Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 13

RANGKUMAN

ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN DAN

BAYI BARU LAHIR

ASUHAN PERSALINAN KALA IV

Disusun dalam rangka untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Asuhan Kebidanan

Persalinan dan Bayi Baru Lahir

Dosen Pembimbing :
Ibu Luluk Susiloningtyas, S.SiT, M.Kes
Oleh :
Fepy Sisiliay (16.14.02.011)

AKADEMI KEBIDANAN PAMENANG PARE

JL. SOEKARNO HATTA NO 15 BENDO PARE KEDIRI

Telp.(0354) 393102 FAX (0354) 395480

TAHUN 2017/2018
PEMBAHASAN

A. Asuhan Kala IV

Dua jam setelah persalinan merupakan saat yang paling kritis bagi pasien

dan bayinya. Tubuh pasien melakukan adaptasi yang luar biasa setelah

kelahiran bayinya agar kondisi tubuh kembali stabil, sedangkan bayi

melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan hidupnya di luar uterus.

Kematian ibu terbanyak terjadi pada kala ini, oleh karena itu bidan tidak

boleh meninggalkan pasien dan bayi sendirian (Sulistyawati dkk, 2013 : 177).

B. Fisiologi Kala IV

1. Tanda Vital

Dua jam pertama setelah persalinan, tekanan darah, nadi, dan

pernapasan akan berlangsung normal. Suhu pasien biasanya akan

mengalami sedikit peningkatan, tapi masih di bawah 38 oC, hal ini

disebabkan oleh kurangnya cairan dan kelelahan. Jika intake cairan baik,

maka suhu akan berangsur normal kembali setelah dua jam (Sulistyawati

dkk, 2013 : 177).

2. Gemetar

Kadang dijumpai dari 38 oC dan tidak dijumpai tanda-tanda infeksi

lain. Gemetar terjadi karena hilangnya ketegangan dan sejumlah energi

selama melahirkan dan merupakan respon fisiologis terhadap penurunan

volume intraabdominal serta pergeseran hematologi (Sulistyawati dkk,

2013 : 177).
3. Sistem Gastrointestinal

Selama dua jam pascapersalinan kadang dijumpai pasien merasa mual

sampai muntah, atasi ini dengan posisi tubuh yang memungkinkan dapat

mencegah terjadinya aspirasi corpus aleanum ke saluran pernapasan

dengan setengah duduk atau duduk di tempat tidur. Perasaan haus pasti

dirasakan pasien, oleh karena itu hidrasi sangat penting diberikan untuk

mencegah dehidrasi (Sulistyawati dkk, 2013 : 178).

4. Sistem Renal

Selama 2-4 jam pascapersalinan kandung kemih masih dalam keadaan

hipotonik akibat adanya alostaksis, sehingga sering dijumpai kandung

keih dalam keadaan penuh dan mengalami pembesaran. Hal ini

disebabkan oleh tekanan pada kamdung kemih dan uretra selama

persalinan. Kondisi ini dapat diringankan dengan selalu megusahakan

kandung kemih kosong selama persalinan untuk mencegah trauma.

Setelah melahirkan, kandung kemih sebaiknya tetap kosong guna

mencegah uterus berubah posisi dan terjadi atoni. Uterus yang

berkontraksi dengan buruk meningkatkan perdarahan dan nyeri

(Sulistyawati dkk, 2013 : 178).

5. Sistem Kardiovaskular

Selama kehamilan, volume darah normal digunakan untuk

menampung aliran darah yang meningkat yang diperlukan oleh plasenta

dan pembuluh darah uterus. Penarikan kembali estrogen menyebabkan

diuresis yang terjadi secara cepat sehingga mengurangi volume plasma


kembali pada proporsi normal. Aliran ini terjadi 2-4 jam pertama setelah

kelahiran bayi. Selama masa ini pasien mengeluarkan banyak sekali urine.

Hilangnya pengesteran membantu mengurangi retensi cairan melekat,

dengan meningkatnya vaskular pada jaringan tersebut selama kehamilan

bersama-sama degan trauma masa persalinan. Pada persalinan per vagina

kehilangan darah sekitar 200-500 ml sedangkan pada persalinan SC

pengeluarannya dua kali lipat. Perubahan terdiri dari volume darah dan

kadar hematokrit (Sulistyawati dkk, 2013 : 178).

