Mikrofasies Batugamping Formasi Bulu Dan Kualitas Bahan Baku Semen, Pada Lapangan Gunung "Payung", Kecamatan Bogorejo, Kabupaten Blora Jawa Tengah

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 15

MIKROFASIES BATUGAMPING FORMASI BULU DAN KUALITAS

BAHAN BAKU SEMEN, PADA LAPANGAN GUNUNG “PAYUNG”,


KECAMATAN BOGOREJO, KABUPATEN BLORA
JAWA TENGAH

Oleh :
Ajiditya Putro Fadhlillah, Yoga Aribowo dan Dian Agus Widiarso
(corresponding email: ajiditya@yahoo.com)

ABSTRACT
Bulu Formation is one of formation which is sedimented at Tertiary age in The North East
Java Basin. Bulu Formation has a lithological composition of limestones with kalkarenit. Bulu
Formation is located in Gandu village, Tahunan Village, and the surrounding areas, District
Bogorejo, Blora, Central Java, with a particular study on the "Gunung Payung".
The study aimed to determine microfasies, facies zone, the relative age, and standart of
quality limestone as materials cement on data petrographic, paleontologist, and chemical
analysis of limestone samples in the study area. Development of Limestone Bulu Formation Unit
microfacies is Bioclast Red Algae Packstone, Bioclast Large Foram Grainstone, Bioclast Large
Foram Packstone, Bioclast Planktonic Foram Packstone, Bioclast Grainstone with dolomitation,
Planktonic Forams Grainstone, Planktonic Wackstone, Peloidal Wackestone, Packstone with
dolomitation, Bioclast Wackstone with microspar, Bioclast Planktonic Foram Wackstone,
Bioclast Wackstone with dolomitation, Bioclast Packstone with dolomitation, and Dolomite
limestone.
Based on the analysis microfacies and foraminifera on the areas of research, there are 3
types of facies zoning based on the model of Wilson (1975), namely: FZ 5 Platform - Margin
Reefs, Marine Open 7 FZ, FZ 8 Platform and Interior - Restricted to the age of rocks between N9
to N12 is the Middle Miocene. From the chemical analysis, the potential limestones in the study
area can be used as raw material for cement and relationships microfacies analysis and
chemical analysis showed that the pitch "Gunung Payung" has a great potential in terms of good
quality which is spread of West to East direction. The west area of “Gunung Payung” has better
quality of limestone as a raw material for cement than east area.

Keywords: Bulu Formation, microfacies, raw materials of cement.


I. PENDAHULUAN
Jumlah populasi manusia setiap Peningkatan laju kebutuhan
tahunnya mengalami peningkatan dan perumahan akan mengakibatkan perusahaan
mengakibatkan kebutuhan pembangunan semen harus dapat memenuhi kebutuhan
khususnya perumahan akan semakin para konsumen. Pada tahun 2013 permintaan
bertambah pula. Menurut data statistik konsumsi semen mencapai 60 juta ton dan
Indonesia, bahwa jumlah penduduk diprediksi pada tahun 2017 permintaan
Indonesia selama dua puluh lima tahun konsumsi semen mencapai 75 juta ton.
mendatang terus meningkat yaitu dari 205,1 (Meryana, 2014). Untuk mengatasi
juta pada tahun 2000 menjadi 273,2 juta permasalahan tersebut, mencari lahan
pada tahun 2025. (www.datastatistik- eksplorasi baru perlu ditingkatkan agar
indonesia.com) kebutuhan semen dapat mencukupi.

