Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 17

Difference Between One-tailed and Two-

tailed Test
January 11, 2017 By Surbhi S Leave a Comment

The two ways of carrying out statistical significance test of a characteristic, drawn from the
population, with respect to the test statistic, are a one-tailed test and two-tailed test. The
former refers to a test of null hypothesis, in which the alternative hypothesis is articulated
directionally. However, if the alternative hypothesis is not exhibited directionally, then it is
known as two-tailed test of the null hypothesis. In the field of research and experiments, it
pays to know the difference between one-tailed and two-tailed test, as they are quite
commonly used in the process.

Basis of
One-tailed Test Two-tailed Test
Comparison
A statistical hypothesis test in which A significance test in which
Meaning alternative hypothesis has only one alternative hypothesis has two
end, is known as one tailed test. ends, is called two-tailed test.
Hypothesis Directional Non-directional
Region of
Either left or right Both left and right
rejection
If there is a relationship between If there is a relationship between
Determines
variables in single direction. variables in either direction.
Greater or less than certain range
Result Greater or less than certain value.
of values.
Sign in
alternative > or < ≠
hypothesis

Definition of One-tailed Test

One-tailed test alludes to the significance test in which the region of rejection appears on one
end of the sampling distribution. It represents that the estimated test parameter is greater or
less than the critical value. When the sample tested falls in the region of rejection, i.e. either
left or right side, as the case may be, it leads to the acceptance of alternative hypothesis rather
than the null hypothesis. It is primarily applied in chi-square distribution; that ascertains the
goodness of fit.

In this statistical hypothesis test, all the critical region, related to α, is placed in any one of the
two tails. One-tailed test can be:

 Left-tailed test: When the population parameter is believed to be lower than the
assumed one, the hypothesis test carried out is the left-tailed test.
 Right-tailed test: When the population parameter is supposed to be greater than the
assumed one, the statistical test conducted is a right-tailed test.

Definition of Two-tailed Test

The two-tailed test is described as a hypothesis test, in which the region of rejection or say
the critical area is on both the ends of the normal distribution. It determines whether the
sample tested falls within or outside a certain range of values. Therefore, an alternative
hypothesis is accepted in place of the null hypothesis, if the calculated value falls in either of
the two tails of the probability distribution.

In this test, α is bifurcated into two equal parts, placing half on each side, i.e. it considers the
possibility of both positive and negative effects. It is performed to see, whether the estimated
parameter is either above or below the assumed parameter, so the extreme values, work as
evidence against the null hypothesis.

Key Differences Between One-tailed and Two-tailed Test


The fundamental differences between one-tailed and two-tailed test, is explained below in
points:

1. One-tailed test, as the name suggest is the statistical hypothesis test, in which the
alternative hypothesis has a single end. On the other hand, two-tailed test implies the
hypothesis test; wherein the alternative hypothesis has dual ends.
2. In the one-tailed test, the alternative hypothesis is represented directionally.
Conversely, the two-tailed test is a non-directional hypothesis test.
3. In a one-tailed test, the region of rejection is either on the left or right of the sampling
distribution. On the contrary, the region of rejection is on both the sides of the
sampling distribution.
4. A one-tailed test is used to ascertain if there is any relationship between variables in a
single direction, i.e. left or right. As against this, the two-tailed test is used to identify
whether or not there is any relationship between variables in either direction.
5. In a one-tailed test, the test parameter calculated is more or less than the critical value.
Unlike, two-tailed test, the result obtained is within or outside critical value.
6. When an alternative hypothesis has ‘≠’ sign, then a two-tailed test is performed. In
contrast, when an alternative hypothesis has ‘> or <‘ sign, then one-tailed test is
carried out.

Conclusion
To sum up, we can say that the basic difference between one-tailed and two-tailed test lies in
the direction, i.e. in case the research hypothesis entails the direction of interrelation or
difference, then one-tailed test is applied, but if the research hypothesis does not signify the
direction of interaction or difference, we use two-tailed test.

ANALISIS JALUR (PATH ANALYSIS)


Bag 1
Posted by hendry

A. DEFINISI ANALISIS JALUR

Analisis jalur adalah suatu teknik pengembangan dari regresi linier ganda.Teknik ini
digunakan untuk menguji besarnya sumbangan (kontribusi) yang ditunjukkan oleh koefisien
jalur pada setiap diagram jalur dari hubungan kausal antar variabel X1 X2 dan X3 terhadap Y
serta dampaknya terhadap Z. “Analisis jalur ialah suatu teknik untuk menganalisis hubungan
sebab akibat yang tejadi pada regresi berganda jika variabel bebasnya mempengaruhi variabel
tergantung tidak hanya secara langsung tetapi juga secara tidak langsung”. (Robert D.
Retherford 1993).

Sedangkan definisi lain mengatakan: “Analisis jalur merupakan pengembangan langsung


bentuk regresi berganda dengan tujuan untuk memberikan estimasi tingkat kepentingan
(magnitude) dan signifikansi (significance) hubungan sebab akibat hipotetikal dalam
seperangkat variabel.” (Paul Webley 1997).