Setelah persalinan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah

pasien relatif akan bertambah. Keadaan ini akan menyebabkan beban

pada jantung (Sulistyawati dkk, 2013 : 178)

6. Serviks

Perubahan-perubahan pada serviks terjadi segera setelah bayi lahir,

bentuk serviks agak menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh

korpus uterus yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak

berkontraksi sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan

serviks berbentuk semacam cincin (Sulistyawati dkk, 2013 : 178).

Serviks berwarna merah kehitaman karena penuh dengan pembuluh

darah. Konsistensi lunak, kadang-kadang terdapat laserasi atau perlukaan

kecil. Karena robekan kecil terjadi selama berdilatasi, maka serviks tidak

akan pernah kembali lagi ke keadaan seperti sebelum hamil (Sulistyawati

dkk, 2013 : 178).


Muara serviks yang berdilatasi sampai 10 cm sewaktu persalinan akan

menutup secara perlahan dan bertahap. Setelah bayi lahir tangan bisa

masuk ke dalam rongga rahim, setelah dua jam hanya dapat dimasukin

dua atau tiga jari (Sulistyawati dkk, 2013 : 179).

7. Perineum

Segera setelah dilahirkan, perineum menjadi kendur kerena

sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada hari ke-

5 pascamelahirkan, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian

tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dibandingkan keadaan sebelum

hamil (Sulistyawati dkk, 2013 : 179).

8. Vulva dan Vagina

Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat

besar selama proses melahirkan, dan dalam beberapa hari pertama

sesudah proses tersebut kedua organ ini tetap dalam keadaan kendur.

Selama 3 minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil

dan rugae dalam vagina berangsur-angsur akan muncul kembali,

sementara labia menjadi lebih menonjol (Sulistyawati dkk, 2013 : 179).

9. Pengeluaran ASI

Dengan menurunnya hormon estrogen, progesteron, dan Human

Plasenta Lactogen Hormone setelah plasenta lahir, prolaktin dapat

berfungsi membentuk ASI dan mengeluarkannya ke dalam alveoli bahkan

sampai duktus kelenjar ASI. Isapan langsung pada puting susu ibu

menyebabkan refleks yang dapat mengeluarkan oksitosin dari hipofisis


sehingga mioepitel yang terdapat disekitar alveoli dan duktus kelenjar ASI

berkontraksi dan mengeluarkan ASI ke dalam sinus yang disebut let

down refleks (Sulistyawati dkk, 2013 : 179).

Manfaat pemberian ASI pada kala IV

Isapan langsung pada puting susu ibu menyebabkan reflek yang

dapat mengeluarkan oksitosin dari hipofisis, sehingga ini akan

menambah kekuatan kontraksi uterus v.

C. Pemantauan Kala IV

1. Serviks

Indikasi pemeriksaan serviks menurut Sulistyawati (2013 : 180), yaitu :

a. Aliran perdarahan per vagina berwarna merah terang dari bagian atas

tiap laserasi yang diamati, jumlahnya menetap atau sedikit setelah

kontraksi uterus dipastikan.

b. Persalinan cepat atau presipitatus.

c. Manipulasi serviks selama persalinan, misalnya untuk mengurangi

tepi anterior.

d. Dorongan maternal (meneran) sebelum dilatasi maksimal.

e. Kelahiran per vagina dengan tindakan, misalnya ekstraksi vakum atau

forsep.

f. Kelahiran traumatik, misalnya distosia bahu.


Adanya salah satu dari faktor di atas mengindikasikan kebutuhan

untuk pemeriksaan serviks secara spesifik untuk menentukan langkah

perbaikan. Inspeksi serviks tanpa adanya perdarahan persisten pada

persalinan spontan normal tidak perlu secara rutin dilakukan

(Sulistyawati dkk, 2013 : 180).

2. Vagina

Pengkajian kemungkinan robekan atau laserasi pada vagina dilakukan

setelah pemeriksaan robekan pada serviks. Penentuan derajat laserasi

dilakukan pada saat ini untuk menentukan langkah penjahitan

(Sulistyawati dkk, 2013 : 181).

3. Perineum

Berat ringannya robekan perineum terbagi menjadi 4 derajat

(Sulistyawati dkk, 2013 : 181).

