Professional Documents
Culture Documents
Heat Rate Improvement
Heat Rate Improvement
Disusun Oleh:
Yogo Wijayanto
Analyst Operasi Enjiniring Kantor Pusat
Mengetahui
Kanapi Subur Dwiyanto
Manajer Enjiniring
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 7
1.1. Tujuan................................................................................ 7
1.2. Referensi............................................................................ 7
1.3. Ruang Lingkup................................................................... 8
6
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Tujuan
Tujuan dari pembuatan buku ini adalah sebagai pedoman
untuk melaksanakan monitoring, analisa heat rate,
menentukan penyebab losses heat rate, dan membuat
rekomendasi, pembuatan program perbaikan heat rate serta
post monitoring program yang pada akhirnya dapat
mencapai target NPHR yang diharapkan.
1.2. Referensi
Referensi yang digunakan dalam pembuatan prosedur Heat
Rate Analysis & Improvement:
1. Heatrate Handbook 4th By Southern company
Generating plant performance.
2. ASME PTC 4 – Steam Generator.
3. ASME PTC 6 – Steam Turbine.
4. ASME PTC PM – Performance Monitoring Guidelines
for Steam Power Plant.
5. EPRI – Heat Rate Improvement.
6. Boiler for Power and Process; Kumar Rayaprolu
7. Analisis komposisi batubara muturendah terhadap
pembentukan slagging dan fouling pada boiler -
Novriany Amaliyah & Muhammad Fachry – Jurusan
mesin fakultas teknik Universitas Hasanuddin.
8
BAB II
PLANT PERFORMANCE
3. Ultimate Analysis
Analisa batubara untuk menentukan kandungan C, H, O, N, S.
Kandungan ini cenderung konstan, kecuali moisture yang jika
dikurangi atau ditambah maka akan berpengaruh terhadap
nilai kalor. Ultimate analysis dan moisture menjadi dasar
perhitungan combustion dalam design boiler dan efisiensi yang
terkait dengan kebutuhan udara teoritis dan excess air dan
estimasi flue gas yang dihasilkan serta batasan emisi yang
diijinkan kementrian lingkungan hidup.
10
4. Basis Pengukuran
• As received basis
Sampel batubara yang datang ke laboratorium sebelum
ada proses pengeringan atau pengondisian tertentu untuk
menghilangkan nilai moisturenya. Basis ini merupakan
sampel batubara apa adanya yang diperoleh dari
lapangan. Pada perhitungan efisiensi boiler metode heat
loss menggunakan basis ini.
• Air dried basis
Basis ini merupakan kondisi batubara yang tidak
mengandung surface moisture lagi.
• Dry Basis
Kondisi batubara yang sudah tidak mengandung moisture
teoritis lagi pada sampel batubara yang di uji.
• Dry Ash free basis
Kondisi batubara yang tidak mengandung moisture dan ash
sehingga hanya terdapat volatile matter dan fixed carbon.
Pada boiler PLTU bahan bakar yang masuk adalah dalam
kondisi batubara As Receive. Sehingga didalam perhitungan
efisiensi boiler metode heat loss menggunakan basis As
Received. Sehingga jika data coal analysis (kadar Carbon,
Hydrogen, Oksigen, Nitrogen, Sulfur dan yang lainnya) yang
ada pada kondisi selain as received maka perlu dikonversi
menjadi kondisi as receive menggunakan formula sebagai
berikut.
12
a. Lignitic ash
Ash yang mengandung (CaO+MgO) > Fe2O3.
Indeks slagging untuk ash lignit berdasarkan temperature
pembentukan ash ASTM, temperature fusibilitas
mengindikasikan range dimana temperatur saat plastis
slag mulai muncul. Indeks ini adalah rata-rata dari
temperature Hemispherical Maximum (HT) dan
temperatur minimum awal pembentukan (IT):
(𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻) + 4(𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝐼𝐼𝐼𝐼𝐻𝐻𝐻𝐻)
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑆𝑆𝑆𝑆 =
5
Dimana:
Max HT : Temperature maksimum dari reduksi atau
oksidasi hemispherical softening (˚F).
Min IT : Temperature pembentukan (initial deformation)
awal dari reduksi atau oksidasi yang terendah (˚F).
Klasifikasi potensi slagging dengan Rs adalah:
Potensi Slagging Indeks slagging
Rendah 2450 < 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑆𝑆𝑆𝑆
Sedang 2250 < 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑆𝑆𝑆𝑆 < 2450
Tinggi 2100 < 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑆𝑆𝑆𝑆 < 2250
Tinggi sekali 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑆𝑆𝑆𝑆 < 2100
Jika 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑂𝑂𝑂𝑂 + 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑔𝑔𝑔𝑔 𝑂𝑂𝑂𝑂 + 𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹2 𝑂𝑂𝑂𝑂3 < 20% 𝑏𝑏𝑏𝑏𝐹𝐹𝐹𝐹𝑏𝑏𝑏𝑏𝑀𝑀𝑀𝑀𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑎𝑎𝑎𝑎ℎ 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑀𝑀𝑀𝑀𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑀𝑀𝑀𝑀𝑏𝑏𝑏𝑏𝑀𝑀𝑀𝑀
Rendah – sedang 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑀𝑀𝑀𝑀2 𝑂𝑂𝑂𝑂 < 1,2
Tinggi 1,2 < 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑀𝑀𝑀𝑀2 𝑂𝑂𝑂𝑂 < 3
Tinggi sekali 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑀𝑀𝑀𝑀2 𝑂𝑂𝑂𝑂 > 3
b. Bituminous ash
Ash yang mengandung Fe2O3 > (CaO+MgO)
• Indeks slagging
Perhitungan slagging indeks (Rs) untuk ash
bituminous dibawa ke perhitungan base untuk rasio
asam dan persen berat pada dry basis dari sulfur
dalam batubara. Kandungan sulfur mengindikasikan
jumlah besi yang muncul dalam bentuk pyrite.
Perhitungannya adalah sebagai berikut:
𝐵𝐵𝐵𝐵
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑆𝑆𝑆𝑆 = × 𝑆𝑆𝑆𝑆
𝐴𝐴𝐴𝐴
Dimana:
Senyawa basa : 𝐵𝐵𝐵𝐵 = 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑂𝑂𝑂𝑂 + 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑔𝑔𝑔𝑔 𝑂𝑂𝑂𝑂 + 𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹2 𝑂𝑂𝑂𝑂3 + 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑀𝑀𝑀𝑀2 𝑂𝑂𝑂𝑂 +
𝐾𝐾𝐾𝐾𝑂𝑂𝑂𝑂2 (%)
Senyawa asam : 𝐴𝐴𝐴𝐴 = 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀2 + 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴2 𝑂𝑂𝑂𝑂3 + 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻2 (%)
𝑆𝑆𝑆𝑆 = % 𝑏𝑏𝑏𝑏𝐹𝐹𝐹𝐹𝑏𝑏𝑏𝑏𝑀𝑀𝑀𝑀𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑆𝑆𝑆𝑆𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑀𝑀𝑀𝑀𝑝𝑝𝑝𝑝𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑀𝑀𝑀𝑀𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑀𝑀𝑀𝑀𝑏𝑏𝑏𝑏𝑀𝑀𝑀𝑀
Klasifikasi potensi slagging:
14
Potensi Slagging Indeks slagging
Rendah 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑆𝑆𝑆𝑆 < 0,6
Sedang 0,6< 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑆𝑆𝑆𝑆 <2
Tinggi 2< 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑆𝑆𝑆𝑆 <2,6
Tinggi sekali 2,6 < 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑆𝑆𝑆𝑆
• Indeks Fouling
Indeks fouling untuk ash bituminous didapatkan dari
karakteristik kekuatan sintering menggunakan
kandungan sodium dari ash batubara dan rasio dasar
dari asam;
𝐵𝐵𝐵𝐵
𝑅𝑅𝑅𝑅𝑓𝑓𝑓𝑓 = × 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑀𝑀𝑀𝑀2 𝑂𝑂𝑂𝑂
𝐴𝐴𝐴𝐴
Dimana:
𝐵𝐵𝐵𝐵 = 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑂𝑂𝑂𝑂 + 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑔𝑔𝑔𝑔 𝑂𝑂𝑂𝑂 + 𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹2 𝑂𝑂𝑂𝑂3 + 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑀𝑀𝑀𝑀2 𝑂𝑂𝑂𝑂 + 𝐾𝐾𝐾𝐾𝑂𝑂𝑂𝑂2 (%)
𝐴𝐴𝐴𝐴 = 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀2 + 𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴2 𝑂𝑂𝑂𝑂3 + 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻2 (%)
𝑁𝑁𝑁𝑁𝑀𝑀𝑀𝑀2 𝑂𝑂𝑂𝑂 = % 𝑏𝑏𝑏𝑏𝐹𝐹𝐹𝐹𝑏𝑏𝑏𝑏𝑀𝑀𝑀𝑀𝑏𝑏𝑏𝑏 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑎𝑎𝑎𝑎𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝𝑝 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑎𝑎𝑎𝑎ℎ 𝑏𝑏𝑏𝑏𝑀𝑀𝑀𝑀𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑀𝑀𝑀𝑀𝑏𝑏𝑏𝑏𝑀𝑀𝑀𝑀
Klasifikasi potensi fouling menggunakan Rf adalah:
Potensi fouling Indeks fouling
Rendah 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑓𝑓𝑓𝑓 < 0,2
Sedang 0,2< 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑓𝑓𝑓𝑓 <0,5
Tinggi 0,5< 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑓𝑓𝑓𝑓 <1
Tinggi sekali 1 < 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑓𝑓𝑓𝑓
16
3. Hemispherical temperature (HT) adalah temperature
dimana cone telah melebur membentuk
bulatan/benjolan dimana ukuran tinggi sama dengan
setengah lebar dasarnya (Height = 0,5 width).
