Professional Documents
Culture Documents
Penanggulangan Penyakit Antraks Secara Partisipatif: (Participatory Action For Controlling of Anthrax)
Penanggulangan Penyakit Antraks Secara Partisipatif: (Participatory Action For Controlling of Anthrax)
Pusat Analisis sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Jl. Jend. A. Yani No. 70, Bogor
ABSTRACT
Anthrax can be prevented and cured, but its cases occur continuously. Babagan Madang sub-district,
Bogor were suffering of anthrax since the last four years. Research was conducted in this sub-district in which
25 key informants and 30 farmers as respondents participated. Data were collected participatively through
group discussion and individual interview during May to December 2005. Reseach objectives were to (1)
characterize farmers, (2) understand the existing livestock practices and (3) understand farmers knowledge
on anthrax. Results showed that (1) the average age and education of respondents were 59 with five years of
education, land holding of 132 m2 and only 33 % owned television and only 10 percent farmers considered
sheep/goats as main occupation, (2) Flock size between two to 29 with average of seven heads, 54% as
sharer. About 56% farmers do not have buck, distance of barn to house between 0 to 10 m, 3) All farmers
understand the danger of anthrax against livestock and human being, but 37,5 % sold the animals with sign of
anthrax. They knew that vaccination is the most effective way and extension is the priority to avoid anthrax.
Implications 1) Socialization about early sign of anthrax and handling animal with anthrax must be in
accordance to farmers age, education level and source of communication owned by farmers, time and
method which must be decided participatively by farmers, 2) Extension program on livestock rearing,
included management of feed, barn, health and breeding reproduction should be implemented.
Key Words: Action Research, Participative, Goat/sheep, Anthrax
ABSTRAK
Antraks dapat dicegah namun kasusnya terus terulang. Dilakukan penelitian di Kecamatan Babakan
Madang, Bogor. Responden terdiri 25 orang informan kunci dan 30 keluarga peternak. Data digali secara
partisipatif melalui wawancara kelompok, individu, dan pengamatan langsung antara bulan Mei-Desember
2005. Tujuan penelitian mengemukakan: 1) Karakteristik peternak, 2) Eksistensi usahaternak dan 3)
Pengetahuan peternak tentang penyakit antrhaks. Hasil: 1) 10% responden yang menyatakan usaha ternak
merupakan matapencaharian utama, rata-rata peternak berumur 52 tahun, pendidikan 5 tahun, luas lahan
132m2 dan hanya 33% memiliki sarana komunikasi berupa televisi. 2) Jumlah ternak yang dipelihara
minimal dua ekor, maksimal 29, rata-rata tujuh ekor dan 54% berstatus penggaduh. Sebanyak 56% tidak
memiliki pejantan, jarak kandang dari rumah 0 sampai 10 m. 3) Peternak mengetahui antraks pada stadium
lanjut. Seluruh peternak mengetahui antraks sangat berbahaya bagi ternak dan manusia, namun 37,5%
menjual ternak menunjukkan gejala antraks. Seluruh peternak mengakui vaksinasi merupakan cara paling
efektif dan penyuluhan merupakan prioritas utama dalam penanggulangan antraks. Implikasi 1) Strategi
penanggulangan antraks perlu ditempuh melalui sosialisasi tentang penyakit antraks yang perlu disesuaikan
dengan usia peternak, pendidikan dan sarana komunikasi yang dimiliki peternak. Program penyuluhan
usahaternak perlu dioptimalkan melalui penyuluhan tentang manajemen, mulai dari pakan, perkandangan,
kesehatan dan pemuliabiakan.
Kata Kunci: Kaji Tindak, Partisipatif, Kambing/domba, Antraks
993
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Sulawesi Selatan (Sulsel), Nusa Tenggara karena tanpa partisipasi masyarakat, terutama
Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB), peternak, penanggulangan antraks akan kurang
terjadi antara tahun 1906 dan 1957, sementara berhasil.
