Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 91

7-

-j'l/<L
il /I
\L

t"\
ANALISIS STRUKTUR RUANG DALAM PENGEMBANGAN
INFRASTRUKTUR HIJAU DI KOTA DEPOK

F.X. HERWIRAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Analisis Struktur Ruang dalam
Pengembangan Infiastruktur Hijau di Kota Depok adalah karya saya sendiri dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada pergwuan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.

Bogor, April 2009

F.XHerwirawan
NRP A156070254
ABSTRACT
P.X.HERWIRAWAN. Landscape Structure Analysis to Develop Green
Infastructure Network in Depok City. Under direction of ALINDA FITRIANY
M.ZAIN and DWI PUTRO TEJO BASKORO.

Abstract
Utilitation of land caused by development and living need pushed
conversion of green spaces to build up area. Therefore, it's important to plan and
manage open green spaces, like: conservation area, parks,lakes, river, etc. One
thing that should be considered in regional planning was carrying capacity.
Carrying capacity from population and build up area became limited factor for
development. In spite of that, regional development should refered to landscape
characteristic and local potency which was connected by infrastructure. Green
infrastructure was one of city development concept to control development as a
strategy for land conservation by establishment of hubs and links as boundary of
development. A research to implement green infrastructure concept was carried
out in Depok City. This research was aimed to identzfi hubs and links in Depok
city as green infrastructure network and found an implementation strategy.
Metodology used are: trend analysis of population and build up area, LQ and
Skalogram analysis for determine regional hierarki; Geographic Information
System analysis on aerial photograph and thematic map; created green
infastructure network based on English Nature Greenspaces criteria. The result
show that Depok has landscape typology that can enhance to became Hubs dun
Links in green infrastructure concept, like: Town Forest, Town Park, Lakes,
River, Street, area along High Electrical Network, area along gas pipe, train
trail, and speciJc location. The green infrastructure network is about 3,609
hectares. Establishment of the green infrastructure network as conservation area
is the strategy for implementation of the green infrastructure concept.

Keywords: green spaces, green infrastructure, network, hub, links


RINGKASAN

P.X.HERWIRAWAN. Analisis Struktur Ruang Dalam Pengembangan


Infrastrulttur Hijau di ICota Depok~Dibawah bimbingan ALINDA FITRIANY
M.ZA1N and DWI PUTRO TEJO BASICORO

Peitanlbahan venduduk di kawasan Jabodetabek . -


vane ceoat
mengalcibatltan wilayah Kota Depok menjadi salah satu kawasan pengembangan
pemulti~nanbagi masayarakat kota Jakarta. Penlbangunan kawasan perkotaan
telah melnacu terkonversinya lahan-lahan terbulta meijadi kawasan tkrbangun.
Hal tersebut mengakibatlcan terdegradasinya ltualitas lingkungan hidup di Kota
Depolt. Oleh karena itu diperlukan suatu landasan perencanaan yang jelas untuk
lnengatur alokasi lcawasan konservasi sumberdaya alam dan lahan-lahan pertanian
serta kawasan terbuka lainnya yang dihubungltan ole11 network alami dalam suatu
ltesatuan yang tidak terpisahkan. Penelitian i~zibertujuan untuk: (1) Memprediksi
pertumbuhan pendudult di masa yang alcan datang dan menghitung carrying
ccpacity wilayah; ( 2 ) Menlprediksi lcecenderungan perkembangan ltawasan
terbaagun; (3) Membuat rencana networlc infrastruktur hijau berupa lokasi-lokasi
eltosistem alaini yang ada (Hubs) dan hubungan-hubungannya (Links); (4)
Menentultan prioritas program yang harus dilakukan untuk penerapan
infrastruktur hijau di lapangan.
Penelitian ini dilaltultan dengall menentukan trend jumlah penduduk lcota
dan trend luasan kawasan terbangun di wilayah lcota de~lganlnenggunaltan model
pertumbuhan logistik (satzn.ation model). Setelah itu dilalcukan analisis kondisi
eksisling dengan melakultan interpretasi data foto udara tahun 2006, untuk
mengetahui sebaran dan luas lcawasan terbulta yang ada. Selanjutnya dilakukan
analisis sisteln informasi geografis untuk menyusun rencana network infrastrulctur
hijau dellgall menggunakan data statistik fasilitas lingkungan yang ada di Kota
Depolt, foto udara, dan peta-peta tematik. Kenludian dilaltukan analisis hierarki
proses untuk mnencari prioritas program yang dipilih oleh para stakeholder untuk
lnenerapltan infrastruktur hijau tersebut.
Hasil prediksi pertumbuhan penduduk dengan menggunaltan model
pert~unbuhanlogistik mengindikasiltan bahwa jumlah pendudult akan bertambah
dengall cepal dan ~nencapaibatas carrying capacity wilayah sebesar 1,589,499
jiwa pada tahun 2020 yang merupaltan jumlah maksimal yang dapat ditampung
oleh wilayah agar tetap sustain, dengan ltepadatan tertinggi pada ICecamatan
Sulunajaya dan Beji. Kecenderungan kawasan terbangun bertambah se~naltin
cepat seiring perta~nbahanjumlah penduduk dan pembangunan, dan terindikasi
altan melampaui batas carrying capacity wilayah lebih cepat dari yang seharusnya
terjadi, ltarena berdasarkan data kondisi nyata pada tahun 2006 telah melampaui
Iurva model hasil prediksi menggu~lakaumodel pertumbuhan logistik. R~lang
terbuka di wilayah Icota Depok cender~u~gterfragmentasi, nanlun masih
mempunyai potensi yang dapat diltembangkan sebagai elemen-elemen
infrastrulttur hijau berupa Hzrbs seluas 2,149.47 Ha terdiri dari: taman hutan raya,
taman kota, kawasan dengan fungsi k l ~ ~ ~ s usempadan
s, situ, dan lcawasan
ko~lservasiair, sedangltan berupa Links seluas 1,460.61 Ha terdiri dari: sungai dan
sempadannya, sempadan jalan, sempadan SUTET, dan sempadan re1 kereta api.
Luas total rencana network i n f i a s W u r hijau yang akan dikembangkan adalah
seluas 3,609.61 hektar (17.35% dari total wilayah). Prioritas program yang dipilih
dari beberapa alternatif adalah dengan menetapkan infiastruktur hijau tersebut
sebagai kawasan lindung. Hal ini berdasarkan kuisioner kepada para stakeholder,
dengan nilai sebesar 61.3%, yang berarti tiga kali lebih diinginkan dibandingkan
alternatif yang lain.

Kata kunci: infrasbuktur hijau, network, hubs, links, carrying capacity, model
pertumbuhan logistik
O Hak Cipta milik IPB, tahun 2009
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

I . Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis irzi tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilntiah, penyusunan laporan penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah;
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut
Pertanian Bogor
2. Dilarang mengumumkan dun memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun lanpa izin Institut Pertanian Bogor
ANALISIS STRUKTUR RUANG DALAM PENGEMBANGAN
INFRASTRUKTUR HIJAU Dl KOTA DEPOK

F. X. KERWIRAWAN

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
Pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M. Agr
Judul Tesis : Analisis Struktur Ruang dalam Pengembangan Infrastruktur
Hijau di Kota Depok
Nama : F.X.Herwirawan
NRP : A 156070254

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Alinda Fitriany M. Zain. M.Si


Ketua

Diketahui

Tanggal Ujian: 1 April 2009 Tanggal Lulus: 2 5 MAY 2009


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan
rahmat-Nya karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul penelitian yang
dilaksanakan pada Bulan Juli sld Nopember 2008 ini adalah Analisis Struktur
Ruang dalam Pengembangan Infrastruktur Hijau di Kota Depok. Pada kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya
kepada:

1. Dr. Ir. Alinda Fitriany M. Zain, M.Si dan Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro,
M.Sc selakx Ketua dan Anggota Komisi Pembimbing.

2. Dr. Ir. Eman Rustiadi, M. Agr selaku Dosen penguji luar komisi dan
Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah.

3. Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah, beserta segenap staf pengajar dan staf manajemen
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB.

4. Para Pimpinan dan staf Pemerintah Daerah Kotamadya Depok terutama


Bappeda, Dinas Pariwisata dan Dinas Lingkungan Hidup dan Pertamanan
Kota Depok.

5. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa


yang diberikan kepada penulis.

6. Rekan-rekan PWL kelas Bappenas angkatan 2007 atas segala do'a,


dukungan dan kerjasamanya.

7. Didit Okta Pribadi, SP.,M.Si (P4W IPB), Manijo, Reni dan Ana (Lab.
Lnderaja IPB) dan pihak-pihak lainnya yang tidak bisa disebutkan satu-
persatu yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini.

Akhimya ucapan terima kasih yang setinggi-tinginya atas do'a, dukungan


dan pengertian dari seluruh keluarga di rumah.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat,

Bogor, April 2009


RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Balai pada Tanggal 5 April 1970 dari ayah
(Alm) Djamal Soenarjo dan ibu (Alm) Theresia Widiastuti. Penulis merupakan
putra kelima dari sembilan bersaudara. Pendidikan Sarjana ditempuh pada
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dan lulus tahun 1994.
Pada tahun 1994-1996, penulis bekerja pada Proyek Inventarisasi Hutan
Nasional di Jakarta. Tahun 1996 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil
Departemen Kehutanan sebagai staf pada Badan Planologi. Penulis menerima
Beasiswa Bappenas RI Tahun 2007 dan diterima pada Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah IPB. Saat ini penulis telah berkeluarga dan tinggal di Kota
Bogor.
%&~ersem6aht&an Kaarya ICmiati ini (qada:
1 6 u d a @Cm) ?liere& W i a s t u t i Ayahada @Cm) m)jamaCSoenajo, Istri tercinta Xeierfitur
CyriCi, dun anakku Naria Jessica Aquilh, serta @kak@@ljdan a&ka&f$ku tersayang
yang telhh 6anyakmem6erikan doa restu dun duh$ngannya
DAFTAR IS1
Halaman

DAFTAR TABEL ...................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. vi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... vii

PENDAHULUAN ..
Latar Belakang Penelit~an ...................................................................... 1
Identifikasi Masalah............................................................................... 3
Tujuan dan Manfaat Penelitian.............................................................. 4
..
Kerangka Penellt~an.............................................................................. 4

TINJAUAN PUSTAKA
Pengembangan Kawasan Perkotaan ......................................................
Daya Dukung (Carrying Capacify)........................................................
Hutan Kota ............................................................................................
Penataan Ruang ..................................................................................
Infrastruktur ...........................................................................................
..
Infrastruktur Hijau ................................................................................
Konservasi Lahan .................................................................................

BAHAN DAN METODE


Waktu dan Tempat ................................................................................
..
Alat dan Bahan Penelitian .....................................................................
. . ...............................................................................
Metode Penelitian
Analisis Tren ................................................................
Identifkasi Kondisi Eksisting .......................................................
Penyusunan Rencana Infrastruktur Hijau .....................................
Prioritas Program untuk Penerapan Rencana Infrastruktur Hijau..

HASIL DAN PEMBAHASAN


. . Umum ......................................................................................
Kondisi 27
Analisis Tren ...................................................................................... 28
Kondisi Eksisting Ruang Terbuka......................................................... 35
Penyusunan Rencana Infrashvktur Hijau ............................................. 36
Strategi Penerapan Infrastruktur Hijau ................................................. 57

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan ............................................................................................... 63
Sarm ..................................................................................................... 63

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 65


DAFTAR TABEL
Halaman

1. Skala Perbandingan Secara Berpasangan .....................................


2. Jumlah Penduduk Kota Depok Tahun 2001.2007.2020. dan 2050....
3. Hasil Analisis Citra Landsat Multitemporal........................................
4. Luas Kawasan Terbuka per Penutupan Lahan Kota Depok................
5. Hasil Analisis LQ Menurut Fasilitas di Kota Depok .........................
6. Jumlah dan Jenis Fasilitas Lingkungan di Kota Depok .....................
7 . Komponen-komponen Infrastruktur Hijau Kota Depok......................
9. Prioritas Strategi Penerapan Infrastruktur Hijau Menurut Kriteria .....
10. Hasil Sintesis Prioritas Altematif Program yang Dipilih ....................
11. Prioritas Altematif Menurut Kriteria ..................................................
DAFTAR GAMBAR
Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ..........................................................


2. Konsep Pengembangan Kawasan Perkotaan ......................................
3. Konsep Nehvork pada Infrastntktur Hijau ...........................................
4 . Konsep Kisaran GreedGey Inji-ashucture...........................................
5. Fragmentasi Lahan ............................................................................
6. Diagram Alir Metode Penelitian ......................................................
7. Struktur Analisis Hierarki Proses .......................................................
8 . Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Depok....................................
9. Tren Luasan Kawasan Terbangun........................................................
10. Komposisi Anggaran Kota Depok Tahun 2006....................................
11. Hasil Interpretasi Foto Udara Tahun 2006 untuk Kawasan Terbuka....
12. Foto Udara Tahura dan Foto Lapangan.................................................
13. Foto Udara dan Foto Taman Kota Universitas Indonesia.....................
14. Foto Udara dan Foto Taman Kota Buperta Cibubur.............................
15. Foto Udara Letak Situ-situ di Kota Depok...........................................
16. Foto-foto Kondisi-Situ Jatijajar dan Rawa Kalong di Kota Depok ......
17. Foto Udara dan Foto Lapangan Golf Emeralda di Kota Depok ...........
18. Foto Udara dan Foto Lokasi Penelitian Pertanian ..............................
19. Foto Udara dan Foto Kawasan Khusus RRI di Kec. Cimanggis..........
20. Foto Udara dan Foto Studio Alam TVRI .............................................
21. Foto Udara dan Foto Kondisi Sungai dan Sempadannya.....................
22. Foto Udara dan Foto Re1 Kereta Api dan Sempadannya .....................
23 . Sebaran Sutet dan Foto di Lapangan ....................................................
24. Sebaran Saluran Gas dan Foto di Lapangan.........................................
25. Peta Jaringan Jalan Kota Depok ...........................................................
26. Kawasan Konservasi Air Kota Depok .............................................
27. Elemen-elemen Infrastruktur Hijau (Hubs)..........................................
28. Network Infrastuktur Hijau (Links)......................................................
29 . Nehvorking antara Hubs dan Links .......................................................
30. Inhstruktur Hijau Lebih Besar dari 2 Ha dengan Buffer 300 meter ...
3 1. Infrastruktur Hijau Lebih Besar dari 20 Ha dengan Buffer 2 2 .........
32. Infiasmtktur Hijau Lebih Besar dari 100 Ha dengan Buffer 5 Km..... . 54
33. Infiastruktur Hijau Lebih Besar dari 2 Ha dengan Buffer 300 meter,
2Km,5Km ....................................................................................... 54
DAFTAR LAMPIRAN

Halarnan

1. Jurnlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kota Depok Tahun


2001-2007 ............................................................................................ 67
2 . Anggaran Penerimaan dan Biaya Daerah Kota Depok Tahun 2006
untuk Pembiayaan Infrastruktur........................................................... 68
3. Data Jumlah dan Jenis Fasilitas di Kota Depok per Kecamatan.......... 71
4. Peta Rencana Infrastruktur Hijau Kota Depok .................................... 72
5. Peta Prediksi Kondisi Kota Depok Tahun 2050 dengan Framework
Infrastruktur Hijau .............................................................................. 73
PENDAHULUAN
Latar Belakang Penelitian

Posisi kota Depok mendorong pembangunan di kota Depok menjadi


penting sebagai kota penyangga Kota Jakarta yang saat ini telah menjadi kota
megapolitan dengan konsep pengembangan kota meliputi Jabodetabek-Punjur.
Sebagai kota penyangga, Depok hams mampu memberikan dukungan terhadap
perkembangan kota Jakarta, baik sebagai penyeimbang lingkungan maupun
penyedia pelayanan yang lain seperti sarana pemukiman. Lahan yang terbatas di
Kota Jakarta membuat daerah sekitar Jakarta menjadi sasaran perluasan terutama
untuk pemukiman para penduduk yang bekerja di Jakarta. Akibatnya,
perkembangan Kota Depok menjadi sangat pesat karena letaknya yang
berhimpitan dengan Jakarta.
Sejak awal perkembangan Kota Depok tidak direncanakan sebagai kota
yang mandiri, tetapi lebih kepada penyediaan pemukiman bagi orang-orang yang
bekerja di Jakarta dengan pembangunan perumahan secara besar-besaran oleh
Perum Perumnas. Sehingga jumlah penglaju ke Jakarta menjadi cukup besar,
karena Depok kurang menyediakan fasilitas untuk pemenuhan kebutuhan
ekonomi.
Kota Depok memiliki karakteristik campuran antara sifat perkotaan yang
ditandai dengan berkembangnya kegiatan jasa, perdagangan, industri dan
pemukiman yang padat di beberapa tempat dan pedesaan dengan dominasi
kegiatan pertanian dan perkampungan yang terpencar. Hal ini tentunya
mengakibatkan konversi lahan-lahan pertanian dan lahan terbuka lainnya menjadi
kawasan terbangun dengan sangat cepat. Tuntutan pembangunan akibat desakan
pertumbuhan penduduk yang sangat cepat juga menuntut penyediaan fasilitas
pemukiman, rumah sakit, jalan, sekolah, industri dan lain-lain.
Perencanaan tata ruang kawasan perkotaan mutlak diperlukan, sebagai
arahan m u m pembangunan yang akan dilaksanakan guna mendukung kegiatan
ekonomi, sosial dan lingkungan masyarakat kota. Pembangunan yang dilakukan
seharusnya tidak mengurangi areal produktif untuk pertanian dan kawasan
konsewasi alam, apalagi Kota Depok telah ditetapkan sebagai kawasan konsewasi
air dan tanah bagi wilayah di sekitarnya. Kota Depok diharapkan mampu menjadi
daerah resapan air dan konservasi tanah serta mencegah bahaya lingkungan
temtama banjir yang setiap tahun melanda Jakarta. Selain itu Kota Depok juga
diiarapkan berfungsi sebagai counter magnet, yaitu wilayah penyeimbang
lingkungan bagi Jakarta.
Berkembangnya konsep-konsep pembangunan yang lebih
mempertimbangkan aspek limgkungan telah mewamai perencanaan-perencanaan
wilayah saat ini. Salah satu konsep dasar yang berkembang sejak tahun 1980an
adalah Eco-city yang menunjukkan hubungan dari rangkaian isu perencanaan
perkotaan dan pembangunan ekonomi melalui keadilan sosial dengan
mengedepankan demokrasi lokal dalam konteks keberlanjutan.
Dimensi pembangunan yang berkelanjutan m e ~ p a k a nsalah satu sasaran
dari konsep dasar Eco-city yang dikembangkan oleh para perencana, akademisi,
pemerintah daerah dan kelompok komunitas untuk perencanaan pengembangan
wilayah. Dalam konteks ini, maka hams terjadi keseimbangan pembangunan
ekonomi, sosial dan lingkungan dan tidak melebihi carrying capacity suatu
wilayah, dengan tujuan bahwa pembangunan yang dilakukan saat ini tidak
mengurangi pilihan bagi generasi yang akan datang. Dengan demikian
perencanaan kawasan perkotaan hams diawali dengan perencanaan penataan
ruang yang mendukung perkembangan kota yang berkelanjutan. Penentuan
struktur mang dan pola mang yang tepat menjadi syarat mutlak bagi
perkembangan kawasan perkotaan.
Berdasarkan perencanaan penataan ruang yang berkelanjutan tersebut,
maka dapat dibuat suatu perencanaan infiastruktur yang mantap guna mendukung
kehidupan perekonomian, sosial dan lingkungan di wilayah kota. Infiastruktur
seringkali diidentikkan dengan sarana dan prasana dalam bentuk fisik atau yang
biasa digunakan untuk mendukung aktivitas ekonomi dan sosial bempa bangunan,
jalan, saluran air, rumah sakit, pasar, terminal, sekolah atau yang mengarah pada
bangunan infrastruktur (Grey Infratructure). Saat ini telah berkembang konsep
mengenai infrastruktur yang lebih luas lagi, yang sangat mempengaruhi
keberlanjutan dan perkembangan suatu komunitas yaitu infrastruktur hijau (Green
Inj?astructure) seperti: taman, hutan kota, kawasan konservasi, sarana rekreasi,
jalur hijau dan sebagainya yang berhubungan dengan alam atau lingkungan.
Kedua infrastruktur tersebut hams dikembangkan dan diencanakan secara
seimbang dengan memperhatikan aspek keberlanjutan untuk mencapai kemajuan
suatu wilayah untuk pertumbuhan yang gemilang (Smart Growth).

