Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 16

ontoh Khutbah Jumat Singkat terbaru

2017 Menjadi Pribadi yang Bermanfaat


(Nafi'un Li Ghairihi)
Contoh Khutbah
Advertisement

Materi Khutbah Jum'at Singkat Terbaru 2017


Menjadi Pribadi yang Bermanfaat (Nafi'un Li Ghairihi)

.
.






*


Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Suatu hari, sepeninggal Rasulullah SAW, Abu Hurairah r.a. beritikaf di masjid Nabawi. Ia
tertarik ketika mengetahui ada seseorang di masjid yang sama, duduk bersedih di pojok
masjid. Abu Hurairah pun menghampirinya. Menanyakan ada apa gerangan hingga ia tampak
bersedih. Setelah mengetahui masalah yang menimpa orang itu, Abu Hurairah pun segera
menawarkan bantuan.

Mari keluar bersamaku wahai saudara, aku akan memenuhi keperluanmu, ajak Abu
Hurairah.
"Apakah kau akan meninggalkan i'tikaf demi menolongku?" tanya orang tersebut terkejut.
Ya. Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Sungguh berjalannya
seseorang diantara kamu untuk memenuhi kebutuhan saudaranya, lebih baik baginya
daripada i'tikaf di masjidku ini selama sebulan

Sabda Rasulullah SAW itu diriwayatkan oleh Thabrani & Ibnu Asakir. Dishahihkan Al
Albani dalamAs-Silsilah As-Shahihah.

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Sebagaimana Abu Hurairah, seorang Muslim seharusnya juga memiliki keterpanggilan untuk
menolong saudaranya, memiliki jiwa dan semangat memberi manfaat kepada sesama,
memiliki karakter Nafiun li ghairihi.
Kebaikan seseorang, salah satu indikatornya adalah kemanfaatannya bagi orang lain.
Keterpanggilan nuraninya untuk berkontribusi menyelesaikan problem orang lain. Bahkan
manusia terbaik adalah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain.

Rasulullah SAW bersabda:


Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (HR. Ahmad, Thabrani,
Daruqutni. Dishahihkan Al Albani dalam As-Silsilah As-Shahihah)

Seorang Muslim, setelah ia membingkai kehidupannya dengan misi ibadah kepada Allah
semata, sebagaimana petunjuk Allah dalam surat Adz Dzariyat ayat 56, maka orientasi
hidupnya adalah memberikan manfaat kepada orang lain, menjadi pribadi yang bermanfaat
bagi sesama, nafiun li ghairihi. Karenanya, Hasan Al Banna memasukkan nafiun li ghairihi
ini sebagai salah satu karakter, sifat, muwashafat, yang harus ada pada diri seorang Muslim.

Siapapun Muslim itu, di manapun ia berada, apapun profesinya, ia memiliki orientasi untuk
memberikan manfaat bagi orang lain. Seorang Muslim bukanlah manusia egois yang hanya
mementingkan dirinya sendiri. Ia juga peduli dengan orang lain dan selalu berusaha
memberikan manfaat kepada orang lain.

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa seharusnya setiap persendian manusia mengeluarkan
sedekah setiap harinya. Dan ternyata yang dimaksud dengan sedekah itu adalah kebaikan,
utamanya kebaikan dan kemanfaatan kepada sesama.

Rasulullah SAW bersabda:














Setiap persendian manusia diwajibkan untuk bersedekah setiap harinya mulai matahari terbit.
Berbuat adil antara dua orang adalah sedekah. Menolong seseorang naik ke atas
kendaraannya atau mengangkat barang-barangnya ke atas kendaraannya adalah sedekah.
Berkata yang baik adalah sedekah. Begitu pula setiap langkah berjalan untuk menunaikan
shalat adalah sedekah. Serta menyingkirkan suatu rintangan dari jalan adalah sedekah. (HR.
Bukhari)

Demikianlah Muslim. Demikianlah Mukmin. Ia senantiasa terpanggil untuk menjadi pribadi


yang bermanfaat bagi orang lain, nafi'un li ghairihi. Seorang Muslim yang menjadi pedagang
atau pebisnis, orientasinya bukanlah sekedar meraup untung sebesar-besarnya, tetapi
orientasinya adalah bagaimana ia memberikan manfaat kepada orang lain, membantu mereka
memperoleh apa yang mereka butuhkan. Dengan demikian, pedagang dan pebisnis Muslim
pantang menipu customernya, ia bahkan memberikan yang terbaik kepada mereka, dan pada
saat dibutuhkan menjadi konsultan serta memberikan pilihan-pilihan yang lebih baik.

Seorang Muslim yang menjadi guru, orientasinya bukanlah sekedar mengajar lalu setiap
bulan mendapatkan gaji, tetapi orientasinya adalah bagaimana ia memberikan manfaat terbaik
kepada peserta didiknya, ia mengasihi mereka seperti mengasihi putranya sendiri, dan ia
selalu memikirkan bagaimana cara terbaik dalam melakukan pewarisan ilmu sehingg peserta
didiknya lebih cerdas, lebih kompeten dan berkarakter.

