Professional Documents
Culture Documents
PROS2013 E15 Abd. Azis Syarif
PROS2013 E15 Abd. Azis Syarif
ABSTRACT
High elevation area is one of the agroecosystem of rice cultivation in West Sumatra,
comprising of about 15 percent of the total areas. Unlike for the low elevation area, the
number of high yielding (improved) varieties for this agroecosystem is very limited. Majority
of farmers cultivate low yielding local varieties. During 2011 and 2012 we conducted
exploration and individual selection of local rice population from four districts in West
Sumatra. The selected plants (288 panicles) were screened for low temperature tolerance
and good agronomic traits using head to row trial at high elevation rice field (920 m asl),
resulting 15 selected lines. The selected lines along with three check varieties (Sarinah,
Inpari 28, and Saganggam Panuah) were further evaluated for their yielding ability at the
same location using a Complete Randomized Block Design with three replications. Three to
four seedlings (4 weeks after seeding) were planted on 2.5x4 sqm plots with 25x25 cm
planting distance. The crop was fertilized with 300 kg/ha of NPK (15-15-15) and 100 kg/ha of
Urea. The results showed that 7 out of 15 tested lines gave significantly higher yield than
that of the three check varieties and one lines higher than one check variety. The lines
giving higher yields than that of three check varieties were Anak Daro Pandai Sikek-2 (7.76
t/ha), Randah Katumba-5 (6.43 t/ha), K. Kusiuk-SR-11-15 (7.31 t/ha), Katumba-3 (7.50 t/ha),
Kuniang Camat-2 (6.72 t/ha), Kusuma Putiah-3 (6.81 t/ha), K. Kusuik-Sr-29-2 (6.45 t/ha),
and Saribu Gantang Randah-9 (6.56 t/ha). The line giving higher yield than that of one
check variety was Ombilin Kuriak (6.13 t/ha). The yields of three check varieties were 5.32
t/ha (Sarinah), 5.55 t/ha (Inpari-28), and 5.49 t/ha (Saganggam Panuah). This research
proved that variability in local rice population can be exploited to obtain high yielding lines
through individual selection.
ABSTRAK
Sawah dataran tinggi meliputi sekitar 15 persen luas total sawah di Sumatera Barat.
Berbeda dengan kondisi pertanaman padi sawah dataran rendah, jumlah varietas unggul
untuk ekosistem ini masih sangat terbatas. Umumnya petani masih menggunakan varietas
lokal berdaya hasil rendah. Pada tahun 2011dan 2012 telah dilakukan eksplorasi dan
seleksi individu (pure line selection) untuk mendapatkan individu tanaman yang unggul dari
populasi tanaman varietas lokal di beberapa kabupaten di Sumatera Barat. Observasi 288
individu hasil seleksi dengan metode malai per baris (head to row) di sawah dataran tinggi
(920 m dpl) menghasilkan 15 galur varietas lokal terpilih. Galur-galur ini bersama tiga
varietas pembanding (Sarinah, Inpari 28, Saganggam Panuah) diuji daya hasilnya pada MK
2012 pada lokasi yang sama. Pengujian dilaksanakan menggunakan Rancangan Acak
689
Abd. Aziz Syarif
Kelompok dengan tiga ulangan. Bibit berumur 4 minggu ditanam pada plot-plot berukuran 4
x 2,5 m dengan jarak tanam 25 x 25 cm, 3-4 bibit/rumpun. Pemupukan dilakukan dengan
300 kg NPK (15-15-15) dan 100 kg urea yang diberikan tiga kali yakni 10 hari, 4 minggu dan
7 minggu setelah tanam masing-masing sepertiga bagian. Hasil pengujian menunjukkan
bahwa 7 dari 15 galur memberikan hasil nyata lebih tinggi dibanding hasil ketiga varietas
pembanding sedangkan satu galur lainnya hanya nyata lebih tinggi dari satu varietas
pembanding. Galur-galur yang hasilnya nyata lebih tinggi dibanding ketiga varietas
pembanding adalah Anak Daro Pandai Sikek-2 dengan rataan hasil 7,76 t/ha, Randah
Katumba-5 (6,43 t/ha), K. Kusuik-Sr-11-15 (7,31 t/ha), Katumba-3 (7,50 t/ha), Kuniang
Camat-2 (6,72 t/ha), Kusuma Putiah-3 (6,81), K. Kusuik-Sr-29-2 (6,45 t/ha), dan Saribu
Gantang Randah-9 (6,56 t/ha). Satu galur yang nyata lebih tinggi hasilnya dari satu varietas
pembanding adalah Ombilin Kuriak-4 (6,13 t/ha). Hasil tiga varietas pembanding yang
digunakan adalah 5,32 t/ha (Sarinah), 5,55 t/ha (Inpari-28), dan 5,49 t/ha (Saganggam
Panuah). Penelitian ini membuktikan bahwa keragaman dalam populasi varietas lokal padi
sawah dataran tinggi dapat dimanfaatkan untuk memperoleh galur-galur berpotensi hasil
tinggi melalui seleksi individu.