David Garson dari North Carolina State University mendefinisikan analisis jalur sebagai
“Model perluasan regresi yang digunakan untuk menguji keselarasan matriks korelasi
dengan dua atau lebih model hubungan sebab akibat yang dibandingkan oleh peneliti.
Modelnya digambarkan dalam bentuk gambar lingkaran dan panah dimana anak panah
tunggal menunjukkan sebagai penyebab. Regresi dikenakan pada masing-masing variabel
dalam suatu model sebagai variabel tergantung (pemberi respon) sedang yang lain sebagai
penyebab. Pembobotan regresi diprediksikan dalam suatu model yang dibandingkan dengan
matriks korelasi yang diobservasi untuk semua variabel dan dilakukan juga penghitungan uji
keselarasan statistik. (David Garson, 2003).

B. KARAKTERISTIK ANALISIS JALUR

Merujuk pendapat yang dikemukakan oleh Land, Ching, Heise, Maruyama, Schumaker dan
Lomax, Joreskog (dalam Kusnendi, 2008:147-148), karakteristik analisis jalur adalah metode
analisis data multivariat dependensi yang digunakan untuk menguji hipotesis hubungan
asimetris yang dibangun atas dasar kajian teori tertentu, dengan tujuan untuk mengetahui
pengaruh langsung dan tidak langsung seperangkat variabel penyebab terhadap variabel
akibat.

Menguji hipotesis hubungan asimetris yang dibangun atas kajian teori tertentu artinya yang
diuji adalah model yang menjelaskan hubungan kausal antarvariabel yang dibangun atas
kajian teori teori tertentu. Hubungan kausal tersebut secara eksplisit dirumuskan dalam
bentuk hipotesis direksional, baik positif maupun negative.
C. Beberapa istilah yang lazim digunakan dalam analisis jalur antara lain :

1. Model jalur. Model jalur ialah suatu diagram yang menghubungkan antara variabel
bebas, perantara dan tergantung. Pola hubungan ditunjukkan dengan menggunakan
anak panah. Anak panah-anak panah tunggal menunjukkan hubungan sebab–akibat
antara variabel-variabel exogenous atau perantara dengan satu variabel tergantung
atau lebih. Anak panah juga menghubungkan kesalahan (variabel residue) dengan
semua variabel endogenous masing-masing. Anak panah ganda menunjukkan korelasi
antara pasangan variabel-variabel exogenous.
2. Jalur penyebab untuk suatu variabel yang diberikan meliputi pertama jalur-jalur
arah dari anak-anak panah menuju ke variabel tersebut dan kedua jalur-jalur korelasi
dari semua variabel endogenous yang dikorelasikan dengan variabel-variabel yang
lain yang mempunyai anak panah-anak panah menuju ke variabel yang sudah ada
tersebut.
3. Variabel exogenous. Variabel – variabel exogenous dalam suatu model jalur ialah
semua variabel yang tidak ada penyebab-penyebab eskplisitnya atau dalam diagram
tidak ada anak-anak panah yang menuju kearahnya, selain pada bagian kesalahan
pengukuran. Jika antara variabel exogenous dikorelasikan maka korelasi tersebut
ditunjukkan dengan anak panah dengan kepala dua yang menghubungkan variabel-
variabel tersebut. Dalam istilah lain, dapat disebut pula sebagai independen variabel.
4. Variabel endogenous. Variabel endogenous ialah variabel yang mempunyai anak-
anak panah menuju kearah variabel tersebut. Variabel yang termasuk didalamnya
ialah mencakup semua variabel perantara dan tergantung. Variabel perantara
endogenous mempunyai anak panah yang menuju kearahnya dan dari arah variabel
tersebut dalam sutau model diagram jalur. Sedang variabel tergantung hanya
mempunyai anak panah yang menuju kearahnya. Atau dapat disebut juga sebagai
variabel dependen.
5. Koefesien jalur / pembobotan jalur. Koefesien jalur adalah koefesien regresi
standar atau disebut ‘beta’ yang menunjukkan pengaruh langsung dari suatu variabel
bebas terhadap variabel tergantung dalam suatu model jalur tertentu. Oleh karena itu,
jika suatu model mempunyai dua atau lebih variabel-variabel penyebab, maka
koefesien-koefesien jalurnya merupakan koefesien-koefesien regresi parsial yang
mengukur besarnya pengaruh satu variabel terhadap variabel lain dalam suatu model
jalur tertentu yang mengontrol dua variabel lain sebelumnya dengan menggunakan
data yang sudah distandarkan atau matriks korelasi sebagai masukan.
6. Variabel Laten dapat didefinisikan sebagai variabel penyebab yang tidak dapat
diobservasi secara langsung (unobservable). Pengamatan variabel tersebut diamati
melalui variabel manifesnya. Variabel manifest adalah variabel indicator terukur yang
dapat diobservasi secara langsung untuk mengukur variabel laten. Contoh : variabel
laten motivasi. Tidak bisa diobservasi secara langsung, namun melalui variabel
manifesnya (indicator) seperti kerja keras, pantang penyerah, tekun, teliti, dll.
7. Variabel Mediator / Intervening dan Moderator

Variabel mediator/intervening dapat didefinisikan oleh Tucman (1988) “An intervening is


that factor that theorically effect the observed phenomenin but cannot be seen, measure, or
manipulate” atau variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan antar variabel
independent dengan variabel dependen menjadi hubungan yang tidak langsung dan tidak
dapat diamati dan di ukur”. Perbedaan mendasar mediator dan moderator adalah :
Moderators tend to be variables that are relatively immune to change over time (personality
trait, gender, ethnic group, etc.).

