Makalah Analisis Kredit

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 32

Makalah

Analisis Kredit

ANALISIS KREDIT (PENDEKATAN ANALISIS KREDIT,


CREDIT APPROVAL PACKAGE, PEMBIAYAAN NASABAH
DENGAN PRINSIP SYARIAH)

KELOMPOK 15

MUSAWIRA (G111 13 521)

SATRIA IHRANI (G111 13 512)

MUH. SULHIDAYAT (G111 13 518)

JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Analisis kredit adalah suatu proses analisis kredit dengan menggunakan


pendekatan-pendekatan dan rasio-rasio keuangan untuk menentukan kebutuhan
kredit yang wajar.
Dalam kegiatan sehari-hari kita sudah mengenal kata kredit, mulai dari
kredit barang pecah belah yang dijajakan oleh tukang kredit dari rumah ke rumah
atau kredit bentuk uang yang diberikan oleh tukang-tukang ijon. Dalam sekala
lebih luas lagi kita juga mengenal kredit yang diberikan oleh perusahaan Leasing
atau Perbankan. Kemudian kita juga sudah mengenal setiap terjadi transaksi kredit
selalu berkaitan dengan angsuran atau cicilan dengan disertai jangka waktu dan
jumlah cicilan yang harus dibayar. Para pengambil kredit juga sudah paham
bahwa dalam cicilan kredir sudah mengandung pokok pinjaman dan bunga yang
harus dibayar. Istilah ini digunakan kepada para pengambil kredit adalah dengan
istilah debitur dan pihak pemberi kredit (bank) kita sebut kreditur atau dengan
arti lain debitur adalah penerima dana sedangkan kreditur adalah penyedia dana.
Peranan bank sebagai lembaga keuangan tidak pernah lepas dari masalah
kredit. Bahkan kegiatan bank sebagai lembaga keuangan, pemberian kredit
merupakan kegiatan utamanya. Besarnya jumlah kredit yang disalurkan akan
menentukan keuntungan bank. Jika bank tidak mampu menyalurkan kredit
sementara dana yang terhimpun dari simpanan banyak maka akan menyebabkan
bank tersebut rugi. Oleh karena itu pengelola kredit harus dilakukan dengan
sebaik-baiknya mulai dari perencanaan jumlah kredit, penentuan suku bunga,
prosedur pemberian kredit, analisis pemberian kredit sampai kepada pengendalian
kredit yang macet. Kegiatan pengelolaan kredit kita kenal istilah manajemen
kredit.
Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa pengertian manajemen kredit
adalah bagaimana mengelola pemberian kredit, mulai dari kredit tersebut
diberikan sampai dengan kredit tersebut lunas. Agar pengelolaan kredit tersebut
dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya maka kita terlebih dahulu harus mengenal
segala sesuatu yang berhubungan kredit. Perbedaan kredit yang diberikan oleh
tukang ijon atau lembaga keuangan lainnya dengan kredit yang diberikan oleh
bank terletak dalam bidang pengelolaan kreditnya.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Apa saja pendekatan-pendekatan dalam konsep analisis kredit
2. Bagaiman sarana paket analisis dan persetujuan kredit dalam konsep
analisis kredit?
3. Bagaimana teknik pembiayaan nasabah dengan prinsip syariah dengan
kaitannya dalam konsep analisis kredit.
BAB II
ISI