Identifikasi Masalah

Pertambahan penduduk di kawasan Jabodetabek yang cepat


mengakibatkan wilayah Kota Depok menjadi salah satu kawasan pengembangan
pemukiman bagi masayarakat kota Jakarta. Pembangunan kawasan perkotaan
telah memacu terkonversinya lahan-lahan terbuka menjadi kawasan terbangun.
Hal tersebut mengakibatkan terdegradasinya kualitas lingkungan hidup di Kota
Depok.
Lahan-laban terbangun yang baru tersebut umumnya juga tidak didukung
oleh pembangunan fasilitas yang memadai seperti jaringan jalan, pembuangan
limbah, air bersih, dan sebagainya. Pemerintah hams mengeluarkan biaya yang
tidak sedikit untuk menyediakan fasilitas-fasilitas publik bagi masyarakat, apalagi
bila masyarakat menyebar secara tidak teratur, maka biaya yang hams dikeluarkan
akan semakin tinggi dan sistem perekonomian maupun sosial menjadi tidak
efektif dan efisien.
Saat ini di Kota Depok belum terdapat fasilitas pendukung kehidupan
secara layak, baik fasilitas yang berbentuk fisik (grey infrastructure) maupun
fasilitas lingkungan (green infraslructure). Fasilitas fisik seperti: tempat
beribadah, sarana olah raga, pasar, jaringan jalan, dan fasilitas m u m lainnya yang
mendukung aktivitas perekonomian dan sosial masyarakat. Sedangkan fasilitas
lingkungan berupa: hutan kota, tarnan kota, kawasan konservasi, sarana rekreasi,
jalur hijaq areal untuk berolahraga di alam terbuka, dan kawasan terbuka lainnya.
Pembangunan fisik Kota Depok yang sangat intensif dapat menurunkan
kualitas lingkungan seperti: udara, air dan sumberdaya alam lainnya yang pada
akhirnya dapat mempengaruhi kualitas kehidupan masyarakat Kota Depok. Oleh
karena itu diperlukan suatu landasan perencanaan yang jelas untuk mengatur
lokasi green inzastructure berupa kawasan konservasi sumberdaya alam dan
lahan-lahan pertanian serta kawasan terbuka lainnya yang dihubungkan oleh
network alami dalam suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. Belum adanya
rencana induk tata ruang yang mantap dengan mempertimbangkan keseimbangan
antara unsur-unsur alami dan buatan juga menjadi surnber permasalahan di Kota
Depok.

Tujuan dan Maufaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:


1) Memprediksi pertumbuhan penduduk di masa yang akan datang dan
menghitung carrying capacity wilayah.
2) Memprediksi kecenderungan perkembangan kawasan terbangun
3) Membuat rencana network infrastruktur hijau berupa lokasi-lokasi ekosistem
alami yang ada (Hubs) dan hubungan-hubungannya (Links)
4) Menentukan prioritas program yang harus dilakukan untuk penerapan
infrastruktur hijau di lapangan
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan arahan dalam
penyusunan rencana pengembangan kota dan masukan dalam pembuatan rencana
penataan ruang kota sebagai usaha untuk melakukan konservasi lahan dalam
rangka mencapai pembangunan kota yang berkelanjutan.

ICerangka Pemikiran

Penelitian ini didasari oleh permasalahan utama semakin berkurangnya


lahan-lahan alami di Kota Depok yang berubah menjadi kawasan terbangun.
Peningkatan luasan kawasan terbangun akan mengurangi luasan ruang terbuka.
Kecenderungan pertumbuhan kota dan populasi penduduk akan mengkibatkan
kebutuhan ruang terbangun meningkat. Kondisi ini akan diprediksi dengan
melihat tren jumlah penduduk dan kawasan terbangun untuk masa yang akan
datang. Hal tersebut menentukan kebutuhan luasan infrastruktur hijau minimal
yang hams ada. Disisi lain, ruang terbuka yang ada saat ini merupakan wilayah
yang berpotensi untuk ditingkatkan sebagai infrastruktur hijau. Melalui
identifikasi karakteristik wilayah akan diperoleh gambaran kondisi ruang terbuka
saat ini.
Selanjutnya dibuat network irxkastruktur hijau berdasarkan kondisi saat ini
dan kebutuhan di masa yang akan datang. Rencana infrastruktur hijau tersebut
diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan kota untuk mendukung kegiatan
ekonomi masayarakat secara lebih efisien atau dikenal sebagai Smart Growth.
Konsep tersebut mengacu pada prinsip pengembangan kota yang
mempertimbangkan aspek lingkungan secara seimbang selain aspek ekonomi dan
sosial (eco-city) untuk mencapai pembangunan perkotaan yang berkelanjutan.
Penelitian ini disusun dalam suatu kerangka pikir sebagai berikut:

Pertambahan
Penduduk Pesat

Ruang Terbangun Terns Pembangunan aspek


ekonomi, sosial dan
lingkungan tidak seimbang

+
Fungsi Ekologis Terganggu

Konsep Green
I?ifiuslrzrctzcre
Pelayanan Lingkungan
Memadai dan Seimbang

Sniurt Growth

Pembangunan Perkotaan
Berkelanjutan
TINJAUAN PUSTAKA

Pengembangan Kawasan Perkotaan


Menurut UU Penataan Ruang No.26 tahun 2007, yang dimaksud kawasan
perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pcrtanian
dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,
pemusatan d m distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan
kegiatan ekonomi. Pennasalahan utama pada kawasan perkotaan umumnya
adalah konversi lahan, penyediaan infrastn~ktur.laju pertarnbahan penduduk yang
pesat, dan anls urbanisasi.
Pembangunan yang menyebar secara tidak teratur adalah perluasan
pembangunan dengan intensitas ltepadatan yang rendall dengan nmemanfaatlcan
lahan-lahan yang sebelw1u1ya tidak terbangun. Sebagai contoh di Amerika Serikat
diperkirakan kehhangan 50 ucre setiap jam untuk pembangunan subzrrbun dan
perluasan kota (Longman. 1998). Pembangunan yang menyebar tidak teratur ini
menuntut pemerintah lokal untuk menyediakan pelayanan publik bagi komunitas
di pemukiman yang ban^, dan seringkali pajak yang dibayarkan oleh masyaralcat
tidak menculiupi untuk pembangunan fasilitas tersebut. Sebagai perbandingan di
Kota Prince William, Virginia, diperkirakan biaya untuk penyediaan pelayanan
untuk pemukiman perumahan barn yang diambil dari pajak-pajak dan pungutan
lainnya adalah sebesar $1,600 per rumah (Shear and Casey, 1996).
Dalam pengembangan kawasan yang berorientasi ekonomi, pusat-pusat
kegiatan yang membentuk kota metropolitan membutuhkan jaringan infrastn~ktur
yang dapat memberikan pelayanan terhadap alctivitas ekonomi yang ada dan
menjadi kekuatan pembentuk struktur ~uangpada kawasan tersebut. Konsep kota
metropolitan merupakan suatu bentuk pemukiman berskala besar yang terdiri dari
satu atau lebih kota besar dan kawasan yang secara keselunthan terintegrasi,
membentuk suatu sistem struktur mang tertentu dengan satu atau lebih kota besar
sebagai pusat dalam keterkaitan ekonomi, sosial dan lingkungan serta mempunyai
kegiatan ekonomi jasa dan industri yang beragam (Dardak, 2007). Konsep
pengembangan kawasan perkotaan hams dilalcukan dengan mempertimbangkan
aspek ekonomi, sosial dan lingkmgan, seperti terlihat pada gambar berikut:
Gambar 2. Konsep Pengembangan Kawasan Perkotaan (Dardak, 2007)
Daya dukung (Carrying capacity)
Pembatasan faktor ekologi diimplementasikan berdasarkan prinsip
keseimbangan ekologis, dengan tujuan untuk menghitung berapa banyak
kebutuhan ruang terbuka hijau agar tercipta keseimbangan ekologis (Zhang et al.
2007). Metode ini diimplementasikan untuk perencanaan system ruang terbuka
hijau di Hanoi, berdasarkan analisis elemen-elemen kunci ekologis termasuk
canying capacily populasi, keseimbangan karbon-oksigen, dan keseimbangan
supply-demand sumberdaya air. Carrying capacity populasi adalah jumlah
penduduk terbesar yang dapat didukung oleh ekosistem untuk inakanan dan
energy berdasarkan kondisi produksi yang tetap, produktivitas lahan, standar
hidup dan kelayakan (Pham D. U., Nobukazu N. 2007).
Konservasi lingkungan dan pembangunan berkelanjutan adalah konsep
yang bertujuan untuk mencapai harmonisasi antara ekonomi dan lingkungan, dan
mengelola kualitas lingkungan dengan pertumbuhan ekonomi yang baik. Konsep
ini didasari asumsi bahwa lingkungan alami mempunyai batas untuk mendukung
aktivitas manusia seperti variasi penggunaan lahan. Lebih dari itu, dikatakan
bahwa pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan akan memberikan
pengaruh negate pada produktivitas ekonomi dan mengakibatkan polusi
lingkungan yang meningkatkan biaya aktivitas ekonomi dan sebagai
konsekuensinya membatasi pertumbuhan ekonomi. Maka, pengembangan kota
harus dikontrol secara hati-hati dengan kapasitas lingkungan agar tetap sustain
(Kyushik, 0. et al. 2004).
Ekologis umumnya mempertimbangkan carrying capacity sebagai angka
maksimum jumlah individu yang dapat didukung oleh lingkungan dan penurunan
kemampuan wilayah dalam mendukung generasi yang akan datang (Chung,
1988). Perencana biasanya mendefinisikan carrying capacity sebagai kemampuan
alami atau system yang dibuat oleh manusia untuk menampung pertumbuhan
populasi atau pembangunan fisik dengan mempertimbangkan degradasi atau
kerusakan (Schneider et a1.,1978). Carrying capacity juga dikatakan sebagai
kemampuan alam dan system buatan manusia untuk mendukung pemintaan dari
berhagai penggunaan, dan mengikuti batasan dam dalam system yang akan dating
dengan ketidakstabilan, degradasi atau kerusakan yang terjadi (Godschalk and
Parker, 1975). Ilmu sosial terpusat pada manusia, carrying capacity dapat juga
didefinisikan sebagai skala ekonomi yang system alami dan wilayah dapat sustain
(Seoul Development Institute, 1999).
Secara umum konsep carrying capacity wilayah perkotaan didefinisikan
sebagai aktivitas manusia, pertumbuhan populasi, penggunaan lahan,
pembangunan fisik, yang dapat berkelanjutan dengan lingkungan perkotaan tanpa
menimbulkan degradasi dan kerusakan yang parah (Oh et al., 2002). Konsep ini
didasari asumsi bahwa ada batasan lingkungan yang pasti bilamana terlampaui
dapat menyebabkan kerusakan lingkungan alam yang parah (Kozlowski, 1990).
Pendekatan konsep carrying capacity dapat berguna ketika batasan diidentifikasi
untuk masa yang akan datang. Perbedaan kapasitas system sebagai acuan ke
depan untuk pengelolaan fasilitas perkotaan seperti penyediaan air, pengolahan
limhah, dan transportasi(Oh, 1998).

Hutan Kota
Tujuan dari hutan kota adalah untuk memperoleh kebutuhan sosial
ekonomi. Selanjutnya hutan kota merupakan komponen dari keseluruhan proses
perencanaan yang terpadu dan memiliki tujuan politik. Hutan kota adalah sebuah
konsep, yang bertujuan untuk menciptakan fasilitas rekreasi outdoor, yang
menganut tradisi lokal dalam pengelolaan dan cita-cita dari nilai-nilai adat dan
budaya yang secara keselui-uhan menggunakan teknik kehutanan dengan biaya
minimum. Selanjutnya dalam proses perencanaan hutan kota dapat dilakukan
dengan cara menyuarakannya melalui sektor ekonomi dan teknik argumentasi
untuk pengembangan lahan-lahan yang tidak terbangun untuk memperoleh
manfaat rekreasi outdoor, keanekaragaman jenis, dan manfaat sosial ekonomi
(Skarback, 2007).
Pohon-pohon di perkotaan meningkatkan kualitas udara dengan
menghilangkan polutan di udara. Di Guangzhou, hamper 312.02 Mg polutan
udara dihilangkan oleh pohon-pohon di perkotaandi tahun 2000 dengan nilai
setara RMB 90.19 ribu. Kebanyakan dihilangkan pada bulan-bulan di musim
dingin dimana konsentrasi polutan tertinggi terjadi. Selain itu, ukuran yang besar
dan penutupan tajuk yang kontinu dapat mendorong efisiensi penghilangan
polutan udara. Penghilangan polutan udara rata-rata hampir sama dengan hasil
empiris yang dilakukan di berbagai tempat, termasuk kemampuan pen&langan
polutan dari hutan kota di kota-kota di Amerika (Nowak, et al. 2006).
Menurut Davies, et al. (2007) yang dimaksud hutan kota adalah
terminology umum yang biasanya digunakan untuk menggambarkan pohon-
pohon yang berada di jalan dan area dengan pepohonan berkayu dalam taman-
taman kota dan sekarang diartikanjuga sebagai proses alami yang diakui terjadi di
alam daripada sekedar pohon-pohon yang ditanam. Hutan kota juga
menggambarkan lanskap lahan yang luas yang seiing ditemukan di pinggiran
perkotaan yang mencerminkan bentuk hutan yang tradisional yang terdiri dari
pohon-pohon dan lahan terbuka, dengan banyak penggunaan lahan dan
karakteristik lanskap.

Penataan Ruang
Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang ditetapkan
dalam PP No.26 Tahun 2005, Kota Depok termasuk dalam bagian kawasan
perkotaan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Jabodetabek. Selain itu dalam
RTRWN tersebut, Kawasan Jabodetabek-Punjur ditetapkan sebagai Kawasan
Strategis Nasional berkategori IM1, yang berarti merupakan kawasan yang
membutuhkan rehabilitasi/revitalisasi sebagai Kawasan Strategi Nasional dengan
sudut kepentingan ekonomi.
Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur
ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata
ruang. Sedangkan pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur
ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan
pelaksanaan program beserta pembiay-ya (UUPR No.26 tahun 2007).
Dalam rangka pemanfaatan ruang dikembangkan penatagunaan tanah yang
disebut juga pola pengelolaan tata guna tanah (Peraturan Pemerintah Nomor 16
pasal 4 ayat 1, 2004). Peraturan ini mendukung pemanfaatan tanah yang lebih
efisien bagi kepentingan ekonomi, sosial dan lingkungan masyarakat di suatu
wilayah. Penentuan lokasi pembangunan menjadi penting terkait juga dengan tipe
penggunaan lahan di suatu lokasi, termasuk pembangunan infrastruktur dan
menentukan daerah-daerah yang menjadi kawasan lindunglkonservasi.
Pada pasal 29 Undang-undang RI No.26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang dikatakan bahwa:
1. Ruang terbuka hijau (sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 huruf a) terdiri
dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat
2. Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh)
persen dari luas wilayah kota
Dalam UUPR no.26 tahun 2007 dikenal pembagian pola ruang menjadi
kawasan lindung yaitu wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya
buatan, dan kawasan budidaya yaitu wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber
daya manusia, dan sumber daya buatan.
Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang terdiii atas sebuah
kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan
kawasan perkotaan di sekitamya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang
dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan
jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000jiwa.
Menurut Peraturan Pemerintah No.69 tahun 1996 dinyatakan bahwa
strategi pelaksanaan ruang wilayah KabupatenIKotamadya Daerah Tingkat I1
dirumuskan dengan mempertimbangkan kemarnpuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta data dan informasi dari berbagai pihak untuk terciptanya upaya
pemanfaatan ruang secara berhasil guna dan berdaya gun% terpeliharanya
kelestarian kemampuan lingkungan hidup, dan tenvujudnya keseimbangan
kepentingan kesejahteraan dan keamanan. Strategi pelaksanaan pemanfaatan
ruang wilayah KabupatenIKotamadya Daerah Tingkat I1 berisi pengelolaan
kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan pedesaan dan kawasan perkotaan,
dan kawasan tertentu serta sistem pusat pemukiman, sistem prasarana wilayah,
dan penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan
sumber daya alam lainnya, sumber daya buatan, dengan memperhatikan
keterpaduan dengan sumber daya manusia.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 6 tahun 2007 bahwa
pada area jalur hijau yang berfungsi sebagai area preservasi dan tidak dapat
dibangun. Pengaturan ini untuk kawasan:
(a) Sepanjang sisi dalam Daerah Milik Jalan (Damija);
(b) Sepanjang bantaran sungai;
(c) Sepanjang sisi kiri kanan jalur kereta;
(d) Sepanjang area dibawah jaringan listrik tegangan tinggi;
(e) Jalur hijau yang diperuntukkan sebagai jalur taman kota atau hutan kota, yang
merupakan pembatas atau pemisah suatu wilayah.
Sistem ruang terbuka dan tata hijau merupakan komponen rancang
kawasan, yang tidak sekedar terbentuk sebagai elemen tambahan atau pun elemen
sisa setelah proses rancang arsitektural diselesaikan, melainkan juga diciptakan
sebagai bagian integral dari suatu lingkungan yang lebih luas.
Penataan sistem ruang terbuka diatur melalui pendekatan desain tata hijau
yang membentuk karakter lingkungan serta memiliki peran penting baik secara
ekologis, rekreatif dan estetis bagi lingkungan sekitarnya, memiliki karakter
terbuka sehingga mudah diakses sebesar-besarnya oleh publik.
Infrastruktur
Infrastruktur menurut wikipedia bahasa Melayu diartikan sebagai satu set
struktur yang bergabung antara satu sama lain lalu membentuk satu rangka yang
menyokong keseluruhan struktur tertentu, seperti: rel, jalan, pelabuhan, jaringan
telepon, sanitasi, gas, dan lain-lain. Sedangkan wikipedia free encyclopedia
mengartikan infrastruktur sebagai: (1) struktur dasar berbentuk fisik yang
terorganisasi yang diperlukan untuk melangsungkan kegiatan sosial;
(2) memberikan pelayanan dan fasilitas yang diperlukan oleh fungsi ekonomi;
(3) berkaitan dengan struktur teknik yang mendukung kehidupan masyarakat,
seperti: jalan, saluran air, jaringan listrik, telekomunikasi, sekolah dan rumah
sakit; (4) instalasi militer.