itu yang terakhir terjadi di Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) tahun 2003. Kejadian
antraks yang terus berulang setiap tahun METODOLOGI
dilaporkan terjadi di empat Propinsi, yaitu
NTT, NTB, Jateng dan Jabar. Khusus di Jawa Lokasi Penelitian: Lokasi penelitian
Barat ada 5 wilayah endemik antraks yaitu ditentukan secara sengaja (purposive), yaitu di
Kabupaten Bogor dan Kota Madya Bogor, Kecamatan Babakan Madang. Kecamatan ini
Bekasi, Purwakarta dan Subang. Di Kabupaten merupakan satu dari sembilan Kecamatan di
Bogor sendiri, terdapat sembilan kecamatan Kabupaten Bogor yang endemis antraks dan
yang dinyatakan sebagai daerah endemik pada empat tahun terakhir paling banyak
antraks, yaitu Bojong Gede, Cibinong, mengalami kasus anthrax. Dari Kecamatan
Citeureup, Babakan Madang, Sukaraja, Babakan Madang dipilih Desa Kadumangu
Jonggol, Sukamakmur, Cileungsi dan karena dibanding desa lain, paling tinggi
Klapanunggal. Khusus di Kecamatan Babakan populasi ternaknya. Disamping itu, selama tiga
Madang, kasus antraks pada manusia tahun berturut-turut (tahun 2002 sampai 2004)
dilaporkan terjadi sepanjang tahun 2001 desa tersebut terkena wabah antraks.
sampai dengan 2004 (NAIPOSPOS, 2005). Sampel: Peternak di Dusun Leuwi Jambe
Kejadian tersebut mendapat perhatian khusus atau RW III dipillih sebagai sampel karena
dan menjadi berita nasional karena lokasi desa dusun ini merupakan dusun dengan jumlah
tersebut relatif dekat dengan Jakarta yang keluarga pemelihara ternak terbanyak,
notabene menjadi pusat informasi, khususnya disamping tingkat kepadatan ternaknya juga
yang berkaitan baik dengan ilmu peternakan, tertinggi.
penyakit hewan maupun kesehatan masyarakat. Data: Data diperoleh dari tiga cara, yaitu
Masalah antraks tentu saja tidak tergantung (i) Wawancara kelompok dengan informan
jauh atau dekatnya peternak dengan pusat kunci yang berjumlah 25 orang, terdiri dari tiga
informasi, tetapi lebih pada sampai atau sumber, yaitu pemuka masyarakat (ketua RW
tidaknya teknologi peternakan secara luas di dan seluruh Ketua RT), individu terkait dengan
tingkat pengguna, yang diikuti dengan usaha ternak, diantaranya kader Vaksinator dan
implementasi secara utuh. Penyakit anthrax pedagang ternak, petugas Dinas Peternakan
sebenarnya bisa ditanggulangi melalui Kabupaten serta peternak yang mewakili
pencegahan dan penanganan secara dini. Fakta masing-masing RT; (ii) Wawancara individu
terus terulangnya kasus penyakit antraks terhadap keluarga peternak sebanyak 30
diantaranya disebabkan karena secara geografis responden atau 22% dari total peternak di desa;
Jawa Barat mempunyai potensi tinggi untuk dan (iii) Pengamatan lapang. Ke tiga cara ini
pengembangan spora yang mampu bertahan dilakukan dalam rangka memenuhi syarat
hidup hingga 70 tahun (FATIMAH, 2004). dalam pendekatan partisipatif, yaitu prinsip
Disamping itu peternak relatif belum memiliki three angulasi (HUIZZER, 1997).
pengetahuan tentang pencegahannya. Analisa Data: Informasi yang diperoleh
Mengingat usaha peternakan kambing/domba dari berbagai wawancara dan pengamatan
merupakan budaya masyarakat yang dilakukan tersebut dianalisa secara deskriptif dan
sepanjang sejarah ternak tersebut, maka dalam disajikan dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif
rangka penanggulangan antraks perlu diketahui (SIGIT, 1999).