Seorang Muslim yang menjadi dokter, orientasinya adalah bagaimana ia memberikan


pelayanan terbaik kepada pasiennya, ia sangat berharap kesembuhan dan kesehatan mereka,
melakukan yang terbaik bagi kesembuhan dan kesehatan mereka.

Jama'ah Sholat jum'at yang dirahmati Allah,

Kelihatannya, memberikan manfaat kepada orang lain, membantu dan menolong sesama itu
membuat waktu kita tersita, harta kita berkurang, tenaga dan pikiran kita terporsir. Namun
sesungguhnya, saat kita memberikan manfaat kepada orang lain, pada hakikatnya kita sedang
menanam kebaikan untuk diri kita sendiri. Jika kita menolong orang lain, Allah akan
menolong kita.

Allah SWT berfirman:



Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri (QS. 17:7)

Rasulullah SAW bersabda:



Barangsiapa membantu keperluan saudaranya, maka Allah membantu keperluannya.
(Muttafaq 'alaih)

Jika kita menolong dan membantu sesama, pertolongan dari Allah bukan sekedar di dunia,
tetapi juga di akhirat. Jika kita memberikan manfaat kepada orang lain, Allah memudahkan
kita bukan hanya dalam urusan dunia, tetapi juga pada hari kiamat kelak.

Rasulullah SAW bersabda:





Siapa yang menyelesaikan kesulitan seorang mumin dari berbagai kesulitan2 dunia, Allah
akan menyelesaikan kesulitan2nya di hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan orang yang
sedang kesulitan niscaya akan Allah mudahkan baginya di dunia dan akhirat (HR. Muslim)

Sidang jum'at yang dirahmati Allah,

Dengan apa kita memberikan manfaat kepada orang lain? Dalam bentuk apa nafi'un li
ghairihi kita wujudkan? Sesungguhnya setiap manusia memiliki banyak potensi untuk itu.

Pertama, dengan ilmu. Yakni ilmu yang dianugerahkan Allah kepada kita, kita bagikan
kepada orang lain. Kita mengajari orang lain, melatih orang lain, dan memberdayakan
mereka. Ilmu ini tidak terbatas pada ilmu agama, tetapi juga ilmu dunia baik berupa
pengetahuan, keterampilan hidup, serta keahlian dan profesi.

Kedua, dengan harta. Kita manfaatkan harta yang dianugerahkan Allah untuk membantu
sesama. Yang wajib tentu saja adalah dengan zakat ketika harta itu telah mencapai nishab dan
haulnya. Setelah zakat ada infaq dan sedekah yang memiliki ruang lebih luas dan tak terbatas.

Ketiga, dengan waktu dan tenaga. Yakni ketika kita mendengar keluhan orang lain,
membantu mereka melakukan sesuatu, membantu menyelesaikan urusan mereka, dan
sebagainya.

Keempat, dengan tutur kata. Yakni perkataan kita yang baik, yang memotivasi, yang
menenangkan dan mengajak kepada kebaikan.

Kelima, dengan sikap kita. Sikap yang paling mudah adalah keramahan kita kepada sesama,
serta senyum kita di hadapan orang lain. Sederhana, mudah dilakukan, dan itu termasuk
memberikan kemanfaatan kepada orang lain.

Kelima hal nafi'un li ghairihi itu, jika kita lakukan dengan ikhlas, Allah akan membalasnya
dengan kebaikan dan pahala.


Maka barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sebesar dzarrah-pun, ia akan mendapatkan
balasannya (QS. Al Zalzalah:7)
Teks Kutbah jumat Kedua yang singkat 2017 Menjadi Pribadi yang
)Bermanfaat (Nafi'un Li Ghairihi




.

*






.

.
.





.












.


.


.


.



.




:


Untuk mendapatkan file khutbah ini silahkan buka link berikut: http://bit.ly/1lBaNz7. Materi
ini pernah Disampaikan di Masjid Trans Studio Makassar pada tanggal 14 Februari 2014.

KHUTBAH JUMAT (Membentuk Muslim Sejati)

MEMBENTUK MUSLIM SEJATI


Oleh: Marhadi Muhayar, Lc., M.A

Khutbah Pertama










.
Hadirin sidang Jumat yang dimuliakan oleh Allah Swt
Selaku khatib Jumat kali ini, izinkanlah saya berwasiat baik bagi diri saya pribadi, maupun
bagi hadirin sekalian, untuk selalu meningkatkan keimanan dan ketakwaan diri kita kepada
Allah Swt. Lebih dari 50 kali di dalam Al-Quran Allah Swt berfirman: Ittaqullh,
bertakwalah kamu sekalian kepada Allah! Pengulangan yang teramat sering ini menunjukkan
bahwa, takwa sangatlah penting artinya bagi setiap muslim. Karena hanya dengan takwa
kepada Allah sajalah, kita akan dapat hidup bahagia, baik di dunia ini maupun di akhirat.