PENDAHULUAN
690
Varietas Lokal Padi Sawah Asal Sumatera Barat Berdaya Hasil Tinggi
METODOLOGI PENELITIAN
691
Abd. Aziz Syarif
Bibit berumur empat minggu setelah semai ditanam pada plot-plot berukuran
2,5 x 4 m, dengan jarak tanam 25 x 25 cm, tiga sampai empat bibit per rumpun.
Pemupukan dilakukan dengan pemberian 300 kg NPK (15-15-15) dan 100 kg Urea
yang diberikan pada umur 10 hari, 4 minggu, dan 7 minggu setelah tanam,
masing-masing sepertiga bagian. Pengamatan dilakukan terhadap umur panen,
tinggi tanaman, jumlah anakan produktif/rumpun, jumlah gabah bernas/rumpun,
prosentase gabah hampa, bobot 1000 gabah, dan hasil per plot.
Daya Hasil
Hasil gabah kering giling (GKG) yang diperoleh pada pengujian ini berkisar
antara 5,19 – 7,76 t/ha, tertinggi pada galur Anak Daro PS-1 dan terendah pada
Marleni Kuniang-5 (Tabel 1).
Tabel 1. Hasil (t/ha) Galur Padi Sawah Dataran Tinggi dan Selisihnya dengan
Hasil Tiga Varietas Pembanding. Batang Barus, MK 2013
Selisih dengan varietas pembanding (cek)
Varietas Rataan
Sarinah Inpari 28 S. Panuah
Anak Daro PS-2 7,76 2,44* 2,21* 2,27*
Marleni Kuniang-5 5,19 -0,13 -0,36 -0,30
Randah Katumba-5 6,43 1,11* 0,88* 0,94*
Kr. Kusuik Putiah-2 5,79 0,47 0,24 0,30
Kr. Kusuik-Sr-29-1 5,72 0,40 0,17 0,23
Putiah Malereang-3 5,71 0,39 0,16 0,22
Kr. Kusuik-Sr-11-15 7,31 1,99* 1,76* 1,82*
Katumba-3 7,50 2,18* 1,95* 2,01*
Kuniang Camat-2 6,72 1,40* 1,17* 1,23*
Kuriak Saruaso-3 5,38 0,06 -0,17 -0,11
Kusuma Putiah-3 6,81 1,49* 1,26* 1,32*
Ombilin Kuriak-4 6,13 0,81* 0,58 0,64
Kr. Kusuik-Sr-29-2 6,45 1,13* 0,90* 0,96*
1000 Gantang Randah-9 6,56 1,24* 1,01* 1,07*
Rosna-5 5,58 0,26 0,03 0,09
Sarinah (Cek 1) 5,32 0,00 -0,23 -0,17
Inpari 28 (cek 2) 5,55 0,23 0,00 0,06
Saganggam Panuah (cek 3) 5,49 0,17 -0,06 0,00
692
Varietas Lokal Padi Sawah Asal Sumatera Barat Berdaya Hasil Tinggi
Tingkat hasil ketiga varietas pembanding (cek) adalah setara dan tidak
berbeda nyata sesamanya. Karena itu, pembandingan dilakukan terhadap ketiga
pembanding tersebut. Pada Tabel 1 terlihat bahwa delapan galur (Anak Daro-PS-
2, Randah Katumba-5, K. Kusuik-Sr-11-15, Katumba-3, Kuniang Camat-2, Kusuma
Putiah-3, K. Kusuik-Sr-29-2, dan 1000 Gantang Randah-9) memberikan hasil yang