Fluid temperature (FT) adalah temperature dimana ash cone
telah meleleh menyerupai lapisan datar dengan maksimum
height 1,59mm.
6. Parameter Pompa
• Efisiensi Pompa
• Discharge Pressure
• Ampere
• Water Flow
7. Parameter Fan
• Efisiensi Fan
• Discharge Fan
• Ampere
• Air Flow
8. Parameter Air Heater
• Air Heater Lekage
18
• X-Ratio
• Air Heater Effectiveness
• Exit flue gas temperature
• Average Cold end dan Hot end Temperature
20
3. Circulation Fluidized Bed Boiler
Faktor yang mempengaruhi adalah coal size, bed
sand size, rasio primary air dan secondary air, bed
sand volume, tipe pasir, bed temperature, rasio Ca/S
apabila mengaplikasikan penggunaan limestone.
4. Stoker Boiler
Faktor yang mempengaruhi adalah coal size, excess
air, coal feeding rate.
Detail dapat dilihat pada sub bab 5.
5. Pola Operasi Turbin
Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah pengoperasin
governor full arc admission dan partial arc admission.
• Full arc admission adalah kondisi control valve terbuka
penuh, kendali beban dilakukkan oleh variable
pressure boiler, keuntungan metode ini adalah
menurunkan throttle enthalpy losses namun memiliki
kekurangan yaitu akan meningkatkan probabilitas
boiler fatigue life disebabkan karena thermal cyclic,
meningkatkan losses energy pompa pada beban
rendah dan sistem pengoperasian beban yang kurang
responsif.
• Partial arc admission adalah control valve yang di
throttle sebagian, memiliki keuntungan untuk respon
beban yang lebih efektif, mengurangi fatigue boiler
namun akan meningkatkan degradasi turbin berupa
solid particle erossion.
22
• Feedwater Heater
Degradasi pada tube heater akibat scaling untuk jangka
panjang serta kebocoran tube pada sambungan.
Kebanyakan material heater menggunakan carbon steel
yang peka terhadap erosi aliran dalam jangka panjang.
Erosi pada tube support akan menyebabkan kerusakan
tube akibat vibrasi (flow induced vibration). Degradasi
yang lain pada komponen valve drain (leakthrough) yang
mengakibatkan drain akan mengalir ke heater yang lebih
rendah sehingga mengakibatkan level heater tidak pada
posisi optimal.
Penurunan kemampuan heater ditandai oleh kenaikan
nilai TTD (Terminal temperature difference) dan DCA
(Drain cooler approach). Kebanyakan plant didesign
dengan TTD 2,78C dan DCA 8,33C namun design bisa
berbeda untuk masing-masing unit, kenaikan TTD dan
DCA menyebabkan kenaikan heat rate dan menurunkan
electrical output.
• Condensor
Secara umum degradasi pada kondensor terjadi karena
pengaruh macrofouling dan microfouling. Penanganan
microbiology pada sea water sangat mempengaruhi
lifetime tube condensor. Penurunan performa ditandai
dengan kenaikan vacum dan TTD.
8. Kondisi Lingkungan
Pengoperasian pembangkit di lingkungan yang memiliki
kelembaban tinggi akan berbeda dengan didaerah kelembaban
rendah, dan temperature air pendingin condensor yang lebih
rendah akan berbeda dengan temperature yang lebih hangat.
26
2.5. Heat & Mass Balance
Heat & mass balance diagram merupakan diagram yang berisi
informasi mengenai keseimbangan energy pada siklus turbin.
Informasi yang ada berupa pressure, temperature, flow, dan
enthalpy di setiap titik peralatan inlet dan outlet. Selain itu terdapat
pula informasi mengenai turbin cycle heat rate, NPHR, GPHR,
steam rate, specific fuel consumption dan make up water
consumption. Heat & mass balance ini terdiri dari beberapa titik
pembebanan, biasanya yang tersedia 100%TMCR, 75% TMCR,
50% TMCR, 35% TMCR (beban minimum), HP Heater Cut Off / Top
heater cut off, Operating TMCR dengan penambahan pemakaian
make up water, VWO (Valve Wide Open)/ BMCR (Boiler Maximum
Continuous Rate). Data-data ini berguna sebagai acuan saat
komisioning, pembanding saat performance monitoring, acuan
didalam melakukan modifikasi cycle, estimasi heat rate saat heater
dilakukan pemeliharaan (out off service).
1. TMCR (Turbine Maximum Continuous Rate)
TMCR merupakan kondisi turbin dioperasikan pada beban
penuh secara kontinyu, dan masih ada span dari kondisi
maximumnya (valve wide open). TMCR biasanya dapat
digunakan sebagai pembanding saat operasi normal pada
beban yang ditentukan.
2. VWO (Valve Wide Open)
VWO (Valve wide open) atau kadang juga disebut BMCR
(Boiler maximum continuous rate) merupakan kondisi dimana
valve turbin terbuka penuh, dan beban yang dibangkitkan
28
2. Perhitungan NPHR Metode Heat Loss
𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 𝐶𝐶𝐶𝐶𝑑𝑑𝑑𝑑𝐶𝐶𝐶𝐶𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑁𝑁𝑁𝑁𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐶𝐶𝐶𝐶𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺
𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 = .
𝜂𝜂𝜂𝜂𝐵𝐵𝐵𝐵𝐶𝐶𝐶𝐶𝐵𝐵𝐵𝐵𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶𝐶 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝐶𝐶𝐶𝐶
30
11. Calcination Lost (Jika
menggunakan Limestone)
12. UnCounted Lost (Manufaktur
margin)
4 Boiler Stoker 1. Dry Gas Lost
2. Moisture in Fuel Lost
3. Moisture form Burning
Hydrogen in fuel Lost
4. Moisture in Air Lost
5. Radiation Lost
6. Sensible Heat in Bottom Ash
7. Sensible Heat in Fly Ash
8. CO Lost
9. Unburned Carbon Lost
(Combustible in Bottom Ash &
Fly Ash)
10. UnCounted Lost (Manufaktur
margin)
32
No Tipe Boiler Jenis Heat Credit
1 PLTU Gas/ 1. Entering Air
Minyak 2. Moisture Entering with Inlet Air
3. Sensible Heat in Fuel
4. Fan Credit
2 Boiler Pulveriser 1. Entering Air
Coal 2. Moisture Entering with Inlet Air
3. Sensible Heat in Fuel
4. Fan Credit
3 Boiler CFBC 1. Entering Air
2. Moisture Entering with Inlet Air
3. Sensible Heat in Fuel
4. Fan
5. Reaksi Sulfation (Jika
menggunakan limestone)
6. Sensible heat in sorbent (jika
menggunakan aditit atau
sorben)
4 Boiler Stoker 1. Entering Air
2. Moisture Entering with Inlet Air
3. Sensible Heat in Fuel
4. Fan Credit
34
13. Perhitungan APH Leakage
%𝑂𝑂𝑂𝑂2 𝑂𝑂𝑂𝑂𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏 − %𝑂𝑂𝑂𝑂2 𝐼𝐼𝐼𝐼𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀
% 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐹𝐿𝐿𝐿𝐿𝐹𝐹𝐹𝐹 = 𝑀𝑀𝑀𝑀 90
20,9 − 𝑂𝑂𝑂𝑂2 𝑂𝑂𝑂𝑂𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏
ℎ1 − ℎ2
𝜂𝜂𝜂𝜂 =
ℎ1 − ℎ𝐺𝐺𝐺𝐺
Dimana:
h1 : Enthalpy inlet turbin yang diperoleh dari tabel uap air
berdasarkan kondisi pressure dan temperature uap masuk
turbin.
