Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

Varietas Lokal Padi Sawah Asal Sumatera Barat Berdaya Hasil Tinggi

VARIETAS LOKAL PADI SAWAH ASAL SUMATERA BARAT


BERDAYA HASIL TINGGI

Local Rice Varieties from West Sumatera Province


with High Yielding Ability
Abd. Aziz Syarif

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumbar


Jl. Raya Padang Solok km 40 Sukarami – Solok 27366
E-mail: abd.azizsyarif@yahoo.co.id

ABSTRACT

High elevation area is one of the agroecosystem of rice cultivation in West Sumatra,
comprising of about 15 percent of the total areas. Unlike for the low elevation area, the
number of high yielding (improved) varieties for this agroecosystem is very limited. Majority
of farmers cultivate low yielding local varieties. During 2011 and 2012 we conducted
exploration and individual selection of local rice population from four districts in West
Sumatra. The selected plants (288 panicles) were screened for low temperature tolerance
and good agronomic traits using head to row trial at high elevation rice field (920 m asl),
resulting 15 selected lines. The selected lines along with three check varieties (Sarinah,
Inpari 28, and Saganggam Panuah) were further evaluated for their yielding ability at the
same location using a Complete Randomized Block Design with three replications. Three to
four seedlings (4 weeks after seeding) were planted on 2.5x4 sqm plots with 25x25 cm
planting distance. The crop was fertilized with 300 kg/ha of NPK (15-15-15) and 100 kg/ha of
Urea. The results showed that 7 out of 15 tested lines gave significantly higher yield than
that of the three check varieties and one lines higher than one check variety. The lines
giving higher yields than that of three check varieties were Anak Daro Pandai Sikek-2 (7.76
t/ha), Randah Katumba-5 (6.43 t/ha), K. Kusiuk-SR-11-15 (7.31 t/ha), Katumba-3 (7.50 t/ha),
Kuniang Camat-2 (6.72 t/ha), Kusuma Putiah-3 (6.81 t/ha), K. Kusuik-Sr-29-2 (6.45 t/ha),
and Saribu Gantang Randah-9 (6.56 t/ha). The line giving higher yield than that of one
check variety was Ombilin Kuriak (6.13 t/ha). The yields of three check varieties were 5.32
t/ha (Sarinah), 5.55 t/ha (Inpari-28), and 5.49 t/ha (Saganggam Panuah). This research
proved that variability in local rice population can be exploited to obtain high yielding lines
through individual selection.

Keywords: high elevation rice, local varieties, high yield

ABSTRAK

Sawah dataran tinggi meliputi sekitar 15 persen luas total sawah di Sumatera Barat.
Berbeda dengan kondisi pertanaman padi sawah dataran rendah, jumlah varietas unggul
untuk ekosistem ini masih sangat terbatas. Umumnya petani masih menggunakan varietas
lokal berdaya hasil rendah. Pada tahun 2011dan 2012 telah dilakukan eksplorasi dan
seleksi individu (pure line selection) untuk mendapatkan individu tanaman yang unggul dari
populasi tanaman varietas lokal di beberapa kabupaten di Sumatera Barat. Observasi 288
individu hasil seleksi dengan metode malai per baris (head to row) di sawah dataran tinggi
(920 m dpl) menghasilkan 15 galur varietas lokal terpilih. Galur-galur ini bersama tiga
varietas pembanding (Sarinah, Inpari 28, Saganggam Panuah) diuji daya hasilnya pada MK
2012 pada lokasi yang sama. Pengujian dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak

689
Abd. Aziz Syarif

Kelompok dengan tiga ulangan. Bibit berumur 4 minggu ditanam pada plot-plot berukuran 4
x 2,5 m dengan jarak tanam 25 x 25 cm, 3-4 bibit/rumpun. Pemupukan dilakukan dengan
300 kg NPK (15-15-15) dan 100 kg urea yang diberikan tiga kali yakni 10 hari, 4 minggu dan
7 minggu setelah tanam masing-masing sepertiga bagian. Hasil pengujian menunjukkan
bahwa 7 dari 15 galur memberikan hasil nyata lebih tinggi dibanding hasil ketiga varietas
pembanding sedangkan satu galur lainnya hanya nyata lebih tinggi dari satu varietas
pembanding. Galur-galur yang hasilnya nyata lebih tinggi dibanding ketiga varietas
pembanding adalah Anak Daro Pandai Sikek-2 dengan rataan hasil 7,76 t/ha, Randah
Katumba-5 (6,43 t/ha), K. Kusuik-Sr-11-15 (7,31 t/ha), Katumba-3 (7,50 t/ha), Kuniang
Camat-2 (6,72 t/ha), Kusuma Putiah-3 (6,81), K. Kusuik-Sr-29-2 (6,45 t/ha), dan Saribu
Gantang Randah-9 (6,56 t/ha). Satu galur yang nyata lebih tinggi hasilnya dari satu varietas
pembanding adalah Ombilin Kuriak-4 (6,13 t/ha). Hasil tiga varietas pembanding yang
digunakan adalah 5,32 t/ha (Sarinah), 5,55 t/ha (Inpari-28), dan 5,49 t/ha (Saganggam
Panuah). Penelitian ini membuktikan bahwa keragaman dalam populasi varietas lokal padi
sawah dataran tinggi dapat dimanfaatkan untuk memperoleh galur-galur berpotensi hasil
tinggi melalui seleksi individu.

Kata kunci: padi sawah, dataran tinggi, varietas lokal

PENDAHULUAN

Ketahanan pangan merupakan salah satu fokus program pemerintah


Indonesia pada periode 2010 – 2015. Karena beras merupakan makanan pokok
utama rakyat Indonesia, ketahan pangan sering direduksi menjadi swasembada
beras. Keadaan ini masih akan tetap mewarnai kebijakan ketahanan pangan
nasional pada 15 – 20 tahun ke depan (Suryana, 2008). Salah satu usaha dalam
mempertahankan swasembada beras adalah meningkatkan produktivitas padi
pada lingkungan sub optimal.
Agroekosistem sawah dataran tinggi adalah salah satu lingkungan sub
optimal daerah produksi padi di Sumatera Barat. Luas sawah dataran tinggi
(>700m dpl) di Sumatera Barat cukup signifikan, diperkirakan sekitar 15 – 20
persen dari total luas sawah 256.000 ha. Sampai saat ini, produktivitas padi sawah
dataran tinggi di Sumbar adalah 4,5 – 4,7 t/ha, sedangkan pada sawah dataran
rendah adalah 6,0 – 6,5 t/ha (BPS Agam, 2007, BPS Solok, 2005).
Rendahnya hasil padi dataran tinggi tersebut adalah karena sebagian besar
kultivar yang dibudidayakan adalah kultivar lokal. Sampai saat ini pertanaman padi
pada sawah dataran tinggi di Sumatera Barat masih didominasi oleh kultivar lokal.
Hal ini terutama karena masih terbatasnya ketersediaan varietas unggul yang
beradaptasi baik dan berdaya hasil tinggi pada lingkungan dataran tinggi terutama
terhadap tekanan suhu rendah, kabut, dan penyakit blas. Bahkan, terdapat
kecenderungan peningkatan luas pertanaman padi kultivar lokal. Tanaman padi
o
pada dataran tinggi tropis menghadapi kendala atau cekaman suhu rendah (< 20
C) (Yoshida, 1981). Gejala cekaman suhu rendah yang umum pada tanaman padi
adalah keterlambatan muncul bibit, diskolorasi daun, degenerasi ujung malai,
ketidaksempurnaan keluar malai, pelambatan umur berbunga, dan kehampaan
yang tinggi. Berdasarkan stadia pertumbuhan, tanaman padi lebih rentan terhadap

