Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 156

PT Pembangkitan Jawa Bali Services

HEAT RATE IMPROVEMENT & OPTIMIZATION


STEAM POWER PLANT
September 2016

Disusun Oleh:
Yogo Wijayanto
Analyst Operasi Enjiniring Kantor Pusat

Mengetahui
Kanapi Subur Dwiyanto
Manajer Enjiniring
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 7
1.1. Tujuan................................................................................ 7
1.2. Referensi............................................................................ 7
1.3. Ruang Lingkup................................................................... 8

BAB II PLANT PERFORMANCE .......................................................... 9


2.1. Coal Analysis..................................................................... 9
2.2. Parameter Plant Performance........................................... 17
2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Plant Performance...... 19
2.4. Plant Losses...................................................................... 24
2.5. Heat & Mass Balance........................................................ 27
2.6. Formula Perhitungan......................................................... 28
2.7. Performance Test............................................................... 37

BAB III HEAT RATE BASELINE ............................................................ 42


3.1. Design Heat Rate, Best Achieveable Heat Rate,
Operating Heat Rate.......................................................... 42
3.2. Menentukan Baseline Heat Rate....................................... 50
3.3. Beberapa Kesalahan didalam memperkirakan
kenaikan Heat Rate........................................................... 56

BAB IV PERFORMANCE MONITORING................................................ 58


4.1. Trending Data ................................................................... 58
4.2. Heat Rate Method & Analysis ........................................... 60
4.3. Equipment Degradation .................................................... 70

BAB V HEAT RATE OPTIMIZATION...................................................... 79


5.1. Metode Optimisasi Heat Rate ........................................... 79
5.2. Root Causes Heat Rate Losses ....................................... 81
5.3. Cycle Interrelationship ...................................................... 86
5.4. Turbin Performance Optimization...................................... 90
5.5. Boiler Performance Optimization....................................... 92
5.6. Stoker Tipe Spreader (Travelling & Chain Grate).............. 100
5.7. CFBC (Circulation Fluidized Bed Combustion).................. 102
5.8. Pembuatan Program dan Post Monitoring Program.......... 112

BAB VI STUDI KASUS NPHR.................................................................... 114


6.1. NPHR PLTU Luar Jawa ....................................................................... 114
6.2. Studi Kasus PLTU Air Anyir Unit 1 & 2................................................. 115
6.3. Studi Kasus PLTU KKA........................................................................ 120
6.4. Simulasi Gatecycle PLTU KKA............................................................. 129

LAMPIRAN ................................................................................................ 136

6
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Tujuan
Tujuan dari pembuatan buku ini adalah sebagai pedoman
untuk melaksanakan monitoring, analisa heat rate,
menentukan penyebab losses heat rate, dan membuat
rekomendasi, pembuatan program perbaikan heat rate serta
post monitoring program yang pada akhirnya dapat
mencapai target NPHR yang diharapkan.

1.2. Referensi
Referensi yang digunakan dalam pembuatan prosedur Heat
Rate Analysis & Improvement:
1. Heatrate Handbook 4th By Southern company
Generating plant performance.
2. ASME PTC 4 – Steam Generator.
3. ASME PTC 6 – Steam Turbine.
4. ASME PTC PM – Performance Monitoring Guidelines
for Steam Power Plant.
5. EPRI – Heat Rate Improvement.
6. Boiler for Power and Process; Kumar Rayaprolu
7. Analisis komposisi batubara muturendah terhadap
pembentukan slagging dan fouling pada boiler -
Novriany Amaliyah & Muhammad Fachry – Jurusan
mesin fakultas teknik Universitas Hasanuddin.

HEAT RATE OPTIMIZATION 7


8. Fuel Ash Effect on Boiler Design & Operation –
Babcock Wilcox Steam Generation and Its Use
Chapter 21.

1.3. Ruang Lingkup


Ruang lingkup buku ini adalah optimisasi net plant heat rate
pada sistem PLTU, dengan beberapa tipe boiler stoker,
CFBC, pulverizer coal. Mengetahui dimana posisi
performance unit saat ini, melakukan tahapan baselining
heat rate, melakukan trending data operasi, mengidentifikasi
serta mencari root cause penyebab kenaikan heat rate,
optimisasi dari sisi operasi, pemeliharaan, dan modifikasi
enjiniring. Karakteristik dan batasan design yang perlu
diamati serta pengoperasian boiler stoker, CFBC, dan
pulverizer coal. Pembuatan program dan post monitoring
program.

8
BAB II
PLANT PERFORMANCE

2.1. Coal Analysis


1. Nilai Kalor (Calorific Value)
• High Heating Value (HHV)
Panas yang diperoleh dari proses pembakaran sempurna
batubara pada volume konstan sehingga semua
kandungan air (H2O) terkondensasi dalam bentuk cairan.
• Low Heating Value (LHV)
Panas yang diperoleh dari proses pembakaran sempurna
batubara pada volume konstan sehingga semua
kandungan air (H2O) terbentuk menjadi uap.
Pada batubara kandungan moisture lebih besar daripada
jenis bahan bakar minyak dan gas sehingga rentang nilai
HHV dan LHV pada batubara lebih lebar.
2. Proximate Analysis
Analisa batubara untuk menentukan kandungan moisture,
volatile matter, fix carbon, dan ash.
• Moisture
Moisture adalah kadar air yang terdapat pada batubara.
Nilai moisture ini diperoleh ketika sampel batubara dialiri
udara panas pada temperature 104˚C – 110˚C. Bobot
yang hilang adalah kadar moisture batubara. Prosedur
pengetesannya ada pada ASTM D3173. Terdapat 2 jenis

HEAT RATE OPTIMIZATION 9


moisture yaitu surface moisture yaitu moisture yang
terdapat pada permukaan batubara, sedangkan inheren
moisture adalah moisture yang terdapat pada rongga-
rongga kapiler batubara.
• Volatile Matter
Volatile matter adalah kandungan batubara yang mudah
menguap jika dipanaskan selain moisture. Metode
pengetesannya dapat dibaca pada ASTM D3175.
• Fixed Carbon
Fixed carbon adalah material padat selain ash pada
batubara. Kandungannya merupakan selisih bobot
batubara dikurangi bobot moisture, volatile matter, dan
ash sesuai prosedur ASTM D3172.
• Ash
Ash adalah kandungan abu pada batubara, metode
pengetesannya sesuai prosedur ASTM D3174.

3. Ultimate Analysis
Analisa batubara untuk menentukan kandungan C, H, O, N, S.
Kandungan ini cenderung konstan, kecuali moisture yang jika
dikurangi atau ditambah maka akan berpengaruh terhadap
nilai kalor. Ultimate analysis dan moisture menjadi dasar
perhitungan combustion dalam design boiler dan efisiensi yang
terkait dengan kebutuhan udara teoritis dan excess air dan
estimasi flue gas yang dihasilkan serta batasan emisi yang
diijinkan kementrian lingkungan hidup.
10
4. Basis Pengukuran
• As received basis
Sampel batubara yang datang ke laboratorium sebelum
ada proses pengeringan atau pengondisian tertentu untuk
menghilangkan nilai moisturenya. Basis ini merupakan
sampel batubara apa adanya yang diperoleh dari
lapangan. Pada perhitungan efisiensi boiler metode heat
loss menggunakan basis ini.
• Air dried basis
Basis ini merupakan kondisi batubara yang tidak
mengandung surface moisture lagi.
• Dry Basis
Kondisi batubara yang sudah tidak mengandung moisture
teoritis lagi pada sampel batubara yang di uji.
• Dry Ash free basis
Kondisi batubara yang tidak mengandung moisture dan ash
sehingga hanya terdapat volatile matter dan fixed carbon.
Pada boiler PLTU bahan bakar yang masuk adalah dalam
kondisi batubara As Receive. Sehingga didalam perhitungan
efisiensi boiler metode heat loss menggunakan basis As
Received. Sehingga jika data coal analysis (kadar Carbon,
Hydrogen, Oksigen, Nitrogen, Sulfur dan yang lainnya) yang
ada pada kondisi selain as received maka perlu dikonversi
menjadi kondisi as receive menggunakan formula sebagai
berikut.

HEAT RATE OPTIMIZATION 11


5. Hardgrove Grindability Index (HGI)
HGI adalah nilai kekerasan batubara. Semakin rendah nilai
HGI maka batubara akan semakin keras, demikian juga
sebaliknya. Semakin tinggi nilai kalor (kualitas) batubara maka
batubara nya akan semakin keras dan HGI nya akan semakin
rendah. Batubara paling keras adalah antrasit HGI mendekati
30 – 40. Pada boiler tipe pulverizer nilai HGI akan
mempengaruhi design Coal Mill (Pulverizer).
6. Ash Composition
Komposisi ash adalah mineral seperti SiO2, Al2O3, Fe2O3,
SO3, CaO, MgO. Kandungan ash ini akan mempengaruhi
dimensi furnace, susunan dan jarak sootblower, space tube,
nilai slagging dan fouling index.
Klasifikasi ash sebagai berikut:

12
a. Lignitic ash
Ash yang mengandung (CaO+MgO) > Fe2O3.
Indeks slagging untuk ash lignit berdasarkan temperature
pembentukan ash ASTM, temperature fusibilitas
mengindikasikan range dimana temperatur saat plastis
slag mulai muncul. Indeks ini adalah rata-rata dari
temperature Hemispherical Maximum (HT) dan
temperatur minimum awal pembentukan (IT):
(𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻) + 4(𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐻𝐻𝐻𝐻)
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑆𝑆𝑆𝑆 =
5
Dimana:
Max HT : Temperature maksimum dari reduksi atau
oksidasi hemispherical softening (˚F).
Min IT : Temperature pembentukan (initial deformation)
awal dari reduksi atau oksidasi yang terendah (˚F).
Klasifikasi potensi slagging dengan Rs adalah:
Potensi Slagging Indeks slagging
Rendah 2450 < 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑆𝑆𝑆𝑆
Sedang 2250 < 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑆𝑆𝑆𝑆 < 2450
Tinggi 2100 < 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑆𝑆𝑆𝑆 < 2250
Tinggi sekali 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑆𝑆𝑆𝑆 < 2100

Klasifikasi fouling untuk ash batubara lignit adalah


berdasarkan kandungan sodium dalam ash sebagai
berikut:
Jika 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑂𝑂𝑂𝑂 + 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑔𝑔𝑔𝑔 𝑂𝑂𝑂𝑂 + 𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹2 𝑂𝑂𝑂𝑂3 > 20% 𝑏𝑏𝑏𝑏𝐹𝐹𝐹𝐹𝑏𝑏𝑏𝑏𝑀𝑀𝑀𝑀𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑎𝑎𝑎𝑎ℎ 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑀𝑀𝑀𝑀𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑀𝑀𝑀𝑀𝑏𝑏𝑏𝑏𝑀𝑀𝑀𝑀

HEAT RATE OPTIMIZATION 13


Rendah – sedang 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑀𝑀𝑀𝑀2 𝑂𝑂𝑂𝑂 < 3
Tinggi 3 < 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑀𝑀𝑀𝑀2 𝑂𝑂𝑂𝑂 < 6
Tinggi sekali 6 < 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑀𝑀𝑀𝑀2 𝑂𝑂𝑂𝑂

Jika 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑂𝑂𝑂𝑂 + 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑔𝑔𝑔𝑔 𝑂𝑂𝑂𝑂 + 𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹2 𝑂𝑂𝑂𝑂3 < 20% 𝑏𝑏𝑏𝑏𝐹𝐹𝐹𝐹𝑏𝑏𝑏𝑏𝑀𝑀𝑀𝑀𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑎𝑎𝑎𝑎ℎ 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑀𝑀𝑀𝑀𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑀𝑀𝑀𝑀𝑏𝑏𝑏𝑏𝑀𝑀𝑀𝑀
Rendah – sedang 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑀𝑀𝑀𝑀2 𝑂𝑂𝑂𝑂 < 1,2
Tinggi 1,2 < 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑀𝑀𝑀𝑀2 𝑂𝑂𝑂𝑂 < 3
Tinggi sekali 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑀𝑀𝑀𝑀2 𝑂𝑂𝑂𝑂 > 3

b. Bituminous ash
Ash yang mengandung Fe2O3 > (CaO+MgO)
• Indeks slagging
Perhitungan slagging indeks (Rs) untuk ash
bituminous dibawa ke perhitungan base untuk rasio
asam dan persen berat pada dry basis dari sulfur
dalam batubara. Kandungan sulfur mengindikasikan
jumlah besi yang muncul dalam bentuk pyrite.
Perhitungannya adalah sebagai berikut:
𝐵𝐵𝐵𝐵
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑆𝑆𝑆𝑆 = × 𝑆𝑆𝑆𝑆
𝐴𝐴𝐴𝐴
Dimana:
Senyawa basa : 𝐵𝐵𝐵𝐵 = 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑂𝑂𝑂𝑂 + 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑔𝑔𝑔𝑔 𝑂𝑂𝑂𝑂 + 𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹2 𝑂𝑂𝑂𝑂3 + 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑀𝑀𝑀𝑀2 𝑂𝑂𝑂𝑂 +
𝐾𝐾𝐾𝐾𝑂𝑂𝑂𝑂2 (%)
Senyawa asam : 𝐴𝐴𝐴𝐴 = 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀2 + 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴2 𝑂𝑂𝑂𝑂3 + 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻2 (%)
𝑆𝑆𝑆𝑆 = % 𝑏𝑏𝑏𝑏𝐹𝐹𝐹𝐹𝑏𝑏𝑏𝑏𝑀𝑀𝑀𝑀𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑆𝑆𝑆𝑆𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑀𝑀𝑀𝑀𝑝𝑝𝑝𝑝𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑀𝑀𝑀𝑀𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑀𝑀𝑀𝑀𝑏𝑏𝑏𝑏𝑀𝑀𝑀𝑀
Klasifikasi potensi slagging:

14
Potensi Slagging Indeks slagging
Rendah 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑆𝑆𝑆𝑆 < 0,6
Sedang 0,6< 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑆𝑆𝑆𝑆 <2
Tinggi 2< 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑆𝑆𝑆𝑆 <2,6
Tinggi sekali 2,6 < 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑆𝑆𝑆𝑆

• Indeks Fouling
Indeks fouling untuk ash bituminous didapatkan dari
karakteristik kekuatan sintering menggunakan
kandungan sodium dari ash batubara dan rasio dasar
dari asam;
𝐵𝐵𝐵𝐵
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑓𝑓𝑓𝑓 = × 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑀𝑀𝑀𝑀2 𝑂𝑂𝑂𝑂
𝐴𝐴𝐴𝐴
Dimana:
𝐵𝐵𝐵𝐵 = 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑂𝑂𝑂𝑂 + 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑔𝑔𝑔𝑔 𝑂𝑂𝑂𝑂 + 𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹2 𝑂𝑂𝑂𝑂3 + 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑀𝑀𝑀𝑀2 𝑂𝑂𝑂𝑂 + 𝐾𝐾𝐾𝐾𝑂𝑂𝑂𝑂2 (%)
𝐴𝐴𝐴𝐴 = 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀2 + 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴2 𝑂𝑂𝑂𝑂3 + 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻2 (%)
𝑁𝑁𝑁𝑁𝑀𝑀𝑀𝑀2 𝑂𝑂𝑂𝑂 = % 𝑏𝑏𝑏𝑏𝐹𝐹𝐹𝐹𝑏𝑏𝑏𝑏𝑀𝑀𝑀𝑀𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑎𝑎𝑎𝑎𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑎𝑎𝑎𝑎ℎ 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑀𝑀𝑀𝑀𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑀𝑀𝑀𝑀𝑏𝑏𝑏𝑏𝑀𝑀𝑀𝑀
Klasifikasi potensi fouling menggunakan Rf adalah:
Potensi fouling Indeks fouling
Rendah 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑓𝑓𝑓𝑓 < 0,2
Sedang 0,2< 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑓𝑓𝑓𝑓 <0,5
Tinggi 0,5< 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑓𝑓𝑓𝑓 <1
Tinggi sekali 1 < 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑓𝑓𝑓𝑓

7. Ash Fusion Temperature


Pengukuran ash fusibility temperature menggunakan
prosedur sesuai standar D ASTM 1857 (fusibility of coal
HEAT RATE OPTIMIZATION 15
and coke ash). Sampel abu disiapkan dengan membakar
batubara dibawah kondisi oksidasi pada temperature
799˚C hingga 899˚C. Abu ditekan pada sebuah cetakan
untuk membentuk triangular pyramid (cone) dengan
ukuran tinggi 19mm dan 6,35mm lebar dasarnya. Cone
kemudian dipanaskan didalam furnace dengan kenaikan
temperature 8˚C/menit. Selama proses pemanasan cone
mengalami pelunakan dan berubah bentuk menjadi
bentuk yang lebih spesifik seperti pada gambar 5.

Gambar 1. Temperature deformasi

Ada empat temperatur deformasi yaitu:


1. Initial deformation temperature (IT atau ID) adalah
temperatur dimana ujung cone mulai melunak dan
menunjukkan tanda deformasi awal.
2. Softening temperature (ST) adalah temperatur
dimana sampel berdeformasi menjadi bentuk
spherical dimana tinggi cone sama dengan lebar
dasar cone (height = width). Secara umum softening
temperature sama dengan fusion temperature.

16
3. Hemispherical temperature (HT) adalah temperature
dimana cone telah melebur membentuk
bulatan/benjolan dimana ukuran tinggi sama dengan
setengah lebar dasarnya (Height = 0,5 width).
Fluid temperature (FT) adalah temperature dimana ash cone
telah meleleh menyerupai lapisan datar dengan maksimum
height 1,59mm.

2.2. Parameter Plant Performance


Parameter-parameter yang digunakan untuk menentukan performa
pembangkit dan peralatannya adalah sebagai berikut:
1. Parameter Plant Performance
• Gross Plant Heat Rate
• Net Plant Heat Rate
• Efisiensi termal
• Turbin Heat Rate
• Auxiliary Power Consumption
2. Parameter Boiler Performance
• Boiler Efficiency
• Steam Flow
• Steam Temperature & Pressure
• SFC
• Oksigen content dan excess air
3. Parameter Turbin Performance
• Efisiensi Isentropis turbin

HEAT RATE OPTIMIZATION 17


• Turbin Cycle Heat Rate
• Steam Rate
• Pressure ratio
4. Parameter Condensor
• Condensor vacum
• Condensor cleanliness factor
• Condensor TTD
5. Parameter Feedwater Heater
• Terminal temperature difference (TTD)
• Drain Cooler Approach (DCA)
• Feedwater Temperature Rise (TR)
• Feedwater heater effectiveness

6. Parameter Pompa
• Efisiensi Pompa
• Discharge Pressure
• Ampere
• Water Flow
7. Parameter Fan
• Efisiensi Fan
• Discharge Fan
• Ampere
• Air Flow
8. Parameter Air Heater
• Air Heater Lekage

18
• X-Ratio
• Air Heater Effectiveness
• Exit flue gas temperature
• Average Cold end dan Hot end Temperature

2.3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Plant Performance


Faktor-faktor yang mempengaruhi Plant Performance:
1. Properties Bahan Bakar
Properties bahan bakar sangat mempengaruhi efisiensi
pembangkit. Pengaruh properties bahan bakar berdampak
pada kondisi pembakaran pada boiler. Setiap boiler didesign
untuk range properties bahan bakar tertentu, pada umumnya
range toleransi nilai kalor sebesar 5%, namun ini tergantung
dari design dari masing-masing manufaktur. Beberapa
properties bahan bakar yang berpengaruh terhadap kondisi
pembakaran adalah nilai kalor bahan bakar, kadar moisture
bahan bakar, ukuran partikel batubara, viskositas minyak,
volatile mater, kadar karbon, ash, hydrogen.
Perlu digaris bawahi bahwa efisiensi boiler dan efisiensi
pembakaran merupakan hal yang saling mempengaruhi dan
berbeda. Bisa jadi efisiensi pembakaran sudah mencapai
tahap yang optimal namun jika ditinjau dari efisiensi boiler
masih belum optimal atau bahkan cenderung rendah. Sebagai
contoh jika semakin besar excess air maka efisiensi
pembakaran akan semakin baik karena semua partikel bahan
bakar akan habis terbakar (unburned carbon semakin kecil)

HEAT RATE OPTIMIZATION 19


namun jika ditinjau dari efisiensi boiler akan menyebabkan dry
gass loss yang akan semakin besar dan konsumsi daya dari
fan (FD fan dan ID fan menjadi semakin naik).
Efisiensi pembakaran ini sangat dipengaruhi oleh tipe burner.
Burner dengan tipe front rear burner, tangensial burner,
Circulation fluidized bed, stocker, maupun tipe nozelnya.

2. Pola Operasi Boiler


Performa boiler dipengaruhi oleh kondisi pembakaran pada
boiler. Masing-masing tipe boiler memiliki karakteristik yang
berbeda, tergantung dari tipe dan designnya. Secara umum
efisiensi boiler sangat dipengaruhi oleh beban boiler, semakin
tinggi beban maka efisiensi boiler akan semakin tinggi. Nilai
efisiensi boiler akan mencapai optimum pada kondisi boiler
maximum continuous rate (BMCR).
Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi boiler
sebagai berikut:
1. Pulverizer Coal tipe front rear burner
Faktor yang mempengaruhi adalah Mill outlet
temperature, air fuel ratio, excess air ratio, swirling
angle, coal fineness, level burner (layer).
2. Pulverizer Coal tipe tangensial burner
Faktor yang mempengaruhi adalah Mill outlet
temperature, air fuel ratio, excess ratio, tilting angle,
coal size.

20
3. Circulation Fluidized Bed Boiler
Faktor yang mempengaruhi adalah coal size, bed
sand size, rasio primary air dan secondary air, bed
sand volume, tipe pasir, bed temperature, rasio Ca/S
apabila mengaplikasikan penggunaan limestone.
4. Stoker Boiler
Faktor yang mempengaruhi adalah coal size, excess
air, coal feeding rate.
Detail dapat dilihat pada sub bab 5.
5. Pola Operasi Turbin
Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah pengoperasin
governor full arc admission dan partial arc admission.
• Full arc admission adalah kondisi control valve terbuka
penuh, kendali beban dilakukkan oleh variable
pressure boiler, keuntungan metode ini adalah
menurunkan throttle enthalpy losses namun memiliki
kekurangan yaitu akan meningkatkan probabilitas
boiler fatigue life disebabkan karena thermal cyclic,
meningkatkan losses energy pompa pada beban
rendah dan sistem pengoperasian beban yang kurang
responsif.
• Partial arc admission adalah control valve yang di
throttle sebagian, memiliki keuntungan untuk respon
beban yang lebih efektif, mengurangi fatigue boiler
namun akan meningkatkan degradasi turbin berupa
solid particle erossion.