Mediators tend to be variables that change in relation to other variables (anxiety, helpfulness,
honesty, mood).

Metode Pengumpulan Data


Metode Pengumpulan Data

by Hendryadi

A. Sumber Data

Sumber data terbagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah
data yang diperoleh peneliti secara langsung (dari tangan pertama), sementara data sekunder
adalah data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada.

Contoh data primer adalah data yang diperoleh dari responden melalui kuesioner, kelompok
fokus, dan panel, atau juga data hasil wawancara peneliti dengan nara sumber.

Contoh data sekunder misalnya catatan atau dokumentasi perusahaan berupa absensi, gaji,
laporan keuangan publikasi perusahaan, laporan pemerintah, data yang diperoleh dari
majalah, dan lain sebagainya.

B. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian, teknik pengumpulan data merupakan faktor penting demi keberhasilan
penelitian. Hal ini berkaitan dengan bagaimana cara mengumpulkan data, siapa sumbernya,
dan apa alat yang digunakan.

Jenis sumber data adalah mengenai dari mana data diperoleh. Apakah data diperoleh dari
sumber langsung (data primer) atau data diperoleh dari sumber tidak langsung (data
sekunder).

Metode Pengumpulan Data merupakan teknik atau cara yang dilakukan untuk mengumpulkan
data. Metode menunjuk suatu cara sehingga dapat diperlihatkan penggunaannya melalui
angket, wawancara, pengamatan, tes, dkoumentasi dan sebagainya.

Sedangkan Instrumen Pengumpul Data merupakan alat yang digunakan untuk


mengumpulkan data. Karena berupa alat, maka instrumen dapat berupa lembar cek list,
kuesioner (angket terbuka / tertutup), pedoman wawancara, camera photo dan lainnya.

Adapun tiga teknik pengumpulan data yang biasa digunakan adalah angket, observasi dan
wawancara.

1. Angket
Angket / kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan
seperangkat pertanyaan atau pernyataan kepada orang lain yang dijadikan responden untuk
dijawabnya.

Meskipun terlihat mudah, teknik pengumpulan data melalui angket cukup sulit dilakukan jika
respondennya cukup besar dan tersebar di berbagai wilayah.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan angket menurut Uma Sekaran
(dalam Sugiyono, 2007:163) terkait dengan prinsip penulisan angket, prinsip pengukuran dan
penampilan fisik.

Prinsip Penulisan angket menyangkut beberapa faktor antara lain :

 Isi dan tujuan pertanyaan artinya jika isi pertanyaan ditujukan untuk mengukur maka
harus ada skala yang jelas dalam pilihan jawaban.
 Bahasa yang digunakan harus disesuaikan dengan kemampuan responden. Tidak
mungkin menggunakan bahasa yang penuh istilah-istilah bahasa Inggris pada
responden yang tidak mengerti bahasa Inggris, dsb.
 Tipe dan bentuk pertanyaan apakah terbuka atau terturup. Jika terbuka artinya
jawaban yang diberikan adalah bebas, sedangkan jika pernyataan tertutup maka
responden hanya diminta untuk memilih jawaban yang disediakan.

2. Observasi

Obrservasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang tidak hanya mengukur sikap
dari responden (wawancara dan angket) namun juga dapat digunakan untuk merekam
berbagai fenomena yang terjadi (situasi, kondisi). Teknik ini digunakan bila penelitian
ditujukan untuk mempelajari perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan
dilakukan pada responden yang tidak terlalu besar.

Participant Observation

Dalam observasi ini, peneliti secara langsung terlibat dalam kegiatam sehari-hari orang atau
situasi yang diamati sebagai sumber data.

Misalnya seorang guru dapat melakukan observasi mengenai bagaimana perilaku siswa,
semangat siswa, kemampuan manajerial kepala sekolah, hubungan antar guru, dsb.

Non participant Observation

Berlawanan dengan participant Observation, Non Participant merupakan observasi yang


penelitinya tidak ikut secara langsung dalam kegiatan atau proses yang sedang diamati.

Misalnya penelitian tentang pola pembinaan olahraga, seorang peneliti yang menempatkan
dirinya sebagai pengamat dan mencatat berbagai peristiwa yang dianggap perlu sebagai data
penelitian.

Kelemahan dari metode ini adalah peneliti tidak akan memperoleh data yang mendalam
karena hanya bertindak sebagai pengamat dari luar tanpa mengetahui makna yang terkandung
di dalam peristiwa.
Alat yang digunakan dalam teknik observasi ini antara lain : lembar cek list, buku catatan,
kamera photo, dll.

3. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap muka dan
tanya jawab langsung antara pengumpul data maupun peneliti terhadap nara sumber atau
sumber data.

Wawancara pada penelitian sampel besar biasanya hanya dilakukan sebagai studi
pendahuluan karena tidak mungkin menggunakan wawancara pada 1000 responden,
sedangkan pada sampel kecil teknik wawancara dapat diterapkan sebagai teknik pengumpul
data (umumnya penelitian kualitatif)

Wawancara terbagi atas wawancara terstruktur dan tidak terstruktur.