690
Varietas Lokal Padi Sawah Asal Sumatera Barat Berdaya Hasil Tinggi

tekanan suhu rendah pada stadia pembungaan/anthesis dibanding stadia


mikrosporogenesis (Cruz, Kothe, dan Federizzi, 2006). Di samping ini, tanaman
padi pada dataran tinggi juga menghadapi tekanan penyakit blas (terutama blas
leher), sehingga ketahanan terhadap penyakit blas menjadi salah satu tujuan
perbaikan kultivar (Partoatmodjo et. al., 1982).
Usaha untuk mendapatkan kultivar padi yang toleran suhu dingin dan
memiliki sifat agronomis yang diingini (terutama daya hasil tinggi) dapat dilakukan
melalui kegiatan perakitan kultivar, yakni dengan menggabungkan sifat
ketenggangan terhadap suhu rendah dengan sifat daya hasil tinggi (dan umur
genjah) melalui hibridisasi. Namun, metode ini membutuhkan biaya yang besar
dan waktu lama, enam sampai tujuh tahun. Hal ini tidak menjadi masalah jika
target areal kultivar yang dirakit cukup luas, sehingga kontribusinya secara
ekonomis signifikan, sebagaimana halnya pada program perakitan kultivar toleran
suhu rendah di Australia (Singh et. al., 2006). Pemuliaan padi untuk ketahanan
terhadap suhu rendah/dataran tinggi tidak termasuk program utama pada
penelitian padi secara nasional (Balitpa, 2002). Berdasarkan hal ini, maka
perbaikan kultivar padi dataran tinggi cukup dengan memanfaatkan potensi yang
ada pada kultivar lokal yang sudah dibudidayakan dalam waktu yang lama.
Potensi berharga yang terkandung dalam kultivar lokal adalah, pertama,
adaptasinya yang sudah teruji. Adaptasi yang baik kultivar lokal terhadap suhu
rendah adalah akibat adanya seleksi alam yang berulang dalam jangka waktu
lama sehingga menghasilkan perbaikan progresif dan kumulatif menuju
ketenggangan (Jennings, Coffman, dan Kaufman, 1979). Kedua, sebagai suatu
populasi alami, kultivar lokal memiliki keragaman antar individu yang tinggi dalam
sifat-sifat agronomi seperti tinggi tanaman, jumlah butir/malai, dan umur. Ketiga,
mutu tanak (nasi) kultivar lokal sudah sesuai dengan preferensi konsumen.
Keragaman antar individu pada kultivar lokal merupakan kelemahan sekaligus
potensi yang dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan galur-galur unggul yakni
dengan melakukan seleksi (memilih) individu yang memiliki sifat agronomis unggul.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya hasil dan sifat agronomis 15
galur padi lokal dataran tinggi hasil seleksi individu dan seleksi galur dari populasi
variets yang dilakukan tahun sebelumnya.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian dilakukan di tanah petani Desa Batang Barus, Kecamatan


Gunung Talang (Kabupaten Solok – Sumatera Barat ) dengan ketinggian tempat
920 m dpl, dari Maret sampai dengan Agustus 2013. Rancangan percobaan yang
digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan 18 perlakuan dan tiga
ulangan. Perlakuan yang diuji adalah 18 genotipe padi sawah dataran tinggi yang
terdiri dari 15 galur hasil seleksi individu dan seleksi galur varietas lokal padi
sawah dataran tinggi dari empat kabupaten di Sumatera Barat (Solok, T. Datar,
Agam, dan 50 Kota).

691
Abd. Aziz Syarif

Bibit berumur empat minggu setelah semai ditanam pada plot-plot berukuran
2,5 x 4 m, dengan jarak tanam 25 x 25 cm, tiga sampai empat bibit per rumpun.
Pemupukan dilakukan dengan pemberian 300 kg NPK (15-15-15) dan 100 kg Urea
yang diberikan pada umur 10 hari, 4 minggu, dan 7 minggu setelah tanam,
masing-masing sepertiga bagian. Pengamatan dilakukan terhadap umur panen,
tinggi tanaman, jumlah anakan produktif/rumpun, jumlah gabah bernas/rumpun,
prosentase gabah hampa, bobot 1000 gabah, dan hasil per plot.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Daya Hasil
Hasil gabah kering giling (GKG) yang diperoleh pada pengujian ini berkisar
antara 5,19 – 7,76 t/ha, tertinggi pada galur Anak Daro PS-1 dan terendah pada
Marleni Kuniang-5 (Tabel 1).

