Professional Documents
Culture Documents
Analisis Struktur Ruang Dalam Pengembangan Infrastruktur Hijau PDF
Analisis Struktur Ruang Dalam Pengembangan Infrastruktur Hijau PDF
-j'l/<L
il /I
\L
t"\
ANALISIS STRUKTUR RUANG DALAM PENGEMBANGAN
INFRASTRUKTUR HIJAU DI KOTA DEPOK
F.X. HERWIRAWAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Analisis Struktur Ruang dalam
Pengembangan Infiastruktur Hijau di Kota Depok adalah karya saya sendiri dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada pergwuan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.
F.XHerwirawan
NRP A156070254
ABSTRACT
P.X.HERWIRAWAN. Landscape Structure Analysis to Develop Green
Infastructure Network in Depok City. Under direction of ALINDA FITRIANY
M.ZAIN and DWI PUTRO TEJO BASKORO.
Abstract
Utilitation of land caused by development and living need pushed
conversion of green spaces to build up area. Therefore, it's important to plan and
manage open green spaces, like: conservation area, parks,lakes, river, etc. One
thing that should be considered in regional planning was carrying capacity.
Carrying capacity from population and build up area became limited factor for
development. In spite of that, regional development should refered to landscape
characteristic and local potency which was connected by infrastructure. Green
infrastructure was one of city development concept to control development as a
strategy for land conservation by establishment of hubs and links as boundary of
development. A research to implement green infrastructure concept was carried
out in Depok City. This research was aimed to identzfi hubs and links in Depok
city as green infrastructure network and found an implementation strategy.
Metodology used are: trend analysis of population and build up area, LQ and
Skalogram analysis for determine regional hierarki; Geographic Information
System analysis on aerial photograph and thematic map; created green
infastructure network based on English Nature Greenspaces criteria. The result
show that Depok has landscape typology that can enhance to became Hubs dun
Links in green infrastructure concept, like: Town Forest, Town Park, Lakes,
River, Street, area along High Electrical Network, area along gas pipe, train
trail, and speciJc location. The green infrastructure network is about 3,609
hectares. Establishment of the green infrastructure network as conservation area
is the strategy for implementation of the green infrastructure concept.
Kata kunci: infrasbuktur hijau, network, hubs, links, carrying capacity, model
pertumbuhan logistik
O Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
I . Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis irzi tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilntiah, penyusunan laporan penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah;
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut
Pertanian Bogor
2. Dilarang mengumumkan dun memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun lanpa izin Institut Pertanian Bogor
ANALISIS STRUKTUR RUANG DALAM PENGEMBANGAN
INFRASTRUKTUR HIJAU Dl KOTA DEPOK
F. X. KERWIRAWAN
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
Pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M. Agr
Judul Tesis : Analisis Struktur Ruang dalam Pengembangan Infrastruktur
Hijau di Kota Depok
Nama : F.X.Herwirawan
NRP : A 156070254
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
1. Dr. Ir. Alinda Fitriany M. Zain, M.Si dan Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro,
M.Sc selakx Ketua dan Anggota Komisi Pembimbing.
2. Dr. Ir. Eman Rustiadi, M. Agr selaku Dosen penguji luar komisi dan
Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah.
3. Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah, beserta segenap staf pengajar dan staf manajemen
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB.
7. Didit Okta Pribadi, SP.,M.Si (P4W IPB), Manijo, Reni dan Ana (Lab.
Lnderaja IPB) dan pihak-pihak lainnya yang tidak bisa disebutkan satu-
persatu yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini.
PENDAHULUAN ..
Latar Belakang Penelit~an ...................................................................... 1
Identifikasi Masalah............................................................................... 3
Tujuan dan Manfaat Penelitian.............................................................. 4
..
Kerangka Penellt~an.............................................................................. 4
TINJAUAN PUSTAKA
Pengembangan Kawasan Perkotaan ......................................................
Daya Dukung (Carrying Capacify)........................................................
Hutan Kota ............................................................................................
Penataan Ruang ..................................................................................
Infrastruktur ...........................................................................................
..
Infrastruktur Hijau ................................................................................
Konservasi Lahan .................................................................................
Halarnan
Identifikasi Masalah
ICerangka Pemikiran
Pertambahan
Penduduk Pesat
+
Fungsi Ekologis Terganggu
Konsep Green
I?ifiuslrzrctzcre
Pelayanan Lingkungan
Memadai dan Seimbang
Sniurt Growth
Pembangunan Perkotaan
Berkelanjutan
TINJAUAN PUSTAKA
Hutan Kota
Tujuan dari hutan kota adalah untuk memperoleh kebutuhan sosial
ekonomi. Selanjutnya hutan kota merupakan komponen dari keseluruhan proses
perencanaan yang terpadu dan memiliki tujuan politik. Hutan kota adalah sebuah
konsep, yang bertujuan untuk menciptakan fasilitas rekreasi outdoor, yang
menganut tradisi lokal dalam pengelolaan dan cita-cita dari nilai-nilai adat dan
budaya yang secara keselui-uhan menggunakan teknik kehutanan dengan biaya
minimum. Selanjutnya dalam proses perencanaan hutan kota dapat dilakukan
dengan cara menyuarakannya melalui sektor ekonomi dan teknik argumentasi
untuk pengembangan lahan-lahan yang tidak terbangun untuk memperoleh
manfaat rekreasi outdoor, keanekaragaman jenis, dan manfaat sosial ekonomi
(Skarback, 2007).
Pohon-pohon di perkotaan meningkatkan kualitas udara dengan
menghilangkan polutan di udara. Di Guangzhou, hamper 312.02 Mg polutan
udara dihilangkan oleh pohon-pohon di perkotaandi tahun 2000 dengan nilai
setara RMB 90.19 ribu. Kebanyakan dihilangkan pada bulan-bulan di musim
dingin dimana konsentrasi polutan tertinggi terjadi. Selain itu, ukuran yang besar
dan penutupan tajuk yang kontinu dapat mendorong efisiensi penghilangan
polutan udara. Penghilangan polutan udara rata-rata hampir sama dengan hasil
empiris yang dilakukan di berbagai tempat, termasuk kemampuan pen&langan
polutan dari hutan kota di kota-kota di Amerika (Nowak, et al. 2006).
Menurut Davies, et al. (2007) yang dimaksud hutan kota adalah
terminology umum yang biasanya digunakan untuk menggambarkan pohon-
pohon yang berada di jalan dan area dengan pepohonan berkayu dalam taman-
taman kota dan sekarang diartikanjuga sebagai proses alami yang diakui terjadi di
alam daripada sekedar pohon-pohon yang ditanam. Hutan kota juga
menggambarkan lanskap lahan yang luas yang seiing ditemukan di pinggiran
perkotaan yang mencerminkan bentuk hutan yang tradisional yang terdiri dari
pohon-pohon dan lahan terbuka, dengan banyak penggunaan lahan dan
karakteristik lanskap.