1. Wawancara terstruktur artinya peneliti telah mengetahui dengan pasti apa informasi
yang ingin digali dari responden sehingga daftar pertanyaannya sudah dibuat secara
sistematis. Peneliti juga dapat menggunakan alat bantu tape recorder, kamera photo,
dan material lain yang dapat membantu kelancaran wawancara.
2. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara bebas, yaitu peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang berisi pertanyaan yang akan diajukan secara
spesifik, dan hanya memuat poin-poin penting masalah yang ingin digali dari
responden.

Kelebihan dan Kekurangan dalam Teknik Pengumpulan Data

1. Metode Observasi

Pengumpulan data dengan observasi langsung atau dengan pengamatan langsung adalah cara
pengambilan data dengan menggunakan mata tanpa ada pertolongan alat standar lain untuk
keperluan tersebut. Pengamatan baru tergolong sebagai teknik mengumpulkan data, jika
pengamatan tersebut mempunyai kriteria berikut:

 Pengamatan digunakan untuk penelitian dan telah direncanakan secara sistematik.


 Pengamatan harus berkaitan dengan tujuan penelitian yang telah direncanakan.
 Pengamatan tersebut dicatat secara sistematis dan dihubungkan dengan proposisi
umum dan bukan dipaparkan sebagai suatu set yang menarik perhatian saja.

Pengamatan dapat dicek dan dikontrol atas validitas dan reliabilitasnya. Penggunaan
pengamatan langsung sebagai cara mengumpulkan data mempunyai beberapa keuntungan
antara lain :

Pertama. Dengan cara pengamatan langsung, terdapat kemungkinan untuk mencatat hal-hal,
perilaku, pertumbuhan, dan sebagainya, sewaktu kejadian tersebut berlaku, atau sewaktu
perilaku tersebut terjadi. Dengan cara pengamatan, data yang langsung mengenai perilaku
yang tipikal dari objek dapat dicatat segera, dantidak menggantungkan data dari ingatan
seseorang;
Kedua. Pengamatan langsung dapat memperoleh data dari subjek baik tidak dapat
berkomunikasi secara verbal atau yang tak mau berkomunikasi secara verbal. Adakalanya
subjek tidak mau berkomunikasi, secara verbal dengan enumerator atau peneliti, baik karena
takut, karena tidak ada waktu atau karena enggan. Dengan pengamatan langsung, hal di atas
dapat ditanggulangi. Selain dari keuntungan yang telah diberikan di atas, pengamatan secara
langsung sebagai salah satu metode dalam mengumpulkan data, mempunyai kelemahan-
kelemahan.

2. Metode Wawancara

Yang dimaksud dengan wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara si penanya atau
pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan
interview guide (panduan wawancara). Wawancara dapat dilakukan dengan tatap muka
maupun melalui telpon.

Wawancara Tatap Muka

Beberapa kelebihan wawancara tatap muka antara lain :

 Bisa membangun hubungan dan memotivasi responden


 Bisa mengklarifikasi pertanyaan, menjernihkan keraguan, menambah pertanyaan baru
 Bisa membaca isyarat non verbal
 Bisa memperoleh data yang banyak

Sementara kekurangannya adalah :

 Membutuhkan waktu yang lama


 Biaya besar jika responden yang akan diwawancara berada di beberapa daerah
terpisah
 Responden mungkin meragukan kerahasiaan informasi yang diberikan
 Pewawancara perlu dilatih
 Bisa menimbulkan bias pewawancara
 Responden bias menghentikan wawancara kapanpun

Wawancara via phone

Kelebihan

 Biaya lebih sedikit dan lebih cepat dari warancara tatap muka
 Bisa menjangkau daerah geografis yang luas
 Anomalitas lebih besar dibanding wawancara pribadi (tatap muka)

Kelemahan

 Isyarat non verbal tidak bisa dibaca


 Wawancara harus diusahakan singkat
 Nomor telpon yang tidak terpakai bisa dihubungi, dan nomor yang tidak terdaftar pun
dihilangkan dari sampel
3.Metode Kuesioner

Kuesioner adalah daftar pertanyaan tertulis yang telah disusun sebelumnya. Pertanyaan-
pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner, atau daftar pertanyaan tersebut cukup terperinci
dan lengkap dan biasanya sudah menyediakan pilihan jawaban (kuesioner tertutup) atau
memberikan kesempatan responden menjawab secara bebas (kuesioner terbuka).

Penyebaran kuesioner dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti penyerahan kuesioner
secara pribadi, melalui surat, dan melalui email. Masing-masing cara ini memiliki kelebihan
dan kelemahan, seperti kuesioner yang diserahkan secara pribadi dapat membangun
hubungan dan memotivasi respoinden, lebih murah jika pemberiannya dilakukan langsung
dalam satu kelompok, respon cukup tinggi. Namun kelemahannya adalah organisasi
kemungkinan menolak memberikan waktu perusahaan untuk survey dengan kelompok
karyawan yang dikumpulkan untuk tujuan tersebut.

