Analisis Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris Dan Keberadaan Komite Audit Terhadap Aktivitas Manajemen Laba

You might also like

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 14

ANALISIS PENGARUH PROPORSI DEWAN KOMISARIS DAN

KEBERADAAN KOMITE AUDIT

TERHADAP AKTIVITAS MANAJEMEN LABA

Oleh

Linda Kusumaning Wedari, SE., M.Si

ABSTRACT

This study is performed to examine the influence of internal and external board of
directors and the presence of an audit committee on earnings management activities.
This study used the discretionary accrual model of the modified Jones model to
measure earnings management. Sampling method was purposive random sampling,
with the criteria of non organizations in the insurance and banking industries group
listed at the BEJ prior to 1994, organizations publishing fund accounts at the time of
investigations through the years 1994-2002, consists of external and internal board of
directors, audit committee, and last of all, owns managerial stock holding data as
well as firm stock holding.

The results show finds that: (1) the proportion of the board of directors and the
presence of an audit committee significantly have a negative influence on earnings
management. This means that the proportion of the board of directors and the
presence of an audit committee reduce earnings management activities; (2) the
interaction between the board of directors and the presence of an audit committee
have a positive influence instead of a negative one by considering that the interaction
was not effective in reducing earnings management activities; (3) managerial and
institutional ownership does not have an influence for earnings management
activities; and (4) the auditor has a significantly negative influence on earnings
management activities.

Keywords: earnings management, board of directors and audit committee.

1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Manajemen laba merupakan salah satu masalah keagenan (agency problem)


yang terjadi karena adanya pemisahan antara pemegang saham dengan manajemen
perusahaan. Aktivitas manajemen laba yang terjadi di perusahaan dapat dibatasi
dengan adanya dewan komisaris eksternal (Peasnell et al., 1998 dan 2000) dan komite
audit.

Berbagai bentuk manajemen laba seperti taking a bath, perataan laba (income
smoothing), maksimalisasi atau minimalisasi pendapatan dapat dilakukan oleh pihak
manajemen dengan memanfaatkan peluang yang ada dalam standar akuntansi seperti
penerapan kebijakan akuntansi atau pemilihan metoda akuntansi yang digunakan.
Dewan komisaris diyakini memiliki peran penting dalam pengelolaan
perusahaan, khususnya dalam memonitor manajemen puncak (Fama dan Jansen, 1983
seperti yang dinyatakan oleh Pratana, 2002). Beasley (1996) meneliti hubungan antara
proporsi dewan komisaris dan kecurangan (fraud) laporan keuangan. Ia membuktikan
bahwa perusahaan yang melakukan kecurangan mempunyai persentase dewan
komisaris eksternal yang signifikan lebih rendah daripada perusahaan yang tidak
melakukan kecurangan. Adanya kewajiban dibentuknya komite audit pada
perusahaan-perusahaan publik oleh Bursa Efek Jakarta dalam peraturan pencatatan
efek no I-A, dalam rangka penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik (good
corporate governance) menunjukkan bahwa BEJ ingin meningkatkan pengawasan
terhadap pengelolaan perusahaan sehingga dapat mengurangi aktivitas manajemen
melalui akrual diskresioner. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Verschoor (1993)
mengenai pengawasan pada audit eksternal diharapkan yang dapat meningkatkan
independensi auditor sehingga dapat memperbaiki efektivitas audit. Oleh karena itu,
keberadaan komite audit yang cukup independen dapat membantu dalam mengurangi
aktivitas manajemen laba.

Penelitian ini berbeda dari penelitian Pratana (2002) yang melihat hubungan
corporate governance dengan manajemen laba, dimana corporate governance diukur
dengan melihat variabel ukuran dewan direksi. Dalam penelitian ini, peneliti ingin
membuktikan bahwa aktivitas manajemen laba dapat dikurangi dengan proporsi
dewan komisaris eksternal yang tinggi dan keberadaan komite audit sesuai ketentuan,
yaitu 30% berasal dari pihak eksternal untuk meningkatkan independensi dan
terselenggaranya pengelolaan korporasi yang baik. Aktivitas manajemen laba
diproksikan dengan discretionary accrual dengan menggunakan model Jones (1991).

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka permasalahan yang akan


dikemukakan dalam penelitian berikut ini adalah: 1) Apakah proporsi dewan
komisaris eksternal yang tinggi dapat mengurangi aktivitas manajemen laba; 2)
Apakah keberadaan komite audit dapat mengurangi aktivitas manajemen laba.

