Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Subang

Karina Andalusia *, Dyah R. Panuju, dan Bambang H. Trisasongko


Program Studi Manajemen Sumberdaya Lahan, FAPERTA, IPB, Jl. Meranti Kampus IPB Dramaga BOGOR
16680
*
E-mail: karinaandalusiaa@gmail.com

Abstract

Subang regency is located near to Jakarta on the north coast of West Java. This strategic situation has positioned
Subang having an added value of easy access, therefore, is exposed to increasing regional growth and
development. Approximately 10.526 ha of the area have been allocated in spatial plans (RTRW) as industrial
area. The allocation causes land alteration, primarily in agricultural fields. Considering its significant impact,
land conversion needs to be controlled. This research aims to observe the patterns of agricultural land use change
in Subang during 2007-2013, as well as to study factors affecting land conversion by using logistic regression.
Analysis of land use conversion in 2007-2013 indicates that mixed garden and built-up increased to 36.52 ha
(1.68%) and 411.80 ha (18.91%) respectively. This rises consume other land use types, including plantations area,
rice fields, and dry land agriculture, respectively about 0.75 ha (16.27%), 330.28 ha (15, 17%), and 101.77 ha
(4.67%). Other land use types remained constant. Logistic regression analysis concluded that the change of
agricultural fields to built-up was influenced by several factors, including soil type, spatial plan, and distance to
the capital city.
Keywords: land use change, logistic regression, spatial plan, Subang

1. Pendahuluan
Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan
kegiatan ekonomi yang menyertainya. Dinamika masyarakat dalam menjalankan kegiatannya baik secara sosial,
ekonomi, dan budaya, dapat berimbas pada perubahan struktur penggunaan lahan di suatu wilayah. Simulasi
skenario perubahan penggunaan lahan yang dilakukan oleh Verburg dkk. (1999) menunjukkan bahwa penggunaan
lahan sawah di Pulau Jawa mengalami penurunan pada tahun 1994-2010 yang disebabkan oleh peningkatan
perumahan, perkebunan dan pertanian lahan kering.
Subang merupakan kabupaten yang memiliki areal lahan sawah terluas ketiga di Jawa Barat setelah
Indramayu dan Karawang. Selain itu, Subang merupakan penyumbang produksi padi terbesar ketiga di Jawa Barat.
Pada tahun 2012 luas lahan sawah Kabupaten Subang tercatat sekitar 41,96% dari total luas wilayahnya. Letak
geografis yang berdekatan dengan ibukota propinsi dan ibukota negara serta berada pada lintasan jalur transportasi
pantura Jawa Barat menjadikan Kabupaten Subang memiliki nilai tambah berupa aksesibilitas yang mudah
sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan daerah yang pesat. Kurang lebih 11.250 Ha di
Kabupaten Subang dialokasikan dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) sebagai kawasan industri (Bappeda
Subang 2012). Peruntukan lahan tersebut menjadi salah satu pendorong alih fungsi lahan terutama lahan pertanian.
Konversi lahan pertanian ke penggunaan non pertanian merupakan salah satu isu sentral pembangunan pertanian
karena dapat menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap produksi pangan (Irawan 2008).
Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk mempertahankan lahan pertanian sebagai areal penghasil pangan.
Upaya tersebut perlu didukung oleh perolehan dan analisis data yang kemprehensif, termasuk diantaranya adalah
mengidentifikasi areal potensial sawah, serta mengidentifikasi lokasi lahan pertanian yang terkonversi dalam enam
tahun terakhir. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis faktor-faktor yang berperan dalam proses konversi lahan
tersebut.