1
Sehingga diharapkan pembangunan berkembang pada lokasi penelitian,
infrastuktur akan berjalan dengan baik dan mengetahui umur relatif berdasarkan
memenuhi kebutuhan. Salah satu cara untuk kelimpahan foraminifera besar pada batuan
menentukkan lahan yang sesuai untuk dan yang terakhir mengetahui standar
eksplorasi bahan baku semen adalah dengan kualitas batugamping sebagai bahan baku
studi mikrofasies dan kualitas batuan. semen dan hubungan antara fasies dengan
Menurut Brown, 1943 dan Cuvillier, analisis kimia batugamping
1952; dalam Flugel, 2010 Mikrofasies
merupakan studi karakteristik batuan secara IV. GEOLOGI REGIONAL
petrografi dan paleontologi melalui sayatan Menurut Van Bemmelen (1949), Jawa
tipis. Mikrofasies dapat mengidentifikasi bagian timur dan Madura terbagi menjadi
komposisi organisme dan mineral serta tujuh zona fisiografi, dari selatan hingga
dapat dipergunakan untuk menginterpretasi utara berturut-turut yaitu Zona Pegunungan
kualitas dari batugamping. Batugamping Selatan Bagian Timur, Zona Solo, Zona
merupakan jenis bahan galian non logam Kendeng, Zona Randublatung, Zona
yang menjadi bahan baku utama di dalam Rembang, Dataran Aluvial Jawa Utara, dan
pembuatan semen. Gunungapi Kuarter. Daerah penelitian
Salah satu lokasi yang yang memiliki termasuk dalam Zona Rembang (Gambar 1).
luasan daerah batugamping yang luas Pada daerah penelitian terdiri atas
terletak pada Formasi Bulu. Formasi Bulu empat Formasi, yaitu Formasi Ngrayong
termasuk pada Cekungan Jawa Timur merupakan formasi batuan tertua pada
bagian utara terdiri dari litologi daerah penelitian. Formasi Ngrayong
batugamping pasiran dan kalkarenit. Oleh mempunyai kedudukan selaras di atas
karena itu diperlukan studi khusus batuan Formasi Tawun. Formasi Ngrayong disusun
karbonat khususnya batugamping Formasi oleh batupasir kuarsa dengan perselingan
Bulu mengenai mikrofasies dan kualitasnya batulempung, lanau, lignit, dan batugamping
sebagai bahan baku semen. bioklastik. Pada batupasir kwarsanya
kadang-kadang memiliki komposisi
II. LOKASI PENELITIAN cangkang moluska laut. Selaras diatasnya
Lokasi penelitian tugas akhir terdapat Formasi Bulu dengan ciri litologi
dilakukan di Desa Gandu, Desa Tahunan, terdiri dari perselingan antara batugamping
dan sekitarnya, Kecamatan Bogorejo, dengan kalkarenit, kadang – kadang
Kabupaten Blora, Jawa Tengah, dengan dijumpai adanya sisipan batulempung. Pada
studi khususnya pada daerah “Gunung batugamping pasiran berlapis tipis kadang-
Payung”. Sedangkan penelitian lebih kadang memperlihatkan struktur silang siur
lanjutnya pada Laboratorium Paleontologi, skala besar dan memperlihatkan adanya
Geologi Foto, dan Geo Optik Universitas sisipan napal. Pada batugamping pasiran
Diponegoro. Daerah penelitian termasuk memperlihatkan komposisi mineral kuarsa
dalam bagian dari Cekungan Jawa Timur mencapai 30%, foraminifera besar,
Utara dengan koordinat N 557xxx – 564xxx ganggang, bryozoa dan echinoid. Diatas
dan E 9234xxx – 9238xxx. Formasi Bulu terdapat Formasi Wonocolo,
terdiri dari napal pasiran dengan sisipan
III. MAKSUD DAN TUJUAN kalkarenit dan kadang-kadang batulempung.
Maksud dan tujuan dari penelitian ini Pada napal pasiran sering memperlihatkan
yaitu mengetahui jenis mikrofasies dan struktur parallel laminasi. Diatas Napal
zonasi fasies batuan karbonat yang