Melalui khutbah Jumat kali ini, saya ingin menyampaikan sebuah materi tentang bagaimana
kiat membentuk diri ini menjadi seorang muslim sejati?

Masyiral muslimn rahimakumullh...


Saat ini, banyak orang mengaku dirinya sebagai muslim. Data statistik dunia terakhir
menunjukan ada 1,7 milyar lebih di dunia ini jumlah penduduk dunia yang beragama Islam.
Tapi, dari sekian jumlah yang ada itu, sangat sedikit yang memiliki kepribadian sebagai
seorang muslim. Selebihnya, mempunyai kepribadian terpisah (split personality). Orang
semacam ini agamanya saja sebagai muslim, namun, perilaku, sikap, dan tindakannya sama
sekali tidak menunjukkan keislamannya. Kalau demikian adanya, bagaimana Islam dapat
menjadi rahmah? Jika para pemeluknya tidak memahami, menghayati dan mengamalkan
Islam? Persis seperti apa yan telah disinggung oleh rasulullah Saw:

:






)3745 : (

Rasulululullah Saw bersabda: suatu saat nanti kalian akan dikeroyoki oleh berbagai suku
bangsa seperti mereka mengeroyoki makanan. Salah seorang bertanya: Apakah kami saat
itu minoritas ya Rasululullah? Tidak, jawab Rasulullah, bahkan kalian saat itu mayoritas,
tetapi hanya bagai busa. Allah hilangkan rasa takut di hati musuh-musuh kalian dan Allah
tumbuhkan di dalam hati kalian kehinaan! Lantas ada yang bertanya: Kehinaan bagaimana
ya Rasululullah? Nabi pun menjawab: cinta dunia dan takut mati.

Lihatlah kondisi masyarakat kita saat ini yang berada dalam keadaan lemah, hina, rendah diri,
terbelakang, dan ditimpa berbagai krisis maupun perpecahan. Lengkap sudah segala
penderitaan yang ada, berbagai simbol negatif pun tersematkan di dada-dada bangsa kita,
bangsa yang tidak beradab dan tidak bermoral! Padahal dahulu Indonesia di kenal sebagai
bangsa yang sangat santun dan welas asih! Mengapa ini bisa terjadi? Nyawa manusia lebih
rendah harganya dari sekarung beras. Hanya karena gara-gara dituduh mencuri uang sepuluh
ribu rupiah, seseorang dapat menemui kematiannya. Atau hanya karena sepedanya dipinjam
tanpa ijin, seseorang berani membunuh kawan sekerjanya sendiri. Di mana-mana kerusakan
merajalela, kebodohan, dekadensi moral dan hal-hal negatif lainnya. Indonesia telah
mengalami krisis diberbagai aspek kehidupan, krisis multi dimensial!

Kondisi semacam ini tidak mungkin terus menerus dibiarkan. Siapapun yang merasa sebagai
muslim yang memiliki ghirah (semangat) keislaman, tidak akan merelakan hal ini. Agama
kita bukan agama fardiyah (individual), tetapi agama pemersatu (ummatan wahidah), bahkan
satu jasad. Jika sakit salah satu anggota tubuh, maka yang lain akan merasakannya. Islam
bukan hanya agama ibadah. Tetapi merupakan the way of life (jalan hidup) yang paripurna,
mengatur segala urusan dunia-akhirat. Agama kita mengajak kepada wihdah (persatuan), al-
quwwah (kekuatan), al izzah (harga diri), al-adl (keadilan), dan juga kepada jihad
(perjuangan).

Maka, misi risalah Islam yang rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam) ini bertujuan
untuk memberikan hidayah (petunjuk) manusia pada agama yang haq, yang diridhoi Allah.
Fungsi Islam yang menyejukkan bagi seluruh umat manusia ini, tidak mungkin terwujud,
kecuali jika benar-benar diamalkan oleh orang-orang yang memiliki kepribadian, atau
mempunyai jati diri sebagai seorang muslim. Karenanya, semua itu pasti berawal dari diri,
lalu keluarga, masyarakat dan lingkungan.

Sebagaimana kita tahu, hidup merupakan suatu perjalanan dari satu titik ke titik yang lain,
beranjak dari garis masa lalu, melewati masa kini, untuk menuju masa depan. Masa lalu
adalah sebuah sejarah, masa kini adalah realita dan masa yang akan datang adalah cita-cita.
Sebagai seorang muslim, tentunya kita tidak akan membiarkan hidup ini sia-sia. Hidup di
dunia ini menjadi terlalu singkat jika hanya dipenuhi dengan keluhan-keluhan, kegelisahan,
rasa pesimis dan angan-angan. Jiwa-jiwa seperti itu,tidak mencerminkan jati diri seorang
muslim sejati. Rasulullah Saw bersabda:

Seorang muslim tidak akan pernah ditimpa kecuali kebaikan, apabila ditimpa kejelekan ia
bersabar, dan jika dilimpahkan kenikmatan ia bersyukur.