h2: Enthalpy outlet turbin yang diperoleh dari tabel uap air
berdasarkan kondisi pressure dan temperature uap keluar
turbin.
hs: Enthalpy uap pada kondisi entropy yang sama, diperoleh
berdasarkan pressure yang keluar dari turbin dan entropy
yang masuk ke turbin (enthalpy pada kondisi pressure outlet
dan entropy inlet turbin).
36
2.7. Performance Test
2.7.1. Tujuan Performance Test
Ada beberapa tujuan dilakukannya performance test yaitu:
1. Untuk mengukur performa pembangkit apakah sesuai
dengan kontrak yang telah disepakati antara owner dan
kontraktor (Guarantee condition). Ini dilakukan saat
komisioning.
2. Untuk melakukan monitoring performa pembangkit apakah
masih dalam kondisi optimal atau telah mengalami
degradasi secara operasi maupun mekanis.
3. Sebagai salah satu ukuran keberhasilan didalam
pelaksanaan overhaul. Untuk kondisi ini performance test
dilakukan sebelum dan sesudah overhaul.
4. Untuk mengukur dampak modifikasi peralatan, rehabilitasi,
perubahan SOP, perubahan tipe maupun kualitas bahan
bakar terhadap performa pembangkit.
38
Sebelum dilakukan pengambilan data dilakukan stabilisasi
kondisi operasi selama 1 jam atau sesuai kondisi unit
pembangkitnya.
40
2. Waktu Pengambilan Data
Waktu pengambilan data akan mempengaruhi
hasil perhitungan efisiensi, temperature udara
masuk pada siang hari maupun malam hari akan
memberikan dampak sebagai heat credit pada
efisiensi boiler metode heat loss, dan juga pada
temperature air pendingin masuk condensor.
3.1. Design Heat Rate, Best Achieveable Heat Rate & Operating
Heat Rate
42
adanya perbedaan antara kondisi lingkungan aktual dan
designnya.
2. Best Achieveable Net Heat Rate (Commisioning)
Best Achieveable net heat rate merupakan pencapaian nilai
net heat rate terbaik yang bisa dicapai pembangkit. Nilai ini
dicapai pada saat acceptance test (performance test
komisioning) atau saat kondisi pembangkit masih baru dan
dengan kondisi pengetesan tertentu. Secara umum kondisi tes
sesuai ASME PTC (close cycle/ tidak ada penambahan make
up water, dan tidak ada pembukaan blowdown dan venting
deaerator posisi close). Nilai yang dicapai ini dapat dikatakan
sebagai New & Clean.
3. Actual Net Heat Rate
Actual Net Heat Rate atau bisa disebut juga Operating Heat
Rate merupakan nilai heat rate aktual sesuai dengan kondisi
operasi normal. Nilai heat rate ini yang dapat dijadikan acuan
baseline untuk memonitor kondisi performa pembangkit.
4. Incremental Heat Rate
Merupakan nilai heat rate aktual pada kondisi beban yang
berbeda. Incremental heat rate menunjukkan karakter efisiensi
suatu pembangkit pada setiap kondisi pembebanan. Nilai ini
sering dijadikan acuan untuk nilai kontrak dan juga digunakan
sebagai baseline performance monitoring. Karakteristik heat
rate secara umum menunjukkan bahwa semakin tinggi beban
maka pembangkit akan memiliki efisiensi lebih tinggi demikian
sebaliknya. Hal ini diantaranya dapat disebabkan oleh karakter
44
Gambar 9. Incremental Heat Rate
46
• Cycle leakage • Aux steam ke
• Sootblower steam aux equipment
usage (Multi effect
• Coal handling power distilation,
consumption. desalination
• Steam coil plant)
• Fuel characteristic • Aux steam ke
(grindability, HHV, unit lainnya
moisture, ash) • Ejector
• Heat loss to
condensor
(excessive drain)
• Resirkulasi pada
feedwater dan
condensate water
• Excessive turbine
shaft seal leakages
• LP turbin efisiensi
• Kenaikan radiasi
boiler karena
degradasi pada
insulasi dan
perubahan skin
temperature.
48
Perhitungan main steam flow Penunjukan main steam flow di
merupakan jumlah dari DCS
Condensat atau feedwater flow,
spray dan kondensasi dari top
heater dan dikurangi dari leakage
di boiler dan siklus turbin dihitung
dari penurunan level deaerator,
steam drum dan hotwell sesuai
ASME PTC 6
ThermoCouple
Posisi : Outlet damper FDF
Jumlah point : 3 point (1
point 3 sensor)
FLUEGAS ThermoCouple
Posisi : Outlet APH sisi Flue
Gas
Jumlah point : 7 point (1
point 3 sensor)
Gas Analyser
Inlet – Outlet APH
50
1. Baseline berupa kurva NPHR yang diperoleh dari minimal 3
titik beban yang berbeda, secara umum jika memungkinkan
besarnya titik beban adalah 100% TMCR, 75% TMCR, 50%
TMCR atau menyesuaikan dengan kondisi unit masing-
masing.
2. Nilai NPHR tersebut merupakan hasil pengujian (Performance
Test) dengan kondisi operasional yang optimum (New &
Clean), bukan merupakan hasil uji komisioning.
3. Jika pengujian belum dilakukan pada kondisi operasional
maka dapat menggunakan estimasi NPHR menggunakan
basis design atau komisioning yang sudah terkoreksi.
4. Tetapkan basis perhitungan apakah menggunakan LHV base
atau HHV Base, secara umum HHV base lebih banyak
digunakan untuk performance monitoring. Jika menggunakan
HHV base untuk monitoring serta baseline data yang ada
menggunakan NPHR LHV base, lakukan konversi dari LHV ke
HHV base. Berikut adalah cara untuk mengkonversi dari LHV
ke HHV base:
𝑁𝑁𝑁𝑁𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻
𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 (𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 𝐵𝐵𝐵𝐵𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀) = � � × 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝑁𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 (𝐿𝐿𝐿𝐿𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻 𝐵𝐵𝐵𝐵𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀)
𝑁𝑁𝑁𝑁𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻
𝑁𝑁𝑁𝑁𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻
= 𝑁𝑁𝑁𝑁𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 𝐿𝐿𝐿𝐿𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻𝐻
+ �5,72
× (𝐽𝐽𝐽𝐽𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏ℎ 𝐻𝐻𝐻𝐻2 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆 + 𝐽𝐽𝐽𝐽𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏𝑏ℎ 𝐻𝐻𝐻𝐻2 𝑂𝑂𝑂𝑂 𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀𝑀 𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆 )�
5. Memberi margin 3-5% untuk dari kondisi komisioning ke
kondisi operasional pada beban yang sama melalui
52
bab 4. Untuk pemakaian make up water dapat merefer ke heat
& mass balance diagram design, untuk unit tertentu kapasitas
330MW pemakaian make up water pada beban 100%TMCR
sebesar 3%. Untuk pemakaian aux power dapat melakukan
mapping antara konsumsi saat komisioning dan konsumsi saat
operasi normal, peralatan yang dioperasikan saat kondisi
normal ditambahkan kedalam perhitungan pemakaian sendiri,
atau dapat juga diasumsikan kenaikannya dalam prosentase
tertentu. untuk total moisture dan hydrogen dapat mengacu
pada rencana penggunaan kualitas batubara saat kondisi
operasi normal.