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah perusahaan publik Indonesia yang
melakukan aktivitas manajemen laba dapat dikurangi dengan adanya proporsi dewan
komisaris eksternal yang tinggi dan dengan adanya keberadaan komite audit dalam
perusahaan.

2. Tinjauan Literatur dan Pengembangan Hipotesis

2.1. Teori Keagenan (Agency Theory) dan Manajemen Laba

Jensen dan Meckling (1976) dan Scott (1997) menggambarkan hubungan


keagenan (agency relationship) sebagai hubungan yang timbul karena adanya kontrak
yang ditetapkan antara principal yang menggunakan agen untuk melakukan jasa yang
menjadi kepentingan principal dalam hal terjadi pemisahan kepemilikan dan kontrol
perusahaan. Agar hubungan kontraktual ini dapat berjalan lancar, principal akan
mendelegasikan otoritas pembuatan keputusan kepada agen dan hubungan ini juga
perlu diatur dalam suatu kontrak yang biasanya menggunakan angka-angka akuntansi
yang dinyatakan dalam laporan keuangan sebagai dasarnya.

Masalah keagenan (agency problem) sebenarnya muncul ketika principal


kesulitan untuk memastikan bahwa agen bertindak untuk memaksimumkan
kesejahteraan principal. Menurut teori keagenan, pengawasan yang secara luas
digunakan dan diharapkan dapat menyelaraskan tujuan principal dan agen adalah
melalui mekanisme pelaporan keuangan. Melalui laporan keuangan yang merupakan
tanggung jawab agen, principal dapat mengukur, menilai sekaligus mengawasi kinerja
agen, sejauh mana agen telah bertindak untuk meningkatkan kesejahteraan principal.
Selain itu, pemilik/pemegang saham dapat memberikan kompensasi kepada agen
berdasarkan laporan keuangan, kreditur dapat memberikan pinjaman dengan
mempertimbangkan laporan keuangan, pemerintah dapat menetapkan regulasi
berdasarkan laporan tersebut.

Laporan keuangan yang dibuat menggunakan angka-angka akuntansi


diharapkan berperan besar dalam meminimalkan konflik antara pihak-pihak yang
berkepentingan dengan perusahaan (Jensen dan Meckling, 1976; Watts dan
Zimmerman, 1986). Ketergantungan pihak eksternal pada angka akuntansi,
kecenderungan manajer untuk mencari keuntungan sendiri (moral hazard) dan tingkat
asimetri informasi yang tinggi, menyebabkan keinginan besar bagi manajer untuk
memanipulasi kinerja yang dilaporkan untuk kepentingan mereka sendiri. Perbedaan
preferensi atau kepentingan antara manajer dengan pemegang saham menyebabkan
manajemen menggunakan accounting discretion untuk mempengaruhi transfer dari
pemegang saham ke manajemen.

2.2. Dewan Komisaris dan Komite Audit

Dewan memandang aktivitas monitor oleh komisaris eksternal sebagai pusat


dari pemecahan masalah agency (antara manajer dan pemegang saham) yang efektif
(Fama dan Jensen, 1983 seperti yang dinyatakan oleh Pratana, 2002). Proporsi dewan
komisaris harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan putusan yang
efektif, tepat dan cepat serta dapat bertindak secara independen. Menurut Peraturan
Pencatatan Nomor IA tentang Ketentuan Umum Pencatatan Efek bersifat Ekuitas di
Bursa yaitu jumlah komisaris independen minimum 30%. Dalam rangka
penyelenggaraan pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance),
perusahaan tercatat wajib memiliki komisaris independen yang jumlahnya
proporsional sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki oleh bukan pemegang
saham pengendali dengan ketentuan jumlah komisaris independen sekurang-
kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) dari jumlah seluruh anggota komisaris.

Pengertian komite adalah sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang
lebih besar, untuk mengerjakan pekerjaan tertentu atau untuk melakukan tugas-tugas
khusus. Manfaat komite audit yang dibentuk sebagai sebuah komite khusus di
perusahaan untuk mengoptimalkan fungsi pengawasan yang sebelumnya merupakan
tanggung jawab penuh dari dewan komisaris. Surat edaran PT. Bursa Efek Jakarta No:
SE-008/BEJ/12-2001 tanggal 7 Desember 2001 telah mengatur mengenai
keanggotaan komite audit dengan anggota komite audit yang berasal dari eksternal.
Peranan komite audit diatur melalui surat edaran Bapepam nomor SE-03/PM/2002.
Dalam surat itu dinyatakan bahwa komite audit terdiri dari sedikitnya tiga orang,
diketuai oleh komisaris independen perusahaan dengan proporsi 30% (tiga puluh
perseratus) untuk terselenggaranya pengelolaan korporasi yang baik.