2. Metode

2.1 Analisis Perubahan Penggunaan Lahan


Data penggunaan lahan diperoleh melalui klasifikasi visual citra penginderaan jauh ALOS AVNIR-2 tahun
2007 dan 2010, serta Landsat 8 tahun 2013. Keseluruhan citra dianalisis berdasarkan kerangka kerja yang disajikan
pada Gambar 1. Citra ALOS AVNIR-2 dan Landsat 8 memiliki ukuran piksel masing-masing sebesar 10 dan 30

289
ISBN 978-602-70361-0-9
meter. Untuk mengatasi kendala resolusi yang berbeda, penelitian ini menggunakan teknik data fusion pada data
Landsat. Tujuan analisis tersebut adalah untuk meningkatkan resolusi citra multispektral dengan menggabungkan
karakteristik spektral dari data pankromatik yang memiliki resolusi lebih tinggi (Vrabel 1996). Sistem proyeksi
yang digunakanadalah sistem UTM dengan datum WGS 84 pada zona 48S. Sebelum melakukan proses klasifikasi
visual, ketiga citra terlebih dahulu dikoreksi geometri.
Citra
Citra ALOS Peta Dasar Landsat-8 Data fusion
Citra
AVNIR-2 sungai dan tahun 2013
Landsat-8
tahun 2010 jalan) tahun 2013
terkoreksi
Citra
Landsat-8
tahun 2013 Klasifikasi
Cek
resolusi Image to visual dan
Citra ALOS lapang
tinggi image digitasi
Koreksi AVNIR-2
geometri tahun 2010
terkoresi
Citra ALOS Citra ALOS Penggunaan lahan
AVNIR-2 AVNIR-2 tahun 2007, 2010,
tahun 2007 tahun 2007 dan 2013
terkoresi

Gambar 1 Bagan alir analisis data penggunaan lahan


Koreksi geometri dilakukan dengan menentukan titik kontrol GCP (Ground Control Point) sebanyak 20
titik untuk proses registrasi image-to-image, mengingat wilayah Kabupaten Subang cenderung relatif datar atau
berombak, kecuali pada wilayah selatan. Citra ALOS AVNIR-2 tahun 2010 terlebih dahulu direktifikasi terhadap
peta dasar (jalan dan sungai) untuk mempermudah melihat objek yang sama pada peta dasar dan citra yang akan
dikoreksi. Kemudian citra ALOS AVNIR-2 tahun 2010 yang telah terkoreksi digunakan untuk mengkoreksi citra
ALOS AVNIR-2 tahun 2007 dan citra Landsat 8 tahun 2013.
Keseluruhan citra selanjutnya diinterpretasi secara visual sehingga menghasilkan peta penggunaan lahan
tahun 2007, 2010, dan 2013. Penggunaan lahan dibedakan menjadi sembilan kelas, yaitu badan air (BA), hutan
(HT), kebun campuran (KC), lahan terbangun (LT), mangrove (MV), perkebunan (PK), sawah (SW), tambak (TB),
dan tanaman pertanian lahan kering (TPLK). Penggunaan lahan pada tahun yang berbeda selanjutnya dianalisis
untuk memperoleh matriks transisi yang menginformasikan pola perubahan penggunaan lahan di wilayah kajian.
Matriks transisi dibuat pada setiap periode pengamatan, yaitu tahun 2007-2010, 2010-2013, dan 2007-2013.
Selanjutnya dilakukan proses pengecekan lapang dengan tujuan untuk membandingkan penggunaan lahan
hasil interpretasi citra dengan kondisi yang sebenarnya. Perangkat yang digunakan adalah GPS (Global
Positioning System) dan kamera digital. Pengambilan titik-titik cek lapang dipandu oleh poligon wilayah yang
terindikasi mengalami perubahan. Terdapat 96 titik pengamatan yang diamati dengan mempertimbangkan sebaran
lokasinya. Selama pengumpulan data lapang, wawancara dengan masyarakat setempat dilakukan untuk menggali
data kepemilikan lahan, pelaku perubahan lahan, dan sejarah penggunaan lahan masa lampau.