2.1 Pendekatan dalam Analisis Kredit

1. Penjelasan
Dalam setiap penyaluran kredit, bank perlu meyakini diri kemampuan dan
kesanggupan nasabah untuk melunasi utangnya sesuai dengan yang disepakati
atau diperjanjikan.
Dalam penilaian atau analisis permohonan kredit nasabah, dapat dilakukan
dengan beberapa pendekatan atau approach.
2. Pendekatan di dalam Analisis Kredit
Pendekatan yang dipakai didalam proses analisis kredit itu sendiri dapat
ditempuh melalui enam pendekatan yang akan mempunyai pengaruh terhadap
bentuk credit approval package (CAP). Pendekatan tersebut meliputi:
a. Character approach
Pemberian kredit dengan pendekatan karakter ini untuk orang orang
tertentu yang karakternya tidak diragukan lagi dan ini merupakan pengkreditan
yang paling murni karena pengkreditan sendiri merupakan suatu kepercayaan.
Pada dasarnya dalam pendekatan ini pemberian kredit didasarkan pada
kepercayaan atas reputasi karakter bisnis dari calon nasabah.
Pendekatan ini tepat bila digunakan apabila:
1) Bank telah mengenal dengan baik reputasi karakter dari calon nasabah;
2) Antara bank dengan calon nasabah masih dalam satu sector usaha
sehingga bank telah mengetahui ciri ciri system manajemen maupun
karakter pelaksananya.
Namun demikian, analisis dengan character approach ini umumnya
jarang diterapkan di bank, mengingat sulitnya melakukan penilaian karakter
seorang nasabah walaupun dalam praktik hal ini terjadi dilakukan atas dasar case
by case.
b. Collateral Approach
Pemberian kredit dengan pendekatan collateral ditujukan untuk nasabah
yang jaminannya sangat kuat dan likuid serta merupakan bentuk pendekatan yang
paling klasik dan paling sederhana. Dalam pendekatan ini kredit akan diberikan
apabila calon nasabah mempunyai jaminan kuat atau memadai, baik ditinjau dari
nilai ekonomis maupun nilai yuridisnya sehingga kreditnya menjadi aman.
Pendekatan ini tepat digunakan apabila:
1) Kredit dijamin oleh guarantee/standby L/C dari bank lain;
2) Kredit dijamin oleh surat-surat berharga (deposito atau sertifikat deposito)
yang belum jatuh tempo dan surat-surat berharga lain yang mudah
dipasarkan (marketable securities).
c. Repayment Approach
Pemberian kredit dengan pendekatan pelunasan (Repayment Approach)
yang bersifat self-liquidating (eenmalig) dimana sumber pelunasannya sudah jelas
dan dikuasai bank yang pada intinya adalah mendasarkan pada kemampuan
pelunasan utang nasabah.
Dalam pendekatan ini penilaian kemampuan pelunasan tidak hanya dilihat
dari sumber-sumber dana yang diciptakan oleh kegiatan usaha nasabah, melainkan
juga sumber dana lainnya, yaitu dari pihak ketiga atau dari likuidasi barang-
barang jaminan yang diserahkan oleh nasabah.
Pendekatan ini tepat digunakan apabila:
1) Kredit untuk bidang usaha kontraktor, dimana proses penagihan hasil
penyelesaian kontraknya telah diikat secara cessie;
2) Kredit untuk bidang usaha kontraktor, supplier dengan bouwheer,
BUMN/departemen/pemerintah yang pembayarannya langsung disalurkan
melalui atau dikuasai bank.
Apabila calon nasabah telah mempunyai administrasi keuangan yang
cukup baik dan dapat dipercaya, maka untuk melihat kemampuan calon nasabah
untuk melunasi kreditnya, dapat didasarkan pada estimasi cash flow dan
dibandingkan dengan estimasi soueces and uses of funds (sumber dan
penggunaan dana) calon nasabah yang bersangkutan.
d. Feasibility Approach
Pemberian kredit dengan pendekatan kelayakan proyek usaha calon
nasabah (feasibility) ditujukan untuk proyek-proyek nasabah yang memerlukan
penelaahan feasibility pada proyeknya secara teliti dan merupakan pemberian
kredit yang memerlukan sikap sangat berhati-hati bagi bank. Sering terjadi proyek
usaha yang akan dibiayai masih merupakan suatu rencana, belum ada realisasinya
secara konkret. Proyek akan dibiayai dengan kredit bank mungkin saja masih
beruap angan-angan calon nasabah atau baru berupa suatu usulan (project
proposal).
Dilain pihak, karakter calon nasabah yang bersangkutan belum banyak
diketahui oleh bank. Sebagian besar barang-barang yang akan dijadikan jaminan
kredit merupakan barang-barang modal yang akan dibeli dengan dana yang
berasal dari kredit yang diperoleh tersebut, serta tidak ada sumber dana untuk
pelunasan kredit yang berasal dari pihak lainnya.
Mengingat kondisi tersebut bank harus mampu menilai sejauh mana
proyek usaha calon sumber nasabah tersebut dapat melunasi semua kewajibannya
dengan sumber-sumber dana yang dapat dihimpun oleh usaha itu sendiri.
Suatu proyek akan mampu menghasilkan laba dan menghasilkan dana
untuk pelunasan kreditnya apabila proyek tersebut cukup feasible (dapat secara
layak dilaksanakan dengan baik sesuai dengan norma-norma bisnis yang berlaku).
Pendekatan ini tepat digunakan untuk usaha-usaha baru maupun lama yang
mempunyai prospek yang cerah di bidang industry, perdagangan, perkebunan,
jasa, dan lainnya.
e. Agent of Development Approach
Pemberian kredit dengan pendekatan ini didasarkan pada fungsi bank
sebagai agen pembangunan dari suatu system perekonomian. Dengan demikian,
bank akan melaksanakan fungsinya sebagai sarana moneter (monetary device) dari
penguasa moneter.
Pemberian kredit disini meliputi dua misi sekaligus, yaitu:
1) Sebagai badan usaha adalah untuk mencari laba;
2) Sebagai agen pembangunan lebih banyak bertindak dalam kegiatan pembinaan
(promotor) atas nasabahnya agar potensi nasabah dapat dikembangkan
semaksimal mungkin melalui pemberian kredit dan pembinaan teknis,
manajemen, pemasaran, dan lain-lain.
Pemberian kredit dengan pendekatan ini meliputi kegiatan:
1) Identifikasi dan pengembangan proyek dianggap potensial secara ekonomis;
2) Pengembangan kewiraswastaan (entrepreneurship) dari pada pengelolanya;
3) Pengorganisasian proyek dari awal sampai kredit dilunasi.
f. Relationship Approach
Pemberian kredit dengan pendekatan relationship ini ditujukan untuk
pricing nasabah, dan pemberian fasilitas kepada nasabah misalnya immediate
credit, pemberian kurs khusus dan lebih didasarkan pada besar kecilnya volume
relationship antara pihak bank dengan nasabah, misalnya dalam negoisasi
pemberian fasilitas lain kepada nasabah lama, seperti pricing product dan jasa
yang diberikan bank. Pendekatan ini juga tepat digunakan apabila bank akan take
over dari bank lain. Dasar keputusan pemberian kredit ini berorientasi pada
costumer profitability analysis (CPA) dimana prospective costumer tersebut
minimal harus mempunyai return on risk assets diatas standar yang berlaku di
bank.
Penggunaan setiap pendekatan tersebut diatas didasarkan pada
pertimbangan-pertimbangan besar kecilnya jumlah kredit yang diajukan, jenis
jaminan kredit, struktur permodalan yang diminta (financing structure), besar
kecilnya volume relationship yang ada, marketing strategy dari bank, dan misi
bank.
Dalam menganalisis permohonan kredit perlu ditempuh beberapa
pendekatan agar bank dapat dengan cepat mengambil keputusan, menerima, atau
menolak permohonan kredit nasabah. Misalnya, seorang nasabah yang
mengajukan permohonan rehabilitasi rumahnya karena akan dikontrak oleh orang
asing untuk jangka waktu tiga tahun dengan nilai kontrak tertentu. Bank tidak
perlu lagi meminta berbagai macam data yang tidak relevan (misalnya laporan
keuangan nasabah). Dalam kasus ini sumber pembayarannya sudah jelas, yaitu
dari hasil kontrak. Pengamanannya sudah jelas karena rumah tersebut ada
sertifikatnya yang dapat diikat. Jadi, untuk permohonan ini digunakan repayment
approach atau collateral approach.
Pendekatan ini selain bertujuan untuk memudahkan pemilihan jenis
analisis kredit, juga bermanfaat untuk:
1) Mempercepat proses analisis kredit;
2) Menetapkan teknik analisis kredit yang setepat-tepatnya;
3) Memudahkan dalam proses administrasi dan pengawasan kredit.
Dalam menganalisis permohonan kredit, maka harus ditentukan lebih
dahulu pendekatan yang akan digunakan sebagai format credit approval package
(CAP) yang akan digunakan dapat ditentukan.
Dari keenam pendekatan tersebut dapat disiapkan lima model CAP, yaitu:
1) CAP untuk kredit yang menggunakan collateral approach;
2) CAP untuk kredit yang menggunakan repayment approach;
3) CAP untuk kredit yang menggunakan feasibility approach seperti
umumnya digunakan saat ini di PT Bank permata arif;
4) CAP untuk kredit yang menggunakan agent of development approach
(kredit program pemerintah), contohnya ukm;
5) CAP untuk kredit yang menggunakan relationship approach.
Dalam permohonan/pengajuan kredit nasabah cukup kompleks,
pendekatan-pendekatan tersebut dapat digunakan/digabungkan tergantung kepada
kompleksitas kredit nasabah.
Adapun penjelasan masing-masing model CAP disusun menurut
kelengkapan analisis/formulir yang digunakan, yaitu sebagai berikut:
1) CAP untuk Feasibility Approach
a) Laporan Informasi Nasabah (LIN)
b) Laporan Kontak dan Kunjungan Nasabah (LKKN)
c) Aalisis Keuangan atau Spread Sheet (SS)
d) Arus/anggaran kas atau Cash Flow Budget (CB)
e) Rencana Pemasaran kepada Nasabah (RPKN
f) Relationship Profitability Report (RPR)
g) Saat ini dipergunakan Customer Profitability Analysis (CPA)
h) Memo Kredit Nasabah (MKN)
i) Ringkasan Fasilitas Kredit (RFK)
Analisis kredit yang menggunakan pendekatan ini harus menggunakan
CAP lengkap dan dalam menganalisis kredit harus memperhatikan seluruh aspek-
aspek analisis.
2) CAP untuk Collateral Approach
Analisis kredit yang menggunakan pendekatan ini adalah
a) Kredit yang dijamin dengan Deposito Bank Permata Aktif
b) Kredit yang dijamin dengan deposito/sertifikat deposito/guarantee/standby
L/C bank pemerintah lain/bank swasta besar/bank asing/bank koresponden
luar negeri.
a) Kredit yang dijamin dengan deposito yang diterbitkan Bank Permata Arif
Formulir yang digunakan adalah
(1) Surat permohonan nasabah;
(2) Risalah keputusan kredit dengan jaminan khusus
Dengan langkah-langkah berikut ini.
(1) Konfirmasi terhadap keaslian/keabsahan bilyet deposito/sertifikat
deposito, buku tabungan serta autentisitas standby L/C dari Prime Bank.
Dalam hal penerbit bilyet merupakan cabang Bank Permata Arif lain,
harus diyakini kebenaran konfirmasinya (disarankan jawaban konfirmasi
secara tertulis).
(2) Nasabah menyerahkan surat kuasa kepada cabang untuk dapat mencairkan
deposit yang dijamin apabila pada saat jatuh tempo nasabah tidak dapat
melunasi kewajibannya. Sebaiknya surat kuasa dibuat secara notarial.
(3) Perhitungan kredit dilakukan denga formula sebagai berikut