tingkat pengetahuan peternak tentang penyakit
tersebut dengan mengikutsertakan peternak HASIL DAN PEMBAHASAN
secara partisipatif. Makalah ini mengemukakan:
(i) karakteristik peternak, (ii) eksistensi Karakteristik peternak
usahaternak, dan (iii) pengetahuan peternak
tentang penyakit antraks. Dari informasi yang Dusun Leuwi Jambe, Desa Kadumanggu,
diperoleh dapat dirumuskan strategi Kecamatan Babakan Madang hanya memiliki
penanggulangan penyakit antraks yang akurat luas ladang atau tegalan sebesar 26% dari total
994
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
dusun yang luasnya 108 ha. Jumlah kepala Tabel 1. Karakteristik Keluarga Peternak di Dusun
keluarga (KK) yang tidak memiliki lahan Leuwi Jambe, Kadumanggu, Babakan
sebanyak 35%, sedangkan 40% yang Madang 2005
mempunyai lahan mayoritas pemilikan
Karakteristik Nilai
lahannya kurang dari 0, 1 ha. Karena
terbatasnya lahan maka sektor pertanian yang Kepala Keluarga
diusahakan terbatas pada ternak ruminansia Umur (tahun) 52
kecil dan unggas yang ke duanya dapat Pendidikan (tahun) 5
dipelihara di lahan marginal. Dari seluruh
Mata pencaharian utama (%)
pemilik ternak, hanya 10% responden yang
menyatakan bahwa usaha ternak merupakan Tidak punya 13
matapencaharian utama (Tabel 1). Selebihnya Petani tegalan 20
menyatakan bahwa beternak karena tidak Peternak 10
mempunyai pilihan lain (13%), karena usia
Buruh tani 23
sudah tua dan tidak produktif lagi sehingga
tidak bisa lagi bekerja sebagai petani yang Jasa rumah makan, tengkulak, tukang 36
mengandalkan tenaga fisik, terlebih dengan kebun, guru, swasta
pendidikan rendah yang tidak mungkin bekerja Mata pencaharian sampingan (%)
di sektor publik. Alasan lain adalah efisiensi Tidak punya 37
waktu dan pemanfaatan limbah usahatani. Peternak 33
Sebanyak 20% petani dan 23% buruh tani,
Petani tegalan 10
sepulang dari ladang sekaligus mencari pakan.
Di sisi lain, kotoran ternak juga dapat Berbagai macam pedagang 20
dimanfaatkan untuk pupuk dan membantu Luas lahan dan pekarangan (m2) 132
efisiensi modal usahatani. Luas bangunan (m2) 102
Latar belakang pendidikan penduduk di
Status tanah (%)
Leuwi Jambe mayoritas tidak tamat SD,
sehingga pekerjaan swasta yang diperoleh Milik 96
maksimal hanya sebagai buruh, misalnya buruh Numpang 4
kebersihan di lapangan Golf Sentul. Total Status rumah (%)
pekerja di lapangan Golf yang berasal dari
Desa Kadumangu sebanyak 90 orang, sebagian Milik 90
besar mereka adalah yang umurnya relatif Sewa 0
muda dan kuat fisiknya. Kontrak 0
Walaupun hanya 10% peternak yang Numpang 10
menyatakan berternak sebagai mata
Sarana komunikasi (unit)
pencaharian utama, namun bagi 50% dari
mereka menyatakan bahwa kambing/domba TV berwarna 30
mempunyai peranan yang sangat penting, TV hitam putih 3
sedangkan yang menganggap penting sebagai VCD 10
sumber pendapatan sebesar 50% peternak.
Mayoritas peternak (85%) ingin tetap
meneruskan beternak kambing/domba selama Mata pencaharian utama mayoritas
sumber pakan di lokasi masih tersedia. Hal ini peternak bervariasi, mulai di bidang jasa,
berkaitan dengan relatif rendahnya modal seperti guru, pemilik rumah makan, sampai ke
untuk memelihara kambing/domba, yaitu tengkulak dan pegawai swasta. Mereka itulah
hanya memerlukan kandang, sedangkan bibit yang menjadikan ternak sebagai usaha
diperoleh melalui sistem gaduhan dan pakan sampingan. Bervariasinya mata pencaharian
cukup mencari. Pernyataan tentang pakan ini utama peternak mencerminkan bahwa usaha
didasarkan pada kenyataan bahwa lokasi ternak hanya terbatas sebagai usaha sampingan
sumber pakan yang ada sebenarnya masuk ke dan dilakukan oleh mereka yang memiliki
wilayah desa tetangga, yaitu Desa Hambalang, berbagai latar belakang usaha dan sumber
Kecamatan Citeureup. pendapatan. Hal ini antara lain disebabkan
995
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
sumber pakan ternak cukup tersedia, modal mengambil daun singkong serta kulit singkong
bibit mudah diperoleh melalui sistem gaduhan dari hasil mengupas, sebagai imbalan. Menurut
dan hanya memerlukan lahan marginal. peternak, kambing lebih sehat dan cepat gemuk
Sebagaimana mayoritas keluarga di Desa jika diberi pakan daun dan kulit singkong
Kadumanggu yang mempunyai lahan sempit, dibandingkan diberi rumput lapang. Selain itu,
maka pemilikan lahan para peternakpun sangat kuantitas rumputnya minimal harus dua kali
sempit, yaitu 132 m2 dengan luas bangunan lipat dari pada daun dan kulit singkong.