Etika dalam Pengumpulan Data

Beberapa isu etis yang harus diperhatikan ketika mengumpulkan data antara lain :

1. Memperlakukan informasi yang diberikan responden dengan memegang prinsip


kerahasiaan dan menjaga pribadi responden merupakan salah satu tanggung jawab
peneliti.
2. Peneliti tidak boleh mengemukakan hal yang tidak benar mengenai sifat penelitian
kepada subjek. Dengan demikian, peneliti harus menyampaikan tujuan dari penelitian
kepada subjek dengan jelas.
3. Informasi pribadi atau yang terlihat mencampuri sebaiknya tidak ditanyakan, dan jika
hal tersebut mutlak diperlukan untuk penelitian, maka penyampaiannya harus
diungkapkan dengan kepekaan yang tinggi kepada responden, dan memberikan alasan
spesifik mengapa informasi tersebut dibutuhkan untuk kepentingan penelitian.
4. Apapun sifat metode pengumpulan data, harga diri dan kehormatan subjek tidak boleh
dilanggar
5. Tidak boleh ada paksaan kepada orang untuk merespon survei dan responden yang
tidak mau berpartisipasi tetap harus dihormati.
6. Dalam study lab, subjek harus diberitahukan sepenuhnya mengenai alasan eksperimen
setelah mereka berpartisipasi dalam studi.
7. Subjek tidak boleh dihadapkan pada situasi yang mengancam mereka, baik secara
fisik maupun mental.
8. Tidak boleh ada penyampaian yang salah atau distorsi dalam melaporkan data yang
dikumpulkan selama study.

Referensi :

Uma Sekaran. 2006. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta : Salemba Empat

POPULASI DAN SAMPEL


Jan 24

Posted by hendry
Oleh : Hendry

A. Definisi

Populasi adalah wilayah generalisasi berupa subjek atau objek yang diteliti untuk dipelajari
dan diambil kesimpulan. Sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi yang diteliti.

Dengan kata lain, sampel merupakan sebagian atau bertindak sebagai perwakilan dari
populasi sehingga hasil penelitian yang berhasil diperoleh dari sampel dapat
digeneralisasikan pada populasi.

Penarikan sampel diperlukan jika populasi yang diambil sangat besar, dan peneliti memiliki
keterbatasan untuk menjangkau seluruh populasi maka peneliti perlu mendefinisikan populasi
target dan populasi terjangkau baru kemudian menentukan jumlah sampel dan teknik
sampling yang digunakan.

B. Ukuran Sampel

Untuk menentukan sampel dari populasi digunakan perhitungan maupun acuan tabel yang
dikembangkan para ahli. Secara umum, untuk penelitian korelasional jumlah sampel
minimal untuk memperoleh hasil yang baik adalah 30, sedangkan dalam penelitian
eksperimen jumlah sampel minimum 15 dari masing-masing kelompok dan untuk penelitian
survey jumlah sampel minimum adalah 100.

Roscoe (1975) yang dikutip Uma Sekaran (2006) memberikan acuan umum untuk
menentukan ukuran sampel :

1. Ukuran sampel lebih dari 30 dan kurang dari 500 adalah tepat untuk kebanyakan
penelitian
2. Jika sampel dipecah ke dalam subsampel (pria/wanita, junior/senior, dan sebagainya),
ukuran sampel minimum 30 untuk tiap kategori adalah tepat
3. Dalam penelitian mutivariate (termasuk analisis regresi berganda), ukuran sampel
sebaiknya 10x lebih besar dari jumlah variabel dalam penelitian
4. Untuk penelitian eksperimental sederhana dengan kontrol eskperimen yang ketat,
penelitian yang sukses adalah mungkin dengan ukuran sampel kecil antara 10 sampai
dengan 20

Besaran atau ukuran sampel ini sampel sangat tergantung dari besaran tingkat ketelitian atau
kesalahan yang diinginkan peneliti. Namun, dalam hal tingkat kesalahan, pada penelitian
sosial maksimal tingkat kesalahannya adalah 5% (0,05). Makin besar tingkat kesalahan maka
makin kecil jumlah sampel. Namun yang perlu diperhatikan adalah semakin besar jumlah
sampel (semakin mendekati populasi) maka semakin kecil peluang kesalahan generalisasi dan
sebaliknya, semakin kecil jumlah sampel (menjauhi jumlah populasi) maka semakin besar
peluang kesalahan generalisasi.

Beberapa rumus untuk menentukan jumlah sampel antara lain :

1. Rumus Slovin (dalam Riduwan, 2005:65)

n = N/N(d)2 + 1
n = sampel; N = populasi; d = nilai presisi 95% atau sig. = 0,05.