Penataan Ruang
Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang ditetapkan
dalam PP No.26 Tahun 2005, Kota Depok termasuk dalam bagian kawasan
perkotaan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Jabodetabek. Selain itu dalam
RTRWN tersebut, Kawasan Jabodetabek-Punjur ditetapkan sebagai Kawasan
Strategis Nasional berkategori IM1, yang berarti merupakan kawasan yang
membutuhkan rehabilitasi/revitalisasi sebagai Kawasan Strategi Nasional dengan
sudut kepentingan ekonomi.
Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur
ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata
ruang. Sedangkan pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur
ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan
pelaksanaan program beserta pembiay-ya (UUPR No.26 tahun 2007).
Dalam rangka pemanfaatan ruang dikembangkan penatagunaan tanah yang
disebut juga pola pengelolaan tata guna tanah (Peraturan Pemerintah Nomor 16
pasal 4 ayat 1, 2004). Peraturan ini mendukung pemanfaatan tanah yang lebih
efisien bagi kepentingan ekonomi, sosial dan lingkungan masyarakat di suatu
wilayah. Penentuan lokasi pembangunan menjadi penting terkait juga dengan tipe
penggunaan lahan di suatu lokasi, termasuk pembangunan infrastruktur dan
menentukan daerah-daerah yang menjadi kawasan lindunglkonservasi.
Pada pasal 29 Undang-undang RI No.26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang dikatakan bahwa:
1. Ruang terbuka hijau (sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 huruf a) terdiri
dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat
2. Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh)
persen dari luas wilayah kota
Dalam UUPR no.26 tahun 2007 dikenal pembagian pola ruang menjadi
kawasan lindung yaitu wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya
buatan, dan kawasan budidaya yaitu wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber
daya manusia, dan sumber daya buatan.
Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang terdiii atas sebuah
kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan
kawasan perkotaan di sekitamya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang
dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan
jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000jiwa.
Menurut Peraturan Pemerintah No.69 tahun 1996 dinyatakan bahwa
strategi pelaksanaan ruang wilayah KabupatenIKotamadya Daerah Tingkat I1
dirumuskan dengan mempertimbangkan kemarnpuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta data dan informasi dari berbagai pihak untuk terciptanya upaya
pemanfaatan ruang secara berhasil guna dan berdaya gun% terpeliharanya
kelestarian kemampuan lingkungan hidup, dan tenvujudnya keseimbangan
kepentingan kesejahteraan dan keamanan. Strategi pelaksanaan pemanfaatan
ruang wilayah KabupatenIKotamadya Daerah Tingkat I1 berisi pengelolaan
kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan pedesaan dan kawasan perkotaan,
dan kawasan tertentu serta sistem pusat pemukiman, sistem prasarana wilayah,
dan penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan
sumber daya alam lainnya, sumber daya buatan, dengan memperhatikan
keterpaduan dengan sumber daya manusia.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 6 tahun 2007 bahwa
pada area jalur hijau yang berfungsi sebagai area preservasi dan tidak dapat
dibangun. Pengaturan ini untuk kawasan:
(a) Sepanjang sisi dalam Daerah Milik Jalan (Damija);
(b) Sepanjang bantaran sungai;
(c) Sepanjang sisi kiri kanan jalur kereta;
(d) Sepanjang area dibawah jaringan listrik tegangan tinggi;
(e) Jalur hijau yang diperuntukkan sebagai jalur taman kota atau hutan kota, yang
merupakan pembatas atau pemisah suatu wilayah.
Sistem ruang terbuka dan tata hijau merupakan komponen rancang
kawasan, yang tidak sekedar terbentuk sebagai elemen tambahan atau pun elemen
sisa setelah proses rancang arsitektural diselesaikan, melainkan juga diciptakan
sebagai bagian integral dari suatu lingkungan yang lebih luas.
Penataan sistem ruang terbuka diatur melalui pendekatan desain tata hijau
yang membentuk karakter lingkungan serta memiliki peran penting baik secara
ekologis, rekreatif dan estetis bagi lingkungan sekitarnya, memiliki karakter
terbuka sehingga mudah diakses sebesar-besarnya oleh publik.
Infrastruktur
Infrastruktur menurut wikipedia bahasa Melayu diartikan sebagai satu set
struktur yang bergabung antara satu sama lain lalu membentuk satu rangka yang
menyokong keseluruhan struktur tertentu, seperti: rel, jalan, pelabuhan, jaringan
telepon, sanitasi, gas, dan lain-lain. Sedangkan wikipedia free encyclopedia
mengartikan infrastruktur sebagai: (1) struktur dasar berbentuk fisik yang
terorganisasi yang diperlukan untuk melangsungkan kegiatan sosial;
(2) memberikan pelayanan dan fasilitas yang diperlukan oleh fungsi ekonomi;
(3) berkaitan dengan struktur teknik yang mendukung kehidupan masyarakat,
seperti: jalan, saluran air, jaringan listrik, telekomunikasi, sekolah dan rumah
sakit; (4) instalasi militer.
Infrastruktur Hijau
I I
Gambar 4. Konsep Kisaran greedgrey infrastructure (Davies, et al. 2007)
Menurut Weber, T. (2003), area yang terfragmentasi merupakan awal dari
hilangnya komponen-komponen lingkungan dan lahan yang penting. Seperti
dicontobkan pada gambar 5, dimana terdapat enam kelompok habitat populasi
yang saling terhubung oleh koridor alam (a), selanjutnya disisipi oleh hilangnya
satu bagian habitat dan mengakibatkan kelompok terpisah menjadi dua bagian
yang lebih kecil dan menjadi kelompok populasi yang terisolasi (b).
Konsewasi Lahan
Perencanaan yang berkelanjutan diperoleh dengan melakukan pengelolaan
ekosistem dengan baik. Kebijakan yang sangat beralasan untuk menjaga
sumberdaya alam dan ekosistem saat ini sering dilakukan, baik melalui restorasi
maupun rehabilitasi habitat atau perlindungan spesies langka. Konsewasi lahan
meliputi perlindungan tanah dari erosi, meningkatkan kualitas air, atau secara
umum meningkatkan kualitas lingkungan kita (Rodiek, J. 2007).
Pada prinsipnya konsewasi lahan dan sumberdaya alam ingin membangun
siklus ekonomi, membangun siklus sosial, meningkatkan mutu lingkungan
ekologis kota, mengendalikan polusi udara dengan kemajuan teknologi, dan
mengatur cadangan air, tanah, dan sumberdaya lainnya. Konservasi lahan juga
ingin membangun sector sosial ekonomi di bawah batasan carrying capacity
sumber daya dan lingkungan ekologis (Dong, S. 2007).
