Download as pdf
Download as pdf
You are on page 1of 6
393 KARSINOMA NASOFARING Zakifman Jack PENDAHULUAN Karsinoma nasofaring(KNF) adalah satu dari lima tumor genes terbanyak di Indonesia, Sampai saat ini karsinoma rnasofaring menduduki ranking teratas diantara kanker Teling Hidung Tenggorokar di Indonesia. Berbagai laporan dari Jakarta dan 10 kota besarlainnya menyatakan bahwa kenker nasofaring merupakan kanker terbanyak pada kegenasan daerah kepala leher.Di Rumah Sakit Kanker Dharmais rata rata tercatat 70 kasus baru per tahun Sebagian besar dari pada pasien pasien tersebut bar datang berobat pada stadium lanjut, sehingga efektivitas pengobatan pun menjadi rendah, Ini disebabkan fakt. ketidaktahuan, ekonomi, lokasi yang jauh dari pusat pengobatan dan lain lain, Sementara dari kemajuan pengobatan dan teknologi diketahui bahwe karsinoma rnasofaring merupakan kanker yang sensitif terhadap radiasi dan kemoterapi. Berbagai laporan penelitian memperlihatkan hasil yang menggembirakan. Hal ini merupakan tantangan bagi kita sebagai tenaga medis Untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat dan ‘memberikan pengobatan yang tepat guna dan hasil guna yang lebih baik. DEFINISI Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang tumbuh di nasofaring. Fossa Rosenmuller adalah tempat tersering Untuk tumbuhaya tumor ganas tersebut. Nasofaring adalah struktur kuboid yang dilapisi oleh epitel kolumnar mukosiliar berlapis. Sebelah anterior merupakan lanjutan dari rongga hidung melalui bai belakang koana. Atapnya merupakan basis sfenoid, basiocciput dan lengkung depan dari Atlas, Semeentara ddinding samping terdiri dari muara tube Eustachius yang 2992. terletak diantara elevasitorus tubarii.Dibelakang torus terletak fossa Resenmuller, tempat tersering tumbuhnya ‘tumor nasofaring Dasar nasofaring adalah permukaan atas dari palatum moll. EPIDEMIOLOGI Di Indonesia, survey kanker yang pernah dilakukan oleh Departemen Kesehatan 1977-1979 saja memperkirakan kasus baru KNF melebihi 1300 kasus, dan dewasa ini ‘angka tersebut diperkirakan lebih tinggi lagi. Prevalensi 4,7 per 100.000 per tahun, Sedangkan dariseluruh kanker dilndonesia, KNF menduduki peringkat keempat, sesudah kanker ginekologi, payudara dan paru. Di beberapa negara perbandingan rasio jenis kelamin pada pria 2-3 kali lebih besar dari wanita. Insidensi KNNFberkisar antara umur 10-80 tahun dan mencapai puncak pada usia 40-50 tahun, KINF banyak ditemukan di Asia Selatan, dan insidensi tertinggiditernukan di daerah pantai Cina (Kanton, Taiwan), yaitu lebih dari setengah insidens seluruh kanker di sana. Karsinoma nasofaring jarang ditemukan di Eropa dan ‘Amerika (kurang dari 1% dari seluruh kanker). Frekuensi menengah ditemukan di Asia Tenggara (Indonesia dan Filipina) dan imigran Cina yang datang atau lahir di sana Distribusi geografis seperti ini dapat dipengaruhi beberapa hal seperti perbedaan etiologi atau faktor predisposis (herediter,lingkungan, virus) Ditemukan hubungan yang erat antara kejadian KNF dengan ditemukannya antibodi terhadap virus Epstein-Barr dan konsumsi ikan asin yang rmerupakan makanan yang sering dimakan di Cina Selatan dan Indonesia Nitrosamin yang terdapat didalam ikan asin diketahui sebagai media yang baik untuk tumbuhnya virus EB. Demikian juga faktor lain seperti