Graham Larcombe mengatakan "Secara tradisional, infrastruktur termasuk


instalasi dasar dan fasilitas yang mendukung sektor ekonomi, sedangkan yang
dimaksud bangunan infrastiuktur adalah re1 kereta api, jalan, jaringan listrik dan
gas, infrastruktur air, dan infrastruktur sosial seperti sekolah, m a h sakit dan
perpustakaan.

Infrastruktur Hijau

Eco-ciiy merupakan dasar pemikiran yang mengacu pada prinsip-prinsip


pengembangan kota yang seimbang dan berkelanjutan. Konsep tersebut
mempunyai misi untuk membangun kota-kota yang ekologis dan seimbang
dengan alam. Konsep ini menuntut rencana penataan ruang yang sesuai dan juga
perencanaan pembangunan infrastruktur yang mendukung keseimbangan dengan
alam dalam prinsip pembangunan berkelanjutan (Roseland, 1997).
Lingkungan hidup yang sehat dapat diciptakan melalui kesadaran
masyarakat akan kebutuhan terhadap lingkungan yang bersih, nyaman dan indah.
Di negara-negara maju telah dikenal konsep penataan infrastruktur yang
berbasiskan lingkungan yang sehat atau yang dikenal dengan konsep green
infrastruktur. Konsep tersebut saat ini di Indonesia diimplementasikan dengan
mengelola kawasan terbuka hijau. Sesungguhnya konsep green infiashuktur
mempunyai arti yang lebih luas dibandingkan dengan ruang terbuka hijau.
Menurut The Conservation Fund and USDA Forest Services (1999),
infrastruktur hijau adalah sistem alami yang mendukung kehidupan manusia yang
terdiri dari hubungan jejaring (network) dari saluran air, lahan basah, lahan yang
berisi pepohonan, habitat satwa liar, dan areal alami lainnya; jalur hijau, taman-
taman, dan areal konservasi lainnya; lahan pertanian, lahan penggembalaan, dan
hutan; serta sumber hidupan liar lainnya dan daerah terhuka yang mendukung
kehidupan alami spesies, tempat berlangsungnya proses ekologi alami,
keberlanjutan sumber daya alam udara dan air, dan memberikan kontrihusi kepada
kesehatan dan kualitas kehidupan komunitas dan masyarakat.
Sebenarnya ada beberapa istilah dan definisi mengenai green
infrasfructure, namun yang lebih penting adalah bahwa konsep tersebut meliputi:
(a) Penetapan pengelolaan kawasan terbuka yang hijau baik di kawasan perkotaan
maupun pedesaan; (b) Hubungan yang strategis antara kawasan terbuka yang
lijau; (c) Masyarakat mendapatkan keuntungan yang herlipat. Secara umum
pendekatan konsep infrastruktur hijau adalah hubungan mufti fungsi antara daerah
terbuka termasuk taman, kehun, areal tanaman hutan, koridor hijau, saluran air,
pohon-pohon di sepanjang jalan, dan daerah terbuka lainnya serta kondisi fisik
lingkungan di pedesaaan maupun di perkotaan (Jongman dan Pungetti, 2004).
Pendekatan tersebut juga memberikan kontribusi terhadap pengelolaan sumber
daya alam secara lestari di masa yang akan datang.

Gambar 3. Konsep Network pada Infiastruktur Hijau (Maryland DNR, 2000)


Prinsip dasar konsep peen infraspucture adalah menghubungkan area
alanli yang memiliki sistem ekologis dalam luasan yang cukup dan tidak terputus
(hubs) dengan menggunakan koridor alami yang membuat hubungan saling terkait
antara lanskap lahan alami (Weber, 2003). Hubungan tersebut dapat membantu
mengurangi hilangnya fungsi ruang terbuka karena fragmentasi. Diagram konsep
Hubs- Corridor tersebut dapat dilihat pada gambar 3.
Menurut Mark A. Benedict dan Edward T. McMahon (2000), infiastruktur
hijau mempakan hubungan interkoneksi dari mang terbuka yang melindungi
fungsi dan nilai-nilai ekosistem alam dan memberikan keuntungan bagi populasi
manusia. Jadi infrastruktur hijau mempakan kerangka dasar ekologi yang
dibutuhkan untuk keberlanjutan sistem lingkungan, sosial dan ekonomi, atau bisa
dikatakan sebagai sistem kehidupan alami yang berkelanjutan.
Infrastruktur hijau menghubungkan lanskap sumberdaya alam yang sangat
bervariasi sebagai cadangan ekosistem yang memiliki karakteristik alami yang
dibuat dalam sistem Hubs dan Links (Benedict dan McMahon, 2000).
John Olmsted dan Frederick Law Olmsted Jr. (1903) mengatakan bahwa
sistem yang terhubung dari taman-taman dan taman yang berbentuk jalur akan
memberikan kegunaan dan kelengkapan yang jauh lebih baik dibandingkan
sejumlah taman-taman yang terisolasi/terpisah-pisah.
Infrastruktur hijau dan infrastruktur fisik (greedgrey infrastructure)
sebenamya sulit untuk dipisahkan secara tegas. Keduanya memiliki unsur-unsur
yang diperlukan untuk mendukung kehidupan manusia dan saling inelengkapi.
Kisaran antara green/grey infrastrzrcture digambarkan oleh Davies, C. et al.
(2007) sebagai berikut:
I I

I I
Gambar 4. Konsep Kisaran greedgrey infrastructure (Davies, et al. 2007)
Menurut Weber, T. (2003), area yang terfragmentasi merupakan awal dari
hilangnya komponen-komponen lingkungan dan lahan yang penting. Seperti
dicontobkan pada gambar 5, dimana terdapat enam kelompok habitat populasi
yang saling terhubung oleh koridor alam (a), selanjutnya disisipi oleh hilangnya
satu bagian habitat dan mengakibatkan kelompok terpisah menjadi dua bagian
yang lebih kecil dan menjadi kelompok populasi yang terisolasi (b).

Gambar 5. Fragmentasi Lahan (dimodifikasi dari Darmstad. 1996)

Konsewasi Lahan
Perencanaan yang berkelanjutan diperoleh dengan melakukan pengelolaan
ekosistem dengan baik. Kebijakan yang sangat beralasan untuk menjaga
sumberdaya alam dan ekosistem saat ini sering dilakukan, baik melalui restorasi
maupun rehabilitasi habitat atau perlindungan spesies langka. Konsewasi lahan
meliputi perlindungan tanah dari erosi, meningkatkan kualitas air, atau secara
umum meningkatkan kualitas lingkungan kita (Rodiek, J. 2007).
Pada prinsipnya konsewasi lahan dan sumberdaya alam ingin membangun
siklus ekonomi, membangun siklus sosial, meningkatkan mutu lingkungan
ekologis kota, mengendalikan polusi udara dengan kemajuan teknologi, dan
mengatur cadangan air, tanah, dan sumberdaya lainnya. Konservasi lahan juga
ingin membangun sector sosial ekonomi di bawah batasan carrying capacity
sumber daya dan lingkungan ekologis (Dong, S. 2007).
BAHAN DAN METODE

Waktn dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama 4 (empat) bulan yaitu bulan Agustus s/d
Nopember 2008. Lokasi penelitian dilakukan di wilayah administrasi Kota Depok
meliputi 6 (enam) kecamatan yaitu Kecamatan Sawangan, Pancoran Mas, Beji,
Limo, Sukmajaya dan Cimanggis.

Atat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang dipergunakan antara lain adalah: sofmare


pengolahan data citra dan GIS (Arcview, Global Mapper, Envi, ErMapper,
ErDas), data foto udara tahun 2006, peta-peta tematik (Peta Penggunaan Lahan,
Peta Jaringan Jalan, Peta Hidrologi, Peta Jaringan SUTET: Peta Kawasan
Konsemasi Air, Peta Saluran Gas), GPS, kuisioner, buku Depok Dalam Angka
tahun 2001-2007, dan kamera digital.

Metode Penelitian

Identifikasi kondisi ruang terbuka dilakukan dengan analisis foto udara,


peta-peta tematik dan data-data statistik. Hasil analisis ini berupa: sebaran,
proporsi, dan penggunaan nlang terbuka hijau.
Analisis trend perkembangan penduduk dan ruang terbangun dilakukan
dengan analisis saturation model menggunakan model lung logistik dan analisis
citra multitemporal. Selain itu juga dilakukan perhitungan terhadap
keseimbangan pembiayaan pembangunan infrastruktur. Analisis tersebut untuk
memperoleh gambaran kebutuhan infrastruktur hijau minimal yang harus ada pada
masa yang akan datang.
Kedua analisis tersebut di atas, selanjutnya dipadukan untuk
mengantisipasi kebutuhan infiastruktur hijau di masa yang akan datang dengan
memanfaatkan potensi ruang terbuka yang ada pada saat ini. Penyusunan rencana
infrastruktur hijau dilakukan dengan analisis: foto udara, LQ, Skalogram, kawasan
konsemasi air, standar dan kriteria English Nature Greenspaces.
Kemudian dilakukan pengumpulan pendapat para stakeholder untuk
mencari altematif prioritas program yang dikehendaki sebagai strategi penerapan
infiastruktur hijau yang terbaik. Hal ini dilakukan dengan menggunakan teknik
analisis hierarki proses. Secara lebih jelas kaitan proses penelitian ini
digambarkan pada diagram alir berikut (gambar 6).

Analisis Citra Multiternporal

Gambar 6. Diagram Alir Metode Penelitian

Analisis Trend

Pertama yang dilakukan adalah analisis trend jumlah penduduk. Analisis


trend dilakukan dengan menggunakan data-data statistik Kota Depok beberapa
tahun terakhir dengan menggunakan model saturation, yaitu model dugaan untuk
jangka panjang atau biasa diienal dengan model Lung Logistik (Warpani, 1980).
Model ini merupakan modifkasi dari model eksponensial dan dianggap paling
sesuai untuk menggambarkan trend perkembangan penduduk di negara
berkembang. Nilai k dari model tersebut juga menggambarkan daya dukung
wilayah (carrying capacity). Rumus yang digunakan menurut Wibisono (2007)
adalah:

dimana: t = X3-X2 = X2-X1


p = l/t (Log (Yl(Y3-Y2)/Y3(Y2-Y1))
a = Log ( ( ~ 1 - Y ~ ) / ( I oY2-Yl))
k = Y1(l+lOa)
Xl,X2,X3 =tahunken
Y1, Y2, Y3 = jumlah penduduk tahun 2001,2004,2007
t = selisih tahun pengambilan data
q = selisih antara tahun ke n dengan tahun awal
Pt+q = prediksi jumlah penduduk tahun ke n (jiwa)

Data tahun 2001-2007, X1=2001, X2=2004, X3=2007

Kedua, dilakukan analisis trend ruang terbangun. Analisis tersebut


menggunakan hasil interpretasi citra satelit untuk beberapa tahun (multitenzpora()
berdasarkan basil penelitian Radnawati (2005), dengan maksud untuk menghitung
jurnlah luasan lahan terbuka yang terkonversi menjadi ruang terbangun sebagai
konsekuensi dilakukan pembangunan.
Penghtungan dilakukan dengan menggunakan model perhunbuhan
logistik (saturation model) dengan rumus :

dimana: t = X3-X2 = X2-X1


p = l/t (Log (Yl(Y3-Y2)/Y3(Y2-Y1))
a = Log ((Yl-y2)/(10PtY2-Yl))
k=Yl(l+lOa)

Y 1, Y2, Y3 =jumlah penduduk tahun ke n


t = selisih tahun pengambilan data
q = selisih antara tahun ke n dengan tahun awal
Pt+q = prediisi jurnlah penduduk tahun ke n (jiwa)

Data tahun 1972,1990,1997,2001, dan 2006


Karena tahun pengambilan data tidak memiliki selisih tahun yang sama, maka
dilakukan ekstrapolasi, dengan menghitung pendekatan dari besamya rata-rata
konversi lahan terbangun per tahun pada periode yang bersangkutan. Sehingga
dapat diperoleh tahun selisih pengambilan data yang sama sebagai XI, X2, dan
X3 dan juga diperoleh nilai Y1, Y2, dan Y3.
Asumsi yang digunakan bahwa luas kawasan terbangun maksimal adalah
sebesar 70% dari luas total wilayah (sesuai dalam peraturan UUPR No.26 tahun
2007). Luas tersebut bisa dikatakan sebagai carrying capacity wilayah, sehingga
diharapkan pembangunan fisik tidak melebihi batas luasan itu. Selanjutnya
diitung nilai a dengan menggunakan rumus diatas dengan nilai k (carrying
capacity) diketahui yaitu luas total wilayah dikali 70%. Demikian juga dengan
nilai p dihitung dengan menurunkan dari rumus setelah diketahui nilai a.
Sehingga dapat diperoleh persamaan model pertumbuhan logistik sesuai rumus di
atas dan diplotkan dalam grafik.
Ketiga, dilakukan perhitungan keseimbangan pembiayaan pembangunan
infiastruktur. Infkastruktur dipisahkan menjadi inkastruktur yang bersifat fisik
(grey infrastructure) dan infrastruktur lingkungan (green infrastructure). Analisis
tersebut akan memberikan perbandiigan pembiayaan yang dikeluarkan
pemerintah daerah Kota Depok untuk kedua infrastruktur tersebut berdasarkan
APBD Kota Depok.

Identifiasi Kondisi Eksisting

Identifikasi dilakukan dengan menggunakan foto u d q peta-peta tematik,


dan data statistik. Obyek-obyek yang terdapat pada peta-peta tematik dan data
statistik diidentifikasi dan dideliniasi pada foto udara dengan menggunakan
sofmare-software pengolahan data Sistem Informasi Geografis (SIG), seperti:
ArcView, Global Mapper, ErDas Imagine. Hasil identifikasi berupa peta sebaran,
distribusi, proporsi, luas dan penggunaan ruang terbuka.
Penyusunan Rencana Infrastrnktur Hijau

Analisis Location Quotient (LQ) dimaksudkan untuk mengetahui pusat-


pusat pelayanan lingkungan, dalam hal ini mengidentifikasi infrastruktur hijau
yang ada di Kota Depok berdasarkan data statistik. Selanjutnya ditentukan
hierarki pelayanan lingkungan dengan melihat ada dan tidaknya infiashvktur
lingkungan di wilayah tertentu dengan menggunakan data statistik pada buku
Depok Dalam Angka.
Menurut Warpani (1980), perhitungannya dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
LQ = m==
S/N NiM
dimana: Si = jumlah fasilitas lingkungan di daerah i

S =jumlah seluruh fasilitas di daerah i


Ni =jumlah fasilitas lingkungan di seluruh Kota Depok
N =jumlah seluruh fasilitas di wilayah Kota Depok
Hal ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan suatu daerah dalam
sektor tertentu. Kesimpulan yang diperoleh baru merupakan kesimpulan
sementara yang masih harus dikaji dan ditilik kembali menggunakan teknik
analisis yang lain.
Analisis skalogram digunakan untuk mengetahui hierarki wilayah dan
menentukan daerah yang menjadi daerah layanan dari infrastruktur yang ada serta
dapat diietahui jumlah dan jenis infrastmktw yang ada,
Skalogram yang digunakan adalah yang sederhana tanpa pembobotan.
Hierarki wilayah ditentukan oleh jumlah dan jenis fasilitas lingkungan yang ada di
wilayah tertentu. Analisis ini dimaksudkan untuk membantu identifkasi
karakteristik wilayah, sehingga diketahui wilayah mana yang memiliki potensi
berkembangnya suatu jenis fasilitas lingkungan atau wilayah mana yang menjadi
pusat fasilitas lingkungan.
Kawasan konservasi air diperoleh dari hasil penelitian Radnawati (2005)
dengan mempertimbangkan faktor-faktor: curah hujan, penggunaan lahan, lereng,
jenis tanah, dan geologi. Hasil analisis ini diperoleh kawasan konservasi air
dengan kriteria sangat rendah, rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. Wilayah
terpilih untuk pengembangan infrastruktur hijau adalah wilayah dengan kriteria
sangat tinggi yang mempakan mang terbuka dengan luasan yang signifikan dan
kompak.
Hasil tersebut selanjutnya ditelaah kembali dengan menggunakan foto
udara untuk memperoleh wilayah-wilayah yang layak untuk dijadikan kawasan
konsewasi air dan terintegrasi dengan sistem infrastruktur hijau yang akan dibuat.
Selanjutnya, dilakukan analisis melalui foto udara untuk menentukan
obyek-obyek yang berpotensi sebagai Hubs dan Links. Selain menggunakan foto
udara tahun 2006, analisis ini juga didukung oleh peta-peta tematik lainnya
seperti: Peta Rupa Bumi Indonesia, Peta Wisata Kota Depok, Peta Penggunaan
Lahan, Peta RTRW Kota, Peta Jaringan Jalan, dan Peta Jaringan SUTET.
Analisis tersebut menggunakan software-software pengolahan data
penginderaan jauh dan SIG, seperti: Arcview, ErMapper, Global Mapper, ENVI,
dan lain-lain. Untuk mengidentifikasi penutupan lahan, sebaran, luasan dan
sebagainya yang berkaitan dengan perhitungan dan pembuatan peta-peta.
Penentuan elemen-elemen infrastruktur hijau berdasarkan standar luasan
dan letak menurut English Nature Greenspaces (Davies et al. 2006) adalah:
- Paling sedikit terdapat mang terbuka seluas 2 Ha untuk jarak 300 meter dari
lokasi pemukiman;
- Paling sedikit terdapat mang terbuka hijau seluas 2 Ha per 1000 jiwa