MK = Maksimum Kredit
ND = Nominal Deposit
n = Jangka waktu kredit
i = Tingkat bunga kredit yang akan dikenakan perbulan
t = Pajak atas bunga deposit yang diperoleh selama jangka waktu
kredit
b) Kredit yang dijamin dengan Deposito/Guarantee/standby LC Bank
Koresponden
Formulir yang digunakan adalah:
(a) Surat permohonan nasabah
(b) Risalah keputusan kredit dengan jaminan khusus
Dengan prosedur berikut ini
(1) Konfirmasi bonafiditas bank penerbit ke Divisi International Trade
(2) Konfirmasi secara tertulis mengenai keaslian/keabsahan deposito/
guarantee/standby L/C dari bank penerbit
(3) Untuk saat ini kredit yang dijamin dengan gurantee/standby L/C bank
koresponden diberikan secara case by case dengan seizing kantor pusat
c) Kredit yang Dijamin dengan Deposito bukan Bank Permata Arif
Prosedur analisis sama dengan kredit biasa dengan mengisi format CAP yang
terdiri dari:
(1) Ringkasan fasilitas kredit
(2) Memo kredit nasabah
(3) Laporan kemajuan/kontak kepada nasabah
3) CAP untuk Repayment Approah
Analisis yang menggunakan pendekatan ini adalh kredit-kredit yang
proyek/penjualan didasarkan ats kontrak. Dalam hal ini bouwheer harus bonafide
seperti BUMN, departemen/pemerintah. Biasanya untuk bidang usaha kontraktor
atau perdagangan.
Untuk menganalisis, harus mengisi CAP lengkap dengan penekanan yang
lebih tajam pada analisis cash budget/cash flow/rencana pelunasan kredit
mengingat pelunasan kredit berdasarkan cash budget/cash flow.
CAP yang harus dilengkapi adalah:
a) Laporan informasi nasabah
b) Laporan kunjungan/kontak nasabah
c) Rencana pemasaran kepada nasabah
d) Cash budget
e) Memo kredit nasabah
f) Ringkasan fasilitas nasabah
Hal lainnya yang perlu mendapat perhatian adalah seluruh pembayaran
transaksi dari bouwheer harus langsung disalurkan ke bank yang selanjutnya
dipergunakan sebagai sumber pelunasan kreditnya.
4) CAP untuk Kredit Program Pemerintah (Agent of Development
Approach)
Pada dasarnya sama dengan pendekatan feasibility approach, hanya saja
analisisnya tidak terlalu luas dengan memerhatikan ketentuan yang digariskan
pemerintah.
CAP yang harus dilengkapi adalah:
a) Laporan informasi nasabah
b) Laporan kunjungan/kontak nasabah
c) Memo kredit nasabah
d) Ringkasan fasilitas nasabah
Juga yang perlu diperhatikan adalah pembinaan kepada nasabah dalam
bidang manajemen, administrasi/keuangan, pemasaran/prospek usaha nasabah,
dan sebagainya, baik sebelum maupun sesudah diberikan fasilitas kredit.
5) CAP untuk Relationship Approach
Format CAP yang digunakan adalah:
a) Customer profitability analysis
b) Memo ringkasan nasabah
c) Ringkasan fasilitas kredit
Model ini digunakan untuk menganalisis kredit-kredit yang diambil alih
dari bank-bank lain dan fasilitas-fasilitas tambahn yang diperlukan oleh nasabah
sebagai kelengkapan atas fasilitas yang telah dinikmatinya, misalnya immediate
credit, kekeringan komisi, dan lain-lain, yang mungkin dipertimbangkan bank
sepanjang masih menguntungkan.
Analisis dalam pendekatan ini dititikberatkan kepada berapa besar
pengaruh pemberian suatu fasilitas terhadap target keuntungan relationship
dengan nasabag (RORIWAC). Hal ini dapat dilakukan dengan cara menyususn
customer profitability projection (dengan memasukkan keuntungan) dan kerugian
yang akan timbul dari fasilitas yang akan diberikan).