merokok, polusi dara, pekerjaan, defisiensi nutrisi atau vitamin. Selain itu KARSINOMA NASOFARING beberapa penelitian melaporkan KNF banyak ditemukan pada lapisan ekonomi berpenghasilan rendah, PATOGENESIS Perkembengan KNF dapat melalui infiltrasi maupun cekspansi. Pertumbuhan awal sering berupa mukosa yang abnormal.atau kadang kadang tidak ada perubahan ‘sama sekali, Dalam keadaan terahir ini tumor berada di submukosa, yang selanjutnya akan berkembang kelvar area nasofaring. Banyaknya drainase limfatik sekitar leher ‘membanty penyebaran lebih lanjut, yaitu sepanjang vena jjugularis, spinal accessory nerve dan kelenjar retrofaring ‘medial dari arteri karots. Pembesaran kelenjar getah bening (kgb) leher merupakan keluhan tersering (hampir 90% pasien), timbulnya gangguan pendengaran,tinitus, gejala hidung tersumbat, dan nyeri. Gejala-gejala ini timbul sebagai akibat pertumbuhan tumor. Tumor dapat memasuki rongga parafaringeal melalui sinus Morgagni. Infiltras lateral kerongga para nasofaring dapat mempengaruhi ‘tot pterygoid dan menyebabkan trismus. Terlibatnya saraf kranial sering timbul akibat infitrasi tumor ke tulang dasar tak (skull base) Pertumbuhan tumor ke sinus kavernosus dapat menyebabkan gangguan saraf Il dan VI. Penyebaran limfatik sering terjadi sejak awal Pemibesaran KGB leher sering terjadi bilateral. embesaran GB retrofaring dan faring bagian lateral sring terjedi sejak wal. Pembeseran KGB jugularis bagian sepertiga tengah dan bawah termasuk supraklavikula terjadi kemudian. Kelenjar getah bening mediastinum dan retroperitoneal jarang terlibat. Penyebaran hematogenik lebih sering terjadi pada kersinoma tidak berdiferensiasi, dibanding karsinoma sel skuamosa.Penyebaran dapat terjadi ke tulang, paru dan hat GEJALA DAN TANDA Tanda awal KNF sering berupa pembesaran KGB leher. Gejala dan tanda awal ini sering tidak khas dan diabaikan, kecuali bila sudah timbul gejala neurologis yang merupakan tanda khas KNF. Gejala dan tanda kiinis karsinoma nasofaring: + Pembesaran KGB leher, sekitar 40%. + Keluhan hidung: tersumbat, mimisan, rhinolatia, sekitar 20-25%, + Gejala telinga: tuli unilateral, otitis media, sekitar 20% + Gejala neurologi: penglihatan ganda, sekitar 20%, + Sakit kepala 2993 Dari gejala gejala tersebut, mimisan dan sakit kepala merupakan gejala aval yang paling sering timbul, sehingga bila ada gejala tersebut kita harus curiga adanya KNF yang tentunya harus dipastikan melalui biopsi nasofaring, ETIOLOGI Etiologi yang sangat mungkin berhubungan dengan Kanker nasofaring 1. Virus Epstein-Barr (EB), 2. Genetik (HLA-family clustering) dan ras. 3. Zat kimiatnitrosamin, hidrokarbon karsinogenik, benzopyrene, benzoanthracene, Zat-zat ini dapat dite kan pada ikan asin, sayur kering dan salmon asap. 4, Menghirup asap dari kayu hangus, asap masekan, cairan anti nyamuk yang terbakar. 