HEAT RATE OPTIMIZATION 21


6. Pola Pembebanan Operasi Pembangkit (Capacity Factor)
Pengoperasian pembangkit pada beban yang lebih rendah dari
design akan meningkatkan losses plant. Hal ini merupakan
dampak dari karakteristik efisiensi boiler, semakin rendah beban
maka efisiensi boiler akan semakin rendah demikian sebaliknya,
untuk peralatan seperti pompa, fan juga memberikan pengaruh
dimana pada beban yang lebih rendah maka pompa dan fan
akan beroperasi diluar best efficiency point. Selain itu semakin
sering start stop pembangkit akan menaikkan heat rate.
7. Degradasi peralatan
Semakin lama peralatan dioperasikan maka akan
menyebabkan peralatan akan semakin terdegradasi dan
kemampuannya menurun.
• Turbin
Sudu-sudu turbin akan mengalami deposit, erosi
maupun abrasi, seal akan mengalami degradasi
sehingga steam akan mudah bocor keluar. Secara
umum efisiensi turbin akan terdegradasi sebesar 3%
dalam waktu 10-15 tahun.
• Boiler
Tube-tube boiler akan mengalami penurunan performa
menghantarkan panas disebabkan karena fouling,
scaling maupun slagging. Properties batubara akan
mempengaruhi slagging index. Sementara kualitas air
pengisi boiler akan mempengaruhi kemungkinan
terjadinya scaling.

22
• Feedwater Heater
Degradasi pada tube heater akibat scaling untuk jangka
panjang serta kebocoran tube pada sambungan.
Kebanyakan material heater menggunakan carbon steel
yang peka terhadap erosi aliran dalam jangka panjang.
Erosi pada tube support akan menyebabkan kerusakan
tube akibat vibrasi (flow induced vibration). Degradasi
yang lain pada komponen valve drain (leakthrough) yang
mengakibatkan drain akan mengalir ke heater yang lebih
rendah sehingga mengakibatkan level heater tidak pada
posisi optimal.
Penurunan kemampuan heater ditandai oleh kenaikan
nilai TTD (Terminal temperature difference) dan DCA
(Drain cooler approach). Kebanyakan plant didesign
dengan TTD 2,78C dan DCA 8,33C namun design bisa
berbeda untuk masing-masing unit, kenaikan TTD dan
DCA menyebabkan kenaikan heat rate dan menurunkan
electrical output.
• Condensor
Secara umum degradasi pada kondensor terjadi karena
pengaruh macrofouling dan microfouling. Penanganan
microbiology pada sea water sangat mempengaruhi
lifetime tube condensor. Penurunan performa ditandai
dengan kenaikan vacum dan TTD.

HEAT RATE OPTIMIZATION 23


• Fan
Secara umum bisa disebabkan karena blade mengalami
erosi, shaft rubbing, kerusakan pada damper.
• Pompa
Secara umum disebabkan karena impeller mengalami
wear, shaft rubbing, excessive radial clearance dan
kebocoran seals.

8. Kondisi Lingkungan
Pengoperasian pembangkit di lingkungan yang memiliki
kelembaban tinggi akan berbeda dengan didaerah kelembaban
rendah, dan temperature air pendingin condensor yang lebih
rendah akan berbeda dengan temperature yang lebih hangat.

2.4. Plant Losses


Gambar 3 menunjukkan Plant Losses.

Gambar 2. Typical Plant Losses


24
Gambar 3. Typical Boiler Losses

HEAT RATE OPTIMIZATION 25


Gambar 4. Typical Cycle Losses

Gambar 5. Typical Turbine/ Generator Losses

26
2.5. Heat & Mass Balance
Heat & mass balance diagram merupakan diagram yang berisi
informasi mengenai keseimbangan energy pada siklus turbin.
Informasi yang ada berupa pressure, temperature, flow, dan
enthalpy di setiap titik peralatan inlet dan outlet. Selain itu terdapat
pula informasi mengenai turbin cycle heat rate, NPHR, GPHR,
steam rate, specific fuel consumption dan make up water
consumption. Heat & mass balance ini terdiri dari beberapa titik
pembebanan, biasanya yang tersedia 100%TMCR, 75% TMCR,
50% TMCR, 35% TMCR (beban minimum), HP Heater Cut Off / Top
heater cut off, Operating TMCR dengan penambahan pemakaian
make up water, VWO (Valve Wide Open)/ BMCR (Boiler Maximum
Continuous Rate). Data-data ini berguna sebagai acuan saat
komisioning, pembanding saat performance monitoring, acuan
didalam melakukan modifikasi cycle, estimasi heat rate saat heater
dilakukan pemeliharaan (out off service).
1. TMCR (Turbine Maximum Continuous Rate)
TMCR merupakan kondisi turbin dioperasikan pada beban
penuh secara kontinyu, dan masih ada span dari kondisi
maximumnya (valve wide open). TMCR biasanya dapat
digunakan sebagai pembanding saat operasi normal pada
beban yang ditentukan.
2. VWO (Valve Wide Open)
VWO (Valve wide open) atau kadang juga disebut BMCR
(Boiler maximum continuous rate) merupakan kondisi dimana
valve turbin terbuka penuh, dan beban yang dibangkitkan

HEAT RATE OPTIMIZATION 27


berada pada kapasitas maximumnya dan bebannya berada
diatas 100% TMCR.
3. HPH Cut off
HPH cut off menunjukkan kondisi heat & mass balance
ketika high pressure heater atau top heater tidak
dioperasikan (out off service).

Gambar 6. Diagram Heat & Mass Balance PLTU Indramayu Beban


TMCR

2.6. Formula Perhitungan


1. Perhitungan NPHR Metode Input – Output

𝑀𝑀𝑀𝑀̇𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝑎𝑎𝑎𝑎𝐶𝐶𝐶𝐶 . 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎


𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 = � �𝑎𝑎𝑎𝑎𝑘𝑘𝑘𝑘ℎ�
𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝐶𝐶𝐶𝐶
𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝐶𝐶𝐶𝐶 = 𝑁𝑁𝑁𝑁𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐶𝐶𝐶𝐶𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺 − 𝑁𝑁𝑁𝑁𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝑥𝑥𝑥𝑥

28
2. Perhitungan NPHR Metode Heat Loss
𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑑𝑑𝑑𝑑𝐶𝐶𝐶𝐶𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑁𝑁𝑁𝑁𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐶𝐶𝐶𝐶𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺
𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 = .
𝜂𝜂𝜂𝜂𝐵𝐵𝐵𝐵𝐶𝐶𝐶𝐶𝐵𝐵𝐵𝐵𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝐶𝐶𝐶𝐶

3. Perhitungan Efisiensi Termal


860
𝜂𝜂𝜂𝜂 𝑇𝑇𝑇𝑇𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑇𝑇𝑇𝑇𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 =
𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻

4. Perhitungan Turbin Cycle Heat Rate


𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑑𝑑𝑑𝑑𝐶𝐶𝐶𝐶𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀
𝑚𝑚𝑚𝑚̇𝑆𝑆𝑆𝑆𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 . �ℎ𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺 − ℎ𝑓𝑓𝑓𝑓𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 � − 𝑚𝑚𝑚𝑚̇𝐺𝐺𝐺𝐺𝑠𝑠𝑠𝑠𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝑠𝑠𝑠𝑠 �ℎ𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺 − ℎ𝐺𝐺𝐺𝐺𝑠𝑠𝑠𝑠𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝑠𝑠𝑠𝑠 �
=
𝑁𝑁𝑁𝑁𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐶𝐶𝐶𝐶𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺

5. Perhitungan Efisiensi Boiler Metode Heat Loss


ℎ𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐺𝐺𝐺𝐺𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎
𝐺𝐺𝐺𝐺𝑏𝑏𝑏𝑏𝐺𝐺𝐺𝐺𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝐸𝐸𝐸𝐸𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆 = 100 − %
𝐹𝐹𝐹𝐹𝑏𝑏𝑏𝑏𝐹𝐹𝐹𝐹𝐴𝐴𝐴𝐴 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 + ℎ𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶

6. Perhitungan Losses Boiler Metode Heat Loss


No Tipe Boiler Jenis Losses
1 PLTU Gas/ 1. Dry Gas Lost
Minyak 2. Moisture in Fuel Lost
3. Moisture form Burning
Hydrogen Lost
4. Moisture in Air Lost
5. Radiation Lost

HEAT RATE OPTIMIZATION 29


6. CO Lost
2 Boiler 1. Dry Gas Lost
Pulveriser Coal 2. Moisture in Fuel Lost
3. Moisture form Burning
Hydrogen Lost
4. Moisture in Air Lost
5. Radiation Lost
6. CO Lost
7. Unburned Carbon Lost
8. NOx Lost
9. SOx Lost
3 Boiler CFBC 1. Dry Flue Gas Lost
2. Moisture in Fuel Lost
3. Moisture form Burning
Hydrogen Lost
4. Moisture in Air Lost
5. Radiation Lost
6. CO Lost
7. Unburned Carbon Lost
(Combustible in Bottom Ash &
Fly Ash)
8. Moisture in Sorbent (Jika
menggunakan aditif atau
limestone)
9. Sensible Heat in Bottom Ash
10. Sensible Heat in Fly Ash

30
11. Calcination Lost (Jika
menggunakan Limestone)
12. UnCounted Lost (Manufaktur
margin)
4 Boiler Stoker 1. Dry Gas Lost
2. Moisture in Fuel Lost
3. Moisture form Burning
Hydrogen in fuel Lost
4. Moisture in Air Lost
5. Radiation Lost
6. Sensible Heat in Bottom Ash
7. Sensible Heat in Fly Ash
8. CO Lost
9. Unburned Carbon Lost
(Combustible in Bottom Ash &
Fly Ash)
10. UnCounted Lost (Manufaktur
margin)

HEAT RATE OPTIMIZATION 31


Gambar 7. Kurva Radiation Loss

7. Perhitungan Heat Credits (Panas yang ditambahkan kedalam


boiler selain fuel)
(Detil formula pada lampiran).

32
No Tipe Boiler Jenis Heat Credit
1 PLTU Gas/ 1. Entering Air
Minyak 2. Moisture Entering with Inlet Air
3. Sensible Heat in Fuel
4. Fan Credit
2 Boiler Pulveriser 1. Entering Air
Coal 2. Moisture Entering with Inlet Air
3. Sensible Heat in Fuel
4. Fan Credit
3 Boiler CFBC 1. Entering Air
2. Moisture Entering with Inlet Air
3. Sensible Heat in Fuel
4. Fan
5. Reaksi Sulfation (Jika
menggunakan limestone)
6. Sensible heat in sorbent (jika
menggunakan aditit atau
sorben)
4 Boiler Stoker 1. Entering Air
2. Moisture Entering with Inlet Air
3. Sensible Heat in Fuel
4. Fan Credit

HEAT RATE OPTIMIZATION 33


8. Perhitungan Rasio Ca/S (khusus untuk boiler tipe CFBC)
𝐶𝐶𝐶𝐶𝑀𝑀𝑀𝑀 32,06 . 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑀𝑀𝑀𝑀 . 𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘𝑘
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 =
𝑆𝑆𝑆𝑆 40,08 . 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑃𝑃𝑃𝑃 𝑆𝑆𝑆𝑆𝐹𝐹𝐹𝐹 . 𝑘𝑘𝑘𝑘𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹

9. Perhitungan Udara Teoritis


𝑂𝑂𝑂𝑂
𝐴𝐴𝐴𝐴𝐶𝐶𝐶𝐶 = 11,51𝐶𝐶𝐶𝐶 + 34,3. �𝐻𝐻𝐻𝐻 − � + 4,335. 𝑆𝑆𝑆𝑆
7,937

10. Perhitungan Udara Lebih dari analisa O2 dan bahan bakar


𝑂𝑂𝑂𝑂2�
% 𝐴𝐴𝐴𝐴𝑥𝑥𝑥𝑥 = 100 . (31,32𝐶𝐶𝐶𝐶 + 11,528𝑆𝑆𝑆𝑆 + 13,443𝑁𝑁𝑁𝑁 + 10,331𝐴𝐴𝐴𝐴𝑂𝑂𝑂𝑂 )
𝐴𝐴𝐴𝐴𝑂𝑂𝑂𝑂 . �2,73 − 13,068 . 𝑂𝑂𝑂𝑂2�100�

11. Perhitungan lbs Dry Gas per lb bahan bakar yang


seharusnya terbakar
12,01𝑆𝑆𝑆𝑆
44,01𝐶𝐶𝐶𝐶𝑂𝑂𝑂𝑂2 + 32𝑂𝑂𝑂𝑂2 + 28,02(100 − 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑂𝑂𝑂𝑂2 − 𝑂𝑂𝑂𝑂2 ) . �𝐶𝐶𝐶𝐶 + �
32,07
𝑘𝑘𝑘𝑘𝐺𝐺𝐺𝐺 =
12,01 . 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑂𝑂𝑂𝑂2

12. Perhitungan Gas Temperature Outlet Air Heater Corrected


for no leakage
𝐶𝐶𝐶𝐶𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐶𝐶𝐶𝐶𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 𝐺𝐺𝐺𝐺𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏15𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁
𝐴𝐴𝐴𝐴𝐻𝐻𝐻𝐻 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐿𝐿𝐿𝐿𝐹𝐹𝐹𝐹 . 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑠𝑠𝑠𝑠 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 . (𝐻𝐻𝐻𝐻𝐺𝐺𝐺𝐺𝑎𝑎𝑎𝑎𝐺𝐺𝐺𝐺 𝑂𝑂𝑂𝑂𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 − 𝐻𝐻𝐻𝐻𝑎𝑎𝑎𝑎𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐵𝐵𝐵𝐵𝑛𝑛𝑛𝑛 )
=
100 . 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑃𝑃𝑃𝑃 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿
+ 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐺𝐺𝐺𝐺𝑎𝑎𝑎𝑎𝐺𝐺𝐺𝐺 𝑂𝑂𝑂𝑂𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴
𝐶𝐶𝐶𝐶𝑝𝑝𝑝𝑝 𝐺𝐺𝐺𝐺𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 = 0,241
𝐶𝐶𝐶𝐶𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑈𝑈𝑈𝑈𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 = 0,239

34
13. Perhitungan APH Leakage
%𝑂𝑂𝑂𝑂2 𝑂𝑂𝑂𝑂𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 − %𝑂𝑂𝑂𝑂2 𝐼𝐼𝐼𝐼𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀
% 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐿𝐿𝐿𝐿𝐹𝐹𝐹𝐹 = 𝑀𝑀𝑀𝑀 90
20,9 − 𝑂𝑂𝑂𝑂2 𝑂𝑂𝑂𝑂𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏

Atau bisa juga menggunakan formula berikut ini;


% 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑂𝑂𝑂𝑂2 𝑂𝑂𝑂𝑂𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 − % 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑂𝑂𝑂𝑂2 𝐼𝐼𝐼𝐼𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀
% 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐹𝐹𝐹𝐹𝑀𝑀𝑀𝑀𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 = 𝑀𝑀𝑀𝑀 90
20,9 − 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑂𝑂𝑂𝑂2 𝑂𝑂𝑂𝑂𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏

14. Air Heater X – Ratio


𝐻𝐻𝐻𝐻𝐺𝐺𝐺𝐺𝑎𝑎𝑎𝑎𝐺𝐺𝐺𝐺 𝐼𝐼𝐼𝐼𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛𝑛 − 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐺𝐺𝐺𝐺𝑎𝑎𝑎𝑎𝐺𝐺𝐺𝐺 𝑂𝑂𝑂𝑂𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 𝑁𝑁𝑁𝑁𝐶𝐶𝐶𝐶 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝐿𝐿𝐿𝐿𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑋𝑋𝑋𝑋 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 𝐴𝐴𝐴𝐴𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 ℎ𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 =
𝐻𝐻𝐻𝐻𝑈𝑈𝑈𝑈𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓 𝐾𝐾𝐾𝐾𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 − 𝐻𝐻𝐻𝐻𝑈𝑈𝑈𝑈𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎

15. Average Cold End Temperature


𝐻𝐻𝐻𝐻𝐺𝐺𝐺𝐺𝑎𝑎𝑎𝑎𝐺𝐺𝐺𝐺 𝑂𝑂𝑂𝑂𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 ℎ𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 + 𝐻𝐻𝐻𝐻𝑈𝑈𝑈𝑈𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓𝑓 𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝐻𝐻𝐻𝐻𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁
𝐻𝐻𝐻𝐻𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝑔𝑔𝑔𝑔 𝑐𝑐𝑐𝑐𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 =
2

16. Perhitungan APH Effectiveness


(𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏14 − 𝑏𝑏𝑏𝑏𝐺𝐺𝐺𝐺15𝑁𝑁𝑁𝑁𝐿𝐿𝐿𝐿)
𝐴𝐴𝐴𝐴𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 𝐸𝐸𝐸𝐸𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝐸𝐸𝐸𝐸𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 = × 100%
(𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏14 − 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏8)

17. Perhitungan TTD & DCA pada feedwater heater


• TTD = Ts – To
Dimana:
Ts : Temperature steam pada kondisi tekanan
saturasinya didalam shell heater yang diperoleh dari
tabel uap air, besarnya tekanan ini diperoleh dari
pressure indicator didalam shell heater yang terdapat di

HEAT RATE OPTIMIZATION 35


lokal atau di DCS bila ada.
To : Temperature water outlet heater.
• DCA = Td – Ti
Dimana:
TD : temperature drain heater.
Ti : Temperature water inlet heater.

18. Perhitungan Efisiensi Turbin

ℎ1 − ℎ2
𝜂𝜂𝜂𝜂 =
ℎ1 − ℎ𝐺𝐺𝐺𝐺
Dimana:
h1 : Enthalpy inlet turbin yang diperoleh dari tabel uap air
berdasarkan kondisi pressure dan temperature uap masuk
turbin.
h2: Enthalpy outlet turbin yang diperoleh dari tabel uap air
berdasarkan kondisi pressure dan temperature uap keluar
turbin.
hs: Enthalpy uap pada kondisi entropy yang sama, diperoleh
berdasarkan pressure yang keluar dari turbin dan entropy
yang masuk ke turbin (enthalpy pada kondisi pressure outlet
dan entropy inlet turbin).

19. Steam Rate


𝐾𝐾𝐾𝐾𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝑎𝑎𝑎𝑎𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑆𝑆𝑆𝑆𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 = �𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎� �
𝐷𝐷𝐷𝐷𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑘𝑘𝑘𝑘

36
2.7. Performance Test
2.7.1. Tujuan Performance Test
Ada beberapa tujuan dilakukannya performance test yaitu:
1. Untuk mengukur performa pembangkit apakah sesuai
dengan kontrak yang telah disepakati antara owner dan
kontraktor (Guarantee condition). Ini dilakukan saat
komisioning.
2. Untuk melakukan monitoring performa pembangkit apakah
masih dalam kondisi optimal atau telah mengalami
degradasi secara operasi maupun mekanis.
3. Sebagai salah satu ukuran keberhasilan didalam
pelaksanaan overhaul. Untuk kondisi ini performance test
dilakukan sebelum dan sesudah overhaul.
4. Untuk mengukur dampak modifikasi peralatan, rehabilitasi,
perubahan SOP, perubahan tipe maupun kualitas bahan
bakar terhadap performa pembangkit.

2.7.2. Level Test (Kualitas Test)


Level test merupakan ukuran kualitas test, level test
tertinggi adalah pada tahap komisioning, pada tahap ini
metode pengukuran lebih ketat, nilai akurasi alat ukur
dimasukkan didalam perhitungan efisiensi sebagai nilai
ketidakpastian (uncertain value) untuk satu parameter
dapat menggunakan beberapa sensor, contohnya
pengukuran temperature udara masuk, temperature flue
gas, komposisi gas buang. Untuk level test kondisi

HEAT RATE OPTIMIZATION 37


performa monitoring tidak seketat saat komisioning.
Hanya memperhatikan beberapa parameter pada gap
heat rate serta durasi test/observasi data yang lebih
singkat sudah cukup untuk mengetahui kondisi performa
pembangkit. Untuk level yang lebih rendah adalah
performance monitoring, alat ukur yang digunakan
merupakan alat ukur operasional yang sudah terpasang,
pada kualitas tes untuk performance monitoring ini tidak
seketat pada kondisi komisioning, artinya kestabilan data
dan akurasi alat ukur dapat memiliki range yang lebih
lebar, pada kondisi performance monitoring trending data
atau penyimpangan data yang cukup signifikan dari nilai
baseline/ best practice nya merupakan petunjuk adanya
degradasi performa.

2.7.3. Durasi Test


Durasi test bergantung dengan tipe peralatan. Sesuai
standar ASME PTC 4 sebagai berikut (Tabel berikut untuk
Level test Komisioning, untuk monitoring cukup dilakukan
1 – 2 Jam namun dengan memperhatikan kestabilan
parameter operasi).

38
Sebelum dilakukan pengambilan data dilakukan stabilisasi
kondisi operasi selama 1 jam atau sesuai kondisi unit
pembangkitnya.

2.7.4. Metode Test & Agreement


Metode test membutuhkan kesepakatan antar pihak
terkait, pada kondisi open/close cycle, metode
perhitungan, besarnya margin unaccounted loss dan
manufaktur loss margin pada efisiensi boiler, perlu
disepakati sebelum performance test dilakukan serta
asumsi-asumsi yang digunakan didalam perhitungan.

2.7.5. Observasi Data & Pengambilan Data


Hal-hal yang perlu diperhatikan saat pengambilan data
adalah:
1. Kestabilan Data dan deviasi data (Steady State
Condition)
Saat pengambilan data dilakukan harus pada

HEAT RATE OPTIMIZATION 39


kondisi steady state (tidak ada manuver operasi/
perubahan operasi).

40
2. Waktu Pengambilan Data
Waktu pengambilan data akan mempengaruhi
hasil perhitungan efisiensi, temperature udara
masuk pada siang hari maupun malam hari akan
memberikan dampak sebagai heat credit pada
efisiensi boiler metode heat loss, dan juga pada
temperature air pendingin masuk condensor.

HEAT RATE OPTIMIZATION 41


BAB III
HEAT RATE BASELINE

3.1. Design Heat Rate, Best Achieveable Heat Rate & Operating
Heat Rate

Gambar 8. Jenis-jenis Heat Rate

Menurut EPRI Heat Rate Improvement Reference, bahwa terdapat 3


jenis Net Heat Rate (istilah lain Net Plant Heat Rate (NPHR)) yaitu:
1. Expected Design Net Heat Rate (Design Heat Rate)
Expected Design Net Heat Rate adalah nilai heat rate net
berdasarkan design peralatan. Perhitungan ini berdasarkan
properties bahan bakar design, efisiensi boiler design, kondisi
lingkungan design (temperature air pendingin, relative
humidity), condensor performance (condensore design
pressure, cooling water flowrate design). Nilai heat rate ini
tidak akan pernah tercapai pada kondisi aktual disebabkan

42
adanya perbedaan antara kondisi lingkungan aktual dan
designnya.
2. Best Achieveable Net Heat Rate (Commisioning)
Best Achieveable net heat rate merupakan pencapaian nilai
net heat rate terbaik yang bisa dicapai pembangkit. Nilai ini
dicapai pada saat acceptance test (performance test
komisioning) atau saat kondisi pembangkit masih baru dan
dengan kondisi pengetesan tertentu. Secara umum kondisi tes
sesuai ASME PTC (close cycle/ tidak ada penambahan make
up water, dan tidak ada pembukaan blowdown dan venting
deaerator posisi close). Nilai yang dicapai ini dapat dikatakan
sebagai New & Clean.
3. Actual Net Heat Rate
Actual Net Heat Rate atau bisa disebut juga Operating Heat
Rate merupakan nilai heat rate aktual sesuai dengan kondisi
operasi normal. Nilai heat rate ini yang dapat dijadikan acuan
baseline untuk memonitor kondisi performa pembangkit.
4. Incremental Heat Rate
Merupakan nilai heat rate aktual pada kondisi beban yang
berbeda. Incremental heat rate menunjukkan karakter efisiensi
suatu pembangkit pada setiap kondisi pembebanan. Nilai ini
sering dijadikan acuan untuk nilai kontrak dan juga digunakan
sebagai baseline performance monitoring. Karakteristik heat
rate secara umum menunjukkan bahwa semakin tinggi beban
maka pembangkit akan memiliki efisiensi lebih tinggi demikian
sebaliknya. Hal ini diantaranya dapat disebabkan oleh karakter

HEAT RATE OPTIMIZATION 43


efisiensi boiler, jenis boiler, dan auxiliary power consumption.
Sebagai contoh pada tipe pulverizer coal, excess air
merupakan fungsi pembebanan boiler, semakin rendah beban
boiler maka excess air yang dibutuhkan akan semakin tinggi,
hal ini disebabkan untuk menjaga kestabilan pembakaran.
Peningkatan excess air akan meningkatan prosentase dry gas
lost, dan fan power consumption. Di sisi turbin cycle,
pengoperasian pompa akan berada di luar titik best efficiency
point sehingga aux power consumption akan naik secara
proporsional.