2.2 Analisis Faktor yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan


Analisis faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan melibatkan peta penggunaan lahan, peta
administrasi, peta RTRW 2011-2031, peta jenis tanah, peta kemiringan lereng serta data statistik seperti keragaman
fasilitas tahun 2008, dan 2012. Penggabungan jumlah jenis fasilitas ekonomi, industri, dan sosial dari data potensi
desadilakukan pada setiap desa dengan basis data spasial yang telah dibuat sebelumnya. Penelitian ini
menggunakan metode regresi logistik biner, mengingat variabel respon yang digunakan bersifat kategorik dan
dikotomi (Y=0 jika tidak terjadi perubahan; Y=1 jika terjadi perubahan). Proses analisis faktor perubahan
penggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar 2, sedangkan variabel yang digunakan dalam regresi logistik biner
disajikan pada Tabel 1. Secara umum model logistik biner adalah sebagai berikut :
𝑒𝛽0 +𝛽1 X1 +⋯..𝛽𝑘𝑋𝑘
P(y = 1) = π = (1)
1+𝑒𝛽0 +𝛽1 X1 +⋯..𝛽𝑘𝑋𝑘

290
ISBN 978-602-70361-0-9
dimana

π = Peubah respon biner dimana terjadi perubahan penggunaan lahan (Y=1)


β0, β1, ..., βk = Parameter regresi logistik
X1, ..., Xk = Faktor yang diduga mempengaruhi proses perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi
lahan terbangun.

Peta landuse
Peta Peta jenis
Peta lereng tahun 2007, Peta RTRW
administrasi tanah
Kabupaten 2010, dan 2013 Kabupaten
Kabupaten Kabupaten
Subang Kabupaten Subang
Subang Subang
Subang

Keragaman
fasilitas
Tumpang tindih tahun 2008
dan 2012

Keluaran 1 Penggabungan

Peta jalan
Titik pusat
Kabupaten Center of
kota
Subang mass

Distance
matrix

Analisis
Keluaran 2 regresi
logistic biner

Gambar 2 Bagan alir analisis faktor perubahan penggunaan lahan

Tabel 1 Variabel dalam pendugaan penentu perubahan penggunaan lahan


Peubah respon Peubah penjelas (x)
(y)
Data biner kode (X1) Kelas kemiringan lereng (1= <2%;2= 2-8%; 3= 9-15%; 4= 16-25; 5= 26-40%)
terjadinya (X2) Jenis tanah (1= Aluvial;2= Andosol; 3= Glei; 4= Grumusol; 5= Latosol; 6= Podsolik
perubahan Merah Kuning; 7= Regosol)
poligon lahan (X3) Alokasi Ruang dalam RTRW (1= Cagar alam, 2= Hutan produksi terbatas, 3= Hutan
pertanian produksi tetap, 4= Kawasan hankam, 5= Pantai berhutan bakau, 6= perikanan budidaya, 7=
menjadi lahan Perkebunan, 8= Pemukiman perkotaan, 9= pertanian lahan basah, 10= Pertanian lahan kering,
terbangun (1) 11= Tangkapan air waduk, 12= Kawasan wisata, 13= Permukiman perdesaan, 14= situ, 15=
atau poligon zona industri )
tidak berubah (0) (X4)Laju pertumbuhan fasilitas ekonomi
(X5) Laju pertumbuhan fasilitas sosial
(X6) Laju pertumbuhan fasilitas industri
(X7) Jarak poligon perubahan ke pusat kota
(X8) Jarak poligon perubahan ke jalan tol
(X9) Jarak poligon perubahan ke jalan kolektor

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Analisis Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan


Penggunaan lahan di Kabupaten Subang pada tahun 2007, 2010, dan 2013 masih didominasi oleh lahan
pertanian baik lahan basah maupun lahan kering. Luas penggunaan dominan pada tiga titik tahun adalah lahan
sawah, yang diikuti oleh TPLK, perkebunan, lahan terbangun, kebun campuran, hutan, tambak, badan air dan
mangrove. Dilihat dari pola penyebarannya, lahan terbangun cenderung terkonsentrasi di sepanjang jalan utama.
Sawah, TPLK, kebun campuran, dan lahan terbangun merupakan penggunaan lahan yang tersebar hampir di setiap
kecamatan (Gambar 3).