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilakukan selama 4 (empat) bulan yaitu bulan Agustus s/d
Nopember 2008. Lokasi penelitian dilakukan di wilayah administrasi Kota Depok
meliputi 6 (enam) kecamatan yaitu Kecamatan Sawangan, Pancoran Mas, Beji,
Limo, Sukmajaya dan Cimanggis.
Metode Penelitian
Analisis Trend
- Paling sedikit terdapat satu buah ruang terbuka seluas 20 Ha dengan jarak 2
Km dari pemukiman;
- Paling sedikit terdapat satu buah ruang terbuka seluas 100 Ha dengan jarak 5
Km dari pemukiman;
- Paling sedikit terdapat satu buah ruang terbuka seluas 500 Ha dengan jaraklO
Km dari pemukiman;
- Ruang terbuka yang berdekatan saliig terhubung, sedangkan prioiitas dan
pengembangan ditentukan oleh perencanaan dan stakeholder di tingkat lokal.
Kriteria yang digunakan dalam penentuan elemen-elemen infrastruktur hijau
adalah:
- Konteks: kebutuhan, keinginan, aspirasi dan masalah dari kelompok atau
individu sebagai pertimbangan untuk melakukan konservasi,
merubah atau membangun
- Kualitas: berdasarkan standar kecukupan dan kenyamanan pelayanan
lingkungan yang diberikan
- Interaksi: mempunyai multi fungsi sebagai network yang bersinergis antara
supply dan demand
Selain itu syarat suatu area ditetapkan sebagai hub adalah area yang terikat
dalam network infrastruktur hijau dan memberikan tempat atau persinggahan
untuk kehidupan liar dan tempat berlangsungnya proses-proses ekologi. Hubs
dapat dalam bentuk apa saja dengan berbagai ukuran, dengan klasi&asi sebagai
berikut (Williamson, K. 2003):
a. Cadangan alami (Reserves), yaitu areal konservasi yang luas seperti Taman
Nasional, taman yang dikelola oleh pemerintah, dan daerah perlindungan
satwa liar;
b. Lanscape alami yang ditata (Manage native lanscapes), yaitu lahan milik yang
diianfaatkan oleh orang banyak, seperti hutan negara atau hutan kota,
dikelola untuk ekstraksi sumberdaya alam dan nilai rekreasi;
c. Lahan untuk kegiatan usaha (Working Lands), seperti: pertanian pada tanah
milik, hutan, ladang penggembalaan yang diielola untuk produksi komoditi
yang didominasi oleh kawasan yang tidak dibangun;
d. Taman-taman kota dan kawasan lindung (Parks and open space area), dalam
jumlah yang lebih kecil menyebar sebagai ekologi wilayah yang penting,
termasuk tarnan rekreasi, lapangan golf;
e. Lahan terbuka yang dalam kondisi rusak, tanah terbuka, lahan bekas
pertambangan, dan semak (Recycled Lands) yang dapat diperbaiki untuk
menyediakan pelayanan lingkungan yang lebih baik.
Penentuan suatu area sebagai Hubs sangat tergantung oleh tujuan yang
ingin diperoleh masyarakat kota. Karena itu ukuran dan kriteria Hubs sangat
ditentukan oleh fungsi minimum yang diberikan area tersebut, hasil dari studi
secara ilmiah yang spesifik. Misalnya berapa luas area dan kondisi biogeofisik
yang diperlukan untuk mendapatkan kualitas air yang baik, kualitas udara yang
baik, atau habitat yang sesuai untuk burung, d m lain-lain. Pada penelitian ini
analisis kecukupan elemen infrastruktur hijau (hubs) menggunakan standar luas
area yang diacu dari English Nature Greenspaces melalui teknik analisis
buffering.
Secara umum syarat bagi masing-masing hubs menwut tujuannya adalah:
- Hubs konservasi keanekaragaman hayati: memiliki kekayaan jenis tumbuhan
atau satwa liar yang spesifk dan langka
- Hubs konservasi air: berdasarkan analisis biogeofisik wilayah tersebut sangat
penting untuk menjaga kestabilan proses hidrologi dan tata air
- Hubs cadangan air: memiliki kantung-kantung penyimpanan air bempa danau,
waduk, situ, rawa atau lainnya dan wilayah yang melindunginya.
- Hubs taman kota: memiliki karakteristik alami yang ditata secara baik dengan
perpaduan unsur-unsur alami dan buatan yang dapat melayani penduduk kota
- Hubs olah raga dam terbuka: wilayah yang didominasi unsur alami dan
berfungsi sebagai sarana olah raga di alam terbuka
- Hubs pengembangan pertanian: wilayah yang berkaitan dengan kegiatan
pertanian secara luas yang didominasi oleh lahan terbuka
- Hubs restorasi lahan: merupakan lahan-lahan terbuka yang rusak atau
terdegradasi yang dapat dikembangkan untuk memberikan layanan lingkungan
bagi masyarakat kota
- Hubs kawasan budaya dan rekreasi: kawasan untuk kegiatan budaya yang
didominasi unsw-unsw alam dan berfungsi juga sebagai tempat rekreasi alam
terbuka
Sedangkan syarat sebagai Links, me~pt3kan koridor alam yang
menghubungkan sistem ekologi secara terintegrasi dan dapat membuat network
infrastruktur hijau berfungsi, yang dibatasi oleh ukuran, fungsi dan kepemilikan,
dengan klasifkasi sebagai berikut (Williamson, K. 2003):
a. Koridor konsemasi (Conservation Corridor), dengan jumlah yang lebih kecil
dan menyebar secara linear pada kawasan lindungkonsemasi seperti: sungai,
koridor irigasi yang memberikan keuntungan biologis untuk hidupan liar dan
rekreasi
b. Jalur hijau (Green Belts), koridor yang dilindungi dari lahan yang dikelola
untuk konsemasi sumber daya dam atau penggunaan untuk rekreasi, lahan
alami atau lahan untuk suatu kegiatan yang dilindungi yang memberikan
layanan sebagai framework untuk pembangunan dan sekaligus juga
perlindungan ekosistem alam atau lahan pertanian, atau batas desa dan kota;
c. Hubungan-hubungan lanskap areal alami yang dilindungi dan
menghubungkan taman-taman yang ada, kawasan lindung atau areal alami
lainnya, dan menyediakan lahan yang cukup bagi tumbuhan dan hewan secara
alami untuk tumbuh dan berkembang sebagai koridor yang menghubungkan
ekosistem dan lanskap.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah secara prinsip rencana
infrastruktur yang dibuat harus mempertimbangkan bagaimana untuk
meningkatkan kualitas lingkungan, kualitas hidup dan kualitas lokasi dengan
memusatkan perhatian pada ruang terbuka hijau, links dan nefwork ruang terbuka
tersebut. Selain itu juga pertimbangan bagaimana mengantisipasi tekanan
pembangunan dan implikasi skenario pembangunan pada ruang terbuka eksisting,
akses ruang terbuka dan infrastruktur hijau yang lebih luas.