- Paling sedikit terdapat satu buah ruang terbuka seluas 20 Ha dengan jarak 2
Km dari pemukiman;
- Paling sedikit terdapat satu buah ruang terbuka seluas 100 Ha dengan jarak 5
Km dari pemukiman;
- Paling sedikit terdapat satu buah ruang terbuka seluas 500 Ha dengan jaraklO
Km dari pemukiman;
- Ruang terbuka yang berdekatan saliig terhubung, sedangkan prioiitas dan
pengembangan ditentukan oleh perencanaan dan stakeholder di tingkat lokal.
Kriteria yang digunakan dalam penentuan elemen-elemen infrastruktur hijau
adalah:
- Konteks: kebutuhan, keinginan, aspirasi dan masalah dari kelompok atau
individu sebagai pertimbangan untuk melakukan konservasi,
merubah atau membangun
- Kualitas: berdasarkan standar kecukupan dan kenyamanan pelayanan
lingkungan yang diberikan
- Interaksi: mempunyai multi fungsi sebagai network yang bersinergis antara
supply dan demand
Selain itu syarat suatu area ditetapkan sebagai hub adalah area yang terikat
dalam network infrastruktur hijau dan memberikan tempat atau persinggahan
untuk kehidupan liar dan tempat berlangsungnya proses-proses ekologi. Hubs
dapat dalam bentuk apa saja dengan berbagai ukuran, dengan klasi&asi sebagai
berikut (Williamson, K. 2003):
a. Cadangan alami (Reserves), yaitu areal konservasi yang luas seperti Taman
Nasional, taman yang dikelola oleh pemerintah, dan daerah perlindungan
satwa liar;
b. Lanscape alami yang ditata (Manage native lanscapes), yaitu lahan milik yang
diianfaatkan oleh orang banyak, seperti hutan negara atau hutan kota,
dikelola untuk ekstraksi sumberdaya alam dan nilai rekreasi;
c. Lahan untuk kegiatan usaha (Working Lands), seperti: pertanian pada tanah
milik, hutan, ladang penggembalaan yang diielola untuk produksi komoditi
yang didominasi oleh kawasan yang tidak dibangun;
d. Taman-taman kota dan kawasan lindung (Parks and open space area), dalam
jumlah yang lebih kecil menyebar sebagai ekologi wilayah yang penting,
termasuk tarnan rekreasi, lapangan golf;
e. Lahan terbuka yang dalam kondisi rusak, tanah terbuka, lahan bekas
pertambangan, dan semak (Recycled Lands) yang dapat diperbaiki untuk
menyediakan pelayanan lingkungan yang lebih baik.
Penentuan suatu area sebagai Hubs sangat tergantung oleh tujuan yang
ingin diperoleh masyarakat kota. Karena itu ukuran dan kriteria Hubs sangat
ditentukan oleh fungsi minimum yang diberikan area tersebut, hasil dari studi
secara ilmiah yang spesifik. Misalnya berapa luas area dan kondisi biogeofisik
yang diperlukan untuk mendapatkan kualitas air yang baik, kualitas udara yang
baik, atau habitat yang sesuai untuk burung, d m lain-lain. Pada penelitian ini
analisis kecukupan elemen infrastruktur hijau (hubs) menggunakan standar luas
area yang diacu dari English Nature Greenspaces melalui teknik analisis
buffering.
Secara umum syarat bagi masing-masing hubs menwut tujuannya adalah:
- Hubs konservasi keanekaragaman hayati: memiliki kekayaan jenis tumbuhan
atau satwa liar yang spesifk dan langka
- Hubs konservasi air: berdasarkan analisis biogeofisik wilayah tersebut sangat
penting untuk menjaga kestabilan proses hidrologi dan tata air
- Hubs cadangan air: memiliki kantung-kantung penyimpanan air bempa danau,
waduk, situ, rawa atau lainnya dan wilayah yang melindunginya.
- Hubs taman kota: memiliki karakteristik alami yang ditata secara baik dengan
perpaduan unsur-unsur alami dan buatan yang dapat melayani penduduk kota
- Hubs olah raga dam terbuka: wilayah yang didominasi unsur alami dan
berfungsi sebagai sarana olah raga di alam terbuka
- Hubs pengembangan pertanian: wilayah yang berkaitan dengan kegiatan
pertanian secara luas yang didominasi oleh lahan terbuka
- Hubs restorasi lahan: merupakan lahan-lahan terbuka yang rusak atau
terdegradasi yang dapat dikembangkan untuk memberikan layanan lingkungan
bagi masyarakat kota
- Hubs kawasan budaya dan rekreasi: kawasan untuk kegiatan budaya yang
didominasi unsw-unsw alam dan berfungsi juga sebagai tempat rekreasi alam
terbuka
Sedangkan syarat sebagai Links, me~pt3kan koridor alam yang
menghubungkan sistem ekologi secara terintegrasi dan dapat membuat network
infrastruktur hijau berfungsi, yang dibatasi oleh ukuran, fungsi dan kepemilikan,
dengan klasifkasi sebagai berikut (Williamson, K. 2003):
a. Koridor konsemasi (Conservation Corridor), dengan jumlah yang lebih kecil
dan menyebar secara linear pada kawasan lindungkonsemasi seperti: sungai,
koridor irigasi yang memberikan keuntungan biologis untuk hidupan liar dan
rekreasi
b. Jalur hijau (Green Belts), koridor yang dilindungi dari lahan yang dikelola
untuk konsemasi sumber daya dam atau penggunaan untuk rekreasi, lahan
alami atau lahan untuk suatu kegiatan yang dilindungi yang memberikan
layanan sebagai framework untuk pembangunan dan sekaligus juga
perlindungan ekosistem alam atau lahan pertanian, atau batas desa dan kota;
c. Hubungan-hubungan lanskap areal alami yang dilindungi dan
menghubungkan taman-taman yang ada, kawasan lindung atau areal alami
lainnya, dan menyediakan lahan yang cukup bagi tumbuhan dan hewan secara
alami untuk tumbuh dan berkembang sebagai koridor yang menghubungkan
ekosistem dan lanskap.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah secara prinsip rencana
infrastruktur yang dibuat harus mempertimbangkan bagaimana untuk
meningkatkan kualitas lingkungan, kualitas hidup dan kualitas lokasi dengan
memusatkan perhatian pada ruang terbuka hijau, links dan nefwork ruang terbuka
tersebut. Selain itu juga pertimbangan bagaimana mengantisipasi tekanan
pembangunan dan implikasi skenario pembangunan pada ruang terbuka eksisting,
akses ruang terbuka dan infrastruktur hijau yang lebih luas.

Prioritas Program untuk Penerapan Rencaua Infrastruktur Hijau


Prioritas program yang akan dilakukan memerlukan pemikiran yang
terfokus dari beberapa pilihan kegiatan yang ada dengan menggunakan teknik
analisis hierarki proses (AHP). Sehingga dari piliban yang banyak dapat
ditentukan program atau kegiatan prioritas yang harus dilakukan agar rencana
infrastruktur dapat diterapkan.
Responden yang dipilh terdiri atas beberapa latar belakang pekerjaan dan
pendidikan serta yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan di wilayah
tersebut. Dipilih 10 orang responden dari kalangan: pejabat pemerintah 2 (dua)
orang, tokoh masyarakat 2 (dua) orang, akademisilpakar 2 (dua) orang, pengelola
kawasan terbuka 2 (dua) orang, dan pengembang 2 (dua) orang.
Pada penelitian ini dilakukan analisis dengan teknik AHP dengan
membuat pohon altematif dan menentukan tiga kriteria dan tiga altematif program
yang diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan pejabat terkait yang
mengelola masdah lingkungan hidup di Kota Depok, seperti pada gambar berikut:

I Penerapan Rencana Infrastntktur Hijau I


Meningkatkan
Menyediakan MenegaMtan Kesadaran
Anggaran Peraturan Masyarakat
Anggaran

elakukan Melakukan Menetapkan


Penertiban Kawasan Lindung

Gambar 7. Struktur Analisis Hierarki Proses

Prinsip dari analisis ini adalah membandingkan dua pilihan alternatif


secara berpasangan. Hasil pemilihan alternatif tersebut kemudian dihitung rata-
rata nilai perbandingannya untuk masing-masing alternatif. Nilai yang paling
besar adalah prioritas alternatif yang dipilih, dan dihitung juga konsistensi
jawaban responden. Skala perbandingan disajikan pada tabel 1.
Tabel 1 Skala Perbandingan Secara Berpasangan
Intensitas Defdsi Penjelasan

1 Kedua elemen sama Dua elemen memberikan kontribusi


pentingnya yang sama kepada tujuan
3 Elemen yang satu sediit lebih Pengalaman dan penilaian sedikit
penting dari elemen yang lain mendukung satu elemen yang lainnya
5 Elemen yang satu lebih Pengalaman dan penilaian sangat kuat
penting dari elemen yang lain mendukung satu elemen disbanding
elemen lain
7 Satu elemen mutlak lebii Satu elemen dengan kuat didukung d m
penting dari elemen lainnya dominan terlihat dalam praktek

9 Satu elemen sangat mutlak Bukti yang mendukung elemen yang


lebih penting daripada elemen satu terhadap yang lain memiliki
lainnya tingkat penegasan tertinggi yang
mungkin menguatkan
I I
2,4, 6, 8 Nilai-nilai diantara dua Nilai ini diberikan bila dua kompromi
penilaian pertimbangan yang diantara dua pilihan
berdekatan
I
Kebalikan Jika untuk aktivitas I mendapat satu angka bila dibandingkan dengan
aktivitasj, maka j mempunyai nilai kebaliian bila dibandiigkan dengan i
I I I
Sumber: Saaty, 1993
HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Wilayah

Kota Depok secara geografis terletak pada koordinat 6°19'00" - 6'28'00"


Lintang Selatan dan 106°43'00" - 106°55'30" Bujur Timur. Secara umum Kota
Depok merupakan dataran rendah sampai sedikit bergelombang dengan
kemiringan sekitar 2% hingga 15%, dan hanya di daerah sepanjang tepi sungai
yang memiliki kemiringan hingga 45%. Ketinggian dari permukaan laut sekitar
50 sampai 140 meter diatas permukaan laut.
Batas wilayah Kota Depok meliputi:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ciputat (Tangerang) dan Jakarta
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cibinong dan Bojonggede
Kabupaten Bogor
c. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Parung, Gunung Sindur
Kabupaten Bogor
d. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pondok Gede, Bekasi dan
Kecamatan Gunung Puhi Kabupaten Bogor.
Kota Depok awalnya merupakan daerah perkebunan karet dan tebu yang
dikembangkan oleh warga Belanda yang bemama Comelis Chastelein. Mungkin
karena itu pula sering diberikan julukan Belanda Depok kepada masyarakat
Depok asli yang dulunya sebagai pekerja di perkebunan tersebut. Selanjutnya
Depok berkembang menjadi Kota Administratif sejak tahun 1981 yang meliputi 3
(tiga) kecamatan yaitu: Pancoran Mas, Beji dan Sukmajaya. Luas Kotif Depok
adalah 6.794 hektar yang terdiii dari 23 Kelurahan.
Kota Madya Daerah Tingkat I1 Depok ditetapkan pada tanggal 20 April
1999 dan diresmikan pada tanggal 27 April 1999. Wilayah Kota Depok diperluas
menjadi 6 (enam) kecamatan, yaitu: Kecamatan Pancoran Mas, Beji, Sukmajaya,
Sawangan, Cimanggis dan Limo. Kota Depok terbagi dalam 63 kelurahan, 772
RW, 3.850 RT serta 218.095 rumah tangga dengan luas wilayah 207,06 Km2.
Jumlah Penduduk di Kota Depok pada Tahun 2001 berdasarkan data dari
BPS adalah 1.204.687 jiwa, sehingga dengan luas wilayah yang ada yaitu 207,06
km2 maka kepadatan penduduk rata-rata adalah 5.818 jiwa/km2 dengan laju
pertambahan penduduk rata-rata sebesar 3,7% per tahun. Sedangkan pada tahun
28
2007 penduduk Kota Depok diperkirakan telah mencapai sekitar 1,4 juta jiwa,
sehingga berdasarkan UU No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka Kota
Depok dikategorikan sebagai Kota Metropolitan.

Analisis Treizd
Analisis kependudukan merupakan salah satu cara untuk mengetahui ciri
perkembangan suatu kotaldaerah. Perencanaan yang dibuat untuk penduduk,
tidak dapat dilepaskan dari perkiraan perkembangan penduduk di masa yang akan
datang. Perkiraan perkembangan jumlah penduduk di suatu daerah pada masa
yang akan datang menentukan arah perencanaan yang dibuat saat ini.
Jumlah penduduk dan kepadatan per kecamatan sejak tahun 2001-2007,
tahun 2020 dan 2050 disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah Penduduk Kota Depok Tahun 2001,2007,2020 dan 2050
Kecamatan 2001 2007 2020 2050
Jumlah Kepadatan Jumlah Kepadatan Jumlah Kepadatan Jumlah Kepadatan
(Jiwa) (JiwalKm) (Jiwa) (JiwalKm) (Jiwa) (JiwalKm) (Jiwa) (JiwalKm)
Sawangan 136,864 2,918 159,543 3,541 166,076 3,642 170,877 3,643
Pancoran Mas 219,312 7.202 247,622 8,839 269,144 8,868 270,028 8,868
Sukmajaya 278,080 8,778 307,753 10,810 342,447 11,937 403,001 12,721
Cimanggis 331,778 6,559 379,487 7,968 403,037 8,551 434,153 8,583
Beji 115,575 7,086 136,899 8,577 139,888 9,853 165,108 10,123
Limo 123,078 3,952 143,218 4,798 149,410 4,945 154,036 4,947
1,204,687 6,083 1,470,002 7,422 1,580,284 7,632 1,586,493 8,148
Sumber: Depok Dalam Angka Tahun 2001-2007 dan Hasit Prediksi Tahun 2020 dan 2050
Berdasarkan data jumlah penduduk dan kepadatan penduduk Kota Depok
dari tahun 2001 hingga 2007 (lampiran I), selanjutnya dilakukan analisis dengan
menggunakan model pertumbuhan logistik. Model pertumbuhan logistik
(Logistic Growth Models) menggunakan kaidah logistik (logistic law) bahwa
persediaan logistik ada batasnya, model ini mengasumsikan bahwa pada masa
tertentu jumlah populasi akan mendekati titik keseimbangan (equilibrium). Pada
titik ini jumlah kelahiran dan kematian dianggap sama, sehingga grafiknya akan
mendekati konstan (zero growth). Dengan memasukkan jumlah penduduk Kota
Depok tahun 2001-2007 ke dalam model persamaan seperti dijelaskan dalam
metodologi, maka diperoleh nilai-nilai sebagai berikut:
t=X3-X2=X2-X1 = 4 - 1 = 3
Nilai 0 = llt Log ((Yl(Y3-Y2))/Y3(Y2-Y1))
= 113 Log ((1,204,687(1,470,002-1,369,461)/
(1,470,002(1,369,461-1,204,687)
= - 0.1003

Nilai a = Log ((Y1 - ~ 2 ) / 1 0 ~ ' ~ 2 - ~ 1 )


= Log ((1,204,687-1,369,461)/10('~~'~~~)~(1,369,461)-
1,204,687)
=- 0.4990
Nil& k = Y1(l+lOa)
= 1,204,687(1+10 '0-4"0)

= 1,589,499
Dengan memasukkan ke dalam persamaan seperti dijelaskan dalam
metodologi, maka diperoleb model pertumbuhan logistik sebagai berikut:

dimana: Pt+q = Jumlah penduduk pada tahun ke n


X = tahun ke n
Nilai k sebesar 1,589,499 menunjukkan kapasitas atau daya dukung ideal
wilayah Kota Depok untuk menampung jumlah penduduk maksimal yaitu sekitar
1,589,499 jiwa atau 7,676.51 jiwa/Km2. Hal ini dengan asumsi tidak dilakukan
perubahan teknologi atau perubahan luas wilayah sehingga pertumbuhan
penduduk akan berkembang seperti kondisi saat ini dan beberapa tahun lalu.
Selanjutnya nilai Pt+q sebagai variabel tetap diplotkan dengan nilai X
sebagai variabel bebas sesuai rumus yang diperoleh di atas. Prediksi dilakukan
untuk 20 tahun ke depan dan juga ke belakang sejak tahun 1990 untuk mengetahui
gambaran perkembangan penduduk kota. Grafik pada gambar 8 menunjukkan
perkembangan jumlah penduduk Kota Depok dari tahun 1990 hiigga tahun 2020.
30
Juml& I'cndudu). (ji-a)

-
k
Ea
liooooo a~
m
aa
1 Z00000

?.000000

S00000
/- " Data Real
Hasil Prediksi
600000
//
,00000 _%
200000

0
1990 1995 2000 21305 2010 2015 2020
-1 durn

Gambar 8. Perkembangan Jumlah Penduduk Kota Depok


Berdasarkan hasil peramalan dengan menggunakan model diatas,
diperoleh gambaran perkembangan penduduk kota Depok yang naik relatif tajam
mulai tahun 1990 dan sedikit melandai sejak tahun 2005. Hal ini sejalan dengan
perkembangan kota yang berubah dari kota kecamatan menjadi kota administratif
pada tahun 1981 dan selanjutnya menjadi kotamadya sejak tahun 1999.
Kemudian jumlah penduduk akan naik perlahan hingga mendekati batas
pertumbuhan (k) yaitu sebesar 1,589,499 jiwa atau sebagai carrying capacity
wilayah Kota Depok, tetapi tidak akan melewati ambang batas tersebut. Sehingga
kepadatan maksimum ideal yang dapat ditampung oleh Kota Depok tanpa ada
penambahan luas wilayah adalah sebesar 1,589,449 jiwal207.06 ~ t n=
'