2.2 Credit Approval Package

1. Pengertian
Sebagai penunjang tugas account officer untuk memenuhi prosedur kredit
secara efektif, maka diperlukan sarana berupa suatu paket analisis dan persetujuan
kredit yang disebut credit approval package (CAP).
2. Format-format dalam credit approval package
CAP ini terdiri dari delapan bentuk yang masing-masing mempunyai
tujuan-tujuan tersendiri, tetapi setiap bentuk/format merupakan suatu bagian
integral (paket) untuk memberi evaluasi dengan subjektif mungkin atas proses
permohonan kredit.
Biasanya untuk memudahkan pengisian dari CAP ini disiapkan untuk
masing-masing jenis pendekatan untuk dapat dikerjakan dalam personal computer
dengan program excel.
Credit Approval Package terdiri dari :
a. Ringkasan fasilitas kredit
b. Memo kredit nasabah
c. Laporan informasi nasabah
d. Laporan kontak dan kunjungan nasabah
e. Analisis keuangan atau spread sheet
f. Arus/anggaran kas atau cash flow/budget
g. Rencana pemasaran kepada nasabah
h. Relationship profitability report atau customer profitability analisys
Adapun langkah-langkah pembuatannya adalah sebagai berikut.
a. Laporan informasi nasabah
Tujuannya adalah :
1. Menata informasi kualitatif dari nasabah
2. Menyediakan informasi yang jelas dan ringkas tentang nasabah
3. Memodulasikan pengelolaan informasi nasabah
4. Menyediakan cara yang standar
Informasi yang diperoleh adalah :
1. Nama nasabah, lokasi, dan sector ekonomi
2. Tanggal pertama kali berhubungan dengan nasabah
3. Bagaimana mula-mula nasabah berhubungan dengan bank
4. Status pemilikan, misalnya jenis perusahaan, besarnya saham
5. Pengurus perusahaan, misalnya nama, tokoh yang penting, pengalaman dan
pendidikan, tidak terdapat dalam daftar kredit macet
6. Latar belakang dan sejarah singkat tahun dan perubahan yang cukup penting
7. Keuangan dan relationship lainnya, misalnya bank, akuntan, notaris, asuransi
dan penasehat hokum
8. Produksi, misalnya produknya, penjualan per jenis produk dan kualitas
9. Pasar, misalnya permintaan, pertumbuhan, dan kompetisi
10. Fasilitas, misalnya lokasi, kualitas, dan kondisi/usia infrastuktur pabrik
11. Supplier misalnya nama, diversifikasi, syarat-syarat, dan jaminan
12. Distribusi, misalnya rencana pemasaran dan syarat-syaratnya
13. Hubungan dengan afiliasi, misalnya penjualan/bisnis antar grup
14. Penilaian pengelolaan, misalnya :
a) Orientasi dan janji sesuai sasaran
b) Karaktersitik organisasi
c) Latar belakang dan kualitas manajer
d) Reputasi pasar
e) Kualitas system manajemen
f) Penyesuaian terhadap perkembangan tekhnologi
b. Laporan kontak dan kunjungan nasabah
Tujuannya adalah :
1. Membantu untuk mengadakan persiapan kunjungan/kontrak nasabah
2. Membuat dokumentasi atas hasil kunjungan/kontak nasabah
3. Merinci masalah-masalah yang memerlukan tindak lanjut
Informasi yang diperoleh :
1. Daftar topik yang tercakup dalam kunjungan/kontak nasabah
2. Ringkasan dari hasil kunjungan/kontak nasabah
3. Daftar perincian untuk langkah-langkah lanjutan serta menetapkan jadwal
waktu penyelesaiannya
c. Analisis keuangan atau spread sheet
Tujuannya adalah:
1. Memperoleh informasi keuangan nasabah;
2. Mempercapat analisis keuangan;
3. Mempercepat hasil proyeksi keuangan.
Informasi yang di peroleh adalah:
1. Perbandingan laporan keuangan nasabah;
2. Analisis laba/rugi;
3. Perubahan rasio;
4. Perubahan modal;
5. Perubahan aktiva tetap;
6. Laporan pendapatan kas darioperasi atau nonoperasi.
Model spread sheet yang tersedia dengan judul comparative statement of
financial condition terdirir dari empat bagian yaitu:
1. Balance sheet;
2. Income statement;
3. Cash generation;
4. Projection secton;
Untuk perusahaan yang telah berjalan, data neraca dan laba/rugi minimal 2
tahun dan idealnya 3 tahun. Untuk memudahkan dan mempercepat perhitungan
sebagai bahan analisis, baik horizontal maupun vertical, serta rasio-rasio keuangan
(yang akan di uraikan kemudian) digunakan model spred sheet ini.
Model ini akan menampilkan fungsi-fungsi di antaranya:
1. Perbandingan laporan keuangan;
2. Perhitungan rasio keuangan;
3. Perhitungan equity secara otomatis dan rekonsiliasi aktiva tetap;
4. Laporan perhitungan penciptaan kas (cash generation);
5. Perhitungan optimal dari proyeksi satu tahun.
Konverensi Rekening
Untuk dapat menggunakan model spread sheet ini, rekening-rekening
yang ada pada neraca dan rugi/laba nasabah terlebih dahulu di konversikan ke
dalam spred sheet. Dalam rangka konversi dimaksudkan, pengertian masing-
masing rekening pada model diuraikan berikut ini.

2.3 Pembiayaan Nasabah dengan Prinsip Syariah

1. Dasar Hukum
Dalam Bab 2 telah di kemukakan sisi hukum kredit pada bank
konvensional yang berlaku di Indonesia dan pada Bab 6 ini di lengkapi dengan
konsep dan prinsip syariah dalam bisnis perbankan, khususnya di bidang
perkreditan (Muhammad SyafiI Antonio;2001) dan (Ahmad Gozali; 2005) yaitu
konsep-konsep berikut ini.
a. Konsep Riba Dalam Pandangan Muslim
Riba telah menjadi persoalan kalangan di luar islam pada seribu tahun yang
lalu, dan bukan bagi kalangan islam saja.
1. Konsep Bunga di Kalangan Yahudi
Orang-orang yahudi di larang mempraktikkan pengambilan bunga, seperti di
jelaskan berikut ini.
a. Kitab exodus (Keluaran) pasal 22 ayat 25 menyatakan: Jika engkau
meminjamkan uang kepada salah seorang dari umat-Ku, orang yang miskin di
antaramu, maka janganlah engkau berlaku sebagai penagih utang terhadap dia;
janganlah engkau bebankan bunga uang terhadapnya.
b. Kitab Deuteronomy (Ulangan) passal 23 ayat 19 menyatakan, Janganlah
engkau membungakan kepada saudaramu, baik uang maupun bahan makanan,
atau apapun yang dapat di bungakan.
c. Kitab Levicitus (Imamat) pasal 25 ayat 36-37 menyatakan, Janganlah
engkau mengambil bunga uang atau riba darinya, melainkan engkau harus
takut akan Allahmu, supaya saudaramu bias hidup di antaramu. Janganlah
engkau member uangmu kepadanya dengan meminta bunga, juga makananmu
