Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 22

HUBUNGAN DUKUNGAN TEMAN SEBAYA DAN KONTROL PERILAKU

DALAM MEROKOK DENGAN INTENSI BERHENTI MEROKOK PADA


REMAJA SLTA

NASKAH PUBLIKASI
Diajukan kepada
Program Studi Magister Sains Universitas Muhammadiyah Surakarta
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Magister Dalam Ilmu Psikologi
Oleh
LATHIIFAH HUSNU TSALITS
NIM : S 300 100 025

PROGRAM STUDI MAGISTER SAINS PSIKOLOGI


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013

i
NASKAH PUBLIKASI

Diajukan kepada
Program Studi Magister Sains Universitas Muhammadiyah Surakarta
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Magister Dalam Ilmu Psikologi

Oleh
LATHIIFAH HUSNU TSALITS
NIM : S 300 100 025

PROGRAM STUDI MAGISTER SAINS PSIKOLOGI


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2013

ii
iii
ABSTRACT
THE RELATIONSHIP BETWEEN PEER SUPPORT AND SMOKING BEHAVIOR
CONTROL WITH INTENTION TO QUIT SMOKING
IN ADOLESCENT HIGH SCHOOL

This study aimed to test empirically the relationship between peer support and self-control
in smoking behavior and intention to quit smoking in high school adolescents. The research
hypothesis is that there is a relationship between peer support and control of smoking
behavior and intention to quit smoking in adolescent high school, where the higher peer
support and the stronger control of smoking behavior, it is the intention to quit smoking in
high school teens will be greater and opposite force. Based on this research, it is known
that there is a positive and significant relationship between peer support and control of
smoking behavior and intention to quit smoking in adolescent high school with a
correlation coefficient R = 0.818 with F regression of 118.327 and 0.000 significance (p
<0,05). The results showed no significant relationship between peer support and control of
smoking behavior and intention to quit smoking in high school adolescents. Variable means
peer support and control smoking behavior can be used as a predictor to predict intention
to quit smoking in high school adolescents. The total effective contribution given by the
independent variables to the dependent variable is at 66.9% while the remaining 33.1% is
influenced by other factors. Peer support effective contribution to the intention to quit
smoking in adolescents only by 6.5%, while the contribution of self-control in smoking
behavior to the intention to quit smoking in adolescents was 60.4%. This illustrates that the
intention to quit smoking in adolescents is more strongly influenced by the personal
component in the self-control of smoking behavior.

Keywords: Intention, peer support, behavioral control

iv
PENDAHULUAN Berhenti merokok, alangkah lebih
baik apabila hal tersebut dilakukan oleh para
Fenomena merokok di kalangan remaja, sehingga hidup yang lebih sehat dan
remaja usia sekolah bukan pemandangan masa depan yang lebih baik dapat diraih.
asing lagi. Berdasarkan data Direktorat Apalagi bagi perokok ringan dan pemula
Jenderal Penyakit Tidak Menular dengan dosis rendah dan rentang waktu yang
Kementerian Kesehatan sebelum tahun 1995 belum terlalu lama, maka efek nikotin belum
prevalensi remaja terhadap rokok hanya 7 menjadikan candu dan tubuh belum terbiasa
persen, akan tetapi pada tahun 2010 naik dengan ritme merokok sehari-hari. Dalam
menjadi 19 persen dan 43,3 persen dari penelitian yang dilakukan Muchtar dalam
jumlah keseluruhan perokok mulai merokok (Astuti, 2004) keberhasilan dalam berhenti
pada rentang usia 14 19 tahun (Robert, merokok atau mengurangi kebiasaan
2013). Banyaknya perokok yang mulai merokok ditentukan oleh besarnya niat
merokok sejak usia remaja sudah seharusnya (intensi) untuk berhenti atau mengurangi
menjadi masalah penting, sebagai upaya kebiasaan merokok. Jadi tanpa adanya intensi
untuk mencegah masalah yang lebih serius yang besar, sebesar apapun usaha untuk
seperti narkoba, bolos sekolah, tawuran dst, berhenti atau mengurangi kebiasaan merokok
karena perilaku merokok pada remaja akan sia-sia.
biasanya akan menjadi pintu gerbang untuk Intensi berhenti merokok menurut
permasalahan-permasalahan remaja yang Ajzen & Madden dalam (Smet, 1994)
lainnya. Sebanyak 90 persen pecandu merupakan faktor motivasional individu
narkoba adalah perokok, karena remaja yang untuk mewujudkan suatu perilaku. Intensi
telah kecanduan rokok tak akan mempan lagi merupakan kondisi awal perilaku sampai ada
terhadap zat adiktif (nikotin & tar) dalam kesempatan untuk mewujudkannya dalam
rokok. Mereka mencari yang lebih enak, pada perilaku nyata. Sehingga peneliti disini
saat inilah narkoba akan dicoba. Hal ini berasumsi bahwa Intensi berhenti merokok
menguatkan pernyataan Psikolog Sarlito W. merupakan keinginan yang kuat dari
Sarwono bahwa rokok kerap menjadi salah seseorang untuk menghentikan kebiasaan
satu penyebab seseorang menjadi pengguna merokoknya dalam jangka panjang dan
zat-zat terlarang seperti ganja, sabu, narkotika dilakukan secara sadar. (Ajzen, 2005) Intensi
dsb (Rusdi, 2012). Meski semua orang tahu berhenti merokok dipengaruhi oleh tiga
akan bahaya yang ditimbulkan akibat faktor yaitu, sikap individu terhadap perilaku
merokok, perilaku merokok tidak pernah tertentu, norma subyektif (norma sosial yang
surut dan tampaknya merupakan perilaku berpengaruh terhadap individu) dan kontrol
yang masih dapat ditolerir oleh masyarakat. perilaku yang diartikan sebagai persepsi
Bahkan kebiasaan merokok ini dari tahun ke individu terhadap kemampuannya dalam
tahun semakin meningkat dan lebih parahnya melakukan kontrol diri untuk berbuat atau
lagi merokok seakan akan sudah menjadi tidak berbuat.
trend di kalangan remaja. Melihat masih Diantara faktor-faktor yang
banyaknya para remaja yang mengkonsumsi mempengaruhi intensi merokok pada remaja,
rokok serta memperhatikan bahaya-bahaya faktor teman sebaya (peer group) ternyata
dalam rokok dan perilaku merokok para telah menjadi fokus penelitian beberapa
remaja, cepat atau lambat perilaku merokok peneliti Indonesia. Penelitian (Komalasari
harus dapat dihentikan. Namun menghentikan dan Helmi, 2000) mengenai faktor-faktor
perilaku merokok bukanlah usaha mudah, penyebab remaja SMU merokok di
terlebih lagi bagi perokok di Indonesia. Yogyakarta menunjukkan bahwa faktor