Analisis Treizd
Analisis kependudukan merupakan salah satu cara untuk mengetahui ciri
perkembangan suatu kotaldaerah. Perencanaan yang dibuat untuk penduduk,
tidak dapat dilepaskan dari perkiraan perkembangan penduduk di masa yang akan
datang. Perkiraan perkembangan jumlah penduduk di suatu daerah pada masa
yang akan datang menentukan arah perencanaan yang dibuat saat ini.
Jumlah penduduk dan kepadatan per kecamatan sejak tahun 2001-2007,
tahun 2020 dan 2050 disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah Penduduk Kota Depok Tahun 2001,2007,2020 dan 2050
Kecamatan 2001 2007 2020 2050
Jumlah Kepadatan Jumlah Kepadatan Jumlah Kepadatan Jumlah Kepadatan
(Jiwa) (JiwalKm) (Jiwa) (JiwalKm) (Jiwa) (JiwalKm) (Jiwa) (JiwalKm)
Sawangan 136,864 2,918 159,543 3,541 166,076 3,642 170,877 3,643
Pancoran Mas 219,312 7.202 247,622 8,839 269,144 8,868 270,028 8,868
Sukmajaya 278,080 8,778 307,753 10,810 342,447 11,937 403,001 12,721
Cimanggis 331,778 6,559 379,487 7,968 403,037 8,551 434,153 8,583
Beji 115,575 7,086 136,899 8,577 139,888 9,853 165,108 10,123
Limo 123,078 3,952 143,218 4,798 149,410 4,945 154,036 4,947
1,204,687 6,083 1,470,002 7,422 1,580,284 7,632 1,586,493 8,148
Sumber: Depok Dalam Angka Tahun 2001-2007 dan Hasit Prediksi Tahun 2020 dan 2050
Berdasarkan data jumlah penduduk dan kepadatan penduduk Kota Depok
dari tahun 2001 hingga 2007 (lampiran I), selanjutnya dilakukan analisis dengan
menggunakan model pertumbuhan logistik. Model pertumbuhan logistik
(Logistic Growth Models) menggunakan kaidah logistik (logistic law) bahwa
persediaan logistik ada batasnya, model ini mengasumsikan bahwa pada masa
tertentu jumlah populasi akan mendekati titik keseimbangan (equilibrium). Pada
titik ini jumlah kelahiran dan kematian dianggap sama, sehingga grafiknya akan
mendekati konstan (zero growth). Dengan memasukkan jumlah penduduk Kota
Depok tahun 2001-2007 ke dalam model persamaan seperti dijelaskan dalam
metodologi, maka diperoleh nilai-nilai sebagai berikut:
t=X3-X2=X2-X1 = 4 - 1 = 3
Nilai 0 = llt Log ((Yl(Y3-Y2))/Y3(Y2-Y1))
= 113 Log ((1,204,687(1,470,002-1,369,461)/
(1,470,002(1,369,461-1,204,687)
= - 0.1003
= 1,589,499
Dengan memasukkan ke dalam persamaan seperti dijelaskan dalam
metodologi, maka diperoleb model pertumbuhan logistik sebagai berikut:
-
k
Ea
liooooo a~
m
aa
1 Z00000
?.000000
S00000
/- " Data Real
Hasil Prediksi
600000
//
,00000 _%
200000
0
1990 1995 2000 21305 2010 2015 2020
-1 durn
7,662 jiwalKm2.
Berdasarkan hasil tersebut diperkirakan akan terjadi kepadatan penduduk
maksimal pada tahun 2020 atau 11 tahun lagi dari sekarang, sesuai ambang batas
daya tampung ideal wilayah. Apabila ambang batas tersebut dilampaui maka
akan terjadi penurunan kualitas hidup dan lingkungan sehingga kota menjadi tidak
sustainable.
Namun kondisi yang sebenarnya belum tentu seperti yang diiarapkan,
ambang batas munglun &an terlewati lebih cepat dari prediksi. Pertambahan
penduduk dapat saja akan terns naik tanpa terkendali jika tidak dilakukan
penanganan yang sesuai. Apalagi letak Kota Depok yang sangat strategis sebagai
31
lokasi pemukiman bagi commuter yang bekeja di Jakarta, sehingga derasnya arus
urbanisasi akan sulit dicegah. Untuk itu diperlukan langkah-langkah antisipasi
dalam mengelola sumberdaya dan menahan laju pertumbuhan penduduk kota.
Pertambahan jumlah penduduk &an mengakibatkan pemenuhan fasilitas-faslitas
bagi masyarakat kota juga meningkat, termasuk kebutuhan akan lahan, dan
menimbulkan konversi lahan-lahan terbuka menjadi lahan terbangun semakin
cepat.
Luas kawasan ruang terbangun di Kota Depok akan terus bertambah.
Seiring dengan perkembangan kota, kebutuhan akan lahan untuk memenuhi
tuntutan pembangunan semakin meningkat. Periode tahun 1972 hingga 1990,
rata-rata pertambahan luas kawasan terbangun masih realtif kecil, yaitu
sebesar 49.84 Hdtahun. Hal ini karena tekanan pembangunan dan pengembangan
wilayah masih relatif rendah, dimana Depok masih merupakan kecamatan dan
awal perubahan menjadi Kota Administratif sejak tahun 1981. Pada saat akhir
Depok menjadi kota administratif yaitu pada periode tahun 1990 hingga 1997,
rata-rata pertambahan luas kawasan terbangun meningkat menjadi
415.34 Haltahun. Pada masa transisi Depok menjadi kotamadya yaitu periode
tahun 1997 hingga 2001 pertambahan kawasan terbangun sedikit menurun yaitu
335.28 Hdtahun, namun selanjutnya meningkat lagi.
Tabel 3. Hasil Analisis Citra Landsat Multitemporal
Tahun Luas Kawasan Rata-rata Pertambahan Luas Kawasan
Terbangun (Ha) Terbangun (HdTahun)
1972 1,381.94
1990 2,328.89 49.84
1997 4,820.90 415.34
200 1 6,162.00 335.28
2006 11,103.62 988.32
Sumber: Radnawati, 2005 dan Hasil Analisis Foto Udara Tahun 2006
Hasil analisis foto udara tahun 2006, luas kawasan terbangun di Kota
Depok telah menjadi sebesar 11,103.62 Ha, cukup besar jika dibandingkan dengan
tahun 2001 yaitu selisih sekitar 4.941 Ha. Jika dihitung pertambahan per tahun
sejak tahun 2001, maka diperkirakan luas kawasan terbangun bertambah seluas
988.32 hektar per tahun pada periode ini. Hal ini terjadi mungkin diakibatkan
oleh perkembangan Depok yang telah menjadi kotamadya sejak tahun 2000,
32
sehingga pembangunan dan pengembangan wilayah dilakukan secara besar-
besaran. Selain itu tekanan dari kebutuhan lahan untuk pemukiman dari
penduduk Jakarta juga sangat tinggi pada periode ini, dan pengembangan kawasan
Jabodetabek.