janganlah kau berikan dengan meminta riba.
2. Konsep Bunga Di Kalangan Yunani dan Romawi
Pada masa yunani, sekitar abad VI seblum Mashi hingga I Masihe, telah
terdapat beberapa jenis bunga. Selanjutnya pada masa Romawi, sekitar abad V
sebelum Masehi, terdapat undang-undang yang membenarkan penduduknya
mengambil bunga selama tingkat bunga sesuai dengan tingkat maksimal yang di
benarkan hokum, tetapi dalam pelaksanaannya tidak di benarkan dengan cara
bunga berbunga. Pada masa pemerinntahan Genucia (342 SM), kegiatan
pengambilan bunga tidak di perbolehkan, tetapi pada masa Unciria (88 SM),
praktik tersebut di celah oleh para ahli filsafat. Dua orang ahli filsafat yunani
terkemuka, plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM), mengecam praktik
bunga. Demikian pula dengan Caton (234-149) dan Cirero (106-43 SM). Para ahli
filsafat tersebut mengutuk orang-orang Romawi yang mempraktikkan
pengambilan bunga.
3. konsep Bunga Di Kalangan Kristen
Kitab perjanjian Baru tidak menyebutkan masalah ini secara jelas. Akan
tetapi, sebagian kalangan Kristen menganggap bahwa ayat yang terdapat dalam
Lukas 6: 34-35 sebagai ayat yang mengecam praktik pengambilan bunga. Ayat
tersebut menyatakan: Dan, jikalau kamu meminjamkan sesuatu kepada orang
karena kamu berharap akan menerima sesuatu darinya, apakah jasamu? Orang-
orang berdosa pun meminjamkan kepada orang berdosa supaya mereka menerima
kembali sama orang banyak. Tetapi kamu, kaisihilah musuhmu dan berbuatla baik
kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka
upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Tuhan yang Maha tinggi
sebab ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap
orang-orang jahat.
Ketidak tegasan ayat di atas mengakibatka muncul berbagai tanggapan dan
tafsiran dari pemka agama Kristen tenteng boleh tidaknya orang Kristen
mempraktikkan pengambilan bunga. Untuk itu, berikut ini di kemukakan berbagai
pandangan kalangan pemuka Kristen, yang di kelompokkan menjadi sebagai
berikut.
a. Pandangan Pendeta Awal Kristen (Abad I-XIII)
Pada masa ini umumnya pengambilan bunga di larang. Mereka merujuk
masalah pengambilan bunga kepada Kitab Perjanjian Lama yang juga diimami
oleh orang Kristen:
(1) St. basil (329-379) menganggap mereka yang memakan bunga sebagai
orang yang tidak berperikemanusiaan. Baginya, mengambil bunga adalah
mengambil keuntungan dari orang yang memerlukan. Demikian juga
mengumpulkan emas dan kekayaan dari air mata dan kesusahan orang
miskin.
(2) St. Gregory dari Nyssa (335-395) mengutuk praktik bunga karena
menurutnya pertolongan melalui pinjaman adalah palsu. Pada awal
kontrak seperti membantu, tetapi pada saat menagih dan meminta imbalan
bunga bertindak sangat kejam..
(3) St. John Chrysotom (344-407) berpendapat bahwa larangan yang terdapat
dalam perjanjian lama yang di tujukan bagi orang-orang Yahudi juga
berlaku bagi penganut perjanjian baru.
(4) St. Ansel dari Centerbury (1033-1109) menganggap bunga sama dengan
perampokan.
Larangan praktik bunga juga dikeluarkan oleh gereja dalam bentuk undang-
undang, yaitu sebagai berikut.
(1) Council of Elvira (spanyol tahun 306) mengeluarkan Canon 20 yang
melarang para pekerja gereja mempraktikkan pengambilan bunga.
Barang siapa yang melanggar, pangkatnya akan diturunkan.
(2) Council of Arles (tahun 314) mengeluarkan Canon 44 yang juga
melarang para pekerja gereja mempraktikkan pengambilan bunga.
(3) Larangan pemberlakuan bunga untuk umum baru dikeluarkan pada
council of vienne (tahun 1311) yang menyatakan bahwa barang siapa
menganggap bunga itu adalah sesuatu yang tidak berdosa, ia telah
keluar dari Kristen (murtad).
b. Pandangan pada sarjana Kristen (abad XII-XVI)
Para tokoh sarjana Kristen yang memberikan kontribusi pendapat yang besar
dengan bunga ini adalah Robert of Courson (1152-1218), William of
Auxxerre (1160-1220), st. Raymond of pennaforte (1180-1278), st,
Bonaventure (1221-1274) dan st. Thomas Aquines (1225-1274). Kesimpulan
hasil bahasan para sarjana Kristen periode tersebut sehubungan dengan bunga
adalah:
(1) Niat atau perbuatan untuk mendapatkan keuntungan dengan
memberikan pinjaman adalah suatu dosa yang bertentangan dengan
konsep keadilan.
(2) Mengambil bunga dari pinjaman diperbolehkan, namun haram atau
tidaknya bergantung pada niat si pemberi utang.
c. Pandangan para reformis Kristen (abad XVI-Tahun 1836), para reformis
antara lain John Calvin (1509-1564), Charles du Moulin (1500-1566), Claude
Saumise (1588-1653), Martin Luther (1483-1531). Beberapa pendapat Calvin
sehubungan dengan bunga antara lain sebagai berikut.
(1) Dosa apabila bunga memberatkan.
(2) Uang dapat membiak (kontra dengan Aristoteles).
(3) Tidak menjadikan pengambilan bunga sebagai profesi.
(4) Jangan mengambil bunga dari orang miskin.
B. Larangan Riba dalam Alquran dan s-sunnah.
Umat isam di larang mengambil riba apa pun jenisnya. Larangan supaya
umat islam tidak melibatkan diri dengan riba brsumber dari berbagai surah dalam
Alquran dan hadits Rasulullah Saw. Dijelaskan di bawah ini.
1) Larangan Riba Dalam Alquran
Larangan riba dalam Alquran di turunkan dalam empat tahap, yaitu sebagai
berikut.
a) Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada
zahirnya seolah-olah menolong mereka buat demikian dan, sesuatau riba
(tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harga manusia,
maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan, apa yang kamu
berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan
Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat
gandakan (pahalanya).
b) Tahap kedua, riba di gambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah Swt.
Mengancam akan member balasan yang keras kepada orang yahudi yang
memakan riba, dalam surat An-Nisaa: 160-161:
Maka, disebabkan kezaliman orang-orang yahudi, kami haramkan atas
mereka ()memakan makanan

