Professional Documents
Culture Documents
I. Pendahuluan
I. Pendahuluan
Abstract
Customer satisfaction has become a vital concern for companies and organizations in their
efforts to improve product and service quality, and maintain customer loyalty within a highly
competitive market place.Customer satisfaction is importance both for private organizations
and public organizations. Kantor Pelayanan dan Perbendaharaan Negara (KPPN) is one of the
state agency that was given the authority to verify and make a payment to customer. This
study aims to assess the factors that affect customer satisfaction within KPPN in East Java by
using the instrument developed by Parasuraman et al (1990) as well as analyzing the gap
between expectations and perceptions are perceived by customer’s KPPN. Based on testing
of 435 respondents of KPPN is obtained results that KPPN customer satisfaction is
determined by the dimensions of tangibility, reliability, assurance and emphaty. While
responsiveness is not a major factor affecting customer satisfaction KPPN. This is
understandable because all KPPN’s activity was referring to the Standard Operating
Procedures so that the level of responsiveness provided by KPPN in East Java have the same
standards.
Based on the gap analysis,on average, KPPN’s customer still feel the negatif gap between
their expectations of the service and their perception.This means that KPPN have to improve
their performance in order to increasing customer satisfaction.
I. PENDAHULUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji dimensi-dimensi kualitas jasa apa
yang dapat meningkatkan kepuasan pelanggan di KPPN selaku organisasi sektor publik. Hal
ini tidak terlepas dari citra buruk organisasi pemerintahan yang identik dengan birokrasi
yang bertele-tele dan kelambatan dalam pelayanan.
Kepuasan merupakan salah satu konsep yang agak sulit untuk didefinisikan. Seorang
pelanggan bisa menjadi sangat puas atau kurang puas atas suatu kualitas jasa. Kepuasan
pelanggan menunjukkan sebuah ukuran kinerja perusahaan berdasarkan kebutuhan
pelanggan (Hill, et al., 2003), oleh karena itu, pengukuran kepuasan pelanggan merujuk pada
pengukuran kualitas jasa. Pelanggan mengeskpresikan penilaiannya dengan memberikan
judgment atas beberapa aspek jasa yang diberikan.
Kualitas jasa merupakan konsep yang menarik perhatian berbagai pihak dan menjadi
ajang debat yang sangat hangat karena sulitnya mendefinisikan dan mengukurnya
(Parasuraman, 1985; Asubonteng et. al., 1996). Akibatnya, tidak benar-benar ditemukan
konsensus bersama untuk mendefinisikan dan mengukur kualitas jasa.
Jasamerupakanaktivitas, manfaat, ataukepuasan yang
ditawarkanuntukdijual.Perbedaansecarategasantarabarangdanjasaseringsekalisulitdilakukan.H
al inidikarenakanpembelianbarangseringsekalidisertaidenganjasa-jasatertentu
(misalnyainstalasi, pemberiangaransi, pelatihandanbimbinganoperasional,
perawatandanreparasi) dansebaliknyapembelianjasaseringkalijugamelibatkanbarang-barang
yang melengkapinya (misalnyamakanan di restoran, telepondalamjasatransportasi).Kotler,
(1994) mendefinisikanjasasebagaisetiaptindakanatauperbuatan yang
dapatditawarkanolehsuatupihakkepadapihaklain, yang padadasarnyabersifatintangible
(tidakberwujudfisik) dantidakmenghasilkankepemilikansesuatu.
Terdapat beberapa “definisi” dari kualitas jasa. Namun demikian, definisi yang paling
sering digunakan untuk konsep kualitas jasa adalah sejauh mana jasa yang diberikan dapat
memenuhi kebutuhan atau ekspektasi pelanggan (Asubonteng et. al., 1996). Jadi, kualitas jasa
merupakan perbedaan antara ekspektasi pelanggan dengan pelayanan yang dirasakannya. Jika
ekspektasi pelanggan lebih besar dibandingkan kinerja pelayanan jasa yang dirasakannya
maka ia menjadi kurang puas, dengan kata lain timbullah ketidakpuasan (Parasuraman et al.,
1985).
Organisasi sektor publik merupakan organisasi yang mayoritas memberikan
pelayanan jasa. Berbeda dengan barang, jasa memiliki karakteristik unik sebagai berikut
(Zeithaml et al., 1992):
Karakteristik Dampak/Masalah
Intangibility 1. Jasa tidak bisa disimpan
Jasa tidak bisa dirasa menggunakan pendekatan lima
2. Jasa tidak bisa diproteksi melalui hak paten
indera sebagaimana barang
3. Jasa tidak dapat ditunjukkan (display )
4. S ulit menentukan harga sebuah jasa
Inseparability 1. Konsumen terlibat dalam produksi
Adanya interkoneksi diantara penyedia jasa, 2. Konsumen lain terlibat dalam produksi
pelanggan yang menerima jasa dan pelanggan lain 3. S ulit melakukan produ ksi massal yang tersentralisir
yang berbagi pengalaman dalam menerima jasa
Heterogenity Standarisasi dan pengendalian kualitas menjadi sulit
Adanya variasi konsistensi dari satu transaksi jasa ke dicapai
transaksi jasa berikutnya
Perishability Jasa Tidak dapat disimpan
Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama, tidak
dapat disimpan dan kapasitas yang tidak terpakai
tidak dapat dicadangkan
Salah satu ukuran langsung terhadap evaluasi kualitas jasa adalah “Customer
Satisfaction Index (CSI) (Hill et al., 2003). CSI merepresentasikan ukuran kualitas jasa atas
dasar persepsi konsumen/user atas jasa yang disajikan dalam bentuk tingkat pentingnya
dibandingkan dengan ekspektasi pelanggan/user yang disajikan dalam bentuk tingkat
kepuasan. CSI melengkapi gap dalam ServQual karena CSI disajikan dalam bentuk skala
numerik. CSI didasarkan atas sebuah prosedur sederhana. Namun demikian, CSI memiliki
keterbatasan dalam mengukur kepuasan pelanggan, diantaranya adalah tidak
mempertimbangkan heterogenitas diantara user.