2
pasiran terdapat batugamping Formasi 3. satuan bentuklahan bergelombang landai
Paciran secara tidak selaras. denudasional
Satuan litologi daerah pemetaan dibagi
V. METODOLOGI menjadi 4 satuan dari paling tua ke muda
Metodologi yang digunakan dalam yang ditransformasikan kedalam peta
penelitian adalah metode deskriptif dan geologi dan profil sayatan penampang
metode analisis. Metode deskriptif yang geologi (Gambar 3), yakni satuan batupasir
dilakukan adalah untuk membuat gambaran kuarsa, satuan batugamping, satuan lempung
mengenai situasi atau kejadian. Metode karbonat, dan satuan batugamping kristalin.
deskriptif memberikan gambaran dan juga Satuan Batupasir Kuarsa menempati ±
menerangkan hubungan, menguji hipotesis, 23% dari luas keseluruhan daerah penelitian.
membuat prediksi serta mendapatkan Satuan Batuan ini memiliki ciri berwarna
manfaat dari suatu masalah yang ingin putih kekuningan sebagai warna segarnya
dipecahkan, sedangkan untuk metode sedangkan warna lapuknya kuning
analisis yang digunakan adalah analisis kecoklatan gelap, ukuran butir pasir sedang
petrografi, analisis mikrofasies, analisis – pasir halus (1/2 – 1/8 mm) Skala
foraminifera besar, dan analisis kimia. Wentworth, sub angular hingga sub
rounded, kemas tertutup, pemilahan baik,
VI. PEMBAHASAN lapuk 20%, tersusun atas mineral kuarsa,
Penelitian mengenai mikrofasies dan terdapat struktur paralel laminasi,
batugamping dan kualitas bahan baku gradded bedding. komponen butiran (90%)
dilakukan dengan cara melakukan penelitian berupa kuarsa (82%), Feldspar (5%) dan
langsung, survei di lapangan berupa mineral opak (3%), terdapat semen 10%
pemetaan geologi dan penelitian studi berupa semen kalsit. Penamaan batupasir ini
khusus tentang batugamping Formasi Bulu berdasarkan klasifikasi Dott (1964)
yang dilaksanakan di daerah Desa Gandu, merupakan Quartz Arenite. Satuan batupasir
Desa Tahunan dan sekitarnya, Kecamatan ini dibeberapa tempat terdapat sisipan
Bogorejo, Kabupaten Blora, Propinsi Jawa batugamping dan batulempung.
Tengah. Daerah penelitian memiliki luas 35 Satuan Batugamping pasiran
km2 (7 km x 5 km). menempati ± 30% dari luas keseluruhan
daerah penelitian. Secara Megaskopis
6.1 Geologi Daerah Penelitian batugamping ini berwarna abu – abu dan
Daerah Desa Gandu, Desa Tahunan kuning kecoklatan untuk batuan segar,
dan sekitarnya, Kecamatan Bogorejo, sedangkan abu – abu kecoklatan untuk
Kabupaten Blora memiliki titik elevasi warna lapuk, grainsupported, pemilahan
tertinggi adalah 402m dari muka air laut dan baik, kemas tertutup. Secara petrografi pada
titik elevasi terendah dengan ketinggian sayatan tipis batugamping packstone
kurang lebih 90m dari muka air laut. menunjukkan bahwa batugamping ini
Berdasarkan morfologi, morfometri, genesa bertekstur bioklastik, grain supported.
dan proses geomorfik yang terjadi, daerah Komponen butiran (60%) terdiri atas
penelitian dibagi menjadi 2 satuan Foraminifera besar (55%) (Lepidocyclina sp,
geomorfologi yaitu (Gambar 2). : Amphistegina sp), dan kuarsa (5%), matriks
1. satuan bentuklahan perbukitan terjal 35% berupa microcrystalin kalsit dan semen
struktural 5% berupa sparry kalsit.
2. satuan bentuklahan perbukitan Satuan batulempung karbonat
bergelombang struktural menempati ± 15% dari luas keseluruhan

3
daerah penelitian. Secara megaskopis butir. Litofasies yang umumnya didapati
berwarna coklat keputihan pada kondisi adalah framestone, bafflestone, bindstone,
segar dan coklat kehijauan pada kondisi wackstone, floatstone, grainstone, dan
lapuk, bersifat karbonatan, tekstur klastik, rudstone.
ukuran butir lempung (< 1/256 mm) Skala b. FZ 7 Platform Interior - Normal Marine
Wentworth, dan berkomposisi banyak (Open marine)
foraminifera kecil dan pecahan cangkang Penciri dari FZ 7 Platform Interior -
dengan sisipan batugamping Packstone Normal Marine (Open marine) dapat dilihat
(Embry dan Klovan, 1971) kuning dari sayatan tipis dengan terlihat adanya red
kecoklatan, grainsupported, pemilahan algae yang dominan dan adanya large
sedang, kemas tertutup, terdiri atas pecahan foraminifera. Penamaan batuan yang
cangkang dan foraminifera kecil. didasarkan pada klasifikasi (Embry dan
Berdasarkan interpretasi peta topografi Klovan, 1971) dengan tambahan modifikasi
dan tinjauan di lapangan terdapat 3 struktur Flugel (2010), menamakan batuan ini
geologi pada daerah penelitian berupa kekar, bioclast red algae grainstone dan sesuai
lipatan (diperkirakan) dengan tegasan dengan kondisi SMF (Standard Microfacies
utamanya Utara – Selatan dan sesar geser Types) 18 yakni Grainstone/packstone with
(diperkirakan) dengan arah pergeseran abundant foraminifera or algae yang
Timurlaut – Baratdaya. menjadi penciri dan FZ 7, sehingga
6.2 Hasil Penelitian Studi Khusus diperkirakan batuan karbonat ini
Analisis Mikrofasies terendapkan pada zona FZ 7 Platform
Melalui pengamatan sayatan tipis yang Interior - Normal Marine (Open marine).
dilakukan, 30 sayatan tipis batugamping Tipe Zonasi Fasies ini terletak pada suatu
Formasi Bulu didapati terdapat 3 tipe zonasi platform yang terhubung dengan laut
fasies, modifikasi yaitu: terbuka sehingga salinitas.
a. FZ 5 Platform-Margin Reefs c. FZ 8 Platform Interior - Restricted
Penciri dari FZ 5 Platform-Margin Penciri dari FZ 8 Platform Interior -
Reefs dapat dilihat dari sayatan tipis dengan Restricted dapat dilihat dari sayatan tipis
terlihat adanya red algae yang dominan dan dengan terlihat adanya ooids yang dominan
adanya foraminifera besar. Penamaan batuan dan adanya milliolids. Adanya milliolids dan
yang didasarkan pada klasifikasi (Embry ooids merupakan penciri terbentuk pada
dan Klovan, 1971) dengan tambahan daerah yang mempunyai energy yang
modifikasi Flugel (2010), menamakan tenang. Penamaan batuan yang didasarkan
batuan ini bioclast Large Foram grainstone pada klasifikasi (Embry dan Klovan, 1971)
dan sesuai dengan kondisi SMF (Standard dengan tambahan modifikasi Flugel (2010),
Microfacies Types) 11 yakni Coated menamakan batuan ini ooids wackstone,
bioclastic grainstone yang menjadi penciri ooids grainstone dan bioclast milliolids
FZ 5 dan FZ 6, sehingga diperkirakan grainstone dan sesuai dengan kondisi SMF
batuan karbonat ini terendapkan pada zona (Standard Microfacies Types) 16 yakni
FZ 5 Platform-Margin Reefs. Peloid grainstone and packstone. Subtypes
Zonasi Fasies ini terdapat pada differentiate non-laminated and laminated
kedalaman air umumnya hanya beberapa rocks yang menjadi penciri FZ 7 dan FZ 8,
meter, dengan komposisi mud yang sehingga diperkirakan batuan karbonat ini
umumnya berkembang pada kedalaman terendapkan pada zona FZ 8 Platform
ratusan meter. Tipe endapan didominasi oleh Interior - Restricted.
sedimen karbonat dengan berbagai ukuran