1
teman sebaya berpengaruh sebesar 38,4 mengacu pada kerangka theory of planned
persen dalam menimbulkan intensi merokok behavior yang menyatakan bahwa perubahan
remaja. Apabila seorang remaja berniat perilaku atau tingkah laku akan berawal dari
berhenti merokok dan mendapat dukungan berubahnya intensi yang mendasari
dari teman sebaya yang positif, maka sangat munculnya tingkahlaku tersebut. Berkenaan
dimungkinkan remaja tersebut memiliki dengan paparan di atas dan kemungkinan
intensi berhenti merokok yang kuat. adanya hubungan antara dukungan teman
Sebaliknya seorang remaja kurang mendapat sebaya dan kontrol perilaku dalam merokok
dukungan dari teman sebaya untuk berhenti dengan intensi berhenti merokok, maka
merokok, maka sangat dimungkinkan remaja peneliti tertarik untuk menjadikan variabel
tersebut kurang memiliki intensi untuk tersebut diatas sebagai obyek penelitian
berhenti merokok atau intensi berhenti terutama pada para perokok remaja SLTA
merokoknya menjadi lemah. (siswa remaja).
Faktor lain yang mempengaruhi
intensi berhenti merokok adalah kontrol Tujuan Penelitian
perilaku, karena dalam kontrol perilaku
perilaku yang menurut (Ajzen, 2005) Adapun tujuan dari penelitian adalah
merupakan salah satu faktor yang dapat mengkaji secara empiris :
mempengaruhi intensi berhenti merokok. 1. Hubungan Dukungan Teman Sebaya
Kontrol perilaku diartikan sebagai keyakinan dengan Intensi Berhenti Merokok pada
individu terhadap kemampuannya dalam remaja SLTA.
mengatur setiap dorongan yang timbul untuk 2. Hubungan Kontrol Perilaku dalam
berperilaku negatif dari dalam individu, merokok dengan Intensi Berhenti
kearah penyaluran dorongan yang lebih sehat Merokok pada remaja SLTA.
dan positif. Dengan kata lain individu yang 3. Hubungan Dukungan Teman Sebaya dan
memiliki keyakinan terhadap kemampuannya Kontrol Perilaku dalam merokok dengan
untuk menghentikan perilaku merokoknya Intensi Berhenti Merokok pada Remaja
akan memiliki intensi berhenti merokok yang SLTA.
besar.
Berdasar pada uraian diatas, maka Manfaat Penelitian
peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut
mengenai hubungan dukungan teman sebaya Manfaat dari penelitian ini ada 2
dan kontrol perilaku dalam merokok untuk macam yaitu secara teoritis dan praktis :
memprediksi intensi berhenti merokok pada
remaja SLTA. Pentingnya dilakukan 1. Secara teoritis
penelitian ini didasarkan pada beberapa Manfaat teoritis dari penelitian ini dapat
alasan. Pertama, terjadi peningkatan yang memberikan sumbangan bagi
cukup signifikan pada prevalensi perokok pengembangan psikologi khususnya
remaja di Indonesia pada tahun-tahun terakhir psikologi pendidikan, psikologi
ini. Hal ini tentunya akan mempengaruhi keluarga, psikologi sosial dan psikologi
kualitas generasi muda di masa depan. perkembangan, khususnya berkaitan
Kedua, sebagaimana (Ajzen, 2005), dengan intensi berhenti merokok pada
mengidentifikasi intensi sebagai sesuatu remaja SLTA.
yang lebih spesifik dari sebuah perilaku serta
merupakan prediktor atau penentu dari 2. Secara praktis
perilaku yang tampak. Disamping itu juga Manfaat praktis dari penelitian ini dapat
bermanfaat bagi :

2
a. Bagi siswa : Hasil penelitian ini menyinggung maksud, pamrih atau tujuan
dapat memberikan gambaran dengan maksud tertentu yang disadari atau
mengenai intensi berhenti merokok, atas kemauan sendiri. Bandura dalam
dan faktor-faktor yang (Santrock, 2007) berpendapat bahwa intensi
mempengaruhinya. itu merupakan dasar untuk membentuk
b. Bagi orang tua : Dapat memberikan aktivitas tertentu atau menentukan keadaan
sumbangan informasi dan selanjutnya. Dasar dalam hal ini dimaksudkan
pemahaman orang tua tentang adalah dorongan, maksud atau tujuan untuk
hubungan dukungan teman sebaya melakukan suatu aktivitas tertentu.
dan kontrol perilaku dalam Sedangkan menurut (Kartono, 2003) intensi
merokok dengan intensi berhenti atau niat adalah tujuan atau maksud
merokok pada remaja SLTA. seseorang untuk berbuat sesuatu. Sependapat
c. Bagi sekolah : Hasil penelitian ini dengan pernyataan tersebut, Semin dan
dapat digunakan sebagai bahan Fiedler dalam (Machrus & Purwono, 2010)
masukan dalam kegiatan belajar menyatakan bahwa prediksi terhadap perilaku
mengajar untuk merencanakan paling tepat diperoleh dengan mengukur
program atau tindakan bagi para intensi. Artinya, mengukur intensi adalah
siswa-siswanya sehingga dapat mengukur kemungkinan seseorang dalam
terhindar dari bahaya merokok dan melakukan perilaku tertentu. Konsep serupa
segala permasalahan yang juga diungkapkan oleh (Ajzen, 2005) yang
mengikutinya. menjelaskan bahwa intensi adalah prediktor
d. Bagi peneliti : Menambah yang terbaik dari perilaku. Jika ingin
pengetahuan dan pengalaman dalam mengetahui apa yang dilakukan seseorang
penelitian serta meningkatkan cara terbaik untuk meramalkannya adalah
pemahaman tentang masalah mengetahui intensi orang tersebut. Ajzen &
perilaku merokok remaja serta Fishbein juga menyatakan bahwa hampir
hubungan dukungan teman sebaya setiap perilaku manusia didahului oleh
dan kontrol perilaku dalam adanya intensi untuk berperilaku. Intensi
merokok dengan intensi berhenti berperilaku adalah kemungkinan subyektif
merokok pada remaja SLTA individu untuk melakukan suatu perilaku
LANDASAN TEORI tertentu. Intensi dikatakan kuat dan
berpotensi untuk diwujudkan dalam perilaku,
A. Intensi Berhenti Merokok jika dinilai bahwa perilaku itu baik untuk
dilakukan dan merasa mampu untuk
1.Pengertian Intensi Berhenti Merokok mewujudkan perilaku itu. Intensi untuk
Sebelum membahas mengenai berperilaku sangat signifikan dalam
intensi berhenti merokok, maka ada baiknya memunculkan perilaku tertentu, khususnya
peneliti mengemukakan teori mengenai jika sasaran, tindakan, konteks dan waktunya
intensi terlebih dahulu. (Chaplin, 2004) tepat. Sejalan dengan hal tersebut di atas,
mendefinisikan intensi (intention) sebagai (Ajzen, 2005) menegaskan bahwa intensi
satu perjuangan guna mencapai satu tujuan, adalah sebagai pendahulu dari sebuah
Pengertian ini menyiratkan bahwa intensi perilaku yang dimunculkan seseorang,
merupakan sesuatu yang disengaja atau sehingga sebelum perilaku muncul terlebih
disadari atau telah mulai dilakukan. Hal ini dahulu terbentuk intensi atau niat untuk
dipertegas dalam definisi dari kamus yang memunculkan perilaku tersebut.
sama mengenai intensional yaitu

3
Bertitik tolak pada beberapa uraian dalam diri individu hingga mempertahankan
dan definisi mengenai intensi diatas, maka masa bebas rokok secara jangka panjang.
dapat disimpulkan bahwa intensi adalah niat
atau keinginan seseorang untuk melakukan Berdasarkan pengertian intensi,
suatu perilaku demi mencapai tujuan tertentu merokok dan berhenti merokok, maka dapat
yang di dasarkan pada sikap dan keyakinan disimpulkan bahwa intensi berhenti merokok
orang tersebut maupun keyakinan dan sikap disini dapat diartikan atau didefinisikan
orang yang mempengaruhinya untuk sebagai niat yang mendasari seseorang untuk
melakukan suatu perilaku tertentu. Dengan berhenti atau tidak membakar, menghisap,
kata lain intensi sama dengan niat untuk memegang rokok secara berulang ulang yang
melakukan suatu perbuatan, dimana niat didasarkan atas faktor faktor motivasional
disini mengandung konotasi bahwa dan keyakinan untuk menampilkan perilaku
disamping perilaku yang diniatkan itu atau dengan kata lain intensi berhenti
disadari dan disengaja, perilaku itupun akan merokok merupakan niat seseorang untuk
segera dilaksanakan. tidak memunculkan perilaku merokok lagi
Intensi yang akan dilakukan dalam dalam jangka yang panjang.
penelitian ini adalah intensi untuk berhenti
merokok. Adapun merokok dalam kamus 2.Aspek-aspek Intensi Berhenti Merokok
bahasa Indonesia adalah keadaan menghisap
gulungan tembakau yang dibakar, atau secara Ajzen (2005) aspek aspek intensi
lebih jelas adalah memasukkan bahan yang adalah elemen-elemen yang dalam Theory
berasal dari dedauanan (tembakau) yang Planned Behavior sering di kenal dengan
mengandung zat tertentu (nikotin) sebagai istilah TACT (target action context time).
tindakan untuk memperoleh kenikmatan yaitu:
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007). a. Target, Sasaran atau target, artinya intensi
Sarafino (2004) mengemukakan untuk berperilaku mempunyai sasaran
pengertian perilaku merokok adalah individu tertentu yang ingin dicapai, yaitu berhenti
yang membakar dedaunan (tembakau) yang merokok.
dilinting atau diletakkan pada pipa kecil dan b. Action, Perilaku atau tindakan, artinya
menghisapnya melalui mulut mereka dan perilaku yang akan diwujudkan secara
dilakukan secara berulang ulang. Peters & nyata. Pada konteks berhenti merokok
Morgan (Sitepoe, 2000) Merokok adalah perilaku spesifik yang akan diwujudkan
perilaku yang diasosiasikan dengan suatu merupakan bentuk-bentuk perilaku tidak
urutan ritual, yaitu dimulai dengan merokok.
mengeluarkan sebatang rokok dari c. Context, Suatu situasi tertentu yang
bungkusnya, lalu salah satu ujung dibakar, memunculkan /mendukung intensi untuk
kemudian menghisap asap pembakaran berperilaku, yaitu situasi yang mendukung
tembakau melalui ujung yang tidak terbakar. untuk dilakukannya perilaku berhenti
Asap yang dihisap melalui mulut disebut asap merokok. Situasi ini dapat pula diartikan
utama, sedangkan asap yang terbentuk pada sebagai lokasi terjadinya perilaku.
ujung rokok yang terbakar dan asap yang d. Time atau waktu, artinya perbedaan waktu
dihembuskan ke udara oleh perokok disebut dapat memunculkan intensi atau dapat
asap sampingan. Adapun berhenti merokok diartikan sebagai waktu menyangkut
menurut Burn (dalam Verawati & Astuti, kapan sebuah perilaku akan diwujudkan,
2003) merupakan suatu bentuk proses yang yang meliputi waktu tertentu misal dalam
dimulai dengan pembentukan niat atau intensi