Seorang Muslim tidak akan pernah mengeluh menghadapi kehidupan, karena ia telah
memiliki kepribadian yang utuh dalam menghadapi segala macam ujian hidup.

Untuk menjadi pribadi muslim sejati, sesuai dengan apa yang digariskan oleh Islam, sudah
semestinya memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan tuntunan Al-Quran dan Al-Hadits, juga
telah dipraktekkan oleh para Sahabat Nabi maupun salafus shleh, yaitu pribadi yang sikap,
ucapan dan tindakannya terwarnai oleh nilai-nilai yang datang dari Allah Swt dan rasul-Nya.
Nilai-nilai tersebut, jika disederhanakan, setidaknya ada sepuluh sifat yang mesti melekat di
dalam diri seorang muslim:

1. Salmatul aqdah (Keyakinan yang benar)


Hidup di dunia ini bagai orang yang tengah mengadakan suatu perjalanan. Coba anda
bayangkan, seandainya dalam suatu perjalanan anda tidak mengetahui arah mana yang akan
anda tuju. Di terminal bus, di dermaga, atau di bandara, anda terduduk sambil bertanya
hendak kemanakah diri ini harus pergi? Apa yang akan terjadi? Sudah bisa dipastikan anda
akan mudah tersesat. Mengapa? Karena anda tidak mempunyai keyakinan pasti untuk sampai
kepada suatu tujuan. Demikian halnya dengan perjalanan seorang muslim di dunia ini, dia
harus mempunyai keyakinan yang lurus, sebagai sarat untuk dapat sampai kepada tujuannya.

Ada enam hal yang membuat seorang muslim yakin terhadap tujuan perjalanannya. Iman
(yakin) kepada keberadaan Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, Hari akhir, dan Qadla-Qadar.
Sebagaimana Sabda nabi Saw:


:



Nabi Saw bertanya kepada Jibril As:Beritahukan aku tentang iman? Jibril menjawab:
Kamu beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab yang telah diturunkan-Nya, Rasul-
rasul-Nya, hari kiamat, dan kamu beriman kepada takdir yang baik maupun buruknya.

Keyakinan terhadap Allah membuat Muslim selalu dalam keadaan optimis akan pertolongan-
Nya. Yakin terhadap Malaikat membuat Muslim menyadari bahwa makhluk Allah yang
paling taat ini, akan selalu mencatat segala perbuatannya di dunia, sehingga amal perbuatan
Muslim selalu dipenuhi dengan hal-hal positif. Yakin terhadap kitab, membuat muslim selalu
membaca panduan hidupnya setiap saat. Yakin terhadap Rasul, membuat Muslim
memantapkan langkahnya hidup di dunia, bahwa Allah tidak meninggalkannya tanpa
pemandu perjalanan yang panjang ini. Yakin terhadap hari akhir, membuat muslim tahu akan
tujuan akhirnya. Iman kepada qadla dan qadar membuat muslim menyadari akan tanggung
jawabnya hidup di dunia, sehingga tidak terjatuh pada keyakinan jabariyah atau keyakinan
qadariyah.

2. Shihhatul Ibdah (Ibadah yang benar)


Anda sekarang sudah yakin dengan perjalanan yang sedang anda lakukan ini. Tinggal
bagaimana anda harus melaluinya dengan baik, sehingga tidak tersesat. Karenanya, ibadah
adalah implementasi dari sebuah keyakinan. Yang perlu kita sadari adalah, bahwa ibadah
dalam Islam bukanlah merupakan taklif (pembebanan), melainkan tasyrif (pemuliaan) dari
Allah Swt. Ketika seorang manusia dijuluki oleh Allah ibadullah, maka ia termasuk orang-
orang yang dikasihi-Nya.

Ibadah dalam Islam bukan hanya mencakup ritual keagamaan semata, semisal: shalat, zakat,
puasa dan haji, tetapi semua lini kehidupan di dalam memakmurkan dunia ini yang tidak
bertentangan dengan landasan Al-Quran dan Sunnah, semisal mencari nafkah secara halal,
berhubungan baik dengan keluarga, menuntut ilmu dan lain sebagainya. Sebagaimana
firmannya:






)10 :)
Jika shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, carilah karunia
Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung.

Demikianlah, seorang Muslim harus memahami arti ibadah dengan benar. Ibadah yang benar
lahir dari aqidah yang benar. Ibadah yang benar adalah ibadah yang membawa pengaruh bagi
dirinya, orang lain dan melahirkan ketaqwaan.