44
Gambar 9. Incremental Heat Rate

Berikut ini adalah perbedaan antara kondisi Design, komisioning dan


operasi yang menyebabkan nilai heat rate berbeda.
Kondisi Design Kondisi Kondisi Operasi
Komisioning Normal
(Best Achieveable)

Kondisi Ambient sudah Kondisi ambient Kondisi ambient


ditentukan. Kondisi berbeda dengan dapat berbeda
ambient ini meliputi : kondisi design dan dengan kondisi
• Temperature perlu dikoreksi design dan
pendingin inlet terhadap kurva faktor komisioning. Dan
condensor koreksi saat biasanya tidak

• Relative Humidity perhitungan dimasukkan

• Barometric komisioning. didalam

HEAT RATE OPTIMIZATION 45


pressure perhitungan heat
• Ambient air rate karena
temperature menggunakan
metode input –
output.
Nilai Kalor batubara Nilai kalor dapat Nilai kalor berbeda
sudah ditentukan berbeda dengan dengan design
kondisi design dan komisioning
meskipun karena sangat
menggunakan kelas terpengaruh
bahan bakar yang kondisi cuaca
sama (ada koreksi (moisture).
terhadap deviasi
kualitas bahan bakar)
Perhitungan efisiensi Saat komisioning tes Kondisi open
sesuai siklus dikondisikan pada cycle:
termodinamika, tidak close cycle system • Blowdown
memperhitungkan (siklus tertutup). open
(Unaccounted losses): Contoh: Venting • Ada
• Heater vents valve close (termasuk pemakaian
• Pump seals & deaerator venting), make up water
leakoff flow drain valve blowdown • Venting
• Steam traps closed, dan tidak ada deaerator dan
• Plant auxiliary steam penambahan make blowdown
heating usage up water. • Sootblow

46
• Cycle leakage • Aux steam ke
• Sootblower steam aux equipment
usage (Multi effect
• Coal handling power distilation,
consumption. desalination
• Steam coil plant)
• Fuel characteristic • Aux steam ke
(grindability, HHV, unit lainnya
moisture, ash) • Ejector
• Heat loss to
condensor
(excessive drain)
• Resirkulasi pada
feedwater dan
condensate water
• Excessive turbine
shaft seal leakages
• LP turbin efisiensi
• Kenaikan radiasi
boiler karena
degradasi pada
insulasi dan
perubahan skin
temperature.

HEAT RATE OPTIMIZATION 47


Aux power pada Aux power Aux power
perhitungan turbine memperhitungkan sesuai kondisi
cycle heat rate sesuai selain BFP dan CEP operasional
siklus termodinamika sesuai dengan
yaitu hanya guarantee contract
memperhitungkan book.
konsumsi power BFP
dan CEP.

Perbedaan lainnya antara komsioning dan operasional:


Komisioning Operasional

Beberapa unit saat komisioning Menggunakan basis perhitungan


menggunakan basis perhitungan HHV base
LHV base
Perhitungan menggunakan Perhitungan menggunakan
metode heat loss (tidak metode input-output
memperhitungkan coal flow) (memperhitungkan coal flow)
Alat ukur lebih detail dan lengkap Alat ukur standar operasional
Steady state Non-steady state
Ada banyak Tapping pengukuran Hanya 1 tapping untuk masing-
udara masuk boiler, flue gas masing tren.
temperature dan flue gas
analysis di masing-masing tren A
dan B sesuai ASME PTC 4

48
Perhitungan main steam flow Penunjukan main steam flow di
merupakan jumlah dari DCS
Condensat atau feedwater flow,
spray dan kondensasi dari top
heater dan dikurangi dari leakage
di boiler dan siklus turbin dihitung
dari penurunan level deaerator,
steam drum dan hotwell sesuai
ASME PTC 6

Beberapa contoh alat ukur saat komisioning dilaksanakan (PLTU


Indramayu).
Condensate Flow
Orifice

ThermoCouple
Posisi : Outlet damper FDF
Jumlah point : 3 point (1
point 3 sensor)

HEAT RATE OPTIMIZATION 49


ThermoCouple
Posisi : Outlet damper PAF
Jumlah point : 2 point (1
point 2 sensor)

FLUEGAS ThermoCouple
Posisi : Outlet APH sisi Flue
Gas
Jumlah point : 7 point (1
point 3 sensor)

Gas Analyser
Inlet – Outlet APH

3.2. Menentukan Baseline Heat Rate


Untuk menentukan baseline heat rate sebagai nilai acuan heat
rate saat monitoring sebagai berikut:

50
1. Baseline berupa kurva NPHR yang diperoleh dari minimal 3
titik beban yang berbeda, secara umum jika memungkinkan
besarnya titik beban adalah 100% TMCR, 75% TMCR, 50%
TMCR atau menyesuaikan dengan kondisi unit masing-
masing.
2. Nilai NPHR tersebut merupakan hasil pengujian (Performance
Test) dengan kondisi operasional yang optimum (New &
Clean), bukan merupakan hasil uji komisioning.
3. Jika pengujian belum dilakukan pada kondisi operasional
maka dapat menggunakan estimasi NPHR menggunakan
basis design atau komisioning yang sudah terkoreksi.
4. Tetapkan basis perhitungan apakah menggunakan LHV base
atau HHV Base, secara umum HHV base lebih banyak
digunakan untuk performance monitoring. Jika menggunakan
HHV base untuk monitoring serta baseline data yang ada
menggunakan NPHR LHV base, lakukan konversi dari LHV ke
HHV base. Berikut adalah cara untuk mengkonversi dari LHV
ke HHV base:
𝑁𝑁𝑁𝑁𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻
𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 (𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 𝐵𝐵𝐵𝐵𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀) = � � × 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 (𝐿𝐿𝐿𝐿𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 𝐵𝐵𝐵𝐵𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀)
𝑁𝑁𝑁𝑁𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻
𝑁𝑁𝑁𝑁𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻
= 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻
+ �5,72
× (𝐽𝐽𝐽𝐽𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏ℎ 𝐻𝐻𝐻𝐻2 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆 + 𝐽𝐽𝐽𝐽𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏ℎ 𝐻𝐻𝐻𝐻2 𝑂𝑂𝑂𝑂 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆 )�
5. Memberi margin 3-5% untuk dari kondisi komisioning ke
kondisi operasional pada beban yang sama melalui

HEAT RATE OPTIMIZATION 51


perhitungan incrmental heat rate. Namun jika data komisioning
tidak ada dapat menggunakan data design melalui perhitungan
incremental heat rate dengan memberi margin 1-2% ke kondisi
komisioning, sehingga total margin dari kondisi design ke
kondisi operasional 4-7%. Margin estimasi ini dapat diadjust
dan dievaluasi kembali setelah dilakukannya performance
monitoring untuk memperkirakan gap yang lebih akurat dari
kondisi design dan komisioning ke kondisi baseline
operasional.
Margin ini merupakan gap antara design condition atau
komisioning dengan kondisi aktual operasi seperti dijelaskan
pada tabel sub bab 3.
Selain estimasi diatas untuk estimasi margin dari kondisi
komisioning ke kondisi operasional yang lebih akurat dapat
melakukan perhitungan koreksi sebagai berikut:
• Perhitungan koreksi pemakaian make up water
• Perhitungan koreksi aux power consumption
• Perhitungan koreksi total moisture dan hydrogen
batubara
Untuk estimasi margin dari kondisi design ke kondisi
operasional selain 3 item koreksi diatas dapat melakukan
penambahan perhitungan koreksi sebagai berikut:
• Perhitungan koreksi ambient air temperature
• Perhitungan koreksi ambient relative humidity
• Perhitungan koreksi ambient inlet water ke kondensor
Untuk perhitungan koreksi tersebut dapat mengacu pada tabel

52
bab 4. Untuk pemakaian make up water dapat merefer ke heat
& mass balance diagram design, untuk unit tertentu kapasitas
330MW pemakaian make up water pada beban 100%TMCR
sebesar 3%. Untuk pemakaian aux power dapat melakukan
mapping antara konsumsi saat komisioning dan konsumsi saat
operasi normal, peralatan yang dioperasikan saat kondisi
normal ditambahkan kedalam perhitungan pemakaian sendiri,
atau dapat juga diasumsikan kenaikannya dalam prosentase
tertentu. untuk total moisture dan hydrogen dapat mengacu
pada rencana penggunaan kualitas batubara saat kondisi
operasi normal.
Contoh perhitungan sebagai berikut:
NPHR
Komisioning pada
beban 100% 3956,39 kCal/kWh

Dampak
Persentase terhadap
Koreksi Heat Rate Unit
Koreksi
Penambahan
Make Up water Naik 5% 1,2% 47,5 kCal/kWh
Koreksi
Pemakaian
Sendiri naik 3% 3% 118,7 kCal/kWh
Koreksi Moisture
Batubara naik 5% 0,50% 19,8 kCal/kWh
Total 4,7% 186,0 kCal/kWh
Gap Koreksi thd
Komisioning 4,7%

HEAT RATE OPTIMIZATION 53


6. NPHR yang dijadikan baseline pada kondisi beban yang sama,
jika memungkinkan menggunakan kondisi beban 100% TMCR,
namun jika tidak tersedia dapat menggunakan incremental
heat rate. Incremental NPHR dapat menggunakan data dari
performance test dengan kondisi tes operasional,
menggunakan data komisioning, menggunakan data design.
Namun jika menggunakan data design harap menambahkan
margin ±4-7%, jika menggunakan data komisioning harap
menambahkan margin ±3-5% seperti pada point no 2 diatas.
Beban baseline disesuaikan dengan beban aktual saat ini
menggunakan persamaan polynomial orde 2 yang diperoleh
dari minimal 3 titik beban baseline yang ada. Berikut ini adalah
contoh perhitungan menggunakan incremental NPHR jika data
NPHR aktual saat ini tidak dapat mencapai beban 100%
TMCR.
Diketahui data komisioning NPHR suatu PLTU sebagai
berikut:
Load NPHR Design
100% TMCR (14,8 MW Net) 3347 kCal/kWh

75% TMCR (10,5MW Net) 3526,5 kCal/kWh

50% TMCR (6,6 MW Net) 4018 kCal/kWh

54
Grafik incremental NPHR berdasarkan data diatas adalah :

NPHR
4100
3900
NPHR (kCal/kWh)

3700
3500
3300 NPHR
y = 1E-05x2 - 0,2975x + 5540,8
3100 R² = 1 Poly. (NPHR)
2900
2700 Poly. (NPHR)
2500
4000 9000 14000 19000
Netto Load (kWh)

Jika beban net aktual saat ini adalah 6,78 MW dan tidak
tersedia data 100% TMCR maka baseline NPHR komisioning
yang dikoreksi dengan margin 3% adalah sebagai berikut:
Dari persamaan diatas diinputkan beban aktual saat ini
sebesar 6,78
Margin NPHR Baseline pada beban 6,78 MW
= 3% * [(0,00001*(6,78^2))-(0,297*6,78)+5540]
= 119,58 kCal/kWh.
Sehingga NPHR Baseline pada beban 6,78MW adalah
sebagai berikut:
= 119,58 kCal/kWh + [(0,00001*(6,78^2))-(0,297*6,78)+5540]
= 4105,6 kCal/kWh.
Misalkan NPHR aktual saat ini adalah 4500 kCal/kWh pada
beban net 6,78 MW maka gap antara NPHR aktual saat ini
dan baseline adalah sebesar
HEAT RATE OPTIMIZATION 55
= 4500 kCal/kWh - 4105,6 kCal/kWh
= 394,4 kCal/kWh.
Gap inilah yang akan digunakan sebagai target improvement.
Sebagai catatan sebaikanya data incremental NPHR yang
digunakan sebagai baseline adalah
• Data performance test dengan kondisi operasional
(open cycle) terbaik (dalam kondisi New & Clean/ baru
dan bersih, setting boiler masih kondisi optimum,
setelah komisioning pertama, atau setelah dilakukan
overhaul pertama). Namun jika tidak tersedia dapat
menggunakan data komisioning yang telah dikoreksi.
• Alat ukur dan metode pengukuran dan perhitungan
antara baseline dan monitoring sama.
• Alat ukur telah terkalibrasi
• Kelas accuracy alat ukur telah diketahui.

3.3. Beberapa Kesalahan Didalam Memperkirakan Kenaikan NPHR

Gambar 10. Beberapa kesaalahan didalam memperkirakan NPHR

56
Beberapa kesalahan yang terjadi berdasarkan pengalaman
dilapangan seperti pada gambar diatas, NPHR realisasi operasional
sangat tinggi karena langsung membandingkan NPHR akumulasi
operasional dengan kondisi komisioning pada beban 100%. Untuk
itu diperlukan pembanding yang standard dan pada kondisi yang
sama, baseline NPHR komisioning harus dikoreksi terlebih dahulu.

HEAT RATE OPTIMIZATION 57


BAB IV
PERFORMANCE MONITORING

4.1. Trending Data


Trending data digunakan untuk menentukan kecenderungan
penurunan efisiensi pembangkit apakah disebabkan karena
perubahan pola operasi, pengaruh kondisi bahan bakar,
kesalahan alat ukur, dan degradasi peralatan pembangkit.
Trending analisis perlu memperhatikan tren penurunan
ataupun kenaikan suatu parameter, apakah terjadi perubahan
secara tiba-tiba, bertahap/ gradual. Secara umum degradasi
peralatan akan mengalami trending secara bertahap, pada
umumnya bertahun-tahun. Sebagai contoh penurunan heat
rate akibat penurunan efisiensi turbin merk tertentu akan
mengalami penurunan heat rate sebesar 2-3% dalam waktu 15
tahun. Kondisi ini dapat berbeda untuk merk lainnya dan juga
tergantung dari maintenance, water quality dan faktor lainnya.
Apabila trending data terjadi perubahan secara mendadak
berdasarkan pengalaman hal ini dapat disebabkan karena pola
operasi, kesalahan SOP, perubahan kualitas bahan bakar,
perubahan bahan bakar yang berbeda jenis (fuel switching),
maupun kerusakan mekanis yang terjadi secara tiba-tiba.
a. Trending Data Harian
Trending data harian lebih ditujukan untuk penngendalian
controlable losses, loses yang dapat dikendalikan oleh
operator. Parameter ini meliputi Main steam temperature,

58
main steam pressure, spray superheater, excess air (O2
content), outlet fluegas temperature, vacum kondensor,
pemakaian make up water. Trending data ini dapat
dilakukan setiap shift. Operator mengisi logsheet khusus
monitoring efisiensi. Trending ini juga dapat digunakan
untuk mengoperasikan sootblower sesuai kebutuhan.
Sootblower yang berlebihan dapat berakibat kenaikan
konsumsi make up water yang juga akan menaikkan
konsumsi aux power karena pengoperasian WTP melebihi
kebutuhan, mempercepat terjadinya erosi pada tube
boiler, serta menaikkan losses moisture pada boiler.
Monitoring vacum juga dapat digunakan sebagai acuan
untuk mengoperasikan on line cleaning condensor (ball
cleaning system/ bola taprog).
b. Trending Data Bulanan
Trending data bulanan meliputi seluruh aspek efisiensi
pembangkit secara keseluruhan. Data diperoleh dengan
melakukan performance test secara rutin. Secara umum
parameter utama yang digunakan untuk melakukan
trending adalah NPHR, Turbin cycle heat rate, efisiensi
boiler, TTD, DCA, Vacum condensor, Aux power
consumption, efisiensi turbin, air heater effectiveness, air
heater leakage, make up water consumption dan
parameter lainnya. Trending data bulanan dapat
menggunakan metode best practice (gap heat rate) yang
ada pada EPRI Heat Rate Improvement atau Heatrate

HEAT RATE OPTIMIZATION 59


Handbook 4th By Southern company Generating plant
performance yang juga ditampilkan pada tabel pada sub
bab 4.2.
c. Trending Data Tahunan/ Periodik/ Longterm
Trending data tahunan dilakukan pada saat sebelum dan
setelah dilakukannya PO (Planned Outage). Item ini fokus
terhadap performa turbin. Tes dilakukan dengan kondisi
valve wide open, parameter yang diambil meliputi steam
flow dan pressure ratio. Parameter ini digunakan untuk
mengetahui tingkat degradasi nozzle turbin. Kenaikan
pressure ratio menandakan adanya erosi pada nozzle
turbin sehingga menurunkan efisiensi turbin.

4.2. Heat Rate Method & Analysis


Dalam melakukan analisis heat rate, terdapat 3 metode yaitu
• Melakukan perhitungan performance plant secara
keseluruhan, performance peralatan utama dan
peralatan penunjang efisiensi (NPHR, turbin cycle heat
rate, efisiensi boiler metode heat loss, efisiensi turbin,
TTD, DCA, efektifitas heater, cleanliness factor, Air
heater effectiveness dan air heater leakage, efisiensi
pompa dan fan). Metode ini menghitung semua
performance peralatan kemudian mengidentifikasi
parameter yang mengalami penurunan performa untuk
kemudian dibuatkan rekomendasi improvement.
Keuntungan metode ini dapat mengetahui performance

60
plant lebih akurat dan terukur dibanding metode gap
heat rate. Sedangkan kekurangan metode ini adalah
membutuhkan alat ukur yang lebih banyak serta
membutuhkan perhitungan yang lebih detail.
• Menggunakan metode Gap Heat Rate, metode ini tidak
membutuhkan banyak perhitungan, kenaikan/
penurunan heat rate dapat diestimasi secara langsung
dengan cepat menggunakan beberapa parameter yang
terdapat pada tabel yang dikutip dari EPRI Heat Rate
Improvement atau Heatrate Handbook 4th By Southern
company Generating plant performance yang
mengalami perubahan nilai terhadap nilai referensi/
yang diharapkan (expexted).
Keuntungan metode ini tidak memerlukan banyak alat
ukur dan perhitungan efisiensi boiler metode heat loss.
Sedangkan kekurangan metode ini kadangkala
terdapat unexplained gap, dan hasil perhitungan masih
berupa estimasi dan kurang akurat.
• Metode ketiga adalah menggunakan bantuan software
komersial seperti gatecycle, termoflow, cycle tempo.
Dengan menginputkan parameter maka dapat
diperoleh output parameter dan kondisi performa
peralatan. Bantuan software dapat dilakukan jika
diperlukan optimisasi heat rate dengan melakukan
modifikasi cycle, ataupun apabila data-data design,
komisioning suatu pembangkit tidak ada. Sehingga

HEAT RATE OPTIMIZATION 61


diperlukan prediksi menggunakan bantuan software.
Namun penggunaan software juga memerlukan kehati-
hatian, diperlukan proses validasi dengan kondisi
aktual terutama jika NPHR akan dijadikan pegangan
didalam pembuatan kontrak O&M. Karena kesalahaan
didalam menentukan asumsi pemodelan maka
perhitungan akan menjadi tidak akurat.

a. Metode Analysis Berdasarkan Perhitungan


Performance Plant
Langkah-langkah menggunakan metode ini adalah
sebagai berikut:
1. Menentukan nilai baseline net plant heat rate (NPHR)
seperti pada bab 3.
2. Melakukan perhitungan NPHR actual dengan metode
yang sama dengan perhitungan baseline.
3. Menentukan berapa besar selilsih/gap antara NPHR
actual dan NPHR baseline.
4. Bandingkan performa/efisiensi peralatan utama yang
mengalami penurunan performa. Performa peralatan
utama yang diamati adalah:
1. Performa Boiler
Performa boiler yang diamati adalah efisiensi
boiler metode heat loss.
2. Performa Turbin
Performa turbin yang diamati adalah turbin

62
heat rate, efisiensi turbin, pressure ratio.
3. Performa Condensor
Performa condensor yang diamati adalah nilai
vacuum condensor, TTD, cleanliness factor.
4. Performa Feedwater Heater
Parameter yang diamati adalah heater
effectiveness, TTD dan DCA.
5. Auxiliary Power Consumption
Membandingkan power consumption actual
dan nilai baseline.
6. Air Heater
Air heater leakage, air heater effectiveness,
average cold end temperature, flue gas
temperature no leakage, x-ratio.
5. Selain melakukan perhitungan diatas juga dapat
melakukkan analisa dengan memperhatikan hubungan
dan pengaruh suatu parameter terhadap parameter
lainnya, atau peralatan yang satu dengan peralaan
yang lainnya (dalam ASME PTC PM dikenal dengan
sebutan cycle interrelationship).
6. Seringkali analisa juga membutuhkan pengamatan
pada parameter-parameter lainnya sebagai alat bantu
diagnosa penyebab penurunan efisiensi.
7. Pengamatan data dapat juga dilakukan dengan
melihat trending data parameter dan mengamati
perubahan trend apakah terjadi kenaikan/ penurunan

HEAT RATE OPTIMIZATION 63


secara tiba-tiba atau secara bertahap. Trending pada
suatu parameter yang sama yang terjadi tiba-tiba
dengan trending yang terjadi secara bertahap/gradual
dapat memiliki penyebab yang berbeda.

b. Metode Gap Heat Rate Analysis


Tabel menunjukkan estimasi besarnya pengaruh perubahan
beberapa parameter terhadap kenaikan heat rate (Sumber
EPRI Heat Rate Improvement).

Parameter Penyimpangan Dampak Penyimpangan Dampak Kerugian


terhadap terhadap $perDay
ΔHR ΔHR
Condensor Back 0,1 Absolut 0,25% - - $950
Pressure back pressure

Dry Gas Loss 10˚F 0,25% 5,5˚C 0,25% $513


Aux Power 1MW 0,21% - - $430,92
Aux Steam Effect 0,25% steam 0,20% - - $410
flow
RH Spray 1% steam 0,19% - - $379,62
Flow
Throttle 10˚F 0,18% 10˚C 0,32% $369,6/HR
Temperature
HPT Efisiensi 1% 0,18% $381
Reheat 10˚F Low 0,15% 10˚C 0,27% $307,8
Temperature
IPT Efisiensi 1% 0,13% - - $266,76
Flashtank dump 4% steam flow 0,13% - - $266,78
valve 30% open

LPT Efisiensi 1% 0,11% - - $225,72


Make Up water 0,50% 0,12% - - $456
Heater A 5˚F 0,12% 5˚C 0,22% $456,2
Mill Coal Spillage 0,1% coal flow 0,10% - - $205

64
Throttle Pressure 10 Psi 0,025% 100kPa 0,036% $49,68
Heater B 5˚F 0,01% 5˚C 0,018% $38
Heater C 5˚F 0,05% 5˚C 0,09% $190
Heater D 5˚F 0,03% 5˚C 0,054% $114
Heater E 5˚F 0,04% 5˚C 0,07% $152
Heater F 5˚F 0,04% 5˚C 0,07% $152
Heater G 5˚F 0,025% 5˚C 0,045% $95
SH Spray 1% steam 0,025% - - $51,3
Flow
Generator 15PsiG H2 0,06% 150kPa 0,09% $123,12
Efisiensi
Excesss drain to unaccounted
condensor
Excess steam jet unaccounted
air ejector in
service
Excess unaccounted
recirculation

Tabel berikut berdasarkan referensi dari Heatrate Handbook


4th By Southern company Generating plant performance.