nyata lebih tinggi dibanding ketiga varietas cek, dan satu galur (Ombilin Kuriak-4)
nyata lebih tinggi dibanding salah satu cek (Sarinah), dengan perbedaan hasil
berkisar 0,81 – 2,44 t/ha. Hasil pengujian ini lebih baik dibanding hasil pengujian
daya hasil galur-galur hasil persilangan yang dilakukan Gunarsih et al. (2011) pada
dataran tinggi di Tanah Datar (850 m dpl), Arifuddin dan Djufri (2012) di Papua
yang menunjukkan tidak satu pun galur memberikan hasil nyata lebih tinggi
dibanding varietas Sarinah. Hal ini mengindikasikan bahwa usaha perbaikan
varietas padi dataran tinggi untuk hasil tinggi tidak harus dilakukan melalui
persilangan, tetapi dapat juga melalui seleksi individu pada populasi varietas lokal
yang ada.
Komponen hasil
Terdapat perbedaan nyata pada komponen hasil di antara galur atau
varietas yang diuji (Tabel 2).
693
Abd. Aziz Syarif
Berdasarkan nilai batas empat komponen hasil yaitu nilai pengamatan pada
varietas cek ditambah nilai LSD (untuk malai/rumpun, jumlah gabah total/malai dan
berat 1000 biji) atau dikurang nilai LSD (untuk persentase gabah hampa) terlihat
bahwa delapan galur yang hasilnya nyata lebih tinggi dibanding hasil varietas cek,
tidak satupun memiliki jumlah malai per rumpun lebih tinggi. Jadi, tingginya hasil
pada galur-galur tersebut tidak disebabkan oleh tingginya nilai komponen hasil ini.
Lebih tingginya hasil galur Anak Daro PS-2 dibandingkan hasil cek 1 dan
cek 2 adalah karena lebih tingginya jumlah gabah total dan lebih rendahnya
persentase hampa, karena berat 1000 bijinya tidak berbeda nyata, sedangkan
dibanding cek 3 adalah karena berat 1000 biji.
Randah Katumba-5 memberi hasil lebih tinggi dibanding hasil cek 1 dan cek
2 adalah karena kontribusi jumlah gabah total dan kehampaan yang rendah,
sedangkan dibanding hasil cek 3 adalah karena kontribusi jumlah gabah per malai
dan berat 1000 biji. Selengkapnya untuk galur-galur yang hasilnya nyata lebih
tinggi dibanding hasil varietas pembanding dapat dilihat pada Tabel 3. Secara
umum, terlihat bahwa hasil tinggi galur-galur pada penelitian ini lebih banyak
694
Varietas Lokal Padi Sawah Asal Sumatera Barat Berdaya Hasil Tinggi
disebabkan oleh tingginya jumlah gabah per malai, disusul oleh lebih tingginya
berat 1000 biji dan rendahnya kehampaan.