3. Matnul Khulq (Akhlaq yang kokoh)


Memang, menjadi orang baik itu sulit, namun amat mudah bagi yang memiliki tekad dan
kemauan. Awal dari segala sesuatu itu susah. Namun, jika anda sudah terbiasa, anda tidak
akan pernah mengatakannya sulit. Ingatkah Anda ketika pertama kali anda belajar naik
sepeda? Mungkin anda pernah berfikir, bagaimana caranya menjalankan sepeda yang hanya
mempunyai dua roda. Pertama yang anda lakukan adalah duduk di sadel, menurunkan kedua
kaki di tanah, dan tangan memegang kendalinya. Semuanya berjalan dengan baik. Lalu, salah
satu dari anda mulai untuk menggenjot sadel di satu sisinya. Anda gugup, baru beberapa
meter, anda kehilangan kendali dan ups terjatuh.

Setelah beberapa kali mencobanya, anda sudah mulai terbiasa memegang kendali, menjaga
keseimbangan dan menggenjot pedal dengan nyaman. Anda sudah lupa, kesulitan pertama
kali menjalankannya, dan ternyata naik sepeda itu nikmat. Demikianlah, ketika anda berlatih
mengendalikan diri, membiasakan dengan hal-hal yang baik, dan menjauhi sikap-sikap yang
tidak berguna. Semakin dibiasakan, perilaku itu keluar dengan sendirinya secara otomatis.
Inilah yang disebut akhlaq, yaitu perilaku yang keluar secara otomatis, dan mencerminkan
ekspresi diri seseorang di segala tempat dan waktu. Jadi, akhlaq bukanlah perilaku
kondisional, yang hanya diekspresikan pada waktu-waktu tertentu saja, tetapi memiliki
akhlak yang komit, tidak fluktuatif, dan tidak berubah dalam kondisi bagaimana pun. Allah
Swt berfirman:

(4 : )
"Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung". (QS. Al-Qalam :4)

4. Tsaqfatul Fikr (Wawasan pengetahuan yang luas)


Menjalani kehidupan di dunia ini tidak hanya sekedar mengandalkan keyakinan, ibadah dan
akhlaq. Siapapun orangnya, ketika sedang melakukan perjalanan pasti membutuhkan
pengetahuan tentang apa yang sedang ia tuju. Ketika anda hendak beranjak ke Kairo,
misalnya, anda tentu mencari informasi tentang kondisinya, cuacanya, budayanya,
makanannya, dan hal-hal lain yang perlu anda persiapkan sejak dini. Dengan informasi itulah
anda mampu mengira-ngira apa yang dapat anda kerjakan sekarang, untuk persiapan nanti.

Begitu pula halnya dengan kehidupan yang sedang kita jalani ini. Anda tentu membutuhkan
informasi-informasi yang diperlukan dalam melanjutkan perjalanan hidup. Wawasan itulah
yang akan memandu perjalanan hidup anda. Proses yang sedang anda jalani dalam hidup ini
juga tidak lepas dari pengalaman-pengalaman yang akan menjadi guru terbaik bagi anda.
Allah Swt berfirman:


)9 : (



Katakanlah: Apakah sama antara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang
yang tidak mengetahui? Sesunguhnya hanya orang-orang yang berakallah yang dapat
menerima pelajaran.

Karenanya, bagi seorang muslim, mencari ilmu pengetahuan merupakan salah satu
kewajiban.

5. Quwwatul Badn (Tubuh yang kuat)


Kesempurnaan itu dambaan setiap orang. Masing-masing akan mencoba mencapai
kesempurnaan diri, sesuai dengan kemampuannya. Dengan kekuatan itulah setiap orang akan
berusaha mencapai keseimbangannya. Seahli apapun anda mengendarai sepeda, jika ban di
rodanya kempes, tentu anda tidak akan dapat berbuat banyak, hingga ban itu baik kembali.

Karenanya, persiapkanlah jasmani Anda sebaik mungkin untuk dapat melanjutkan perjalanan
anda secara vit dam prima. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam
yang harus dilaksanakan dengan fisik yang sehat dan kuat. Apalagi berjihad di jalan Allah
dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya. Nabi bersabda:


:



( )
"Mukmin yang kuat adalah lebih baik dan lebih aku cintai daripada mukmin yang lemah.
(HR. Muslim, Ibnu majah dan Imam Ahmad)

Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan
pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Namun demikian, sakit
tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi.

6. Al-Qudrah ala al-Kasbi (Mampu mencari nafkah)


Sekarang, anda sudah sedikit-banyak, mengerti tentang bagaimana seharusnya menempuh
perjalanan hidup ini. Sebagaimana seseorang yang sedang dalam perjalanan, anda harus
mempunyai dua bekal. Pertama, bekal persiapan untuk tujuan akhir nanti setelah sampai
tujuan. Yang kedua, bekal dalam perjalanan.