Contoh perhitungan sebagai berikut:
NPHR
Komisioning pada
beban 100% 3956,39 kCal/kWh
Dampak
Persentase terhadap
Koreksi Heat Rate Unit
Koreksi
Penambahan
Make Up water Naik 5% 1,2% 47,5 kCal/kWh
Koreksi
Pemakaian
Sendiri naik 3% 3% 118,7 kCal/kWh
Koreksi Moisture
Batubara naik 5% 0,50% 19,8 kCal/kWh
Total 4,7% 186,0 kCal/kWh
Gap Koreksi thd
Komisioning 4,7%
54
Grafik incremental NPHR berdasarkan data diatas adalah :
NPHR
4100
3900
NPHR (kCal/kWh)
3700
3500
3300 NPHR
y = 1E-05x2 - 0,2975x + 5540,8
3100 R² = 1 Poly. (NPHR)
2900
2700 Poly. (NPHR)
2500
4000 9000 14000 19000
Netto Load (kWh)
Jika beban net aktual saat ini adalah 6,78 MW dan tidak
tersedia data 100% TMCR maka baseline NPHR komisioning
yang dikoreksi dengan margin 3% adalah sebagai berikut:
Dari persamaan diatas diinputkan beban aktual saat ini
sebesar 6,78
Margin NPHR Baseline pada beban 6,78 MW
= 3% * [(0,00001*(6,78^2))-(0,297*6,78)+5540]
= 119,58 kCal/kWh.
Sehingga NPHR Baseline pada beban 6,78MW adalah
sebagai berikut:
= 119,58 kCal/kWh + [(0,00001*(6,78^2))-(0,297*6,78)+5540]
= 4105,6 kCal/kWh.
Misalkan NPHR aktual saat ini adalah 4500 kCal/kWh pada
beban net 6,78 MW maka gap antara NPHR aktual saat ini
dan baseline adalah sebesar
HEAT RATE OPTIMIZATION 55
= 4500 kCal/kWh - 4105,6 kCal/kWh
= 394,4 kCal/kWh.
Gap inilah yang akan digunakan sebagai target improvement.
Sebagai catatan sebaikanya data incremental NPHR yang
digunakan sebagai baseline adalah
• Data performance test dengan kondisi operasional
(open cycle) terbaik (dalam kondisi New & Clean/ baru
dan bersih, setting boiler masih kondisi optimum,
setelah komisioning pertama, atau setelah dilakukan
overhaul pertama). Namun jika tidak tersedia dapat
menggunakan data komisioning yang telah dikoreksi.
• Alat ukur dan metode pengukuran dan perhitungan
antara baseline dan monitoring sama.
• Alat ukur telah terkalibrasi
• Kelas accuracy alat ukur telah diketahui.
56
Beberapa kesalahan yang terjadi berdasarkan pengalaman
dilapangan seperti pada gambar diatas, NPHR realisasi operasional
sangat tinggi karena langsung membandingkan NPHR akumulasi
operasional dengan kondisi komisioning pada beban 100%. Untuk
itu diperlukan pembanding yang standard dan pada kondisi yang
sama, baseline NPHR komisioning harus dikoreksi terlebih dahulu.
58
main steam pressure, spray superheater, excess air (O2
content), outlet fluegas temperature, vacum kondensor,
pemakaian make up water. Trending data ini dapat
dilakukan setiap shift. Operator mengisi logsheet khusus
monitoring efisiensi. Trending ini juga dapat digunakan
untuk mengoperasikan sootblower sesuai kebutuhan.
Sootblower yang berlebihan dapat berakibat kenaikan
konsumsi make up water yang juga akan menaikkan
konsumsi aux power karena pengoperasian WTP melebihi
kebutuhan, mempercepat terjadinya erosi pada tube
boiler, serta menaikkan losses moisture pada boiler.
Monitoring vacum juga dapat digunakan sebagai acuan
untuk mengoperasikan on line cleaning condensor (ball
cleaning system/ bola taprog).
b. Trending Data Bulanan
Trending data bulanan meliputi seluruh aspek efisiensi
pembangkit secara keseluruhan. Data diperoleh dengan
melakukan performance test secara rutin. Secara umum
parameter utama yang digunakan untuk melakukan
trending adalah NPHR, Turbin cycle heat rate, efisiensi
boiler, TTD, DCA, Vacum condensor, Aux power
consumption, efisiensi turbin, air heater effectiveness, air
heater leakage, make up water consumption dan
parameter lainnya. Trending data bulanan dapat
menggunakan metode best practice (gap heat rate) yang
ada pada EPRI Heat Rate Improvement atau Heatrate
60
plant lebih akurat dan terukur dibanding metode gap
heat rate. Sedangkan kekurangan metode ini adalah
membutuhkan alat ukur yang lebih banyak serta
membutuhkan perhitungan yang lebih detail.
• Menggunakan metode Gap Heat Rate, metode ini tidak
membutuhkan banyak perhitungan, kenaikan/
penurunan heat rate dapat diestimasi secara langsung
dengan cepat menggunakan beberapa parameter yang
terdapat pada tabel yang dikutip dari EPRI Heat Rate
Improvement atau Heatrate Handbook 4th By Southern
company Generating plant performance yang
mengalami perubahan nilai terhadap nilai referensi/
yang diharapkan (expexted).
Keuntungan metode ini tidak memerlukan banyak alat
ukur dan perhitungan efisiensi boiler metode heat loss.
Sedangkan kekurangan metode ini kadangkala
terdapat unexplained gap, dan hasil perhitungan masih
berupa estimasi dan kurang akurat.
• Metode ketiga adalah menggunakan bantuan software
komersial seperti gatecycle, termoflow, cycle tempo.
Dengan menginputkan parameter maka dapat
diperoleh output parameter dan kondisi performa
peralatan. Bantuan software dapat dilakukan jika
diperlukan optimisasi heat rate dengan melakukan
modifikasi cycle, ataupun apabila data-data design,
komisioning suatu pembangkit tidak ada. Sehingga
62
heat rate, efisiensi turbin, pressure ratio.
3. Performa Condensor
Performa condensor yang diamati adalah nilai
vacuum condensor, TTD, cleanliness factor.
4. Performa Feedwater Heater
Parameter yang diamati adalah heater
effectiveness, TTD dan DCA.
5. Auxiliary Power Consumption
Membandingkan power consumption actual
dan nilai baseline.
6. Air Heater
Air heater leakage, air heater effectiveness,
average cold end temperature, flue gas
temperature no leakage, x-ratio.
5. Selain melakukan perhitungan diatas juga dapat
melakukkan analisa dengan memperhatikan hubungan
dan pengaruh suatu parameter terhadap parameter
lainnya, atau peralatan yang satu dengan peralaan
yang lainnya (dalam ASME PTC PM dikenal dengan
sebutan cycle interrelationship).
6. Seringkali analisa juga membutuhkan pengamatan
pada parameter-parameter lainnya sebagai alat bantu
diagnosa penyebab penurunan efisiensi.