5. Ekstrak tanaman,contohnya: croton tigluim, Euphorbia lathyris, croton megalocarpus, yang dikenal sebagel bat tradisional, yang diketahui sebagai promoter vitus EB. 6. Status ekonomi rendah, 7. Pekerjaan yang sering terpapar zat karsinogen, seperti pabrik kayu dan plastik '8, Pasien penyakithidung dan tenggorokan, seperti otitis media berulang, sinusitis, trauma nasal dan tonsilitis berulang 9, Gaya hidup dan pengaruh kultur, termasuk kondisi perumahan, 10. Pengaruh geografi.Insidensi KNF lebih rendah terjadi pada orang Cina yang lahir di USA dibanding dengan yang lahir di daratan Cina 11. Onkogen: DIAGNOSIS Dari anamnesis harus ditanyakan hal hal sebagai berikut: ‘adanya mimisan berulang yang jumlahnya tidak begitu banyak, sakit kepala, gejala hidung tersumbat, penglinatan ganda, gangguan pendengaran, neuralgia, riwayat penyakit hidung dan tenggorokan yang berulang. Dari pemeriksaan fisis dapat cijumpai pembesaran KGB leher, supraklavikula,epistaksis, strabismus, gangguan pendengaran, diplopia, eksoftalmus, enoftalmus, miosis, amaurosis, gangguan menelan, regurgitasi nasa, disfonia, gangguan gerakan lidah, paralisis okulomotor. ‘ering terjadisindrom sebagai berikut pada kelemahan sarafkrania: 1. Sphenoid fissure syndrome: diplopia dan neuralgi 2. Orbital apex syndrome:amaurosis (optic nerve) pada keterlibatan nervus optikus. 3. Lateral wall of the cavernosus syndromeamaurosis, 2994 ‘exepthalmus dan paralisis okulomotor. Bila terjadi pembesaran KGB leher bagian atas dan ‘melibatkan saraf kranial, maka dapat djumpai sindrom sebagai berikut 1. Vernet’s syndrome: gangguan menelan, regurgitasi nasal, dysphonia, paralisis trapezius (1XX;X) 2. Collet-Sicard’s syndrome: Sama dengan sindrom diatas dditambah dengan terganggunya gerakan lidah kerena keterlibatan saraf Xl, 3. Villarets syndrome: miosis dan enoftalmus. Beberapa pemeriksaan seromarker untuk melihat kadar antibodi serum spesifik terhadap virus EB yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis, antara lain: IgAantiVCA, IgAanti€A, IgAantiEBNA. Biopsi nasofaring adalah tindakan terpenting yang hharus dilakukan untuk menegakkan diagnosis past, dan dilakukan oleh sejawat ahli THTBiasanya dilakukan rinoskopi posterior, endoskopi, nasofaringoskopi kaku/ fleksibel Dengan alat fiberoptic dan coldlight endoscopes ‘maka tumor yang sangat kecil pun dapat terlihat Pemeriksaan radiologi: Convential tomorgraphy atau CT scan perlu dilakukan untuk melihat adanya tumor, terutama bila sudah menginfitrasi dasar otek, pembesaran KGB dan dapat melihat metastasis tulang. Disamping itu ppemeriksaan dengan CT scan penting untuk staging kirk, untuk mengetahui adanya metastasis sehingga dapat itetapkan stadium penyakit. Disamping itu pemeriksaan MR! (magnetic reconance imaging) dapat dipertimbangkan khususnya pada kasus- kasus dengan ekstensi intra kranial, kelainan minimal endofiik Bone scan dilakukan untuk mengetahui adanya metastasis tulang, Pemeriksaan konvensional yang jauh lebih murah seperti foto torak tetap berperanan untuk melihat nodul ‘metastasis paru dan efusi pleura, ultrasonografi abdomen untuk melihat nodul metastasis pada hati dan foto polos tulang untuk melihat metastasis tulang, Konsultasi kepada sejawat ahli mata dan ahi neurolagi perlu dilakukan untuk mengetahui lebih mendalam mengenai status mata dan neurologi Diagnosis Bandin + Adenoid. + Fibroma nasofaring, + Limfoma maligna. + Tuberkulosis nasofaring, walaupun jarang. HISTOPATOLOGI World Health Organization (WHO) membagi histopatologi menjadi 3 tipe: ONKOLOG! MEDIK KHUSUS + Karsinoma skuamosa berkeratin (WHO tipe 1). + Karsinoma skuamoss tidak berkeratin (WHO tipe 2) + Karsinoma tidak berdiferensiasi (WHO tipe 3). WHO tipe 3 adalah yang terbanyak (+ 899), sementara tipe 1 