4
satu periode atau tidak terbatas dalam satu penolakan seseorang terhadap tingkah
periode. laku yang diwujudkan seseorang.
Fasio & Ewolden dalam (Baron & c. Kontrol Perilaku yang dipersepsikan,
Byrne, 2003) menyatakan bahwa intensi dengan kata lain kontrol perilaku ini
memiliki beberapa aspek, yaitu: merupakan sejauh mana seseorang mampu
a. Situasi, Seseorang tidak dapat dengan untuk melakukan tingkah laku tertentu.
mudah mewujudkan intensi menjadi Individu tidak membentuk intensi untuk
tingkah laku tertentu dikarenakan oleh melakukan suatu perilaku kecuali merasa
situasi, yaitu ketidakluasaan situasional yakin memiliki kemampuan untuk
sebagai akibat adanya norma norma. menampilkan perilaku tersebut.
b. Waktu, Ketika individu dibawah tekanan Wiggins dkk (2006)mengemukakan
waktu dan mengharuskan bertindak sehat, bahwa beberapa faktor yang
maka individu tersebut cenderung mempengaruhi intensi adalah :
memiliki intensi untuk melakukan suatu a. Past Behavior (tingkah laku yang telah
tindakan. lalu). Seseorang yang telah mempunyai
c. Kekhususan perilaku, Yaitu pemfokusan intensi akan lebih kuat apabila
pada obyek yang akan diaktualisasikan sebelumnya sudah pernah melakukan
menjadi perilaku sesungguhnya. suatu perilaku daripada yang baru
d. Individu, Intensi untuk melakukan melakukan suatu perilaku.
perilaku tertentu antara individu satu b. Identitas diri. Seseorang cenderung
dengan individu yang lainnya. memiliki intensi untuk melakukan sesuatu
secara konsisten apabila sesuai dengan
Berdasarkan beberapa pendapat identitas diri individu yang bersangkutan.
diatas maka dapat disimpulkan bahwa intensi c. Self Efficacy. Intensi merupakan prediksi
dapat diukur melalui beberapa aspek yaitu : yang baik bagi tingkah laku pada orang
target atau sasaran, perilaku atau tindakan, yang memiliki self efficacy serta adanya
konteks atau situasi dan waktu. keterkaitan antara perceived control dan
self efficacy.
3. Faktor faktor yang mempengaruhi
Intensi Berhenti Merokok Baron & Byrne (2003) menjelaskan
kuat lemahnya intensi ditentukan oleh :
Dalam Theory of Planned Behavior
(Ajzen, 2005) menyebutkan tiga faktor yang a. Sikap seseorang terhadap tingkah laku
mempengaruhi intensi untuk melakukan tertentu. Sikap disini merupakan fungsi
tingkah laku tertentu dan ketiga faktor yang dari obyek sikap. Keyakinan-keyakinan
dimaksud meliputi : positif terhadap obyek sikap akan
menumbuhkan sikap positif terhadap
a. Sikap terhadap tingkah laku, Sikap obyek sikap tersebut begitupun
terhadap tingkah laku disini diartikan sebaliknya. Keyakinan-keyakinan negatif
sebagai keyakinan yang dimiliki akan menumbuhkan sikap negatif
seseorang mengenai akibat-akibat yang terhadap obyek sikap tersebut
mungkin timbul bila melakukan tingkah b. Kepercayaan seseorang. Bagaimana orang
laku tertentu. lain mengevaluasi tingkah laku tersebut.
b. Keyakinan normatif, konsep ini memiliki c. Kontrol perilaku. Tingkat keyakinan
kesamaan makna dengan norma subyektif seseorang merasa tingkahlaku yang akan
yang merupakan penerimaan atau diwujudkan sukar atau mudah dilakukan.

5
Watson dkk dalam (Machrus & B. Dukungan Teman Sebaya
Purwono, 2010) mengemukakan ada dua
faktor yang mempengaruhi munculnya intensi 1. Pengertian Dukungan Teman Sebaya
yaitu : Saat seseorang memasuki tahap
remaja, ia dituntut untuk dapat
a. Sikap seseorang atau evaluasi dari obyek mengembangkan kemampuan bersosialisasi
individu atau kejadian. dan memulai kemandirian lepas dari orang
b. Norma subyektif seseorang tentang tua ataupun orang dewasa lainnya. Tidak
realisasi dari tingkah laku atau standar adanya tempat bergantung dan belum
perilaku yang diterima. mampunya untuk berdiri sendiri
menyebabkan remaja membutuhkan orang
Fishbein & Ajzen dikutip (Machrus lain untuk dapat bertahan dan melalui masa
& Purwono, 2010), mengemukakan bahwa remajanya dengan baik, oleh karena itu
intensi dipengaruhi oleh dua komponen remaja membentuk kelompok-kelompok
utama, yaitu: yang didalamnya mereka dapat saling
a. Komponen personal, menunjukkan pada mendukung, baik secara individu maupun
sikap seseorang terhadap suatu perilaku secara kelompok yang memberikan perasaan
yang berorientasi pada diri orang itu memiliki, kekuatan serta kekuasaan (Wong,
sendiri dan berkembang atas keyakinan 2009). Oleh karena itu dukungan teman
dan pertimbangan terhadap apa yang sebaya sangat penting bagi individu dalam
diyakininya. menjalani kehidupannya. Dukungan teman
b. Komponen sosial, mempunyai gabungan sebaya itu sendiri merupakan bagian dari
antara persepsi reference group or dukungan sosial sehingga penulis
significance person terhadap perilaku mendefinisikan dukungan teman sebaya
yang akan diwujudkan dengan motivasi berdasarkan definisi dukungan sosial.
seseorang untuk mematuhi harapan Menurut Cobb dalam (Taylor, 2009)
sosialnya. dukungan sosial diartikan sebagai suatu
kenyamanan, perhatian, penghargaan atau
Berdasar beberapa pendapat dan bantuan yang dirasakan individu dari orang-
penjelasan di atas, maka secara lebih ringkas orang atau kelompok lain. Hal senada juga
dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor faktor disampaikan oleh (Taylor, 2009), bahwa
yang mempengaruhi intensi meliputi faktor dukungan sosial merupakan bentuk
sikap, norma subyektif dan kontrol perilaku pemberian informasi sehingga dirinya merasa
yang dipersepsikan. Faktor sikap merupakan dicintai, diperhatikan, terhormat dan dihargai
komponen personal individu, norma serta merupakan bagian dari jaringan
subyektif lebih merupakan komponen sosial komunikasi dan kewajiban timbal balik bagi
individu dan kontrol perilaku yang orangtua, kekasih, kerabat, teman dan
dipersepsikan mengacu pada keyakinan jaringan lingkungan sosial serta dalam
individu secara personal dalam mewujudkan lingkungan masyarakat. (Gottlieb, 2004)
perilaku. Faktor faktor intensi inilah yang mendefinisikan dukungan sosial sebagai
digunakan untuk meneliti intensi berhenti nasehat atau informasi verbal atau nonverbal,
merokok pada siswa remaja/siswa SLTA. bantuan yang nyata atau terlihat, serta tingkah
Adapun penelitian ini lebih memfokuskan laku yang diberikan oleh orang-orang yang
pada norma subyektif (komponen sosial) dan akrab dengan subyek di dalam lingkungan
kontrol perilaku yang dipersepsikan sosialnya dan hal-hal yang dapat memberikan
(komponen personal) sebagai faktor yang keuntungan emosional atau berpengaruh pada
mempengaruhi intensi.