Model pertumbuhan logistik diperoleh dengan menggunakan asurnsi
bahwa luas lahan terbangun maksimal yang ideal sesuai carrying capaciiy
wilayah adalah sebesar 70% (sesuai UUPR No.26 Tahun 2007) dari total seluruh
luas lahan (20.009 Ha), atau sekitar 14.000 Ha (nilai k). Karena model
pertumbuhan logistik menggunakan data yang diambil pada periode waktu yang
sama, maka dilakukan ekstrapolasi data hasil interpretasi citra dari beberapa tahun
yaitu tahun 1972, 1991, 1997,2001, dan 2006. Dengan menghitung herdasarkan
pertambahan rata-rata kawasan terbangun per tahun dari masing-masing periode,
diperoleh perkiraan luas kawasan terbangun untuk tahun 1972, 1980, 1988, 1996,
dan 2004 dengan periode yang sama yaitu 8 tallun. Selanjutnya ditetapkan
X1=1972, X2=1988, X3=2004 dan nilai Y1, Y2, Y3 adalah besarnya luas
kawasan terbangun pada tahun XI, X2, dan X3.
Perhitungan dengan menggunakan model logistik diperoleh hasil sebagai
berikut:
t = X3-X2= X2-X1= 16
k = Y1 (1+1Oa)
a=Log((kIYl)-1)
=Log ((14.00011381)-1)
= 0.960503
,
Gambar 11. Hasil lnterpretasi Foto Udara Tahun 2006 Kawasan Terbuka
Hasil perhitungan luas dan penutupan lahan untuk kawasan terbuka kota
Depok menunjukkan bahwa masih terdapat ruang terbuka seluas 8,925.38 Ha
yang terdiri dari beberapa penutupan lahan seperti disajikan pada tabel berikut :
Tabel 4. Luas Kawasan Terbuka per Penutupan Lahan Kota Depok
Penutnpan Lahan Luas (Ha)
Air 326.77
Kebun 2,308.65
Pendidian 232.26
Rawa 6.20
Tanah Kosong/rumput 1,364.00
Sawah non teknis 165.95
Sawah teknis 1,290.95
Semak 36.79
TegalanILadang 3,193.76
Jumlah 8,925.38
Sumber: Hasil Analisis Foto UdaraTahun 2006
Penyusunan Rencana Infrastruktur Hijau
I I
Gambar 12. Foto Udara Tahura dan Foto di Lapangan
Gambar 13. Foto Udara dan Foto Taman Kota Universitas Indonesia
Gambar 14. Foto IJdara dan Foto Taman Kota Buoerta Cibubur
Hasil i d e n t i f h i foto udara tahun 2006 dan peta-peta tematik, diperoleh
lokasi situ atau danau di Kota Depok sebanyak 30 buah dengan luas total situ
adalah 133,71 Ha. Hasil perhitungan dengan menggunakan SIG diperoleh luas
sempadan situ tersebut adalah seluas 189.18 Ha. Lokasi danaulsitu dapat dilihat
pada gambar 15.
Gambar 15. Foto Udara Letak Situ-situ di Kota Depok
Berdasarkan Keppres No.32 tahun 1990 tentang Kawasan Lindung, garis
sempadan waduk, situ dan danau ditetapkan sekurang-kurangnya 50 meter dari
titik pasang tertinggi ke arah darat dengan lebar proporsional dengan bentuk dan
kondisi fisiknya.
Namun yang terjadi pada situ-situ di Kota Depok cukup mengkhawatirkan,
dimana terjadi degradasi keberadaan situ-situ tersebut dengan berbagai
permasalahan yang timbul, sehingga tidak dapat berfimgsi sebagaimana mestinya.
Beberapa hal yang dapat diidentifikasi di lapangan terhadap kerusakan situ-situ
tersebut, antara lain: terjadi pendangkalan situ; menjadi tempat pembuangan
sampah dan limbah, dikelilingi bangunan yang terlalu dekat dengan situ;
ditumbuhi oleh tanaman air seperti eceng gondok;dan lain-lain, seperti terlihat
pada gambar 16.
Gambar 16. Foto-foto Kondisi Situ Jatijajar dan Rawa Kalong di Kota Depok
Lapangan olahraga di tempat terbuka merupakan salah satu ekosistem yang
khas dan mempakan pengembangan potensi alam yang asli menjadi bentuk-
bentuk yang lebih tertata. Lapangan golf khususnya memberikan pengaruh yang
baik terhadap lingkungan selain fungsi utamanya sebagai sarana berolah raga
masyarakat kota. Lapangan golf memiliki luasan yang cukup signifikan dan
kompak, sehingga dimasukkan sebagai salah satu komponen infrastruktur hijau.
Hasil identifikasi dari foto udara menunjukkan bahwa terdapat empat buah
lapangan golf di Kota Depok dengan luas totalnya adalah 814,14 Ha. Letak
keempat lapangan golf tersebut seperti terlihat pada gambar berikut:
Gambar 17. Foto Udara dan Foto Lapangan Golf Emeralda di Kota Depok
43
Berdasarkan analisis foto udara dan orientasi di lapangan dapat
diidentifikasi tempat penelitian pertanian dan perikanan darat dengan luas sekitar
10,88 Ha. Lokasi tersebut menjadi cukup strategis karena terletak di tengah-
tengah pemukiman padat di Kecamatan Pancoran Mas. Selain itu lokasi tersebut
diiiliki oleh pemerintah, sehingga diiarapkan tidak dialihfhgsikan dan telah
dibatasi dengan pagar tembok untuk mengantisipasi okupasi oleh masyarakat
sekitar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
I I
Gambar 19. Foto Udara dan Foto Kawasan Khusus RRI di Kec. Cimanggis
44
Kawasan khusus tempat pemancar RRI terletak di Kecamatan Cimanggis
dengan luas sekitar 180,76 Ha dan secara umurn tutupan lahannya merupakan
semak, tegalan, dan sitddanau. Letak dan gambaran kondisinya dapat dilihat
pada gambar 19.