paling banyak di Amerika Utara, “Timor Primer (1) Tk Tumor primer tak dapat dinila TO Tidak terdapat tumor primer Tis Karsinoma in situ Tt Tumor terbatas pada nasofaring T2 Tumor meluas ke jaringan lunak nasofaring dan atau nasal fosa Tea __Tanpa perluasan ke parafaringeal Tab Dengan perpanjangan parafaringeal 73. Tumor masuk ke struktur tulang dan atau sinus paranasal 4 Tumor dengan perluasan intrakranial dan atau keterlibatan saraf kranial,infratemporal fossa, hipofaring atau orbita KGB regional (N) NX Kb regional tidak dapat din NO. Tidak terdapat metastass ke kab regional Ni Metastasis bilateral di kgb, 6 em atau kurang datas fosa supraklavikula N2___ Metastasis bilateral i kgb, 6 cm atau kurang dalam dimensiteroesar di atas fosa supralavkula 3 Metastasis di gb, ukuran > 6 cm N3a_—_Ukuran > 6m N3b _Perluasan ke supraklavikula Masia ak Oi MK Metastasis jou sk dapat ins MO Tidak terdopat metstssjuh Mai “Tandaat rons Stadium Stadium 0 Tis No Mo ‘Stadium | W No ‘MO Stadium iA T2a No Mo Stadium IB TH Ni Mo Tea Ni Mo Tab No Mo Tab Nt Mo Stadium il TH N2 Mo Stadium V 4 NO Mo SemuaT —N3 Mo SemuaT SemuaN M1 KARSINOMA NASOFARING. KLASIFIKASI/STAGING UICC (Union Internationale Contre Cancer)TNM Classification. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan pengobatan untuk KNF dilakukan ‘melalui kerja sama dalam tim terpadu yang terdii dari dokter THT, Radioterapi, Penyakit Dalam (khususnya subspesialis Hematologi dan Onkologi Medik), Mata, Neurologi, Rehabilitasi Medik, Kedokteran Jiwa, dan Gizi klinik, Modalitas pengobatan KNF sebagai berikut: + Radioterapi (termasuk brakiterapi) + Kemoterapi + Kemoradiasi + Terapi target + Operas RADIOTERAPI. KNF diketahui sangat sensitif terhadap radioterapi, dan sejak lama radioterapi disepakati sebagai terapi definitif KNF, Radioterapi dapat diberikan pada lesi primer nasofaring dan KGB leher. Radioterapi pun dapat diberikan pada nodul residu. Di samping itu dapat juga diberikan brakiterapi. Mengenai dosis, jadwal dan strategi pemberian dilakukan oleh dokter Radioterapi melalui kerje sama tim terpadu KEMOTERAPI Karsinoma nasofaring diketahui sebagai kanker yang sensitif terhadap kemoterapi. Berbagai sitostatika telah diketahui sejak lama, Sitostatika dapat diberikan secara tunggal, maupun kombinasi berbagai sitostatika dalam bentuk regimen. Pemberian regimen ini bertujuan Untuk mendapatkan efikasi yang lebih tinggi karena kerja sinergistik beberapa jenis sitostatika, efek samping yang lebih kecil karena dosis masing masing sitostatika dapat diberikan lebih kecil, dan terbukti dari berbagai penelitian dan laporan dapat mencapai kesintasan yang lebih panjang. Pemberian kemoterapi dapat mendahului radioterapi (neoajuvan), bersama sama radioterapi (kemoradiasi) atau sesudah radioterapi (gjuvan). Regimen yang terbukt ampuh untuk KINF adalah regimen yang mengandung cisplatin. 