4
Menurut Wilson (1975), Tipe Zonasi Kemudian hasil analisis kimia sampel
Fasies ini memiliki ciri yang tidak jauh beda batugamping formasi bulu dimasukkan
dengan FZ 7, tetapi kurang terhubung dalam persyaratan menurut Standar SII
dengan laut terbuka, menyebabkan salinitas bahan baku semen mengenai komposisi
dan temperaturnya bervariasi. Litofasies kimia batugamping yang dipakai pada
yang umumnya dijumpai berupa mudstone, industri semen di Indonesia pada Tabel 1
wackstone, grainstone, bindstone, dolomite, dan 2.
dan breccia. a. Hasil analisis komposisi kimia conto
Analisis Umur Relatif Batuan AY-76
Berdasarkan Sayatan Tipis Foraminifera Dari hasil analisis tersebut nilai SiO2, CaO,
Besar MgO, H2O pada conto AY-76 memenuhi
Dari hasil zonasi foraminifera besar, syarat dalam kisaran yang telah ditentukan.
umur batuan adalah antara N9 sampai N12 Sedangkan pada nilai Al2O3 dan Fe2O3 tidak
yaitu Miosen Tengah, yaitu berkisar antara masuk dalam kisaran Standar Baku untuk
15 juta tahun yang lalu. Biozonasi ini semen namun dikarenakan menurut Standar
dilakukan dengan mengambil foraminifera bahan baku semen dari PT. Semen Padang
besar yang kemunculannya melimpah memenuhi syarat maka contoh AY-76 dapat
seperti Heterostegina Sp, Operculina Sp, dipergunakan sebagai bahan baku semen.
Katacycloclypeus sp, Amphistegina Sp, b. Hasil analisis komposisi kimia conto
Lepydocylina Sp, Myogypsina sp, dan D-65
Cycloclypeus Sp. Hal ini menunjukkan Dari hasil analisis tersebut nilai H2O, Al2O3
bahwa biota yang melimpah pada jamannya dan Fe2O3 pada conto D-65 memenuhi
merupakan kunci atau fosil index dalam syarat dalam kisaran yang telah ditentukan.
penentuan umur batuan. Sedangkan pada nilai SiO2, CaO, MgO,
Hasil biozonasi ini diperkuat dengan tidak masuk dalam kisaran Standar t Baku
hasil penelitian yang telah dilakukan oleh untuk semen dan menurut Standar bahan
Pringgoprawiro (1983) yang menunjukkan baku semen dari PT. Semen Padang juga
bahwa batugamping pada Formasi Bulu tidak memenuhi syarat maka contoh D-65
dengan mempunyai umur pada kisaran tidak dapat dipergunakan sebagai bahan
Miosen Tengah. baku semen
c. Hasil analisis komposisi kimia conto
6.3 Analisis kimia Batugamping Formasi D-70
Bulu Dari hasil analisis tersebut nilai CaO, MgO,
Dari hasil analisis kimia sampel H2O, Al2O3 dan Fe2O3 pada conto D-70
batugamping yang diambil pada blok memenuhi syarat dalam kisaran yang telah
Gunung “Payung” didapatkan bahwa ditentukan. Sedangkan pada nilai SiO2 tidak
batugamping pada daerah tersebut memiliki masuk dalam kisaran Standar Baku untuk
nilai unsur CaO yang cukup besar semen namun dikarenakan menurut Standar
sedangkan untuk nilai unsur Mg pada daerah bahan baku semen dari PT. Semen Padang
tersebut cenderung rendah, namun beberapa memenuhi syarat maka contoh D-70 dapat
tempat ditemukan batugamping dengan Mg dipergunakan sebagai bahan baku semen
yang besar. Komposisi kimia batuan d. Hasil analisis komposisi kimia conto
karbonat khususnya batugamping D-73
dipengaruhi oleh komposisi batuan tersebut Dari hasil analisis tersebut nilai MgO, H2O
meliputi mineral dan organisme. pada conto D-73 memenuhi syarat dalam
kisaran yang telah ditentukan. Sedangkan