102 m2 dan rata-rata pekarangan 30m2.. Dalam Memang telah diketahui bahwa ternyata
kenyataannya, mayoritas mereka membangun kambing kurang kenyang jika diberi pakan
tahahnya habis untuk bangunan rumah, rumput saja. Biasanya pakan diberikan secara
sehingga relatif tidak memiliki pekarangan. ad libitum, tidak terbatas, karena pakan
Sebagai ilustrasi, aset rumah tangga peternak tersedia cukup. Hal ini terbukti mayoritas
relatif terbatas, hanya 33% keluarga yang peternak (90%) tidak mengalami kesulitan
mempunyai televisi, diantaranya televisi hitam dalam memperoleh pakan, walaupun secara
putih (3%) dan 10% dari mereka memiliki individual mereka tidak memiliki sumber
VCD. pakan yang diperlukan.
996
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Erat kaitannya dengan praktek pemberian kalau peternak ataupun pemilik memerlukan
pakan adalah keuntungan peternak yang uang kontan. Dengan kata lain, penjualan
memberi pakan daun singkong. Karena daun ternak tidak perlu diperhitungkan waktunya,
singkong tsb. tempatnya di atas dan jauh dari kapan saja bisa dijual dan harganya selalu
permukaan tanah, maka kemungkinan ternak bagus. Persyaratan untuk harga bagus biasanya
terkena spora relatif lebih sedikit dibanding ternak dalam keadaan sehat, meskipun harga
kalau diberi pakan berupa rumput. Oleh karena tertinggi selalu terjadi menjelang hari raya
itu, untuk mengurangi pencemaran spora Idhul Adha. Cara penjualan juga relatif mudah
antraks pada pakan bisa dipikirkan suatu cara karena bisa langsung ke pembeli yang
agar daun singkong seminimal mungkin kontak umumnya tetangga sendiri. Terdapatnya
dengan tanah. tengkulak di desa yang sama memberi
Dari survei diperoleh suatu kasus menarik kemudahan bagi peternak, apalagi ternak dijual
dari seorang peternak. Meskipun jumlah ternak dalam keadaan hidup dan dibayar secara
yang dipelihara mencapai 32 ekor, namun tidak kontan.
ada yang terkena antraks walaupun jarak Pendapatan dari memelihara kambing tidak
kandang dengan rumah tidak lebih dari 5 selalu mudah dihitung, misalnya ada kasus,
meter. Pemilik yakin bahwa dengan pemberian sudah memelihara selama dua tahun belum
pakan yang cukup dan kebersihan kandang bisa menjual karena secara tiba-tiba seluruh
yang terus diperhatikan, menjadi salah satu ternaknya terserang antraks dan mati. Untuk
jaminan ternak bebas dari antraks. Untuk mengetahui pendapatan ternak kambing,
memenuhi kebutuhan pakan ternak, pemilik berikut ini dikemukakan sebuah illustrasi dari
setiap hari menyediakan sekitar 100 kg daun peternak yang memiliki 29 ekor kambing.
singkong dan 50 kg kulit singkong. Kebersihan Peternak tersebut mengupahkan seluruh
kandang dijaga dengan mengangkat kotoran kegiatan pemeliharaan ternaknya kepada dua
ternak setiap dua hari. orang. Kedua orang ibu tersebut setiap pagi
Sebanyak 89% peternak memilih mencari satu pikul daun singkong seberat
memelihara kambing dengan alasan kambing 50 kg dan membawanya ke kandang sekitar
dapat memanfaatkan berbagai jenis daun jam 11.00 dengan upah masing-masing
sebagai pakan, sedangkan domba umumnya Rp 5.000. Disamping itu seorang ibu di sore
lebih memilih rumput. Disamping itu, akhir- hari mencarikan satu karung kulit singkong
akhir ini diperoleh fakta bahwa domba ternyata seberat 30 kg, dengan upah Rp. 5.000
lebih tahan terhadap serangan antraks, sementara seorang ibu lainnya setiap 2 hari
sehingga peternak mulai beralih ke domba. mengangkat kotoran ternak dan
Namun diakui adanya kendala pada domba, memasukkannya ke dalam karung dengan upah
yaitu adanya silent heat, sehingga tidak mudah Rp. 2.000. Dengan sistem mengupah tersebut,
dikenali kapan domba tsb. birahi dan seringkali setiap hari diperlukan biaya hampir Rp. 20.000
dalam keadaan seperti ini peternak berasumsi per hari, dengan minum dan kue sekedarnya
bahwa ternaknya mandul. Dilain pihak, atau Rp. 600.000/bulan.