2995 (bat abat sitostatika yang lazim digunakan dewasa ini adalah cisplatin, carboplatin, 5 fluorouracil paclitaxel, docetaxel, dan gemcitabine. Kemoterapi tunggal biasanya diberikan sebagai terapi paliatif, atau pada pasien yang kondisinya lemah, usia tua, dan pada kemoradiasi Contoh kemoterapi tunggal + Cisplatin 40 mg/m2, iv, sekali seminggu. + Paclitaxel 60 mg/m2, iv, sekali seminggu. + Docetaxel 25 mg/m2, iv, sekali seminggu. + Gemcitabine 1000-1250 mg/m2 hari 1 dan 8 (siklus 21 har), Contoh regimen kemoterapi + Cisplatin 100 mg/m2, drip iy, hari 1 5 Fluoro Uracil 1000 mg/m2/hari, continous drip iv, hhari 1 sampai dengan har. Diulang setiap 21 hari + Paclitaxel 175 mg/m2, iv, hari 1 Carboplatin AUC VI, iv, hari 1 Diulang setiap 21 hari + Docetaxel 75 ma/m2, iv, hari 1 Cisplatin 75 mg/m2, iv, hati 1. Diulang setiap 21 hari + Gemcitabine 1250 ma/m2, iv, hari 1. Cisplatin 75 mg/m2, ix, hari 1. Diulang setiap 21 hari + Docetaxel 75 mg/m2, iy, hati 1 Cisplatin 100 mg/m, v, hari 1 $5 Fluoro uracil 1000mg/m2/hat iy hari 1 sampai har (harus diberi growth factor untuk mengatasi depresi sumsum tulang) Diulang setiap 21 hari KEMORADIASI Kemoradiasi adalah kemoterapi yang diberikan bersamaan dengan radiasi. Kemoterapi diberikan setiap awal minggu, sementara radiasi dilakukan setiap hari sampai tercapai dosis total yang ditetapkan, Maksud pemberian kemoterapi mendahului radiasi disini adalah untuk membuat sel sel kanker tersebut menjadi lebih sensitif terhadap radiasi yang diberikan kemudian, karena pemberian kemoterapi dalam dosis tertentu akan mengakumulasi sel-sel kanker tersebut dalam fase G2 dan M yang relatif lebih sensitif terhadap radiasi. Ini yang disebut efek radiosensiizer. ‘Adapun dosis kemoterapi yang diberikan sama dengan dosis kemoterapi tunggal (kecuali Gemcitabine hanya diberikan dengan dosis aktual 200 mg/ minggu) 2996 ONKOLOG! MEDIK KHUSUS TERAPI TARGET ‘Sampai saat ini dikenal 2 macam terapi target yang dari beberapa penelitian terbukti efektf terhadap KINF, yaitu Cetuximab dan Nimotuzumab. Keduanya merupakan anti EGFR (Epidermal Growth Factor Receptor) EGFR ini terdapat ppada sel normal, tetapi pada KNF terdapat hiperekspresi yang mengakibatkan meningkatnya pembelahan sel, ‘meningkatnya angiogenesis, metastasis dan meningkatnya resistensi terhadap radiasi dan kemoterapi. Pemberian anti EGFR dapat mencegah bergabungnya ligan dengan reseptor sehingga menghambat alur pensinyalan intraselular dengan akibat terhambatnya proses di atas tadi. Pemberian terapi target ini dapat diberikan bersamaan dengan radiasi atau kemoterapi Contoh pemberian terapi target: + Cetuximab 400 mg iv hari diikuti dengan 250 mg iv setiap minggu. Radioterapi 70 Gy (2 Gy 5 kali seminggu). + Nimotuzumab 200 mg iv dosis actual setiap minggu. Radioterapi 70 Gy. OPERAS! Melihat anatomi lokasi tumor tersebut maka terapi operatif kurang mendapat tempat dalam pengobatan KNF-Tindakan operasi diseksi leher hanya dilakukan pada residu regional apabila primer bersih, PANDUAN PENATALAKSANAAN + Stadium I: radiasi eksterna (6000cgy,30 kali) + brakiterapi (B00cgy.4-6 kall Parsial respon: dilakukan penilaian 2 bulan pasca radioterapi dengan pencitraan maupun klinis Diberikan ajuvan kemoterapi, bila tidak ada respon: diberikan kemoterapi lini 2. Rekuren/residf: bila < 1 tahun dilakukan reseksi dan. kemoterapi, bila > 1 tahun dilakukan reseksi dan kemoradiasi + Stadium I T2aNOMO: diberikan radiasi eksterna + brakiterapi T2bNOMO: kemoradiasi + brakiterapi. Parsial respon: kemoterapi ajuvan. Tidak respon: kemoterapi lini 2 Residif/rekuren: bila < 1 tahun dilakukan kemoterapi saja (unresectable), bila > 1 tahun dllakuken kemoradiasi (unresectable). + Stadium Il kemoradiasi Parsial respon: diberikan ajuvan