Nah, begitu pula di dunia ini. Hidup di dunia adalah suatu perjalanan, tujuan kita adalah
akhirat. Namun, persiapan bekal untuk akhirat, tidak menutup kita untuk mempersiapkan
bekal dalam perjalanan hidup di dunia ini untuk diri sendiri dan keluarga. Rasulullah pernah
mengingatkan kita untuk bisa menyeimbangkan antara keduanya. Bekerjalah untuk
duniamu, seakan-akan kau akan hidup selamanya. Dan beramal buat akhiratmu, seakan-akan
kau akan menemui ajal esok pagi.

Agama kita melarang umatnya untuk bersikap santai, bermalas-malasan dan bertopang dagu.
Para sahabat mencontohkan, jika terdengar adzan maka mereka segera ke masjid, jika selesai
melaksanakan kewajibannya maka mereka kembali bertebaran di muka bumi untuk kembali
melanjutkan usahanya sambil berdoa,Ya Allah, kami telah memenuhi panggilan-Mu dan
telah melaksanakan apa yang telah Engkau wajibkan, sekarang kami menyebar (berusaha)
sebagaima Engkau perintahkan, maka berilah kami rizki karena Engkaulah sebaik-baik
Pemberi Rizki.

7. Nfian li Ghairihi (Bermanfaat bagi lainnya)


Banyak orang yang menyangka, bahwa keberhasilan adalah semata-mata kesuksesan yang
diperoleh seseorang secara individu. Kita akan merasa bangga telah berhasil memperoleh
gelar sarjana, majister, atau bahkan doktor. Atau kita merasa bangga telah memperoleh
keuntungan bermilyar-milyar, masuk dalam kantong sendiri. Benarkah itu yang disebut
keberhasilan dalam pribadi seorang Muslim?

Seorang muslim yang berhasil adalah yang mampu menjadi pelita bagi sekelilingnya. Ia
mampu menerangi keluarga dan masyarakatnya, dengan sikap, perilaku, ilmu, harta, dan amal
nyata. Pantulan dirinya sebagai muslim benar-benar dirasakan, sehingga dapat menebar
kesejukan orang-orang yang bersamanya. Sebaik-baik muslim adalah yang bisa memberi
manfaat bagi orang lain. Relevan dengan sabda Rasulullah Saw:

) (
Sebaik-baik kalian adalah orang yang selalu diharapkan kebaikannya dan aman dari
kejahatannya, adapun seburuk-buruk kalian adalah orang yang tidak diharapkan kebaikannya
dan tidak aman dari kejahatannya. (HR. Ahmad)

8. Hrisan ala waqtihi (Mampu mengatur waktu)


Allah SWT banyak bersumpah di dalam Al Qur'an dengan menyebut nama waktu seperti wal
fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan seterusnya.

Banyak masalah yang timbul, karena seseorang tidak mampu mengatur waktunya dengan
baik. Ia tidak bisa mencapai target dari rencana. Ia kehilangan beberapa momen penting,
hanya karena waktu yang telah berlalu begitu saja di hadapannya. Untuk itu, pribadi Muslim
selalu siap dengan situasi dan waktu. Ia dapat mengatur seberapa banyak waktu untuk
beribadah mahdhah, dan untuk bermuamalah. Semuanya perlu diatur sehingga seimbang.

Waktu adalah kehidupan, sehingga orang yang tidak bisa mengatur waktu akan kehilangan
momen hidupnya, bahkan bisa tergilas dengan waktunya sendiri. Sebagaimana pepatah Arab
mengatakan:

!
Waktu itu bagaikan sebilah pisau, jika tidak kamu gunakan untuk memotong, niscaya ia
yang akan memotongmu!

Sehingga seorang muslim tidak akan menjadi manusia yang merugi sebagaimana yang
disinyalir dalam QS. Al Ashr:1-3.

9. Munzhzhoman fi syunihi (Mampu mengatur urusannya)


Hidup kita di dunia ini penuh dengan berbagai aktifitas yang luar biasa banyaknya. Karena
itu, sebagai seorang muslim harus pandai untuk memilah dan memilih, mana saja aktifitas
yang sesuai dengan pandangan hidupnya sebagai seorang muslim berdasarkan skala prioritas.
Karena pada prinsipnya, tugas atau kewajiban itu lebih banyak daripada waktu yang tersedia.

Dengan kata lain, suatu urusan mesti dikerjakan secara profesional. Apapun yang dikerjakan,
profesionalisme harus selalu diperhatikan. Nabi bersabda:

10. Mujhidan linafsihi (Berjuang melawan hawa nafsu)


Mujhadatunnafs merupakan salah satu upaya yang mesti bagi setiap pribadi muslim, karena
setiap manusia memiliki kecenderungan kepada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan
kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya tekad dan
kesungguhan. Karena hawa nafsu adalah sebesar-besarnya jihad di dalam Islam, seperti apa
yang telah dikatakan oleh Sayidina Ali Karamallahu wajhah sepulangnya dari peperangan
Badar Al-Kubra yang dahsyat dengan mengatakan masih ada jihad yang lebih besar lagi
daripada peperangan yang baru saja berlalu. Dalam kesempatan lain Nabi Saw mengatakan:
( )
"Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa
)yang aku bawa (ajaran Islam)". (HR. Hakim