Operator Controllable
Parameter Penyimpangan Dampak
terhadap ΔHR
Outlet Fluegas Temperature +10˚F +0,25%
(Coal 12000 Btu/lb)
Outlet Fluegas Temperature +10˚F +0,35%
(Coal 8000 Btu/lb)
Outlet Gas O2 +1% +0,29%
Main Steam Temperature +10˚F -0,15%
(Subcritical Unit)
Main Steam Temperature +10˚F -0,20%
(Supercritical Unit)

HEAT RATE OPTIMIZATION 65


Hot Reheat Temperature +10˚F -0,14%
Main Steam Pressure (Constant +10 Psi -0,04%
Control Valve)
Superheat Spray (From +1% of MSF +0,025%
discharge BFP)
Superheat Spray (From Final +1% of MSF +0,008%
Feedwater)
Reheat Spray +1% of MSF +0,20%

Plant Controllable
Parameter Penyimpangan Dampak
terhadap ΔHR
Condensor Pressure 1"Hg Thermal Kit
Station Service +1% +1,00%
Final Feedwater Temperature +5˚F -0,10%
Unburned Carbon +1% +1,00%
Steam Coils +1% of MSF +0,37%
(From drum)
Steam Coils +1% of MSF +0,25%
(From Cold Reheat)
Turbine Cycle Components
Parameter Penyimpangan Dampak
terhadap ΔHR
HP Turbine Efficiency +1% -0,18%
(Reheat Unit)
HP Turbine Efficiency +1% -0,60%
(Non Reheat Unit)
IP Turbine Efficiency +1% -0,17%
LP Turbine Efficiency +1% -0,45%
BFP Efficiency +1% -0,02%

66
BFPT Efficiency +1% -0,02%
Top Heater TTD +5˚F +0,10%
Others Heater TTD +5˚F +0,03%

Boiler Components
Parameter Penyimpangan Dampak
terhadap ΔHR
Coal Moisture +1% +0,10%
(12000 Btu/lb Coal)
Coal Moisture +1% +0,17%
(8000 Btu/lb Coal)
Coal Hydrogen +1% +0,80%
(12000 Btu/lb Coal)
Coal Hydrogen +1% +1,20%
(8000 Btu/lb Coal)
Air Heater Leakage +1% +0,05%
Air Heater effectiveness +1% -0,15%
FD Fan Inlet Air +10˚F -0,05%
Temperature
Mill Outlet Temperature +10˚F -0,04%

Parameter ΔHR
Heater Teratas tidak beroperasi 1,2%
Heater selanjutnya tidak operasi dengan 1,4%
drain heater teratas ke kondensor
Kedua HPH tidak operasi 2,20%
Heater teratas dan heater dibawahnya tidak 1,10%
operasi (Dual paralel Train Design)
1 LPH tidak operasi 3 - 5%

HEAT RATE OPTIMIZATION 67


c. Contoh Perhitungan Heat Rate Analysis menggunakan
metode pertama
Komisioning Average w/o 2015 2016
Parameter Satuan 1981 komisioning Januari Februari Oktober November Desember Januari Februari 21-Mar-16
Load MW 103,334 85,5 86 85 85 85 85 88 85 85
Produksi kW 86014,97 86727 86085 85671 84789 86393 88389 85214 84851,46
Aux Power kW 4191 3475,25 3469,82 3470,29 3449,7 3519,15 3478,14 3505,58 3465,91 3443,4
TURBIN
Turbin Heat Rate kCal/kWh 2196,2 2745,38 2778,82 2715,69 2792,65 2741,53 2725,18 2722,8 2761,0 2725,43
Turbin Efisiensi % 39,16% 0,31 30,95% 31,67% 30,80% 31,37% 31,56% 31,59% 31,15% 31,55%
BOILER
Heat Loss due To Wet Gas 9,501 11,35 12,75 12,61 14,12 12,97 12,69 12,78 12,71 13,82%
Heat Loss due to Dry Gas % 3,53 2,95 2,66 2,82 4,09 2,94 2,69 2,75 2,70 -
Heat Loss due to moisture in
Fuel % - 0 0 0 0 0 0 0 0 -
Heat Loss due to moisture from
burning H2 % 5,85 9,92 10,02 9,71 9,92 9,95 9,92 9,95 9,94 -

Heat Loss due to moisture in air % 0,121 0,08 0,07 0,08 0,11 0,08 0,08 0,08 0,08 -
Heat Loss due to radiation % 0,24 0,18 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,38%
Heat Loss due to CO % 0 0,00 0 0 0 0 0 0 0 0,9%
Total Loss % 9,97 11,52 12,95 12,81 14,32 13,17 12,89 12,98 12,91 15,09%

Efisiensi Boiler before correction % 86,61 87,05 87,19 85,68 86,83 87,11 87,02 87,09 84,9
Efisiensi Boiler % 89,55 86,26 86,45 86,6 85,09 86,23 86,53 86,42 86,49 -
Performance Parameter
Main Steam Flow Ton/Jam 416,40 397,1 405,553 391,72 403,23 390,2 395,54 407,32 395,14 388,29
Main Steam Pressure Kg/cm2 87,1 88,0 88 87,98 88,06 88,04 87,97 87,84 87,99 88
Main Steam Temperature ˚C 512 509,5 509,53 509,54 509,8 509,77 509,49 509,16 509,3 509,5
Steam rate 4,03 4,6 4,72 4,61 4,74 4,59 4,65 4,63 4,65 4,57
SFC Nm3/kWh 0,27 0,28 0,27 0,283 0,261 0,273 0,2821 0,2689 0,274
O2 Outlet Economiser % 0,83 1,5 1,35 1,9 5,45 1 1 0,05 0,85 0,4
CO Outlet Economiser % 0 0,1 0 0 0 0,01 0,04 0,08 0,03 0,3
Excess Air Ratio 1,038
Flue Gas Temperature ˚C 146,3 119,7 113,17 114,99 129,95 121,08 117,03 121,74 117,07 122,9
Spray Water Flow Ton/Jam 29,939 85,0 89,49 88,516 79,2 85,9 87,83 75,87 86,39 86,56
% Spraywater % 7,19% 21,41% 22,07% 22,60% 19,64% 22,01% 22,21% 18,63% 21,86% 22,29%
Make Up Water Flow Kg/Jam 2800 426,2 20,52 9,64 405 656 808 403,5 681 -
Final Feedwater Temp ˚C 236,5 229,6 230,33 229,93 229,65 228,97 229,47 230,9 228,8 228,8
Condensor Vacuum mmHg 693,06 685,3 693,33 691,33 691 680 688 675 684 680
Fuel
HHV Oil kCal/Kg 10449 - - - - - - - - -
HHV Gas BTU/Scf 1137,42 1041,88 1043,44 1206,29 1169,42 1159,82 1164,15 1155,37 1159,00
Specific Weight kg/nm3 0,83 0,848 0,719 0,884 0,854 0,846 0,851 0,843
Specific Gas Consumption Nm3/kWh 0,27 0,280 0,274 0,283 0,261 0,273 0,282 0,269 0,274
Performance
Gross Plant Efficiency % 29,58 31,34 31,99 26,78 29,85 28,88 27,84 29,43 30,50
Net Plant Efficiency % 0,34 24,76 30,09 30,7 25,7 28,62 27,72 26,74 28,23 27,44%
GPHR kCal/kWh 2940,01 2743,89 2688,67 3211,35 2880,59 2977,85 3088,6 2922,4 3006,77
NPHR kCal/kWh 2533,73 3100,90 2858,24 2801,61 3346,08 3005,33 3102,77 3216,13 3046,31 3133,95

68
d. Contoh Perhitungan Heat Rate Analysis menggunakan
metode kedua

HEAT RATE OPTIMIZATION 69


Contoh kalkulasi pada salah satu parameter diatas:
Terjadi kenaikan O2 outlet economiser (inlet Air Heater)
sebesar 4,15% dari nilai baselinenya, maka perhitungan
lossesnya adalah:
Dari tabel pada sub bab 4.2.b setiap kenaikan 1% O2 akan
menaikkan heat rate 0,29%. Maka losses akibat kenaikan
excess air (O2) 4,15% adalah

4,15
𝐿𝐿𝐿𝐿𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺 = × 0,29% × 3300 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎�𝑎𝑎𝑎𝑎𝑘𝑘𝑘𝑘ℎ = 39,72 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎�𝑎𝑎𝑎𝑎𝑘𝑘𝑘𝑘ℎ
1

4.3. Equipment Degradation


Trending data dari peralatan yang mengalami degradasi pada
umumnya menunjukkan trending kenaikan/ penurunan secara
gradual/bertahap meskipun beberapa kasus dapat terjadi tiba-
tiba, kasus yang terjadi tiba-tiba ini dapat disebabkan
peralatan mengalami kerusakan/damage.
Berikut ini merupakan modus degradasi peralatan yang
menjadi penyebab penurunan efisiensi plant. Gejala/
Symptons pada perubahan parameter ditunjukkan secara
detail pada bab 5 dan lampiran.
a. Boiler
Modus Lokasi Penyebab
Degradasi
Plugged Burner Slagging
Waterwall tubes Scalling

70
Slagging Waterwall Coal quality
Burner Flame position
Fouling Superheater Fluegas temp
Reheater exceed expected
Air Heater value
Scalling Waterwall Water quality

Steam Leakage Tubes Erosion, water


Sootblower Tubes quality, corossion,
lifetime
Air Leakage Furnace Leakage Erosi, corossion,
Air Heater damage, excessive
Leakage clearance
Ducting Leakage
Abrasi Tubes Excessive sootblow,
bed sand velocity

Economiser tubes
Modus : Fouling

HEAT RATE OPTIMIZATION 71


Waterwall Tube
Modus: Abrasi

b. Turbin
Modus Lokasi Penyebab
Degradasi
Mechanical Blade turbin, Material asing,
Damage thermal insulation Improper installation

Mechanical Blade, Nozel Material asing,


Blokage Improper installation

Deposits Blade Water chemistry

Internal leakage Snout ring Lifetime

Leakoff Bushing, Lifetime, improper


Stopvalve , Gland installation, part
seal, flange , damage, overstressed,
bypass valve, Spill high temperature,
strip , packing. thermal cyclic

72
Erosi Nozzle Lifetime
Blade
Korosi All parts Water chemistry

Blade Turbin
Modus: Deposit

HEAT RATE OPTIMIZATION 73


Blade Turbin
Modus: Solid
Particle Erosion

Turbin
Modus: Uniform
corossion

74
c. Pump
Modus Lokasi Penyebab
Degradasi
Wear Impeller Lifetime,
cavitation
Rub Shaft Vibration

Leakage Gland Pakcing, mech seal Lifetime

d. Fan
Modus Lokasi Penyebab
Degradasi
Wear Blade Lifetime

Rub Shaft Vibration

Erosi Blade Lifetime

Leakage Ducting, Lifetime


Casing

e. Air Heater
Modus Lokasi Penyebab
Degradasi
Erosi Elemen Gas velocity

Corossion Element (Rotary Sulfur


type) condensation
Tube (Tubular type) Lifetime

HEAT RATE OPTIMIZATION 75


Damage All Parts Lifetime, foreign
material
Leakage Casing Excessive Seal
clearance (Rotary
type)
Broken (tubular
type)
Lifetime

Rotary Type Air


Heater
Modus : Fouling
Elemen Air Heater

Tubular Type Air


Heater
Modus: Fouling

76
Tubular Type Air
Heater
Modus: Leakage
tube akibat korosi di
PLTU Air Anyir

f. Feedwater Heater
Modus Lokasi Penyebab
Degradasi
Leakoff, Tubes, baffle, Corrosion, lifetime
leakthrough venting valve,
drain valve
Erosi Tubes Water flow dikarenakan
tube diplug sehingga
kecepatan naik pada
flow yang sama
Corossion All Parts Lifetime, water
chemistry
Scalling Tubes Lifetime, water
chemistry

HEAT RATE OPTIMIZATION 77


g. Condensor
Modus Lokasi Penyebab
Degradasi
Microfouling Tubes Microorganisme, deposit,
corossion
Macrofouling Tubes Biota laut, sampah

Leakage Tubes, casing Corossion, Improper


installation, lifetime
Corossion Tubes & all Lifetime, cathodic
parts protection lifetime
Damage Flange, Lifetime, foreign material,
debris, pipe improper installation

78
BAB V
HEAT RATE OPTIMIZATION

5.1. Metode Optimisasi Heat Rate

1. Define
Pada tahap ini user menentukan tujuan yang hendak
dicapai, target, pembuatan dan penentuan baseline heat
rate atau mencari posisi performance unit saat ini. Pada
tahap ini user juga mengumpulkan data design, spesifikasi
teknis peralatan, heat balance diagram, data performace
test report komisioning, memberikan batasan-batasan
system, menentukan asumsi, metode test, perhitungan
serta pengukuran yang ingin dilakukan. Dapat mengacu
pada bab 3 dan 4.

2. Measurement
Pada tahap ini user melakukan pengumpulan data (data
collection), pengukuran ataupun perhitungan heat rate.
Poin penting jika melakukan performance test adalah
kondisi performance test harus sama pada setiap
monitoring, hal ini untuk mempermudah pengamatan
terhadap deviasi parameter yang terjadi.

HEAT RATE OPTIMIZATION 79


3. Analysis
Pada tahapan ini user melakukan identifikasi dengan
mengamati parameter-parameter yang mengalami
penyimpangan dari kondisi baseline. Melakukan identifikasi
dengan mencari root cause penyebab kenaikan heat rate.
Menghitung besarnya loses dari sisi ekonomis. Dapat
mengacu pada sub bab 5.

4. Improvement
Pada tahapan ini membuat program perbaikan heat rate.
Program dapat berupa rekomendasi dari sisi operasi,
pemeliharaan maupun perubahan design dan modifikasi
serta cost benefit analysis. Dapat mengacu pada sub bab
5.

5. Control
Tahap control merupakan monitoring terhadap program-
program yang telah dibuat serta mengukur dampak
perubahan terhadap heat rate dari program yang sudah
dijalankan. Jika program yang dijalankan tidak memberikan
dampak perubahan penurunan heat rate maka perlu
dilakukan evaluasi dan kajian ulang. Dapat mengacu pada
sub bab 5.

80
5.2. Root Cause Heat Rate Losses
a. Penyebab Heat Rate Losses

Gambar 11. Heat Rate Losses

HEAT RATE OPTIMIZATION 81


b. Penyebab Boiler Losses

Gambar 12. Boiler Losses

82
c. Penyebab Feedwater Losses

Gambar 13. Condensat/ Feedwater Losses

d. Penyebab Circulating Water System Losses

Gambar 14. Circulating Water System Losses

HEAT RATE OPTIMIZATION 83


e. Penyebab Turbine Losses

Gambar 15. Turbine Losses

84
f. Penyebab Electrical Aux Power Losses

Gambar 16. Electrical Losses

HEAT RATE OPTIMIZATION 85


5.3. Cycle Interrelationship, Operational interrelationship,
Mechanical interrelationship
Perlu menjadi catatan didalam melakukan
asesmen/performance monitoring adalah untuk dapat
memahami hubungan operational dan mechanical suatu
peralatan terhadap peralatan lainnya, mengetahui pengaruh
performa suatu peralatan terhadap peralatan lainnya,
mengetahui pengaruh performa beberapa peralatan yang
berada pada system yang sama yang mempengaruhi beberapa
peralatan pada system yang lainnya, dan batasan system
peralatan yang mempengaruhi system yang lain. Ada beberapa
cara untuk membantu memahami cycle interrelationship, yaitu:
• Monitoring berdasarkan batasan peralatan/ scope/ area
peralatan dan hubungannya

Gambar 17. Cycle Interrelationship

86
Sebagai contoh jika akan melakukan analsis pada
NPHR maka batasan imaginer yang dibuat meliputi
keseluruhan plant dan peralatan. Beberapa contoh
pengaruh peralatan terhadap peralatan lainnya dan
batasan peralatan yang perlu dibuat agar analisa
menjadi tepat dan akurat adalah sebagai berikut:
 Water temperature inlet condensor akan
mempengaruhi performa kondensor dan
memilik dampak terhadap kinerja turbin dan
NPHR. Semakin rendah water temperature inlet
condensor maka panas yang terbuang dari
kondensor akan semakin besar.
 Kondisi lingkungan/ ambien akan mempengaruhi
efisiensi boiler, semakin tinggi temperatur udara
masuk maka heat credit/panas yang dimasukkan
ke boiler akan semakin besar sehingga efisiensi
boiler akan lebih baik.
 Fuel quality akan mempengaruhi efisiensi
boiler, kandungan hydrogen yang semakin
tinggi akan menaikkan heat lost due to burning
hydrogen, kandungan total moisture yang
semakin tinggi akan menaikkan heat loss due to
moisture in fuel.
 Low load operation akan mempengaruhi
efisiensi turbin cycle karena Steam flow akan
mempengaruhi exhaust hood lost turbin.

HEAT RATE OPTIMIZATION 87


 Untuk area turbin cycle maka kondisi steam
boiler yang memasuki turbin cycle akan
mempengaruhi efisiensi turbin, performa heater,
dan output generator. Semakin tinggi main
steam temperature maka performa turbin akan
semakin naik (daya yang dibangkitkan akan
semakin besar atau coal flow yang dibutuhkan
pada beban yang sama akan semakin sedikit),
extraction steam temperature ke heater akan
semakin tinggi dan menaikkan feedwater outlet
temperature sehingga akan menaikkan efisiensi
boiler.
 Performa kondensor akan mempengaruhi back
pressure turbin,semakin rendah back pressure
(vakum semakin baik) maka daya turbin
semakin naik dan menurunkan heat rate dan
juga akan mempengaruhi konsumsi steam flow
dan generator output (steam rate akan semakin
kecil).
 Penurunan efisiensi turbin maka akan
menaikkan extraction steam temperature dan
menaikkan hotwell temperature.
 Penurunan feedwater temperature akan
menaikkan coal flow dan fan power sehingga
menaikkan NPHR.

88
• Operational interrelationship
Monitoring dengan melihat pengaruh operational
parameter terhadap performance.
Beberapa contoh interaksi operasional adalah sebagai
berikut:
 Kenaikan reheat spray flow akan menaikkan output
generator, untuk fix throtle flow akan menaikkan
NPHR.
 Menurunkan condensor pressure akan menaikkan
output generator hingga pada kondisi exhaust
mengalami choking, pada kondisi ini output generator
akan menurun disebabkan condensat water yang
lebih rendah akan memerlukan steam ekstraksi yang
lebih banyak untuk mencapai kondisi upstream.
 Menaikkan excess air akan menurunkan unburned
carbon namun menaikkan dry gas loss karena dry gas
flow akan naik.
 Menaikkan coal fineness akan menurunkan unburned
carbon namun akan menaikkan aux power
consumption mill dan crusher serta akan menaikkan
potensi terjadinya wear pada peralatan.
 Kondisi absorbsi furnace, slagging dan fouling akan
mempengaruhi turbin cycle heat rate karena akan
berpengaruh terhadap steam temperature dan
superheater spray flow.

HEAT RATE OPTIMIZATION 89


 Perubahan main steam temperature dan pressure
akan mempengaruhi final feedwater outlet
temperature karena mempengaruhi saturasi
temperature steam didalam heater.

• Mechanical interrelationship
Mechanical interrelationship menunjukkan pengaruh
kondisi mekanis suatu peralatan terhadap performa plant.
Sebagai contoh:
 Fouling pada tube kondensor akan mempengaruhi
condensor pressure
 Air heater seal degradation akan menyebabkan
kebocoran udara yang lebih besar dan masuk ke
aliran fluegas sehingga menaikkan fan power.
 Mengganti economiser dengan finned tubes akan
mempengaruhi efisiensi boiler, fan power, dan heat
rate.
 Degradasi pada part turbin akan mempengaruhi
efisiensi turbin, final feedwater heater, dan heat rate.

5.4. Turbine Performance Optimization


a. Cycle isolation
Salah satu cara untuk melakukan optimisasi adalah
melakukan pemeriksaan terhadap valve-valve yang
menyebabkan water dan steam melewati pathline diluar
diagram heat & mass balance. Pathline diluar diagram

90
heat & mass balance ini contohnya adalah valve bypass
heater, valve resirkulasi, valve emergency drain menuju
kondensor, bypass valve turbin, venting yang normally
closed. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan
memeriksa kondisi valve sudah tertutup rapat
(tightness), memeriksa suhu pipa setelah valve (suhu
akan tinggi jika ada kebocoran dalam), pemeriksaan
dapat dilakukan menggunakan termogun, termografi,
atau sentuhan tangan namun tetap memperhatikan
aspek safety.
b. Penambahan Make up water
Optimisasi lainnya adalah penambahan make up water
hendaknya dilakukan ke bagian peralatan yang memiliki
temperature paling rendah pada sistem heat & mass
balance, dalam hal ini area yang memiliki temperature
paling rendah adalah hotwell.
c. Feedwater Heater
Pengoperasian heater pada level normal sangat
mempengaruhi TTD dan DCA dan berpengaruh
terhadap performa heater. Level heater rendah dan
tinggi akan menaikkan heat rate.
d. Condensor
Vacum kondensor sangat berpengaruh terhadap heat
rate. Penurunan vacum kondensor memberikan
kontribusi terbesar terhadap kenaikan heat rate dan
penurunan daya turbin.

HEAT RATE OPTIMIZATION 91


Beberapa tindakan preventive yang dapat dilakukan
untuk menjaga kenormalan vacum adalah :
• Membersihkan pompa vacum
• Memeriksa Extraction expansion joint pada
condensor
• Cleaning tube condensor jika terjadi fouling
• Memeriksa nozzle dan difuser ejector udara jika
menggunakan sistem ejector
• Memeriksa packing pompa vacum
• Memeriksa packing pompa condensat
• Memeriksa valve isolasi pompa vacum
• Memeriksa turbin slop drain leakage
• Memeriksa radial clearance, spill strip dan labyrinth
turbin

5.5. Boiler Performance Optimization

Gambar 18. Boiler Loss Optimization


Sumber: ASME PTC Performance Monitoring Guidelines

92
Gambar 19. Pengaruh Excess Air terhadap Boiler Losses
Sumber: Sumber: ASME PTC Performance Monitoring
Guidelines

5.5.1. Stack Loss Reduction


• Exit Gas Temperature
Temperature flue gas harus serendah-rendahnya jika
memungkinkan namun perlu memperhatikan aspek
korosi karena pengembunan sulfur. Secara umum
temperature flue gas aman pada kisaran 140˚C untuk
boiler yang menggunakan bahan bakar batubara yang

HEAT RATE OPTIMIZATION 93


mengandung kadar sulfur. Namun dew point
temperature ini tergantung dari kandungan sulfur.
Kisaran normal temperature flue gas adalah 80˚C –
120˚C untuk kandungan sulfur 1,7% hingga maksimum
3,7% seperti pada grafik dibawah ini:

Gambar 20. Sulfur content – Dew Point

• Excess Air
Excess air harus berada pada jumlah yang minimum
namun tanpa menghasilkan gas CO dan membatasi
unburn carbon. Besaran excess air secara umum dapat
mengacu pada tabel berikut ini.

