REPUBLIK INDONESIA
KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
KEPUTUSAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
REPUBLIK INDONESIA
Nomor: SK. 2300/MenLHK-PKTL/IPSDH/PLA.1/5/2016
TENTANG
PENETAPAN PETA INDIKATIF PENUNDAAN PEMBERIAN IZIN BARU
PEMANFAATAN HUTAN, PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DAN PERUBAHAN
PERUNTUKAN KAWASAN HUTAN DAN AREAL PENGGUNAAN LAIN
(REVISI X)
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
Mengingat
: a. bahwa berdasarkan Diktum KETIGA huruf d Instruksi Presiden RI
Nomor 8 Tahun 2015 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru
dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan
Gambut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
melakukan revisi terhadap Peta Indikatif Penundaan Pemberian
Izin Baru di Kawasan Hutan setiap 6 (enam) bulan sekali;
b. bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan No, SK. 5385/MenLHK-PKTL/IPSDH/2015 tanggal 20
November 2015, telah ditetapkan Peta Indikatif Penundaan
Pemberian Izin Baru Pemanfaatan Hutan, Penggunaan Kawasan
Hutan dan Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Areal
Penggunaan Lain (Revisi IX) telah berlaku selama 6 bulan
schingga perlu dilakukan revisi;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf
a dan b, perlu menetapkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
dan Kehutanan tentang Penetapan Peta Indikatif Penundaan
Pemberian Izin Baru Pemanfaatan Hutan, Penggunaan Kawasan
Hutan dan Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan dan Areal
Penggunaan Lain (Revisi X);
1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2004;
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam;
3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus
bagi Provinsi Papua;10.
ats
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19,
-2-
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup;
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015;
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang
Perencanaan Kehutanan;
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang
Perlindungan Hutan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2009;
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan
dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan
Hutan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 3 Tahun 2008;
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentangRencana
Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN);
Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara
Perubahan Peruntukan dan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan;
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan
Kawasan Hutan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2015;
Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan
Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja;
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2015
tentang Organisasi Kementerian Negara;
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2015
tentang Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 121/P Tahun
2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan
Menteri Kabinet Kerja Periode 2014 - 2019;
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 47/Menhut-II/2013
tentang Pedoman, Kriteria dan Standar Pemanfaatan Hutan di
Wilayah Tertentu pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi;
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia Nomor P.18/MenLHK-II/2015 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan;
Keputusan Bersama Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian,
Kepala Badan Pertanahan Nasional, Kepala Badan Informasi
Geospasial dan Ketua Satuan Tugas REDD+ No. SKB.1/Menhut-
11/Kum/2012, _No.1126/Kpts/OT.160/3/2012, _No.4/SKB-
100/II/2012 dan No.12/KA.BIG/RT/03/2012 tanggal 30 Maret
2012 tentang Pembentukan Tim Teknis Gabungan Pembuatan
Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru.Memperhatikan
Menetapkan
KESATU
KEDUA
KETIGA
KEEMPAT
KELIMA
: Penundaan pemberian
Hasil pembahasan teknis yang melibatkan unsur dari
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian
Pertanian, Badan Informasi Geospasial, dan Kementerian Agraria
dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional pada tanggal
26April 2016 serta hasil koordinasi Tim Teknis Gabungan
Pembuatan Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru;
MEMUTUSKAN:
KEPUTUSAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
TENTANG PENETAPAN PETA INDIKATIF — PENUNDAAN
PEMBERIAN IZIN BARU PEMANFAATAN _ HUTAN,
PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DAN PERUBAHAN
PERUNTUKAN KAWASAN HUTAN DAN AREAL PENGGUNAAN
LAIN (REVISI X).
: Menetapkan Peta Indikatif Penundaan Pemberian IzinBaru
Pemanfaatan Hutan, Penggunaan Kawasan Hutan dan Perubahan’
Peruntukan Kawasan Hutan dan Areal Penggunaan Lain (Revisi X)
sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini dengan
skala 1:250.000.
: Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru pada Areal
Penggunaan Lain yang berada di dalam peta indikatif
sebagaimana dimaksud dalam Amar KESATU, skalanya
disesuaikan dengan ketersediaan data perizinan di instansi
teknis.
: Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru Pemanfaatan
Hutan, Penggunaan Kawasan Hutan dan Perubahan Peruntukan
Kawasan Hutan skala 1:250.000 sebagaimana dimaksud dalam
Amar KESATU ditandatangani oleh Direktur Jenderal Planologi
Kehutanan dan Tata Lingkungan atas nama Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan.
Penundaan pemberian izin baru sebagaimana dimaksud dalam
Amar KESATUmeliputi :
a. Izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu;
b. Izin pemungutan hasil hutan kayu;
c, Izin penggunaan kawasan hutan; dan
d. Perubahan peruntukan kawasan hutan,
in baru perubahan peruntukan kawasan
hutan sebagaimana dimaksud dalam Amar KEEMPAT huruf d
tidak berlaku dalam perubahan peruntukan kawasan hutan
terkait dengan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi.KEENAM
KETUJUH
KEDELAPAN
KESEMBILAN
: a. Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru pada kawasan
hutan sebagaimana dimaksud dalam Amar KESATU dilakukan
revisi setiap 6 (enam) bulan sekali.
b. Revisi Peta Indikatif sebagaimana dimaksud pada huruf a
dikoordinasikan oleh Direktur Jenderal Planologi Kehutanan
dan Tata Lingkungan.
c. Penetapan Peta Indikatif hasil revisi sebagaimana dimaksud
pada huruf b dilakukan oleh Direktur Jenderal Planologi
Kehutanan dan Tata Lingkungan atas nama Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Revisi Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru dilakukan
dengan memperhatikan
a. Hasil survei kondisi fisik lapangan;
b. Perubahan tata ruang;
c. Data dan informasi penutupan lahan terkini;
d. Masukan dari masyarakat;
ce. Pembaharuan data perizinan.