291
ISBN 978-602-70361-0-9
Gambar 3 Penggunaan lahan di Kabupaten Subang berdasarkan citra ALOS AVNIR-2 (a) 2007, (b) 2010, serta
citra Landsat 8 (c) 2013
Penggunaan lahan badan air, hutan, mangrove, dan tambak di Kabupaten Subang dalam kurun waktu enam
tahun (2007-2013) tidak banyak mengalami perubahan (lihat Tabel 2). Perubahan yang terjadi adalah penurunan
luas kawasan pertanian lahan basah maupun lahan kering karena adanya penyediaan kawasan terbangun untuk
industri, pemukiman, maupun jasa lainnya. Selain itu terjadi peningkatan dan penurunan penggunaan lahan salah
satunya di Kecamatan Serangpanjang yang berada di Subang bagian selatan yang didominasi oleh kebun
campuran.
Perubahan lahan sawah menjadi lahan terbangun terjadi menyebar di hampir seluruh wilayah kecamatan.
Perubahan terbesar terjadi di bagian tengah, antara lain di Kecamatan Subang, Pabuaran dan Pagaden. Daerah
tersebut merupakan pusat kegiatan di Kabupaten Subang dan memiliki jumlah penduduk terbanyak. Selain sawah
yang berubah menjadi lahan terbangun, juga terdapat perubahan lahan sawah menjadi kebun campuran, yang
kemudian berubah menjadi lahan terbangun. Perubahan ini terjadi di daerah tengah yang didominasi oleh sawah
beririgasi teknis. Kebun campuran dapat dianggap sebagai lahan transisi perubahan sawah menjadi lahan
terbangun (Karyati dkk., 2013). Diluncurkannya undang-undang terkait lahan pertanian pangan berkelanjutan
yaitu UU No. 41 Tahun 2009 membatasi proses alih fungsi lahan pada lahan pertanian beririgasi teknis atau sawah
secara umum sehingga perubahan menjadi lahan terbangun terjadi lebih banyak di lahan non sawah.

Tabel 2 Jenis penggunaan lahan, luas dan proporsinya tahun 2007, 2010, dan 2013
Penggunaan lahan 2007 2010 2013
Luas (Ha) Proporsi Luas (Ha) Proporsi Luas (Ha) Proporsi
(%) (%) (%)
Badan air 704.04 0.32 704.04 0.32 704.04 0.32
Hutan 13139.32 6.03 13139.32 6.03 13139.32 6.03
Kebun campuran 17340.01 7.96 17447.87 8.01 17376.53 7.98
Lahan terbangun 17781.49 8.17 17891.27 8.22 18193.28 8.36
Mangrove 295.67 0.14 295.67 0.14 295.67 0.14
Perkebunan 18864.96 8.66 18858.26 8.66 18848.69 8.66
Sawah 102109.70 46.90 101939.50 46.82 101779.40 46.75
Tambak 11730.14 5.39 11730.14 5.39 11730.14 5.39
Tanaman pertanian lahan 35760.27 16.42 35719.51 16.41 35658.51 16.38
kering
Total 217725.60 100 217725.60 100 217725.60 100

Berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Subang tahun 2012, tercatat 80,80%
wilayah Kabupaten Subang memiliki kemiringan 0°-17°, sisanya memiliki kemiringan diatas 18°, yang sangat
cocok untuk penggunaan lahan pertanian dan lahan terbangun. Di bagian utara Kabupaten Subang terdapat
pertanian lahan basah (sawah) terbesar. Selain itu di utara, yang berbatasan dengan Laut Jawa, juga terdapat
tambak dan mangrove. Perkebunan dan hutan terdapat di bagian tengah dan selatan. Penggunaan lahan badan air
menyebar merata baik di seluruh wilayah. Gambar 4 menyajikan data penggunaan lahan tahun 2013 yang dipadu
dengan kondisi lapang tahun 2013.