7. Pengamatan data dapat juga dilakukan dengan
melihat trending data parameter dan mengamati
perubahan trend apakah terjadi kenaikan/ penurunan
64
Throttle Pressure 10 Psi 0,025% 100kPa 0,036% $49,68
Heater B 5˚F 0,01% 5˚C 0,018% $38
Heater C 5˚F 0,05% 5˚C 0,09% $190
Heater D 5˚F 0,03% 5˚C 0,054% $114
Heater E 5˚F 0,04% 5˚C 0,07% $152
Heater F 5˚F 0,04% 5˚C 0,07% $152
Heater G 5˚F 0,025% 5˚C 0,045% $95
SH Spray 1% steam 0,025% - - $51,3
Flow
Generator 15PsiG H2 0,06% 150kPa 0,09% $123,12
Efisiensi
Excesss drain to unaccounted
condensor
Excess steam jet unaccounted
air ejector in
service
Excess unaccounted
recirculation
Operator Controllable
Parameter Penyimpangan Dampak
terhadap ΔHR
Outlet Fluegas Temperature +10˚F +0,25%
(Coal 12000 Btu/lb)
Outlet Fluegas Temperature +10˚F +0,35%
(Coal 8000 Btu/lb)
Outlet Gas O2 +1% +0,29%
Main Steam Temperature +10˚F -0,15%
(Subcritical Unit)
Main Steam Temperature +10˚F -0,20%
(Supercritical Unit)
Plant Controllable
Parameter Penyimpangan Dampak
terhadap ΔHR
Condensor Pressure 1"Hg Thermal Kit
Station Service +1% +1,00%
Final Feedwater Temperature +5˚F -0,10%
Unburned Carbon +1% +1,00%
Steam Coils +1% of MSF +0,37%
(From drum)
Steam Coils +1% of MSF +0,25%
(From Cold Reheat)
Turbine Cycle Components
Parameter Penyimpangan Dampak
terhadap ΔHR
HP Turbine Efficiency +1% -0,18%
(Reheat Unit)
HP Turbine Efficiency +1% -0,60%
(Non Reheat Unit)
IP Turbine Efficiency +1% -0,17%
LP Turbine Efficiency +1% -0,45%
BFP Efficiency +1% -0,02%
66
BFPT Efficiency +1% -0,02%
Top Heater TTD +5˚F +0,10%
Others Heater TTD +5˚F +0,03%
Boiler Components
Parameter Penyimpangan Dampak
terhadap ΔHR
Coal Moisture +1% +0,10%
(12000 Btu/lb Coal)
Coal Moisture +1% +0,17%
(8000 Btu/lb Coal)
Coal Hydrogen +1% +0,80%
(12000 Btu/lb Coal)
Coal Hydrogen +1% +1,20%
(8000 Btu/lb Coal)
Air Heater Leakage +1% +0,05%
Air Heater effectiveness +1% -0,15%
FD Fan Inlet Air +10˚F -0,05%
Temperature
Mill Outlet Temperature +10˚F -0,04%
Parameter ΔHR
Heater Teratas tidak beroperasi 1,2%
Heater selanjutnya tidak operasi dengan 1,4%
drain heater teratas ke kondensor
Kedua HPH tidak operasi 2,20%
Heater teratas dan heater dibawahnya tidak 1,10%
operasi (Dual paralel Train Design)
1 LPH tidak operasi 3 - 5%
Heat Loss due to moisture in air % 0,121 0,08 0,07 0,08 0,11 0,08 0,08 0,08 0,08 -
Heat Loss due to radiation % 0,24 0,18 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,38%
Heat Loss due to CO % 0 0,00 0 0 0 0 0 0 0 0,9%
Total Loss % 9,97 11,52 12,95 12,81 14,32 13,17 12,89 12,98 12,91 15,09%
Efisiensi Boiler before correction % 86,61 87,05 87,19 85,68 86,83 87,11 87,02 87,09 84,9
Efisiensi Boiler % 89,55 86,26 86,45 86,6 85,09 86,23 86,53 86,42 86,49 -
Performance Parameter
Main Steam Flow Ton/Jam 416,40 397,1 405,553 391,72 403,23 390,2 395,54 407,32 395,14 388,29
Main Steam Pressure Kg/cm2 87,1 88,0 88 87,98 88,06 88,04 87,97 87,84 87,99 88
Main Steam Temperature ˚C 512 509,5 509,53 509,54 509,8 509,77 509,49 509,16 509,3 509,5
Steam rate 4,03 4,6 4,72 4,61 4,74 4,59 4,65 4,63 4,65 4,57
SFC Nm3/kWh 0,27 0,28 0,27 0,283 0,261 0,273 0,2821 0,2689 0,274
O2 Outlet Economiser % 0,83 1,5 1,35 1,9 5,45 1 1 0,05 0,85 0,4
CO Outlet Economiser % 0 0,1 0 0 0 0,01 0,04 0,08 0,03 0,3
Excess Air Ratio 1,038
Flue Gas Temperature ˚C 146,3 119,7 113,17 114,99 129,95 121,08 117,03 121,74 117,07 122,9
Spray Water Flow Ton/Jam 29,939 85,0 89,49 88,516 79,2 85,9 87,83 75,87 86,39 86,56
% Spraywater % 7,19% 21,41% 22,07% 22,60% 19,64% 22,01% 22,21% 18,63% 21,86% 22,29%
Make Up Water Flow Kg/Jam 2800 426,2 20,52 9,64 405 656 808 403,5 681 -
Final Feedwater Temp ˚C 236,5 229,6 230,33 229,93 229,65 228,97 229,47 230,9 228,8 228,8
Condensor Vacuum mmHg 693,06 685,3 693,33 691,33 691 680 688 675 684 680
Fuel
HHV Oil kCal/Kg 10449 - - - - - - - - -
HHV Gas BTU/Scf 1137,42 1041,88 1043,44 1206,29 1169,42 1159,82 1164,15 1155,37 1159,00
Specific Weight kg/nm3 0,83 0,848 0,719 0,884 0,854 0,846 0,851 0,843
Specific Gas Consumption Nm3/kWh 0,27 0,280 0,274 0,283 0,261 0,273 0,282 0,269 0,274
Performance
Gross Plant Efficiency % 29,58 31,34 31,99 26,78 29,85 28,88 27,84 29,43 30,50
Net Plant Efficiency % 0,34 24,76 30,09 30,7 25,7 28,62 27,72 26,74 28,23 27,44%
GPHR kCal/kWh 2940,01 2743,89 2688,67 3211,35 2880,59 2977,85 3088,6 2922,4 3006,77
NPHR kCal/kWh 2533,73 3100,90 2858,24 2801,61 3346,08 3005,33 3102,77 3216,13 3046,31 3133,95
68
d. Contoh Perhitungan Heat Rate Analysis menggunakan
metode kedua
4,15
𝐿𝐿𝐿𝐿𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺𝐺 = × 0,29% × 3300 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎�𝑎𝑎𝑎𝑎𝑘𝑘𝑘𝑘ℎ = 39,72 𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎�𝑎𝑎𝑎𝑎𝑘𝑘𝑘𝑘ℎ
1
70
Slagging Waterwall Coal quality
Burner Flame position
Fouling Superheater Fluegas temp
Reheater exceed expected
Air Heater value
Scalling Waterwall Water quality
Economiser tubes
Modus : Fouling
b. Turbin
Modus Lokasi Penyebab
Degradasi
Mechanical Blade turbin, Material asing,
Damage thermal insulation Improper installation
72
Erosi Nozzle Lifetime
Blade
Korosi All parts Water chemistry
Blade Turbin
Modus: Deposit
Turbin
Modus: Uniform
corossion
74
c. Pump
Modus Lokasi Penyebab
Degradasi
Wear Impeller Lifetime,
cavitation
Rub Shaft Vibration
d. Fan
Modus Lokasi Penyebab
Degradasi
Wear Blade Lifetime
e. Air Heater
Modus Lokasi Penyebab
Degradasi
Erosi Elemen Gas velocity
76
Tubular Type Air
Heater
Modus: Leakage
tube akibat korosi di
PLTU Air Anyir
f. Feedwater Heater
Modus Lokasi Penyebab
Degradasi
Leakoff, Tubes, baffle, Corrosion, lifetime
leakthrough venting valve,
drain valve
Erosi Tubes Water flow dikarenakan
tube diplug sehingga
kecepatan naik pada
flow yang sama
Corossion All Parts Lifetime, water
chemistry
Scalling Tubes Lifetime, water
chemistry
78
BAB V
HEAT RATE OPTIMIZATION
1. Define
Pada tahap ini user menentukan tujuan yang hendak
dicapai, target, pembuatan dan penentuan baseline heat
rate atau mencari posisi performance unit saat ini. Pada
tahap ini user juga mengumpulkan data design, spesifikasi
teknis peralatan, heat balance diagram, data performace
test report komisioning, memberikan batasan-batasan
system, menentukan asumsi, metode test, perhitungan
serta pengukuran yang ingin dilakukan. Dapat mengacu
pada bab 3 dan 4.
2. Measurement
Pada tahap ini user melakukan pengumpulan data (data
collection), pengukuran ataupun perhitungan heat rate.
Poin penting jika melakukan performance test adalah
kondisi performance test harus sama pada setiap
monitoring, hal ini untuk mempermudah pengamatan
terhadap deviasi parameter yang terjadi.
4. Improvement
Pada tahapan ini membuat program perbaikan heat rate.
Program dapat berupa rekomendasi dari sisi operasi,
pemeliharaan maupun perubahan design dan modifikasi
serta cost benefit analysis. Dapat mengacu pada sub bab
5.