Demikianlah sepuluh sifat yang harus dimiliki oleh setiap muslim agar menjadi muslim sejati
sebagaimana yang digariskan oleh Al-Quran dan Sunnah. Hal tersebut tidak akan kita miliki,
kecuali dengan amal usaha yang sungguh-sungguh, melalui pendidikan dan pengarahan yang
intensif secara berkesinambungan dan kontinyu, hingga akhir hayat kita. Orang yang
memiliki kesepuluh sifat ini, insya Allah dapat diandalkan dalam memikul Misi Risalah
Islam. Dengan kesepuluh sifat ini, Islam akan benar-benar memancarkan rahmatan lil
alamin..
.






.

Khutbah Kedua





.
. .
Hadirin sidang Jumat yang dimuliakan oleh Allah Swt...
Saat ini, ummat sangat membutuhkan pribadi-pribadi yang dapat menyelamatkan mereka dari
kebingungan, keterpecahan dan keterpurukan. Siapa lagi kalau bukan anda? Diharapkan kita
semua menjadi orang yang dapat menyelesaikan masalah, bukan malah sebaliknya, menjadi
?! orang yang bermasalah atau suka bikin masalah

.


.

.

.
.
.



.
.
!
Diposkan oleh Marhadi Muhayar, Lc.,
10 MUWASHOFAT (KEPRIBADIAN) MUSLIM hasan al-banna

Al-Qur'an dan Sunnah merupakan dua pusaka Rasulullah saw yang harus selalu dirujuk oleh
setiap muslim dalam segala aspek kehidupan. Satu dari sekian aspek kehidupan yang
amat penting adalah pembentukan dan pengembangan peribadi muslim. Peribadi
muslim yang dikehendaki oleh Al-Qur'an dan sunnah adalah pribadi yang shaleh,
peribadi yang sikap, ucapan dan tindakannya terwarnai oleh nilai-nilai yang datang
dari Allah Swt.

Hasan Al Banna merumuskan 10 karakteristik muslim yang dibentuk didalam


madrasah tarbawi. Karakteristik ini seharusnya yang menjadi ciri khas dalam
diri seseorang yang mengaku sebagai muslim, yang dapat menjadi furqon
(pembeda) yang merupakan sifat-sifat khususnya (muwashofat).

1. Salimul Aqidah

Aqidah yang bersih (salimul aqidah) merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap
muslim. Dengan aqidah yang bersih, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat
kepada Allah Swt dan dengan ikatan yang kuat itu dia tidak akan menyimpang dari
jalan dan ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kebersihan dan kemantapan aqidah,
seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada Allah sebagaimana
firman-Nya yang artinya: Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semua
bagi Allah Tuhan semesta alam (QS 6:162).

Karena memiliki aqidah yang salim merupakan sesuatu yang amat penting, maka dalam
dawahnya kepada para sahabat di Makkah, Rasulullah Saw mengutamakan
pembinaan aqidah, iman atau tauhid.

2. Shahihul Ibadah.

Ibadah yang benar (shahihul ibadah) merupakan salah satu perintah Rasul Saw yang
penting, dalam satu haditsnya; beliau menyatakan: shalatlah kamu sebagaimana
kamu melihat aku shalat. Dari ungkapan ini maka dapat disimpulkan bahwa dalam
melaksanakan setiap peribadatan haruslah merujuk kepada sunnah Rasul Saw yang
berarti tidak boleh ada unsur penambahan atau pengurangan.
3. Matinul Khuluq.

Akhlak yang kokoh (matinul khuluq) atau akhlak yang mulia merupakan sikap dan prilaku
yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun
dengan makhluk-makhluk-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia
dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat.

Karena begitu penting memiliki akhlak yang mulia bagi umat manusia, maka Rasulullah Saw
ditutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri telah mencontohkan kepada kita
akhlaknya yang agung sehingga diabadikan oleh Allah di dalam Al-Quran, Allah
berfirman yang artinya: Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang
agung (QS 68:4).
4. Qowiyyul Jismi.

Kekuatan jasmani (qowiyyul jismi) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang harus
ada. Kekuatan jasmani berarti seorang muslim memiliki daya tahan tubuh sehingga
dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat,
puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan
dengan fisik yang sehat atau kuat, apalagi perang di jalan Allah dan bentuk-bentuk
perjuangan lainnya.
Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan
pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian,
sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi,
dan jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Karena kekuatan jasmani juga
termasuk yang penting, maka Rasulullah Saw bersabda yang artinya:Mumin yang kuat
lebih aku cintai daripada mumin yang lemah (HR. Muslim).
5. Mutsaqqoful Fikri

Intelek dalam berpikir (mutsaqqoful fikri) merupakan salah satu sisi pribadi muslim yang
penting. Karena itu salah satu sifat Rasul adalah fatonah (cerdas) dan Al-Quran
banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia untuk berpikir, misalnya
firman Allah yang artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang, khamar dan judi.
Katakanlah: pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi
manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya. Dan mereka bertanya
kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: Yang lebih dari keperluan.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir (QS
2:219).

Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai
dengan aktivitas berpikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan
keislaman dan keilmuan yang luas. Bisa kita bayangkan, betapa bahayanya suatu
perbuatan tanpa mendapatkan pertimbangan pemikiran secara matang terlebih
dahulu.
Oleh karena itu Allah mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas
seseorang sebagaimana firman-Nya yang artinya: Katakanlah: samakah orang yang
mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?, sesungguhnya orang-orang yang
berakallah yang dapat menerima pelajaran (QS 39:9).
6. Mujahadatul Linafsihi.

Berjuang melawan hawa nafsu (mujahadatul linafsihi) merupakan salah satu kepribadian
yang harus ada pada diri seorang muslim, karena setiap manusia memiliki
kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada
yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan dan
kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu.

Oleh karena itu hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk
pada ajaran Islam, Rasulullah Saw bersabda yang artinya: Tidak beriman seseorang
dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa
(ajaran islam) (HR. Hakim).
7. Harishun Ala Waqtihi.

Pandai menjaga waktu (harishun ala waqtihi) merupakan faktor penting bagi manusia. Hal
ini karena waktu itu sendiri mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan
Rasul-Nya. Allah Swt banyak bersumpah di dalam Al-Quran dengan menyebut nama
waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan sebagainya.

Allah Swt memberikan waktu kepada manusia dalam jumlah yang sama setiap, yakni 24
jam sehari semalam. Dari waktu yang 24 jam itu, ada manusia yang beruntung dan tak
sedikit manusia yang rugi. Karena itu tepat sebuah semboyan yang menyatakan:
Lebih baik kehilangan jam daripada kehilangan waktu. Waktu merupakan sesuatu
yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi.

Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk memanaj waktunya dengan baik,
sehingga waktu dapat berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia.
Maka diantara yang disinggung oleh Nabi Saw adalah memanfaatkan momentum lima
perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat
sebelum sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.
8. Munazhzhamun fi Syuunihi.

Teratur dalam suatu urusan (munzhzhamun fi syuunihi) termasuk kepribadian seorang


muslim yang ditekankan oleh Al-Quran maupun sunnah. Oleh karena itu dalam
hukum Islam, baik yang terkait dengan masalah ubudiyah maupun muamalah harus
diselesaikan dan dilaksanakan dengan baik. Ketika suatu urusan ditangani secara
bersama-sama, maka diharuskan bekerjasama dengan baik sehingga Allah menjadi
cinta kepadanya.

Dengan kata lain, suatu urusan dikerjakan secara profesional, sehingga apapun yang
dikerjakannya, profesionalisme selalu mendapat perhatian darinya. Bersungguh-
sungguh, bersemangat dan berkorban, adanya kontinyuitas dan berbasih ilmu
pengetahuan merupakan diantara yang mendapat perhatian secara serius dalam
menunaikan tugas-tugasnya.
9. Qodirun Alal Kasbi.

Memiliki kemampuan usaha sendiri atau yang juga disebut dengan mandiri (qodirun alal
kasbi)merupakan ciri lain yang harus ada pada seorang muslim. Ini merupakan sesuatu
yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya
baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian, terutama dari segi
ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena
tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Kareitu pribadi muslim tidaklah mesti
miskin, seorang muslim boleh saja kaya raya bahkan memang harus kaya agar dia bisa
menunaikan haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah, dan mempersiapkan masa depan
yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al-Quran
maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan yang sangat tinggi.

Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki
keahlian apa saja yang baik, agar dengan keahliannya itu menjadi sebab baginya
mendapat rizki dari Allah Swt, karena rizki yang telah Allah sediakan harus diambil dan
mengambilnya memerlukan skill atau ketrampilan.
10. Nafiun Lighoirihi.

Bermanfaat bagi orang lain (nafiun lighoirihi) merupakan sebuah tuntutan kepada setiap
muslim. Manfaat yang dimaksud tentu saja manfaat yang baik sehingga dimanapun
dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaannya karena bermanfaat besar.
Maka jangan sampai seorang muslim adanya tidak menggenapkan dan tidak adanya
tidak mengganjilkan. Ini berarti setiap muslim itu harus selalu berpikir,
mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa bermanfaat dalam hal-
hal tertentu sehingga jangan sampai seorang muslim itu tidak bisa mengambil peran
yang baik dalam masyarakatnya.
Dalam kaitan inilah, Rasulullah saw bersabda yang artinya: sebaik-baik manusia
adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain (HR. Qudhy dari Jabir).

Demikian secara umum profil seorang muslim yang disebutkan dalam Al-Quran dan hadits,
sesuatu yang perlu kita standarisasikan pada diri kita masing-masing.

You might also like