Sedangkan kawasan khusus lainnya, yaitu Studio Alam TVRI di
Kecamatan Sukmajaya memiliki luas sekitar 36,45 Ha. Penutupan lahannya
sebagian besar berupa pepohonan, terdapat beberapa bangunan untuk kepentingan
pembuatan film dan fasilitas lainnya.
I I
Gambar 21. Foto Udara dan Foto Kondisi Sungai dan Sempadannya
Jalur kereta api yang melintasi kota Depok memanjang dari selatan ke
utara, atau dari Kota Bogor ke Jakarta. Garis sempadan re1 kereta api dibuat
untuk mengurangi tingkat gangguan kereta api terhadap pemukiman di sepanjang
jalur tersebut baik berupa getaran, suara bising, dan juga keamanan bagi
masyarakat sekitar. Dengan demikian diharapkan lalulintas kereta api dapat
berjalan lancar dan masyarakat terhindar dari kecelakaan. Garis sempadan re1
juga disiapkan untuk rencana pengembangan jalur kereta api.
Dari hasil telaahan SIG menggunakan foto udara, apabila dilakukan buffer
di kanan kiri rel, maka akan diperoleh luas sempadan re1 kereta api seluas
30,04 Ha. Saat ini belum ada upaya dari pemerintah atau pengelola kereta api
untuk membuat batas sempadan dengan menggunakan vegetasi, padahal batas
46
sempadan re1 kereta api tersebut dapat mengoptimalkan fungsi sempadan re1
kereta api dan membawa pengaruh lingkungan yang sangat baik bagi warga di
sepanjang re1 kereta api.
I I
I I
Gambar 22. Foto Udara dan Foto Re1 Kereta Api dan Sempadannya
Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) merupakan transmisi
listrik yang dapat mempengaruhi keamanan dan kesehatan manusia. Kabel
transmisi yang bertegangan sangat tinggi tersebut disinyalir menghantarkan
gelombang elektromagnetik yang dapat berdampak b h bagi kesehatan, apalagi
bila terkena secara terus menerus. Selain itu juga membahayakan tersengat listrik
bila terjadi kecelakaan, sehingga dibuat garis sempadan sutet sepanjang kabel
tersebut dan tidak boleh didirikan bangunan dibawahnya.
Sempadan tersebut dapat dimanfaatkan juga sebagai jalur hijau, dengan
cara menanaminya dengan vegetasi yang sesuai (tidak terlalu tinggi). Vegetasi
tersebut selain sebagai pagarhatas pengaman bagi masyarakat sekitar juga dapat
memberikan fungsi ekologis. Berdasarkan perhitungan SIG diperoleh luas
sempadan sutet tersebut adalah 178,92 Ha. Gambar sebaran sutet dan foto di
lapangan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 23. Sebaran Sutet dan Foto di Lapangan
Kota Depok dilalui oleh saluran gas Pertamina yang rnembentang dari
Timur ke Barat. Saluran gas tersebut rnemiliki sempadan karena tidak boleh
mendirikan bangunan diatasnya dalam radius 10 meter. Sernpadan tersebut dapat
dimanfaatkan juga sebagai jalur hijau, sekaligus juga batas pengaman terhadap
pipa gas yang ditanam agar tidak tertekan dan bocor. Melalui analisis SIG
diperoleh luas sernpadan saluran gas tersebut adalah 31,09 Ha. Sebaran dan foto
kondisi saluran gas tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
J.
i ,-..I
Gambar 33. Infrastruktur Hijau Lebih Besar dari 2 Ha dengan Buffer. 300 meter,
2kmdan5km
55
Berdasarkan hasil analisis diatas, untuk elemen infrastruktur > 2 Ha
terlihat banyak terdapat gap atau wilayah yang tidak terlayani, sedangkan untuk
elemen yang lebih besar dari 20 Ha terlihat gap sudah semakin berkurang,dan
untuk elemen yang lebih besar dari 100 Ha nampak gap yang ada semakin kecil.
Untuk memperoleh hasil yang optimal dari pelayanan infras- hijau, elemen-
elemen yang berbeda ukuran dan karakter tersebut harus dirancang secara tandem.
Hasil analisis tersebut memperlihatkan bahwa elemen-elemen infrastruktur hijau
telah memenuhi kriteria dan standar dari English Nature Greenspace, namun perlu
usaha-usaha yang nyata di lapangan untuk mengoptimalkan fungsi pelayanan
infrastruktur hijau tersebut.
Hasil identifikasi elemen-elemen infrastruktur hijau menunjukkan masib
terdapat wilayah-wilayah yang mendapatkan pelayanan lingkungan yang sedikit,
tergambar dengan adanya gap dan hanya terliputi oleh pelayanan elemen
infraskuktur hijau yang besar saja. Selanjutnya dibuat rencana infrastruktur hijau
berdasarkan hubs dan links yang ada dengan mencari keterkaitan antara elemen-
elemen infrastfuktur hijau dalam suatu network yang terpadu.
Analisis untuk mencari keterkaitan antara hubs yang dihubungkan oleh links
menunjukkan bahwa terdapat elemen-elemen infrastruktur hijau yang terisolasi
atau tejadi fragrnentasi kawasan terbuka. Demikian juga pada links yang ada,
tidak semuanya dapat dijadikan network karena kondisi fisiknya atau letaknya
yang tidak menghubungkan hubs yang satu dengan lainnya. Selanjutnya
ditentukan network infrastruktur hijau yang paling efektif dan diharapkan dapat
berfungsi sebagaimana yang diharapkan, seperti pada peta lampiran 4. Jumiah
links dapat saja bertambah dan berkembang selain kualitasnya juga hams
ditingkatkan, karena pada prinsipnya semakin banyak network yang terbentuk
akan semakin baik ketahanan sistem dan layanan yang diberikan. Hasil analisis
luasan infiastruktur hijau yang teridentifikasi disajikan pada tabel 7.
Tabel 7. Komponen-komponen Infrastruktur Hijau Kota Depok
Jenis Luas (Ha) Persen dari Luas
Total (%)
I Elemen-elemen yang sudah dikelola
Taman Hutan Raya 7.20 0.04
Taman Kota
- UI 162.42 0.81
- Buperta Cibubur 19.76 0.10
Lapangan golf 814.14 4.06
Lokasi Penelitian Pertanian 10.88 0.05
Fungsi Khusus
- RRI 180.76 0.90
- TVRI Studio Alam 36.45 0.18
Jumlah 1,231.61 6.15
11 Eleme-elemen yang sebaihya ditambah
Fungsi khusus TVRI Tirtajaya 45.97 0.23
Kawasan Konsewasi Air 549.00 2.74
Situ dan sempadannya
- Situ
- Sempadan situ
Jumlah 917.86 3.92
III Network
Sungai dan sempadannya 1,114.00 5.56
Re1 Kereta Api dan sempadannya 30.04 0.15
Sutet dan sempadannya 178.92 0.89
Saluran Gas dan sempadannya 3 1.09 0.16
Jalan dan sempadanuya 106.09 0.53
Jumlah 1,460.14 7.29
Total 3,609.61 17.35
Total Luas infrastruktur hijau yang dibuat adalah 3.609.61 hektar atau
sekitar 17.35% dari luas wilayah kota Depok. Jika berdasarkan UU Penataan
Ruang diiatakan bahwa luas RTH suatu wilayah kota hams memenuhi 30%,
maka hal ini akan dapat dipenuhi dengan menambahkan taman-taman di lingkup
kecamatan, kelurahan atau lingkungan. Selain itu kawasan tegalan dan kebun
masyarakat yang relatif menyebar mengikuti penyebaran pemukiman juga
mempakan komponen RTH yang cukup banyak di kota Depok.