Robekan Derajat satu Derajat dua Derajat tiga Derajat empat


Perineum
Lokasi Mukosa Mukosa Mukosa Mukosa
robekan vagina vagina vagina vagina
Komisura Komisura Komisura Komisura
posterior posterior posterior posterior
Kulit Kulit Kulit Kulit
perineum perineum perineum perineum
Otot Otot Otot
perineum perineum perineu
Otot Otot
sfingter sfingter
ani ani
Dinding
depan
rektum
Tata laksana Tak perlu Jahit Penolong APN tidak dibekali
dijahit jika menggunakan keterampilan untuk reparasi
tidak ada teknik yang laserasi perineum derajat tiga
perdarahan sesuai dengan atau empat. Segera rujuk ke
dan aposisi kondisi fasilitas rujukan.
luka baik. pasien
Sumber : JNPK-KR, 2015 : 138

D. Pemantauan dan Evaluasi Lanjut Kala IV

1. Tanda Vital

a. Tekanan darah dan nadi

Selama satu jam lekukan pemantauan pada tekanan darah dan nadi

setiap 15 menit dan pada satu jam kedua lakukan setiap 30 menit

(Sulistyawati dkk, 2013 : 181).

Pemantauan tekanan darah ibu pascapersalinan digunakan untuk

memastikan bahwa ibu tidak mengalami syok akibat mengeluarkan

banyak darah. Adapun gejala syok yang diperhatikan antara lain nadi
cepat, lemah (110 kali/menit atau lebih), teanan darah rendah (sistolik

kurang dari 90 mmHg), pucat, berkeringat atau dingin, kulit lembab,

nafas cepat (lebih dari 30 kali/menit), cemas, kesadaran menurun atau

tidak sadar serta produksi urine sedikit sehingga produksi urine

menjadi pekat dan suhu tinggi perlu diwaspadai juga kemungkinan

terjadinya infeksi dan perlu penangannan lebih lanjut (Walyani dkk.

2016 : 115).

b. Respirasi dan suhu

Lakukan pemantauan respirasi dan suhu setiap jam selama dua jam

pertama pascapersalinan (Sulistyawati dkk, 2013 : 180).

2. Kontraksi Uterus

Pemantauan kontraksi uterus dilakukan setiap 15 menit selama satu

jam pertama dan setiap 30 menit selama satu jam kedua. Pemantauan ini

dilakukan bersamaan dengan masase fundus uterus secara sirkular.

Topangan pada uterus bawah selama masase mencegah peregangan

ligamen kardinale. Untuk melakukan masase uterus yang benar, remas

uterus bawah pada abdomen tepat di atas simfisis dan tahan ditempat

dengan satu tangan, sementara tangan lain melakukan masase fundus.

Masase fundus yang efektif mencakup lebih dari lekuk anterior fundus.

Seluruh fundus anterior, lateral, dan posterior harus tercapai oleh tangan

seluruhnya. Prosedur ini dilakukan secara cepat dengan sentuhan yang

tegas dan lembut. Sewaktu bidan memulai prosedur ini, jangan lupa

jelaskan kepada pasien bahwa mungkin akan sangat menyakitkan namun


dengan penjelasan yang detail mengenai apa tujuan tindakna ini, pasien

biasanya akan paham dan kooperatif (Sulistyawati dkk, 2013 : 182).

Jika bidan tidak dapat berada di samping pasien secara terus menerus

untuk melakukan masase, maka kondisi pasien saat ini sangat kondusif

jika dilibatkan dalam tindakan. Bimbingan cara melakukan masase dari

bidan akan mendorong partisipasi aktif pasien dalam mengatur perawatan

dirinya sendiri dan lebih mengetahui tentang tubuhnya (Sulistyawati dkk,

2013 : 182).

3. Tinggi Fundus Uteri (TFU)

Evaluasi TFU dilakukan dengan meletakkan jari tangan secara

melintang dengan pusat sebagai patokan. Umumnya fundus uterus

setinggi atau beberapa jari dibawah pusat (Sulistyawati dkk, 2013 : 182).

4. Lokia

Lokia dipantau bersamaan dengan masase uterus. Jika uterus kontraksi

dengan baik maka aliran lokia tidak akan terlihat banyak, namun jika saat

uterus berkontaksi terlihat lokia yang keluar lebih banyak maka

diperlukan suatu pengkajian lebih lanjut (Sulistyawati dkk, 2013 : 182).