7,662 jiwalKm2.
Berdasarkan hasil tersebut diperkirakan akan terjadi kepadatan penduduk
maksimal pada tahun 2020 atau 11 tahun lagi dari sekarang, sesuai ambang batas
daya tampung ideal wilayah. Apabila ambang batas tersebut dilampaui maka
akan terjadi penurunan kualitas hidup dan lingkungan sehingga kota menjadi tidak
sustainable.
Namun kondisi yang sebenarnya belum tentu seperti yang diiarapkan,
ambang batas munglun &an terlewati lebih cepat dari prediksi. Pertambahan
penduduk dapat saja akan terns naik tanpa terkendali jika tidak dilakukan
penanganan yang sesuai. Apalagi letak Kota Depok yang sangat strategis sebagai
31
lokasi pemukiman bagi commuter yang bekeja di Jakarta, sehingga derasnya arus
urbanisasi akan sulit dicegah. Untuk itu diperlukan langkah-langkah antisipasi
dalam mengelola sumberdaya dan menahan laju pertumbuhan penduduk kota.
Pertambahan jumlah penduduk &an mengakibatkan pemenuhan fasilitas-faslitas
bagi masyarakat kota juga meningkat, termasuk kebutuhan akan lahan, dan
menimbulkan konversi lahan-lahan terbuka menjadi lahan terbangun semakin
cepat.
Luas kawasan ruang terbangun di Kota Depok akan terus bertambah.
Seiring dengan perkembangan kota, kebutuhan akan lahan untuk memenuhi
tuntutan pembangunan semakin meningkat. Periode tahun 1972 hingga 1990,
rata-rata pertambahan luas kawasan terbangun masih realtif kecil, yaitu
sebesar 49.84 Hdtahun. Hal ini karena tekanan pembangunan dan pengembangan
wilayah masih relatif rendah, dimana Depok masih merupakan kecamatan dan
awal perubahan menjadi Kota Administratif sejak tahun 1981. Pada saat akhir
Depok menjadi kota administratif yaitu pada periode tahun 1990 hingga 1997,
rata-rata pertambahan luas kawasan terbangun meningkat menjadi
415.34 Haltahun. Pada masa transisi Depok menjadi kotamadya yaitu periode
tahun 1997 hingga 2001 pertambahan kawasan terbangun sedikit menurun yaitu
335.28 Hdtahun, namun selanjutnya meningkat lagi.
Tabel 3. Hasil Analisis Citra Landsat Multitemporal
Tahun Luas Kawasan Rata-rata Pertambahan Luas Kawasan
Terbangun (Ha) Terbangun (HdTahun)
1972 1,381.94
1990 2,328.89 49.84
1997 4,820.90 415.34
200 1 6,162.00 335.28
2006 11,103.62 988.32
Sumber: Radnawati, 2005 dan Hasil Analisis Foto Udara Tahun 2006
Hasil analisis foto udara tahun 2006, luas kawasan terbangun di Kota
Depok telah menjadi sebesar 11,103.62 Ha, cukup besar jika dibandingkan dengan
tahun 2001 yaitu selisih sekitar 4.941 Ha. Jika dihitung pertambahan per tahun
sejak tahun 2001, maka diperkirakan luas kawasan terbangun bertambah seluas
988.32 hektar per tahun pada periode ini. Hal ini terjadi mungkin diakibatkan
oleh perkembangan Depok yang telah menjadi kotamadya sejak tahun 2000,
32
sehingga pembangunan dan pengembangan wilayah dilakukan secara besar-
besaran. Selain itu tekanan dari kebutuhan lahan untuk pemukiman dari
penduduk Jakarta juga sangat tinggi pada periode ini, dan pengembangan kawasan
Jabodetabek.
Model pertumbuhan logistik diperoleh dengan menggunakan asurnsi
bahwa luas lahan terbangun maksimal yang ideal sesuai carrying capaciiy
wilayah adalah sebesar 70% (sesuai UUPR No.26 Tahun 2007) dari total seluruh
luas lahan (20.009 Ha), atau sekitar 14.000 Ha (nilai k). Karena model
pertumbuhan logistik menggunakan data yang diambil pada periode waktu yang
sama, maka dilakukan ekstrapolasi data hasil interpretasi citra dari beberapa tahun
yaitu tahun 1972, 1991, 1997,2001, dan 2006. Dengan menghitung herdasarkan
pertambahan rata-rata kawasan terbangun per tahun dari masing-masing periode,
diperoleh perkiraan luas kawasan terbangun untuk tahun 1972, 1980, 1988, 1996,
dan 2004 dengan periode yang sama yaitu 8 tallun. Selanjutnya ditetapkan
X1=1972, X2=1988, X3=2004 dan nilai Y1, Y2, Y3 adalah besarnya luas
kawasan terbangun pada tahun XI, X2, dan X3.
Perhitungan dengan menggunakan model logistik diperoleh hasil sebagai
berikut:
t = X3-X2= X2-X1= 16
k = Y1 (1+1Oa)
a=Log((kIYl)-1)
=Log ((14.00011381)-1)
= 0.960503

a = Log ((Yl-Y2)llO Pt Y2-Y1)


p = Log (Yl-Y2)l a
(Log Y2lt)- Log Y 1
p = Log (1381.94-2179.38)/0.960503
(Log 2179.38116) -Log 1381.94
= - 0.03377

Maka diperoleh model :


Pt+q = 14.000
( (0.960503+(-0.003377 X)
)
0 Tahun i
p7<, 1 ; 15
' x5 lZt'(, Zl@ >a:* 2'tj;r :Nt' 205*
i

Gambar 9. Trend Luas Kawasan Terbangun

Berdasarkan model yang diperoleh dapat diprediksi kecenderungan


pertambahan luasan kawasan terbangun. Dari data luas kawasan terbangun pada
2006 terjadi lonjakan yang cukup signifikan melebihi garis pada model, sehingga
dapat disimpulkan bahwa konversi lahan terbuka menjadi kawasan terbangun
melampaui yang seharusnya. Apabila hal ini tidak diantisipasi maka batas
carrying capacity wilayah akan terlampaui dalam waktu yang lebih cepat daripada
yang diduga dalam model, seperti diperlihatkan pada gambar 9.
Pada grafik terlihat bahwa luasan kawasan terbangun akan mendekati luas
Kota Depok yaitu sekitar 14.000 Ha pada tahun 2050. Hal ini menunjukkan pada
tahun 2050 Kota Depok akan mendekati titik batas carrying capacity wilayah,
baik dari segi luas kawasan terbangun maupun dari jumlah penduduknya
sebagaimana dijelaskan pada analisis sebelumnya. Sehingga apabila pola
pengembangan kota terjadi seperti yang sekarang ini dan tidak dilakukan usaha-
usaha untuk mengantisipasinya, maka tidak akan ada lagi mang terbuka di Kota
Depok. Kota juga tidak akan sustainable karena pengembangan kota tidak dapat
melebihi daya dukung atau carrying capacity wilayah. Salah satu usaha yang
harus dilakukan adalah memberikan perhatian terbadap pengelolaan tata
lingkungan yang dapat tercermin dari alokasi anggaran pemerintah daerah untuk
kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan.
34
Berdasarkan data APBD kota Depok tahun 2006 diperoleh gambaran
alokasi pembiayaan proyek-proyek di pemerintahan Kota Depok (lampiran 3),
dari total anggaran sebesar Rp 674.902.436.665, sebanyak Rp 210.539.954.035
atau sekitar 31% dialokasikan untuk pembiayaan infiastruktur. Pembiayaan
infrastruktur yang bersifat fisikhangunan (grey infrastructure) dialokasikan
sebesar Rp 160.738.350.045 atau sekitar 24% dari total anggaran atau sebesar
76% dari alokasi untuk infrastruktur, sedangkan untuk infrastruktur lingkungan
(green infrastructure) sebesar Rp 49.801.603.990 atau sekitar 7% dari total
anggaran atau sebesar 24% dari alokasi anggaran untuk infrastruktnr, seperti pada
gambar 10. Berdasarkan hasil interview diietahui bahwa anggaran untuk
infrastruktur hijau tidak ada yang dialokasikan sebagai insentif bagi pengelola
kawasan infrastruktur hijau.

Gambar 10. Komposisi Anggaran Kota Depok Tahun 2006


Angka diatas menunjukkan masih belum seimbangnya perhatian terhadap
infrastruktur fisik dan infrastruktur lingkungan. Pada umumnya pemerintah masih
menganggap lingkunganlalam tidak perlu ditata, tetapi dibiarkan saja apa adanya.
Bahkan yang sering terjadi adalah faktor lingkungan selalu dikorbankan untuk
kepentingan-kepentingan ekonomi.
Pada akhirnya masyarakat dan pemerintah akan menanggung biaya yang
sangat besar akibat persoalan-persoalan liigkungan yang timbul karena
pengelolaan sumberdaya alam yang buruk, seperti : banjir, sampah, masalah air
bersih, longsor, nilai-nilai estetika yang hilang, kehilangan keanekaragaman
hayati, pemanasan global, dan bahaya dam lainnya. Keuntungan dan manfaat
35
ekonomi yang diperoleh dari suatu tindakan kadang tidak sebanding dengan biaya
yang ditimbulkan untuk memperbaiki lingkungan yang rusak akibat tindakan itu.

Kondisi Eksisting Ruang Terbuka


Syarat utama untuk dijadikan elemen infiastruktur hijau adalah suatu daerah
yang didominasi oleh ruang terbuka. Sehingga pada tahap awal dilakukan
identifikasi ruang terbuka dengan foto udara tahun 2006 menggunakan software
SIG. Hasil interpretasi foto udara kawasan terbuka disajikan pada gambar 11

,
Gambar 11. Hasil lnterpretasi Foto Udara Tahun 2006 Kawasan Terbuka

Hasil perhitungan luas dan penutupan lahan untuk kawasan terbuka kota
Depok menunjukkan bahwa masih terdapat ruang terbuka seluas 8,925.38 Ha
yang terdiri dari beberapa penutupan lahan seperti disajikan pada tabel berikut :
Tabel 4. Luas Kawasan Terbuka per Penutupan Lahan Kota Depok
Penutnpan Lahan Luas (Ha)
Air 326.77
Kebun 2,308.65
Pendidian 232.26
Rawa 6.20
Tanah Kosong/rumput 1,364.00
Sawah non teknis 165.95
Sawah teknis 1,290.95
Semak 36.79
TegalanILadang 3,193.76
Jumlah 8,925.38
Sumber: Hasil Analisis Foto UdaraTahun 2006
Penyusunan Rencana Infrastruktur Hijau

Penyusunan rencana infrastruktur hijau dilakukan melalui beberapa tahapan.


Pertama, dilakukan analisis terhadap data-data statist* yang tersedia
menggunakan teknik analisis LQ dan Skalogram untuk mengidentifikasi elemen-
elemen infrastruktur hijau yang ada di masing-masing wilayah. Kedua, dilakukan
analisis menggunakan foto udara dan peta-peta tematik untuk mendapatkan
sebaran dan kondisi Hubs dan Links yang ada. Selanjutnya ditentukan network
infrastruktur hijau berdasarkan kriteria dan standar English Nature Greenspaces.
Analisis LQ menggunakan data ketersediaan fasilitas di kecamatan yang
memiliki skala lingkup kota, sebagai identifikasi awal kondisi m u m Kota
Depok. Identifikasi kondisi makro meliputi: fasilitas ekonomi memperhitungkan
pasar dan pusat perbelanjaan yang cukup besar seperti mall; fasilitas pendidikan
memperhitungkan jumlah sekolah dari SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi;
fasilitas sosial memperhitungkan jurnlah sarana peribadatan, fasiltas kesehatan
memperhitungkan jumlah rumah sakit; sedangkan fasilitas lingkungan
memperhitungkan j u d a h sarana lingkungan untuk lingkup kota (lampiran 3).
Hasil analisis LQ ketersediaan fasilitas ekonomi, pendidikan, sosial,
kesehatan dan lingkungan di Kota Depok dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5 Hasil Analisis LQ Menurut Fasilitas di Kota Depok


No Kecamatan Ekonomi Pendidikan Sosial Kesehatan Lingkungan

1 Sawangan 0.46 1.08 0.85 1.01 1.14


2 Pancoran Mas 1.19 1.01 0.99 0.66 1.24
3 Sukmajaya 0.58 0.95 1.12 1.14 0.49
4 Cimanggis 0.84 1.00 0.99 1.09 1.17
5 Beji
6 Limo

Kecamatan Beji merupakan pusat pelayanan ekonomi dengan nilai LQ


sebesar 3,24 disusul oleb Kecamatan Pancoran Mas sebesar 1.19. Hal ini terlihat
dengan jelas di lapangan dengan terpusatnya kegiatan perekonomian di sekitar
jalan Margonda Raya. Untuk fasilitas pendidikan relatif merata, namun kecamatan
Sawangan, Pancoran Mas, Cimanggis dan Limo memiliki fasilitas yang lebih
37
banyak. Fasilitas sosial banyak terpusat di Kecamatan Sukmajaya dan Limo,
sedangkan fasilitas kesehatan terpusat di Kecamatan Beji, Sukmajaya, Cimanggis
dan Sawangan. Fasilitas lingkungan terlihat terpusat Kecamatan Beji, Pancoran
Mas, Cimanggis dan Sawangan dengan nilai LQ lebii besar dari 1. Untuk
mempertajam hasil analisis LQ tersebut selanjutnya dilakukan analisis Skalogram.
Analisis skalogram dimaksudkan untuk memperoleh tingkatdierarki
wilayah dalam memberikan pelayanan lingkungan. Analisis tersebut
menggunakan data statitik Kota Depok untuk memperoleh gambaran pusat-pusat
pelayanan lingkungan di kota Depok. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 6 Jumlah dan Jenis Fasilitas Lingkungan di Kota Depok
Lapangan Fungsi Taman Jumlah Jumlah
Kecamatan Situ Golf Khusus Kota Hutan Jenis unit Hierarki
Cimanggis 10 2 1 1 0 4 14 I
Pancoran Mas 5 0 0 0 1 2 6 I1
Sukmajaya 5 0 2 0 0 2 7 I1
Beji 5 0 0 1 0 2 6 I1
Sawangan 3 1 0 0 0 2 4 111
Limo 2 I 0 0 0 2 3 I11
Jumlah 30 4 3 2 1 14 40
Sumber : Analisis SMogram Berdarakiin Data Depok Dalam Angka Tahun 2006

Analisis Skalogram menghitung jumlah dan jenis fasilitas lingkungan yang


dimiliki suatu wilayah. Hal ini untuk menentukan tingkatan wilayah tersebut,
semakin banyak jumlah dan jenisnya maka semakin tinggi tingkatannya.
Rerdasarkan hasil analisis skalogram, Kecamatan Cimanggis menempati hierarki
tertinggi dengan empat jenis fasilitas sejumlah 14 unit fasilitas untuk tingkat kota.
Dengan demikian Kecamatan Cimanggis sebagai pusat pelayanan lingkungan
Kota Depok, dan tingkatan dibawahnya adalah Kecamatan Pancoran Mas,
Sukmajaya, dan Beji. Dari hasil analisis LQ dan Skalogram, Kecamatan
Cimanggis merupakan wilayah yang memiliki potensi cukup tinggi untuk
dikembangkan sebagai wilayah yang menjadi pusat pelayanan lingkungan di Kota
Depok. Hasil tersebut diperoleh dari analisis data statistik, yang selanjutnya perlu
diidentifikasi lebih jauh melalui analisis foto udara, peta-peta tematik dan kondisi
lapangan.
38
Berdasarkan data foto udara kota Depok tahun 2006 dan Peta-peta
Tematik, diperoleh gambaran komponen infrastruktur hijau kota Depok. Menurut
konsep green infrastructure komponen pembentuknya dipisahkan menjadi 2 (dua)
kelompok, yaitu yang berfungsi sebagai Hubs atau tempat terjadinya proses
ekologi dan Links atau bentuk fisik alami yang memanjang seperti koridor sebagai
penghubung tempat-tempat pelayanan lingkungan tersebut.
Dari hasil identifkasi melalui foto udara, peta tematik dan survey
lapangan diperoleh obyek-obyek yang termasuk Hubs dan Links. Hasil klasifikasi
menurut kategori yang dijelaskan pada metodologi diperoleh elemen-elemen
infiastruktur hijau, yaitu:

a. Cadangan alami: Taman Hutan Raya (Hubs cadangan keanekaragaman hayati)


b. Lahan untuk kegiatan usaha: lapangan golf (Hubs olahraga alam terbuka),
lokasi penelitian pertanian (Hubs pengembangan pertanian)
c. Taman Kota dan Kawasan Lindung: taman kota UI dan Buperta (Hubs taman
kota), kawasan khusus TVRI di Kecamatan Sukmajaya (Hubs kawasan
budaya dan rekreasi alam terbuka), kawasan konservasi air (Hubs kawasan
konservasi air tanah), situ dan sempadannya (Hubs cadangan air)
d. Lahan rusak (Recycled land): kawasan khusus TVRI di Kelurahan T i j a y a
Kecamatan Sukmajaya (Hubs restorasi hutan kota), kawasan khusus RRI di
Kecamatan Cimanggis (Hubs cadangan air)
Links
a. Koridor konservasi: jaringan sungai (links koridor konservasi)
b. Keterkaitan lanskap: sempadan jalan to1 (links jalan), sempadan sutet (links
sutet), sempadan saluran gas (links saluran gas), sempadan re1 kereta api (links
re1 kereta api)
Selanjutnya dilakukan identifikasi pada masing-masing elemen
infrastruktur hijau. Kawasan konservasi alam yang dimiliki Kota Depok adalah
Taman Hutan Raya (Tahura) yang terletak di kecamatan Pancoran Mas dengan
luas 7,2 hektar. Pada tahun 2006 telah dilakukan penataan kembali Tahura
tersebut agar dapat berfungsi juga sebagai tempat penelitian dan sarana rekreasi
selain fimgsi ekologis. Letaknya juga sangat strategis untuk digunakan sebagai
39
penyeimbang iklim mikro, karena dekat pemukiman padat, tetapi perlu dilakukan
pengamanan yang tegas agar tidak dijarah.
Penutupan lahan pada Tahura tersebut masih relatif baik dan didominasi
oleh pohon-pohon strata B dimana ketinggian pohon berkisar 14-18 meter dengan
kanopi pohon yang cenderung terbuka. Karena sinar matahari dapat mencapai
lantai hutan, maka liana dan semak dapat tumbuh dengan cepat dan mendominasi
kawasan yang terbuka.
Jenis tumbuhan yang terdapat di kawasan ini, selain tumbuhan alami juga
terdapat jenis mahoni (Swietenia mahagoni) dan kecrutan (Spathodea
camnpanulata) serta beberapa tanaman buah seperti: mangga, durian, alpukat,
rambutan dan jengkol sebagai hasil kegiatan penghijauan Pemda Depok. Terdapat
tumbuhan obat langka di kawasan ini, yaitu kikoneng (Arcangelisiaflava) yang
sudah sangat sulit ditemukan di tempat lain. Hasil inventarisasi oleh tim PKT
Kebun Raya Bogor, secara keseluruhan terdapat 877 pohon yang termasuk ke
dalam 71 jenis, 83 marga dan 37 famili.