6
tingkah laku penerimanya. Pada usia remaja dari informasi, perhatian, emosi, penilaian
dan awal kedewasaan seseorang, peranan dan bantuan instrumental yang mampu
kelompok teman sebaya menjadi semakin mempengaruhi individu serta memotivasi
dominan dibanding masa sebelumnya, remaja seseorang untuk berminat terhadap sesuatu
menjadi sangat terikat pada kelompok dan memiliki manfaat emosional atau efek
sebayanya sehingga mereka menyandarkan perilaku bagi penerima.
perbuatanya pada dukungan dan persetujuan
teman sebayanya (Papalia, 2009). Teman 2. Aspek-aspek Dukungan Teman
sebaya merupakan lingkungan sosial pertama Sebaya
dimana remaja belajar untuk hidup bersama Berdasarkan definisi (Gottlieb, 2004)
orang lain yang bukan anggota keluargannya. tentang dukungan sosial teman sebaya, maka
Dengan menjadi anggota dalam kelompok dapat dilihat bahwa aspek- aspek dukungan
maka akan terjadi dampak positif maupun teman sebaya bisa berupa informasi atau
negatif yang dikarenakan interaksi di nasehat, baik verbal atau non verbal, bantuan
dalamnya (Umar, 2005). Teman sebaya atau nyata atau tindakan, yang diberikan oleh
peer group menurut Coleman (dalam keakraban sosial atau didapat karena
Desmita, 2010) adalah suatu kelompok kecil kehadiran mereka dan mempunyai manfaat
yang anggotanya berusia relatif sama dan emosional atau efek perilaku bagi pihak
diantara mereka itu terjalin keakraban. penerima. Tardy dalam (Dell Valle dkk.,
Kelompok teman sebaya atau peer group 2010) menekankan kompleksitas konsep
menurut Santrock (2003) adalah anak-anak dukungan dari sudut pandang pengukuran
atau remaja yang memiliki umur yang sama (measurement), mengidentifikasi lima
atau maturasi yang sama. (Slavin, 2009) dimensi dukungan sosial, antara lain :
mengungkapkan bahwa kelompok teman
sebaya merupakan suatu interaksi dengan a. Arahan, dukungan yang diberikan atau
orang orang yang mempunyai kesamaan diterima.
dalam usia dan status, sehingga dalam b. Disposisi, Ketersediaan (ada) atau dibuat-
berinteraksi seseorang lebih memilih buat.
bergabung dengan orang orang yang c. Deskripsi atau penilaian, dukungan sosial
mempunyai pikiran, hobi dan keadaan yang yang secara sederhana digambarkan atau
sama. Kelompok teman sebaya merupakan dinilai dengan cara tertentu.
bagian yang penting bagi pertumbuhan dan d. Isi, meliputi dukungan emosional,
perkembangan diri remaja dalam instrumental, informasional, atau
pembentukan sikap. Diantara mereka saling penilaian.
mempengaruhi baik dalam bentuk sikap e. Jaringan, orangtua, guru, teman sebaya
maupun perilaku yang akhirnya akan dsb.
memberikan nilai nilai pribadinya dalam House dalam (Glanz dkk., 2008)
keluarga, masyarakat maupun dalam mendefinisikan dukungan sebagai konten
menentukan suatu pilihan Hertheringtonn & fungsional dari suatu hubungan yang
Parke (Desmita, 2010). melibatkan, perhatian, bantuan dan informasi
Menelaah definisi tentang dukungan mengenai seseorang (diri sendiri) dan
sosial serta pengertian teman sebaya, maka lingkungan. Dimensi atau aspek dukungan
secara singkat dukungan teman sebaya dapat sosial mencakup :
disimpulkan sebagai hubungan interpersonal a. Emotional Support (Dukungan emosi).
yang di dalamnya berisi pemberian bantuan Berupa ungkapan perhatian, simpati dan
yang melibatkan aspek-aspek yang terdiri keprihatinan.

7
b. Esteem Support (Dukungan penilaian). interest, sikap, nilai dan kepribadian (Papalia,
Melalui penghargaan, orang menyatakan 2009). Menurut (Gerungan, 1996) faktor
penghargaan dan penilaian positif yang mempengaruhi dukungan teman sebaya
terhadap orang lain atau dukungan adalah interaksi kelompok teman sebaya pada
penghargaan mengembangkan harga diri remaja yang antara lain adalah:
dan rasa percaya diri pada orang yang a. Imitasi, yaitu dorongan untuk meniru
menerimanya. orang lain
c. Instrumental Support (Dukungan b. Sugesti, merupakan pengaruh psikis yang
intrumental). Merupakan dukungan yang datang dari dalam diri maupun dari orang
berupa bantuan langsung, entah benda lain dan diterima tanpa adanya kritik dari
atau tenaga sehingga dapat membuat individu yang bersangkutan.
orang menjadi lebih siap menghadapi c. Identifikasi, adalah dorongan untuk
sesuatu. menjadi identik atau sama dengan orang
d. Informational Support (Dukungan lain.
informasi). Dukungan ini meliputi d. Simpati, merupakan perasaan tertarik
pemberian penjelasan, nasehat pengarahan seseorang dengan orang lain.
dan saran atau ide sehingga dapat
memberi arah bertindak dan inspirasi Senada dengan pendapat diatas
dalam menghadapi sesuatu. Gunarsa, (2009), menyebutkan faktor faktor
yang mempengaruhi remaja dalam
Dari penjelasan di atas, dapat berinteraksi dengan teman sebayanya adalah:
disimpulkan bahwa dalam penelitian ini
dukungan teman sebaya dapat mempengaruhi a. Persepsi sosial, merupakan kesadaran dan
pengambilan keputusan seorang remaja baik penilaian individu akan adanya orang lain
keputusan dalam bersikap maupun keputusan atau perilaku orang lain yang terjadi
dalam bertingkah laku. Sehingga dalam disekitarnya.
penelitian ini dan berdasarkan pendapat b. Daya tarik interpersonal, merupakan
beberapa ahli serta uraian diatas maka aspek- evaluasi seseorang terhadap orang lain
aspek yang peneliti gunakan untuk secara positif maupun negatif.
mengungkap dukungan teman sebaya yaitu c. Sikap dan prasangka, merupakan penilaian
aspek yang dikemukakan oleh Glanz yaitu, rasa suka dan tidak suka terhadap aspek
aspek dukungan emosional, aspek dukungan lingkungan antara orang lain, perilaku,
penilaian, aspek dukungan instrumental dan konsep atau ide, benda, pikiran atau
aspek dukungan informasi keyakinan, situasi, peristiwa maupun
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengalaman.
dukungan teman sebaya
Santrock (2007) kualitas hubungan
Dukungan teman sebaya sangat pertemanan dengan teman sebaya akan
penting bagi perkembangan seorang remaja memberikan umpan balik bagi remaja
untuk bisa menunjukkan kemampuan dirinya. mengenai seharusnya bersikap serta
Seorang remaja memiliki kesempatan banyak mengevaluasi diri dan orang lain. Berkaitan
untuk berbicara dengan teman sebayanya dengan kelompok teman sebaya (Hurlock,
dengan menggunakan bahasa dan persoalan 2004) menyatakan bahwa pada masa remaja
mereka sendiri. Dalam hubungan pertemanan terdapat lima pembentukan kelompok teman
tersebut seorang remaja memilih teman yang sebaya :
memiliki kualitas psikologis yang relatif a. Teman dekat, Teman dekat adalah
sama dengan dirinya, baik menyangkut perkumpulan beberapa remaja yang