Tabel 1. Hasil (t/ha) Galur Padi Sawah Dataran Tinggi dan Selisihnya dengan
Hasil Tiga Varietas Pembanding. Batang Barus, MK 2013
Selisih dengan varietas pembanding (cek)
Varietas Rataan
Sarinah Inpari 28 S. Panuah
Anak Daro PS-2 7,76 2,44* 2,21* 2,27*
Marleni Kuniang-5 5,19 -0,13 -0,36 -0,30
Randah Katumba-5 6,43 1,11* 0,88* 0,94*
Kr. Kusuik Putiah-2 5,79 0,47 0,24 0,30
Kr. Kusuik-Sr-29-1 5,72 0,40 0,17 0,23
Putiah Malereang-3 5,71 0,39 0,16 0,22
Kr. Kusuik-Sr-11-15 7,31 1,99* 1,76* 1,82*
Katumba-3 7,50 2,18* 1,95* 2,01*
Kuniang Camat-2 6,72 1,40* 1,17* 1,23*
Kuriak Saruaso-3 5,38 0,06 -0,17 -0,11
Kusuma Putiah-3 6,81 1,49* 1,26* 1,32*
Ombilin Kuriak-4 6,13 0,81* 0,58 0,64
Kr. Kusuik-Sr-29-2 6,45 1,13* 0,90* 0,96*
1000 Gantang Randah-9 6,56 1,24* 1,01* 1,07*
Rosna-5 5,58 0,26 0,03 0,09
Sarinah (Cek 1) 5,32 0,00 -0,23 -0,17
Inpari 28 (cek 2) 5,55 0,23 0,00 0,06
Saganggam Panuah (cek 3) 5,49 0,17 -0,06 0,00

*Berbeda nyata berdasarkan uji LSD

692
Varietas Lokal Padi Sawah Asal Sumatera Barat Berdaya Hasil Tinggi

Tingkat hasil ketiga varietas pembanding (cek) adalah setara dan tidak
berbeda nyata sesamanya. Karena itu, pembandingan dilakukan terhadap ketiga
pembanding tersebut. Pada Tabel 1 terlihat bahwa delapan galur (Anak Daro-PS-
2, Randah Katumba-5, K. Kusuik-Sr-11-15, Katumba-3, Kuniang Camat-2, Kusuma
Putiah-3, K. Kusuik-Sr-29-2, dan 1000 Gantang Randah-9) memberikan hasil yang
nyata lebih tinggi dibanding ketiga varietas cek, dan satu galur (Ombilin Kuriak-4)
nyata lebih tinggi dibanding salah satu cek (Sarinah), dengan perbedaan hasil
berkisar 0,81 – 2,44 t/ha. Hasil pengujian ini lebih baik dibanding hasil pengujian
daya hasil galur-galur hasil persilangan yang dilakukan Gunarsih et al. (2011) pada
dataran tinggi di Tanah Datar (850 m dpl), Arifuddin dan Djufri (2012) di Papua
yang menunjukkan tidak satu pun galur memberikan hasil nyata lebih tinggi
dibanding varietas Sarinah. Hal ini mengindikasikan bahwa usaha perbaikan
varietas padi dataran tinggi untuk hasil tinggi tidak harus dilakukan melalui
persilangan, tetapi dapat juga melalui seleksi individu pada populasi varietas lokal
yang ada.

Komponen hasil
Terdapat perbedaan nyata pada komponen hasil di antara galur atau
varietas yang diuji (Tabel 2).

Tabel 2. Komponen Hasil Galur/Varietas Padi Sawah Dataran Tinggi. MK 2013.


Varietas Malai/rpn Gabah/ malai % Hampa 1000 biji (g)
Anak Daro PS-2 15,6 118,7 17,1 26,7
Marleni Kuniang-5 12,7 143,9 34,9 28,7
Randah Katumba-5 18,9 135,3 32,9 25,5
Kr. Kusuik Putiah-2 14,2 136,7 32,2 25,7
Kr. Kusuik-Sr-29-1 17,3 118,2 36,5 25,5
Putiah Malereang-3 16,8 102,7 37,7 27,8
Kr. Kusuik-Sr-11-15 17,7 118,1 26,4 26,0
Katumba-3 16,1 111,5 19,2 31,1
Kuniang Camat-2 18,1 122,4 35,3 29,5
Kuriak Saruaso-3 19,6 121,2 30,1 21,0
Kusuma Putiah-3 18,6 100,5 15,9 27,2
Ombilin Kuriak-4 13,4 94,5 23,7 28,4
Kr. Kusuik-Sr-29-2 16,4 118,4 30,5 27,9
1000 Gantang Randah-9 17,5 131,6 23,0 20,6
Rosna-5 18,5 114,7 26,0 23,8
Sarinah (Cek 1) 18,7 89,0 30,3 27,1
a a b a
(20,1) (113,2) (22,4) (28,5)
Inpari 28 (cek 2) 18,4 91,8 28,8 27,0
a a b a
(19,8) (115,0) (20,9) (28,4)
Saganggam Panuah (cek 3) 18,2 104,0 18,0 23,8
a a b a
(19,6) (127,2) (10,1) (25,2)
LSD 0.05 1,4 23,2 7,9 1,4
a b
Nilai pengamatan ditambah LSD 0,05 Nilai Pengamatan dikurang LSD 0,05