5
pada nilai Al2O3, SiO2, CaO,dan Fe2O3 tidak Sedangkan pada nilai Al2O3, SiO2 dan Fe2O3
masuk dalam kisaran Standar Baku untuk tidak masuk dalam kisaran Standar Baku
semen namun dikarenakan menurut Standar untuk semen namun dikarenakan menurut
bahan baku semen dari PT. Semen Padang Standar bahan baku semen dari PT. Semen
memenuhi syarat maka contoh D-73 dapat Padang beberapa unsur kimia memenuhi
dipergunakan sebagai bahan baku semen syarat maka contoh MB-93 dapat
e. Hasil analisis komposisi kimia conto D- dipergunakan sebagai bahan baku semen.
79 i. Hasil analisis komposisi kimia conto
Dari hasil analisis tersebut nilai SiO2, CaO, MB-95
MgO, H2O pada conto D-79 memenuhi Dari hasil analisis tersebut nilai Fe2O3, CaO,
syarat dalam kisaran yang telah ditentukan. MgO, H2O pada conto MB-95 memenuhi
Sedangkan pada nilai Al2O3 dan Fe2O3 tidak syarat dalam kisaran yang telah ditentukan.
masuk dalam kisaran Standar Baku untuk Sedangkan pada nilai Al2O3 dan SiO2 tidak
semen namun dikarenakan menurut Standar masuk dalam kisaran Standar Baku untuk
bahan baku semen dari PT. Semen Padang semen namun dikarenakan menurut Standar
memenuhi syarat maka contoh D-79 dapat bahan baku semen dari PT. Semen Padang
dipergunakan sebagai bahan baku semen memenuhi syarat maka contoh MB-95 dapat
f. Hasil analisis komposisi kimia conto D- dipergunakan sebagai bahan baku semen.
81 j. Hasil analisis komposisi kimia conto P-
Dari hasil analisis tersebut nilai SiO2, CaO, 84
Fe2O3, MgO, H2O pada conto D-81 Dari hasil analisis tersebut nilai Al2O3,
memenuhi syarat dalam kisaran yang telah Fe2O3, H2O pada conto P-84 memenuhi
ditentukan. Sedangkan pada nilai Al2O3 syarat dalam kisaran yang telah ditentukan.
tidak masuk dalam kisaran Standar Baku Sedangkan pada nilai SiO2, CaO dan MgO
untuk semen namun dikarenakan menurut tidak masuk dalam kisaran Standar Baku
Standar bahan baku semen dari PT. Semen untuk semen dan menurut Standar bahan
Padang memenuhi syarat maka contoh D-81 baku semen dari PT. Semen Padang juga
dapat dipergunakan sebagai bahan baku tidak memenuhi syarat maka contoh P-84
semen. tidak dapat dipergunakan sebagai bahan
g. Hasil analisis komposisi kimia conto baku semen.
D-85
Dari hasil analisis tersebut nilai CaO, MgO, 6.4 Hubungan Antara Fasies dan Kualitas
H2O pada conto D-85 memenuhi syarat Batugamping
dalam kisaran yang telah ditentukan. Diketahui bahwa komposisi kimia
Sedangkan pada nilai Al2O3, SiO2, dan sampel batuan pada lapangan Gunung
Fe2O3 tidak masuk dalam kisaran Standar “Payung” dipengaruhi oleh komposisi
Baku untuk semen namun dikarenakan organisme dan mineral yang terdapat pada
menurut Standar bahan baku semen dari PT. daerah penelitian. Daerah sampel P 84 dan
Semen Padang memenuhi syarat maka D 65 memiliki nilai CaO dibawah standar
contoh D-85 dapat dipergunakan sebagai yang mencukupi dan nilai Mg yang besar.
bahan baku semen Dari hasil analisis mikrofasies daerah
h. Hasil analisis komposisi kimia conto sampel P 84 dan D 65 termasuk dalam
MB-93 Dolomit Limestones. Dolomit memiliki
Dari hasil analisis tersebut nilai CaO, MgO, komposisi magnesium yang besar sedangkan
H2O pada conto MB-93 memenuhi syarat untuk bahan baku semen, batugamping
dalam kisaran yang telah ditentukan. hanya diperbolehkan memiliki kadar MgO