I I
Gambar 12. Foto Udara Tahura dan Foto di Lapangan

Secara m u m kondisi kawasan telah mengalami perubahan dari kondisi


aslinya akibat campur tangan manusia atau terjadi kerusakan typical pada
kawasan tersebut. Selain itu juga terdapat 3 (tiga) buah bangunan m a h di dalam
kawasan tersebut yang dulu merupakan m a h dinas pegawai Departemen
Kebutanan. Pemerintah Kota Depok berencana untuk mengembangkan potensi
dan memperbaiki kondisi Tahura dengan menjadikannya sebagai arboretum untuk
kepentingan pendidikan dan penelitian.
40
Kota Depok memiliki 2 (dua) buah taman kota yang cukup besar, yang
pertama adalah kampus UI Depok di Kecamatan Beji seluas 162,42 Ha dan kedua
adalah Bumi Perkemahan Cibubur di Kecamatan Cimanggis seluas 19,76 Ha yang
masuk ke wilayah Depok, sedangkan sebagian lagi lokasinya masuk ke dalam
wilayah DKI Jakarta. Kedua obyek tersebut dimasukkan ke dalam taman kota
karena keduanya didominasi oleh elemen-elemen vegetasi berupa pohon, semak,
dan tanaman hias serta danaulkolam yang ditata secara baik. Keduanya kawasan
tersebut juga memiliki multi fimgsi, yaitu: edukatif, rekreatif dan ekologis

Gambar 13. Foto Udara dan Foto Taman Kota Universitas Indonesia

Gambar 14. Foto IJdara dan Foto Taman Kota Buoerta Cibubur
Hasil i d e n t i f h i foto udara tahun 2006 dan peta-peta tematik, diperoleh
lokasi situ atau danau di Kota Depok sebanyak 30 buah dengan luas total situ
adalah 133,71 Ha. Hasil perhitungan dengan menggunakan SIG diperoleh luas
sempadan situ tersebut adalah seluas 189.18 Ha. Lokasi danaulsitu dapat dilihat
pada gambar 15.
Gambar 15. Foto Udara Letak Situ-situ di Kota Depok
Berdasarkan Keppres No.32 tahun 1990 tentang Kawasan Lindung, garis
sempadan waduk, situ dan danau ditetapkan sekurang-kurangnya 50 meter dari
titik pasang tertinggi ke arah darat dengan lebar proporsional dengan bentuk dan
kondisi fisiknya.
Namun yang terjadi pada situ-situ di Kota Depok cukup mengkhawatirkan,
dimana terjadi degradasi keberadaan situ-situ tersebut dengan berbagai
permasalahan yang timbul, sehingga tidak dapat berfimgsi sebagaimana mestinya.
Beberapa hal yang dapat diidentifikasi di lapangan terhadap kerusakan situ-situ
tersebut, antara lain: terjadi pendangkalan situ; menjadi tempat pembuangan
sampah dan limbah, dikelilingi bangunan yang terlalu dekat dengan situ;
ditumbuhi oleh tanaman air seperti eceng gondok;dan lain-lain, seperti terlihat
pada gambar 16.
Gambar 16. Foto-foto Kondisi Situ Jatijajar dan Rawa Kalong di Kota Depok
Lapangan olahraga di tempat terbuka merupakan salah satu ekosistem yang
khas dan mempakan pengembangan potensi alam yang asli menjadi bentuk-
bentuk yang lebih tertata. Lapangan golf khususnya memberikan pengaruh yang
baik terhadap lingkungan selain fungsi utamanya sebagai sarana berolah raga
masyarakat kota. Lapangan golf memiliki luasan yang cukup signifikan dan
kompak, sehingga dimasukkan sebagai salah satu komponen infrastruktur hijau.
Hasil identifikasi dari foto udara menunjukkan bahwa terdapat empat buah
lapangan golf di Kota Depok dengan luas totalnya adalah 814,14 Ha. Letak
keempat lapangan golf tersebut seperti terlihat pada gambar berikut:

Gambar 17. Foto Udara dan Foto Lapangan Golf Emeralda di Kota Depok
43
Berdasarkan analisis foto udara dan orientasi di lapangan dapat
diidentifikasi tempat penelitian pertanian dan perikanan darat dengan luas sekitar
10,88 Ha. Lokasi tersebut menjadi cukup strategis karena terletak di tengah-
tengah pemukiman padat di Kecamatan Pancoran Mas. Selain itu lokasi tersebut
diiiliki oleh pemerintah, sehingga diiarapkan tidak dialihfhgsikan dan telah
dibatasi dengan pagar tembok untuk mengantisipasi okupasi oleh masyarakat
sekitar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 18. Foto Udara dan Foto Lokasi Penelitian Pertanian


Kota Depok memiliki kawasan khusus yang merupakan tempat-tempat
yang diperuntukkan untuk kepentingan khusus, seperti Studio Alam TVRI dan
Tempat Pemancar RRI. Sebenarnya terdapat juga kawasan khusus lainnya untuk
kepentingan pertahanan Komplek Brimob Kelapa Dua dan Asrarna Angkatan
Darat Cilodong, namun karena kedua lokasi tersebut didominasi oleh bangunan
maka tidak dimasukkan sebagai komponen infrastruktur hijau.

I I
Gambar 19. Foto Udara dan Foto Kawasan Khusus RRI di Kec. Cimanggis
44
Kawasan khusus tempat pemancar RRI terletak di Kecamatan Cimanggis
dengan luas sekitar 180,76 Ha dan secara umurn tutupan lahannya merupakan
semak, tegalan, dan sitddanau. Letak dan gambaran kondisinya dapat dilihat
pada gambar 19.
Sedangkan kawasan khusus lainnya, yaitu Studio Alam TVRI di
Kecamatan Sukmajaya memiliki luas sekitar 36,45 Ha. Penutupan lahannya
sebagian besar berupa pepohonan, terdapat beberapa bangunan untuk kepentingan
pembuatan film dan fasilitas lainnya.
I I

Gambar 20. Foto Udara dan Foto Studio Alam TVRI


Hasil identifikasi melalui foto udara, peta tematik, data statistik dan survey
lapangan diperoleh obyek-obyek yang termasuk Links adalah: sungai d m
sempadannya, sempadan re1 kereta ap, sempadan SUTET, sempadan saluran gas
Pertamina, dan sempadan jalan.
Kota Depok dilalui oleh dua sungai besar yaitu Sungai Ciliwung dan Sungai
Cisadane. Kedua sungai tersebut mengalir dari arah selatan ke utara dengan
beberapa anak sungai. Pada beberapa tempat kondisi sempadan sungai sangat
mengkhawatirkan karena dipenuhi oleh bangunan dan banyak sampah. Hal ini
telah terbukti dapat mengakibatkan banjir di Kota Depok karena air tidak dapat
mengalir dengan semestinya, terutarna di bagian utara dengan ketinggian
mencapai 1,5 meter.
Berdasarkan Perda no. 18 tahun 2003 telah ditetapkan bahwa garis
sempadan sungai di Depok sepanjang 15 meter dari tepi sungai. Hasil
perhitungan SIG, diperkirakan luas sepadan sungai yang terdapat Kota Depok
adalah seluas 1.114 Ha. Berikut ini adalah gambaran sungai-sungai yang ada di
Depok dan kondisi sempadannya.

Gambar 21. Foto Udara dan Foto Kondisi Sungai dan Sempadannya
Jalur kereta api yang melintasi kota Depok memanjang dari selatan ke
utara, atau dari Kota Bogor ke Jakarta. Garis sempadan re1 kereta api dibuat
untuk mengurangi tingkat gangguan kereta api terhadap pemukiman di sepanjang
jalur tersebut baik berupa getaran, suara bising, dan juga keamanan bagi
masyarakat sekitar. Dengan demikian diharapkan lalulintas kereta api dapat
berjalan lancar dan masyarakat terhindar dari kecelakaan. Garis sempadan re1
juga disiapkan untuk rencana pengembangan jalur kereta api.
Dari hasil telaahan SIG menggunakan foto udara, apabila dilakukan buffer
di kanan kiri rel, maka akan diperoleh luas sempadan re1 kereta api seluas
30,04 Ha. Saat ini belum ada upaya dari pemerintah atau pengelola kereta api
untuk membuat batas sempadan dengan menggunakan vegetasi, padahal batas
46
sempadan re1 kereta api tersebut dapat mengoptimalkan fungsi sempadan re1
kereta api dan membawa pengaruh lingkungan yang sangat baik bagi warga di
sepanjang re1 kereta api.
I I

I I

Gambar 22. Foto Udara dan Foto Re1 Kereta Api dan Sempadannya
Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) merupakan transmisi
listrik yang dapat mempengaruhi keamanan dan kesehatan manusia. Kabel
transmisi yang bertegangan sangat tinggi tersebut disinyalir menghantarkan
gelombang elektromagnetik yang dapat berdampak b h bagi kesehatan, apalagi
bila terkena secara terus menerus. Selain itu juga membahayakan tersengat listrik
bila terjadi kecelakaan, sehingga dibuat garis sempadan sutet sepanjang kabel
tersebut dan tidak boleh didirikan bangunan dibawahnya.
Sempadan tersebut dapat dimanfaatkan juga sebagai jalur hijau, dengan
cara menanaminya dengan vegetasi yang sesuai (tidak terlalu tinggi). Vegetasi
tersebut selain sebagai pagarhatas pengaman bagi masyarakat sekitar juga dapat
memberikan fungsi ekologis. Berdasarkan perhitungan SIG diperoleh luas
sempadan sutet tersebut adalah 178,92 Ha. Gambar sebaran sutet dan foto di
lapangan dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 23. Sebaran Sutet dan Foto di Lapangan
Kota Depok dilalui oleh saluran gas Pertamina yang rnembentang dari
Timur ke Barat. Saluran gas tersebut rnemiliki sempadan karena tidak boleh
mendirikan bangunan diatasnya dalam radius 10 meter. Sernpadan tersebut dapat
dimanfaatkan juga sebagai jalur hijau, sekaligus juga batas pengaman terhadap
pipa gas yang ditanam agar tidak tertekan dan bocor. Melalui analisis SIG
diperoleh luas sernpadan saluran gas tersebut adalah 31,09 Ha. Sebaran dan foto
kondisi saluran gas tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 24. Sebaran Saluran Gas dan Foto di Lapangan


Peta Jaringan Jalan
di Kota Depok a-

J.
i ,-..I

Gambar 25. Peta Jaringan Jalan Kota Depok


Jaringan jalan merupakan fasilitas publik yang merupakan urat nadi
pendukung kehidupan masyarakat. Sempadan jalan merupakan daerah di kanan-
kiri jalan, yang dapat dimanfaatkan untuk jalur hijau dan sarana untuk pejalan
kaki. Potensi sempadan jalan untuk dijadikan infrasmtktur h i j a ~cukup
~ tinggi,
karena banyaknya jaringan jalan di Kota Depok, seperti terlihat pada gambar 25.
Berdasarkan perhitungan dengan software SIG diperoleh luas sempadan
jalan yang dapat dimanfaatkan sebagai jalur hijau dengan luas total 106,09 hektar
dengan sebaran seperti pada gambar 25.
Kawasan konservasi air diperoleh berdasarkan hasil penelitian Radnawati
(2005), hasil penelitian tersebut menentukan wilayah-wilayah sebagai daerah
konservasi air dengan kriteria rendah sampai sangat tinggi, yang umumnya berupa
sawah dan sebagian kecil berupa kawasan pertanian. Daerah tersebut hams
dilindungi sebagai daerah yang tidak boleh dibangun untuk menjaga tata air dan
mencegah bahaya banjir serta kekurangan air bersih.
Gambar 26. Kawasan Konservasi Air Kota Depok
Wilayah yang termasuk kriteria sangat tinggi secara umurn berupa sawah
atau daerah rawa-rawa, yang selanjutnya dengan menggunakan foto udara
dilakukan deliniasi terhadap tutupan lahan yang masih memungkinkan
dipertahankan sebagai daerah konservasi air, yang selanjutnya dapat
dikembangkan sebagai elemen infrastruktur hijau. Daerah yang terpilih
merupakan daerah yang kompak dan mempunyai luasan yang cukup signifikan
untuk ditetapkan sebagai infrastruktur hijau yaitu 549 Ha. Wilayah-wilayah
tersebut adalah seperti di dalam gambar 26.
Penyusunan rencana infrastruktur hijau menggunakan data-data dan
informasi hasil analisis di atas. Lanskap wilayah kota Depok yang memiliki
kekhasan tersendiri, baik yang berupa area ataupun jalur memanjang disatukan
dalam suatu sistem sebagai daerah yang alami sebagai penyeimbang lingkungan
kota. Proses penentuan elemen-elemen infrastruktur hijau dilakukan secara
bertahap dengan mengacu pada standar dan kriteria yang dijelaskan pada
metodologi. Elemen-elemen yang berpotensi untuk dijadikan i&astruktur hijau
50
telah diidentifkasi melalui foto udara, data statistik dan peta-peta tematik serta
informasi lainnya.
Selanjutnya dilakukan identifikasi elemen-elemen infrastruktur hijau
berupa Hubs, atau lokasi-lokasi yang berpotensi sebagai elemen infrastruktur
hijau (lihat gambar 27). Elemen-elemen yang teridentifikasi berpotensi menjadi
infrastruktur hijau berdasarkan kriteria, yaitu:
- Areal konservasi adalah: Taman Hutan Raya
- Kawasan yang dapat ditingkatkan menjadi elemen infrastruktur hijau, yaitu:
lapangan golf (4 buah), kawasan dengan fungsi khusus (RRI di kecamatan
Cimanggis dan TVRI di kecamatan Sukmajaya), taman kota (Buperta
Cibubur dan Universitas Indonesia), lokasi penelitian pertanian dan perikanan
di Kecamatan Pancoran Mas, dan beberapa situ.
- Kawasan baru yang berpotensi untuk dijadikan elemen infrastruktur hijau,
yaitu: kawasan konservasi air dan kawasan yang merupakan fungsi khusus
TVRI di Kelurahan Tirtajaya Kecamatan Sukmajaya yang saat ini dalam
kondisi terlantar menjadi tanah kosong.
Identifikasi juga dilakukan pada obyek-obyek memanjang yang alami
(Links). Links meiupakan lanskap alami yang menghubungkan elemen-elemen
infrastruktur hijau dalam suatu network. Secara prinsip semakin banyak network
yang terbentuk sestem infrastruktur hijau akan semakin baik. namun harus
dipikirkan juga kelangsungan keberadaan links tersebut untuk masa yang akan
datang. Untuk itu links harus dapat dijaga dan dikonservasi, karena ketahanan
sistem infiastruktur hijau tergantung keberadaan links tersebut. Hasil identifikasi
tersebut dapat dilihat pada gambar 28.
Karena pertimbangan tersebut, maka links yang dipilih adalah daerah-
daerah yang memang sudah ditetapkan sebagai daerah terbuka hijau dalam bentuk
wilayah yang memanjang dan didukung oleh peraturan. Hasil identifikasi links
yang terdapat di kota Depok adalah: wilayah sepanjang saluran pipa gas
Pertamina, sempadan sungai, wilayah memanjang di bawah saluran SUTET,
sempadan re1 kereta api, sempadan jalan (jalan tol, jalan primer, jalan sekunder,
dan jalan kolektor primer).
Gambar 27. Elemen-elemen Infrastruktur Hijau (Hubs)

Gambar 28. Network Infkastruktur Hijau (Links) Kota Depok


Kondisi Links tersebut saat ini masih hams ditingkatkan agar dapat
belfungsi sebagai network dan selanjutnya menjadi infrastruktur hijau yang
berfungsi secara optimal. Wilayah-wilayah tersebut hams ditata dan dikelola.
52
Pusat kegiatan kota dan subpusat kegiatan kota yang terlihat pada peta Hubs
dan links memberikan gambaran letak pusat pelayanan, terutama dari aspek
ekonomi dan sosial. Sebagaimana konsep pengembangan kota, maka letak
fasilitas lingkungan dalam ha1 ini infrastruktur hijau hams dapat melayani kota
baik dari segi luasan yang memadai, jarak maupun akses oleh masyarakat kota.
Rencana network infrastruktur hijau diperoleh dengan menggabungkan hubs dan
links yang ad4 seperti pada gambar 29.