693
Abd. Aziz Syarif

Berdasarkan nilai batas empat komponen hasil yaitu nilai pengamatan pada
varietas cek ditambah nilai LSD (untuk malai/rumpun, jumlah gabah total/malai dan
berat 1000 biji) atau dikurang nilai LSD (untuk persentase gabah hampa) terlihat
bahwa delapan galur yang hasilnya nyata lebih tinggi dibanding hasil varietas cek,
tidak satupun memiliki jumlah malai per rumpun lebih tinggi. Jadi, tingginya hasil
pada galur-galur tersebut tidak disebabkan oleh tingginya nilai komponen hasil ini.
Lebih tingginya hasil galur Anak Daro PS-2 dibandingkan hasil cek 1 dan
cek 2 adalah karena lebih tingginya jumlah gabah total dan lebih rendahnya
persentase hampa, karena berat 1000 bijinya tidak berbeda nyata, sedangkan
dibanding cek 3 adalah karena berat 1000 biji.

Tabel 3. Komponen Hasil yang Berkontribusi terhadap Hasil Tinggi pada


Beberapa Galur Padi Sawah Dataran Tinggi. Batang Barus, MK 2013
Galur Cek Malai/rumpun Gabah/malai % Hampa 1000 biji
Anak Daro PS-2 Sarinah - X X -
Inpari 28 - X X -
S. Panuah - - - X
Randah Katumba-5 Sarinah - X - -
Inpari 28 - X - -
S. Panuah - X - X
K. Kusuik-Sr-11-15 Sarinah - X - -
Inpari 28 - X - -
S. Panuah - - - X
Katumba-3 Sarinah - - X X
Inpari 28 - - X X
S. Panuah - - - X
Kuniang Camat-2 Sarinah - X - X
Inpari 28 - X - X
S. Panuah - - - X
Kusuma Putiah-3 Sarinah - - X -
Inpari 28 - - X -
S. Panuah - - - X
K. Kusuik-Sr-29-2 Sarinah - X - -
Inpari 28 - X - -
S. Panuah - - - X
1000 Ganatang R-9 Sarinah - X - -
Inpari 28 - X - -
S. Panuah - X - -

Randah Katumba-5 memberi hasil lebih tinggi dibanding hasil cek 1 dan cek
2 adalah karena kontribusi jumlah gabah total dan kehampaan yang rendah,
sedangkan dibanding hasil cek 3 adalah karena kontribusi jumlah gabah per malai
dan berat 1000 biji. Selengkapnya untuk galur-galur yang hasilnya nyata lebih
tinggi dibanding hasil varietas pembanding dapat dilihat pada Tabel 3. Secara
umum, terlihat bahwa hasil tinggi galur-galur pada penelitian ini lebih banyak

694
Varietas Lokal Padi Sawah Asal Sumatera Barat Berdaya Hasil Tinggi

disebabkan oleh tingginya jumlah gabah per malai, disusul oleh lebih tingginya
berat 1000 biji dan rendahnya kehampaan.

Tinggi Tanaman dan Umur Panen


Kecuali galur Kuriak Kusuik-Sr-11-15, seluruh galur yang diuji menunjukkan
tinggi tanaman yang lebih tinggi dibanding varietas cek Sarinah dan Inpari 28.
Dibanding varietas cek Saganggam Panuah, galur-galur yang diuji juga
menunjukkan tinggi tanaman lebih tinggi, kecuali galur Kuriak Kusuik-Sr-11-15,
Putiah Malereang-3, Kuriak Saruaso-3, dan 1000 Gantang Randah (Tabel 4).