6
dibawah 5%. Dolomit sendiri merupakan dengan pada fasies packstone yang memiliki
hasil dari diagenesis lanjut yang dapat komposisi dominan red algae. Untuk Red
dijumpai pada sayatan batuan berupa Algae Packstone dapat memiliki komposisi
replacement dari mineral kalsit menjadi Mg yang sangat besar.
dolomit. Dari hasil kimia P 84 dan D 65 Pada Sampel MB 93 dan D 73
diketahui bahwa nilai CaO yang dibawah memiliki nilai komposisi CaO yang rendah
standar dapat dikarenakan mineral kalsit dan dari conto sample lainnya. Pada sampel
organisme karbonatan low Mg mengalami tersebut memiliki nilai rata – rata CaO
diagenesis lanjut menjadi dolomit sehingga sebesar 48% dari strandar minimal
menurunkan nilai CaO dan melebihkan nilai komposisi CaO pada batugamping untuk
Mg. bahan baku semen sebesar 49%
Pada Sampel MB 95, D-81 dan D 79 (Duda,1976). Menurut hasil sampel analisis
memiliki nilai komposisi CaO paling besar kimia dan analisis mikrofasies didapatkan
dari conto sample lainnya. Pada sampel MB pada daerah tersebut merupakan
95 memiliki nilai CaO sebesar 53% dari batugamping wackstone. Kadar CaO yang
strandart maksimal komposisi CaO pada rendah didapatkan dari komposisi wackstone
batugamping untuk bahan baku semen tersebut. Wackstone tersebut dominan
sebesar 55,6% (Duda,1976). Menurut hasil berkomposisi material mud.
sampel analisis kimia dan analisis 6.5 Permodelan 2D Hubungan Antara
mikrofasies didapatkan pada daerah tersebut Fasies dan Kualitas Batugamping
merupakan batugamping grainstone. Kadar Dari hasil analisis mikrofasies dapat
CaO yang besar didapatkan dari komposisi dibuat korelasi untuk mengetahui persebaran
grainstone tersebut. Grainstone tersebut fasies pada daerah penelitian. Dari Gambar
dominan berkomposisi foram planktonik. 5 dapat diketahui bahwa persebaran fasies
Berbeda dengan Grainstone yang memiliki daerah penelitian secara vertikal dari Barat
komposisi dominan Red Algae dan Foram ke Timur. Hasil korelasi ini dapat untuk
Bentonik. Grainstone yang memiliki merekomendasikan dalam penentuan lokasi
komposisi dominan Red Algae dan Foram tambang batugamping yang ekonomis. Nilai
Bentonik termasuk dalam batugamping keekonomisan batugamping dapat diketahui
dengan nilai Mg yang besar. dari fasies dan komposisi kimianya.
Pada Sampel AY 76, D-70 dan D 85 Batugamping yang semakin dominan
memiliki nilai komposisi CaO dengan nilai komposisi grain–nya dan tinggi nilai CaO-
sedang 50 – 52% dari strandart maksimal nya memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
komposisi CaO pada batugamping untuk Contohnya pada batugamping Grainstone
bahan baku semen sebesar 55,6% dan Packstone. Batugamping dengan
(Duda,1976). Pada conto batuan ini juga komposisi lebih dominan matriknya dan
memiliki nilai Mg dibawah 5%. Menurut nilai CaO-nya rendah memiliki nilai kurang
hasil sampel analisis kimia dan analisis ekonomis seperti pada batugamping
mikrofasies didapatkan pada daerah tersebut Wackstone. Meninjau dari Gambar 5, bagian
merupakan batugamping Packstone. Kadar Barat daerah penelitian sangat strategis dan
CaO yang sedang didapatkan dari komposisi ekonomis untuk dilakukan penambangan
Packstone tersebut. Packstone sampel batugamping, dapat dilihat dari volume
tersebut berkomposisi mineral kalsit dengan batugamping dan fasiesnya. Sedangkan pada
Foraminifera Planktonik dan Bentonik bagian Timur kurang cocok untuk dilakukan
relatif lebih sedikit dibanding sample lain. penambangan karena selain fasiesnya yang
Pada sampel fasies packstone ini berbeda