Hubungan yang erat antara komite audit dan dewan komisaris ini juga nampak
dalam kewajiban pelaporan komite audit. Komite audit bertanggung jawab kepada
dewan komisaris atas pelaksanaan tugas yang telah ditentukan dan wajib membuat
laporan kepada dewan komisaris atas setiap penggunaan yang diberikan (BEJ, 2001).

2.3. Manajemen laba dan faktor-faktor pendorong perlakuannya

Manajemen laba adalah manipulasi laba yang dilakukan pihak manajemen untuk
mencapai tujuan tertentu. Manipulasi dilakukan agar laba nampak sebagaimana yang
diharapkan. Manipulasi juga dilakukan agar investor tetap tertarik dengan perusahaan
tersebut. Menurut Scott (1997) manajemen laba adalah tindakan manajer untuk
melaporkan laba yang dapat memaksimalkan kepentingan pribadi atau perusahaan
dengan menggunakan kebijakan metoda akuntansi.

Standar akuntansi yang memberikan keleluasaan kepada pihak manajemen


untuk memilih dan menggunakan kebijakan atau metoda akuntansi tertentu, dijadikan
sebagai alasan bagi pihak manajer untuk melakukan aktivitas menajemen laba.
Aktivitas manajemen laba dapat terjadi karena tiga faktor meliputi: pemanfaatan
transaksi akrual, perubahan metoda akuntansi dan penerapan suatu kebijakan
akuntansi. Transaksi akrual memberikan kebebasan pada manajemen untuk
menentukan jumlah transaksi secara fleksibel.

Adapun faktor-faktor yang mendorong manajer melakukan aktivitas manajemen


laba adalah (Scott, 1997): Pertama: Kontrak bonus. Manajer perusahaan yang
memperoleh laba dibawah target laba akan melakukan manipulasi laba agar
memperoleh bonus yang maksimal di periode mendatang (taking a bath). Kedua:
Kontrak hutang. Sweeney (1994) menemukan bahwa perusahaan secara signifikan
menaikkan laba sehingga rasio debt to equity dan interest coverage pada frekuensi
yang ditentukan. Ketiga: Faktor politik. Banyak perusahaan yang terkena dampak
politik akan melakukan manajemen laba untuk mengurangi visibilitas mereka.
Keempat: Faktor pajak. Pada perioda terjadi kenaikan harga (inflasi), penggunaan
LIFO akan menghasilkan laba yang dilaporkan lebih rendah dan pajak yang
dibayarkan menjdai lebih rendah. Kelima: Perubahan Chief Executive Officer
(CEO). Pada bonus plan hypothesis memprediksikan bahwa semakin mendekati
periode pensiun seorang CEO akan cenderung melakukan strategi income
maximization untuk meningkatkan bonus mereka. DeAnggelo dan Skinner (1994)
mengemukakan bahwa CEO akan melakukan take a bath untuk meningkatkan
probabilitas peningkatan laba dimasa mendatang. Keenam: Penawaran saham
perdana (IPO). Sutanto (2000) menemukan bahwa perusahaan yang akan melakukan
penawaran saham perdana (IPO) melakukan aktivitas manajemen laba (income-
increasing discretionary accruals) pada periode terakhir sebelum IPO.

2.4. Studi Penelitian Terdahulu

Healy (1985) menyatakan manajemen suatu perusahaan dapat melakukan


manajemen laba dengan dua cara yaitu dengan memilih prosedur akuntansi atau
mengontrol berbagai akrual. Dechow, Sloan, dan Sweeney (1995) mengemukakan
bahwa aktivitas menajemen laba juga dapat dilakukan dengan cara memanipulasi
komponen biaya, komponen pendapatan dan komponen marjin. Penelitian di
Indonesia berkenaan dengan manajemen laba dengan cara peningkatan atau
penurunan laba dilakukan oleh Sutanto (2001) meneliti manajemen laba menjelang
IPO oleh perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEJ. Pratana (2002) meneliti
hubungan corporate governance dengan manajemen laba dan kualitas laba. Lailatul
(2002) meneliti mengenai manajemen laba pada perusahaan bermasalah menemukan
bahwa aktivitas manajemen laba dilakukan oleh perusahaan yang bermasalah maupun
perusahaan tidak bermasalah.