kemoterapi, reseksi (okal,egional) + Stadium IV TANOMO: kemoradiasi. T1-4N3MO: neoajuvan, Jka terdapat penekanan saraf kranial oleh massa maka terlebih dahulu tindakan radioterepi cit. Residif/rekuren: bila < 1 tahun maka dilakukan kemoterapi, bila > 1 tahun maka dilakukan kemoradiasi TI-4N1-3M1: kemoterapi. Kecuali bila pada bone scan ada lesi metastasis, ‘maka diberikan radioterapi terlebih dahulu untuk tulang penyangga berat badan (weight bearing bone) TINDAK LANJUT Pada tahun pertama, tindak lanjut dilakukan setiap 1-2 bulan, pada tahun ke 2 setiap 2-3 bulan, pada tahun ke 3 setiap 4-6 bulan, pada tahun berikutnya setiap 12 bulan Pada setiap tindak lanjut dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan nasofaringoskopi Bila tidak ditemukan kelainan, maka tindak lanjut dapat dilakukan setiap 12 bulan sekali sampai tahun ke 5 Pemeriksaan yang dilakukan setiap 6 bulan adalah foto toraks, CT nasofaring, seromarker, bone scan, USG abdomen dan laboratorium. Untuk KNF tipe 1 (WHO) seromarker tidak perlu diperiksa, Selain itu pasien juga peru menjalani rehabilitasi di LURM (unit rehabilitasi medik) untuk mencegah timbulnya trismus, kekakuan leher dan saliva kering KOMPLIKASI Penyebaran lokal dari tumor primer ke daerah sekitarnya dapat menyebabkan terjadinya sphenoid fissure syndrome, orbital apex syndrome dan lateral wall of the cavernous sinus syndrome. Penyebaran limfatik dapat menyebabkan terjadinys Vernet’s syndrome, Collet-Sicardssyndrome dan Villaret’s syndrome, Penyebaran hematogen terutama terjadi pada KNF tidak berdiferensiasi (WHO tipe 3) dapat menyebabkan metastasis jauh (tulang,paru dan hati PENCEGAHAN Untuk pencegahan onset penyakit banyak hal yang dapat dilakukan seperti jangan terlalu sering mengonsumsi _makanan yang mengandung nitrosamin. Untuk para pekerja yang bekerja di pabrik terutama pabrik pengolahan kayu dan plastik diusahakan ager pabrik tersebut mempunyai KARSINOMA NASOFARING 2997 ventilasi yang cukup sehingga asap yang timbul dapat keluar melalui ventilasi tadi sehingga tidak banyak yang tethirup oleh para pekerja. Demikan juga untuk kondisi perumahan tempat tinggal harus mempunyai ventilasi yang cukup. Untuk para penderita penyakit THT diharapkan agar ‘mengobati penyakitnya sampai tuntas agar tidak berulang yang merupakan faktor predisposisi terjadinya KNF. Untuk para penderita KNF harus dimotivasi dan diberi pengertian agar mengikuti program pengobatannya dengan benar untuk mencegah perburukan penyakit, ‘timbulnya komplikasi dan mengurangi terjadinya gejala sisa Untuk para penderita yang telah mendapatkan complete response seharusnya mengikuti follow up dengan Jadwal yang benar untuk mengatasi kekambuhan. PROGNOSIS Prognosis KNF sangat berhubungen erat dengan stadium penyakit, makin tinggi stadium akanmemperburuk prognosis. Ini terlihat dari tabel di bawah ini B 30 92 4 Dis N2poh.9924ihe30 Terdapat hubungan yang erat antara keterlibatan KGB regional dengan metastasis jauh, Makin besar N maka makin berpotensi untuk terjadinya metastasis jauh Tipe histologi juga berpengaruh terhadap prognosis, seperti terlihat pada tabel di bawah ini Katsinoma Berskudiniosa °° 'Kairsitié'm a? “tidak Beediferensasin’° PSsijedes winvel werk \° S:VEGPSATVAL rate ‘vasmibionabe sehtoninve> iberiserase6.0 + ekurensiolal 60%, kgb + Rekurensolckal30% gb regional 40% onl nepe@gfonaheS%isi-nicd~ : Metastasis seit seacoast Yoeistilowgolmil leyas8. Dari berbagai penelitian dan laporan diketahui bahwa pada pasien KNF lokoregional lanjut yang tidak dicbati,pemberian kemoradiasi yang diikuti dengan kemoterapi ajuvan menghasilkan peningkatan kontrol Jokal, menurunkan metastasis sistemik, meningkatkan disease free survival dan overall survival. Sementara kemoterapi neoajuvan meningkatkan disease fee survival, tapi tidak mempengaruhi overall survival REFERENSI Schantz SP, Hazrison LB, Cancer of the Head and Neck in De ‘Vita: Cancer: Principles and Practise of Oncology 1989 ; 4 2-6 (Chan AT Felip 2 ESMOGuidelines Working Group: Nasopharyngeal ‘cancer ESMO Chinical Recommendations for diagnosis, treatment and follow wp. Ann, Oncol.2008; 20 (Suppl 4) 103.135, Chang ET, Adami HO, The enigmatic epidemiology of nasopharyngeal earcinoma.Cancer Epidemiol. Biomarkers rev. 2006 15: 1765 - 1777 Ablashi DV. Epstein-Barr virus markers in the diagnosis and ‘prognosis of nasopharyngeal carcinoma in Cancer in Asia and Pasifc 198 ; 1-471 ~ 486, Guigay J. Advances in nasopharyngeal carcinoma, Curr-Opin. ‘Oncol 2008-20: 13-110. Boussen, Cvitkovie E, Wendling JL, et al. Chemotherapy of ‘metastatic and /or recurrent urdiferentiated nasopharyngeal Careinoma with cisplatin, bleomycin and fluorouracil. Cin (Oncol 1991 ;9: 1675-1681. Komari B, Harsal A, Soeis D et al, Panduan penstalaksanaan Tkasinoma nasolaring. Panduan penatalaksanaan kanker ‘THT. Rumah Sakst Kanker Dharmals Jakarta 2010:1 ~ 10, Baujat Bet al; MAC-NPC Collaborative Group: Chemotherapyin Tocally advanced nasopharyngeal carcinoma: An individual pallet data meta-analyssofelghtrandomizes tials and 1753 patients. Int] Radiat. Oncol. Biol Phy's:2006,64: 47 ~ 56. Bernier |. A multidisciplinary approach to squamous cell ‘avcinonsa ofthe head ar neck an update: Cur Opin. Oncol 2008; 20: 249-255, ‘Bernier, Scheneder D, Cetuximab combined with radiotherapy: ‘Analterativetochemoradiotherapy for patients with locally advanced squamous cell carcinoma ofthe head and neck Eur. Cancer 2007; 43:35 ~ 45 \Vermorken JB et al. Overview of the efficacy of cetuximab in recurrent and/ormetastatc squamous cll carcinoma ofthe head and neck in patients who previously failed platinum “based therapies. Cancer 2008; 112: 2710 - 2719, ‘chen Y et al. Preliminary results of a prospective randomized trial comparing concurrent chemoradiotherapy plus adjuvant chemotherapy with radiotherapy alone in patients ‘ith locoregjonally advanced nasopharyngel carcinoma in tendemic regions of China. Int].Radiat. Oncol Biol Phys 2008 271 1356 ~ 1364, CChua DT etal. Long term survival ater cisplatin-based induction ‘chemotherapy and radiotherapy for nasopharyngeal carcinoma; a pooled data analysis of two phase Ill trials, }.Clin Oncol 2005-28: 1718 - 1124 Melarkode S, Ramakrishnan, Eswaraiah A etal. Nimotwzumab a ‘promising therapeutic monoclonal for treatment of tumors ‘OF epithelial origin. mAbs 2008; 11:41 ~ 48. CCeomber T, Osario M, Cruz T etal. Use ofthe humanized anti- ‘pidermal Growth Factor Receptor monoclonal antibody eR3 in combination with radiotherapy inthe treatment of locally advanced head and neck cancer patients. Clin Oncol. 2004; 21645 ~ 1654

You might also like