292
ISBN 978-602-70361-0-9
Gambar 4 Penggunaan lahan dan kondisi lapangan tahun 2013

3.2 Faktor Penentu Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Subang


Hasil analisis regresi logistik biner untuk mengidentifikasi faktor yang berpengaruh terhadap konversi lahan
pertanian menjadi lahan terbangun disajikan pada Tabel 3. Hasil analisis regresi logistik biner menghasilkan model
regresi dengan nilai Pseudo-R2 (Nagelkerke R2) sebesar 81%. Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui faktor-faktor
yang signifikan (pada tingkat kepercayaan 95%) mempengaruhi perubahan penggunaan lahan secara umum.
Faktor-faktor tersebut dikelompokkan atas variabel yang berperan meningkatkan peluang terjadinya konversi
lahan dan variabel yang berpeluang menurunkan terjadinya konversi lahan.
Hasil analisis menunjukan bahwa variabel yang berperan meningkatkan peluang terjadinya perubahan
penggunaan lahan pertanian menjadi lahan terbangun adalah jenis tanah. Sedangkan variabel lainnya yang juga
berperan adalah pola ruang, serta jarak ke pusat kota yang secara umum menurunkan peluang terjadinya perubahan
penggunaan lahan pertanian. Hasil analisis faktor penentu konversi lahan tersebut sejalan dengan pendapat Panuju
dkk. (2013) yang menyatakan bahwa variabel yang berperan mempengaruhi perubahan penggunaan lahan
pertanian secara umum adalah variabel aksesibilitas ke lokasi pusat kota, variabel kondisi biofisik wilayah yang
terdiri dari jenis tanah, serta kebijakan alokasi ruang.

Tabel 3 Ringkasan hasil analisis regresi logistik biner untuk mengidentifikasi faktor penentu perubahan lahan
pertanian menjadi lahan terbangun
B Statistik Nilai
Variabel Rasio odd
wald P
Kelas lereng 6.418 .268
I. <2 % 6.989 .000 .996 1085.026
II. 2-8 % 15.060 .000 .991 3471879.798
III. 9-15 % 15.651 .000 .991 6270643.351
IV. 16-25 % 15.879 .000 .991 7871019.353
V. 26-60 % 16.716 .000 .990 18188295.803
Pertumbuhan industri (2007-2013) 203.143 .012 .915 1.68E+88
Kelas jenis tanah 23.734 .001 *
1. Aluvial -11.929 .002 .962 .000
2. Andosol 2.478 5.664 .017 * 11.922
3. Glei -9.572 .000 .983 .000
4. Grumosol -17.514 .000 .990 .000
5. Latosol -.277 .060 .807 .758
6. Podsolik -13.459 .003 .955 .000

293
ISBN 978-602-70361-0-9
Tabel 3 Ringkasan hasil analisis regresi logistik biner untuk mengidentifikasi faktor penentu perubahan lahan
pertanian menjadi lahan terbangun (lanjutan)
B Statistik Nilai
Variabel Rasio odd
wald P
Kelas pola ruang 66.142 .000 *
1. Cagar alam -18.388 .000 .998 .000
2. Hutan produksi terbatas -4.349 .000 1.000 .013
3. Hutan produksi tetap -3.885 22.565 .000 * .021
4. Kawasan hankam -18.667 .000 .997 .000
5. Kawasan pantai berhutan bakau -3.863 40.185 .000 * .021
6. Kawasan perikanan budidaya 5.148 .000 1.000 172.106
7. Kawasan perkebunan -4.243 .000 1.000 .014
8. Kawasan pemukiman perkotaan -3.027 28.149 .000 * .048
9. Kawasan pertanian lahan basah -1.887 11.515 .001 * .152
10. Kawasan pertanian lahan kering -4.644 37.378 .000 * .010
11. Kawasan tangkapan air waduk -17.645 .000 .997 .000
12. Kawasan wisata -2.011 6.533 .011 * .134
13. Kawasan pemukiman pedesaan -3.478 33.177 .000 * .031
14. Situ -4.641 .000 1.000 .010
Jarak ke pusat kota -.136 12.344 .000 * .873