Gambar 29. Networking antara Hubs dan Links


Berdasarkan kriteria dan standar pelayanan lingkungan yang dapat
diberikan oleh ruang terbuka hijau menurut English Nature Greenspace, maka
perlu dianatisis apakah infrastruktur hijau yang akan dibuat sedah dapat melayani
kota atau masih terdapat jarak antara ruang pelayanan (gap) yang dapat diberikan
oleh elemen-elemen infrastruktur hijau tersebut. Hasil analisis untuk elemen
dengan luas minimal 2 Ha (jarak buffer 300 meter), 20 Ha (jarak buffer 2 km), 100
Ha (jarak buffer 5 krn) dan kombinasi ketiganya disajikan pada gambar 29-32.
sedangkan untuk elemen yang lebih besar dari 500 Ha, tidak terdapat di kota
Depok.
Gambar 30. Infrastruktur Hijau Lebih Besar 2 Ha dengan Buffer 300 meter

Gambar 3 1. Infrastruktur Hijau Lebih Besax dari 20 Ha dengan Buffer 2 km


Gambar 32. Infrastruktur Hijau Lebih Besar dari 100 Ha dengan Buffer 5 km

Gambar 33. Infrastruktur Hijau Lebih Besar dari 2 Ha dengan Buffer. 300 meter,
2kmdan5km
55
Berdasarkan hasil analisis diatas, untuk elemen infrastruktur > 2 Ha
terlihat banyak terdapat gap atau wilayah yang tidak terlayani, sedangkan untuk
elemen yang lebih besar dari 20 Ha terlihat gap sudah semakin berkurang,dan
untuk elemen yang lebih besar dari 100 Ha nampak gap yang ada semakin kecil.
Untuk memperoleh hasil yang optimal dari pelayanan infras- hijau, elemen-
elemen yang berbeda ukuran dan karakter tersebut harus dirancang secara tandem.
Hasil analisis tersebut memperlihatkan bahwa elemen-elemen infrastruktur hijau
telah memenuhi kriteria dan standar dari English Nature Greenspace, namun perlu
usaha-usaha yang nyata di lapangan untuk mengoptimalkan fungsi pelayanan
infrastruktur hijau tersebut.
Hasil identifikasi elemen-elemen infrastruktur hijau menunjukkan masib
terdapat wilayah-wilayah yang mendapatkan pelayanan lingkungan yang sedikit,
tergambar dengan adanya gap dan hanya terliputi oleh pelayanan elemen
infraskuktur hijau yang besar saja. Selanjutnya dibuat rencana infrastruktur hijau
berdasarkan hubs dan links yang ada dengan mencari keterkaitan antara elemen-
elemen infrastfuktur hijau dalam suatu network yang terpadu.
Analisis untuk mencari keterkaitan antara hubs yang dihubungkan oleh links
menunjukkan bahwa terdapat elemen-elemen infrastruktur hijau yang terisolasi
atau tejadi fragrnentasi kawasan terbuka. Demikian juga pada links yang ada,
tidak semuanya dapat dijadikan network karena kondisi fisiknya atau letaknya
yang tidak menghubungkan hubs yang satu dengan lainnya. Selanjutnya
ditentukan network infrastruktur hijau yang paling efektif dan diharapkan dapat
berfungsi sebagaimana yang diharapkan, seperti pada peta lampiran 4. Jumiah
links dapat saja bertambah dan berkembang selain kualitasnya juga hams
ditingkatkan, karena pada prinsipnya semakin banyak network yang terbentuk
akan semakin baik ketahanan sistem dan layanan yang diberikan. Hasil analisis
luasan infiastruktur hijau yang teridentifikasi disajikan pada tabel 7.
Tabel 7. Komponen-komponen Infrastruktur Hijau Kota Depok
Jenis Luas (Ha) Persen dari Luas
Total (%)
I Elemen-elemen yang sudah dikelola
Taman Hutan Raya 7.20 0.04
Taman Kota
- UI 162.42 0.81
- Buperta Cibubur 19.76 0.10
Lapangan golf 814.14 4.06
Lokasi Penelitian Pertanian 10.88 0.05
Fungsi Khusus
- RRI 180.76 0.90
- TVRI Studio Alam 36.45 0.18
Jumlah 1,231.61 6.15
11 Eleme-elemen yang sebaihya ditambah
Fungsi khusus TVRI Tirtajaya 45.97 0.23
Kawasan Konsewasi Air 549.00 2.74
Situ dan sempadannya
- Situ
- Sempadan situ
Jumlah 917.86 3.92
III Network
Sungai dan sempadannya 1,114.00 5.56
Re1 Kereta Api dan sempadannya 30.04 0.15
Sutet dan sempadannya 178.92 0.89
Saluran Gas dan sempadannya 3 1.09 0.16
Jalan dan sempadanuya 106.09 0.53
Jumlah 1,460.14 7.29
Total 3,609.61 17.35

Total Luas infrastruktur hijau yang dibuat adalah 3.609.61 hektar atau
sekitar 17.35% dari luas wilayah kota Depok. Jika berdasarkan UU Penataan
Ruang diiatakan bahwa luas RTH suatu wilayah kota hams memenuhi 30%,
maka hal ini akan dapat dipenuhi dengan menambahkan taman-taman di lingkup
kecamatan, kelurahan atau lingkungan. Selain itu kawasan tegalan dan kebun
masyarakat yang relatif menyebar mengikuti penyebaran pemukiman juga
mempakan komponen RTH yang cukup banyak di kota Depok.
Hal tersebut menunjukkan bahwa sebenamya Kota Depk memiliki
potensi lanskap wilayah yang dapat dikembangkan sebagai infiastruktur hijau.
57
Pemanfaatan area-area alami yang ada berupa hutan, taman, danau, lapangan
olahraga, kebun, sawah dan lainnya sebagai kantong-kantong kehidupan yang
memiliki ekosistem yang khas dan alami atau dalam konsep green infrastructure
dikenal sebagai Hubs. Selain itu perlu dilakukan usaha untuk menjaga dan
mengoptimalkan fungsi koridor-koridor hijau berupa: sungai dan sempadannya,
jalan, saluran gas, dan SUTET sebagai penghubung rantai kehidupan makhiuk
hidup dari satu kantong ke kantong lainnya. Kombinasi tempat-tempat alami
tersebut menjalin suatu network yang memperkokoh keberlangsungan sistem
kehidupan dan sebagai penyeimbang lingkungan kota.

Strategi Penerapan Infrastruktur Nijau


Sebagaimana struktur AHP yang telah dijelaskan pada metodologi, maka
dibuatlah analisis secara berpasangan terhadap faktor-faktor yang telah ditetapkan
dan berpengaruh terhadap tujuan yang ingin dicapai yaitu diterapkannya konsep
infrastruktur hijau tersebut di lapangan. Responden yang dipilih berjumlah 10
orang dan memiliki latar belakang profesi dan pendidikan yang berbeda-beda.
Responden terdiri atas: pejabat pemerintah (2 orang), pengelola kawasan hijau (2
orang), pengembang (2 orang), tokoh masyarakat (2 orang), dan pakar lingkungan
dan politik (2 orang).
Hasil analisis yang dilakukan menggunakan software Expert Choice
menghasilkan diagram pohon sebagai berikut :

Goal : Strategi Penerapan Infrastruktur Hijau


Penyediaan Anggaran (G: 0.110
Penegakkan Peraturan (G: 0.293)
Peningkatan Kesadaran Masyarakat (G: 0.597)

Gambar 34. Sturktur Analisis Hierarki Proses


Pada tingkat tujuan, kriteria peningkatan kesadaran masyarakat memiliki
bobot yang tertinggi yaitu sebesar 0.597 atau 59.7%. ini berarti kriteria tersebut
lebih diimginkan 2 kali lebih besar dibandingkan kriteria penegakkan peraturan
(29.3%) dan hampir enam kali lebih besar dibandingkan kriteria penyediaan
anggaran (1 1%) seperti yang dijelaskan pada tabel 8.
58
Tabel 8 Prioritas Strategi Penerapan Infrastruktur Hijau Menurut Kriteria
Kriteria Prioritas
Penyediaan Anggaran 0.110
-
Penegakkan Peraturan 0.293
Peningkatan Kesadaran Masyarakat 0.597
Nilai Inconsistency = 0.01
Nilai Inconsistency menunjukkan bahwa jawaban yang diberikan oleh
responden cukup konsisten karena nilainya kurang dari 0.1. Pada tahap
selanjutnya, dari hasil sintesis terhadap prioritas alternatif diperoleh nilai-nilai
seperti yang disajikan pada tabel 9 berikut ini.
Tabel 9 Hasil Sintesis Prioritas Alternatif Program yang Dipilih
Alternatif Prioritas
Melaksanakan Revegetasi 0.135
Melakukan ~ e n e r t i b k 0.251
Menetapkan sebagai Kawasan Lindung 0.613
Nilai Inconsistency = 0.01
Hasil sintesis menunjukkan bahwa alternatif "menetapkan sebagai
kawasan lindung" adalah yang paling dikehendaki oleh masyarakat (stakeholder)
dengan bobot sebesar 61.3%. alternatif ini dua kali lebih diinginkan dibanding
alternatif melakukan penertiban (25.1%) dan hampir lima kali lebih diinginkan
dibandingkan dengan alternatif melaksanakan revegetasi (13.5%).
Secara keseluruhan proses pembandiigan alternatif kegiatan yang
diinginkan menurut kriteria yang digunakan disajikan pada tabel 9. pada ketiga
kriteria yang digunakan, alternatif "menetapkan sebagai kawasan lindung" adalah
yang paling diinginkan, dengan nilai bobot masing-masing 72.9% untuk kriteria
penyediaan anggaran, 60.4% untuk kriteria penegakkan peraturan, dan sebesar
59.7% untuk kriteria peningkatan kesadaran masyarakat.
Berdasarkan hasil proses analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa
masyarakat Kota Depok, dalam ha1 ini diwakili oleh 10 orang responden yang
merupakan stakeholder, untuk dapat menerapkan infiastruktur hijau perlu
dilakukan peningkatan kesadaran masyarakat dengan prioritas alternatif program
menetapkan infrastruktur hijau tersebut sebagai kawasan luldung. Alternatif
program melakukan penertiban dan melaksanakan revegetasi dianggap tidak lebih
penting daripada menetapkan sebagai kawasan lindung.
59
Tabel 10. Prioritas Alternatif Menurut Kriteria
Kriteria Penyediaan Penegakkan Peningkatan
AWgaran Peraturan Kesadaran
0.01) (Inconsistency=0.00) Masyardat
(Inconsistenc)~
(Inconsistency=O.OO)
Melaksanakan 0.107 0.108 0.153
Revegetasi
Melakukan 0.164 0.288 0.250
Penertiban
Menetapkan
Sebagai Kawasan 0.729 0.604 0.597

Untuk mewujudkan tata lingkungan yang baik dan sesuai kondisi serta
potensi fisik Kota Depok, perlu usaha yang keras dan berkesinambungan. Selain
prioritas program yang harus dilakukan, pemerintah daerah juga harus mempunyai
rencana induk dalam pengelolaan lingkungan. Rencana inkastnlktur hijau dapat
dijadikan dasar secara makro untuk menata pemanfaatan ruang di wilayah kota,
sehingga dapat ditentukan diiana hams dilakukan pembangunan dan lokasi-
lokasi yang tidak boleh dibangun.
Penetapan infrastruktur hijau juga merupakan strategi dari pengelola kota
untuk mencegah derasnya konservasi lahan terbuka menjadi kawasan terbangun
yang selalu menjadi permasalahan klasik dalam pengembangan kota. Proses
pembangunan yang cepat dan derasnya arus urbanisasi mengakibatkan
peningkatan luas kawasan terbangun. Pengendalian konservasi lahan terbuka
sangat diperlukan, agar tidak melebihi daya dukung wilayah yang dapat
mengakibatkan ketidakstabilan ekosistem kota.
Hasil interpretasi foto udara tahun 2006 diperoleh bahwa luas kawasan
terbuka adalah sebesar 8,925 Ha. Hal ini berarti bahwa Kota Depok masih
memiliki potensi ruang terbuka yang dapat dikembangkan. Meskipun kondisinya
relatif menyebar secara sporadis atau terpencar dalam luasan yang kecil dan
cenderung terfragmentasi.
Daya dukung wilayah Kota Depok untuk jumlah penduduk diperkirakan
sebesar 1,586,499 jiwa yang diprediisi akan hampir tercapai sekitar tahun 2020.
jumlah ini merupakan kapasitas maksimal Kota Depok untuk menampung
60
penduduk, dan apabila melebihi maka akan terjadi ketidakseimbangan dan
menimbulkan pennasalahan yang kompleks. Jika menurut standar bahwa harus
terdapat minimal 2 Ha mang terbuka hijau yang berkualitas sebagai infrastruktur
hijau per 1000 penduduk, maka Kota Depok membutuhkan 3,173 hektar
infrastntktuf hijau agar tetap sustain.
Pada saat ini ruang terbuka hijau yang telah dikelola dan dijaga adalah
seluas 1,231.61 Ha atau sebesar 6.15%. oleh karena itu diperlukan area tambahan
untuk diembangkan sebagai infrastruktur hijau. Hasil identifikasi diperoleh
wilayah seluas 917.86 Ha atau sebesar 3.92%, yang berpotensi sebagai elemen
infrastruktur hijau. Daerah ini sebagian besar adalah kawasan konservasi air yang
mempakan salah satu fungsi Kota Depok menurut Peraturan Presiden No.54 tahun
2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabek-punjur. Selain itu kawasan dengan
fungsi khusus (TVRI) yang saat ini kondisinya terlantar dipili karena letaknya di
Kecamatan Sukrnajaya yang mempakan kecamatan paling padat dengan
kepadatan 10.810 jiwaIkrn2, sehingga membutuhkan infrastruktur hijau yang
cukup. Bila ditambah dengan network dan sempadan danau, luas total rencana
infrastruktur hijau menjadi seluas 3,609.61 Ha.
Infrastrukt~~
hijau tersebut juga dapat dipandang sebagai mang terbuka
hijau yang harus ada pada wilayah kota. Sesuai peraturan besarnya minimal 30%,
sehingga di Kota Depok harus ada minimal seluas 6,008 Ha, maka angka tersebut
dapat dipenuhi dengan menambahkan mang terbuka hijau lainnya, seperti: taman
kecamatan, taman kelurahan, tarnan lingkungan, pekarangan, tempat pemakaman
umum, sempadan jalan lokal atau ruang terbuka lainnya yang berukuran lebih
kecil.
Pemerintah masih menganggap bahwa infrastruktur fisik lebih penting
dibandiigkan dengan infrasmtktur hijau. Hal ini terliat dari perbandingan
pembiayaan pemerintah terhadap kedua jenis infrastruktur tersebut yang tidak
seimbang, yaitu sekitar 76% untuk inf?astruktur fisik dan 24% untuk infrastruktur
hijau. Pemerintah masih beranggapan bahwa infrastrukhu hijau tidak perlu dijaga
dan dikelola, sehingga pemerintah kurang mengalokasikan anggaran untuk
pengelolaannya dan cendemg membiarkannya terlantar.
61
Pengelolaan infrastruktur hijau selama ini lebih banyak dilakukan oleh
pihak swasta atau masyarakat. Seharusnya pemerintah dapat memberikan insentif
kepada pihak-pihak yang turut menjaga liigkungan guna mencegah tejadinya
konversi lahan terbuka menjadi kawasan terbangun, seperti: pengelola sarana
olahraga dan wisata di kawasan terbuka, serta petani. Pemerintah daerah
merupakan pihak yang paling bertanggungiawab terhadap kondisi lingkungan
kota dan harus dapat mengelolanya terutama pengelolaan kawasan yang bersifat
publik.
Hasil analisis LQ dan skalogram menunjukkan bahwa kecenderungan
perkembangan kota untuk kebutuhan pelayanan lingkungan terpusat di kecamatan
Cimanggis atau ke arah timur dari pusat kota Depok. Hal tersebut juga didukung
oleh hasil identifkasi elemen-elemen inhastruktur hijau yang lebih banyak
terdapat di bagian T i Kota. Sedangkan untuk pelayanan bidang ekonomi dan
sosial @usat pemukiman) cenderung ke arah Barat dari Pusat kota yaitu
Kecamatan Sawangan dan Limo.
Pengaturan kelembagaan yang menangani ruang terbuka juga diperlukan,
agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan antar instansi, karena saat ini
instansi yang terkait dengan pengumsan ruang terbuka cukup banyak, namun
belurn terjadi koordinasi dan kejasama yang efektif dan efisien.
Komponen-komponen infrastruktur hijau memiliki karakteristik yang
spesifik, maka diharapkan dapat dilakukan penelitian yang lebih mendalam pada
masing-masing komponen. Hal ini diaksudkan untuk mengoptimalkan fungsi
dan kualitas komponen infrastruktur hijau dalam melayani masyarakat.
Kota Depok sebagai bagian dari perencanaan wilayah Jabodetabek-Punjur
harus dapat berperan secara optimal. Peranan sebagai daerah konservasi tanah dan
air yang telah ditetapkan harus dapat diwujudkan dan diterapkan dalam
perencanaan-perencanaan kota yang dibuat. Penataan lingkungan Kota Depok
juga terintegrasi dengan wilayah-wilayah di sekitar kota Depok.
Kota Depok akan t e n s tumbuh dan berkembang. Oleh karena itu
diperlukan antisipasi terhadap kejadian-kejadian yang dapat menimbulkan
masalah di masa yang akan datang.
62
Kecenderungan pertambahan jurnlah penduduk akan mendorong
terkonversinya lahan-lahan terbuka menjadi kawasan terbangun. Diharapkan
dengan terbenhhya network infrastrukcur hijau tersebut, di masa yang akan
datang masih terdapat mang terbuka hijau yang berkualitas dan berfungsi secara
optimal sebagai infiastruktur hijau yang melayani kebutuhan masyarakat.
Berdasarkan hasil analisis kecenderungan kawasan terbangun, pada tahun 2050
Kota Depok hampir seluruhnya menjadi mang terbangun. Hal ini menuntut
perlunya diwujudkan network inf?astruktur hijau tersebut sebagai usaha untuk
melakukan konservasi lahan terbuka, seperti digambarkan pada peta dalam
lampiran 5.
Rencana infrastruktur hijau tersebut diharapkan menjadi bagian dari
perencanaan tata mang kota, dan saliig melengkapi dengan perencanaan
infrastruktur fisik. Kedua infrastruktur tersebut diharapkan mampu berperan
untuk mendukung kehidupan masyarakat kota untuk mencapai kemajuan ekonomi
yang baik dan secara sosial dapat diterima oleh semua pihak serta lingkungan kota
yang semakin baik (Smart Growth). Hal ini untuk mewujudkan sebuah kota yang
nyaman dan berkelanjutan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan beberapa ha1 antara
lain:
1. Prediksi pertumbuhan penduduk dengan menggunakan model pertumbuhan
logistik mengindikasikan bahwa jumlah penduduk akan bertambah dengan
cepat dan mencapai batas carrying capacity wilayah sebesar 1,589,499 jiwa
pada tahun 2020 yang mempakan jumlah maksimal yang dapat ditampung
oleh wilayah agar tetap sustain, dengan kepadatan tertinggi pada Kecamatan
Sukmajaya dan Beji.
2. Kawasan terbangun bertambah semakin cepat seiring pertambahan jumlah
penduduk dan pembangunan, dan terindikasi akan melampaui batas carrying
capacity wilayah lebih cepat, karena pada tahun 2006 data luas terbangun
kondisi nyata lebih tinggi dari hasil prediisi menggunakan model
pertumbuhan logistik.
3. Lanskap wilayah Kota Depok cendemng terfiagmentasi, namun mas&
mempunyai potensi yang dapat dikembangkan sebagai elemen-elemen
infrastruktur hijau bempa Hubs (taman hutan raya, taman kota, kawasan
dengan fungsi khusus, sempadan sity dan kawasan konseivasi air) dan Links
(sungai dan sempadannya, sempadan jalan, sempadan SUTET, dan sempadan
re1 kereta api) dengan luasan sekitar 3,609.61 hektar (17.35% dari total
wilayah)
4. Prioritas program yang dipilih dari beberapa altematif adalah dengan
menetapkan infrastruktur hijau tersebut sebagai kawasan lindung berdasarkan
pendapat dari para stakeholder, yang dikehendaki tiga kali lebih besar
dibandiigkan altematif lain.

