13. Schalock P.C.Pityriasis Rosea. Available at
http://www.merck.com.mmhe/sec18/ch203/ch203j.htm.accessed on07
Agustus 2011
14. Schaumburg. Pityriasis Rosea. Available at
http://www.aad.org/piblic/publications/pamphlets/common_pityriasis.html.
accessed on on 25 February 2017.
15. Brannon H. Pityriasis. Available at
http://dermatology.about.com/od/infectionvirus/a/pityr_rosea.html. accessed
on on 25 February 2017.

18

You might also like