Hal tersebut menunjukkan bahwa sebenamya Kota Depk memiliki
potensi lanskap wilayah yang dapat dikembangkan sebagai infiastruktur hijau.
57
Pemanfaatan area-area alami yang ada berupa hutan, taman, danau, lapangan
olahraga, kebun, sawah dan lainnya sebagai kantong-kantong kehidupan yang
memiliki ekosistem yang khas dan alami atau dalam konsep green infrastructure
dikenal sebagai Hubs. Selain itu perlu dilakukan usaha untuk menjaga dan
mengoptimalkan fungsi koridor-koridor hijau berupa: sungai dan sempadannya,
jalan, saluran gas, dan SUTET sebagai penghubung rantai kehidupan makhiuk
hidup dari satu kantong ke kantong lainnya. Kombinasi tempat-tempat alami
tersebut menjalin suatu network yang memperkokoh keberlangsungan sistem
kehidupan dan sebagai penyeimbang lingkungan kota.
Untuk mewujudkan tata lingkungan yang baik dan sesuai kondisi serta
potensi fisik Kota Depok, perlu usaha yang keras dan berkesinambungan. Selain
prioritas program yang harus dilakukan, pemerintah daerah juga harus mempunyai
rencana induk dalam pengelolaan lingkungan. Rencana inkastnlktur hijau dapat
dijadikan dasar secara makro untuk menata pemanfaatan ruang di wilayah kota,
sehingga dapat ditentukan diiana hams dilakukan pembangunan dan lokasi-
lokasi yang tidak boleh dibangun.
Penetapan infrastruktur hijau juga merupakan strategi dari pengelola kota
untuk mencegah derasnya konservasi lahan terbuka menjadi kawasan terbangun
yang selalu menjadi permasalahan klasik dalam pengembangan kota. Proses
pembangunan yang cepat dan derasnya arus urbanisasi mengakibatkan
peningkatan luas kawasan terbangun. Pengendalian konservasi lahan terbuka
sangat diperlukan, agar tidak melebihi daya dukung wilayah yang dapat
mengakibatkan ketidakstabilan ekosistem kota.
Hasil interpretasi foto udara tahun 2006 diperoleh bahwa luas kawasan
terbuka adalah sebesar 8,925 Ha. Hal ini berarti bahwa Kota Depok masih
memiliki potensi ruang terbuka yang dapat dikembangkan. Meskipun kondisinya
relatif menyebar secara sporadis atau terpencar dalam luasan yang kecil dan
cenderung terfragmentasi.
Daya dukung wilayah Kota Depok untuk jumlah penduduk diperkirakan
sebesar 1,586,499 jiwa yang diprediisi akan hampir tercapai sekitar tahun 2020.
jumlah ini merupakan kapasitas maksimal Kota Depok untuk menampung
60
penduduk, dan apabila melebihi maka akan terjadi ketidakseimbangan dan
menimbulkan pennasalahan yang kompleks. Jika menurut standar bahwa harus
terdapat minimal 2 Ha mang terbuka hijau yang berkualitas sebagai infrastruktur
hijau per 1000 penduduk, maka Kota Depok membutuhkan 3,173 hektar
infrastntktuf hijau agar tetap sustain.
Pada saat ini ruang terbuka hijau yang telah dikelola dan dijaga adalah
seluas 1,231.61 Ha atau sebesar 6.15%. oleh karena itu diperlukan area tambahan
untuk diembangkan sebagai infrastruktur hijau. Hasil identifikasi diperoleh
wilayah seluas 917.86 Ha atau sebesar 3.92%, yang berpotensi sebagai elemen
infrastruktur hijau. Daerah ini sebagian besar adalah kawasan konservasi air yang
mempakan salah satu fungsi Kota Depok menurut Peraturan Presiden No.54 tahun
2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabek-punjur. Selain itu kawasan dengan
fungsi khusus (TVRI) yang saat ini kondisinya terlantar dipili karena letaknya di
Kecamatan Sukrnajaya yang mempakan kecamatan paling padat dengan
kepadatan 10.810 jiwaIkrn2, sehingga membutuhkan infrastruktur hijau yang
cukup. Bila ditambah dengan network dan sempadan danau, luas total rencana
infrastruktur hijau menjadi seluas 3,609.61 Ha.
Infrastrukt~~
hijau tersebut juga dapat dipandang sebagai mang terbuka
hijau yang harus ada pada wilayah kota. Sesuai peraturan besarnya minimal 30%,
sehingga di Kota Depok harus ada minimal seluas 6,008 Ha, maka angka tersebut
dapat dipenuhi dengan menambahkan mang terbuka hijau lainnya, seperti: taman
kecamatan, taman kelurahan, tarnan lingkungan, pekarangan, tempat pemakaman
umum, sempadan jalan lokal atau ruang terbuka lainnya yang berukuran lebih
kecil.
Pemerintah masih menganggap bahwa infrastruktur fisik lebih penting
dibandiigkan dengan infrasmtktur hijau. Hal ini terliat dari perbandingan
pembiayaan pemerintah terhadap kedua jenis infrastruktur tersebut yang tidak
seimbang, yaitu sekitar 76% untuk inf?astruktur fisik dan 24% untuk infrastruktur
hijau. Pemerintah masih beranggapan bahwa infrastrukhu hijau tidak perlu dijaga
dan dikelola, sehingga pemerintah kurang mengalokasikan anggaran untuk
pengelolaannya dan cendemg membiarkannya terlantar.
61
Pengelolaan infrastruktur hijau selama ini lebih banyak dilakukan oleh
pihak swasta atau masyarakat. Seharusnya pemerintah dapat memberikan insentif
kepada pihak-pihak yang turut menjaga liigkungan guna mencegah tejadinya
konversi lahan terbuka menjadi kawasan terbangun, seperti: pengelola sarana
olahraga dan wisata di kawasan terbuka, serta petani. Pemerintah daerah
merupakan pihak yang paling bertanggungiawab terhadap kondisi lingkungan
kota dan harus dapat mengelolanya terutama pengelolaan kawasan yang bersifat
publik.