Yang baik-baik (yang dahulunya) di halalkan bagi mereka, dank arena


mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah di larang
darinya, dan karena mereka memakan harta orang dangan jalan yang
batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kfir di antara
mereka itu siksa yang pedih.

c) Tahap ketiga, riba di haramkan dengan dikaitkan kepada suatu tamahan


yang berlipat ganda. Para Ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan
bunga dengan tingkat bunga yag cukup tinggi merupakan fenomena yang
banyak dipraktikkan pada masa tersebut. Allah berfirman dalam surat Ali
Imran: 130:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu
menddapat keberuntungan.
d) Tahap keempat, Allah Swt. Dengan jelas dan tegas mengharamkan apa
pun jenistambahan yang di ambil dari pinjaman, dalam surat Al-Baqarah:
278-279:
Hai orang-orang yang beeriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan
sisa riba (yang belum di pungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
Maka, jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka
ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan, jka
kamu bertobat (dari pengambil riba) maka bagimu pokok hartamu kamu
tidak menganiaya dan tidak pula di aniaya.
2. larangan Riba Dalam Hadits
Dalam amanat terakhirnya pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriah,
Rasulullah Saw. Masih menekankan sikap islam yang melarang riba:
Ingatlah bahwa kamu akan menghadap Tuhanmu dan Dia pasti akan
menghitung amalanmu. Allah telah melalarang kamu mengambil riba.
Oleh karena itu, utang akibat riba harus di hapuskan. Modal (utang
pokok) kamu adalah hak kamu. Kamu tidak akan menderita ataupun
mengalami ketidak adilan.
Selanjutnya sabda Rasulullah dalam hadis yang di riwayatkan oleh HR
Muslim No. 2995, kitab Al-Masaqqa yang artinya:
Jabir berkata bahwa Rasulullah Saw. Mengutuk orang yang menerima
riba, orang yan membayarnya, dan orang yang mencatatnya, dan dua
orang saksinya, kemudian beliau bersabda, Mereka itu semuanya
sama.
2. Pembiayaan dengan Prinsip syariah
Pemberian kredit pada bank konvensional dalam meminjamkan uang
kepada yang membtuhkan dan mengambil bagian keuntungan berupa bunga dan
provisi dengan cara membungakan uang yang dipinjamkan tersebut.
Prinsip syariah meniadakan transaksi semacam ini dan mengubahnya
menjadi pembiayaan, dimana bank tidak meminjamkan sejumlah uamg pada
nasabah, tetapi membiayai pokok keperluan nasabah. Dalam hal ini bank
berfungsi sebagai intermediasi uang tanpa meminjamkan uang dan membungakan
uang tersebut. Sebagai gantinya, pembiayaan usaha nasabah tersebut dapat
dilakuakn dengan cara membelikan barang yang dibutuhkan nasabah, lalu bank
menjual kembali kepada nasabah atau dapat pula dengan cara bank
mengikutseratakan modal dalam usaha nasabah.
Lazimnya dalam bisnis prinsip syariah, ada tiga pihak yang melakukan
akad pada bank syariah, yaitu sebagai berikut:
a. Bagi Hasil atau syirkah (Profit Sharing)
Fasilitas pembiayaan yang disediakan disini berupa uang tunai atau barang
yang dinilai dengan uang. Jika dilihat dari sisi jumlah, Bank Syariah dapat
menyediakan seratus persen (bank konvensional tidak mungkin seratus persen)
dari modal yang diperlukan, ataupun dapat pula hanya sebagian saja berupa
patungan antar bank dengan pengusaha (nasabah). Jika dilihat dari sisi bagi
hasilnya, ada dua jenis bagi hasil (tergantung kesepakatan), yaitu revenue sharing
atau profit sharing. Sementara itu, dalam hal persentase bagi hasilnya dikenal
dengan nisbah, yang dapat disepakati antara bank dengan nasabah yang mendapat
fasilitas pembiayaan pada saat akad kredit.
1) Al-Mudharabah (Trust Financing, Trust Invesment)
Al-Mudharabah adalah sistem kerja sama usaha antara dua pihak atau
lebih dimana pihak pertama (shahib al-maal) menyediakan seluruh (seratus
persen) kebutuhan modal (sebagai penyuntik sejumlah dana sesuai kebutuhan
pembiayaan suatu proyek), sedangkan nasabah sebagai pengelola (mudharib)
mengajukan permohonan pembiayaan dan untuk ini nasabah sebagai pengelola
(mudharib) menyediakan keahliannya. Transaksi jenis ini biasanya mensyaratkan
adanya wakil shahib al-maal dalam manajemen proyek. Mudharib sebagai
pengelola yang dipercaya harus bertanggung jawab bila terjadi kerugian yang
diakibatkan karena kelalaian dan wakil shahib al-maal harus mengelola modal
secara professional untuk mendapatkan laba yang lebih optimal. Keuntungan
usaha secara al-mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam
kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal (bank) selama
kerugian itu bukan akibat kelalaian di pengelola (nasabah). Selanjutnya bila
kerugian tersebut sebagai akibat kecurangan atau kelalaian pengelola (nasabah),
pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Pada dasarnya kedua
belah pihak kemudian berbagi hasil atas keuntungan usaha yang diperoleh. Dalam
posisi ini bank berperan sebagai penyedia modal dan nasabah yang mengajukan
permohonan pembiayaan yang akan menjadi pengelola dari usaha tersebut.
Landasan syariah dari al-Mudharabah ini lebih mencerminkan agar setiap
ummat dianjurkan untuk melakuakn usaha, seperti tertera dalam Al-Quran dan
Al- Hadits, yaitu sebagai berikut
a) Al- Quran
(1) Surah Al-Muzzammil: 20, yang artinya:
dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian
karunia Allah Swt
(2) Surah Al-Jumuah: 10, yang artinya:
Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaran engkau di muka bumi
dan carilah karunia Allah Swt.
b) Al- Hadits
(1) HR Thabrani, yang artinya:
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul
Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudarabah
ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mangarungi lautan,
menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika
menyalahi peraturan tersebut, yang bersngkutan bertanggung jawab
atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada
Rasulullah pun membolehkannya
(2) HR Ibnu Majah no. 2280, kitab at-Tijarah, yang artinya:
Dari Shalib bin Shuhaib r.a bahwa Rasulullah Saw. Bersabda, Tiga
hal yang di dalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh,
muqarada (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung
untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.
Pada sisi pembiayaan, al- Mudharabah umumnya diterpakan untuk
pembiayaan:
a) Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa;
b) Investasi khusus, yang disebut juga denga mudharabah muqayyah, dimana
sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat
yang telah ditetapkan oleh bank sebagai penyandang dana.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pembiayaan mudharabah agar semua
bertanggung jawab dengan keputusannya masing-masing adalah sebagai berikut:
a) Setiap penyerahan modal dari bank kepada pengelola harus jelas syarat dan
waktunya.
b) Hasil usaha dibagi sesuai dengan kesepakatan yang tertera dalam akad.
c) Bank selaku pemilik dana berhak melakukan pengawasan, tetapi tidak ikut
campur dalam usaha nasabah.
d) Hasil yang diperoleh dari pengelolaan modal dapat menggunakan perhitungan,
seperti:
(1) Berdasarkan perhitungan pada revenue sharing;
(2) Berdasarkan perhitungan pada profit sharing.
Keuntungan pembiayaan dengan al-mudharabah, antara lain dapat
dikemukakan sebagai berikut:
a) Bank akan memperoleh peningkatan bagian hasil, tatkala keuntungan usaha
nasabah meningkat.
b) Pengembalian pokok pinjaman diselaraskan dengan cash flow usaha nasabah
sehingga tidak mengganggu bisnis nasabah