5. Control
Tahap control merupakan monitoring terhadap program-
program yang telah dibuat serta mengukur dampak
perubahan terhadap heat rate dari program yang sudah
dijalankan. Jika program yang dijalankan tidak memberikan
dampak perubahan penurunan heat rate maka perlu
dilakukan evaluasi dan kajian ulang. Dapat mengacu pada
sub bab 5.
80
5.2. Root Cause Heat Rate Losses
a. Penyebab Heat Rate Losses
82
c. Penyebab Feedwater Losses
84
f. Penyebab Electrical Aux Power Losses
86
Sebagai contoh jika akan melakukan analsis pada
NPHR maka batasan imaginer yang dibuat meliputi
keseluruhan plant dan peralatan. Beberapa contoh
pengaruh peralatan terhadap peralatan lainnya dan
batasan peralatan yang perlu dibuat agar analisa
menjadi tepat dan akurat adalah sebagai berikut:
Water temperature inlet condensor akan
mempengaruhi performa kondensor dan
memilik dampak terhadap kinerja turbin dan
NPHR. Semakin rendah water temperature inlet
condensor maka panas yang terbuang dari
kondensor akan semakin besar.
Kondisi lingkungan/ ambien akan mempengaruhi
efisiensi boiler, semakin tinggi temperatur udara
masuk maka heat credit/panas yang dimasukkan
ke boiler akan semakin besar sehingga efisiensi
boiler akan lebih baik.
Fuel quality akan mempengaruhi efisiensi
boiler, kandungan hydrogen yang semakin
tinggi akan menaikkan heat lost due to burning
hydrogen, kandungan total moisture yang
semakin tinggi akan menaikkan heat loss due to
moisture in fuel.
Low load operation akan mempengaruhi
efisiensi turbin cycle karena Steam flow akan
mempengaruhi exhaust hood lost turbin.
88
• Operational interrelationship
Monitoring dengan melihat pengaruh operational
parameter terhadap performance.
Beberapa contoh interaksi operasional adalah sebagai
berikut:
Kenaikan reheat spray flow akan menaikkan output
generator, untuk fix throtle flow akan menaikkan
NPHR.
Menurunkan condensor pressure akan menaikkan
output generator hingga pada kondisi exhaust
mengalami choking, pada kondisi ini output generator
akan menurun disebabkan condensat water yang
lebih rendah akan memerlukan steam ekstraksi yang
lebih banyak untuk mencapai kondisi upstream.
Menaikkan excess air akan menurunkan unburned
carbon namun menaikkan dry gas loss karena dry gas
flow akan naik.
Menaikkan coal fineness akan menurunkan unburned
carbon namun akan menaikkan aux power
consumption mill dan crusher serta akan menaikkan
potensi terjadinya wear pada peralatan.
Kondisi absorbsi furnace, slagging dan fouling akan
mempengaruhi turbin cycle heat rate karena akan
berpengaruh terhadap steam temperature dan
superheater spray flow.
• Mechanical interrelationship
Mechanical interrelationship menunjukkan pengaruh
kondisi mekanis suatu peralatan terhadap performa plant.
Sebagai contoh:
Fouling pada tube kondensor akan mempengaruhi
condensor pressure
Air heater seal degradation akan menyebabkan
kebocoran udara yang lebih besar dan masuk ke
aliran fluegas sehingga menaikkan fan power.
Mengganti economiser dengan finned tubes akan
mempengaruhi efisiensi boiler, fan power, dan heat
rate.
Degradasi pada part turbin akan mempengaruhi
efisiensi turbin, final feedwater heater, dan heat rate.
90
heat & mass balance ini contohnya adalah valve bypass
heater, valve resirkulasi, valve emergency drain menuju
kondensor, bypass valve turbin, venting yang normally
closed. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan
memeriksa kondisi valve sudah tertutup rapat
(tightness), memeriksa suhu pipa setelah valve (suhu
akan tinggi jika ada kebocoran dalam), pemeriksaan
dapat dilakukan menggunakan termogun, termografi,
atau sentuhan tangan namun tetap memperhatikan
aspek safety.
b. Penambahan Make up water
Optimisasi lainnya adalah penambahan make up water
hendaknya dilakukan ke bagian peralatan yang memiliki
temperature paling rendah pada sistem heat & mass
balance, dalam hal ini area yang memiliki temperature
paling rendah adalah hotwell.
c. Feedwater Heater
Pengoperasian heater pada level normal sangat
mempengaruhi TTD dan DCA dan berpengaruh
terhadap performa heater. Level heater rendah dan
tinggi akan menaikkan heat rate.
d. Condensor
Vacum kondensor sangat berpengaruh terhadap heat
rate. Penurunan vacum kondensor memberikan
kontribusi terbesar terhadap kenaikan heat rate dan
penurunan daya turbin.
92
Gambar 19. Pengaruh Excess Air terhadap Boiler Losses
Sumber: Sumber: ASME PTC Performance Monitoring
Guidelines
• Excess Air
Excess air harus berada pada jumlah yang minimum
namun tanpa menghasilkan gas CO dan membatasi
unburn carbon. Besaran excess air secara umum dapat
mengacu pada tabel berikut ini.
94
HEAT RATE OPTIMIZATION 95
Gambar 21. Sumber The Babcock & Wilcox Company :
Steam, its generation & use
96
• Air Infiltration
Kebocoran udara terutama pada boiler dengan sistem
balance draft perlu diminimalisir untuk mengurangi
berat gas yang dibuang. Panel membran pada furnace,
sambungan las pada ducting, casing, dan expansion
joint perlu untuk dilakukan pemeriksaan saat outage.
• Gas Bypassing
Gap yang berlebihan pada tube bank menyebabkan
gas ter bypass.
• Gas Leakage
Pada design tertentu, ducting bypass untuk melindungi
air heater dari korosi pada temperatur rendah selama
start up dan beban rendah sangat efektif namun pada
saat operasi normal sangat sulit untuk di isolasi secara
sempurna. Disarankan untuk menggunakan damper
pneumatik.
98
• Menurunkan excess air pada titik optimumnya akan
menurunkan fan power.
• Untuk fan kecil hingga 150 kW dapat menggunakan
belt drive untuk pengoperasian rpm yang optimum
pada duty point yang mengkonsumsi power paling
rendah.
• Penggunaan variable speed coupling terutama pada
beban yang lebih rendah akan membantu menurunkan
konsumsi daya dibandingkan dengan penggunaan inlet
guide vane.
• Penggunaa variable frequency drive pada variasi
kecepatan motor juga menurunkan konsumsi daya
namun membutuhkan biaya investasi yang lebih mahal.
• Jika kapasitas fan yang dibutuhkan besar maka
disarankan menggunakan fan axial flow. Biaya
investasi lebih mahal namun lebih ekonomis pada
kapasitas yang besar berdasarkan life cycle costing.
100
1. Coal sizing adalah karakteristik paling penting yang
mempengaruhi performance boiler stoker, ukuran
yang sangat halus seperti butiran pasir akan
memberikan dampak erosi pada peralatan fuel
handling, memiliki potensi pembentukan clinker
(pengerasan slaging), meningkatkan unburnt loss
sehingga menurunkan efisiensi boiler. Gambar diatas
memberikan batasan ukuran batubara untuk boiler
stoker.
2. Pada saat pembakaran membebaskan 35-50% (40-
60% untuk bahan bakar volatile tinggi) dari panas
bahan bakar dan sisanya pada grate pada lapisan
film dengan ketebalan 50-80 mm.
3. Besarnya heat release 2,37MW/m2 atau 2,03 x 106
kCal/m2/jam untuk bahan bakar batubara.
4. Batasan penting untuk menghindari slagging adalah
besarnya heat input per lebar furnace harus lebih
kecil dari 14,2 MJ/jam atau 3,4 x 106 kCal/jam,
5. Besarnya ash discharge harus lebih kecil dari 530
kg/m/jam untuk membatasi unburnt lost.
6. Excess air pada kondisi full load dapat dibatasi 30%
dan meningkat bertahap hingga 50% pada beban
sebagian.