94
HEAT RATE OPTIMIZATION 95
Gambar 21. Sumber The Babcock & Wilcox Company :
Steam, its generation & use

96
• Air Infiltration
Kebocoran udara terutama pada boiler dengan sistem
balance draft perlu diminimalisir untuk mengurangi
berat gas yang dibuang. Panel membran pada furnace,
sambungan las pada ducting, casing, dan expansion
joint perlu untuk dilakukan pemeriksaan saat outage.
• Gas Bypassing
Gap yang berlebihan pada tube bank menyebabkan
gas ter bypass.
• Gas Leakage
Pada design tertentu, ducting bypass untuk melindungi
air heater dari korosi pada temperatur rendah selama
start up dan beban rendah sangat efektif namun pada
saat operasi normal sangat sulit untuk di isolasi secara
sempurna. Disarankan untuk menggunakan damper
pneumatik.

5.5.2. Unburnt Loss Reduction


• Time, Temperature, Turbulence
Faktor 3 – T ini sangat mempengaruhi unburnt carbon,
pengaturan rasio udara primer, sekunder, pressure nozzle,
adjustable vane, mill outlet temperature, bed temperature,
merupakan beberapa variable yang mempengaruhi
unburnd carbon. Faktor fisik lainnya berupa tinggi dan
luasan furnace. Untuk detail lihat rasio udara pada sub
bab 5.6 dan 5.7 untuk tipe boiler stoker dan CFBC.

HEAT RATE OPTIMIZATION 97


• Coal Size
Boiler pulverizer coal, CFB dan Boiler stoker sangat
peka terhadap coal size, (lihat pada sub bab 5.6).
• Bed Temperature Control
Bed temperature akan mempengaruhi calcination loss
dan sulfation heat credit jika proses desulfurisasi pada
CFBC digunakan. Lihat Sub bab 5.7.
• Proper Arches pada boiler Stoker
Lihat Sub bab 5.6 boiler stoker.

5.5.3. Fan Power Reduction


• Menurunkan gas velocity akan menurunkan pressure
drop namun berdampak pada size boiler yang lebih
besar. Laju heat transfer dan pressure drop yang
optimum diperlukan pada aspek design. Rekomendasi
kecepatan gas dan tube space dapat mengacu sebagai
berikut.

98
• Menurunkan excess air pada titik optimumnya akan
menurunkan fan power.
• Untuk fan kecil hingga 150 kW dapat menggunakan
belt drive untuk pengoperasian rpm yang optimum
pada duty point yang mengkonsumsi power paling
rendah.
• Penggunaan variable speed coupling terutama pada
beban yang lebih rendah akan membantu menurunkan
konsumsi daya dibandingkan dengan penggunaan inlet
guide vane.
• Penggunaa variable frequency drive pada variasi
kecepatan motor juga menurunkan konsumsi daya
namun membutuhkan biaya investasi yang lebih mahal.
• Jika kapasitas fan yang dibutuhkan besar maka
disarankan menggunakan fan axial flow. Biaya
investasi lebih mahal namun lebih ekonomis pada
kapasitas yang besar berdasarkan life cycle costing.

5.5.4. Boiler Feed Pump Power Reduction


• Penggunaan variable speed drive menurunkan
konsumsi daya.
• Pengoperasian variable pressure akan menurunkan
konsumsi daya yang lebih besar.

HEAT RATE OPTIMIZATION 99


5.6. Stoker Boiler tipe Spreader (Traveling & Chain Grate)
5.6.1. Aspek Design & Limitation Boiler Stoker

Gambar 21. Batasan Ukuran untuk Boiler Stoker

100
1. Coal sizing adalah karakteristik paling penting yang
mempengaruhi performance boiler stoker, ukuran
yang sangat halus seperti butiran pasir akan
memberikan dampak erosi pada peralatan fuel
handling, memiliki potensi pembentukan clinker
(pengerasan slaging), meningkatkan unburnt loss
sehingga menurunkan efisiensi boiler. Gambar diatas
memberikan batasan ukuran batubara untuk boiler
stoker.
2. Pada saat pembakaran membebaskan 35-50% (40-
60% untuk bahan bakar volatile tinggi) dari panas
bahan bakar dan sisanya pada grate pada lapisan
film dengan ketebalan 50-80 mm.
3. Besarnya heat release 2,37MW/m2 atau 2,03 x 106
kCal/m2/jam untuk bahan bakar batubara.
4. Batasan penting untuk menghindari slagging adalah
besarnya heat input per lebar furnace harus lebih
kecil dari 14,2 MJ/jam atau 3,4 x 106 kCal/jam,
5. Besarnya ash discharge harus lebih kecil dari 530
kg/m/jam untuk membatasi unburnt lost.
6. Excess air pada kondisi full load dapat dibatasi 30%
dan meningkat bertahap hingga 50% pada beban
sebagian.
7. Primary air pressure dari bawah yang diperlukan 40
mm w.g. (0,3922 kPa) Kecepatan udara melalui bed

HEAT RATE OPTIMIZATION 101


sekitar 1m/s. Area untuk udara adalah 6-10% dari
grate area.
8. Secondary air (OFA) pada sisi rear dan front wall
digunakan untuk penetrasi pada burner zone, dan
merangsang flame. Menciptakan turbulensi untuk
pembakaran lebih baik.
9. Estimasi 20% dari total udara adalah secondary air
(600 – 750 mm wg).
10. Ash carry over pada fly ash sekitar 20-40%
(combustible di fly ash sekitar 20%) tergantung tingkat
kehalusan batubara, sekitar 60-70% coarse ash
dibuang melalui grate (kandungan combustible sekitar
10%). Unburnt carbon loss meningkat 3-4% dari 20%
ash (untuk batubara yang bagus) dan 10-12% dari 40-
45% ash (batubara dengan kandungan ash tinggi).
11. Resirkulasi fly ash dapat menurunkan 2% carbon
loss, manun resirkulasi ini perlu dibatasi untuk jenis
batubara dengan kandungan ash tinggi.

5.7. CFBC (Circulation Fluidized Bed Combustion)


5.7.1. Prinsip Dasar Fluidized Bed Combustion
Prinsip mendasar design FBC boiler adalah fluidisasi,
desulfurisasi dan denitrifikasi.
a. Fluidisasi
Ketika udara dihembuskan dari bagian bawah bed maka
solid material akan terangkat keatas, ketika flow udara

102
dinaikkan maka pressure drop di bed naik secara
proporsional. Hingga pada titik dimana material bed
melayang-layang dan berperilaku seperti fluida (free
flowing fluid). Dengan meningkatnya gas flow maka gas
bubble akan mulai terbentuk, boiler yang bekerja pada
area ini merupakan tipe bubbling fluidized bed
combustion. Proses yang sama dengan terbentuknya
bubbling pada air yang dipanaskan. Dengan kenaikan gas
maka bubbling akan semakin membesar, material yang
lebih berat akan tetap berada di area bawah sementara
material yang lebih ringan akan terangkat lebih tinggi, jika
kecepatan gas dinaikkan maka bubbling gas akan
berpusar dan memenuhi seluruh ruangan. Pada fase ini
merupakan fase turbulen. Namun pressure drop tetap
sama. Pada fase ini campuran material yang ringan dan
berat akan bersirkulasi.
Ketika aliran gas kecepatannya terus dinaikkan maka aliran
akan memasuki fase entrained flow (akhir dari fase fluidisasi)
yang merupakan fase solid partikel transport. Ketika partikel
tidak beresirkulasi maka pressure drop akan menurun dan
solid partikel akan meninggalkan chamber. Propertis fisik
dari fluid dan bed material (viscosity, density, particle size
seperti pada gambar berikut. Dengan kenaikan gas bed
velocity pressure drop akan konstan pada semua range
fase fluidisasi akan tetapi tetapi pressure drop akan
menurun ketika memasuki fase transport regime.

HEAT RATE OPTIMIZATION 103


Gambar 22. Regime Fluidisasi Untuk beberapa Tipe Boiler

104
b. Desulfurization
Proses desulfurisasi pada CFB dapat dilakukan jika
batubara yang digunakan mengandung kadar sulfur
medium dan tinggi. Sehingga CFB dapat dioperasikan
tanpa proses desulfurisasi jika batubara yang digunakan
menggunakan kadar sulfur rendah.
Ada 3 reaksi yang terlibat dalam proses desulfurisasi ini
yaitu:
• Reaksi Calcination

Reaksi ini dihasilkan dari dekomposisi kapur


(CaCO3) dengan melepaskan CO2 melalui
pemanasan (reaksi eksotermis).
• Reaksi pembakaran pembentukan SOx

• Reaksi Sulfation

Reaksi sulfation, CaO mengikat SO2 yang


terbentuk secara oksidasi membentuk gypsum
(CaSO4) dan merupakan reaksi endotermis.
Baik reaksi sulfation dan calcination reaksi dimulai pada
temperatur sekitar 700˚C dan optimum pada temperatur 840-
850˚C. Konsumsi kapur paling rendah pada range
temperature ini. Pada kondisi aktual 1 mol Ca per mol S
(rasio Ca/S = 1) tidak dapat dicapai karena :
HEAT RATE OPTIMIZATION 105
 Reaksi sulfation terjadi pada permukaan kapur
(CaO), pada inti bagian dalam tidak dapat
bereaksi.
 Adanya ikatan anorganik sulfur dibahan bakar
yang tidak teroksidasi membentuk SO2.
 SO2 lolos ketika jumlah sorben kurang atau akibat
adanya kandungan volatile matter (VM) bahan
bakar.
 Kemurnian limestone lebih rendah dari kadar
optimumnya (secara umum 92%).

Seperti ditunjukkan pada gambar dibawah ini range bed


temperature 800-900˚C merupakan range temperature yang
optimum untuk proses desulfurisasi karena:
 Reaksi calcination tidak sempurna pada
temperatur dibawah 800˚C
 Reaksi sulfation akan turun setelah temperatur
850˚C disebabkan karena CaSO4 yang terbentuk
pada permukaan CaO meleleh pada temperatur
tinggi dan membentuk lapisan coating yang
menghalangi reaksi selanjutnya.
 Pada temperature yang tinggi meskipun dengan
waktu tinggal yang lebih lama dan intensitas
turbulensi lebih tinggi molekul gas SO2 tidak
bereaksi dengan CaO.

106
Gambar 23. Kurva Pengaruh rasio Ca/S terhadap Sulfur
removal.

Batasan untuk proses desulfurisasi pada CFB adalah


Tipe CFB Rasio Residence Desulfurisasi
Ca/S time
Bubbling CFB 2,5 – 3 2,5 detik 85%
Boiler
Circulation 1,8 – 2,5 5 detik 95%
CFB Boiler

Sebagai catatan untuk kandungan ash yang tinggi >40% dan


sulfur >5%, rasio Ca/S akan naik secara signifikan dan akan
menjadi tidak ekonomis.

HEAT RATE OPTIMIZATION 107


c. Denitrification
Pada temperature tinggi oksigen akan bereaksi dengan
nitrogen membentuk NOx. Ada 2 jenis NOx yang dapat
terbentuk dari nitrogen yang terkandung pada bahan
bakar disebut fuel NOx dan NOx yang terbentuk dari
udara pembakaran pada temperatur >1200˚C disebut
termal NOx. Dari hasil penelitian laboratorium
menunjukkan hampir semua fuel nitrogen membentuk
NOx. Untuk 1% N2 pada bahan bakar, potensial NOx
yang terbentuk sekitar 3800 mg/Nm3. Tetapi akan
berkurang secara signifikan dengan kehadiran agen
pereduksi yang kuat seperti char carbon dan CO pada
bed. Pada CFB tipe CFBC karena kondisi substoikiometrik
pada bed menaikkan aktif Carbon dan CO sehingga NOx
yang terbentuk lebih rendah hampir separuhnya dari CFB
tipe bubbling. Kandungan NOx yang terbentuk pada
kondisi 6% Oksigen adalah:
Tipe CFB NOx pada 6% Oksigen
BFBC <400 mg/Nm3 atau <200
ppm
CFBC <200 mg/Nm3 atau <100
ppm
Desulfurisasi dan denitrifikasi bekerja dalam cara yang
berkebalikan. Semakin tinggi sulfur rejection dengan
menaikkan rasio Ca/S maka akan menaikkan NOx.

108
5.7.2. Karakteristik Fluidized Bed Combustion
• Komposisi udara pada CFBC boiler adalah 60% primary
air dari bawah combustor (bed nozzle) pada tekanan
tinggi untuk proses fluidisasi dan 40% secondary air dari
sisi freeboard (diatas bed) untuk kebutuhan pembakaran
sempurna. Kecepatan fluidisasi 7-8m/detik dan dapat
dikurangi hingga 6m/detik.
• Ukuran batubara jenis lignite 10mm.
• Fines coal (<1mm) masih dapat ditoleransi hingga 40%
dari total bahan bakar yang masuk furnace,
• Surface moisture maksimum 15%.
• Ukuran limestone 1mm tergantung dari kemurnian dan
reaktivity
• Batubara dengan kandungan ash tinggi (>15%) tidak
memerlukan tambahan bed material selain ash untuk
kestabilan bed. Ash dapat menggantikan fungsi bed
material.
• Penambahan limestone diperlukan hanya jika proses
desulfurisasi diperlukan (kandungan sulfur tinggi), dan bed
temperature harus dioperasikan pada kisaran 850˚C untuk
proses desulfurisasi.
• Untuk batubara jenis lignite yang memiliki titik leleh
kandungan alkaline dan ash fusion temprature rendah,
bed temperature dibatasi sekitar 800˚C untuk mencegah
penggumpalan. Efisiensi desulfurisasi akan menurun pada
kondisi ini.

HEAT RATE OPTIMIZATION 109


• Untuk bahan bakar yang memiliki karakteristik volatile
rendah (antrasit) dan batubara kandungan ash tinggi
maka bed temperature dioperasikan pada kisaran 900˚C
untuk mencapai pembakaran yang sempurna. Exit
temperature combustor harus lebih rendah 100˚C dibawah
fusion temperature ash untuk menyesuaikan ukuran
furnace dan mencegah fouling.
• Efisiensi pembakaran carbon mencapai 90-99%
tergantung dari karakteristik bahan bakar dan resirkulasi
ash.
• Efisiensi desulfurisasi normalnya mencapai 85-95%
tergantung dari rasio Ca/S dan batasan praktis lainnya
(bed temperature).
• Semakin rendah bed temperature maka tidak ada
pembentukan NOx meskipun dari jenis fuel NOx.
• Jika bed temperature dibawah ash fusion temperature
maka tidak akan terbentuk slagging dan fouling.

5.7.3. Limitation Fluidized Bed Combustion


• Kebutuhan primary fan power yang tinggi untuk proses
fluidisasi mengurangi net output per unit bahan bakar
sebesar 1% jika dibandingkan dengan tipe pulverizer coal
dengan asumsi tidak ada proses desulfurisasi dan
denitrifikasi.
• Erosi pada tube dan refraktori merupakan masalah yang
tidak dapat dihindari.

110
• CFBC ekonomis untuk kapasitas 100-150 ton per jam.
Sedangkan BFBC <100-150 tph.

5.7.4. Efisiensi Thermal boiler pada FBC Boiler


• Desulfurization
Rasio Ca/S > 2 menghasilkan net loss, Rasio Ca/S < 2
menghasilkan net gain. Sehingga apabila akan
mengaplikasikan proses desulfurisasi batasan rasio Ca/S
< 2 pada bed temperature ±850˚C agar menambah heat
credit ke boiler.
• Fan Power
Primary air fan membutuhkan daya yang lebih besar untuk
proses fluidisasi dibanding boiler tipe lainnya sehingga
menaikkan net plant heat rate (mengurangi net output).
• Sensible heat loss
Untuk batubara dengan kandungan ash tinggi dan
penggunaan aplikasi desulfurisasi dengan bed discharge
temperature 850˚C akan menghasilkan sensible heat loss
sebesar 5%. Jika tidak mengaplikasikan desulfurisasi
maka losses akan lebih kecil dari 5%.
• Fan credit
Fan power khususnya Primary air fan membutuhkan daya
yang lebih besar untuk proses fluidisasi. Kenaikan daya ini
akan menghasilkan panas yang diserap oleh udara masuk
ke boiler, panas ini merupakan panas tambahan (heat credit)
yang perlu dikoreksi terhadap perhitungan efisiensi boiler.

HEAT RATE OPTIMIZATION 111


• Cyclone Radiation loss
Radiation loss yang diambil dari grafik ABMA (American
Boiler Manufacturer Association) tidak memperhitungkan
losses radiasi pada cyclones. Refraktory lining pada sisi
dalam cyclone tidak dapat mendinginkan sisi luar hingga
temperature yang diharapkan (50˚C) terutama cyclone tipe
hot cyclone. Perlu dilakukan koreksi terhadap perhitungan
efisiensi.

5.8. Pembuatan Program dan Post Monitoring Program


Membuat rekomendasi improvement untuk bidang terkait
(Operasi dan Pemeliharaan) dan target waktu pelaksanaan
improvement yang dilakukan saat MO,atau PO atau saat kondisi
lainnya sesuai keadaan unit.
Bentuk rekomendasi dapat berupa:
1. Perubahan atau pengoptimalan pola operasi
Contoh: Mengoptimalkan fungsi sootblower, mengoptimalkan
pengaturan excess air, rasio primary air dengan secondary air,
pengedrainan bottom ash.
2. Perbaikan peralatan, penggantian sparepart, resetting.
Contoh: Melakukan plugging pada tube yang mengalami
kebocoran, Penggantian seal, packing, resetting radial seal air
preheater, resetting posisi damper, perbaikan isolasi pipa yang
rusak atau bocor.

112
3. Pembersihan/ Cleaning
Contoh: Mechanical cleaning, acid cleaning, pengoperasian
bola taprog, sand blasting, dry ice cleaning, membersihkan
sudu-sudu turbin, membersihkan tube-tube boiler yang
mengalami slagging.
4. Koordinasi dengan PDM untuk memonitor peralatan rotating.
5. Melakukan inspeksi saat unit masih online
Contoh: melakukan pengecekan pada valve drain, venting
(pengecekan dapat menggunakan termogun, thermografi atau
secara visual untuk area-area yang diduga mengalami
kebocoran).
6. Melakukan inspeksi peralatan saat Maintenance Outage atau
Plan Outage.
Contoh: Pengecekan sudu turbin terhadap adanya deposit,
erosi, atau keausan. Degradasi impeller, pengecekan clearance
stator dan rotor impeller pompa.
7. Melakukan modifikasi atau penambahan peralatan bila
diperlukan.
Contoh: penggunaan coal dryer, penambahan Heater,
penambahan economiser, penambahan air preheater dan lain-
lain.

Detail corrective action secara operasi dan pemeliharaan dibahas


pada lampiran.

HEAT RATE OPTIMIZATION 113


BAB VI
STUDI KASUS NPHR PLTU LUAR JAWA

6.1. NPHR PLTU Luar Jawa


Gambar menunjukkan kenaikan NPHR dibandingkan nilai
baselinenya. NPHR baseline yang diambil untuk kasus ini
adalah menggunakan baseline komisioning kecuali untuk
PLTU kendari menggunakan baseline komisioning yang
sudah dikoreksi ke kondisi operasional. Perhitungan NPHR
aktual menggunakan metode input output, breakdown losses
menggunakan metode perhitungan best practice pada EPRI
dan Heatrate handbook. Setiap deviasi parameter akan
menyebabkan kenaikan ataupun penurunan heat rate.
Dari grafik menunjukkan bahwa NPHR dengan tipe boiler
CFB memiliki NPHR lebih rendah dibanding NPHR dengan
tipe boiler stoker. Hal ini menunjukkan bahwa efisiensi boiler
tipe CFB memiliki efisiensi lebih baik dibanding boiler tipe
stoker. Efisiensi boiler tipe stoker lebih rendah disebabkan
karena sensible heat loss yang lebih besar, besarnya losses
ini berbanding lurus dengan volume bottom ash yang
dibuang. Panas sensible ini terbuang karena mayoritas
panas yang dihasilkan pada stoker boiler terjadi di area lower
furnace (grating) sehingga sebagian panas akan ikut
terbuang melalui bottom ash.

114
NPHR PLTU Luar Jawa (Baseline - Aktual)

7000

300
6000 300
489.64 380
300 3500
185 423 300
5000
289
540 50
564 706 494 644
562
4000 170
484 154 235 347
203
512
3000
5117 4942
2000 4066 4066
3300 3300 3435 3396 3500
3009 2962
1000

0
PLTU Air PLTU Air PLTu Suge 1 PLTU Kendari PLTU Kendari PLTU Bolok 1 PLTU PLTU Tidore 2 PLTU Ropa 1 PLTU PLTU KKA 1
Anyir 1 Anyir 2 1 2 Banjarsari 2 Amurang 2

NPHR Baseline Faktor CF Faktor Operasi & Peralatan Losses yang belum teridentifikasi

Gambar 24. Grafik NPHR Losses PLTU Luar Jawa

Trending lainnya menunjukkan bahwa semakin besar


kapasitas boiler maka efisiensi akan semakin lebih baik.
Khusus untuk PLTU KKA memiliki NPHR yang tinggi karena
tipe PLTU ini pada awalnya didesign untuk kebutuhan paper
plant yang kemudian dimodifikasi menjadi power plant. Untuk
mengetahui penyebab kenaikan NPHR dapat dilihat pada
sub bab 6.2 untuk contoh kasus PLTU Air Anyir dan PLTU
KKA.