Hasil analisis LQ dan skalogram menunjukkan bahwa kecenderungan
perkembangan kota untuk kebutuhan pelayanan lingkungan terpusat di kecamatan
Cimanggis atau ke arah timur dari pusat kota Depok. Hal tersebut juga didukung
oleh hasil identifkasi elemen-elemen inhastruktur hijau yang lebih banyak
terdapat di bagian T i Kota. Sedangkan untuk pelayanan bidang ekonomi dan
sosial @usat pemukiman) cenderung ke arah Barat dari Pusat kota yaitu
Kecamatan Sawangan dan Limo.
Pengaturan kelembagaan yang menangani ruang terbuka juga diperlukan,
agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan antar instansi, karena saat ini
instansi yang terkait dengan pengumsan ruang terbuka cukup banyak, namun
belurn terjadi koordinasi dan kejasama yang efektif dan efisien.
Komponen-komponen infrastruktur hijau memiliki karakteristik yang
spesifik, maka diharapkan dapat dilakukan penelitian yang lebih mendalam pada
masing-masing komponen. Hal ini diaksudkan untuk mengoptimalkan fungsi
dan kualitas komponen infrastruktur hijau dalam melayani masyarakat.
Kota Depok sebagai bagian dari perencanaan wilayah Jabodetabek-Punjur
harus dapat berperan secara optimal. Peranan sebagai daerah konservasi tanah dan
air yang telah ditetapkan harus dapat diwujudkan dan diterapkan dalam
perencanaan-perencanaan kota yang dibuat. Penataan lingkungan Kota Depok
juga terintegrasi dengan wilayah-wilayah di sekitar kota Depok.
Kota Depok akan t e n s tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu
diperlukan antisipasi terhadap kejadian-kejadian yang dapat menimbulkan
masalah di masa yang akan datang.
62
Kecenderungan pertambahan jurnlah penduduk akan mendorong
terkonversinya lahan-lahan terbuka menjadi kawasan terbangun. Diharapkan
dengan terbenhhya network infrastrukcur hijau tersebut, di masa yang akan
datang masih terdapat mang terbuka hijau yang berkualitas dan berfungsi secara
optimal sebagai infiastruktur hijau yang melayani kebutuhan masyarakat.
Berdasarkan hasil analisis kecenderungan kawasan terbangun, pada tahun 2050
Kota Depok hampir seluruhnya menjadi mang terbangun. Hal ini menuntut
perlunya diwujudkan network inf?astruktur hijau tersebut sebagai usaha untuk
melakukan konservasi lahan terbuka, seperti digambarkan pada peta dalam
lampiran 5.
Rencana infrastruktur hijau tersebut diharapkan menjadi bagian dari
perencanaan tata mang kota, dan saliig melengkapi dengan perencanaan
infrastruktur fisik. Kedua infrastruktur tersebut diharapkan mampu berperan
untuk mendukung kehidupan masyarakat kota untuk mencapai kemajuan ekonomi
yang baik dan secara sosial dapat diterima oleh semua pihak serta lingkungan kota
yang semakin baik (Smart Growth). Hal ini untuk mewujudkan sebuah kota yang
nyaman dan berkelanjutan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan beberapa ha1 antara
lain:
1. Prediksi pertumbuhan penduduk dengan menggunakan model pertumbuhan
logistik mengindikasikan bahwa jumlah penduduk akan bertambah dengan
cepat dan mencapai batas carrying capacity wilayah sebesar 1,589,499 jiwa
pada tahun 2020 yang mempakan jumlah maksimal yang dapat ditampung
oleh wilayah agar tetap sustain, dengan kepadatan tertinggi pada Kecamatan
Sukmajaya dan Beji.
2. Kawasan terbangun bertambah semakin cepat seiring pertambahan jumlah
penduduk dan pembangunan, dan terindikasi akan melampaui batas carrying
capacity wilayah lebih cepat, karena pada tahun 2006 data luas terbangun
kondisi nyata lebih tinggi dari hasil prediisi menggunakan model
pertumbuhan logistik.
3. Lanskap wilayah Kota Depok cendemng terfiagmentasi, namun mas&
mempunyai potensi yang dapat dikembangkan sebagai elemen-elemen
infrastruktur hijau bempa Hubs (taman hutan raya, taman kota, kawasan
dengan fungsi khusus, sempadan sity dan kawasan konseivasi air) dan Links
(sungai dan sempadannya, sempadan jalan, sempadan SUTET, dan sempadan
re1 kereta api) dengan luasan sekitar 3,609.61 hektar (17.35% dari total
wilayah)
4. Prioritas program yang dipilih dari beberapa altematif adalah dengan
menetapkan infrastruktur hijau tersebut sebagai kawasan lindung berdasarkan
pendapat dari para stakeholder, yang dikehendaki tiga kali lebih besar
dibandiigkan altematif lain.
Saran
Beberapa ha1 yang dapat disarankan berdasarkan hasil penelitian ini adalah :
1. Perlu dilakukan penelitian yang lebih detail pada setiap komponen
infiastruktur hijau untuk mencari solusi terbaik dari setiap permasalahan pada
masing-masing komponen infrastruktur hijau.
64
2. Masalah lingkungan bukan merupakan tanggungjawab pemerintah saja,
kesadaran masyarakat juga sangat dibutuhkan, namun para pengelola kota
hams berdiri di depan untuk membuat keputusan dan kebijakan yang tepat.
PUSTAKA
Radnawati, D., 2005. Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kota Depok Sebagai
Kawasan Konservasi Air Menggunakan Data Satelit Multi Temporal.
Tesis pada Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Saaty, T.L., 1980. The Analytic Hierarchy Process, McGraw Hill, New York.
Zhang, L., Liu, Q., Hall, N.W., Fu, Z., 2007. An environmental accounting
famework applied to green space ecosystem planning for small towns in
China as a case study. Ecological Economics 60,533-542.
Kyushik, 0,et al. 2004. Determining development density using the Urban
Carrying Capacity Assessment System. Department of Urban Planning,
Hanyang University, Seoul National University, Korea Environment
Institute. Seoul. Republik Korea
Oh, K., Jeong, Y., Lee, D., Lee, W., 2002. An integrated fa~rzeworkfor the
assessment of urban carrying capacity. J. Korea Plan. Assoc. 37 (5), 7-26.
Korea.
Oh, K., 1998. Visual threshold carrying capacity (VTCC) in urban landscape
management: a case study of Seoul, Korea. Landscape Urban Plan. 39 (4),
283-294. Seoul. Korea.