5. Kandung Kemih

Pada kala IV bidan memastikan bahwa kandung kemih selalu dalam

keadaan kosong setiap 15 menit sekali dalam satu jam pertama

pascapersalinan dan setiap 30 menit dalam satu jam kedua. Ini sangat
penting untuk dilakukan untuk mencegah beberapa penyulit akibat

penuhnya kandung kemih (Sulistyawati dkk, 2013 : 182), seperti :

a. Kandung kemih yang penuh akan menyebabkan atonia uterus dan

menyebabkan perubahan posisi uterus.

b. Urine yang terlalu lama berada dalam kandung kemih akan berpotensi

menyebabkan infeksi saluran kemih.

c. Secara psikologis akan menyebabkan kekhawatiran yang berpengaruh

terhadap penerimaan pasien berkaitan dengan perubahan perannya.

6. Perineum

Setelah pengkajian derajat robekan; perineum kembali dikaji dengan

melihat adanya edema, memar, dan pembentukan hemtom yang dilakukan

bersamaan saat mengkaji lokia. Pengkajian ini termasuk juga untuk

mengetahui apakah terjadi hemoroid atau tidak. Jika terjadi, lakukan

tindakan untuk mengurangi ketidaknyamaan yang timbul dengan

memberikan kantong es yang ditempel di area hemoroid. Selain itu, dapat

juga diberikan zat yan bersifat menciutkan, misalnya witch hazel atau

tucks pads atau sprai dan krim anestesi, analgesik yang digunakan secara

lokal (Sulistyawati dkk, 2013 : 182-183).

E. Perkiraan Darah yang Hilang

Sangat sulit memperkirakan kehilangan darah secara tepat karena darah

serongkali bercampur dengan cairan ketuban atau urine dan mungki terserap

handuk, kain, atau sarung. Tak mungkin menilai kehilangan darah secara
akurat melalui perhitungan jumlah darah di sarung karena ukuran sarung

bermacam-macam dan mungkin sarung telah diganti jika terkena sedikit

darah atau basah oleh darah. Meletakkan wadah atau pispot di bawah bokong

pasien untuk mengumpulkan darah bukanlah cara efektif untuk mengukur

kehilangan darah dan bukan cerminan asuhan sayang ibu, karena berbaring di

atas wadah atau pispot sangat tidak nyaman dan menyulitkan pasien untuk

memegang dan menyusui bayi (JNPK-KR, 2015 : 137).

Satu cara untuk menilai kehilangan darah adalah dengan melihat volume

darah yang terkumpul dan memperkirakan berapa banyak botol 500 ml dapat

menampung semua darah tersebut. Jika darah bisa mengisi 2 botol, artinya

pasien telah kehilangan satu liter darah, jika darah bisa mengisi setengah

botol pasien kehilangan 250 ml darah dan seterusnya. Memperkirakan

kehilangan darah hanyalah salah satu cara untuk menilai kondisi pasien. Cara

tak langsung untuk mengukur jumlah kehilangan darah adalah melalui

penampakan gejala dan tekanan darah. Apabila perdarahan menyebabkan

pasien lemas, pusing, dan kesadaran menurun serta tekanan darah sistol turun

lebih dari 10 mmHg dari mondisi sebelumnya, maka telah terjadi perdarahan

lebih dari 500 ml. Bila pasien mengalami syok hipovolemik maka pasien

telah kehilangan darah 50% dari total jumalh darah (2000-2500 ml). Penting

untuk selalu memantau keadaan umum dan menilai jumlah kehilangan darah

yang keluar, dan kontraksi uterus. (JNPK-KR, 2015 : 137)


DAFTAR PUSTAKA

Jaringan Nasional Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi (JNPK-KR). 2015.

Asuhan Persalinan Normal dan Inisiasi Menyusu Dini. Jakarta : JNPK-KR,

Maternal Neonatal Care, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Sulistyawati, Ari dan Nugraheny, Esti. 2013. Asuhan Kebidanan Pada Ibu

Bersalin. Jakarta : Salemba Medika

Walyani dkk. 2016. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.

Yogyakarta : Pustaka Baru Press.

You might also like