Secaragrafis, analisisgapdilakukansebagaimanakerangkapemikiransebagaiberikut:
Gambar 1. Gaps Model of Service Quality
CUSTOMER Expected
Service
Customer
Gap
Perceived
Service
Gap 2
Company perceptions of
customer expectation
2.5. Hipotesis
Optimalisasi dari dimensi kualitas jasa yang tercermin dalam ServQual akan
memberikan dampak positif terhadap kepuasan pelanggan, oleh karena itu hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah:Kualitas jasa berpengaruh positif terhadap kepuasan
pelanggan.
Penelitian ini memfokuskan diri untuk menguji dimensi kualitas jasa yang
mempengaruhi kepuasan pelanggan di organisasi sektor publik. Sampel yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pelanggan KPPN di wilayah Jawa Timur. Responden yang
dipilih untuk menilai kinerja dari KPPN dalam memberikan pelayanan jasanya adalah para
bendahara dari instansi vertikal maupun dari pemerintah daerah yang menggunakan jasa
KPPN dalam melakukan verifikasi dan pencairan transaksi keuangan. Di wilayah Jawa
Timur terdapat 15 KPPN yang menjadi obyek penelitian.
Y = α + β1 X 1 + β 2 X 2 + β 3 X 3 + β 4 X 4 + β 5 X 5 + ε
Metode pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh
responden tanpa menyebutkan identitas masing-masing responden. Setiap KPPN diambil
rata-rata 30 orang responden sehingga secara total diharapkan terkumpul 450 responden.
Namun setelah dilakukan tahap pengumpulan data, terdapat mengurangan jumlah kuesioner
yang bisa diolah karena ada beberapa kuesioner yang tidak terisi lengkap dan jumlah
kehadiran responden yang kurang dari 30 orang. Dari total 450 kuesioner yang disebarkan,
yang memenuhi syarat untuk diolah lebih lanjut sebanyak 443 kuesioner dengan tingkat
response rate sebesar 100%.
Berikut ini disajikan data deskriptif obyek penelitian yang dilakukan terhadap KPPN
di wilayah Jawa Timur:
Total KPPN yang tercakup sebagai obyek penelitian sebanyak 15 wilayah dengan rata-rata
jumlah responden sebesar hampir 30 orang. dari 15 wilayah tersebut, 59,8% adalah laki-laki
dan 38,4% perempuan, sisanya tidak mengisi identitas jenis kelamin dalam kuesioner.
Secara keseluruhan, hasil tabulasi atas instrumen pertama yang menguji pengaruh
dimensi kualitas jasa terhadap kepuasan pelanggan dapat dilihat sebarannya sebagaimana
gambar 2 dibawah ini:
50.00%
40.00%
30.00% Reliability
20.00% Responsiveness
Assurance
10.00%
Empathy
0.00%
1 2 3 4 5 6 7 Tangibles
Reliability 0.68% 0.98% 2.65% 5.26% 13.76% 29.94% 46.73%
Responsiveness 0.08% 0.00% 1.28% 3.03% 10.81% 28.81% 55.99%
Assurance 0.76% 0.42% 1.06% 2.83% 9.70% 26.69% 58.55%
Empathy 1.10% 1.10% 1.63% 4.54% 13.15% 33.10% 45.40%
Tangibles 0.17% 0.40% 1.08% 4.37% 13.27% 28.48% 52.23%
Gambar2menunjukkansebaranresponpelangganterhadapmasing-
masingdimensikepuasan.Gambar2mengindikasikandimensikepuasan yang
masihperluditingkatkan, utamanyadaridimensireliability.Secara rata-rata,
dimensireliabilitymemilikiresponpenilaian yang relatifrendahdibandingkandimensi yang lain.
Hal inimenunjukkanbahwasecara rata-rata di seluruh KPPN di
JawaTimurperlumeningkatkanketepatanwaktupelayanan, keberadaanpegawai di
tempatkerjadanpemberianinformasi yang jelasdanlengkap.