Tanah Kompleks Andosol cenderung berpeluang meningkatkan konversi lahan pertanian karena
penyebarannya berada di bagian selatan Kabupaten Subang, sehingga memiliki jarak yang jauh dari pusat kota
yang terletak di bagian tengah kabupaten. Kecenderungan untuk mudah dikonversi dimungkinkan karena
kurangnya pengawasan dari pemerintah setempat. Menurut Suputra dkk. (2012), salah satu faktor yang
mempengaruhi alih fungsi lahan di Subak Daksina diantaranya dipengaruhi oleh lokasi lahan dan jarak terhadap
pusat kota. Penetapan alokasi ruang dan jarak ke pusat kota justru berpeluang menurunkan konversi lahan
pertanian. Dalam analisis ini, pusat kota yang dimaksud adalah Kantor Bupati Subang. Alokasi ruang merupakan
suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah setempat untuk mengendalikan pola ruang dan konversi lahan
pertanian. Mengingat alokasi ruang ditetapkan dalam bentuk peraturan daerah, oleh karena itu RTRW yang berisi
pola ruang memiliki kekuatan hukum yang menjadi panduan bagi pemerintah, pengembang dan masyarakat dalam
membentuk pola ruang masa depan. Secara tidak langsung alokasi ini juga menjadi bentuk aturan yang mengontrol
terjadinya perubahan penggunaan lahan di suatu wilayah. Terbukti dari hasil analisis bahwa RTRW menjadi salah
satu faktor penting yang terkait erat dengan kejadian perubahan penggunaan lahan.

4. Kesimpulan
Penggunaan lahan di Kabupaten Subang pada 2013 masih didominasi oleh lahan pertanian baik lahan basah
maupun lahan kering. Lahan terbangun cenderung terkonsentrasi di sepanjang jalan utama. Penggunaan lahan di
Kabupaten Subang dalam kurun waktu 6 tahun (2007-2013) tidak banyak mengalami perubahan terutama pada
penggunaan lahan seperti badan air, hutan, mangrove, dan tambak. Perubahan yang terjadi adalah penurunan luas
kawasan pertanian lahan basah maupun lahan kering karena adanya penyediaan kawasan terbangun untuk industri,
pemukiman, maupun jasa lainnya. Selain itu terjadi peningkatan dan penurunan penggunaan pada kebun
campuran. Penurunan luas lahan sawah menjadi lahan terbangun terjadi hampir di seluruh wilayah Subang dengan
perubahan terbesar di bagian tengah yaitu di Kecamatan Subang, Pabuaran dan Pagaden. Hasil analisis regresi
logistik menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan terbangun dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti jenis tanah, pola ruang, dan jarak ke pusat kota. Hasil analisis regresi logistik membuktikan
bahwa RTRW menjadi salah satu faktor penting untuk mengontrol kejadian perubahan penggunaan lahan.

Ucapan Terimakasih
Terimakasih kepada Badan Pengelola Daerah Aliran Sungai Ciliwung (BPDAS), Badan Pelaksanaan
Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Kehutanan, Ketahanan Pangan (BP4KKP) Kab. Subang, Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Kab. Subang, Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Kab.
Subang, Dinas Pertanian Tanaman Pangan, dan Dinas Tata Ruang, Pemukiman dan Kebersihan, Kab. Subang,
Pusat Pengkajian Perencanaan Pengembangan Wilayah (P4W-IPB), serta Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional (LAPAN).

294
ISBN 978-602-70361-0-9
Daftar Pustaka
Irawan B. Meningkatkan efektifitas kebijakan konversi lahan. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 2008; 26(2): 116-
131.
Karyati NE, Panuju DR, Trisasongko BH. Proyeksi penggunaan lahan menggunakan metode Markov Chain: Studi
kasus Kabupaten Klaten. Prosiding Lokakarya Nasional dan Seminar Forum Komunikasi Perguruan Tinggi
Pertanian Indonesia. Bogor. 2013; 810-818.
Panuju DR, Karyati NE, Trisasongko BH. Pola konversi lahan sawah di Kabupaten Klaten. Prosiding Lokakarya
Nasional dan Seminar Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Pertanian Indonesia. Bogor. 2013; 798-809.
Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Subang Tahun 2012.
Suputra DPA, Ambarawati IGAA, Tenaya IMN. Faktor-faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan studi kasus
di Subak Daksina, Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung. Jurnal Agribisnis dan
Agrowisata, 2012.;1(1):61-68.
Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. 2009.
Verburg PT, Veldkamp AT, Bouma J. Land use change under conditions of high population pressure: The case of
Java. Global Environmental Change, 1999; 9: 303-312.
Vrabel J. Multispectral imagery band sharpening study. Photogrammetric Engineering and Remote Sensing, 1996;
62(9): 1075-1083

295
ISBN 978-602-70361-0-9

You might also like