kambing yang sedang birahi relatif mudah Ternak yang sekarang dipelihara dimulai
dikenali karena selalu membuat ribut, (istilah sekitar 3 tahun lalu dari 5 ekor bibit dengan
sundanya: gegerohan), sehingga jika ternak harga Rp. 2.000.000. Selama 3 tahun, telah
yang birahi tersebut tidak segera di kawinkan, terjual 10 ekor kambing seharga Rp. 3.000.000
cukup mengganggu tetangga. kemudian dibelikan lagi 10 ekor kambing yang
Jumlah anak setiap kelahiran (litter size) lebih kecil dengan harga Rp. 1.500.000. dan
bervariasi antara lahir tunggal dengan kembar sekitar 3 bulan yang lalu dua kali menjual
dua dan ternyata ke duanya sebanding (50% : masing-masing tiga ekor seharga
50%), padahal dengan mayoritas betina, Rp. 1.000.000 dan dua ekor seharga
prospek pengembangan keturunan menjadi Rp. 800.000. Ternak tersebut dijual karena
cukup bagus. perlu uang untuk menolong saudara
Pemasaran atau penjualan kambing/domba membangun rumah. Rincian penerimaan
tidak mengikuti pola tertentu, tetapi dilakukan disajikan pada Tabel 3.
sewaktu-waktu. Penjualan biasanya dilakukan
997
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Tabel 3. Modal dan penerimaan dari usaha ternak Tampak dari Tabel 3 diatas. jika upah
kambing mencari pakan diperhitungkan memang rugi,
namun jika upah tidak diperhitungkan,
Nilai keuntungan sekitar Rp. 8.400.000 per tiga
Jenis modal dan penerimaan
(Rp.000)
tahun, Rp. 2.800.000 per tahun, Rp. 230.000/
Modal bulan atau Rp. 7.500/hari. Penerimaan tersebut
Bibit senilai dengan upah buruh tani per hari, maka
tenaga mencari pakan mulai pagi sampai siang
I 2.000
setara dengan berburuh tani. Namun perlu
II 1.500 diperhatikan bahwa pemelihara ternak
Kandang 1.000 memperoleh nilai tambah, yaitu hasil dari
pupuk kandang yang dalam jangka panjang
Subtotal tanpa upah mencari pakan 4.500
sangat bermanfaat bagi kesuburan tanah.
(1)
Informasi terakhir tentang kasus ini
Upah pencari pakan (36 bulan, 21.600 menjelaskan lebih lanjut bahwa motivasi
@ 20.000) memelihara kambing bagi peternak ini
Subtotal plus upah pencari pakan (2) 26.100 sebetulnya adalah sebagai alternatif terakhir
Pendapatan bagi individu yang tidak mempunyai akses ke
usaha lain karena faktor usia, pendidikan dan
Penjualan modal.
I 1.500
II 1.800 Pengetahuan peternak tentang penyakit
Nilai ternak di kandang (32 ekor 9.600 antraks
@ 300.000)
Subtotal (3) 12.900 Dari hasil wawancara kelompok secara
partisipatif yang dihadiri oleh 21 orang
Pendapatan tanpa upah mencari pakan 8.400 dilaporkan terdapatnya tujuh jenis penyakit
(3 1)
kambing/domba yang pernah dialami dan
Pendapatan dengan upah mencari - 13.200 terjadi di Dusun Leuwi Jambe ini. Ciri-ciri
pakan (3 2) penyakit yang dikemukakan oleh para peternak
disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Kasus penyakit pada kambing/domba serta ciri- cirinya, di RW 3, Desa Kadumangu, Babakan
Madang, Bogor, 2005
998
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
Tabel 5. Pengobatan oleh peternak terhadap ternak yang terkena antraks dan hasil yang dilaporkan, di RW
III, Kadumangu, Babakan Madang, 2005
999
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
1000
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
tentang penyakit antraks secara intensif. FATIMAH. 2004. Lima Wilayah Jabar Endemik
Sosialisasi ini mencakup pencegahan Antraks. Artikel Bisnis Indonesia. Selasa, 26
timbulnya penyakit dan penanganan ternak Oktober 2004.