Saran
Beberapa ha1 yang dapat disarankan berdasarkan hasil penelitian ini adalah :
1. Perlu dilakukan penelitian yang lebih detail pada setiap komponen
infiastruktur hijau untuk mencari solusi terbaik dari setiap permasalahan pada
masing-masing komponen infrastruktur hijau.
64
2. Masalah lingkungan bukan merupakan tanggungjawab pemerintah saja,
kesadaran masyarakat juga sangat dibutuhkan, namun para pengelola kota
hams berdiri di depan untuk membuat keputusan dan kebijakan yang tepat.
PUSTAKA

Benedict, M.A. & McMahon, E.T. 2000. Green infrastructure: Smart


Consewation for 21th Century. The Consewation Fund. Sprawl Watch
Clearinghouse 1400 ldh,St.NW, Washington DC.
Dardak, H., 2007. Pembangunan Infrastruktur Secara Terpadu dan Berkelanjutan
Berbasis Penataan Ruang. Makalah. Jakarta.
Davies, C., MacFarlane, R., McGloin, C., Roe, M. 2004. Green Infrastructure
Planning Guide Version I. I . North Humbria University, U.K.
Departemen Pekerjaan Umum. 2007. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.6
Tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Jakarta.
Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia. 2007. Undang - Undang
Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Jakarta.
Jongman R.H.G. dan Pungetti, G. 2004. Ecological networhz and greenways;
concept, design, implementation (Cambridge, Cambridge University
Press).
Warpani, S. 1980. Analisis Kota dan Daeral~.Institut Teknologi Bandung. Jawa
Barat.

Weber, T. 2003. Maryland Green Infrastructure Assessment: A Comprehensive


Strategyfor Land Conservation and Restoration. Maryland Department of
Natural Resources Watershed Services Unit. Annapolis.
Roseland, M. 1997. Dimensions of The Eco-city. Vo1.14, No.4,pp.197-202.
Elsevier Science Ltd, Great Britain.

Radnawati, D., 2005. Evaluasi Ruang Terbuka Hijau Kota Depok Sebagai
Kawasan Konservasi Air Menggunakan Data Satelit Multi Temporal.
Tesis pada Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sekretaris Negara Republik Indonesia. 1990. Keputusan Presiden No.32 Tentang


Kawasan Lindung. Jakarta.

Saaty, T.L., 1980. The Analytic Hierarchy Process, McGraw Hill, New York.

Larcombe, G. et al. 2003. Regional Infrastructure: New Economic Development


Opportunities For The Hunter,Illawarra And Western Sydney Regions.
Australian Business Foundation Economic Infrastructure Project 140
Arthur St, North Sydney, NSW 2060

Skarback, E. 2007. Urban forests as compensation measures for infrastructure


development. Department of Landscape Planning, Swedia.
w\?w~.elsevier.de/ufug
Nowak, et al., 2002. Brooklyn's Urban Forest, USDA, Forest Service, Gen. Tech.
Rep. NE-290, 109pp. USA.

Pham D. U., Nobukazu N. 2007. Application of land suitability analysis and


landscape ecology to urban greenspace planning in Hanoi, Vietnam.
Graduate School for International Development and Cooperation,
Hiroshima University, 1-5-1 Kagamiyama, Higashi-Hiroshima739-8259,
Japan www.elsevier.de/ufuyr

Zhang, L., Liu, Q., Hall, N.W., Fu, Z., 2007. An environmental accounting
famework applied to green space ecosystem planning for small towns in
China as a case study. Ecological Economics 60,533-542.

Kyushik, 0,et al. 2004. Determining development density using the Urban
Carrying Capacity Assessment System. Department of Urban Planning,
Hanyang University, Seoul National University, Korea Environment
Institute. Seoul. Republik Korea

Williamson, K., 2003. Growing with Green Infastructure. Heritage Conservancy,


Department of Community and Economic Development. Pennsylvania.

Oh, K., Jeong, Y., Lee, D., Lee, W., 2002. An integrated fa~rzeworkfor the
assessment of urban carrying capacity. J. Korea Plan. Assoc. 37 (5), 7-26.
Korea.

Seoul Development Institute, 1999. A Study on the Environmental Capacity


Assessment of Seoul (I). Seoul Development Institute, Seoul Korea.

Oh, K., 1998. Visual threshold carrying capacity (VTCC) in urban landscape
management: a case study of Seoul, Korea. Landscape Urban Plan. 39 (4),
283-294. Seoul. Korea.

Kozlowski, J.M., 1990. Sustainable development in professional planning: a


potential contribution of the ELA and UET concepts. Landscape Urban
Plan. 19 (4), 307-332.

Chung, S., 1988. A conceptual model for regional environmental planning


centered on carrying capacity measures. Korean J. Region. Sci. 4 (2),
117-128. Seoul.

Rodiek, J. 2007. Protecting ecosystems and open spaces in urbanizing


environments. Department of Landscape Architecture and Urban Planning,
College of Architecture, Texas A&M University, College Station, USA.

Dong, S. et al. 2007. Problems and Strategies of Industrial Transformation of


China's Resource-based Cities. China Population, Resources And
Environment Volume 17, Issue 5. China.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kota Depok Tahun 2001-2007

Jumlah Penduduk Kota DepokTahun 2001-2007


No Kecamatan ZOO1 2002 2003 2004 2005 2006 2007
1 Sawangan 136,864 143,211 149,039 157,525 159,543 166,276 166,076
2 Pancoran Mas 219,312 226,405 235,790 262.785 247,622 254,797 269,144
3 Sukmajaya 278,080 285,928 296,636 302,311 307,753 314,147 342,447
4 Cimanggis 331,778 343,399 357,546 376,103 379,487 392,512 403,037
5 Beji 115,575 120,462 126,653 129,192 136,899 143,592 139,888

Sumber: Depok Daiam Angka Tahun 2001-2007

Kepadatan Penduduk Kota Depok per KmZTahun 2001-2007


No Kecarnatan Luas(Km2) 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
1 Sawangan 47 2,918.21 3,053.54 3,177.80 3,447.69 3,401.77 3,545.33 3,541.07
2 Pancoran Mas 30 7,202.36 7,589.84 7,743.51 8,809.42 8,132.09 8.367.72 8,838.88
3 Sukmajaya 32 8.777.78 8,377.62 9,363.51 8,857.63 9,714.43 9,916.26 10,809.56
4 Cimanggis 51 6,559.47 6,413.88 7,068.92 7,024.71 7,502.71 7,760.22 7,968.31
5 Beji 16 7,086.14 8,423.92 7,765.36 9,034.41 8,393.56 8,803.92 8,576.82
6 Limo 31 3,952.41 5,606.49 3,970.23 6,208.11 4,599.17 4,789.85 4,798.01
Ratamta 207.06 6,082.73 6,577.55 6,514.89 7,230.33 6,957.29 7,197.22 7,422.11
Sumber: Depok Daiam Angka Tahun 2001-2007
Lampiran 2. Angaran P e n e r i r n a a n dan Biaya D a e r a h K o t a D e p o k Tahun 2006 untuk P e m h i a y a a n l n f r a s t r u k t u r

No Rincian Biaya (Rpl


I Grey Infrostrunure
1Pengadaan tanah untuk Pembangunan Perkantoran Pemerintahan Kota 1,199,977,900
2 BM Pengadaan Alat Kantor dan RumahTangga 1,905.85l.W
3 Pengadaan alat angkutan aparatur 273,334,400
4 Pengadaan aiat angkut pubiik 2,578,834,300
5 Pengadaan tanah untuk Pembangunan SDN Pondok Cina 3 608.869.8(W
6 Pengadaan tanah untuk pmbangunan simpang kel.Gandu1 (ianjutan) 303,946,572
7 Pengadaan tanah untuk pembangunan simpang Mampang (ianjutanl 336,578,348
8 Pengadaantanah untukFly Over (lanjutanl 930,172,700
9 Pengadaan tanah untuk pembangunan terminal Jatijajai 26,200.W.000
10 Operasionai InventarisariTanah Simpang ALses UiIRTM 18,384,200
11Pengadaan tanah untuk pembangvnan jalan masukTPU Kalimulya 271,259,900
12 Pengadaan tanah untuk pembangunan perluaran lahan parkir Parar Musi (157 m2) 89,983,800
13 Studi KelayakanSentra Niaga dan Budidaya 117,225.W
14 Studi Kelayakan Rumah Pemotongan Hewan 170.271.W
15 Studi Kelayakan Fly Overli. OewiSarrika 170,WD.W
16 Peningkatan rarprar dan fungsi pelayanan RPH 19.W.W
17 BM peningkatan rarprasdan fungri peiayanan RPH 7,250,000
18 Peningkatan rarprar dan fungri peiayanan RPH 53,750.W
19 Peningkatao rarana parkir dan jalan lingkungan parar Kemiii 430,W.W
20 Peningkatan rarana parkir dan jalan lingkungan parar Muri 333,425,000
2 1 Pengembangansentra usaha 125,153,750
22 Pengadaan alat kantor Dinar Kerehatan 275,291,800
23 Pendampingan pembangunan gedung Puskermas Gragai 69,748,300
24 Pengadaanrarana promori kesehatan 49.500,WO
25 Pembangunangedung PurkermasGragol Dinker 738,150.W
26 Pengadaan alat kesehatiln di Purkermar 1,348,084,025
27 Pengadaan alat kerehatan RSD Kota Depok 3,337,641,400
28 Pengadaan rarana perkantoran RSD kota Depok 973,435.W
29 Pengadaan rarana perkantoran (Purkermar dan RSD Kota Depokl 416.325,MXI
30 Penpadaan rarana komunikari RSD 26.565.W
3 1 Pengadaan praktekiab iPA SMAdanSMK 305,470,275
32 Pengadaan peralatan praktek (PendampingSampoerna Foundation) 72,282.87s
33 Pengadaan meubeiair SD, SMP, dan peraiatanTK 401,660,WO
34 Pengadaan rarana prararana komputer PKBM 60,482,800
35 Pengadaan peralatan praktek aiat m d i o dan komunikasi (PendampingSampoerna Foundation) 130,174.300
36 Pengadaan rarana oiahraga SMP 54,337,300
37 Penyu~unanSite Plan Perkantoran 72,777,500
38 Perencanaan DED Gedung Damkar (luncuranl 223.165.W
39 Perencanam DED Gedung Pemuda Kota Depok 97.500.W
40 Perencanaan DEDTahap ISMKN 2Sawangan (luncuran] 223,165,000
4 1 Penerriban dan Pengendsiian Bangunan 100,W.WO
42 Studi Keiayakan Jaian PenunjangTerminallatijajar 285,760.W
43 Pembangunan Unit Baru Kelurahan Kota Depok 602,975.000
44 Pengadaan alat laborataiium Pengukuran 30.250.W
45 BM komputer daiam rangka pembangunan rirtem informari pelayanan 258.W.W
46 Rehabilitari Kantor Kecamatan Kota Depok 710,250,000
47 Pengadaan aiat kantar dan rumah tangga DinarTakotbang 83,740,000
48 Pembangunan kompieb perkantoran pemerintahan kota Depok 7,673,651,000
49 Pembangunan Gedung Dinar PU Kota Depok 1,504,075,WO
50 Pembangunan saran8 Hanggariambahan 152,875,000
5 1 Pembangunan pagar tanah Pemda Ji. Bahagia di depan Polreksukmajaya dan Gd. Koni 469,725.W
52 Pembangunan kembali Parar Kemiri Muka (luncuran) 1.100.W,000
53 Pembangunan Gedung Baiai Latihan Kerja Kota Depok 1.507.125.W
54 Pembangunsn RSUD Kota DepokTahap IV 6,608,475,000
55 Pembangunan RSUD Kota DepokTahap Ill (luncuran) 354,942,000
56 Rehabiiitasi Puskesmar Kota Depok 736,105,500
57 Pembangunan tambah ruang Purkermar Kota Depok 739,019,500
58 RehabilitariSD WilayahA 6,685,793,250
59 Rehabilitari SD Wilayah A (luncuranl 134,415,Wo
60 Rehabiiitari SD Wilayah B 7,956,918,000
Lanjutan Lampiran 2.
No Rincian Biava IRpl
5 Pemanfaatan lahan korong 64,769,600
6 pembuatan Demplot Pertanian Organik dan peningkatan rarana pengoiahan kompos 45,000,000
7 Peningkatan kuaiitasrumberdaya petani dan rarprar ikan hiar 1M.OOO.000
8 Pengembanganbibittanaman hoitikultun dan penghijauan 74,300,000
9 Pengolahan haril ternak 30,000,000
10 Pembuatan Dempand Lobster dan pakan alami 31,850,000
11 Kajian pola inrentif bagi pemilik lahao rawah Padi 76,100,000
12 Pendampingan pengolahan dan P a r a panen hortikuitura 25,000,000
13 Pelayanan kebenihan dan pengangkutan sampah 2,436,413.400
14 Pengadaan aiat penunjang kebersihan 82.5W.WO
15 Pemeiiharaan tamao makam pahlawan Kalimulya 44,999,900
16 Pengawa~ankuaiitar air berrih d i daerah rawan KLB 104,518,500
17 Penyehatan tempat-tempat "mum IITU) 173,534,000
18 Pembangunan rarana pencucian kendaiaan TPA 52,875,000
19 Pembangunan Gedung Labontorium Pengujian limbah dan saran pendukung 152,875,000
20 Pemeiiharaan taman kota Depok 813,440.350
21 PenataanTaman Makam Pahlawan 142,675,000
22 Pembangunan inrtalari pengolahan akhir iimbah RSUDSawangan 694,425,000
23 Pembaogunan Taman Kota Depok 583,019,500
24 Pengelolaan Tahura Pancaran Mar (IuncuranJ 750.DW.000
25 Pendataan dan pengujian rumber air pemadam 30,000,000
26 Pemeiiharaan dan pengeialaan prararana dan sarana air benih Kota Depok 761,790,700
27 Pembentukan penyuiuhan kelompak P3A Mitra Cai 26,010,150
28 Prararana darar air berrih Kota Depok 618,675,250
29 Pengadaan rarprar air berrih (OAK1 440,000,000
30 Pembuatan rumur arterir [bantuan keuangan Propinsil 1.000.000.OW
31 Penanpgulanganakibat kekeringan dan banjir dengan poi3 padat karya (prapinsi) 2W,000,000
32 Normalirari sit" Pladen (bantuan prapinri) 100,000,000
33 Pengeioiaao keberrihan 50,000,000
34 Penyusunan UKUUPL, RPH Kota Depokdan SLHD 150.000.000
35 Pembinaan pelaksanaanAMDAL UKUUPLKota Depok 250.000.000
36 Penunjang penyeienggaraanprogram Adipun 132,200,000
37 Pengadaan peraiatan petugar kebenihan (BOP) 257.210.000
38 Pemeiihaman aiat-aiat angkutan operarionai keberrihan 375,750,000
39 Operari pemeliharaan TPAdan IPLT 1,697,115,700
40 Operarionai kebenihan 5,432,329,200
41 Pengendaiianlimbah cair indurtti dan limbah domestik 240,000,000
42 Peningkatan kualitar air rungai dan ritu d i Kota Depok 150,000,000
43 Pengujian kualitar udara di Kota Depok 75,000,000
44 Proyekpercantohan pengelolaan ritu Cilangkap 200,000,000
45 Peningkatan peran reira maryarakat dalam pengeioiaan iingkungan hidup 100,000,000
46 PengeiolaanTahura Pancoran Mar 239,000.000
47 Rehabilitari dan kanrervari DAS Ciliwung 250,000,000
48 Pengadaan ruku cadang kendaman operasionai 620,182.150
49 Pengadaan peraiatan kantor (DKLHI 53.OW.OW
50 Pembuatan tempat pembuangan sampah sementara ITPSI 455,983,000
51 Pengadaan peraiatan kebcrsihan 106,000.000
52 Pengadaan dan pemarangan jembiltan timbangdiTPACipayung 224,000,000
53 Perbaikan r a n n a iPLT Ksiimulya 121,500,OW
54 Pembangunanjaian diTPU kalimuiya I1 110,000,000
55 Pengadaan Papan Informarl Pelavaoan DKW 35,000,000
56 Pernbeiian merin potong rumput (bantuan propinsi) 250,000,000
57 Soriaiirari pengoiahan rampah 132,400,000
58 BM penataan dan pengembanganfarilifas obyek pariwisata 110,000,000
links 455.983.000
59 Pengadaan tanah untuk Pembangunan banjir Lanai Maxonda Ji.Saih 305,295,250
60 Normalirari, pengerukan, operari dan pemeliharaan SDA 6,012,639,400
61 Pemeliharaan bangunan irigari 27,790,000
62 Pembuatan raluran drainare dan gorong-gorong 1,881,815.350
63 Penurapan dan penangguian 9.756.483.100
64 Penunpan dan penan%gulan(luncunn) 728,233,740
65 Pembuatan raiuran air (benwna aiam) (iuncuranl 691,200,000
66 Pembuatandrainaredantrotoar 2,061,977,950
67 Rehabiiitari bangunan i"garidan saluran 5,417,263,000
Jvmiah Pernbinyaan Green lnfmrtrunure 49,801,603,990
Total Pembiayaan Infrartrultur Kota DepokTahun 2W6 210,539,9954,035
Total Bclsnjs (APED-2W61 674.902.436.665
Lampiran 3. Data Jumlah dan Jenis Fasilitas di Kota Depok per Kecarnatan

2 Pancoran Ma: 4 268 139 4 5


3 Sukmajaya 2 256 160 7 2
4 Cirnanggis 3 284 147 7 5
5 Beji 4 95 50 3 2
6 Limo 1 96 52 2 1
- Jumlah 15 1187 626 27 18
Sumber: Depok Dalam Angka Tahun 2006
695000

PETA RENCANA INFRASTRUKTUR HlJAU


KOTA DEPOK PROVlNSl JAWA BARAT

You might also like