Berdasarkan tabel 2 terlihat bahwa dimensi kualitas jasa yang berpengaruh terhadap
kepuasan pelanggan adalah tangibleness, reliability, assurance dan emphaty. Kesemua
dimensi tersebut memiliki pengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan. Hal ini
menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan KPPN di
wilayah Jawa Timur adalah fasilitas dan peralatan fisik serta penampilan pegawai KPPN,
keakuratan pelayanan yang diberikan, jaminan kepercayaan dan keyakinan yang diberikan
serta tingkat kepedulian dan perhatian pegawai terhadap kebutuhan pelanggan.
Hasil analisis gap antara ekspektasi pelanggan dengan pelayanan jasa yang dirasakan
diringkas berdasarkan obyek penelitian yang tersebar di Jawa Timur. Hasilnya dapat dilihat
pada tabel 3 berikut ini:
Berdasarkan tabel 3 terlihat bahwa 8 dari 15 wilayah kerja KPPN di Jawa Timur
menunjukkan ada gap negatif. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum KPPN belum bisa
memenuhi ekspektasi pelanggannya. Identifikasi atas indikator yang memiliki gap negatif
ditunjukkan dalam tabel 4.
Tabel 4 menunjukkan bahwa hanya 3 indikator saja yang memiliki gap positif. Ketiga
indikator tersebut mewakili indikator assurance dan tangibleness. Jika dirata-rata
berdasarkan instrumen gap analysis berdasarkan indikatornya, terlihat ringkasannya
sebagaimana digambarkan pada tabel 5.
Berdasarkan tabel 5 terlihat bahwa hanya indikator assurance yang memiliki gap positif. Hal
ini menunjukkan bahwa masih diperlukan banyak pembenahan dalam melayani publik
ditinjau dari masing-masing dimensi kualitas jasa yang diberikan oleh KPPN.
Penelitian ini menguji pengaruh dimensi kualitas jasa terhadap kepuasan pelanggan di
organisasi sektor publik yaitu KPPN yang secara organisatoris berada dibawah Departemen
Keuangan Republik Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dimensi tangibleness,
reliability, assurance dan emphaty berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan.
Sedangkan dimensi responsiveness tidak berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Hal ini
bisa dipahami mengingat KPPN sebagai organisasi sektor publik yang memiliki sifat
monopoli dalam penyediaan jasanya telah dilengkapi dengan petunjuk teknis pelaksanaan
pekerjaan (prosedur operasi standar=SOP) yang cukup jelas baik bagi pegawai KPPN
maupun bagi pelanggan.
Berdasarkan analisis gap kepuasan pelanggan diketahui bahwa pelayanan jasa yang
dilakukan oleh KPPN masih perlu mendapatkan perhatian karena dari seluruh dimensi
kualitas jasa mayoritas memiliki gap negatif yang artinya bahwa ekspektasi pelanggan
belum bisa dipenuhi dengan baik oleh KPPN. Hanya dimensi assurance yang memberikan
gap ekspektasi positif. Artinya bahwa pengetahuan petugas KPPN dalam melayani
pelanggan sudah cukup memadai sehingga memberikan rasa percaya dan rasa aman ketika
melakukan transaksi di KPPN.
Hal yang perlu diperhatikan dari hasil penelitian ini adalah bisa jadi hasil pengujian
dipengaruhi oleh metodologi pengukuran kepuasan pelanggan yang diadopsi dari organisasi
sektor privat yang memiliki karakteristik pelanggan yang memang berbeda dari organisasi
sektor publik. Disamping itu, perlu dikembangkan penelitian lebih lanjut untuk menguji
aspek demografi yang bisa mempengaruhi tingkat kepuasan pelanggan seperti tingkat
pendidikan, usia dan jenis kelamin.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, C. and Zeithaml, C.P. (1984), “Stage of the product life cycle, business strategy,
and business performance”, Academy of Management Journal, Vol. 27, pp. 5-24
Asubonteng, P., McCleary, K. J., and Swan J.E., (1996), SERVQUAL revisited: a critical
review of service quality, Journal of Services Marketing, Vol 10, No. 6, pp 62-81.
Dewhirst, F., Martinez-Lovente, A.R. and Dale, B.G. (1999), “TQM in public organisations:
an examination of the issues”, Managing Service Quality, Vol. 9 No. 1, pp. 265-73.
Hill, Y., Lomas, L. and MacGregor, J. (2003), “Students perceptions of quality in higher
education”, Quality Assurance in Education, 11(1): 15-20.
Mwita, J.I. (2000), “Performance management model”, The International Journal of Public
Sector Management, Vol. 13 No. 1, pp. 19-37
Parasuraman, A., Zeithaml, W. and Berry, L. (1985), “A conceptual model of service quality
and its implications for future research”, Journal of Marketing, Vol. 49, pp. 41-50.
Schmidt and Stricklan, (2000) Client Satisfaction Surveying: Common Measurements Tool,
Canadian Centre for Management Development, November 2000.
Zeithaml V. A., (1992)Problems and strategies in service marketing, In: Bateson J. (ed.),
Managing service marketing, London, The Dryden Press.
_____________ (2000), “Service quality, profitability and the economic worth of customers:
what we know and what we need to learn”, Journal of the Academy of Marketing
Science, Vol. 28 No. 1, pp. 67-85.