7
dominan Wackstone juga volumenya lebih komposisi nilai Mg yang tinggi
rendah. diatas 1,48% dengan nilai CaO
dibawah 48%.
- MB 95, D 81 dan D 79 termasuk
VII. KESIMPULAN DAN SARAN dalam fasies grainstone dengan
Kesimpulan komposisi CaO 51-54%.
Berdasarkan hasil analisis dan - D 70, AY 76 dan D 85 termasuk
pembahasan dapat diambil kesimpulan dalam fasies packstone dengan
sebagai berikut: komposisi CaO 49-50%.
1. Mikrofasies yang berkembang pada - D 73 dan MB 93 termasuk dalam
daerah penelitian adalah Bioclast Red fasies wackestone dengan
Algae Packstone, Bioclast Large Foram komposisi CaO 48%.
Grainstone, Bioclast Large Foram
Packstone, Bioclast Planktonik Foram
Packstone, Bioclast Grainstone with Saran
dolomitation, Planktonik Forams 1. Lapangan Gunung “Payung” memiliki
Grainstone, Planktonik Wackstone, potensi besar sebagai bahan baku
Peloidal Wackestone, Packstone with semen. Dari kesimpulan analisis
dolomitation. Bioclast Wackstone with mikrofasies dan analisis kimia
microspar, Bioclast Planktonik Foram didapatkan potensi batugamping daerah
Wackstone, Bioclast Wackstone with penelitian memiliki tingkat baik sampai
dolomitization, Bioclast Packstone with kurang dengan arah persebaran Barat ke
dolomitization, dan Dolomite limestone Timur. Potensi sangat baik ditunjukkan
2. Berdasarkan hasil analisis mikrofasies, dari nilai CaO 52 - 55,6% dengan fasies
terdapat 3 tipe zonasi fasies yang grainstone sedangkan untuk daerah
didasarkan pada model Wilson (1975), dengan potensi tidak cocok untuk bahan
yaitu: baku semen memiliki nilai MgO diatas
a. FZ 5 Platform-Margin Reefs 1,48% dengan fasies dolomite
b. FZ 7 Open Marine limestone. Dengan hasil tersebut penulis
c. FZ 8 Platform Interior – Restricted. menyarankan jika akan melakukan
3. Umur relatif singkapan Formasi Bulu penambangan batugamping tersebut
Dari hasil zonasi foraminifera besar dapat dilakukan pada daerah Barat
yang telah dibuat, umur batuan adalah sampai tengah lokasi Gunung “Payung”
antara N9 sampai N12 yaitu Miosen untuk mendapatkan batugamping yang
Tengah, yaitu berkisar antara 15 juta lebih ekonomis sebagai bahan baku
tahun yang lalu. semen.
4. Berdasarkan analisis kimia dan
dimasukkan dalam kedua standar
kualitas bahan baku semen maka dapat VIII. UCAPAN TERIMAKASIH
disimpulkan bahwa batugamping Terimakasih penulis sampaikan kepada
Formasi Bulu pada daerah blok Gunung Pak Sutarto dan Mas Zanuar yang telah
“Payung” layak sebagai bahan baku memberikan bantuan dalam pelaksanaan
semen. Hubungan analisis kimia dengan pengambilan data tugas akhir di lapangan.
fasiesnya adalah, Tak lupa penulis sampaikan terimakasih
- D 65 dan P 84 termasuk dalam kepada Bapak Henarno Pudjihardjo, Bapak
dolomite limestone dengan Yoga Aribowo, dan Bapak Dian Agus
Widiarso selaku pembimbing tugas akhir

8
saya di kampus yang telah memberikan Eddy, H. R, 2008. Potensi Bahan Baku
masukan dan arahan dalam penulisan tugas Semen Di Indonesia Timur.
akhir ini, dan kepada teman-teman dan Pusat Sumber Daya Geologi.
semua pihak yang telah mendukung saya Embry, A.F. and Klovan, J.E., 1971, A late
selama melaksanakan penelitian hingga Devonian reef tract on
selesai. northeastern Banks Island,
Northwest Territories, Bulletin
of Canadian Petroleum
DAFTAR PUSTAKA Geology.
Anonim. (2014, 18 Juni). Jumlah dan Laju Flugel, E. 1982. Microfacies Analysis of
Pertumbuhan Penduduk. Limestone. Edisi ke-1.
Diperoleh 19 Juni 2014, dari Springer-Verlag, Berlin.
http://www.datastatistik- ---------- 2010. Microfacies Of Carbonate
indonesia.com/portal/index.php Rocks Analysis, Interpretation
?option=com_content&task=vi And Application. Edisi ke-2.
ew&id=919 Springer.
Bemmelen, van, R.W., 1949, The Geology Folk, R.L., 1959. Practical Petrographic
of Indonesia, Martinus Nyhoff, Clasification of Limestone:
The Haque, Nederland. American Association of
Boersma, A. 1978. Foraminifera. Petrolum Geologists
Introduction to Marine Bulletin,v43,no1p133-152.
micropalaentology. Haq,B.U & Hamilton, W. 1979. Tectonics of
A. Boersma Eds. Elsevier Indonesiaan Region. United
Biomedical.New York State Geological Survey
BouDagher, Marcelle K. & Fadel, 2008. Profesional Paper, Washington,
Evolution and Geological 345pp.
Significance of Larger Benthic Hantoro, AP. 2014. Analisis Fasies dan
Foraminifera. Departement of Rekaman Diagenesis
Earth Sciences University Batugamping Formasi Bulu,
College London. UK. Kawasan Gunung
Dott, R. H, 1964. "Wacke, greywacke and Kemirikerep, Kecamatan
matrix; what approach to Bogorejo, Kabupaten Blora,
immature sandstone Jawa Tengah. UNDIP:
classification?". SEPM Journal Semarang
of Sedimentary Research Haynes, J.R., 1981, Foraminifera: John
Duda, W. H, 1976. Cement Data Book, ed-2 Wiley & Son, New York,
Mc. Domald dan Evans, 348pp
London, 601 hal. Himayatillah, Nadiah. 2011. Geologi dan
Dunham, R. J. 1962. Classification Of Studi Batupasir Ngrayong
Carbonate Rocks According To Daerah Ngampel dan
Their Depositional Texture. Sekitarnya, Kabupaten Blora,
Classification of Carbonate Jawa Tengah. ITB: Bandung
Rocks symposium: Tulsa, OK, Meryana, Ester. (2014, 22 Januari). Dwi
American Association of Soetjipto: 2017, Kapasitas
Petroleum Geologists Memoir Produksi Semen Indonesia
1, p. 108-121. Lebih Dari 40 Juta Ton.