7. Primary air pressure dari bawah yang diperlukan 40
mm w.g. (0,3922 kPa) Kecepatan udara melalui bed
102
dinaikkan maka pressure drop di bed naik secara
proporsional. Hingga pada titik dimana material bed
melayang-layang dan berperilaku seperti fluida (free
flowing fluid). Dengan meningkatnya gas flow maka gas
bubble akan mulai terbentuk, boiler yang bekerja pada
area ini merupakan tipe bubbling fluidized bed
combustion. Proses yang sama dengan terbentuknya
bubbling pada air yang dipanaskan. Dengan kenaikan gas
maka bubbling akan semakin membesar, material yang
lebih berat akan tetap berada di area bawah sementara
material yang lebih ringan akan terangkat lebih tinggi, jika
kecepatan gas dinaikkan maka bubbling gas akan
berpusar dan memenuhi seluruh ruangan. Pada fase ini
merupakan fase turbulen. Namun pressure drop tetap
sama. Pada fase ini campuran material yang ringan dan
berat akan bersirkulasi.
Ketika aliran gas kecepatannya terus dinaikkan maka aliran
akan memasuki fase entrained flow (akhir dari fase fluidisasi)
yang merupakan fase solid partikel transport. Ketika partikel
tidak beresirkulasi maka pressure drop akan menurun dan
solid partikel akan meninggalkan chamber. Propertis fisik
dari fluid dan bed material (viscosity, density, particle size
seperti pada gambar berikut. Dengan kenaikan gas bed
velocity pressure drop akan konstan pada semua range
fase fluidisasi akan tetapi tetapi pressure drop akan
menurun ketika memasuki fase transport regime.
104
b. Desulfurization
Proses desulfurisasi pada CFB dapat dilakukan jika
batubara yang digunakan mengandung kadar sulfur
medium dan tinggi. Sehingga CFB dapat dioperasikan
tanpa proses desulfurisasi jika batubara yang digunakan
menggunakan kadar sulfur rendah.
Ada 3 reaksi yang terlibat dalam proses desulfurisasi ini
yaitu:
• Reaksi Calcination
• Reaksi Sulfation
106
Gambar 23. Kurva Pengaruh rasio Ca/S terhadap Sulfur
removal.
108
5.7.2. Karakteristik Fluidized Bed Combustion
• Komposisi udara pada CFBC boiler adalah 60% primary
air dari bawah combustor (bed nozzle) pada tekanan
tinggi untuk proses fluidisasi dan 40% secondary air dari
sisi freeboard (diatas bed) untuk kebutuhan pembakaran
sempurna. Kecepatan fluidisasi 7-8m/detik dan dapat
dikurangi hingga 6m/detik.
• Ukuran batubara jenis lignite 10mm.
• Fines coal (<1mm) masih dapat ditoleransi hingga 40%
dari total bahan bakar yang masuk furnace,
• Surface moisture maksimum 15%.
• Ukuran limestone 1mm tergantung dari kemurnian dan
reaktivity
• Batubara dengan kandungan ash tinggi (>15%) tidak
memerlukan tambahan bed material selain ash untuk
kestabilan bed. Ash dapat menggantikan fungsi bed
material.
• Penambahan limestone diperlukan hanya jika proses
desulfurisasi diperlukan (kandungan sulfur tinggi), dan bed
temperature harus dioperasikan pada kisaran 850˚C untuk
proses desulfurisasi.
• Untuk batubara jenis lignite yang memiliki titik leleh
kandungan alkaline dan ash fusion temprature rendah,
bed temperature dibatasi sekitar 800˚C untuk mencegah
penggumpalan. Efisiensi desulfurisasi akan menurun pada
kondisi ini.
110
• CFBC ekonomis untuk kapasitas 100-150 ton per jam.
Sedangkan BFBC <100-150 tph.
112
3. Pembersihan/ Cleaning
Contoh: Mechanical cleaning, acid cleaning, pengoperasian
bola taprog, sand blasting, dry ice cleaning, membersihkan
sudu-sudu turbin, membersihkan tube-tube boiler yang
mengalami slagging.
4. Koordinasi dengan PDM untuk memonitor peralatan rotating.
5. Melakukan inspeksi saat unit masih online
Contoh: melakukan pengecekan pada valve drain, venting
(pengecekan dapat menggunakan termogun, thermografi atau
secara visual untuk area-area yang diduga mengalami
kebocoran).
6. Melakukan inspeksi peralatan saat Maintenance Outage atau
Plan Outage.
Contoh: Pengecekan sudu turbin terhadap adanya deposit,
erosi, atau keausan. Degradasi impeller, pengecekan clearance
stator dan rotor impeller pompa.
7. Melakukan modifikasi atau penambahan peralatan bila
diperlukan.
Contoh: penggunaan coal dryer, penambahan Heater,
penambahan economiser, penambahan air preheater dan lain-
lain.
114
NPHR PLTU Luar Jawa (Baseline - Aktual)
7000
300
6000 300
489.64 380
300 3500
185 423 300
5000
289
540 50
564 706 494 644
562
4000 170
484 154 235 347
203
512
3000
5117 4942
2000 4066 4066
3300 3300 3435 3396 3500
3009 2962
1000
0
PLTU Air PLTU Air PLTu Suge 1 PLTU Kendari PLTU Kendari PLTU Bolok 1 PLTU PLTU Tidore 2 PLTU Ropa 1 PLTU PLTU KKA 1
Anyir 1 Anyir 2 1 2 Banjarsari 2 Amurang 2
NPHR Baseline Faktor CF Faktor Operasi & Peralatan Losses yang belum teridentifikasi
116
Penyebab Kenaikan HR PLTU Air Anyir Unit 1
Other Losses
6%
Air Heater
Effectiveness Capacity
14% Factor
45%
Condensor
Back
Pressure
25%
Main Steam
Pressure Outlet O2
3% 7%
Air Heater
Effectiveness
Capacity Factor
11%
Air Heater Leakage 24%
6%
Final Feedwater
Outlet O2
Temp
5%
4%
Aux Power Main Steam Temp
Consumption 2%
5%
Main Steam
Condensor Back
Pressure
Pressure
3%
32%
120
digunakan sebesar 9062 kCal/Nm3, sedangkan kondisi
existing saat ini sebesar 9395.8 kCal/Nm3 dengan batasan
pasokan gas dari Pupuk Iskandar Muda (PIM) sebesar 7
MMBTUD. Dengan keterbatasan pasokan gas ini, PLTU KKA
hanya bisa dioperasikan pada kondisi beban Gross 8.2MW
setiap harinya.
122
menambahkan economiser akan menurunkan heat rate
sebesar 86,56 kCal/kWh. Sehingga total penurunan heat rate
sebesar 1509,94 kCal/kWh (termasuk improve setting excess
air ratio). Hasil improvement diperkirakan dari 5931,99 kCal
turun menjadi 4422,05 kCal/kWh pada beban 14 MW.
Tabel berikut ini merupakan hasil Performance Test yang
dilakukan pada tanggal 29 dan 30 April 2015. Untuk kasus
PLTU KKA metode analisis menggunakan detail perhitungan
karena memerlukan tingkat akurasi yang lebih tinggi
dibanding kondisi untuk performance monitoring.
Tabel. Hasil dari Performance Test dengan metode input-output
Counter Counter Pemakaian Nilai Energi Gross
Beban Netto GPHR NPHR (I/O)
Gas Awal Gas Akhir Gas Kalor Masuk Power
MW Nm3 Nm3 Nm3 kCal/Nm3 kCal kWh kWh kCal/kWh kCal/kWh
6 13626 14180 2770 9328,85 25.840.905,2 4120 6000 4306,8 6272,1
9 12229 13249 5100 9328,85 47.577.117,8 6990 8900 5345,7 6806,5
12 10595 11831 6180 9328,85 57.652.272,2 9800 11800 4885,8 5882,9
14 23602 24702 5500 9328,85 51.308.656,5 11750 13700 3745,2 4366,7
15 21631 22561 6200 9328,85 57.838.849,1 12190 14730 3926,6 4744,8
124
(menurut buku manual main steam temperature pada kisaran
443C), sedangkan pada beban 14 MW dan 15 MW, main steam
temperature mencapai 507°C dan 508°C. Hal ini
mengindikasikan over temperature.
