Professional Documents
Culture Documents
1803 4030 1 PB
1803 4030 1 PB
Sugeng Herwanto
FKIP UNS
Sugengherwanto@yahoo.com
081225600171
Abstract
Abstrak
menggunakan media abakus. Hasil yang didapat siklus I meskipum ada dua siswa yang belum
dari siklus I dan II dapat dilihat dari deskripsi mencapai nilai kriteria ketuntasan minimal.
perbandingan antara siklus I dan II. Hasil Gambar C.3 Grafik perbandingan pada
perbandingan antara siklus I dan II bertujuan kondisi awal dan siklus I.
untuk mengetahui ketuntasan antara siklus I dan
II, setelah dilakukan deskripsi antar siklus,
70
selanjutnya dilakukan perbandingan
60
perkembangan antar siklus untuk
50
mendeskripsikan peningkatan yang telah
40
tercapai dari siklus satu ke siklus berikutnya. 30
Perbandingan tersebut dilakukan baik secara 20
kualitatif maupun kuantitatif. Berikut ini 10
disajikan beberapa tabel hasil perbandingan 0
AYK DJF LTN
antar siklus:
1
Subjek
2
Hasil Nilai
3
Keterangan
4
Kondisi Awal
5
Siklus I
Tabel C.4 Perbandingan Prestasi Belajar Gambar C.6 Grafik Perbandingan Prestasi
Belajar Matematika Antar Siklus yakni
Matematika pada Siklus I dengan siklus II
Kodisi Awal, Siklus I, Siklus II.
NO S KA SL I SL II1
NL1 KT NL KT
80
1 AYK 40 50 25% 70 40% 70
2 DJF 50 50 0% 80 60% 60
50 Kondisi Awal
3 LTN 60 70 16,7% 80 14% 40 Siklus I
Jumlah 150 170 230 30
Siklus II
20
Rata-Rata 50 57 14% 77 35%
10
0
AYK DJF LTN
Tabel 2.2 di atas menunjukkan adanya
peningkatan prestasi belajar matematika materi D. PEMBAHASAN
operasi hitung perkalian siswa tunanetra kelas
Pembahasan pada kondisi awal
IV SDLB di SLB Negeri I Pemalang.seluruh
matematika materi operasi hitung perkalian
siswa kelas IV telah mencapai nilai kriteria
dilakukan untuk mengetahui kondisi siswa
ketuntasan minimal (KKM).
melalui data hasil observasi sebelum
Berikut ini disajikan grafik perbandingan melaksanakan tindakan penelitian. Proses
prestasi belajar matematika materi operasi pembelajaran pada kondisi awal masih terlalu
hitung perkalian pada siklus I dengan siklus II. banyak penyampaian segi-segi teoritik. Guru
masih banyak menjelaskan tentang materi
Gambar C. 5 Grafik perbandingan pada
pembelajaran secara monoton. Metode yang
siklus I dengan silkus II
digunakan masih menggunakan metode
ceramah dan penugasan saja. Pertama-tama
80 guru menjelaskan materi hanya secara verbal,
70 siswa juga hanya memperhatikan penjelasan
60
guru sehingga pembelajaran hanya berjalan
50
searah, kemudian guru memberikan tugas dan
40
30
siswa mengerjakannya hanya sembari
20 mengingat kembali penjelasan guru sebelumya.