Misalnya, jumlah populasi adalah 125, dan tingkat kesalahan yang dikehendaki adalah 5%,
maka jumlah sampel yang digunakan adalah :

N = 125 / 125 (0,05)2 + 1 = 95,23, dibulatkan 95


2. Formula Jacob Cohen (dalam Suharsimi Arikunto, 2010:179)

N = L / F^2 + u + 1
Keterangan :
N = Ukuran sampel
F^2 = Effect Size
u = Banyaknya ubahan yang terkait dalam penelitian
L = Fungsi Power dari u, diperoleh dari tabel

Power (p) = 0.95 dan Effect size (f^2) = 0.1


Harga L tabel dengan t.s 1% power 0.95 dan u = 5 adalah 19.76
maka dengan formula tsb diperoleh ukuran sampel
N = 19.76 / 0.1 + 5 + 1 = 203,6, dibulatkan 203

3. Rumus berdasarkan Proporsi atau Tabel Isaac dan Michael

Tabel penentuan jumlah sampel dari Isaac dan Michael memberikan kemudahan penentuan
jumlah sampel berdasarkan tingkat kesalahan 1%, 5% dan 10%. Dengan tabel ini, peneliti
dapat secara langsung menentukan besaran sampel berdasarkan jumlah populasi dan tingkat
kesalahan yang dikehendaki.

C. Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang secara umum terbagi dua yaitu
probability sampling dan non probability sampling.

Dalam pengambilan sampel cara probabilitas besarnya peluang atau probabilitas elemen
populasi untuk terpilih sebagai subjek diketahui. Sedangkan dalam pengambilan sampel
dengan cara nonprobability besarnya peluang elemen untuk ditentukan sebagai sampel tidak
diketahui. Menurut Sekaran (2006), desain pengambilan sampel dengan cara probabilitas jika
representasi sampel adalah penting dalam rangka generalisasi lebih luas. Bila waktu atau
faktor lainnya, dan masalah generalisasi tidak diperlukan, maka cara nonprobability biasanya
yang digunakan.

1. Probability Sampling

Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang
sama kepada setiap anggota populasi untuk menjadi sampel. Teknik ini meliputi simpel
random sampling, sistematis sampling, proportioate stratified random sampling,
disproportionate stratified random sampling, dan cluster sampling

Simple random sampling


Teknik adalah teknik yang paling sederhana (simple). Sampel diambil secara acak, tanpa
memperhatikan tingkatan yang ada dalam populasi.

Misalnya :

Populasi adalah siswa SD Negeri XX Jakarta yang berjumlah 500 orang. Jumlah sampel
ditentukan dengan Tabel Isaac dan Michael dengan tingkat kesalahan adalah sebesar 5%
sehingga jumlah sampel ditentukan sebesar 205.

Jumlah sampel 205 ini selanjutnya diambil secara acak tanpa memperhatikan kelas, usia dan
jenis kelamin.

Sampling Sistematis

Adalah teknik sampling yang menggunakan nomor urut dari populasi baik yang berdasarkan
nomor yang ditetapkan sendiri oleh peneliti maupun nomor identitas tertentu, ruang dengan
urutan yang seragam atau pertimbangan sistematis lainnya.

Contohnya :

Akan diambil sampel dari populasi karyawan yang berjumlah 125. Karyawan ini diurutkan
dari 1 – 125 berdasarkan absensi. Peneliti bisa menentukan sampel yang diambil berdasarkan
nomor genap (2, 4, 6, dst) atau nomor ganjil (1, 2, 3, dst), atau bisa juga mengambil nomor
kelipatan (2, 4, 8, 16, dst)

Proportionate Stratified Random Sampling

Teknik ini hampir sama dengan simple random sampling namun penentuan sampelnya
memperhatikan strata (tingkatan) yang ada dalam populasi.

Misalnya, populasi adalah karyawan PT. XYZ berjumlah 125. Dengan rumus Slovin (lihat
contoh di atas) dan tingkat kesalahan 5% diperoleh besar sampel adalah 95. Populasi sendiri
terbagi ke dalam tiga bagian (marketing, produksi dan penjualan) yang masing-masing
berjumlah :

Marketing : 15
Produksi : 75
Penjualan : 35

Maka jumlah sample yang diambil berdasarkan masing-masinng bagian tersebut ditentukan
kembali dengan rumus n = (populasi kelas / jml populasi keseluruhan) x jumlah sampel yang
ditentukan

Marketing : 15 / 125 x 95 = 11,4 dibulatkan 11


Produksi : 75 / 125 x 95 = 57
Penjualan : 35 / 125 x 95 = 26.6 dibulatkan 27

Sehingga dari keseluruhan sample kelas tersebut adalah 11 + 57 + 27 = 95 sampel.


Teknik ini umumnya digunakan pada populasi yang diteliti adalah keterogen (tidak sejenis)
yang dalam hal ini berbeda dalam hal bidangkerja sehingga besaran sampel pada masing-
masing strata atau kelompok diambil secara proporsional untuk memperoleh

Disproportionate Stratified Random Sampling

Disproporsional stratified random sampling adalah teknik yang hampir mirip dengan
proportionate stratified random sampling dalam hal heterogenitas populasi. Namun,
ketidakproporsionalan penentuan sample didasarkan pada pertimbangan jika anggota
populasi berstrata namun kurang proporsional pembagiannya.