6.2. Studi Kasus PLTU Air Anyir Unit 1 & 2


Perhitungan Gap Heat Rate menggunakan metode kedua
dengan metode best practice. Setiap deviasi parameter
memiliki dampak kenaikan maupun penurunan heat rate.
Baik untuk unit 1 dan unit 2 mayoritas losses disebabkan

HEAT RATE OPTIMIZATION 115


karena capacity factor, unit tidak dioperasikan pada beban
penuh. Kenaikan heat rate lainnya disebabkan karena
penurunan vacum kondensor, penurunan efektifitas air
heater. Khusus untuk unit 2 terjadi penurunan performa air
heater disebabkan adanya kebocoran tube pada air heater
oleh korosi. Dari tabel terlihat bahwa kenaikan heat rate
akibat kondisi operasi dan peralatan pada unit 1 sebesar 270
kCal/kWh sementara kenaikan heat rate akibat capacity
factor (unit tidak beroperasi pada beban penuh) sebesar 753
kCal/kWh, pada unit 2 kenaikan heat rate akibat kondisi
operasi dan peralatan sebesar 562 kCal/kWh, sementara
kenaikan heat rate akibat capacity factor sebesar 203
kCal/kWh.
Tabel. Heat rate losses matriks PLTU Air Anyir Unit 1
Faktor Perubah Baseline Gap Heat Rate
No Parameter Unit Deviasi
Perubahan % Heat Rate Heat Rate Hasil Test % HR kCal/kWh
1 Capacity Factor 753.78
2 Outlet Flue Gas Temp °C 5.5 0.25% 168.75 158.27 -10.48 -0.005 -15.72
3 Outlet O2 % 1 0.29% 3 10.45 7.45 0.02161 71.30
4 Main Steam Temp °C 10 -0.32% 535 525.8 -9.2 0.00294 9.72
5 Main Steam Pressure Mpa 0.1 -0.04% 8.77 5.8 -2.97 0.01069 35.28
6 Spray Desuperheater % 1 0.025% 0 7.5 7.46 0.00187 6.15
7 Condensor Back Pressure "HG 0.1 0.25% 4.15 7.37 3.22 0.0805 265.65
8 Aux Power Consumption % 1 1.0% 0 -8.16 -8.16 -0.0816 -269.28
9 Final Feedwater Temp °F 5 -0.10% 391.23 376.02 -15.21 0.00304 10.04
10 Main Steam Flow % 1 0.37% 0 0 0 0 0.00
11 HP Turbin Efficiency % 1 -0.18% 83 83 0 0 0.00
12 TTD Top HPH 1 °C 5 0.22% 10.43 10.43 0 0 0.00
13 TTD HPH 2 °C 5 0.22% 6.71 6.71 0 0 0.00
14 TTD LPH 3 °C 5 0.02% 0 0 0 0 0.00
15 TTD LPH 4 °C 5 0.02% 0 0 0 0 0.00
16 BFP Efficiency % 1 -0.02% 0 0 0 0 0.00
17 Top HPH Out Of Service Y/N - 1.20% - - - 1% 0.00
18 Next Heater out of service Y/N - 1.40% - - - 1% 0.00
19 Coal Total Moisture % 1 0.10% 37.3 34.8 -2.5 -0.0025 -8.25
20 Coal Hydrogen % 1 0.80% 5.5 3.48 -2.02 -0.01616 -53.33
21 FDF Inlet Temp °F 10 -0.05% 55.134 57.6 2.466 -0.00012 -0.41
22 Unburned Carbon % 1 1.00% 3 3 0 0 0.00
23 Air Heater Leakage % 1 0.05% 0 0 0 0 0.00
24 Air Heater Effectiveness % 1 -0.15% 70 40.78 -29.22 0.04383 144.64
25 Make Up Water Consumpt % 0.5 0.12% 3 4.12 1.12 0.00269 8.87
26 Other Losses 2% 66.00
Total Loss tanpa faktor CF 270.66

116
Penyebab Kenaikan HR PLTU Air Anyir Unit 1

Other Losses
6%
Air Heater
Effectiveness Capacity
14% Factor
45%

Condensor
Back
Pressure
25%

Main Steam
Pressure Outlet O2
3% 7%

Gambar 25. Heat Rate Loss Mapping Unit 1 PLTU Bangka

Tabel. Heat rate losses matriks PLTU Air Anyir Unit 2


Faktor Perubah Baseline Gap Heat Rate
No Parameter Unit Deviasi
Perubahan % Heat Rate Heat Rate Hasil Test % HR kCal/kWh
1 Capacity Factor 203.73
2 Outlet Flue Gas Temp °C 5.5 0.25% 168.75 140.298 -28.452 -0.013 -42.68
3 Outlet O2 % 1 0.29% 3 7.15 4.15 0.01204 39.72
4 Main Steam Temp °C 10 -0.32% 535 514.1 -20.9 0.00669 22.07
5 Main Steam Pressure Mpa 0.1 -0.04% 8.77 6.2 -2.57 0.00925 30.53
6 Spray Desuperheater % 1 0.025% 0 1.1 1.10749 0.00028 0.91
7 Condensor Back Pressure "HG 0.1 0.25% 4.15 7.52 3.37 0.08425 278.03
8 Aux Power Consumption % 1 1.0% 0 1.36 1.36 0.0136 44.88
9 Final Feedwater Temp °F 5 -0.10% 391.23 342.18 -49.05 0.00981 32.37
10 Main Steam Flow % 1 0.37% 0 0 0 0 0.00
11 HP Turbin Efficiency % 1 -0.18% 83 83 0 0 0.00
12 TTD Top HPH 1 °C 5 0.22% 10.43 10.43 0 0 0.00
13 TTD HPH 2 °C 5 0.22% 6.71 6.71 0 0 0.00
14 TTD LPH 3 °C 5 0.02% 0 0 0 0 0.00
15 TTD LPH 4 °C 5 0.02% 0 0 0 0 0.00
16 BFP Efficiency % 1 -0.02% 0 0 0 0 0.00
17 Top HPH Out Of Service Y/N - 1.20% - - - 1% 0.00
18 Next Heater out of service Y/N - 1.40% - - - 1% 0.00
19 Coal Total Moisture % 1 0.10% 37.3 34.8 -2.5 -0.0025 -8.25
20 Coal Hydrogen % 1 0.80% 5.5 3.48 -2.02 -0.01616 -53.33
21 FDF Inlet Temp °F 10 -0.05% 55.134 57.6 2.466 -0.00012 -0.41
22 Unburned Carbon % 1 1.00% 3 3 0 0 0.00
23 Air Heater Leakage % 1 0.05% 0 30 30 0.015 49.50
24 Air Heater Effectiveness % 1 -0.15% 70 50.98 -19.02 0.02853 94.15
25 Make Up Water Consumpt % 0.5 0.12% 3 4.12 1.12 0.00269 8.87
26 Other Losses 2% 66.00
Total Loss tanpa faktor CF 562.37

HEAT RATE OPTIMIZATION 117


118
Dari hasil pemeriksaan gas analyser menggunakan MRU Vario Plus
pada sisi inlet dan outlet, menunjukkan masih adanya kebocoran di
air heater, hal ini ditunjukkan adanya kenaikan kandungan O2 pada
sisi outlet meskipun telah dilakukan perbaikan dengan melakukan
plugg pada tube yang bocor.
Penyebab Kenaikan HR PLTU Air Anyir Unit 2
Other Losses
8%

Air Heater
Effectiveness
Capacity Factor
11%
Air Heater Leakage 24%
6%
Final Feedwater
Outlet O2
Temp
5%
4%
Aux Power Main Steam Temp
Consumption 2%
5%
Main Steam
Condensor Back
Pressure
Pressure
3%
32%

Gambar 26. Heat Rate Losses Mapping Unit 2 PLTU Bangka

Gambar 27. Air Heater Leakage Unit 2 yang teridentifikasi saat


Performance Test akibat korosi.

HEAT RATE OPTIMIZATION 119


6.3. Studi Kasus PLTU KKA
6.3.1. Kondisi Operasi PLTU KKA
Peralatan pada PLTU KKA didesign juga untuk mensuplai
kebutuhan pabrik kertas KKA, namun kondisi saat ini pabrik
kertas tidak dioperasikan sehingga pabrik KKA murni
dioperasikan untuk keperluan power plant. PLTU KKA terdiri
dari 2 buah power boiler yang dapat mensuplai 2 buah steam
turbin melalui sebuah High Pressure Header (HPS). HPS ini
dapat mensuplai baik menuju turbin 1 atau turbin 2 maupun
mensuplai kedua turbin secara bersamaan. Yang
membedakan antar turbin 1 dan turbin 2 adalah extraction
steam pressurenya, untuk turbin 1 memiliki extraction steam
pressure 12,7 Kg/cm2 yang mensuplai ke Intermediete
Pressure Header (IPS) dimana IPS ini digunakan untuk
mensuplai ke pabrik kertas dan vacuum ejector
condensor, untuk suplai ke pabrik kertas sudah tidak
dilakukan lagi.
Untuk turbin 2 extraction steam memiliki tekanan sebesar
5kg/cm2 digunakan untuk mensuplai Low pressure header
(LPS), LPS ini digunakan untuk mensuplai sealing system
turbin, utility/WTP, deaerator dan ke pabrik kertas.
Namun suplai ke pabrik kertas sudah tidak dilakukan lagi.
Selain mendapat suplai uap dari extraksi turbin 2, LPS ini
mendapat suplai uap dari exhaust BFPT 7 ton/jam.
Dari sisi boiler, terjadi perubahan nilai kalor bahan bakar gas
yang digunakan. Pada kondisi lama nilai kalor gas yang

120
digunakan sebesar 9062 kCal/Nm3, sedangkan kondisi
existing saat ini sebesar 9395.8 kCal/Nm3 dengan batasan
pasokan gas dari Pupuk Iskandar Muda (PIM) sebesar 7
MMBTUD. Dengan keterbatasan pasokan gas ini, PLTU KKA
hanya bisa dioperasikan pada kondisi beban Gross 8.2MW
setiap harinya.

6.3.2. Evaluasi NPHR PLTU KKA


Berdasarkan kontrak yang telah dibuat dan disepakati nilai
NPHR sebesar 3500 kCal/kWh. Namun realisasi dilapangan
menunjukkan bahwa nilai NPHR menunjukkan pada kisaran
4000-6000kCal/kWh. Hal ini menimbulkan gap heat rate
yang cukup besar, sehingga menimbulkan kerugian baik
pada pihak PT. KKA maupun kepada PT. PJB Services.
Karena kelebihan nilai NPHR, biayanya menjadi tanggungan
PT.PJBS dan PT.KKA.
Pengamatan pada data tanggal 21 dan 22 Juli 2014
menunjukkan nilai NPHR pada beban gross 8,5MW dengan
metode input-output sebesar 6990.92 kCal/kWh. Namun bila
dibandingkan dengan metode heat loss masih perlu untuk
dilakukan klarifikasi kembali, karena data tersebut diambil
tidak pada kondisi steady state.
Pada tanggal 29 dan 30 April 2015 dilakukan performance
test. Dari pengamatan dilapangan menunjukkan bahwa
ternyata salah satu penyebab tingginya nilai heat rate
disebabkan losses pada boiler yang diakibatkan oleh

HEAT RATE OPTIMIZATION 121


tingginya nilai CO pada flue gas. Tingginya nilai CO
disebabkan oleh pola operasi dimana setting excess air ratio
pada kisaran 0,8-0,9. Setelah excess air ratio dinaikkan
menjadi 1,4-1,5 losses boiler akibat CO menunjukkan angka
nol. Sehingga efisiensi boiler naik dari 76,8% menjadi 82,2%.
Dan menurunkan heat rate sebesar 1300 kCal/kWh sehingga
nilai NPHR setelah improve setting excess air menjadi
4631,99 kCal/kWh.
Namun masih perlu dilakukan improve untuk menurunkan
heat rate. Untuk itu diperlukan simulasi dengan bantuan
software. Beberapa peluang lain yang dapat dilakukan
adalah dengan menggunakan memindahkan uap extraksi
dari HPS header menjadi extraksi dari turbin 1 atau turbin 2,
mengganti vakum ejector dengan vacuum pump, menambah
additional economiser untuk menurunkan temperature gas
buang menjadi 110°C. Serta memberi porsi beban yang lebih
besar pada turbin unit 2, hal ini disebabkan turbin unit 2
memiliki efisiensi yang lebih tinggi (uap ekstraksi 4,5 bar)
dibanding turbin unit 1 (uap ekstraksi 12 bar).
Dengan ketersediaan pasokan gas sebesar 7 MMSCFD dari
hasil perhitungan, ekivalen dengan jumlah uap sebesar 94,52
Ton/Jam. Dari hasil simulasi menunjukkan bahwa
memindahkan penggunaan uap ekstraksi dari HPS header
ke ekstraksi turbin 2 menurunkan heat rate sebesar 114,6
kCal/kWh, mengganti vacuum ejector dengan vacuum pump
menurunkan heat rate sebesar 8,78 kCal/kWh, dan

122
menambahkan economiser akan menurunkan heat rate
sebesar 86,56 kCal/kWh. Sehingga total penurunan heat rate
sebesar 1509,94 kCal/kWh (termasuk improve setting excess
air ratio). Hasil improvement diperkirakan dari 5931,99 kCal
turun menjadi 4422,05 kCal/kWh pada beban 14 MW.
Tabel berikut ini merupakan hasil Performance Test yang
dilakukan pada tanggal 29 dan 30 April 2015. Untuk kasus
PLTU KKA metode analisis menggunakan detail perhitungan
karena memerlukan tingkat akurasi yang lebih tinggi
dibanding kondisi untuk performance monitoring.
Tabel. Hasil dari Performance Test dengan metode input-output
Counter Counter Pemakaian Nilai Energi Gross
Beban Netto GPHR NPHR (I/O)
Gas Awal Gas Akhir Gas Kalor Masuk Power
MW Nm3 Nm3 Nm3 kCal/Nm3 kCal kWh kWh kCal/kWh kCal/kWh
6 13626 14180 2770 9328,85 25.840.905,2 4120 6000 4306,8 6272,1
9 12229 13249 5100 9328,85 47.577.117,8 6990 8900 5345,7 6806,5
12 10595 11831 6180 9328,85 57.652.272,2 9800 11800 4885,8 5882,9
14 23602 24702 5500 9328,85 51.308.656,5 11750 13700 3745,2 4366,7
15 21631 22561 6200 9328,85 57.838.849,1 12190 14730 3926,6 4744,8

Tabel. Hasil dari Performance Test dengan metode heat Loss


Unit Remark 6 9 12 14 15
Feedwater Pressure kg/cm2 Measured 100,89 95,89 89,89 89,22 86,57
Feedwater Temperature C Measured 119,72 119,51 118,83 118,92 118,63
Feedwater Enthalpy kJ/kg Table 509,5 508,3 504,98 505,32 504
Outlet Boiler Pressure kg/cm2 Measured 58,8 55,6 55,8 59 58,29
Outlet Boiler Temperature C Measured 438,9 445,7 449,6 507,8 508,6
Outlet Boiler Enthalpy kJ/kg Table 3278,42 3299,43 3308,44 3441,64 3444,31
Feedwater Flow m3/h Measured 38,67 52,67 64,11 60,44 67,57
Main Steam Flow #1 T/h Measured 34 52,11 70,89 69,33 87,14
Main Steam Flow #2 T/h Measured - - - - -
HPS Pressure kg/cm2 Measured 58,56 59,56 59,44 59 58,29
HPS Temperature C Measured 393,2 411,7 405,1 476,06 469,07
Deaerator Flow T/h Measured 8,1 9,1 10,5 10,78 11,93
Boiler Spray Flow T/h Measured 1,38 0,83 2,49 12,01 11,89
Turbin #1 Flow T/h Measured - - - - 24,6
Turbin #2 Flow T/h Measured 40,05 53,5 66,6 72,45 54,866
Gross Power MW Measured 6000 8900 11800 13700 14730
Nett Power MW Measured 4120 6990 9800 11750 12190
Effisiensi Boiler % Calculated 0,828 0,714 0,77 0,82 0,825
Turbin Cycle Heat Rate Gross kCal/kWh Calculated 4398,81 3993,225 3765,849 3695,7161 3775,3991
Turbin Cycle Heat Rate Nett kCal/kWh Calculated 6406,0 5084,4 4534,4 4309,0 4562,1
GPHR kCal/kWh Calculated 5312,57 5595,10 4901,89 4497,23 4576,24
NPHR Heat Loss kCal/kWh Calculated 7736,76 7123,95 5902,28 5243,58 5529,78

HEAT RATE OPTIMIZATION 123


Tabel. Perhitungan Efisiensi Boiler Metode Heat Losses.
Beban MW 6 9 12 14 15
Flue Gas Temperature C 133,83 148,24 185,6 163,2 163,1
Excess Air 1,21 0,94 1,08 1,32 1,25
Udara Teoritis m3/m3 fuel 9,99 9,99 9,99 9,99 9,99
CO2 % 9,39 8,37 9,53 8,63 9,34
O2 % 4,08 1 2,49 5,55 4,6
CO % 0,35 4,8 1,745 0 0
Wet Gas Loss % 15,46% 14,99% 17,20% 17,44% 17,09%
Convection & Radiation Loss % 0,38% 0,38% 0,38% 0,38% 0,38%
Incomplete Combustion % 1,27% 13,26% 5,60% 0,00% 0,00%
Total Loss % 17,11% 28,63% 23,17% 17,82% 17,47%
Efisiensi Boiler % 82,88% 71,37% 76,82% 82,18% 82,52%

Dari hasil perhitungan efisiensi boiler dengan metode heat loss


menunjukkan bahwa efisiensi boiler pada beban 9MW sebesar
71% dan 12 MW sebesar 76% (losses akibat CO sebesar
13,26% dan 5,6%),dengan AFR pada kisaran 1. Kemudian
dilakukan setting excess air ratio, sehingga pada beban 14MW
dan 15 MW efisiensi boiler mencapai 82% (losses akibat CO
0%) dengan AFR pada kisaran 1,3 dari hasil perhitungan.
Dari data yang ada menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan
antara besaran setting AFR terhadap incomplete combustion
loss (losses karena CO). Semakin besar setting AFR maka
losses akibat CO semakin kecil dan efisiensi boiler meningkat.
Dari data yang ada, incomplete combustion loss menjadi 0%
ketika AFR sebesar 1,3 (dari hasil perhitungan). Namun disisi
lain terjadi kenaikan main steam temperature meskipun flue gas
temperature masih sama dengan kondisi pengetesan pada
tahun 1988 yaitu sebesar 163,1°C. Main steam temperature
pada beban 9MW dan 12 MW sebesar 445°C dan 449°C

124
(menurut buku manual main steam temperature pada kisaran
443C), sedangkan pada beban 14 MW dan 15 MW, main steam
temperature mencapai 507°C dan 508°C. Hal ini
mengindikasikan over temperature.

Tabel. Pemakaian Sendiri

Lighting
54T1 Power Plant & WTP Total
Workshop
kWh kWh kWh kWh kWh
6 MW 240 1700 100 75 2115
9 MW 425 1755 110 15 2305
12 MW 585 1800 105 60 2550
15 MW 740 2213,3 86,7 33,3 3073,3
14 MW 725 1780 90 20 2615

Tabel. Amper Peralatan Bantu pada Fan Cooler


Fan Fan Fan Fan Fan Fan Fan Fan
Beban Cooler 1 Cooler 2 Cooler 3 Cooler 4 Cooler 5 Cooler 6 Cooler 7 Cooler 8
6 MW 88,2 92,1 97 89,8 89,8
9 MW 88,9 92 96,6 89 89
12 MW 88 92 96 88 88,4
15 MW 88 92 96,6 88,4
14 MW 88,6 95,5 89,1 89
Average 88 89,9 94,2 96,4 89 88,9

Tabel. Amper Peralatan Bantu pada Peralatan Lainnya


Deaerator
BFPM FDF CWP 1 CWP 2 CWP 3
Pump
6 MW 36,4 165,7 13,5 39 40
9 MW 38 171,6 14,9 38 39
12 MW 40,72 175,3 15,9 38 39
14 MW 40,88 175,9 19,25 38 38,6
15 MW 42,14 174,6 19,4 39 38,3

HEAT RATE OPTIMIZATION 125


Tabel. Parameter Operasi Saat Performance Test
Parameter Satuan 6 MW 9 MW 12 MW 14 MW 15 MW
Boiler Feedwater Pressure kg/cm2 100,9 95,9 89,9 89,2 86,6
HPS Header Pressure kg/cm2 58,6 59,6 59,4 59,0 58,3
Deaerating Tank Pressure kg/cm2 1,3 1,3 1,3 1,25 1,25
Boiler Outlet Steam Temperature #1 C 438,9 445,7 449,6 507,8 508,6
Boiler Steam Flow #1 T/h 34 52,1 70,89 69,33 87,14
Feedwater Flow #1 (graph) m3/h 38,67 52,7 64,11 60,44 67,57
Feedwater Flow #1 m3/h 35,56 47,9 63 57 68,86

Inlet Steam Flow (Turbin) #1 - Red T/h - - - - 25,29


Inlet Steam Flow (Turbin) #2 - Red T/h - - - 75,56 56,43
Extraction Steam Flow #2 - Green T/h - - - - -
Deaerator LPS Flow T/h 8,1 9,07 10,5 10,78 11,93
HPS Header Temperature C 393,2 411,7 405,10 476,06 469,07
IPS Header Temperature C 215,4 211,7 214,92 227,09 285,66
LPS Header Temperature C 168,0 168,5 168,2 326,48 171,87

Turbin Inlet Steam Pressure #1 kg/cm2 - - - - 54,64


Turbin Inlet Steam Temperature #1 C - - - - 477,86
Extraction Steam Pressure #1 kg/cm2 - - - - 4,71
Extraction Steam Temperature #1 C - - - - 308,86
Turbin Exhaust Steam Pressure #1 mmHg Abs - - - - 58,57
Turbin Exhaust Steam Temperature #1 C - - - - 60,29
Counter Inlet Steam Flow #1 x0,1 T - - - - 8116
Counter Extraction Steam Flow #1 x0,1 T - - - - -
Turbin Inlet Steam Pressure #2 kg/cm2 56,83 52,57 54,72 55,44 54,64
Turbin Inlet Steam Temperature #2 C 411,67 425,17 422,89 457,44 480
Extraction Steam Pressure #2 kg/cm2 2,5 3,7 5,3 6 3,97
Extraction Steam Temperature #2 C 166,1 179,8 198,1 241 220,93
Turbin Exhaust Steam Pressure #2 mmHg Abs 90 110 127,9 138,3 127,43
Turbin Exhaust Steam Temperature #2 C 50 55 60,1 64,4 60
Counter Inlet Steam Flow #2 x0,1 T 14756,44 13410 11678,33 24800,78 22538
Counter Extraction Steam Flow #2 x0,1 T - - - - -

Pada beban 12 MW, 14MW, 15 MW temperature exhaust turbin


mencapai 60 hingga 64°C, hal ini disebabkan tingginya heat
drop (tingginya main steam temperature), besarnya steam
temperature 507°C (kondisi operasi normal 443°C) sehingga
temperature exhaust turbin masih tinggi sebesar 60 - 64°C.
Selain itu juga disebabkan jumlah fan cooler yang running
sebanyak 4 buah, berbeda halnya pada beban 6MW, 9MW dan
12MW dimana fan cooler yang running sebanyak 5 buah,

126
sehingga temperature exhaust dapat mencapai 50°C. Namun
kondisi baru menunjukkan bahwa temperature exhaust sebesar
45°C.
Untuk vacuum kondensor terjadi penurunan performance,
kondisi vacuum normal 683mmHg, sedangkan pada kondisi
pengetesan berada pada kisaran 622 hingga 670 mmHg.
Penurunan kevacuman ini dapat disebabkan tingginya nilai
main steam temperature pada beban 14MW dan 15MW, dan
juga jumlah fan cooler yang beroperasi lebih sedikit.
Dari hasil pengetesan menunjukkan bahwa fan cooler no 3 dan
4 memiliki nilai ampere paling besar 94,2 A dan 96,4 A.
Dibandingkan dengan fan cooler yang lain pada kisaran 88 dan
89A. Untuk BFPM bekerja pada daya 216kW (design pada titik
best efficiency point 400kW), ini menunjukkan bahwa BFPM
bekerja diluar titik efisiensi terbaiknya
Kesimpulan dari evaluasi performance test penyebab nilai heat
rate yang tinggi pada PLTU KKA disebabkan oleh:
a. Penurunan kinerja kondensor akibat tingginya exhaust
temperature turbin diindikasikan disebabkan oleh
tingginya main steam temperature inlet turbin dan jumlah
fan cooler yang beroperasi 4 buah.
b. Tingginya losses pada boiler yang disebabkan oleh
incomplete combustion, hal ini diindikasikan oleh
tingginya kandungan Carbon Monoxide (CO) pada flue
gas boiler. Tingginya CO ini disebabkan oleh rendahnya
excess air ratio (0,8-0,9).