2.5. Pengembangan Hipotesis

Ada beberapa mekanisme yang telah diidentifikasi dalam beberapa penelitian


empiris yang dimaksudkan untuk memastikan bahwa manajemen bertindak sesuai
dengan kepentingan principal (pemegang saham, pemberi pinjaman, dan pihak yang
berkepentingan/stakeholder). Mekanisme ini meliputi mekanisme internal, seperti
struktur dewan komisaris, kepemilikan manajer, dan kompensasi eksekutif; dan
mekanisme eksternal, seperti pasar untuk kontrol perusahaan, kepemilikan
institusional dan tingkat pendanaan dengan hutang (debt financing) (Barnhart dan
Rosenstein, 1998 seperti yang dinyatakan oleh Pratana, 2002).

Bukti-bukti penelitian empiris yang ada saat ini, mendukung prediksi bahwa
kemampuan dewan komisaris untuk mengawasi merupakan fungsi yang positif dari
proporsi dan independensi dari dewan komisaris eksternal (Weisbach, 1988 seperti
yang dinyatakan oleh Pratana, 2002). DeFond dan Subramayam (1998) seperti yang
dikutip oleh Pratana (2002) mempostulatkan bahwa resiko litigasi klien dapat
mempengaruhi pilihan akuntansi auditor untuk lebih konservatif daripada manajemen,
bagi klien yang lebih beresiko. Hal ini berarti komite audit dapat mengurangi aktivitas
manajemen laba. Dari penjelasan tersebut maka peneliti menghipotesakan:

H11 : Makin besar proporsi dewan komisaris eksternal maka makin berkurang
aktivitas manajemen laba.

H12 : Perusahaan yang mempunyai komite audit akan mempunyai aktivitas


manajemen laba yang lebih rendah intensitasnya daripada perusahaan
yang tidak mempunyai komite audit.

Audit komite sering melaporkan aktivitasnya pada dewan komisaris, hal ini akan
meningkatkan kemungkinan audit komite berinteraksi dengan proporsi dewan
komisaris dalam menentukan efektivitas dewan dalam melaksanakan peran
pengawasan. Peneliti akan membandingkan perusahaan publik yang memiliki
proporsi dewan komisaris eksternal tinggi dan memiliki komite audit (Good
corporate governance) dengan perusahaan yang memiliki proporsi dewan komisaris
eksternal rendah dan tidak memiliki komite audit (Bad corporate governance).
Perusahaan yang memiliki proporsi dewan komisaris eksternal rendah dan memiliki
komite audit, atau perusahaan yang memiliki proporsi dewan komisaris eksternal
tinggi dan tidak memiliki komite audit bukan merupakan fokus dalam penelitian ini.
Hal ini dapat dipahami dengan matriks berikut ini:
Proporsi Dewan Komisaris

Tinggi Rendah
Keberadaan
Ada Good Corporate
Komite Audit Governance

Tidak Bad Corporate


Governance

Gambar 2.1. Matriks Pengelolaan Korporasi


Dari matriks tersebut, peneliti menghipotesakan:

H13 : Perusahaan dengan pengelolaan korporasi baik (Good corporate


governance) akan memiliki aktivitas manajemen laba yang lebih rendah
daripada perusahaan dengan pengelolaan korporasi buruk (Bad
corporate governance).

3. Metoda Penelitian

3.1. Sumber Data, Populasi dan Sampel

Penelitian ini mengunakan data sekunder berupa laporan tahunan BEJ yang
diperoleh dari pusat data BEJ di UGM, dari publikasi keterbukaan informasi dari BEJ
yang diperoleh dari internet. Sampel dipilih dari populasi perusahaan yang sahamnya
terdaftar dan diperdagangkan di BEJ, berdasarkan kriteria tertentu (purposive random
sampling), yaitu: perusahaan yang bukan dalam kelompok industri perbankan dan
asuransi, menerbitkan laporan keuangan tahunan dengan periode yang berakhir 31
Desember, menerbitkan laporan keuangan tahun 1994 sampai 2002 (9 tahun),
mempunyai dewan komisaris eksternal dan internal dan mempunyai komite audit.