sakit. Bentuk sosialisasi harus disesuaikan HUIZZER, G. 1997. Participatory Action Research
dengan kondisi usia peternak yang umumnya and Peoples Participation: Introduction and
relatif tua, berpendidikan rendah serta Case Study. Sustainable Department (SD),
terbatasnya sarana komunikasi yang dimiliki. Food and Agriculture Organization of the
Eksistensi usaha ternak perlu dioptimalkan United Nation. Hand out. 24 pp.
melalui penyuluhan tentang manajemen, mulai NAIPOSPOS, T.S.P. 2004. Kebijakan Pemerintah
dari pakan, perkandangan, kesehatan dan Untuk Mengatasi Wabah Antraks di Daerah
pemuliabiakan. Endemis di Indonesia. Seminar Antraks,
Berkaitan dengan resiko kerugian ternak, Peternak dan Opini Publik. Bogor, 23
maka kompensasi bagi ternak yang sakit atau Desember 2004. Puslitbang Peternakan,
mati karena antraks perlu dipertimbangkan, Bogor.
dengan catatan peternak mau melapor dan NAIPOSPOS, T.S.P. 2005. Beternak di Daerah
mengikuti sosialisasi. Jika hal ini tidak Endemis Antraks. Perlunya Komunikasi
diantisipasi maka penyebaran antraks kepada Resiko. Kompas. Sabtu, 5 Maret 2005.
ternak lain maupun manusia justru akan lebih PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR. 2001. Profil
merugikan bagi masyarakat secara luas. Desa/Kelurahan. Daftar Isian Data Dasar
Profil Desa/Kelurahan.
DAFTAR PUSTAKA PURNOMO RONOHARJO dan SOETEDJO. 1984.
Penuntun Kesehatan Ternak Kambing. Balai
DINAS PERIKANAN DAN PETERNAKAN KABUPATEN Penelitian Penyakit Hewan. Badan Penelitian
BOGOR. 2005. Hindari Penularan Antraks. dan Pengembangan Pertanian Departemen
Brosur. Pertanian, Bogor.
DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN. 2000. Kasus SIGIT, S. 1999. Pengantar Metodologi Penelitian
Antraks. Laporan Kerjasama Ditjen PPM-PL, Sosial-Ekonomi dan Manajemen. Fakultas
DEPKES dan Kesejahteraan Sosial, 10 pp. Ekonomi Univ. Sarjanawinata, Yogyakarta.
DISKUSI
Pertanyaan:
1. Bagaimana menentukan diagnosa antraks pada manusia?
2. Bagaimana yang dimaksud dengan parstisipatif?
3. Dalam radius berapa penanggulangan antraks dalam satu lokasi perlu dilakukan?
4. Kenapa peternak belum mengetahui cici-ciri atau gejala terserang antraks (hewan dan
manusia)?
5. Berapa lama pengalaman beternak dan peternak responden?
6. Bagaimana cara meningkatkan pengetahuan peternak untuk yang akan datang?
Jawaban:
1. Kasus antraks yang menyerang manusia ditandai dengan kulit terdapat koreng hitam, habis
makan daging domba terkena antraks dan diare akut.
2. Mengikutisertakan peternak mengenali, cara mencegah dan mengobati ternak yang terkena
penyakit antraks.
1001
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2006
3. Tidak bisa diberikan standar radius karena antraks disebabkan oleh bakteri jadi pengobatan
hanya bisa dilakukan pada daerah terjadi wabah.
4. Selama ini belum tersentuh penyuluhan, penyuluhan diberikan setelah wabah terkenal di
media masa karena ada manusia yang meninggal. Itupun masih terbatas pada pemuka desa,
belum sampai ke peternak.
5. Sejak tahun l970-an sudah mengetahui penyakit antraks (pada stadium lanjut).
6. Dengan sosialisasi: tanda-tanda antraks dini, cara pengobatan dan penanganannya jika ada
ternak yang mati.
1002