Dalam hal terdapat indikasi perbedaan antara Peta Indikatif
Penundaan Pemberian Izin Baru sebagaimana dimaksud dalam
Amar KESATU dengan kondisi fisik lapangan, dapat dilakukan
Marifikasi lapangan melalui :
a. Survei lahan gambut oleh Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian, Kementerian
Pertanian dengan menyertakan Balai Pemantapan Kawasan
Hutan di wilayah tersebut dan Perguruan Tinggi yang
mempunyai ahli di bidang gambut denganmengacu SNI
7925:2013.
b. Survei hutan alam primer oleh Dinas Provinsi yang
membidangi Kehutanan, dengan menyertakan Balai
Pemantapan Kawasan Hutan di wilayah tersebut dan
Perguruan Tinggi yang mempunyai disiplin ilmu di bidang
kehutanan.
c. Survei sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b,
dilaksanakan dengan melakukan penafsiran citra satelit
resolusi tinggi dan dilanjutkan dengan verifikasi melalui
pengecekan lapangan untuk mengetahui kondisi rill
penutupan lahan di wilayah tersebut.
Dalam hal hasil survei kondisi fisik lapangan sebagaimana
dimaksud dalam Amar KEDELAPAN diperoleh hasil :
a. Bukan berupa gambut dan/atau bukan hutan alam primer,
maka areal tersebut dapat diberikan izin baru.
b. Berupa gambut dan/atau hutan alam primer, maka areal
tersebut menjadi areal yang ditunda pemberian izin baru.KESEPULUH
KESEBELAS
KEDUABELAS,
KETIGABELAS :
KEEMPATBELAS :
Pengumpulan data sebagai bahan revisi Peta Indikatif
Penundaan Pemberian Izin Baru dapat dilakukan oleh Tim
Teknis GabunganPembuatan Peta Indikatif Penundaan
Pemberian Izin Baru melalui survei ke lapangan untuk
memperoleh gambaran kondisi fisik lapangan terhadap hasil
masukan masyarakat.
b. Pengumpulan data sebagaimana dimaksud huruf a dapat
dibantu oleh Tim Monitoring dan Evaluasi Peta Indikatif
Penundaan Pemberian Izin Baru yang dibentuk di daerah.
a. Pada areal perizinan yang sudah habis masa berlakunya dan
tidak diperpanjang/tidak diperbaharui, maka izin baru tidak
dapat diterbitkan kecuali pada areal bukan hutan alam
primer dan/atau bukan lahan gambut;
b. Pemanfaatan hutan di wilayah tertentu pada Kesatuan
Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan Pengelolaan Hutan
Produksi, harus tetap berpedoman pada Peta Indikatif
Penundaan Pemberian Izin Baru sebagaimana dimaksud pada
Amar KESATU;
¢. Izin lokasi di areal hutan alam primer atau lahan gambut
yang terbit sebelum Inpres No. 10 Tahun 2011, tetapi tidak
ditindaklanjuti dan atau telah melewati batas berlakunya,
maka areal tersebut menjadi areal penundaan pemberian izin
baru.
: Amar KEDELAPAN, KESEMBILAN, KESEPULUH dan KESEBELAS
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pemutakhiran
Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru selanjutnya.
a.Gubernur dan Bupati/Walikota dalam _ menerbitkan
rekomendasi dan penerbitan izin lokasi baru wajib berpedoman
pada Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru
sebagaimana dimaksud dalam Amar KESATU.
b.Gubernur dan Bupati/Walikota memantau _kemajuan
penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan
gambut.
a. Peta Indikatif sebagaimana dimaksud dalam Amar KESATU
tidak berlaku terhadap lokasi yang telah mendapat perizinan
atau titel hak dari pejabat berwenang sesuai peraturan
perundang-undangan pada Areal Penggunaan Lain (APL) atau
bukan kawasan hutan yang diterbitkan sebelum Instruksi
Presiden Nomor 10 Tahun 2011.
b. Peta Indikatif sebagaimana dimaksud dalam Amar KESATU
dikecualikan untuk proses pendaftaran tanah yang telah
dimiliki masyarakat perseorangan di Areal Penggunaan Lain
(APL) sepanjang disertai bukti hak atas tanah/ tanda bukti
kepemilikan lainnya yang diterbitkan sebelum Instruksi
Presiden No. 10 Tahun’ 2011 dan hasilnya dilaporkan kepada
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Direktur
Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan.c. Lokasi yang telah mendapat perizinan atau titel hak
sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b digunakan sebagai
bahan revisi Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru.
KELIMABELAS —: Dengan ditetapkannya Keputusan ini, maka Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK. 5385/MenLHK-
PKTL/IPSDH/2015 tanggal 20 November 2015 dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
KEENAMBELAS : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 Mei 2016
A.n, MENTERI LINGKUNGAN HIDUP
DAN KEHUTANAN
DIREKTUR JENDERAL PLANOLOGI
KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN,
-TTD-
PROF. DR. IR. SAN AFRI AWANG, M.Sc
NIP. 19570410 198903 1 002
-suai Dengan Aslinya
jagian Hukum Dan Kerjasama Teknik,
2016
‘eputusan ini disampaikan kepada:
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional.
Menteri Pertanian.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
Menteri Dalam Negeri.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Sekretaris Kabinet.
Kepala Badan Informasi Geospasial.
0. Direktur Jenderal/Kepala Badan lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan.
11, Para Gubernur di seluruh Indonesia.
12. Para Bupati/Walikota di seluruh Indonesia
4.
5.
6.
TE
8.
o:
1