Tabel 4. Tinggi Tanaman dan Umur Panen Galur dan Varietas Padi Lokal Dataran
Tinggi. Batang Barus, MK 2013
Galur/Varietas Tinggi Tanaman (cm) Umur Panen (HSS)*
Anak Daro PS-2 131,4 156
Marleni Kuniang-5 136,3 156
Randah Katumba-5 125,0 156
Kr. Kusuik Putiah-2 128,0 156
Kr. Kusuik-Sr-29-1 131,9 150
Putiah Malereang-3 102,5 156
Kr. Kusuik-Sr-11-15 97,5 156
Katumba-3 140,1 150
Kuniang Camat-2 128,1 150
Kuriak Saruaso-3 113,6 156
Kusuma Putiah-3 127,2 150
Ombilin Kuriak-4 148,1 156
Kr. Kusuik-Sr-29-2 128,1 156
1000 Gantang Randah-9 104,2 156
Rosna-5 129,0 136
Sarinah (Cek 1) 74,4 136
Inpari 28 (cek 2) 93,0 136
Saganggam Panuah (cek 3) 112,9 136
LSD 0,05 7,8 -

Postur tanaman yang lebih tinggi adalah salah satu sifat yang umum
dijumpai pada varietas lokal tanaman padi dan merupakan salah satu kelemahan
pada varietas lokal untuk mendapatkan hasil tinggi karena rentan mengalami
rebah.

695
Abd. Aziz Syarif

KESIMPULAN DAN SARAN

Delapan galur padi sawah dataran tinggi yang diuji memberikan hasil gabah
kering giling nyata lebih tinggi dibanding tiga verietas pembanding. Galur-galur
tersebut adalah Anak Daro Pandai Sikek-2 (7,76 t/ha), Kuriak Kusuik-Sr-11-15
(7,31 t/ha), Katumba-3 (7,50 t/ha), Randah Katumba-5 (6,43 t/ha), Kuniang Camat-
2 (6,72 t/ha), Kusuma Putiah-3 (6,81 t/ha), K. Kusuik-Sr-29-2 (6,45 t/ha), dan
Saribu Gantang Randah-9 (6,56 t/ha). Tingginya hasil pada delapan galur tersebut
umumnya disebabkan komponen hasil jumlah gabah per malai, disusul bobot 1000
gabah, dan fertilitas malai. Tinggi tanaman galur-galur berdaya hasil tinggi yang
diperoleh berkisar 97,5 – 140,1 cm dengan umur panen 150 - 156 hari atau 14 –
20 hari lebih lama dari umur varietas pembanding. Galur-galur tersebut perlu diuji
lebih lanjut terhadap kestabilan hasil dan mutu giling serta mutu tanaknya.

DAFTAR PUSTAKA

Arifuddin dan F. Djufri. 2012. Pengujian Beberapa Galur Harapan dan Varietas Unggul
Dataran Tinggi di Kabupaten Jayawijaya, Propinsi Papua. dalam Prosiding Seminar
Nasional Penelitian Padi 2008. Sukamandi
Badan Pusat Statistik Kabupaten Agam. 2007. Kabupaten Agam Dalam Angka.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Solok. 2000. Kabupaten Solok Dalam Angka.
Balai Penelitian Tanaman Padi. 2002. Penelitian Padi; Menjawab Tantangan Ketahanan
Pangan Nasional
da Cruz, P.R., S.C Kothe and L.C. Federizzi. 2006. Rice Cold Tolerance at Reproductive
Stage in A Controlled Environment. Scientia Agricola vol 63 no. 3.
Gunarsh, C., S. Zen, dan J. Hendri. 2011. Evaluasi Daya Hasil Galur-Galur Padi Sawah
Dataran Tinggi. p. 53-58 dalam Prosiding Seminar PERIPI, 9 Desember 2011.
Jennings, P.R., W.R. Coffman, and H.E. Kaufman. 1979. Rice Improvement. IRRI Los
Banos, Philippines.
Partoatmodjo, A., A. Santika, I. Sahi, dan Suwarno, 1982. Pemuliaan Padi Dataran Tinggi.
dalam Penelitian Pemuliaan Padi. Pusat Penelitian dan Pengemangan Tanaman
Pangan.
Singh, R.P., J.P. Brennan, T. Ferrel, T. William, R. Reinke, L. Lewis, and J. Mullen. 2005.
Sydney eScholarship Repository. The University of Sydney, New South Wales.
Suryana, A. 2008. Menelisik Ketahanan Pangan, Kebijakan Pangan, san Swa Sembada
Beras. dalam Pengembangan Inovasi Pertanian vol 1, no 1. Badan Litbang
Pertanian.
Yoshida, S. 1981. Fundamentals of Rice Crop Science. International Rice Reseach Institute.
Los Banos Philippines.

696

You might also like