3.2. Variabel Penelitian dan Pengukuran Variabel

Variabel Penelitian

a. Auditor (AUD) dimasukkan dengan menggunakan variabel dummy yang


bernilai 1 untuk perusahaan dengan auditor BIG 4 dan nol bila sebaliknya.
Digunakannya auditor yang bereputasi baik (Big 4) akan menurunkan
kecenderungan terjadinya manajemen laba (Becker et al., 1998).
b. Ungkitan/leverage (LEV) merupakan proporsi ungkitan yang dimiliki oleh
perusahaan, yang dihitung dengan ungkitan (hutang perusahaan) dibagi
dengan total aset perusahaan. Semakin tinggi proporsi ungkitan (leverage)
yang dimiliki oleh suatu perusahaan maka semakin tinggi kecenderungan
manajemen laba yang dilakukan.
c. Kepemilikan manajer (MGROWN). Semakin besar kepemilikan manajer pada
perusahaan, maka semakin rendah kecenderungan manajer melakukan
aktivitas manajemen laba karena adanya keselarasan tujuan manajer dengan
tujuan pemegang saham. Variabel ini akan bernilai satu untuk kepemilikan
manajerial kurang dari 5% dan nol untuk sebaliknya.
d. Kepemilikan institusional (INSOWN) merupakan persentase saham yang
dimiliki oleh investor institusional. Semakin besar kepemilikan institusional
pada perusahaan, maka semakin rendah kecenderungan manajer melakukan
aktivitas manajemen laba karena adanya fungsi pengawasan yang lebih baik
dari investor yang sophisticated. Variabel ini akan bernilai satu untuk
kepemilikan institusional kurang dari 5% dan nol untuk sebaliknya.

Pengukur Akrual Diskresioner

Peneliti mengukur akrual diskresioner dengan menggunakan model Jones


yang dimodifikasi, karena dianggap model ini paling baik diantara model lain yang
sama-sama digunakan untuk mengukur manajemen laba (Dechow et al., 1995; Bartov
dan Gul, 2000; Lobo dan Zhou, 2001). Untuk mengukur akrual diskresioner, peneliti
terlebih dahulu akan mengukur total akrual dengan metoda Jones yang dimodifikasi,
yaitu:

TACCit = Net Income Cash Flow from Operation . (1)

Selanjutnya menghitung nilai akrual total yang diestimasi dengan persamaan regresi
OLS sebagai berikut:

TACCit = a1 (1/TAi,t-1) + a2 (REVit /TAi,t-1) + a3 (PPEit /TAi,t-1) + it .. (2)

Akrual non-diskresioner merupakan nilai prediksian (predicted value) dari regresi


untuk perusahaan dan tahun tertentu. Setelah menghitung akrual non-diskresioner,
maka dapat dihitung akrual diskresioner dengan rumus:

DACCit = TACCit - NDACCit ........... (3)

4. Hasil Penelitian dan Pembahasan

4.1. Statistik Deskriptif

Penelitian ini menggunakan metoda pengumpulan data pooling data, dan berhasil
mengumpulkan sampel sebanyak 61 perusahaan, namun karena ada 4 perusahaan
yang menerbitkan laporan tidak berakhir 31 Desember maka sampel akhir yang
digunakan adalah sebanyak 57 perusahaan dengan total observasi selama periode
pengamatan dari tahun 1995-2002 adalah sebanyak 456 observasi.

Tabel 1. Statistik Deskriptif

MEAN MEDIAN DEVIASI MIN MAX N


STANDAR

DA -440317611.00 -87230576.00 4690207366.40 -68274124215 40008034122 456

OUT 0.3346 0.3300 0.1333 0.10 0.85 456

Dari tabel 1 di atas terlihat bahwa mean dan median dari akrual diskresioner
adalah -440317611.00 dan -87230576.00 dengan deviasi standar 4690207366.40 serta
nilai maksimum (minimum) adalah 40008034122 (-68274124215). Hasil ini
menggambarkan bahwa untuk perusahaan-perusahaan yang menjadi sampel, rata-rata
melakukan aktivitas manajemen laba dalam bentuk penurunan laba (income
decreasing). Hal ini mungkin terjadi karena manajer termotivasi oleh motif untuk
menghindari pajak atau regulasi tertentu.