HEAT RATE OPTIMIZATION 127


c. Boiler masih bisa dioperasikan dengan efisiensi
mendekati pengetesan pada tahun 1988 yaitu sebesar
83% dengan setting excess air 1,4 – 1,5
d. Pemakaian auxiliary steam yang diambil dari HPS
Header daripada menggunakan extraction steam dari
turbin. Pemakaian uap dari HPS Header menyebabkan
losses yang cukup besar disebabkan pressure drop dari
60 bar ke 4,5 bar.
e. Temperature gas buang yang masih cukup tinggi yaitu
berkisar 160°C.
f. Pola pembebanan pada turbin unit 1 yang lebih tinggi
daripada turbin unit 2. Hal ini disebabkan karena secara
design turbin unit 1 memiliki efisiensi yang lebih rendah
(extraksi pada tekanan 12 bar) daripada turbin unit 2
(extraksi pada tekanan 4,5 bar). Efisiensi turbin unit 2
diperkirakan lebih tinggi 4% dibanding turbin unit 1

Rekomendasi untuk peningkatan efisiensi PLTU KKA adalah


sebagai berikut:
a. Membuat SOP untuk mengoptimalkan proses
pembakaran pada boiler dengan setting excess air ratio
actual pada kisaran 1,4 dengan mengamati main steam
temperature pada kisaran 440°C dan kandungan O2
content pada flue gas yang berkisar 3 – 4% O2.
b. Sebisa mungkin tidak mengoperasikan fan cooler no 3
dan 4 dikarenakan memiliki amper paling tinggi.

128
c. Melakukan monitoring heat rate secara berkala setiap
shift, agar heat rate tetap terjaga pada kondisi
optimumnya.
d. Menggunakan uap extraksi untuk deaerator dari turbin
unit 1.
e. Turbin unit 1 diberi beban seminim mungkin (6 MW) jika
unit diperlukan untuk beroperasi menggunakan 2 unit.
f. Apabila unit hanya beroperasi 1 unit maka
direkomendasikan untuk mengoperasikan turbin unit 2.

6.4. Simulasi Gatecycle PLTU KKA


Selain telah dilakukannya tuning boiler untuk peningkatan
efisiensi boiler perlu dilakukan upaya peningkatan efisiensi di
area turbin cycle dengan melakukan beberapa modifikasi.
Untuk keperluan simulasi diperlukan perhitungan jumlah uap
berdasarkan ketersediaan pasokan gas 7 MMSCFD. Berikut
perhitungan uap yang dihasilkan dari ketersediaan pasokan gas
sebesar 7 MMSCFD;
Data yang ada :
Pasokan gas 7MMSCFD, GHV 1063.69 btu/scf, enthalpy masuk
boiler 508.93kJ/Kg, enthalpy keluar boiler 3279.31kJ/Kg,
7000,000 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑚𝑚𝑚𝑚3 𝑚𝑚𝑚𝑚3
𝑚𝑚𝑚𝑚𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑓𝑓𝑓𝑓 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿𝐿 = 𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺
= 198100 = 2.293
0.0283 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑇𝑇𝑇𝑇3
𝑏𝑏𝑏𝑏𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁 𝐿𝐿𝐿𝐿𝑘𝑘𝑘𝑘
1063.69 . 1.055 𝑚𝑚𝑚𝑚3 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎
𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁
𝑄𝑄𝑄𝑄𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵 𝑏𝑏𝑏𝑏𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝑏𝑏𝑏𝑏 = 𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺
. 2.293 = 90918.4103
0.0283 3 𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑎𝑎𝑎𝑎
𝑇𝑇𝑇𝑇

HEAT RATE OPTIMIZATION 129


𝐿𝐿𝐿𝐿𝑘𝑘𝑘𝑘
𝑄𝑄𝑄𝑄𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐵𝐴𝐴𝐴𝐴𝑁𝑁𝑁𝑁 90918.4103
𝐺𝐺𝐺𝐺
𝑚𝑚𝑚𝑚𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 = . 𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 𝑏𝑏𝑏𝑏𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝑏𝑏𝑏𝑏 = 𝐿𝐿𝐿𝐿𝑘𝑘𝑘𝑘 . 0,8
𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹ℎ𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 2770.38
𝐾𝐾𝐾𝐾𝑔𝑔𝑔𝑔
𝐾𝐾𝐾𝐾𝐿𝐿𝐿𝐿 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻
= 26.25 = 94.52
𝑎𝑎𝑎𝑎 𝐽𝐽𝐽𝐽𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀
Sehingga jumlah uap yang diproduksi sesuai dengan jumlah gas
7 MMSCFD sebesar 94.52 Ton/Jam.
Input data pada model existing Gatecycle :
Kebutuhan steam flow existing:
Ejector 0.4Ton/Jam 0.11Kg/s
Turbin 1 outlet flow 47.6Ton/Jam 13.22Kg/s
Turbin 1 total flow 48 Ton/Jam 13.33Kg/s
Sealing 0.02 Ton/Jam 0.01 Kg/s
Ext Deaerator 4.824 Ton/Jam 1.34 Kg/s
Turbin 2 outlet flow 33.526 Ton/Jam 9.31 Kg/s
Turbin 2 total flow 38.37 Ton/Jam 10.66 Kg/s
BFPT 7 Ton/Jam 1.94 Kg/s
WTP 1.15 Ton/Jam 0.32 Kg/s
BFPT inlet flow 8.15 Ton/Jam 2.26 Kg/s
Boiler total flow 94.52 Ton/Jam 26.26Kg/s

Input data :
Feedwater Pressure 62.5 Kg/cm2
Feedwater Temperature 120’C
Deaerator Pressure 1.4 Kg/cm2
Vacuum Condensor -660mmHg
Total Aux Power 1780 kW

130
Steam turbin inlet temperature 430’C
Steam turbin inlet pressure 60 Kg/cm2

Mode simulasi :
• BFPT beroperasi
• Steam BFPT berasal dari HPS Header
• Efisiensi Turbin 1 78%, Efisiensi Turbin 2 82%
• Suplai uap untuk ejector, WTP, sealing, deaerator, BFPT.
• Vacuum kondensor normal.

Gambar 28. Simulasi Plant Kertas Kraft Aceh dengan kondisi


existing

Dari hasil simulasi pada beban 2x10MW menunjukkan


bahwa turbin cycle heat rate sebesar 3019,74 kCal/kWh. Jika
divalidasi dengan nilai NPHR aktual yang berkisar 7200
kCal/kWH menunjukkan bahwa nilai efisiensi boiler sangat
rendah sekali, diperkirakan 42%.

HEAT RATE OPTIMIZATION 131


Beberapa peluang untuk menurunkan heat rate PLTU KKA
menggunakan bantuan software gatecycle.
Untuk case I, menggunakan bantuan software, plant
disimulasikan dengan kondisi :
• Boiler feed pump yang dioperasikan menggunakan
motor listrik
• Uap ekstraksi yang digunakan Deaerator berasal dari
High Pressure Header (HPS).

Gambar 29. Simulasi Case I

Untuk case II, menggunakan bantuan software, plant


disimulasikan dengan kondisi :
• Boiler feed pump yang dioperasikan menggunakan
motor listrik.

132
• Uap ekstraksi yang digunakan Deaerator berasal dari
ekstraksi Turbin 2.

Gambar 30. Simulasi Case II.

Untuk case III, menggunakan bantuan software, plant


disimulasikan dengan kondisi :
• Boiler feed pump yang dioperasikan menggunakan
motor listrik.
• Uap ekstraksi yang digunakan Deaerator berasal dari
ekstraksi Turbin 2.
• Vacuum Condensor diperoleh dengan
mengoperasikan Vacuum Pump.

HEAT RATE OPTIMIZATION 133


Gambar 31. Simulasi Case III

Dari hasil simulasi menggunakan software diperoleh penurunan


gap heat rate sebagai berikut:

Gambar 32. Breakdown Heat Rate Improvement dengan bantuan


Gatecycle

134
RIWAYAT PENULIS

YOGO WIJAYANTO. Menempuh pendidikan tinggi S-1 di


Universitas Brawijaya Jurusan Teknik Mesin dan lulus pada tahun
2004. Setelah menamatkan pendidikan S-1 nya, penulis bekerja di
PT. LG Electronics Indonesia selama 3 tahun di Research &
Development Department sebagai mechanical design engineer.
Lalu pindah kerja ke PT. PJB Services pada tahun 2009. Penulis
melakukan OJT sebagai operator di PLTU Muara Karang Unit 1-3,
kemudian pindah ke PLTU Indramayu dengan posisi sebagai staf
Rendal Operasi, awal tahun 2013 penulis menempuh pendidikan S-
2 di ITS Jurusan Teknik Mesin dengan bidang keahlian Rekayasa
Energi, dan lulus tahun 2014. Setelah lulus penulis bekerja di kantor
pusat PJBS di sidoarjo sebagai Analis Operasi di bidang Enjiniring.
Projek pertama yang ditangani oleh penulis adalah upaya perbaikan
heat rate PLTU KKA. Bidang lain yang pernah ditangani oleh penulis
adalah performance test, tata kelola pembangkitan, root cause
failure analysis dan feasibility study untuk beberapa kasus di PLTU
luar jawa. Untuk memudahkan kritik dan saran yang membangun
dapat mengirim email ke yogo@pjbservices.com.

HEAT RATE OPTIMIZATION 135


LAMPIRAN :
Contoh Form Flue Gas Analysis

136
Form Heat Rate Loss Matrix (Metode kedua breakdown losses)

HEAT RATE OPTIMIZATION 137


138
LAMPIRAN
Detail rekomendasi:
1. Rekomendasi terhadap coal quality:
a. Moisture
Komponen/ Efek Konsekuensi Corrective Action
Parameter Proses Equipment
proses
Underbed feed Surface Extra Menggunakan Install coal
lines moisture>6% maintenance lower moisture dryer
Menyebabkan untuk plugging content
plugging
Bed Temperature Emisi Sox lebih Menaikkan firing Fan capacity
temperature drop dibawah tinggi rate
nilai optimumnya
Coal feeder Coal flow Load reduction Upgrade
meningkat kapasitas
equipment
b. Volatile matter & fixed carbon
Komponen/ Efek Konsekuensi Corrective Action
Parameter Proses Equipment
proses
In bed/ Perubahan Perubahan Atur firing rate, Adjust in bed
freeboard kandungan fixed efisiensi bed level, heat transfer
combustion split carbon/ volatile pembakaran, Adjust recycle surface, instal
matter emisi Sox, Nox, (bubling bed) kapasitas fan
menyebabkan CO Adjust solid yang lebih
perubahan bed loading besar
temperature (circulating
bed)
Furnace Distribusi Instal crusher
temperature partikel size dengan range
profile yang lebih lebar

HEAT RATE OPTIMIZATION


139
140
c. Ash
Komponen/ Efek Konsekuensi Corrective Action
Parameter Proses Equipment
proses
Ash removal Ash content yang lebih tinggi Load Upgrade ash
system bisa melebihi kemampuan berkurang removal system
removal system
Ash cooler Higher ash content bisa Load Upgrade ash
melebihi kemampuan ash berkurang cooler
cooler

d. Sulfur
Komponen/ Efek Konsekuensi Corrective Action
Parameter Proses Equipment
proses
Sulfur Menaikkan efek emisi Menaikkan Menaikkan Upgrade
retention efek emisi sorben sorbent feed
rate system.
Upgrade
limestone feed
system
e. HHV
Komponen/ Efek Konsekuensi Corrective Action
Parameter Proses Equipment
proses
Fuel feed HHV yang lebih rendah Load Menaikkan Upgrade coal
rate membutuhkan kapasitas berkurang firing rate feeder dan ash
coal feeder dan ash removal removal
system yang lebih besar system

f. Ash fusion temperature


Komponen/ Efek Konsekuensi Corrective Action
Parameter Proses Equipment
Proses
Ash fushion Jika freeboard temperature Menurunkan Mengurangi Upgrade heat
temperature melebihi ash fusion kemampuan firing rate transfer
temperature akan terjadi heat transfer surface
slagging pada waterwall boiler

HEAT RATE OPTIMIZATION


141
142
g. Size analysis
Komponen/ Efek Konsekuensi Corrective Action
Parameter Proses Equipment
proses
Coal particle Excessive Slagging, emisi Double Select/ setting
kurang dari 30 fineness (15-20%) SO lebih tinggi screen atau crusher untuk
mesh menyebabkan wash coal ukuran yang
freeboard lebih kasar
temperature yang
lebih tinggi

2. Rekomendasi terhadap perubahan/ penormalan pola operasi


a. Boiler
Losses Penyebab Corrective Action
Proses Equipment
Dry Gas Loss Incorrect air fuel ratio Mengatur jumlah udara sesuai
kebutuhan bahan bakar yang
optimum dengan
memperhatikan flue gas exit
temperature, main steam
temperature.
Incomplete Incorrect air ratio Mengatur jumlah udara sesuai
combustion kebutuhan bahan bakar yang
optimum dengan
memperhatikan flue gas exit
temperature, main steam
temperature.
Mengature rasio udara primer
dan udara sekunder
Coal fineness coarse Resetting clarifier,
repair chruser, mill
gap

HEAT RATE OPTIMIZATION


143
144
Operation Optimization Maintenance Optimization Enjiniring Optimization
No Deviasi Parameter Penyebab Indikator Alat Ukur Maintenance Enjiniring (Peluang
Rendal Operasi Operasi
(PO/MO/Overhaul/SI) modifikasi / Redesign)
1. Kajian enjiniring jika terjadi fouling
Sootblow area superheater
1.Rendal operasi melakukan trend diarea backpass (fouling di area
saat terjadi
dan evaluasi efektivitas sootblower backpass merupakan indikasi flue gas
Superheater tube kotor akibat 1. Exit fluegas temperature naik 1. kenaikan fluegas 1. Cleaning Superheater tube
2. Rendal operasi membuat temperature exit furnace melebihi
fouling 2. Konsumsi spray turun temperature dan penurunan
checklist trend untuk melakukan design)
steam temperature
sootblow sesuai kebutuhan 2. Modifikasi sootblower jika tidak
2. Kenaikan konsumsi spray
efektif
1. Kenaikan fluegas temp
Air Heater kotor (cek item
2. Penurunan temp udara masuk Membuat checklist untuk diusulkan Kajian kelayakan penambahan
penurunan efektifitas air Sootblow 1. Cleaning Air Heater
boiler pada saat MO/PO sootblow tipe sonic
heater)
3. Differensial pressure naik
Trend kenaikan fluegas temperature Rendal operasi melakukan trend
1. Pemeriksaan innertube saat overhaul
setelah di sootblow diikuti trend water chemistry, jika terdapat Evaluasi kualitas air/WTP berdasarkan
Inner tube scalling - 2. Acid cleaning
penurunan steam temperature secara ketidaksesuaian agar dibuatkan input dari rendal operasi
Kenaikan Flue Gas 3. Retubing
1 gradual kajian lebih lanjut oleh enjiniring
Temperature
Sootblow sudah dilakukan tetapi tidak
Sootblower tidak efektif memberikan dampak penurunan temp Evaluasi keefektifan sootblow
flue gas
Kenaikan moisture batubara
Evaluasi melalui PT
(boiler tipe pulveriser coal)

Burner dioperasikan pada layer


atas (untuk boiler tipe
Evaluasi melalui PT
pulveriser coal)/ coal feedrate
pada layer atas lebih tinggi
Ada perbedaan dengan alat ukur Penunjukan abnormal dibanding
Alat Ukur Eror SR Kalibrasi alat ukur
pembanding lainnya alat ukur lainnya
Excess Air Tinggi Oksigen content tinggi > normal Monitor trend Atur Excess air ke kisaran 3-5% Penormalan damper jika diperlukan
Ada perbedaan dengan alat ukur Membuat checklist untuk diusulkan
Alat Ukur Eror SR (Service request) Kalibrasi alat ukur
pembanding lainnya pada saat MO/PO

Atur excess air dikisaran 3-5%


Kadar oksigen tidak sesuai dengan atau sesuai tipe boiler,
Setting point udara tidak tepat Monitor trend Cek damper position Tuning boiler jika diperlukan
kondisi optimumnya jika steam temperature drop,
lakukan sootblow
Kenaikan Oksigen /
2
excess air
1. Monitor Trend kenaikan oksigen
1. Selisih oksigen outlet inlet air Identifikasi penyebab kebocoran,
konten sisi inlet outlet air heater
Kebocoran pada Air heater heater naik SR (Service request) repair amati jika penyebab merupakan
2. Membuat checklist untuk
2. Tren Ampere ID fan naik korosi akibat pengembunan sulfur
diusulkan pada saat MO/PO
1. Monitor Trend
1. Penurunan temperature fluegas jika Identifikasi penyebab kebocoran pada
Kebocoran pada furnace 2. Membuat checklist untuk SR (Service request) repair
kebocoran cukup besar surface
diusulkan pada saat MO/PO
Ada perbedaan dengan alat ukur Membuat checklist untuk diusulkan
SR (Service request) kalibrasi
Alat Ukur Eror pembanding lainnya pada saat MO/PO
Main Steam 1. Tren steam temperature turun
3 Membuat checklist untuk diusulkan 1. Cleaning Superheater tube
Temperature turun Superheater tube kotor diikuti dengan tren kenaikan fluegas Cek item no 1
pada saat MO/PO
temperature
Spray tinggi Cek pada item no 5 Cek pada item no 5 Cek item no 5
Ada perbedaan dengan alat ukur Membuat checklist untuk diusulkan
Alat ukur eror Buat SR Kalibrasi
pembanding lainnya pada saat MO/PO
Pressure tidak sesuai dengan kondisi Monitor trend melalui performance
Firing rate kurang Naikkan firing rate
beban tes, review SOP
1. Monitor Trend 1. Check radial clearance antara
1. Trend penurunan efisiensi pompa
Performa BFP turun 2. Membuat checklist untuk Monitor dan SR impeler dan difuser
2. Tren kenaikan amper motor pada
diusulkan pada saat MO/PO 2. Cek impeler wear
flow dan beban yang sama
1. Kenaikan feedwater flow pada
1. Monitor Trend
beban yang sama (cek posisi
Valve resirkulasi leakage 2. Membuat checklist untuk Naikkan flow feedwater Repair, replace
Main Steam pressure flowmeter)
4 diusulkan pada saat MO/PO
turun 2. Kenaikan amper motor BFP
1. Monitor Trend
2. Membuat checklist untuk
1. Coal flow naik
diusulkan pada saat MO/PO
Waterwall slagging 2. Main steam temp naik Sootblow area waterwall Waterwall tube cleaning
3. Evaluasi sistem pembakaran,
3. Spray konsumsi naik
rasio udara bahan bakar, pressure
udara
1. Monitor Trend
1. Pemeriksaan innertube saat overhaul
1. Kenaikan main steam temperature 2. Membuat checklist untuk Evaluasi kualitas air/WTP berdasarkan
Waterwall inner tube scalling Buat SR 2. Acid cleaning
2. Kenaikan spray superheater diusulkan pada saat MO/PO input dari rendal operasi
3. Retubing
3. Evaluasi kualitas air
Excess air tinggi Oksigen content tinggi > normal 1. Monitor Trend Atur Excess air ke kisaran 3-5%

Lakukan isolasi control valve


Opening control valve closed tetapi Membuat checklist untuk diusulkan
Valve spray leakthrough spray dan amati penunjukan Repair
masih ada indikasi pemakaian spray pada saat MO/PO
flow spray untuk memastikan
adanya leakthrough
Kenaikan Main steam temperature
5 Spray Superheater naik 1. Periksa history kualitas air 1. Cleaning area waterwall
Waterwall slagging atau sehingga menaikkan konsumsi spray Evaluasi kualitas air/WTP berdasarkan
2. Membuat checklist untuk Sootblow area waterwall 2. Pemeriksaan inner scalling
internal scalling (firing rate sudah tidak dapat input dari rendal operasi
diusulkan pada saat MO/PO 3. Chemical cleaning
diturunkan)
Kesulitan untuk mengontrol Membuat checklist untuk diusulkan
Control spray bermasalah Buat SR Repair
temperature sesuai target pada saat MO/PO
perubahan penurunan steam
Membuat checklist untuk diusulkan
Alat ukur flow spray eror temperature inlet outlet superheater Buat SR Kalibrasi
pada saat MO/PO
kecil

HEAT RATE OPTIMIZATION


145
146
Excess air tidak sesuai persyaratan,
1. Stoker : SA Flow berlebihan akan
Rasio udara bahan bakar tidak Monitor trend unburned melalui
menaikkan unburn pada fly ash Menaikkan excess air Resetting dan penormalan damper
sesuai performance test rutin
2. PC : SA Flow rasio rendah
menaikkan unburn

6 Unburned Carbon Naik


Ukuran batubara besar/ tidak Visual Cek ukuran sample batubara Periksa kondisi crusher
sesuai dengan tipe boiler

Kecepatan feeding batubara


Visual, tinggi bed batubara pada
berlebihan, traveling grate Monitor SFC, NPHR Atur kecepatan coal feeding Readjust
stoker berlebihan
terlalu cepat (Stoker Boiler)

Coal Total Moisture


Kualitas coal basah akibat hujan Batubara basah secara visual SOP pengendalian batubara Pengendalian batubara
Naik Penambahan doom/ pelindung coal
Basah karena kebocoran pipa Coal moisture naik, secara visual Monitor coal moisture dari analisa
Visual dan patrol check Repair
air dan steam basah batubara rutin

7 Coal moisture content melebihi dari


Basah karena flow dust Monitor coal moisture dari analisa
kenaikan moisture akibat pemakaian Visual dan patrol check Adjust
suppression berlebihan batubara rutin
dust supression yang normal