9
Diperoleh 19 Juni 2014, dari Kuarter, Teknik Geologi
http://swa.co.id/ceo- UGM, Yogyakarta
interview/dwi-soetjipto-2017- Satyana, A.H., Erwanto, E., dan Prasetyadi
kapasitas-produksi-semen- C., 2004, Rembang-Madura-
indonesia-lebih-dari-40-juta- Kangean-Sakala (RMKS) Fault
ton Zone, East Java Basin: The
Nazir, M. 1983. Metode Penelitian, Ghalia Origin and Nature of a
Indonesia Darussalam: Jakarta. Geologic Border, Proceedings
Pettijohn, F. J. (1975), Sedimentary rock, of Indonesian Association of
Halper and R Brother, New Geologist, The 33rd Annual
York. Convention.
Peter A.S., and Dana S.U.S. 2003. A Color Smyth, H., Robert Hall , Joseph Hamilton ,
Guide To The Petrography Of Pete Kinny. 2005. “ East Java
Carbonate Rocks: Grains, cenozoic Basins , Volcanoes
Textures, Porosity, Diagenesis. and Ancient Basement :
American Association of Proceedings Indonesian
Petroleum Geologists: Petroleum Association ke – 30.
Oklahoma. Sribudiyani, dkk. 2003. The Collision of The
Prabowo, Heri. 2007. Pengaruh Intrusi East Java Microplate and Its
Basalt Terhadap Komposisi Implication for Hydrocarbon
Kimia Dan Kualitas Occurrences in The East Java
Batugamping Bukit Karang Basin. Proceeding Indonesian
Putih PT Semen Padang. ITB : Petroleum Association, Twenty
Bandung - Nine Annual Convention and
Pringgoprawiro, Harsono. 1983. Exibition.
Biostratigrafi Dan R.L, Situmorang, R. Smit, and E.J. Van
Paleogeografi Cekungan Jawa Vessem. 1992. Geological map
Timur Utara : Suatu of The Jatirogo Quadrangle,
Pendekatan Baru. Institut Java, 1:100.000. Geological
Teknologi Bandung. Research and Development
Pulunggono, A., dan Martodjojo, S., 1994. Centre, Bandung, Indonesia.
Perubahan Tektonik Paleogen- Tucker, Maurice, E., and Wright V. Paul.
Neogen Merupakan Peristiwa 1991. Carbonate
Tektonik Terpenting di Jawa. Sedimentology. Blackwell
Procceeding Geologi dan Publishing company.
Geotektonik Pulau Jawa Sejak Wilson, J.L. 1975. Carbonate Facies In
Akhir Mesozoik Hingga Geologic History. 471 pp.,
New York: Springer

10
LAMPIRAN

Gambar 1. Peta Fisiografi daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur


(Van Bemmelen, 1949 dengan modifikasi dalam www.geomacnews.com)

Tabel 1. Komposisi Senyawa Batugamping Pembentuk Bahan Baku Semen


(Duda, 1976)

Tabel 2. Persyaratan Kualitas Bahan Baku Semen PT. Semen Padang


(Prabowo,2007)

11
Gambar 2. Peta Geomorfologi dan Sayatan Geomorfologi Daerah Penelitian

12
Gambar 3. Peta Geologi dan Profil Sayatan Geologi Daerah Penelitian

13
Gambar 4. Peta Plotting Sampel Analisis Kimia Gunung “Payung”

14
Gambar 5. Permodelan 2D Korelasi Data Fasies

15

You might also like