Proporsi dewan komisaris (OUT) memiliki mean dan median sebesar 0.3346
dan 0.3300 dengan deviasi standar 0.1333 dan nilai maksimum (minimum) adalah
0.85 (0.10). Berdasarkan peraturan dari BEJ yang menetapkan batas minimal proporsi
dewan komisaris sebesar 30% dan dibandingkan dengan hasil analisis
mengindikasikan cukup tingginya proporsi dewan komisaris eksternal rata-rata
perusahaan sample.

4.2. Hasil Pengujian Asumsi Klasik

Dari hasil pengujian asumsi klasik yang meliputi pengujian heteroskedastisitas,


multikolinearitas, dan autokorelasi menunjukkan bahwa semua variable bebas dari
heteroskedastisitas, multikolinearitas, dan autokorelasi.

4.3. Hasil Pengujian Hipotesis dan Pembahasan

Dalam penelitian ini, hipotesis 1a, 1b, 2, 3a dan 3b akan diuji dengan persamaan 4
menggunakan regresi OLS, yaitu:

DAit = 0 + 1OUTit + 2ACit + 3OUTit*ACit + 1AUD + 2LEV + 3MGROWN +


3INSOWN + it

Hasil regresi OLS persamaan 4 yang menguji hubungan antara proporsi dewan
komisaris dan keberadaan komite audit dengan aktivitas manajemen laba yang
diproksikan dengan nilai akrual diskresioner akan diuraikan sebagai berikut: (lihat
table 2 dan 3 di lampiran)

a. Dari hasil regresi maka dapat dilihat bahwa secara keseluruhan model
persamaan 5 ini dapat dipakai untuk memprediksi variabel dependen (akrual
diskresioner). Hal ini dapat dilihat dari nilai F-hitung secara statistis signifikan
pada =0,05, ini menunjukkan bahwa seluruh variabel dalam model secara
bersama-sama berpengaruh terhadap akrual diskresioner. Sedangkan nilai
adjusted R-square sebesar 0.153 yang menunjukkan bahwa variabel independen
mampu menjelaskan variasi dalam variabel dependen hanya 15,3 %.
b. Variabel AC. Variabel AC menunjukkan p-value < 0,05 dengan
koefisien variabel sebesar -0.342 yang menunjukkan bahwa variabel keberadaan
komite audit berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap akrual
diskresioner. Hal ini berarti secara rata-rata aktivitas manajemen laba antara
perusahaan yang memiliki komite audit lebih rendah daripada perusahaan yang
tidak memiliki komite audit. Bila hipotesis 1b diuji dengan menggunakan t test,
akan diperoleh hasil yang berbeda. Dari hasil t test menunjukkan bahwa p-
value>0.05. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan aktivitas
manajemen laba pada perusahaan yang memiliki komite audit dengan perusahaan
yang tidak mempunyai komite audit. Hasil pengujian hipotesis 1b berbeda antara
pengujian dengan menggunakan regresi dengan menggunakan t test. Namun
karena hasil regresi mempertimbangkan faktor-faktor selain komite audit sehingga
model tersebut lebih kaya dan lengkap dalam mendapatkan hasil, maka peneliti
mendasarkan pengambilan kesimpulan pada hasil regresi yaitu bahwa hipotesis 1b
secara statistik didukung.
c. Variabel OUT. Dari hasil pengujian persamaan 5 diatas dapat dilihat
bahwa variabel OUT dengan p-value<0,05 memiliki koefisien variabel sebesar
0.354 yang menunjukkan bahwa variabel proporsi dewan komisaris berpengaruh
secara negatif dan signifikan terhadap akrual diskresioner.
d. Variabel OUT.AC. Sementara itu variabel OUT.AC yang
menunjukkan interaksi antara proporsi dewan komisaris dan keberadaan komite
audit, menunjukkan p-value < 0,05 dengan koefisien variabel sebesar 0.469 yang
berarti bahwa variabel OUT.AC berpengaruh secara positif dan sangat signifikan
terhadap aktivitas manajemen laba.
e. Variabel AUD. Variabel AUD berpengaruh secara negatif dan
signifikan dengan manajemen laba (akrual diskresioner) yang ditunjukkan oleh
koefisien variabel sebesar -0.203 dengan p-value < 0.05, hal ini sesuai dengan apa
yang telah diprediksi oleh teori bahwa digunakannya kantor akuntan publik BIG 4
akan dapat mengurangi aktivitas manajemen laba.
f. Variabel MGR. Variabel MGR menunjukkan hasil yang signifikan
yang ditunjukkan oleh koefisien variabel sebesar 0.113 dengan p-value < 0.05,
sehingga dapat disimpulkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh secara
positif dan signifikan terhadap aktivitas manajemen laba (discretionary accruals).
Hal ini tidak sesuai dengan apa yang telah diprediksi oleh teori bahwa dengan
kepemilikan manajerial yang tinggi akan dapat mengurangi aktivitas manajemen
laba. Hal ini disebabkan karena kepemilikan manajerial tidak dapat digunakan
untuk mengurangi aktivitas manajemen laba, karena kepemilikan manajerial
sering terjadi dengan motif lain, seperti memperoleh manfaat sebesar-besarnya
untuk kepentingan manajemen sendiri.
g. Variabel INS. Variabel INS menunjukkan hasil yang signifikan yang
ditunjukkan oleh koefisien variabel sebesar 0.147 dengan p-value<0.05, sehingga
disimpulkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh secara positif dan
signifikan terhadap aktivitas manajemen laba (akrual diskresioner). Hal ini tidak
sesuai dengan apa yang telah diprediksi oleh teori bahwa dengan kepemilikan
institusional yang tinggi akan dapat mengurangi aktivitas manajemen laba.