8
berjenis kelamin sama yang memiliki c. Teman sebaya berfungsi sebagai
minat dan kemampuan yang sama. kelompok referensi dimana mereka akan
b. Kelompok kecil, kelompok kecil adalah berperan dalam menilai perilaku
kelompok yang berisi beberapa teman seseorang apakah baik atau buruk.
dekat. Kelompok ini dapat terbentuk dari d. Teman sebaya akan membantu individu
satu jenis kelamin atau laki laki saja dan dalam menentukan identitas personalnya.
perempuan saja ataupun laki laki dan
perempuan. Berdasarkan uraian di atas maka
c. Kelompok besar, kelompok besar terdiri dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang
atas beberapa kelompok kecildan mempengaruhi dukungan teman sebaya
kelompok teman dekat. adalah interaksi kelompok teman sebaya
d. Kelompok terorganisir, kelompok bentuk-bentuk teman sebaya serta fungsi
terorganisir adalah kelompok yang terdiri teman sebaya.
dari sekelompok remaja yang dibina oleh
orang dewasa. Kelompok ini biasanya C. Kontrol Perilaku dalam Merokok
terbentuk di sekolah ataupun di 1. Pengertian Kontrol Perilaku dalam
masyarakat. Merokok
e. Geng, geng adalah kelompok yang berisi
remaja yang tidak tergabung dalam Sangat banyak teori yang dapat
kelompok kecil, kelompok besar ataupun dikemukakan sehubungan dengan pengertian
merasa tidak puas pada kelompok yang kontrol Perilaku. Akan tetapi kontrol perilaku
terorganisir. Anggota geng biasanya di sini yang dimaksud adalah kontrol diri
terdiri dari anak anak yang sejenis dan dalam perilaku merokok. Sehingga
memiliki minat yang sama untuk pengertian kontrol perilaku dalam merokok,
menghadapi penolakan teman teman akan didasari pada pengertian kontrol diri
melalui perilaku anti sosial. sebagai bagian dari kontrol perilaku.
(Chaplin, 2004) menjelaskan bahwa kontrol
Hurlock (2004), mengatakan bahwa diri adalah kemampuan untuk membimbing
dukungan sosial dari teman sebaya, berupa tingkah laku sendiri, kemampuan untuk
perasaan senasib menjadikan adanya menekan atau merintangi impuls impuls atau
hubungan saling mengerti dan memahami tingkah laku impulsif. Adapun Messina &
masalah masing-masing, saling memberi Messina dalam (Gunarsa, 2009)
nasehat dan simpati yang tidak didapat dari menyatakan bahwa pengendalian diri atau
orang tuanya sekalipun. Sehingga Atwater kontrol diri adalah seperangkat tingkah laku
(dalam Santrock, 2007), menjelaskan yang berfokus pada keberhasilan mengubah
mengenai beberapa fungsi teman sebaya diri pribadi, keberhasilan menangkal
sebagai berikut : pengrusakan diri, perasaan mampu pada diri
a. Teman sebaya membantu individu dalam sendiri, perasaan mandiri atau bebas dari
melakukan suatu transisi dari orientasi pengaruh orang lain, kebebasan menentukan
keluarga menuju orientasi teman sebaya. tujuan, kemampuan untuk memisahkan
b. Teman sebaya memberikan keuntungan perasaan dan pikiran rasional, serta
bagaimana caranya membina suatu seperangkat tingkahlaku yang terfokus pada
hubungan yang baik dengan orang lain tanggungjawab atas diri pribadi. Plato dalam
dan hal ini akan berguna dimasa yang (Howard Rachlin, 2000) mendefinisikan
akan datang. kontrol perilaku (self control) sebagai sesuatu
yang bisa diciptakan, jika kita mempunyai

9
kemampuan atau motivasi yang kuat untuk seorang perokok atau diri perokok untuk
melakukannya. Tidak ada perbedaan antara menyusun, membimbing, mengatur dan
kognisi dan motivasi dimana seseorang mengarahkan bentuk perilaku merokok yang
dikatakan bijaksana, apabila dia memiliki dapat membawa individu kearah konsekwensi
perilaku baik dan memiliki pengetahuan yang yang lebih positif. Kontrol perilaku dalam
benar. Dan seseorang tidak sepenuhnya merokok juga menggambarkan keputusan
mengerti apa yang terbaik terhadap dirinya, individu yang melalui pertimbangan kognitif
sebelum dia melakukan kesalahan. Seseorang untuk menyatukan perilaku yang disusun
yang mempunyai pengetahuan akan mudah untuk meningkatkan hasil dan tujuan tertentu
baginya untuk mengontrol segala seperti yang diinginkan. Kontrol perilaku
perilakunya. Sementara itu (Ubaedy, 2005) dalam merokok dapat diartikan juga sebagai
self control, adalah kemampuan seseorang suatu aktivitas pengendalian tingkah laku
dalam mengelola emosi agar tetap dibawah dalam merokok yang mengandung makna,
kontrol (under control) dan kemampuannya yaitu untuk melakukan pertimbangan-
dalam menahan diri dari tindakan brutal pertimbangan terlebih dahulu sebelum
ketika ada pemicu atau berada dalam kondisi memutuskan sesuatu untuk bertindak.
yang menegangkan (stressfull condition).
Senada dengan definisi di atas, Thompson 2. Aspek-aspek Kontrol Perilaku
(Gunarsa, 2009) mengartikan kontrol diri
sebagai suatu keyakinan bahwa seseorang Menurut Sarafino (2004) terdapat
dapat mencapai hasil hasil yang diinginkan beberapa jenis kemampuan mengontrol
lewat tindakan diri sendiri. Karena itulah perilaku yang meliputi lima aspek yaitu
menurutnya perasaan dan kontrol diri dapat dengan sebutan kontrol personal, yang terdiri
dipengaruhi oleh keadaan atau situasi tetapi dari, kontrol perilaku (behavior control),
persepsi kontrol diri terletak pada pribadi Kontrol kognitif (cognitive control),
orang tersebut, bukan pada situasi. Menurut mengontrol keputusan (decisional control),
Berk yang dikutip (Gunarsa, 2009) mengontrol informasi dan mengatisipasi
pengendalian diri adalah kemampuan peristiwa (informational control),
individu untuk menahan keinginan atau menafsirkan kejadian (Retrospective
dorongan sesaat yang bertentangan dengan Control).
tingkahlaku yang tidak sesuai dengan norma
sosial. Kontrol diri berkaitan dengan
a. Behavioral control, merupakan kesiapan
bagaimana individu mengendalikan emosi
atau tersedianya suatu respon yang dapat
serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya
secara langsung mempengaruhi atau
(Hurlock, 2004). Selanjutnya pengertian
memodifikasi suatu keadaan yang tidak
perilaku merokok seperti yang telah
menyenangkan.
dikemukakan pada penjelasan sebelumnya
b. Cognitive control, merupakan kemampuan
adalah kesenangan oral (mulut) dengan
individu dalam mengolah informasi yang
memasukkan bahan yang berasal dari
tidak diinginkan dengan cara
dedaunan (tembakau) yang mengandung zat
menginterpretasi, menilai, atau
tertentu khususnya nikotin dengan cara
menggabungkan suatu kejadian dalam
menghisap dan menghembuskannya sebagai
suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi
tindakan untuk memperoleh kenikmatan.
psikologis atau untuk mengurangi
Berdasarkan penjelasan di atas, maka
tekanan.
kontrol perilaku dalam merokok dapat
c. Decisional control, merupakan
disimpulkan sebagai suatu kemampuan pada
kemampuan seseorang untuk memilih