Kualitas coal rendah Hasil analisa coal moisture naik SOP pengendalian batubara Pengendalian batubara Kajian kelayakan untuk penambahan
coal dryer untuk batubara low rank
Analisa bahan bakar, switching ke
1. Perubahan Kualitas batubara
bahan bakar dengan kandungan
8 Hydrogen Loss Naik 2. Kandungan Hidrogen pada Hidrogen Loss Naik
hidrogen lebih rendah jika
Gas lebih tinggi daripada
memungkinkan
Minyak
1. Kenaikan fluegas temp
Memonitor tren fluegas
2. Penurunan temp udara masuk
Elemen/ tube air heater kotor temperature (kenaikan lebih cepat Sootblow Air heater cleaning
boiler
<1 bulan)
3. Differensial pressure naik
1. Kenaikan fluegas temp
1. Monitor Trend
2. Penurunan temp udara masuk
Fouling 2. Membuat checklist untuk Sootblow Air heater cleaning
boiler
Air Heater Effectiveness diusulkan pada saat MO/PO
9 3. Differensial pressure naik
turun
1. Kenaikan oksigen content 1. Monitor Trend
Flue Gas duct leakage 2. Penurunan temp flue gas antara 2. Membuat checklist untuk Buat SR Repair
inlet - outlet air heater diusulkan pada saat MO/PO
1. Kenaikan fluegas temp
Elemen/ tube material Lakukan tren efektifitas air heater,
2. Penurunan temp udara masuk Buat SR Repair, replace
mengalami degradasi tren kecenderungan mengalami
boiler
penurunan secara gradual (tahunan)
1. Selisih oksigen outlet inlet air
1. Bocor karena
heater naik 1. Monitor Trend 1. Untuk tipe rotary adjust seal Perlu kajian jika terjadi akibat faktor
korosi/degradasi
10 Air Heater Leakage 2. Air heater leakage naik 2. Membuat checklist untuk Buat SR clearance korosi (identifikasi pengembunan
2. Radial Clearance berlebihan
3. Average Cold End temperature diusulkan pada saat MO/PO 2. Untuk tipe tube Repair sulfur)
(tipe trisector rotary)
turun

Membuat SOP sootblow dan tren Pengoperasian sootblow


Sootblow berlebihan hasil perhitungan losses moisture data utk melakukan sootblow sesuai sesuai kebutuhan berdasarkan
kebutuhan tren flue gas temperature dan
11 Moisture udara naik
main steam temperature
1. Monitor Trend
1. Indikasi suara dilapangan 1. Patrol check
tube leak 2. Membuat checklist untuk Repair tube
2. Kenaikan make up water 2. Buat SR
diusulkan pada saat MO/PO
1.Penggunaan proses
desulfurisasi (limestone) pada
CFB
Kenaikan sensible heat 1.Monitor trend
12 2. kandungan ash batubara Sensible Loss naik Bed temp pada kisaran 850C
loss 2.Atur rasio Ca/S<2
tinggi.
3. Rasio Ca/S>2 dan bed temp
tidak pada titik 850C

HEAT RATE OPTIMIZATION


147
148
Operation Optimization Maintenance Optimization Enjiniring Optimization
Indikator Alat Ukur/ Maintenance
No Deviasi Parameter Penyebab Rendal Operasi Operasi Enjiniring
Perhitungan (PO/MO/Overhaul/SI)
1. Evaluasi efektivitas online
cleaning, jika tidak efektif
1. Kenaikan diferensial pressure mengusulkan offline cleaning saat
1. Off Cleaning (Jet cleaning)
Microfouling bertahap MO/PO sesuai tingkat urgencynya 1. Memonitor Vacum Instal diferensial pressure inlet -
2. Chemical treatment
Akibat deposit kimia & 2. Kenaikan delta temperature 2. Retubing sesuai dengan 2. Online cleaning (ball outlet waterbox condensor untuk
3. Retubing jika jet cleaning sudah tidak
deposit biologi bertahap prosentase jumlah tube yang tidak cleaning system) memonitor tube pressure drop
efektif
3. Cleanlines factor menurun layak dan tingkat kevacuman dan
dengan melakukan analisa cost
benefit
1. Kenaikan diferensial pressure tiba-
Evaluasi efektivitas online cleaning,
tiba 1. Memonitor Vacum 1. Off Cleaning (Jet cleaning) Instal diferensial pressure inlet -
jika tidak efektif mengusulkan
Macrofouling 2. Kenaikan delta temperature tiba- 2. Online cleaning (ball 2. Retubing jika jet cleaning sudah tidak outlet waterbox condensor untuk
offline cleaning saat MO/PO sesuai
tiba cleaning system) efektif memonitor tube pressure drop
tingkat urgencynya
3. Cleanlines factor menurun
Jika Online dan offline cleaning tidak
Low waterbox level efektif perlu dilakukan pemeriksaan Venting waterbox
level waterbox
1. Evaluasi jumlah tube plugged
terhadap tingkat kevakuman 1. Cleaning
2. Retubing sesuai dengan 2. Retubing jika jumlah tube yang di
Plugged tubes 1. Kenaikan pressure drop -
prosentase jumlah tube yang tidak plugged banyak dan sudah menurunkan
layak dengan melakukan analisa vakum
cost benefit
Condensor Vacum turun 1. Amper naik
Cek internal part, Repair/ replace Identifikasi berdasarkan trend
(Amati tren penurunan 2. Flow turun
1 Vacum pump performa turun Cek performa pompa cek level water separator internal part berdasarkan rekomendasi vibrasi untuk memastikan
apakah secara tiba2/ 3. Discharge pressure low
PDM kerusakan internal part
gradual) 4. Vibrasi naik
1. Amper naik
Cek internal part, Repair/ replace Identifikasi berdasarkan trend
2. Flow turun Cek performa pompa (cek item BFP
CWP performa turun - internal part berdasarkan rekomendasi vibrasi untuk memastikan
3. Discharge pressure low efisiensi)
PDM kerusakan internal part
4. Vibrasi naik
1. Cleanlines factor menurun 1. Lakukan helium leak test untuk
Air binding (non condensable gas terakumulasi) 2. Jika kebutuhan pendingin mengecek kebocoran kondensor
-
atau adanya kebocoran terpenuhi namun back pressure 2. Periksa pengoperasian steam jet
(absolut) masih tinggi air ejector
Temperature air masuk kondensor Operasikan cooling tower Bersihkan dan lakukan pemeliharaan Tambahkan cooling tower sesuai
Temperature air pendingin terlalu tinggi
tinggi cadangan cooling tower kajian kelayakan
Kapasitas kondensor kurang/ Heat Load melebihi 1. Periksa incoming drain line
kondisi operasi normal akibat adanya: yang menuju kondensor 1. Repair/ replace valve drain yang
ketidaknormalan heater drain, drain berlebihan 2. Periksa drain valve opening leakthrough menuju kondensor
dr turbin cycle dan level heater

1. Menyampaikan ke skop MO,PO


1. Memonitor kondisi saluran
untuk aktivitas cleaning atau 1. Install diferensial pressure
air pendingin
Air pendingin berkurang disebabkan pendangkalan 1. Cleaning saluran air pendingin, transmitter pada outlet waterbox
2. Pengoperasian traveling
pendangkalan, sampah yang menyumbat 2. Lakukan pengetesan performa traveling screen, bar screen saat untuk memonitor flowrate
screen secara periodik sesuai
traveling screen, debris filter CWP secara periodik untuk MO,PO atau sesuai kebutuhan 2. Tambahkan pompa jika
kebutuhan
mengukur flowrate cooling water memenuhi kajian kelayakan
sesuai dengan kebutuhan
Menyampaikan rekomendasi ke
pihak operasi untuk pengendalian Cek sistem kontrol dan penormalan
1. Excess air tinggi (Lihat pada boiler optimization
1. Oksigen conten naik excess air jika masih dalam kondisi damper, cek kebocoran ducting,
item no 2) Optimalkan excess air
2. ID fan power naik operator controllable, jika tidak furnace (Lihat pada boiler optimization
2. Kerusakan Nozzle pada tipe CFB
sampaikan ke pihak enjiniring untuk item no 2)
membuat kajian anomali excess air

1. Gunakan sensor auto ON-OFF


Lighting consumption high Evaluasi pemakaian Gunakan seperlunya
2. Ganti dengan LED jika
memungkinkan
Saluran udara/ ducting/ expansion joints leakage Periksa secara periodik dan repair
Trending Fan power naik Trending data pareto aux power
sehingga PAF, FDF dan IDF power naik ducting yang rusak/ bocor

1. Kurangi peralatan yang


Tren aux power naik pada beban
Unit beroperasi pada beban rendah beroperasi (standby) Perbaikan kerusakan Improve Hidden Capacity
Aux Power Naik (Amati yang sama
2. Stop peralatan yang idle
2 tren kenaikan apakah
secara tiba2/ gradual)
Pemakaian air tinggi (WTP beroperasi melebihi Evaluasi pemakaian air untuk
Konsumsi air naik Pemeriksaan visual terhadap Repair, replace terhadap valve, joints
normal) memetakan losses pemakaian air
kebocoran air dan uap
Blowdown tinggi Konsumsi air naik Evaluasi kualitas air Periksa kualitas air
Atur rasio PA/SA pada
Rasio PA/SA pada CFB berlebihan Trending Fan power naik Trending data pareto aux power
komposisi yang optimal
Pembuatan SOP, Logsheet sootblow Sootblow sesuai kebutuhan
Sootblow berlebihan Konsumsi air naik
sesuai kebutuhan (cek item pada boiler)

Kebocoran air maupun uap tinggi (WTP Evaluasi pemakaian air untuk
Konsumsi air naik Buat SR Valve repair/ replace
beroperasi melebihi normal) memetakan losses pemakaian air

Trend aux power dan amati 1. Periksa trend vibrasi untuk


Penurunan performa peralatan
Tren aux power naik pada beban penurunan performa tiap peralatan memastikan internal part yang rusak
(Penurunan efisiensi rotary equipment: pompa, Buat SR
yang sama untuk mengidentifikasi peralatan (bearing, clearance rotor stator, gland
fan)
yang mengalami kenaikan power seal bocor, valve resirkulasi
leakthrough, ducting bocor)
1. Cleaning tubes
Fouling, deposit, scaling, corrosion pada internal Trending data TTD, DCA, Feedwaer
Tren feedwater rise temperature Buat SR 2. Cek kualitas air dan pastikan tidak
permukaan tubes temperature rise, Level heater
menurun secara bertahap ada oil kontaminan

1. Periksa venting heater


Air binding (non condensable gas terakumulasi Temperature rise heater lebih 2. untuk heater yang beroperasi pada
Final feedwater temp Buat SR
pada area steam space heater rendah daripada spesifikasi kondisi vacum periksa kebocoran udara
turun
pada sambungan pipa atau heater
3 (Amati tren penurunan
3. Periksa gland seal turbin
apakah secara tiba2/
gradual)
By passing 1. Periksa kondisi valve bypass
Temperature rise heater lebih Trending data TTD, DCA, Feedwaer
(By pass valve heater open, leakthrough, partition Periksa bypass valve opening 2. Periksa gasket dan area gasket
rendah daripada spesifikasi temperature rise, Level heater
plate water channel leak) kontak surface
3. Periksa partition weld dan repair

HEAT RATE OPTIMIZATION


Efektifitas heat transfer menurun Cek item Penurunan performa Cek item Penurunan performa Cek item Penurunan performa
Cek item Penurunan performa Heater
(NTU) Heater Heater Cek item Penurunan performa Heater Heater

149
150
Mechanical Damage (Perubahan profil sudu- 1. Perubahan section efisiensi &
- Repair, replace broken part
nozzle) section pressure rasio tiba-tiba
Flow Area Decrease
1. Kenaikan pressure rasio yang tiba-
tiba
2. Kenaikan section efficiency yang Mengusulkan ke scop PO sesuai
Mechanical Blockage - Repair
tiba-tiba kebutuhan dan tingkat urgensi
3. Kenaikan upstream presure tiba-
tiba

1. Kenaikan pressure rasio bertahap


2. Kenaikan section efficiency
Blade Deposits Pengendalian kualitas air - Cleaning blade
bertahap
3. Kenaikan upstream presure
bertahap
Flow Area By-pass
1. Memonitor trending data Repair, replace part sesuai hasil
1. Steam rate naik
HP Turbine Inlet Bushing Leakage 2. Mengusulkan ke scop PO sesuai - rekomendasi termografi dan trending Thermografi check
2. Flow make up water naik
kebutuhan dan tingkat urgensi data dari rendal operasi

1. Memonitor trending data Repair, replace part sesuai hasil


1. Steam rate naik
Main Steam Stop Valve Leakage 2. Mengusulkan ke scop PO sesuai - rekomendasi termografi dan trending Thermografi check
2. Flow make up water naik
kebutuhan dan tingkat urgensi data dari rendal operasi

1. Memonitor trending data Repair, replace part sesuai hasil


1. Steam rate naik
HP Gland Seal Leakage 2. Mengusulkan ke scop PO sesuai - rekomendasi termografi dan trending Thermografi check
Efisiensi Turbin turun 2. Flow make up water naik
kebutuhan dan tingkat urgensi data dari rendal operasi
(Amati tren kenaikan/
penurunan apakah 1. Steam rate naik
Bocor pada fiting pipe Ekstraksi turbine 1. Memonitor trending data Repair, replace part sesuai hasil
secara tiba2/ gradual) 2. Flow make up water naik
(flange, elbow, by pass valve, drain valve) 2. Mengusulkan ke scop PO sesuai - rekomendasi termografi dan trending Thermografi check
5 *Berdasarkan *Pressure drop extraction pipe
kebutuhan dan tingkat urgensi data dari rendal operasi
pengalaman penurunan berkisar antara 3-5%
efisiensi turbin secara Flow Area Increase
alami berkisar 3% 1. Kenaikan downstream extraction
Labirin, Spill Strip Or Packing Leakage 1. Memonitor trending data
selama 15 tahun temperature Replace spill strip, packing leakage,
because : Thermal Stress, Rubbing, 2. Mengusulkan ke scop PO sesuai -
2. Penurunan stage efisiensi tiba- labirin
Operating Procedure, Vibration kebutuhan dan tingkat urgensi
tiba
Steam rate naik, efisiensi turbin Monitor trend melalkui Cek data clearance.
Radial clearance terlalu besar Adjust, repair, replace
turun performance test Kajian Apliaski seal brushing
1. Melakukan kajian cost benefit
1. Kenaikan pressure rasio bertahap
analisis untuk merekomendasikan Identifikasi berdasarkan trend
2. Kenaikan section efficiency
Erosion Of Turbine Stages reblading - Reblading vibrasi untuk memastikan
bertahap
2. Mengusulkan ke scop PO sesuai kerusakan internal part
3. Kenaikan upstream presure
kebutuhan dan tingkat urgensi
bertahap
1.Kenaikan downstream first stage
Solid Praticle Erosion Of Nozzle Blocks
pressure Mengusulkan ke scop PO sesuai
because : Cycling, Exfoliation (condensor - Replace nozzle
2. Kenaikan rasio first stage kebutuhan dan tingkat urgensi
tube leak, Poor Water Quality)
terhadap throttle pressure
1. Penurunan pressure rasio yang
1. Melakukan kajian cost benefit
tiba-tiba
analisis untuk merekomendasikan Identifikasi berdasarkan trend
2. Penurunan section efficiency
Blade mechanical damage reblading - Repair, reblading vibrasi untuk memastikan
yang tiba-tiba
2. Mengusulkan ke scop PO sesuai kerusakan internal part
3. Penurunan upstream presure tiba-
kebutuhan dan tingkat urgensi
tiba
Mode Operasi (Partial Arc admision - Full Arc Evaluasi pengoperasian variable
Efisiensi turbin stage turun
Admision - Valve Wide Open)* pressure
1. Efisiensi turbin stage turun
1. Memonitor trending data 1.Pemeriksaan visual terhadap
2. Steam rate naik Repair sesuai rekomendasi hasil Pemeriksaan termografi pada
Thermal Insulation 2. Mengusulkan ke scop PO sesuai kerusakan insulasi
3. Feedwater flow naik pemeriksaan termografi atau visual area casing turbin, valve, pipe
kebutuhan dan tingkat urgensi 2. Buat SR
4. Thermal spot dengan thermografi
Ketidaksesuaian dengan alat ukur
Instrumen Error Buat SR Kalibrasi
pembanding lainnya
Pembacaan negatif /
Instrument failed Buat SR Repair/ replace
ketidaknormalan angka tinggi
1. Kenaikan level heater
1.Plugged tube
2. Normal drain valve opened up
Trending data TTD, DCA, Feedwaer 2. Repair / Retubing
Tube Leak dan kadang2 emergency valve Buat SR
temperature rise, Level heater 3. Periksa terhadap kemungkinan FAC
beroperasi
(Flow accelerated corrosion)
3. Kenaikan trending data TTD
1. Kenaikan trend pressure drop
1. Cleaning tubes
tube bundle Trending data TTD, DCA, Feedwaer
Tube Fouling / plugging Buat SR 2. Cek kualitas air dan pastikan tidak
2. Kenaikan shell pressure temperature rise, Level heater
ada oil kontaminan
3. Kenaikan trend TTD
1. Trend penurunan kenaikan delta
Penurunan Performa
heater temperature 1. Repair
Heater (Trend TTD, Trending data TTD, DCA, Feedwaer
Tube side pass partition leak, problem 2. Normal drain valve close Buat SR 2. Periksa terhadap kemungkinan FAC
DCA, FTR, Level temperature rise, Level heater
6 3. Kenaikan TTD (Flow accelerated corrosion)
abnormal, naik/turun
4. Penurunan shell pressure
tiba-tiba, naik/turun
bertahap) Trending data TTD, DCA, Feedwaer 1. Adjust heater level
Level Heater Low 1. Level controller seting point salah
temperature rise, Level heater controller
2. Penurunan TTD
1. Plug/repair tubes yang bocor
Level Heater High
2. Repair/replace drain valve
(Valve problem, Level controller malfunction, 1. Level controller setting point
Trending data TTD, DCA, Feedwaer 1. Adjust heater level 3. Perbaiki terhadap kebocoran shell
tube leak, perbedaan tekanan antara heater yang salah
temperature rise, Level heater controller jika memungkinkan pada heater yang beroperasi pada
didrain dan menerima drain tidak mencukupi, 2. Kenaikan TTD
kondisi vakum
heater tube broken, drain valve bermasalah)
4. Perbaiki level controller
1. Insufficient temperature rise
Trending data TTD, DCA, Feedwaer
Air bound (Cek operating vents) across heater Venting Repair/ replace venting valve
temperature rise, Level heater
2. Kenaikan TTD
1. Kenaikan tren DCA
Trending data TTD, DCA, Feedwaer
Damaged drains cooler 2. TTD dan DCA nilainya lebih kecil 1. Periksa dan repair
temperature rise, Level heater
daripada design
Blowdown berlebihan Pengendalian kualitas air

1.Buat checklist dan logsheet


Tren Flue gas temperature naik,
trending data untuk pengoperasian Sootblow sesuai kebutuhan Kajian enjiniring jika sootblow
Sootblow berlebihan/ tidak sesuai kebutuhan main steam temperature turun,
sootblow sesuai kebutuhan (cek item pada boiler) tidak efektif
konsumsi spray turun
2. Evaluasi keefektifan
pengoperasian sootblow
1. Monitor tren pemakaian air 1. Lakukan pemeriksaan valve isolasi
Valve isolasi Sootblow leakage Pemakaian air naik 2. Memasukkan ke scope overhaul/ saat overhaul
Konsumsi make up
MO/PO untuk perbaikan 2. Repair/ replace isolasi valve
water naik
7 (Amati tren kenaikan/
Cycle Isolation:
penurunan apakah
Adanya aliran diluar main path line spt yg ada
secara tiba2/ gradual)
pada heat balance
-bypass valve, isolation valve, valve normally Checklist valve normaly closed/
Pemakaian air naik Patrol check Repai/ replace
closed tidak tertutup rapat/ leakthrough normaly open
-Drain valve, venting valve normally closed
leakoff
-Emergency drain operation

-Kebocoran air maupun uap tinggi 1. Monitor tren pemakaian air Patrol check, pemeriksaan
Pemeriksaan termografi pada
-Normal venting berlebihan karena valve Pemakaian air naik 2. Memasukkan ke scope overhaul/ visual terhadap kebocoran air Repair / replace valve, flange, joints

HEAT RATE OPTIMIZATION


area casing turbin, valve
erosi/rusak MO/PO untuk perbaikan dan uap

151
Internal Damage
1. Amper naik
2. Flow turun Identifikasi berdasarkan trend
Trending data amper, flow,
Impeller wear 3. Discharge pressure low - Repair, replace vibrasi untuk memastikan

152
discharge pressure
4. Vibrasi naik (Blade pass frequency kerusakan internal part
naik)
1. Amper naik
Identifikasi berdasarkan trend
2. Flow turun Trending data amper, flow,
Shaft rub - Repair, replace vibrasi untuk memastikan
3. Discharge pressure low discharge pressure
kerusakan internal part
4. Vibrasi naik
1. Amper naik Identifikasi berdasarkan trend
Trending data amper, flow,
Mechanical Seal Rusak 2. Flow turun - Replace vibrasi untuk memastikan
discharge pressure
3. Discharge pressure low kerusakan internal part
1. Amper naik
Trending data amper, flow,
Antar stage impeller bocor 2. Flow turun - Cek clearance, repair
discharge pressure
3. Discharge pressure low
1. Amper naik Identifikasi berdasarkan trend
Trending data amper, flow,
Fluid coupling problem 2. Flow turun - repair vibrasi untuk memastikan
discharge pressure
3. Discharge pressure low kerusakan internal part

Identifikasi berdasarkan trend


1. Flow turun Trending data amper, flow,
Turbin drive performance turun - repair vibrasi untuk memastikan
2. Discharge pressure low discharge pressure
kerusakan internal part
Efisiensi BFP turun
(Amati tren kenaikan/ 1. Amper naik Identifikasi berdasarkan trend
8 Trending data amper, flow,
penurunan apakah Motor drive performance turun 2. Flow turun - repair vibrasi untuk memastikan
discharge pressure
secara tiba2/ gradual) 3. Discharge pressure low kerusakan internal part
Losses/Bocoran
Bocor pada fitting pipe to economiser 1. Amper naik Trending data amper, flow,
repair
(flange, elbow, valve) 2. Flow naik discharge pressure
Trending data amper, flow,
Amper naik repair, replace
Valve minimum flow leaktrough discharge pressure
Trending data amper, flow,
CV Spray Super heaterleaktrough Amper naik repair, replace
discharge pressure
1. Amper naik Trending data amper, flow,
Tube HPH bocor Repair, plugged, retubing
2. Flow naik discharge pressure
Kavitasi
1. Amper naik
2. Flow turun Identifikasi berdasarkan trend
Trending data amper, flow, Repair/ replace internal part
Performance booster pump turun 3. Discharge pressure low vibrasi untuk memastikan
discharge pressure berdasarkan rekomendasi PDM
4. Vibrasi naik (random frequency kerusakan internal part
naik)
1. Amper naik
2. Flow turun
Trending data amper, flow,
Temp deaerator terlalu tinggi 3. Discharge pressure low
discharge pressure
4. Vibrasi naik (random frequency
naik)
1. Amper naik
2. Flow turun Trending data amper, flow,
Bocoran pada sisi suctions Buat SR Repair, replace gasket, joint
3. Discharge pressure low discharge pressure
4. Vibrasi naik
)laudarg /2abit araces
hakapa nanurunep
/nakianek nert itamA( 4 nibruT isneisife meti keC nibruT isneisife meti keC nibruT isneisife meti keC nibruT isneisife meti keC nibruT isneisife meti keC
kian etar maets
uata wolf maets niaM
Notes:

HEAT RATE OPTIMIZATION 153


Notes:

154
HEAT RATE OPTIMIZATION 155
156

You might also like