5. Kesimpulan dan Keterbatasan

5.1. Simpulan
Hasil penelitian dengan menggunakan sampel perusahaan-perusahaan yang terdaftar
di BEJ selama periode pengamatan 1995-2002 secara umum mendukung hipotesis
penelitian. Hasil penelitian secara ringkas adalah: (a) Proporsi dewan komisaris dan
keberadaan komite audit berpengaruh dengan arah negatif secara signifikan dengan
aktivitas manajemen laba. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa proporsi dewan
komisaris dan keberadaan komite audit mampu mengurangi aktivitas manajemen laba.
(b) Hipotesis yang menyatakan interaksi antara proporsi dewan komisaris dan
keberadaan komite audit terhadap aktivitas manajemen laba secara statistis dapat
didukung namun dengan arah positif bukan negatif. (c) Pengaruh dari kepemilikan
manajerial dan institusional terhadap aktivitas manajemen laba secara statistis dapat
didukung namun dengan arah positif bukan negative, karena investor institusional
lebih mementingkan kinerja perusahaan jangka panjang, oleh karena itu manajer tidak
memiliki insentif untuk melakukan manajemen laba sekarang. (d) Variabel auditor
terbukti secara signifikan dapat mengurangi aktivitas manajemen laba. (e) Variabel
ungkitan mempunyai pengaruh dengan arah positif dan signifikan dengan aktivitas
manajemen laba, yang berarti tidak konsisten dengan prediksi teori bahwa makin
tinggi rasio ungkitan maka makin rendah aktivitas manajemen laba.

Hasil dari penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Jumlah sampel yang
diperoleh dalam penelitian ini cukup kecil walaupun dengan periode pengamatan
yang panjang, karena terbatasnya jumlah perusahaan yang memiliki anggota dewan
komisaris eksternal sejak tahun 1994.

Keterbatasan yang lain adalah variabel komite audit hanya digunakan satu
karakteristik, yaitu ada atau tidaknya komite audit tanpa memasukkan karakteristik
lain seperti kompetensi anggota komite audit, latar belakang pendidikan, pengalaman,
dan sebagainya. Terakhir, data yang diperoleh dari BEJ kurang konsisten dari tahun ke
tahun. Angka-angka yang terdapat dalam laporan keuangan di BEJ antar tahun
seringkali berbeda, hal ini akan menyebabkan berkurangnya reliabilitas dari hasil
penelitian yang menggunakan data dari BEJ.

DAFTAR LITERATUR

Amanah, Lailatul., 2002. Manajemen laba pada perusahaan bermasalah, Thesis


tidak terpublikasi. UGM.

Bapepam, 2000. Pembentukan Komite Audit. Surat Edaran Bapepam No:


SE.03/PM/2000.

Bartov, E., dan Gul, F. A., 2000. Discretionary accruals models and audit
qualifications, working paper, University of Rochester, Penn State.

Beasley, M., 1996. An Empirical Analysis of the relation between the board of
director composition and financial statement fraud, The Accunting Review,
vol. 71, pp. 443-465.