10
hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada memanipulasi stimulus untuk membuat
sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. sesuatu menjadi lebih mungkin dilakukan.
d. Informational Control, merupakan waktu Menurut teori Averill (dalam Kusrini, 2004)
yang tepat untuk mengetahui lebih banyak ada tiga aspek kemampuan yang tercakup
tentang tekanan-tekanan, apa saja yang dalam kontrol perilaku, yaitu:
terjadi mengapa dan apa konsekwensi a. Kemampuan mengontrol diri, yaitu
selanjutnya. sebagai kesiapan atau tersedianya suatu
e. Retrospective Control, adalah keyakinan respon yang dapat secara langsung
tentang apa dan siapa yang mengakibatkan mempengaruhi suatu keadaan yang tidak
tekanan tekanan ini terjadi. menyenangkan. Misalnya memaksakan
Aspek-aspek diatas merujuk pada kehendak pada orang lain.
kemampuan individu dalam membuat b. Kemampuan mengontrol kognisi, cara
pertimbangan dan menilai situasi terlebih seseorang dalam menafsirkan, menilai
dahulu sebelum melakukan tindakan. atau menghubungkan suatu kejadian
Kemampuan mengontrol perilaku terletak dalam suatu kerangka kognitif. Dapat pula
pada kekuatan aspek aspek tersebut dimana diartikan sebagai kemampuan dalam
kemampuan mengontrol perilaku ditentukan mengolah informasi yang diinginkan.
oleh seberapa jauh salah satu aspek c. Kemampuan mengontrol keputusan, yaitu
mendominasi atau kombinasi tertentu dari kemampuan seseorang untuk memilih
berbagai aspek dalam mengontrol hasil atau tujuan yang diinginkan. Misal
perilakunya. tidak mudah pesimis dalam bertindak.
Gilliom (Graham & Helen, 2005)
menyatakan kontrol perilaku atau kontrol diri Berdasarkan penjelasan dan
sebagai kemampuan yang terdiri dari tiga beberapa kerangka teori serta pembahasan
aspek yaitu : tersebut diatas, maka dapat dilihat ternyata
a. Kemampuan mengendalikan atau ada beberapa yang menunjukkan kesamaan
menahan tingkah laku yang bersifat tidak dan saling melengkapi. Sehingga dalam hal
menyakiti atau merugikan orang lain, ini peneliti mencoba mensintesakan aspek
yaitu kemampuan yang dimiliki seseorang aspek dari beberapa pendapat para ahli diatas
dalam bertingkah laku sehingga tidak yang kemudian akan digunakan dalam
menyakiti atau merugikan orang lain. menyusun alat ukur. Dan dapat disimpulkan
b. Kemampuan untuk bekerjasama dengan bahwa kontrol perilaku dapat dikatakan
orang lain dan kemampuan untuk berkembang baik apabila individu
mengikuti peraturan yang berlaku, seperti mempunyai kemampuan untuk mengatur
kemampuan untuk bekerja sama perilaku dalam dirinya, mampu mengatur
mendahulukan kepentingan bersama dan kognisinya dan mampu mengambil sebuah
tidak melanggar peraturan yang ada. keputusan yang tepat. Oleh karena itu untuk
c. Kemampuan untuk mengungkapkan mengukur kontrol perilaku dalam penelitian
keinginan atau perasaan kepada orang lain ini maka digunakan aspek-aspek sebagai
tanpa menyakiti atau menyinggung berikut, yaitu : kemampuan mengontrol diri,
perasaan orang lain. kemampuan mengontrol kognisi dan
Calhoun & Acocella (Aini & kemampuan mengontrol keputusan.
Mahardiyani, 2011) ada tiga aspek yang
dilibatkan dalam mengontrol perilaku, yaitu : 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi
mempertimbangkan pilihan, memilih dari Kontrol Perilaku
salah satu yang menyebabkan konflik,

11
Menurut Gilliom dkk (Gunarsa, dalam diri dan faktor eksternal yaitu
2009) ada beberapa sub-faktor yang Lingkungan individu.
mempengaruhi proses pembentukan a. Faktor Internal, Faktor internal yang ikut
pengendalian diri atau kontrol perilaku dalam berperan terhadap kontrol perilaku adalah
diri individu. Keseluruhan sub-faktor usia, semakin bertambah usia seseorang
termasuk dalam faktor emotion regulation maka semakin baik kemampuan
yang terdiri dari ; mengontrol perilakunya.
a. Active distraction, pengalihan hal-hal b. Faktor Eksternal, Faktor eksternal yang
yang menyebabkan frustasi yang dialami ikut beperan terhadap kontrol perilaku
dengan cara active distraction (misal pada diantaranya adalah Lingkungan teman dan
anak dengan cara bernyanyi, menari dsb.) lingkungan keluarga terutama Orang tua
b. Passive waiting, pengalihan hal-hal yang menentukan bagaimana kemampuan
menyebabkan frustasi yang dialami mengontrol perilaku seseorang.
dengan cara instruksi ( menyuruh duduk Menurut Block dan Block dikutib
tenang, berdiam diri, dsb.) Lazarus (Aini & Mahardayani, 2011)
c. Information gathering, pengalihan hal-hal mengemukakan tiga jenis kontrol perilaku,
yang meyebabkan frustasi yang dialami yaitu:
dengan cara menanyakan hal hal yang a. Over Control, yaitu kontrol yang
berhubungan dengan sumber perasaan berlebihan sehingga menyebabkan
frustasinya tanpa menyatakan bahwa ia seseorang banyak mengontrol dan
ingin mengakhiri sumber frustasinya. menahan diri untuk bereaksi terhadap
d. Focus in delay object/task, pengalihan suatu stimulus.
hal-hal yang meyebabkan frustasi yang b. Appropriate control, yaitu kontrol yang
dialami dengan cara membicarakan atau memungkinkan individu mengendalikan
mendiskusikan sumber perasaan frustasi, impulsnya dengan tepat.
memandang sumber perasaan frustasi dan c. Under Control, yaitu kecenderungan untuk
menyatakan bahwa ia ingin mengakhiri melepaskan impuls dengan bebas tanpa
sumber frustasinya perhitungan yang matang.
Papalia dkk (2009) menyatakan Patricia Patton (1998)
bahwa pengendalian diri atau kontrol perilaku mengemukakan bahwa pengendalian diri atau
merupakan pengembangan self regulation kontrol perilaku itu berasal dari ;
pada masa kanak kanak, maka dapat a. Pemahaman terhadap diri sendiri dan
dikatakan bahwa pengendalian diri atau mampu mengenali bagaimana perasaan-
kontrol perilaku juga akan dipengaruhi oleh perasaan sendiri serta alasannya.
faktor-faktor yang membentuk self regulation b. Mengetahui apa yang dilakukan ketika
yaitu, faktor proses perhatian dan faktor tidak mampu menahan perasannya sendiri.
kesadaran terhadap emosi emosi negatif. c. Mempelajari teknik berbicara pada diri
Semakin mampu menyadari emosi negatif sendiri secara positif untuk mengurangi
yang muncul dalam dirinya dan semakin dampak negatif terhadap perasaan diri
mampu mengendalikan perhatiannya pada sendiri.
sesuatu, maka akan semakin mampu menahan d. Memandang orang lain secara berbeda
dorongan-dorongan dan mengendalikan sehingga dapat mempertahankan suatu
tingkahlakunya. (Hurlock, 2004) pusat yang positif.
mengemukakan bahwa faktor-faktor yang e. Menghilangkan rasa takut terhadap
mempengaruhi kontrol perilaku dalam diri pendapat orang lain tentang diri kita
seseorang terdiri dari faktor internal yaitu dari sendiri.