10
Siswa mengerjakan tugas tersebut
0
AYK DJF LTN dengan „kotretan‟ akan tetapi siswa mengalami
kesulitan karena harus membolak-balikkan
kertas „kotretan‟ tersebut untuk menghitung untuk mengganti „kotretan‟ dengan maksud
hasil. „Kotretan‟ merupakan istilah lain dari memberikan kemudahan pada siswa dalam
kertas coretan yang digunakan siswa untuk memahami konsep melakukan hitung perkalian
melakukan penghitungan, baik penjumlahan, dengan cara susun.Strategi pembelajaran yang
pengurangan, pembagian maupun perkalian. digunakan oleh guru harus memungkinkan anak
Bagi siswa awas, pengerjaan operasi hitung tunanetra mendapatkan pengalaman secara
perkalian dengan menggunakan „kotertan‟dapat nyata dari apa yang dipelajarinya. Hal ini sesuai
mempermudah pengerjaannya, akan tetapi bagi dengan prinsip pembelajaran khusus Rahardja
siswa tunanetra cara pengerjaan dengan (2008) yang menyatakan bahwa ketunanetraan
menggunakan „kotretan‟ membuat siswa menimbulkan keterbatasan kemampuan untuk
mengalami kesuliatan dan menghabiskan melihat keseluruhan dari suatu benda atau
banyak waktu serta kurang efektif. Siswa kejadian, guru hendaknya memberikan
tunanetra membutuhkanalat bantu yang dapat kesempatan kepada siswa untuk menyatukan
mempermudah siswa dalam pengerjaan operasi bagian-bagian menjadi satu kesatuan yang utuh.
hitung perkalian. Mempergunakan pembelajaran gabungan,
dimana siswa belajar menghubungkan antara
Berdasrkan hasil tes pada siklus I,
mata pelajaran akademis dengan pengalaman
diketahui bahwa nilai operasi hitung perkalian
kehidupan nyata, merupakan suatu cara yang
masing-masing siswa adalah AYK
bagus untuk memberikan pengalaman
mendapatkan nilai 50, DJF mendapatkan nilai
menyatukan.
50, dan LTN mendapatkan nilai 70. LTN yang
mendapatkan nilai 70 telah memenuhi nilai Hasil pada siklus I belum mencapai
kriteria ketuntasan minimal akan tetapi nilai dua nilai kriteria ketuntasan minimal diakibatkan
siswa yang lain belum mencapai nilai kriteria siswa masih mengalami kesulitan dalam
ketuntasan minimal. Berdasarkan nilai tersebut, penggunaan „blockies‟, karena „blockies‟ hanya
secara klasikal belum mencapai nilai ketuntasan merupakan alat bantu yang digunakan oleh guru
belajar. dalam memberikan pemahaman konsep dasar
perkalian secara bersusun, bukan sebagai media
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada
ajar yang dapat membantu siswa melakukan
kondisi awal, peneliti melakukan perbaikan
operasi hitung perkalian secara lebih cepat dan
yang dilaksanakan pada siklus I. Perencanaan
efektif. Usman (2006) mengemukakan bahwa
terlebih dahulu dilakukan untuk
Alat peraga/media pembelajaran memiliki peran
memaksimalkan tindakan pada siklus I.
yang penting untuk membantu menciptakan
Perencanaan dilakukan untuk pemahaman
pembelajaran yang efektif dan efisien. Karena
konsep perkalian. Peneliti menggunakan alat
dengan alat peraga atau media pembelajaran
bantu „blockies‟ sebagai strategi pembelajaran
lainnya ini berfungsi memperjelas dan mencapai ketuntasan belajar. Peningkatan
memperlancar berlangsungnya proses tersebut dapat dilihat dari naiknya presentase
pembelajaran, sehingga materi pembelajaran hasil tes yang diperoleh siswa. Hasil tersebut
akan dengan mudah disampaikan dan difahami dapat diasumsikan indikator kinerja secara
oleh peserta didik, berbeda dengan klasikal telah mencapai batas tuntas.
pembelajaran yang tidak menggunakan alat
E. KESIMPULAN
peraga/media pembelajaran akan sulit diterima
dan kurang difahami peserta didik (hlm. 11). Berdasarkan deskripsi data dan
pembahasan dalam penelitian tindakan kelas
Hal tersebut yang mendorong guru
ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Alat
sebagai peneliti memilih media abakus sebagai
Hitung Abakus dapat digunakan untuk
alat bantu hitung untuk mempermudah siswa
meningkatkan prestasi belajar matematika
dalam melakukan operasi hitung perkalian
materi operasi hitung perkalian siswa tunanetra
secara lebih efektif dan efisien. Media hitung
kelas dasar IV SLB Negeri I Pemalang, hal
abakus diharapkan dapat meningkatkan prestasi
tersebut dapat dibuktikan dengan adanya suatu
belajar matematika materi operasi hitung
peningkatan pada prosentase dari kondisi awal,
perkalian bagi siswa tunanetra. Hal tersebut
siklus I dan siklus II yang mencapai 54%.