Becker, Connie L., Mark Defond., J. Jiambalvo,. dan K. R. Subramanyam, 1998. The
effect of audit quality on earnings management, Contemporary Accounting
Research 15: 1-24.

Bursa Efek Jakarta, 2000. Peraturan Pencatatan Efek Nomor I-A: Tentang Ketentuan
Umum Pencatatan Efek Bersifat Ekuitas di Bursa. Keputusan direksi PT
BEJ No: 315/BEJ/062000.

Bursa Efek Jakarta, 2001. Keanggotaan Komite Audit. Surat Edaran No: SE-
008/BEJ/12-2001.

Cooper, D., Pamela S. C., 2001. Business Research Methods. 7th edition. McGraw-
Hill.

Dechow. P. M.; R. G. Sloan; dan A. P. Sweeney, 1996. Causes and consequences of


earnings manipulation: an analysis of firms subject to enforcement actions
by the SEC, Contemporary Accounting Research 13, 1-36.

Dechow. P. M.; R. G. Sloan; dan A. P. Sweeney, April 1995. Detecting Earnings


Management, The Accounting Review: 193-225

The Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI). 2001. Seri Tata Kelola
Perusahaan (Corporate Governance): Peranan Dewan Komisaris dan
Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance. Jilid kedua.
Jakarta.

Gudjarati, D., 1995. Basic Econometrics. 3rd edition. McGraw-Hill: New York.

Healy, P., 1985. The effect of bonus schemes on accounting decisions, Journal of
Accounting and Economics 7, 85-107.

Jensen, M. C., dan W. H. Meckling., Oktober 1976. Theory of the Firm: manajerial
behavior, agency cost, and ownership structure, Journal of Financial and
Economics 3, 305-360.

Jones, J., Autum 1991. Earnings Management During Import Relief Investigations,
Journal of Accounting Research, pp. 193-228.

Kiswara, Endang., 1999. Indikasi keberadaan unsur manajemen laba dalam laporan
keuangan perusahaan publik, Thesis tidak terpublikasi. UGM.

Lobo, G. J., dan Zhou, J., 2001. Disclosure Quality and earnings management,
working paper, Syracuse University, New York.

McClave. J. T., Terry. S., 2000. Statistics. 8th edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc.

Midiastuti, Pratana Puspa., 2002. Analisis hubungan corporate governance dengan


manajemen laba dan kualitas laba, Thesis tidak terpublikasi. UGM.

Peasnell, K.V., 1998. Detecting Earnings Management using Cross-Sectional


Abnormal Accrual Models, Working Paper.

-----------------, 2000. Board Monitoring and Earnings Management: Do Outside


Derectors Influence Abnormal Accruals? Accounting and Business
Research 30: 303-326.

Scott, William R., 1997, Financial Accounting Theory, New Jersey: Prentice-Hall,
Inc.

Sutanto, Intan Imam., 2000. Manajemen laba menjelang IPO oleh perusahaan-
perusahaan yang terdaftar di bursa efek jakarta, Thesis tidak terpublikasi.
UGM.

Sweeney, A. P., 1994, Debt Wolk, H. I., dan M. G. Tearney, 1997, Accounting Theory:
A Conceptual and Institutional Approach, Fourth Edition, South Western
College Publishing.

Verschoor, C.C., 1993, Benchmarking the audit committee, Journal of Accountancy


176, 59-64.

Watts, R. dan Zimmerman, J.L., Januari 1978. Towards a positive theory of the
determination of accounting standards, Accounting Review 53, 112-134.
Watts, R. dan Zimmerman, J.L., 1986, Positive Accounting Theory. New York:
Prentice-Hall.

Lampiran 1

Tabel 1. Hasil Regresi

Model Standardized
Coeff.
R2 t F Sig.

Beta

Regression 12.703 .000

Adjusted R2 .153

AC -.342 -2.481 .013

OUT -.354 -7.469 .000

AUD -.203 -4.652 .000

MGR .113 2.463 .014

INS .147 3.036 .003

LEV .075 1.732 .084

AC_OUT .469 3.296 .001

Sign pada = 5%
Lampiran 2

Tabel 2. Hasil Uji Beda

t-test for Equality of Means


Sig. Mean

t df (2- Difference
tailed)

Equal variances .224 454 .823 138954118.92


assumed

Equal variances .342 162.684 .733 138954118.92


not assumed

Sign pada = 5%

You might also like