12
f. Menyelaraskan emosi emosi orang lain menyesuaikan dengan cara menghormati
dengan jalan menciptakan suasana saling orang lain dan tidak bersifat egois atau
menghormati dan menerima pertimbangan mementingkan diri sendiri.
terhadap perasaan orang lain.
g. Menghindari godaan untuk memberi kritik
secara pribadi atau mempertahankan diri METODE PENELITIAN
sendiri.
h. Mengetahui bagaimana caranya agar tidak Identifikasi Variabel
melepaskan pengawasan dan tidak lempar 1. Variabel tergantung : Intensi Berhenti
batu sembunyi tangan. Merokok(Y)
i. Menggunakan kata kata atau bahasa tubuh
untuk menahan situasi sebelum segalanya 2.Variabel bebas: Dukungan Teman
terlambat diatasi. Sebaya(X1) dan Kontrol Perilaku dalam
Pada remaja, kemampuan mengontrol Merokok(X2)
berkembang seiring dengan kematangan
emosi, Remaja dikatakan sudah mencapai Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan
kematangan emosi bila pada akhir masa Sampel
remaja tidak meledakkan emosinya
dihadapan orang lain, melainkan menunggu Populasi penelitian ini adalah siswa
saat dan tempat yang lebih tepat untuk SMK Dr. Sutomo Temanggung kelas XII
mengungkapkan emosinya dengan cara yang semua jurusan berjumlah 340 siswa yang
lebih dapat diterima. Berdasarkan teori semuanya berjenis kelamin laki-laki, dengan
Piaget, remaja telah mencapai tahap karakteristik, sebagai berikut : 1)Subjek
pelaksanaan formal dalam kemampuan penelitian dalam rentang usia remaja; 2)
kognitif. Oleh karenanya remaja mampu Subjek penelitian bersekolah di SMK Dr.
mempertimbangkan semua kemungkinan Sutomo Temanggung; 3) Subjek penelitian
untuk menyelesaikan suatu masalah dan adalah perokok aktif.
mempertanggungjawabkannya (Hurlock,
Teknik pengambilan sampel yang
2004). Kemampuan mengontrol perilakunya
digunakan dalam penelitian ini adalah Non
pada remaja berkaitan erat dengan
probability Sampling dengan bentuk
perkembangan moralnya. Menurut Kohlberg
incidental sampling, dimana subjek dipilih
tahap perkembangan moralitas pasca
berdasar kriteria yang paling mendekati dan
konvensional harus dicapai selama masih
mudah didapat.
remaja. Pada tahap ini individu mengalami
perbaikan dan perubahan standar sosial Metode Pengumpulan Data
moral. Individu menyesuaikan diri dengan
standar sosial yang ideal yang diinternalisasi Dalam penelitian ini peneliti akan
berdasarkan rasa hormat pada orang lain dan menggunakan angket (kuisioner) sebagai alat
bukan keinginan yang bersifat pribadi pengumpul data. Skala yang dimaksud adalah
(Hurlock, 2004) skala intensi berhentimerokok, skala
Berdasarkan paparan diatas dapat dukungan teman sebaya dan skala kontrol
disimpulkan bahwa perkembangan kontrol perilaku dalam merokok. Ketiga skala dalam
perilaku remaja berkaitan erat dengan penelitian ini menggunakan skala Likert yang
moralitas pada remaja dimana pada tahap ini diklasifikasikan menjadi lima alternatif
remaja akan mengalami perbaikan dan jawaban, yaitu: SS (sangat setuju), S (setuju),
perubahan standar sosial moral dan R (ragu-ragu), TS (tidak setuju), dan STS

13
(sangat tidak setuju), akan tetapi peneliti rendah dukungan teman sebaya dan kontrol
memodifikasi skala Likert dengan perilaku merokoknya maka akan semakin
menghilangkan jawaban Ragu-ragu (R). rendah juga intensi berhenti merokok pada
remaja SLTA.
Validitas dan Reliabilitas Dalam penelitian ini sumbangan
efektif dukungan teman sebaya terhadap
Perhitungan validitas dan reliabilitas intensi berhenti merokok pada remaja hanya
menggunakan bantuan komputer program sebesar 6,5% sedangkan besarnya sumbangan
Software SPSS 19 For Windows. Parameter kontrol diri dalam perilaku merokok terhadap
indeks daya beda item diperoleh melalui intensi berhenti merokok pada remaja sebesar
korelasi antara skor masing-masing aitem 60,4%. Hal ini menggambarkan bahwa
dengan skor total, sehingga dapat ditentukan intensi berhenti merokok pada remaja lebih
aitem-aitem yang valid dan tidak valid untuk kuat dipengaruhi oleh komponen personal
dimasukkan atau digunakan dalam penelitian. yaitu kontrol diri dalam perilaku
Ada banyak cara mengestimasi reliabilitas, merokoknya. Jadi sekalipun individu remaja
salah satu cara adalah dengan menggunakan mendapat dukungan dari teman sebayanya,
teknik reliabilitas yang dikembangkan oleh intensi untuk berhenti merokok sangat
Cronbach yang disebut teknik Alpha. tergantung pada personal remaja yang
Teknik Analisa Data bersangkutan. Peran dukungan teman sebaya
disini tetap ada tetapi kecil dan terbatas.
Demi efektifitas dan efisiensi proses Dengan demikian kontrol diri dalam perilaku
komputerisasi, digunakan Software Statistical merokok ternyata memiliki peran yang lebih
Program for Social Science (SPSS) versi 19, kuat untuk menumbuhkan niatan atau intensi
dan menggunakan uji statistik analisis regresi seseorang untuk berhenti merokok. Semakin
2 prediktor dan anava. Alasan pemakaian tinggi atau kuat kontrol diri dalam perilaku
metode analisis data tersebut karena merokoknya maka intensi untuk berhenti
penelitian ini akan menguji hipotesis merokok juga akan semakin kuat atau
hubungan antara dua variabel bebas dan satu semakin besar. Sebaliknya semakin rendah
variabel tergantung. kontrol diri dalam perilaku merokoknya,
maka akan semakin rendah intensi untuk
berhenti merokok atau intensi berhenti
HASIL PENELITIAN merokoknya akan semakin lemah.

Berdasarkan hasil analisis data SIMPULAN DAN SARAN


dengan menggunakan teknik korelasi product
moment, diperoleh hasil bahwa hipotesis Berdasarkan hasil analisis data yang
mayor maupun hipotesis minor pada telah diuraikan sebelumnya, maka dapat
penelitian ini diterima. Hal ini menunjukkan diambil kesimpulan sebagai berikut :
bahwa ada hubungan positif yang signifikan
1. Hipotesis mayor pada penelitian ini
antara dukungan teman sebaya dan kontrol
terbukti, yaitu terdapat adanya hubungan
perilaku merokok dengan intensi berhenti
antara dukungan teman sebaya dan kontrol
merokok pada remaja SLTA. Semakin tinggi
diri dalam perilaku merokok dengan
dukungan teman sebaya dan semakin tinggi
intensi berhenti merokok, sehingga
kontrol diri dalam perilaku merokok, maka
dukungan teman sebaya dan kontrol diri
semakin tinggi pula intensi berhenti merokok
dalam perilaku merokok dapat dijadikan
pada remaja SLTA. Sebaliknya semakin
prediktor untuk memprediksi intensi untuk

14
berhenti merokok. Sumbangan efektif dalam diri individu remaja bahwa
kedua variabel bebas tersebut mencapai merokok adalah budaya tidak sehat dan
66,9%. bukanlah sesuatu yang dapat dimaklumi,
2. Terdapat adanya hubungan positif antara sehingga akan meningkatkan budaya tidak
dukungan teman sebaya dengan intensi merokok.
berhenti merokok pada remaja SLTA, 2. Saran bagi siswa (remaja perokok).
dimana sumbangan efektifnya mencapai Berhenti merokok bukanlah suatu hal
6,5%. Hal ini berarti dukungan teman yang sulit, apalagi bagi perokok ringan
sebaya cukup memberikan pengaruh dan pemula dengan bekal kemauan dan
untuk tumbuhnya intensi berhenti latihan untuk lebih mengontrol perilaku
merokok, meskipun sumbangan efektifnya yang kurang baik kearah perilaku yang
kecil jika dibandingkan dengan kontrol lebih positif dan sehat alangkah lebih
diri dalam perilaku merokok namun baiknya apabila kebiasaan tersebut
dukungan teman sebaya tetap merupakan ditinggalkan dan mulai hidup sehat untuk
faktor penting dalam menumbuhkan menatap masa depan.
intensi berhenti merokok pada remaja 3. Bagi peneliti lain
SLTA. Semakin besar dukungan teman Penelitian ini masih jauh dari
sebaya, maka semakin kuat intensinya kesempurnaan, untuk itu bagi peneliti
untuk berhenti merokok. yang ingin melakukan penelitian lebih
3. Terdapat adanya hubungan positif antara lanjut atau mengembangkan konsep
kontrol diri dalam perilaku merokok penelitian ini bisa mengembangkan
dengan intensi berhenti merokok pada dengan desain penelitian eksperimen dsb,
remaja SLTA, dimana sumbangan sehingga dapat lebih mendalami hal-hal
efektifnya mencapai 60,4%. Hal ini yang belum dapat peneliti gali dari subyek
berarti kontrol diri dalam perilaku maupun obyek penelitian ini.
merokok cukup memberikan pengaruh
untuk menumbuhkan intensi untuk DAFTAR PUSTAKA
berhenti merokok. Dalam penelitian ini
sumbangan efektif kontrol diri dalam Aini,A.A.,Mahardayani, I.H., (2011).
perilaku merokok lebih besar daripada Hubungan antara Kontrol Diri
dukungan teman sebaya. Semakin kuat dengan Prokastinasi dalam
kontrol diri dalam perilaku merokok, Menyelesaikan Skripsi Pada
maka intensi untuk berhenti merokok juga Mahasiswa Universitas Gunung
akan semakin kuat. Muria. Jurnal Psikologi Pitutur.
Vol.1. No.2, 65 71
Untuk pengembangan selanjutnya yang
penulis sarankan adalah : Ajzen,I., (2002). Perceived behavior control,
self efficacy, locus of control and
1. Saran bagi sekolah the theory of planned behavior.
Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan Journal of Applied Social
masukan bagi pihak sekolah untuk lebih Psychology. Vol.04. 32. 665 - 683.
mengembangkan lingkungan yang lebih
kondusif dalam menunjang upaya Ajzen,I., (2005). Attitude, Personality and
intervensi masalah merokok khususnya Behavior. Edisi kedua New York :
dilingkungan sekolah. Peran sekolah bagi Open University Press
dunia perokok remaja sangatlah penting
sehingga dapat membangun nilai nilai