diperkuat oleh Sumini (2009) yang menyatakan
bahwa “Alat bantu hitung abakus dapat Hasil penelitian tindakan kelas ini dapat
meningkatkan prestasi belajar matematika ditarik kesimpulan bahwa melalui alat hitung
siswa tunanetra kelas D/2 SLB-A YKAB abakus dapat meningkatkan prestasi belajar
Surakarta tahun pelajaran 2008/2009.” matematika materi operasi hitung perkalian
siswa tunanetra kelas IV di SLB Negeri I
Keberhasilalan penggunaan media/ alat
Pemalang tahun pelajaran 2012/2013.
hitung abakus ini dapat terlihat dari peningkatan
hasil tes siswa yang terjadi pada siklus II. Pengajaran matematika melalui alat
Berdasarkan hasil tes pada siklus II, diketahui hitung abakus pada materi operasi hitung
bahwa nilai operasi hitung perkalian masing- perkalian memiliki tujuan untuk meningkatkan
masing siswa adalah AYK mendapatkan nilai prestasi belajar matematika siswa tunanetra
70, DJF mendapatkan nilai 80, LTN kelas IV di SLB Negeri I Pemalang. Alat hitung
mendapatkan nilai 80. Siswa yang mendapatkan abakus dapat memberikan implikasi bagi
nilai 65 atau lebih maka dinyatakan tuntas pendidik sebagai salah satu alat bantu atau
belajarnya karena telah mencapai nilai kriteria media pembelajaran yang konkritagar siswa
ketuntasan minimal (KKM). Berdasarkan data khususnya siswa tunanetra dapat lebih mudah
tersebut, secara klasikal semua siswa tunanetra memahami dan melakukan operasi hitung
kelas IV SDLB di SLB Negeri I Pemalang telah
perkalian sebagai upaya untuk meningkatkan hitung abakus terbukti merupakan media
prestasi belajar matematika siswa tunanetra. pembelajaran yang praktis dan efisien dan dapat
meningkatkan prestasi belajar matematika. (3)
F. SARAN
Bagi Guru: Guru Hendaknya melakukan
Berdasrkan simpulan dan hasil penelitian persiapan Rencana Program Pembelajaran
maka dapat diberikan saran-saran berikut: secara maksimal sebelum mengajar. Guru
(1)Bagi Siswa: Siswa hendaknya turut berperan terlebih dahulu memahami kondisi masing-
aktif dalam proses pembelajaran, sering berlatih masing siswa serta menguasai materi yang akan
melakukan operasi hitung perkalian dengan disampaikan kepada siswa melalui proses
menggunakan alat hitung abakus, selalu taat pembelajaran dengan menggunakan alat hitung
pada guru dalam mengerjaka tugas, rajin belajar abakus. Guru sebaiknya mempersiapkan secara
dengan memanfaatkjan alat hitung abakus cermat dan teliti sebelum mengajarkan
sehingga diharapkan dapt memperoleh prestasi bagaimana cara melakukan operasi hitung
belajar matematika yang lebih optimal. (2) Bagi perkalian dengan menggunakan alat hitung
Sekolah: Pihak sekolah sebaiknya memberikan abakus.
pelatihan terhadap para guru mengenai
penggunaan media alat hitung abakus sehingga
dapat dengan menyampaikan materi khususnya
pada pembelajaran matematika, karena alat
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2002. Prosedur penelitian suatu penelitian praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Hadi, Purwaka. 2005. Kemandirian Tuna Netra Orientasi Akademik dan Orientasi Sosial.
Jakarta: Depdiknas.
Pertuni. 2004. Anggaran Rumah Tangga Persatuan Tunanetra Indonesia, Pasal 1 Ayat 1.
Sumini, S. 2009. Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika dengan Alat Bantu Hitung
Sempoa bagi Siswa Tunanetra Kelas D2 SLB/ A YKAB Kota Surakarta Tahun
Pelajaran 2008/ 2009. Surakarta. UNS.