Misalnya, populasi karyawan PT. XYZ berjumlah 1000 orang yang berstrata berdasarkan
tingkat pendidikan SMP, SMA, DIII, S1 dan S2. Namun jumlahnya sangat tidak seimbang
yaitu :

SMP : 100 orang


SMA : 700 orang
DIII : 180 orang
S1 : 10 orang
S2 : 10 orang

Jumlah karyawan yang berpendidikan S1 dan S2 ini sangat tidak seimbang (terlalu kecil
dibandingkan dengan strata yang lain) sehingga dua kelompok ini seluruhnya ditetapkan
sebagai sampel

Cluster Sampling

Cluster sampling atau sampling area digunakan jika sumber data atau populasi sangat luas
misalnya penduduk suatu propinsi, kabupaten, atau karyawan perusahaan yang tersebar di
seluruh provinsi. Untuk menentukan mana yang dijadikan sampelnya, maka wilayah populasi
terlebih dahulu ditetapkan secara random, dan menentukan jumlah sample yang digunakan
pada masing-masing daerah tersebut dengan menggunakan teknik proporsional stratified
random sampling mengingat jumlahnya yang bisa saja berbeda.

Contoh :

Peneliti ingin mengetahui tingkat efektivitas proses belajar mengajar di tingkat SMU.
Populasi penelitian adalah siswa SMA seluruh Indonesia. Karena jumlahnya sangat banyak
dan terbagi dalam berbagai provinsi, maka penentuan sampelnya dilakukan dalam tahapan
sebagai berikut :

Tahap Pertama adalah menentukan sample daerah. Misalnya ditentukan secara acak 10
Provinsi yang akan dijadikan daerah sampel.

Tahap kedua. Mengambil sampel SMU di tingkat Provinsi secara acak yang selanjutnya
disebut sampel provinsi. Karena provinsi terdiri dari Kabupaten/Kota, maka diambil secara
acak SMU tingkat Kabupaten yang akan ditetapkan sebagai sampel (disebut Kabupaten
Sampel), dan seterusnya, sampai tingkat kelurahan / Desa yang akan dijadikan sampel.
Setelah digabungkan, maka keseluruhan SMU yang dijadikan sampel ini diharapkan akan
menggambarkan keseluruhan populasi secara keseluruhan.
2. Non Probabilty Sampel

Non Probability artinya setiap anggota populasi tidak memiliki kesempatan atau peluang
yang sama sebagai sampel. Teknik-teknik yang termasuk ke dalam Non Probability ini antara
lain : Sampling Sistematis, Sampling Kuota, Sampling Insidential, Sampling Purposive,
Sampling Jenuh, dan Snowball Sampling.

Sampling Kuota,

Adalah teknik sampling yang menentukan jumlah sampel dari populasi yang memiliki ciri
tertentu sampai jumlah kuota (jatah) yang diinginkan.

Misalnya akan dilakukan penelitian tentang persepsi siswa terhadap kemampuan mengajar
guru. Jumlah Sekolah adalah 10, maka sampel kuota dapat ditetapkan masing-masing 10
siswa per sekolah.

Sampling Insidential,

Insidential merupakan teknik penentuan sampel secara kebetulan, atau siapa saja yang
kebetulan (insidential) bertemu dengan peneliti yang dianggap cocok dengan karakteristik
sampel yang ditentukan akan dijadikan sampel.

Misalnya penelitian tentang kepuasan pelanggan pada pelayanan Mall A. Sampel ditentukan
berdasarkan ciri-ciri usia di atas 15 tahun dan baru pernah ke Mall A tersebut, maka siapa
saja yang kebetulan bertemu di depan Mall A dengan peneliti (yang berusia di atas 15 tahun)
akan dijadikan sampel.

Sampling Purposive,

Purposive sampling merupakan teknik penentuan sampel dengan pertimbangan khusus


sehingga layak dijadikan sampel. Misalnya, peneliti ingin meneliti permasalahan seputar daya
tahan mesin tertentu. Maka sampel ditentukan adalah para teknisi atau ahli mesin yang
mengetahui dengan jelas permasalahan ini. Atau penelitian tentang pola pembinaan olahraga
renang. Maka sampel yang diambil adalah pelatih-pelatih renang yang dianggap memiliki
kompetensi di bidang ini. Teknik ini biasanya dilakukan pada penelitian kualitatif.

Sampling Jenuh,

Sampling jenuh adalah sampel yang mewakili jumlah populasi. Biasanya dilakukan jika
populasi dianggap kecil atau kurang dari 100. Saya sendiri lebih senang menyebutnya total
sampling.

Misalnya akan dilakukan penelitian tentang kinerja guru di SMA XXX Jakarta. Karena
jumlah guru hanya 35, maka seluruh guru dijadikan sampel penelitian.

Snowball Sampling

Snowball sampling adalah teknik penentuan jumlah sampel yang semula kecil kemudian
terus membesar ibarat bola salju (seperti Multi Level Marketing….). Misalnya akan
dilakukan penelitian tentang pola peredaran narkoba di wilayah A. Sampel mula-mula adalah
5 orang Napi, kemudian terus berkembang pada pihak-pihak lain sehingga sampel atau
responden teruuus berkembang sampai ditemukannya informasi yang menyeluruh atas
permasalahan yang diteliti.

Teknik ini juga lebih cocok untuk penelitian kualitatif.

C. Yang perlu diperhatikan dalam Penentuan Ukuran Sampel

Ada dua hal yang menjadi pertimbannga dalam menentukan ukuran sample. Pertama
ketelitian (presisi) dan kedua adalah keyakinan (confidence).