c) Bank lebih selektif dan hati-hati dalam mencari jenis usaha dan nasabah yang
benar-benar halal, aman dan menguntungkan karena hasil keuntungan itulah
yang akan dibagikan.
d) Prinsip bagi hasil ini berbeda dengan prinsip bunga yang diterapkan dalam
bank konvensional (bunga tetap), dimana bank akan menagih nasabah untuk
suatu jumlah bunga tetap berapa pun keuntungan yang dihasilkan nasabah,
sekalipun nasabah menderita rugi akibat terjadi krisis ekonomi.
Kemungkinan resiko dalam al-mudharabah, antar lain sebagai berikut:
a) Dana yang diperoleh nasabah disalahgunakan untuk keperluan/tujuan lain
yang menyimpangdari kesepakatan semula.
b) Nasabah melakuakan kesalahan yang disengaja, atau kelalaian yang tidak
disengaja.
c) Nasabah yang tidak jujur menyampaikan perkembangan bisnis/saha
perusahaan.
2) Musyarakah (Partnership, Project Financing Participation)
Karakteristik dari transaksi ini dilandaskan karena adanya keinginan dari
para pihak (dua pihak atau lebih) untuk melakukan sama untuk suatu usaha
tertentu, dimana masing-masing pihak menyertakan dan menyetorkan modalnya
(baik intangible asset maupun tangible asset) dengan pembagian keuntungan di
kemudian hari sesuai kesepakatan. Kesertaan masing-masing pihak yang
melakukan kerja sama dapat berupa dana (funding), keahlian (skill), kepemilikan
(property), peralatan (equipment), barang perdagangan (trading asset) atau
intangible asset seperti good will atau hak paten, reputasi/nama baik,
kepercayaan, serta barang-barang lain yang dapat dinilai dengan uang. Bank
syariah menyediakan fasilitas pembiayaan dengan cara menyuntikkan modal
berupa dana segar agar usaha nasabah dapat berkembang kea rah yang lebih baik.
Landasan syariah dari al-musyarakah adalah sperti terter dalam Al- Quran
dan Al-Hadits, yaitu sebagai berikut:
a) Al-Quran
(1) Surah An-Nisaa: 12, yang artinya:
...maka mereka berserikat pada sepertiga...
(2) Surah Shaad: 24 yang artinya:
Dan, sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu
sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang
yang beriman dan mengerjakan amal shaleh.
b) Al-Hadits
HR Abu Dawud no. 2936, dalam kitab al-Buyu, dan Hakim, yang artinya:
Dari Abu Hurairah, Rasulullah Saw. Bersabda, Sesungguhnya Allah Azza
wa Jalla berfirman, Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama
salah satunya tidak menghianati lainnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pembiayaan musyarakah, agar semua
bertanggung jawab dengan keputusannya masing-masing, antara lain sebagai
berikut:
a) Semua modal (intangible dan tangible asset) disatukan sebagai modal usaha
dan dikelola bersama. Setiap pemilik modal mempunyai hak turut serta (sesuai
dengan porsinya) dalam menetapkan kebijakan usaha yang dijalankan oleh
pengelola proyek (nasabah).
b) Adanya transparasi dan diketahui para pihak terhadap biaya yang timbul
dalam pelaksanaan proyek serta jangka waktu proyek.
c) Keuntungan usaha dibagi sesuai kesepakatan, sedangkan kemungkinan rugi
dibagi dengan porsi modal masing-masing.
d) Setelah pekerjaan (proyek) selesai modal dikembalikan pada masing-masing
pihak beserta sejumlah bagi hasil.
e) Akad hendaknya dibuat selengkap mungkin sehingga menghindarkan risiko
yang tidak diinginkan di kemudian hari.
Dari sisi pembayaran secara al-musyarakah ini, diperoleh beberapa
manfaat, antara lain sebagai berikut:
a) Bank akan memperoleh keuntungan berupa peningkatan dalam jumlah tertentu
saat keuntungan usaha nasabah meningkat.
b) Pengembalian pokok pinjaman disesuaikan dengan cash flow usaha nasabah,
sehingga tidak memberatkan nasabah.
c) Bank lebih selektif dan hati-hati (pruden) dalam mencari jenis usaha yang
benar-benar halal, aman, dan menguntungkan karena hanya keuntungan yang
riil dan benar-benar terjadi yang akan dibagikan.
d) Prinsip bagi hasil dalam mudharabah/musyarakah ini berbeda dengan prinsip
bunga tetap (yang dianut bank konvensional) dimana bank akan menagih
penerima pembiayaan (nasabah) untuk suatu jumlah bunga tetap berapa pun
keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun nasabah menderita
rugi akibat krisis moneter yang dijual kemampuan bank untuk menolaknya.
3) Al-Muzaraah (harvest Yield Profit Sharing)
Al-Muzaraah diartikan sebagai kerja sama pengolahan pertanian antara
pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian
kepada penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu
(presentase) dari hasil panen.
Sering pula al-muzaraah diartikan sama dengan mukabarah, namun
diantaranya terdapat juga perbedaan, yaitu:
Muzaraah, benih dari pemilik lahan pertanian
Murabahah, benih dari penggarap lahan pertanian
Landasan syariah dari al-musyarakah adalah seperti terdapat dalam Al-
Hadis, yaitu sebagai berikut.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah Saw. Pernah memberikan
tanah Khaibar kepada penduduknya (ketika itu mereka masih Yahudi) untuk
digarap dengan imbalan pembagian hasil buah-buahan dan tanaman.
Selanjutnya diriwayatkan oleh Bukhari dari Jabir yang menyatakan bahwa
bangsa Arab senantoasa mengolah tanahnya secara muzaraah dengan rasio bagi
hasil antara laim : , : , 1/3 ; 2/3, maka Rasulullah pun bersabda,
hendaklah menanami atau menyerahkan untuk digarap. Barangsiapa tidak
melakukan salah satu dari keduanya, tahanlah tanahnya.
4) Al-Musaqah (Plantation Management Fee Based on Certain Portion of
Yield)
Al-Musaqah ini sebagai bentuk yang lebih sederhana dari al-muzaraah
dimana penggarap tanah hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan
pemeliharaan dan sebagai kompensasi atau imbalannya, penggrap memperoleh
nisbah tertentu dari hasil panen.
Landasan syariah dari al-musyarakah adalah seperti dalam Al-Hadis, yaitu
sebagai berikut.
Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah Saw. Pernah memberikan tanah dan
tanaman kurma di Khaibar kepada Yahudi Kahibar untuk dipelihara dengan
mempergunakan peraturan dan dana mereka sebagai kompensasi atau imbalannya
mereka memperoleh persentase tertentu dari hasil panen.
b. Jual beli atau Bai (Sale and Purchase)
Prinsip ini dilaksanakan karena adanya perpindahan kepemilikan barang
suatu benda. Tingkat keuntungan bank ditetapkan di muka dan menjadi bagian
atau harga barang yang diperjualbelikan. Bentuk pembiayaan ini adalah sebagai
berikut:
1) Bai al-Murabahah atau Beli Angsur (al-bai bi Tsaman Ajil) atau
Diartikan pula dengan Keuntungan (Deffered Payment Sale)
Dilihat dari asal kata ribhu (keuntungan), merupakan transaksi jual-beli
dimana pihak bank menyebutkan jumlah keuntungan tertentu. Disini bank
bertindak sebagai penjual, dan di lain pihak, nasabah sebagai pembeli sehingga
harga beli dari supplier atau produsen atau pemasok ditambah dengan keuntungan
bank sebelum di jual kepada nasabah.
Untuk terjadi transaksi, perlu ada kesepakatan harga jual, syarat-syarat
pembayaran antara bank dengan pembeli. Harga jual dicantumkan dalam akad
sehingga tidak dapat diubah oleh masing pihak sampai masa akad berakhir.
Barang diserahkan setelah akad dilakukan, sedangkan pembayaran dilakukan
secara tangguh atau mencicil (bi tsaman ajil) atau (muajjal). Bai Al-Murabahah
ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan nasabah terhadap barang tertentu karena
tidak memiliki uang dalam jumlah besar atau karena tidak ingin dibeli secara
tunai. Di sini penjual berkewajiban memberitahu harga pokok barang yang dibeli
dan menentukan tingkat keuntungan sebagai tambahannya. Dengan sistem ini,
nasabah dapat memenuhi kebutuhannya terhadap suatu barangtertentu sesuai