Lighting
54T1 Power Plant & WTP Total
Workshop
kWh kWh kWh kWh kWh
6 MW 240 1700 100 75 2115
9 MW 425 1755 110 15 2305
12 MW 585 1800 105 60 2550
15 MW 740 2213,3 86,7 33,3 3073,3
14 MW 725 1780 90 20 2615
126
sehingga temperature exhaust dapat mencapai 50°C. Namun
kondisi baru menunjukkan bahwa temperature exhaust sebesar
45°C.
Untuk vacuum kondensor terjadi penurunan performance,
kondisi vacuum normal 683mmHg, sedangkan pada kondisi
pengetesan berada pada kisaran 622 hingga 670 mmHg.
Penurunan kevacuman ini dapat disebabkan tingginya nilai
main steam temperature pada beban 14MW dan 15MW, dan
juga jumlah fan cooler yang beroperasi lebih sedikit.
Dari hasil pengetesan menunjukkan bahwa fan cooler no 3 dan
4 memiliki nilai ampere paling besar 94,2 A dan 96,4 A.
Dibandingkan dengan fan cooler yang lain pada kisaran 88 dan
89A. Untuk BFPM bekerja pada daya 216kW (design pada titik
best efficiency point 400kW), ini menunjukkan bahwa BFPM
bekerja diluar titik efisiensi terbaiknya
Kesimpulan dari evaluasi performance test penyebab nilai heat
rate yang tinggi pada PLTU KKA disebabkan oleh:
a. Penurunan kinerja kondensor akibat tingginya exhaust
temperature turbin diindikasikan disebabkan oleh
tingginya main steam temperature inlet turbin dan jumlah
fan cooler yang beroperasi 4 buah.
b. Tingginya losses pada boiler yang disebabkan oleh
incomplete combustion, hal ini diindikasikan oleh
tingginya kandungan Carbon Monoxide (CO) pada flue
gas boiler. Tingginya CO ini disebabkan oleh rendahnya
excess air ratio (0,8-0,9).
128
c. Melakukan monitoring heat rate secara berkala setiap
shift, agar heat rate tetap terjaga pada kondisi
optimumnya.
d. Menggunakan uap extraksi untuk deaerator dari turbin
unit 1.
e. Turbin unit 1 diberi beban seminim mungkin (6 MW) jika
unit diperlukan untuk beroperasi menggunakan 2 unit.
f. Apabila unit hanya beroperasi 1 unit maka
direkomendasikan untuk mengoperasikan turbin unit 2.
Input data :
Feedwater Pressure 62.5 Kg/cm2
Feedwater Temperature 120’C
Deaerator Pressure 1.4 Kg/cm2
Vacuum Condensor -660mmHg
Total Aux Power 1780 kW
130
Steam turbin inlet temperature 430’C
Steam turbin inlet pressure 60 Kg/cm2
Mode simulasi :
• BFPT beroperasi
• Steam BFPT berasal dari HPS Header
• Efisiensi Turbin 1 78%, Efisiensi Turbin 2 82%
• Suplai uap untuk ejector, WTP, sealing, deaerator, BFPT.
• Vacuum kondensor normal.
132
• Uap ekstraksi yang digunakan Deaerator berasal dari
ekstraksi Turbin 2.
134
RIWAYAT PENULIS
136
Form Heat Rate Loss Matrix (Metode kedua breakdown losses)
d. Sulfur
Komponen/ Efek Konsekuensi Corrective Action
Parameter Proses Equipment
proses
Sulfur Menaikkan efek emisi Menaikkan Menaikkan Upgrade
retention efek emisi sorben sorbent feed
rate system.
Upgrade
limestone feed
system
e. HHV
Komponen/ Efek Konsekuensi Corrective Action
Parameter Proses Equipment
proses
Fuel feed HHV yang lebih rendah Load Menaikkan Upgrade coal
rate membutuhkan kapasitas berkurang firing rate feeder dan ash
coal feeder dan ash removal removal
system yang lebih besar system
Kualitas coal rendah Hasil analisa coal moisture naik SOP pengendalian batubara Pengendalian batubara Kajian kelayakan untuk penambahan
coal dryer untuk batubara low rank
Analisa bahan bakar, switching ke
1. Perubahan Kualitas batubara
bahan bakar dengan kandungan
8 Hydrogen Loss Naik 2. Kandungan Hidrogen pada Hidrogen Loss Naik
hidrogen lebih rendah jika
Gas lebih tinggi daripada
memungkinkan
Minyak
1. Kenaikan fluegas temp
Memonitor tren fluegas
2. Penurunan temp udara masuk
Elemen/ tube air heater kotor temperature (kenaikan lebih cepat Sootblow Air heater cleaning
boiler
<1 bulan)
3. Differensial pressure naik
1. Kenaikan fluegas temp
1. Monitor Trend
2. Penurunan temp udara masuk
Fouling 2. Membuat checklist untuk Sootblow Air heater cleaning
boiler
Air Heater Effectiveness diusulkan pada saat MO/PO
9 3. Differensial pressure naik
turun
1. Kenaikan oksigen content 1. Monitor Trend
Flue Gas duct leakage 2. Penurunan temp flue gas antara 2. Membuat checklist untuk Buat SR Repair
inlet - outlet air heater diusulkan pada saat MO/PO
1. Kenaikan fluegas temp
Elemen/ tube material Lakukan tren efektifitas air heater,
2. Penurunan temp udara masuk Buat SR Repair, replace
mengalami degradasi tren kecenderungan mengalami
boiler
penurunan secara gradual (tahunan)
1. Selisih oksigen outlet inlet air
1. Bocor karena
heater naik 1. Monitor Trend 1. Untuk tipe rotary adjust seal Perlu kajian jika terjadi akibat faktor
korosi/degradasi
10 Air Heater Leakage 2. Air heater leakage naik 2. Membuat checklist untuk Buat SR clearance korosi (identifikasi pengembunan
2. Radial Clearance berlebihan
3. Average Cold End temperature diusulkan pada saat MO/PO 2. Untuk tipe tube Repair sulfur)
(tipe trisector rotary)
turun
Kebocoran air maupun uap tinggi (WTP Evaluasi pemakaian air untuk
Konsumsi air naik Buat SR Valve repair/ replace
beroperasi melebihi normal) memetakan losses pemakaian air
149
150
Mechanical Damage (Perubahan profil sudu- 1. Perubahan section efisiensi &
- Repair, replace broken part
nozzle) section pressure rasio tiba-tiba
Flow Area Decrease
1. Kenaikan pressure rasio yang tiba-
tiba
2. Kenaikan section efficiency yang Mengusulkan ke scop PO sesuai
Mechanical Blockage - Repair
tiba-tiba kebutuhan dan tingkat urgensi
3. Kenaikan upstream presure tiba-
tiba
-Kebocoran air maupun uap tinggi 1. Monitor tren pemakaian air Patrol check, pemeriksaan
Pemeriksaan termografi pada
-Normal venting berlebihan karena valve Pemakaian air naik 2. Memasukkan ke scope overhaul/ visual terhadap kebocoran air Repair / replace valve, flange, joints
151
Internal Damage
1. Amper naik
2. Flow turun Identifikasi berdasarkan trend
Trending data amper, flow,
Impeller wear 3. Discharge pressure low - Repair, replace vibrasi untuk memastikan
152
discharge pressure
4. Vibrasi naik (Blade pass frequency kerusakan internal part
naik)
1. Amper naik
Identifikasi berdasarkan trend
2. Flow turun Trending data amper, flow,
Shaft rub - Repair, replace vibrasi untuk memastikan
3. Discharge pressure low discharge pressure
kerusakan internal part
4. Vibrasi naik
1. Amper naik Identifikasi berdasarkan trend
Trending data amper, flow,
Mechanical Seal Rusak 2. Flow turun - Replace vibrasi untuk memastikan
discharge pressure
3. Discharge pressure low kerusakan internal part
1. Amper naik
Trending data amper, flow,
Antar stage impeller bocor 2. Flow turun - Cek clearance, repair
discharge pressure
3. Discharge pressure low
1. Amper naik Identifikasi berdasarkan trend
Trending data amper, flow,
Fluid coupling problem 2. Flow turun - repair vibrasi untuk memastikan
discharge pressure
3. Discharge pressure low kerusakan internal part
154
HEAT RATE OPTIMIZATION 155
156