Ketelitian mengacu pada seberapa dekat taksiran sampel dengan karakteristik populasi.
Keyakinan adaah fungsi dari kisaran variabilitas dalam distribusi pengambilan sampel dari
rata-rata sampel. Variabilitas ini disebut dengan standar error, disimbolkan dengan S-x

Semakin dekat kita menginginkan hasil sampel yang dapat mewakili karakteristik populasi,
maka semakin tinggi ketelitian yang kita perlukan. Semakin tinggi ketelitian, maka semakin
besar ukuran sampel yang diperlukan, terutama jika variabilitas dalam populasi tersebut
besar.

Sedangkan keyakinan menunjukkan seberapa yakin bahwa taksiran kita benar-benar berlaku
bagi populasi. Tingkat keyakinan dapat membentang dari 0 – 100%. Keyakinan 95% adalah
tingkat lazim yang digunakan pada penelitian sosial / bisnis. Makna dari keyakinan 95%
(alpha 0.05) ini adalah “setidaknya ada 95 dari 100, taksiran sampel akan mencerminkan
populasi yang sebenarnya”.

D. KESIMPULAN :

Dari berbagai penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa teknik penentuan jumlah sampel
maupun penentuan sampel sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari
penelitian. Dengan kata lain, sampel yang diambil secara sembarangan tanpa memperhatikan
aturan-aturan dan tujuan dari penelitian itu sendiri tidak akan berhasil memberikan gambaran
menyeluruh dari populasi.

REVISI TULISAN

Saya merevisi teknik sampling, dan memasukkan teknik sistematis ke dalam probability
sampling berdasarkan rujukan buku Uma Sekaran. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Jakarta :
Salemba Empat

Beberapa Teknik Penentuan Ukuran Sampel Lainnya

 Tabel jumlah sampel Isaac n Michael


 TABEL SAMPEL KREJCIE DAN MORGAN
 Sample Size bartlett kotrlik higgins dengan pendekatan Cohran’s Formula

Baca juga

 Ukuran sampel penelitian kualitatif


 Penentuan ukuran sampel menurut para ahli di teorionline.net
 Jurnal rujukan untuk menentukan ukuran sampel

Dirangkum dari :

Arikunto Suharsimi. 2005. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta

Arikunto Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktis, edisi revisi 2010.
Jakarta : Rineka Cipta

Riduwan. 2005. Belajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan dan Peneliti Pemula,
Bandung : Alfabeta.

Uma Sekaran. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Jakarta : Salemba Empat.

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administasi. Bandung : Alvabeta.

UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS


Jan 24

Posted by hendry

Dalam penelitian, data mempunyai kedudukan yang paling tinggi, karena data merupakan
penggambaran variabel yang diteliti dan berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis. Benar
tidaknya data, sangat menentukan bermutu tidaknya hasil penelitian. Sedang benar tidaknya
data, tergantung dari baik tidaknya instrumen pengumpulan data. Pengujian instumen
biasanya terdiri dari uji validitas dan reliabilitas.

A. Definisi Validitas dan Reliabilitas

Validitas adalah tingkat keandalah dan kesahihan alat ukur yang digunakan. Intrumen
dikatakan valid berarti menunjukkan alat ukur yang dipergunakan untuk mendapatkan data
itu valid atau dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya di ukur (Sugiyono,
2004:137). Dengan demikian, instrumen yang valid merupakan instrumen yang benar-benar
tepat untuk mengukur apa yang hendak di ukur.

Penggaris dinyatakan valid jika digunakan untuk mengukur panjang, namun tidak valid jika
digunakan untuk mengukur berat. Artinya, penggaris memang tepat digunakan untuk
mengukur panjang, namun menjadi tidak valid jika penggaris digunakan untuk mengukur
berat.

Uji reliabilitas berguna untuk menetapkan apakah instrumen yang dalam hal ini kuesioner
dapat digunakan lebih dari satu kali, paling tidak oleh responden yang sama akan
menghasilkan data yang konsisten. Dengan kata lain, reliabilitas instrumen mencirikan
tingkat konsistensi. Banyak rumus yang dapat digunakan untuk mengukur reliabilitas
diantaranya adalah rumus Spearman Brown
Ket :

R 11 adalah nilai reliabilitas

R b adalah nilai koefisien korelasi

Nilai koefisien reliabilitas yang baik adalah diatas 0,7 (cukup baik), di atas 0,8 (baik).

Pengukuran validitas dan reliabilitas mutlak dilakukan, karena jika instrument yang
digunakan sudah tidak valid dan reliable maka dipastikan hasil penelitiannya pun tidak akan
valid dan reliable. Sugiyono (2007: 137) menjelaskan perbedaan antara penelitian yang valid
dan reliable dengan instrument yang valid dan reliable sebagai berikut :

Penelitian yang valid artinya bila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data
yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Artinya, jika objek berwarna merah,
sedangkan data yang terkumpul berwarna putih maka hasil penelitian tidak valid. Sedangkan
penelitian yang reliable bila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda. Kalau dalam
objek kemarin berwarna merah, maka sekarang dan besok tetap berwarna merah.

**tulisan ini diedit Tgl 28 November 2012

dirangkum dari :

Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Administrasi. Bandung,Alfabeta.

You might also like