kebutuhan. Praktiknya bank membelikan barang yang dibutuhkan nasabah dengan
harga tertentu sesuai dengan kesepakatan dan disini bank mengambil inisiatif
untuk dengan menetapkan harga jual. Antara nasabah dan bank akan terjadi proses
tawar-menawar mengenai harga jual serta cara pembayarannya.
Landasan syariah dari al-musyarakah adalah seperti terdapat dalam Al-
Quran dan Al-Hadis, yaitu sebagai berikut.
a) Al-Quran, Surah Al-Baqarah: 275, yang artinya
. Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..
b) Al-Hadis (HR Ibnu Majah), yang artinya:
Dari Suhaib ar Rumi r.a bahwa rasulullah Saw. Bersabda, Tiga hal yang di
dalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh, muqaradhah
(mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untk keperluan
rumah, bukan untuk dijual.
Syarat yang harus dipenuhi dalam Bai al-Murabahah, yaitu jual beli
secara murabahah hanya untuk barang atau produk yang telah dikuasai atau
dimiliki oleh penjual pada waktu negosiasi terjadi atau ketika melakukan kontrak.
Bila produk tersebut belum dimiliki oleh penjual, sistem yang digunakan adalah
murabahah kepada pemesanan pembelian, karena model ini semata-mata untuk
memenuhi kebutuhan pembeli yang memesannya.
2) Al-Bai Naqdan
Al-Bai naqdan ini diartikan sebagai akad jual beli biasa yang dilakukan
secara tunai (al-Bai berarti jual beli, sedangkan naqdan artinya tunai)
3) Al-Bai Muajjal
Jual beli dapat dilaksanakan tidak secara tunai, tetapi dengan cicilan. Jual
beli cicilan ini disebut pula dengan al-bai muajjal. Pada jenis ini, barang
diserahkan pada awal periode, sedangkan uang dapat diserahkan pada periode
berikutnya. Pembayaran ini dapat dilakukan dengan mencicil selama periode
utang atau dapat juga dilakukan secara sekaligus (langsung diakhir periode).
4) Al-Bai Salam (In Front Payment Sale)
Dalam Jual-beli jenis ini, barang yang ingin dibeli biasanya belum ada
(misalnya masih haru diproduksi atau dipesan). Jual beli ini berlawanan dengan
jual beli muajjal. Dalam jual beli as-salam , uang diserahkan sekaligus dimuka,
sedangkan barangnya diserahkan di akhir periode pembiayaan. Dengan demikian,
bai as-salam ini diartikan sebagai pembelian barang atau produk yang diserahkan
di kemudian hari, sedangkan hal pembayaran dilakukan di muka. Transaksi ini
sebagai solusi memenuhi kebutuhan nasabah/petani (utamanaya kebutuhan petani)
untuk modal kerja. Praktiknya bank diposisikan sebagai pembeli produk pertanian
dan transaksi ini dilakukan pada awal masa tanam, yaitu dengan cara bank
memesan hasil pertanian dengan membayar lunas pesanan tersebut pada saat akad
dilakukan (produsen ditunjuk oleh bank). Agar transaksi dapat berjalan secara
adil, hasil pertanian yang dipesan oleh bank harus jelas kualitas dan kuantitasnya
serta waktu penyelesaiannya atau pengirimannya. Jika pesanan tidak sesuai
dengan kualitas dan kuantitas yang ditentukan, petani harus mengganti karena
bank sudah membeli (membayar di muka) seperti yang disebutkan dalam akad.
Dalam praktik, karena bank tidak memiliki gudang penyimpanan, maka bank
mencari pembeli untuk hasil pertanian tersebut. Kenyataannya dalam praktik,
petani menyerahkan hasil lngsung ke pembeli berikutnya dan bukan kepada bank.
Landasan syariah dari al-musyarakah adalah seperti terdapat dalam Al-
Quran dan Al-Hadits, yaitu sebagai berikut.
a) Al-Quran, surah Al-Baqarah: 282, yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, apabila engkau bermuamalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah engkau menuliskannya
b) Al-Hadits
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw. Dating ke Madinah dimana
pendudukya melakukan salaf dalam buah-buahan (untuk jangka waktu
tertentu) satu, dua dan tiga tahun, beliau berkata:
Barangsiapa yang melakukan salaf (salam), hendaklah ia melakukan dengan
takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang
diketahui.
(HR Ibnu Majah) Dari Shalih bin Shuhaib r.a bahwa Rasulullah Saw.
Bersabda, Tiga hal yang di dalammya terdapat keberkatan: jual beli secara
tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung
untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.
5) Bai Al-Istishna (Purchase by Order or Manufacture)
Bai Al-Istishna ini adalah jenis transaksi yang merupakan kontrak
penjualan antara pembeli dengan produsen atau supplier. Dalam kontrak ini
produsen menerima pesanan dari pembeli. Produsen berusaha melalui orang lain
membuat atau membeli barang menurut spesifikasi yang telah disepakati (sejak
awal) dan menjualnya kembali kepada pembeli akhir. Selanjutnya kedua belah
pihak sepakat atas harga serta sistem pembayaran (pembayaran dimuka, secara
mencicil atau ditangguhkan sampai waktu tertentu pada waktu yang akan dating).
Transaksi ini relative hamper serupa dengan bai as-salam. Bank juga berperan
sebagai pembeli. Akan tetapi, akad ini lebih cocok untuk produk manufaktur yang
dipesan secara khusus seperti gedung, rumah, perlengkapan kantor, dan lain-lain.
Praktik untuk model ini bank memesan pada kontraktor untuk dibuatkan produk
tertentu sesuai dengan yang dikehendaki nasabah dan setelah produk tersebut jadi,
bank menjual kembali pada nasabah yang membutuhkan dan bank akan
membayar kontraktor sebagian pada awal pembuatan dan sebagai lagi dibayar
secara bertahap sesuai dengan tingkat penyelesaian pekerjaan.
c. Sewa-Menyewa (Ijarah dan IMBT)
Selain akad jual beli yang telah dijelaskan di atas, ada pula akad sewa-
menyewa, yaitu akad ijarah, ijarah muntahia bittamlik (IMTB) dan jualah.
Ijarah adalah akad untuk memanfaatkan jasa, baik jasa atas barang atau
jasa atas tenaga kerja. Bila digunakan untuk mendapatkan manfaat barang, maka
disebut sewa-menyewa. Sementara itu, jika digunakan untuk mendapatkan
manfaat tenaga kerja, disebut upah-mengupah. Jualah adalah akad ijarah yang
pembayarannya didasarkan atas kinerja objek yang disewa. Pada ijarah, tidak
terjadi perpindahan kepemilikan objek ijarah. Objek ijarah tetap menjadi milik
yang menyewakan. Namun, dalam perkembangannya untuk ijarah, peminjaman
(nasabah) dimungkinkan untuk memiliki objek ijarah diakhir periode
peminjaman. Dengan demikian, ijarah membuka peluang kemungkinan
perpindahan kepemilikan atas objek ijarah yang disebut sebagai Ijarah Muntahia
Bittamlik (IMBT).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Pendekatan-pendektan yang dapat digunakan dalam analisis kredit ditempuh
dengan enam cara yaitu pendekatan karakter, pendekatan kolateral,
pendekatan pelunasan, pendekatan kelayakan proyek, pendekatan
pembangunan, dan pendekatan hubungan.
2. Paket analisis dan persetujuan kredit digunakan untuk meberi evaluasi dengan
seobjektif mungkin atas proses permohonan kredit.
3. Pembiayaan nasabah dengan prinsip syariah didasarkan pada Al-Quran dan
Hadits yang melarang adanya riba dan prinsip bagi hasil yang sesuai.
3.2 Saran

Adapun saran untu makalah ini adalah dalam prosedur dan langka-langka
analisis kredit harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip pendekatannya yang
tetap berdasarkan pada prinsip syariah yang bersumber dari Al-Quran dan Hadits.
DAFTAR PUSTAKA

Djohan, Warman. 2000. Kredit Bank, Edisi 1. PT. Mutiara Sumber Widya. Jakarta
Suyatno, Thomas. 2003. Dasar-Dasar Perkreditan. PT. Gramedia Pustaka.
Utama. Jakarta.
Veithzal Rifai dan Andria Permata V. 2005. Credit Management Handbook.
Penerbit: Rajawali Press. Jakarta.
Anonim. 2011. Analisis Pengkreditan.
https://heheoye.wordpress.com/2011/05/23/analisis-perkreditan/.
Diakses pada tanggal 4 Maret 2015 Pukul 13.00 Wita.

You might also like