15
Astuti,K., (2004). Prediktor Psikososial Practice (4th ed). San Franscisco :
Perilaku Beresiko Kesehatan pada Jossey Bass
Remaja, Insight, II, 1, 51 67.
Gottlieb,B.H., & Rooney,J.A., (2004).
Baron,R.A., & Byrne,D., (2003). Psikologi Coping Effectiveness :
Sosial. Jilid 1 Edisi 10 (Alih Bahasa Determinants and Relevance to the
Ratna Juwita dkk) Jakarta : Penerbit Mental Health and Affect of Family
Erlangga. Caregivers of Persons with
Dementia, aging and Mental Health.
Chaplin,J.P., (2004). Kamus Lengkap Journal. 8 (4). 364 373.
Psikologi cet. Ke-9 (Alih Bahasa
Kartini-Kartono ). Jakarta : Graham & Helen, (2005). Psikologi
Rajawali Press Humanistik. Jakarta : Penerbit
Pustaka Pelajar
Del Valle,J.F., Bravo, A., & Lopez, M.,
(2010). Parent and peers as Gunarsa,S.D., & Yulia,G.S.D., (2008).
providers of support in adolescents Psikologi Perkembangan anak dan
social network. A developmental remaja. Jakarta : BPK Gunung
perspective journal of community Mulia.
psychology, 38(1). 16 27.
Gunarsa,S.D., (2009). Dari anak sampai usia
Desmita, (2010). Psikologi Perkembangan lanjut. Jakarta : BPK Gunung Mulia
Peserta Didik. Bandung : Remaja
Rosdakarya Hurlock,E.B (2004). Psikologi
Perkembangan : Suatu Pendekatan
Elizabeth,E., Lloyd,R., Papandonatos, Sepanjang Rentang Kehidupan.
George, Kazura, Alessandra, Edisi ke-5. Jakarta : Erlangga
Stanton, Cassandra, Niura &
Raymond, (2002). Differentiating Howard,R., (2000). The Science of Self
Stage of Smoking Intensity Among Control. Harvard University Press
Adolescent : Stage Specific (http://books.google.it/books - type:
Psychological and Social the science of self-control)
Influences. Journal of Consulting
and Clinical Psychology, 70. 998 Kartono,K., (2003). Pemimpin dan
1009. Kepemimpinan. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.
Ernest.C., (2001). Berhenti Merokok .
Jakarta. PT Aksara Komalasari,D., & Helmi,A.F., (2000).
Faktor-faktor Penyebab Perilaku
Gerungan. (1996). Psikologi Sosial . Bandung Merokok Pada Remaja. Jurnal
: PT Eresco Kedokteran dan Kesehatan UGM.
Vol.1 No.05. 121-131
Glanz,K, Rimer,B.K., Viswanath,K., (2008).
Health Behavior and Health Lusia,A., (2009). Intensi Memilih Pada
Education : Theory research and Pemilih Pemula Ditinjau dari
Konformitas Teman Sebaya dan
Persepsi terhadap Fungsi Partai

16
Politik. Thesis (tidak diterbitkan). http://nasional.kompas.com/read/
Semarang : Fakultas Psikologi diakses pada 07 April 2013
Universitas Kristen Sugiyopranata.
Santrock,J. W., (2007). Perkembangan
Machrus,H., & Purwono,U., (2010). Remaja. (Alih Bahasa: Sinto B
Pengukuran Perilaku Berdasarkan Adelar). Jakarta: Erlangga
Theory of Planned Behavior. Insan.
Vol. 12. No. 01. April 2010 Sarafino,E.P., (2004). Health Psychology :
Biopsychosocial Interaction
Papalia,D.O.S. & Freadman,R., (2009). (2nd.ed), New York : John Willey
Human Development, & Sons Inc.
Perkembangan manusia, Buku I,
Jakarta : Erlangga Sitepoe,M., (2000). Kekhususan Rokok
Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia
Patricia,P., (1998). EQ-Pelayanan Sepenuh Widiasarana Indonesia.
Hati. Jakarta : Pustaka Delapratasa.
Slavin,R.E., (2009). Psikologi Pendidikan
Prabandari,Y.S., & Dewi.F.S.T., (2011). Teori dan Praktek. Edisi kedelapan
Media Pandang Dengar Pendidikan jilid satu. Jakarta : PT. Indeks
Kesehatan untuk Pencegahan
Merokok bagi Remaja Pelajar. Smet.B., (1994). Psikologi Kesehatan.
http://dikti.org/p3m/vucer9/0400s.ht Jakarta : PT. Grasindo.
ml. diakses pada 20 Maret 2013.
Solomon,P., (2004). Peer Support/ Peer
Raka,M.S., Frieda,N.R.H., Lakahija, (2012). Provided service underlying
Stop Smoking : Studi kualitatif processes, benefit and critical
terhadap pengalaman mantan ingredients. Psychiatric
pecandu rokok dalam menghentikan Rehabilitation Journal, 27(4). 392-
kebiasaannya. 401.
http://eprints.undip.ac.id/10932/1/Ju
rnal_StopSmoking!pdf. diakses pada Taylor,E.S., (2009). Psikologi Sosial. Jakarta
26 Januari 2013 : Kencana Predana Media.

Robbins,L.B., Stommel, M., & Hamel,L.M., Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa (2007).
(2008). Social Support for physical Kamus Besar Bahasa Indonesia.
activity of middle school student. Edisi ketiga cetakan keempat.
Public Health Nursing Journal, Jakarta : Balai Pustaka.
25(5) 451-460. Ubaedy,A.N., (2005). Serial Seni
Pembelajaran Diri, Self Training
Robert,A.K., ( 2013). Tembakau dan Rokok Membentuk Pribadi Kompetitif dan
sebagai Ancaman Dunia. Kompeten. Jakarta : Pustaka Qalami
http://nasional.kompas.com/read/
diakses pada 04 April 2013 Umar,H., (2005). Riset Sumber Daya
Manusia dalam Organisasi. Jakarta
Rusdi,A., (2012). Konggres Anak Bahas : PT. Gramedia Pustaka Utama
Bahaya Rokok.

17
Verawati,H. & Astuti,K., (2003). Hubungan
antara Sikap terhadap Bahaya
merokok dan Efikasi diri dengan
Intensi berhenti merokok. Insight,
Vol. I. No. 1. 23-27.

Victoria.P.D., Salgueiro,M.F., Silva,S.S.,


Vries H.D., (2009). The impact of
social influence on adolescent
intention to smoke: Combaining
types and refferents of influence.
The British Journal of Health
Psychology. No.14.681-699.

Walgito, B., (2003). Pengantar Psikologi


Umum. Yogyakarta : Penerbit Andi
Offset.

Wiggins, Mark W, & Bollwerk, Sandra,


(2006). Heuritic Based
Information Acquisition dan
Decision making among Pilots.
Journal Human Factor, Vol.48 (4)
734-747

18

You might also like