Tabel 4. Tinggi Tanaman dan Umur Panen Galur dan Varietas Padi Lokal Dataran
Tinggi. Batang Barus, MK 2013
Galur/Varietas Tinggi Tanaman (cm) Umur Panen (HSS)*
Anak Daro PS-2 131,4 156
Marleni Kuniang-5 136,3 156
Randah Katumba-5 125,0 156
Kr. Kusuik Putiah-2 128,0 156
Kr. Kusuik-Sr-29-1 131,9 150
Putiah Malereang-3 102,5 156
Kr. Kusuik-Sr-11-15 97,5 156
Katumba-3 140,1 150
Kuniang Camat-2 128,1 150
Kuriak Saruaso-3 113,6 156
Kusuma Putiah-3 127,2 150
Ombilin Kuriak-4 148,1 156
Kr. Kusuik-Sr-29-2 128,1 156
1000 Gantang Randah-9 104,2 156
Rosna-5 129,0 136
Sarinah (Cek 1) 74,4 136
Inpari 28 (cek 2) 93,0 136
Saganggam Panuah (cek 3) 112,9 136
LSD 0,05 7,8 -
Postur tanaman yang lebih tinggi adalah salah satu sifat yang umum
dijumpai pada varietas lokal tanaman padi dan merupakan salah satu kelemahan
pada varietas lokal untuk mendapatkan hasil tinggi karena rentan mengalami
rebah.
695
Abd. Aziz Syarif
Delapan galur padi sawah dataran tinggi yang diuji memberikan hasil gabah
kering giling nyata lebih tinggi dibanding tiga verietas pembanding. Galur-galur
tersebut adalah Anak Daro Pandai Sikek-2 (7,76 t/ha), Kuriak Kusuik-Sr-11-15
(7,31 t/ha), Katumba-3 (7,50 t/ha), Randah Katumba-5 (6,43 t/ha), Kuniang Camat-
2 (6,72 t/ha), Kusuma Putiah-3 (6,81 t/ha), K. Kusuik-Sr-29-2 (6,45 t/ha), dan
Saribu Gantang Randah-9 (6,56 t/ha). Tingginya hasil pada delapan galur tersebut
umumnya disebabkan komponen hasil jumlah gabah per malai, disusul bobot 1000
gabah, dan fertilitas malai. Tinggi tanaman galur-galur berdaya hasil tinggi yang
diperoleh berkisar 97,5 – 140,1 cm dengan umur panen 150 - 156 hari atau 14 –
20 hari lebih lama dari umur varietas pembanding. Galur-galur tersebut perlu diuji
lebih lanjut terhadap kestabilan hasil dan mutu giling serta mutu tanaknya.
DAFTAR PUSTAKA
Arifuddin dan F. Djufri. 2012. Pengujian Beberapa Galur Harapan dan Varietas Unggul
Dataran Tinggi di Kabupaten Jayawijaya, Propinsi Papua. dalam Prosiding Seminar
Nasional Penelitian Padi 2008. Sukamandi
Badan Pusat Statistik Kabupaten Agam. 2007. Kabupaten Agam Dalam Angka.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Solok. 2000. Kabupaten Solok Dalam Angka.
Balai Penelitian Tanaman Padi. 2002. Penelitian Padi; Menjawab Tantangan Ketahanan
Pangan Nasional
da Cruz, P.R., S.C Kothe and L.C. Federizzi. 2006. Rice Cold Tolerance at Reproductive
Stage in A Controlled Environment. Scientia Agricola vol 63 no. 3.
Gunarsh, C., S. Zen, dan J. Hendri. 2011. Evaluasi Daya Hasil Galur-Galur Padi Sawah
Dataran Tinggi. p. 53-58 dalam Prosiding Seminar PERIPI, 9 Desember 2011.
Jennings, P.R., W.R. Coffman, and H.E. Kaufman. 1979. Rice Improvement. IRRI Los
Banos, Philippines.
Partoatmodjo, A., A. Santika, I. Sahi, dan Suwarno, 1982. Pemuliaan Padi Dataran Tinggi.
dalam Penelitian Pemuliaan Padi. Pusat Penelitian dan Pengemangan Tanaman
Pangan.
Singh, R.P., J.P. Brennan, T. Ferrel, T. William, R. Reinke, L. Lewis, and J. Mullen. 2005.
Sydney eScholarship Repository. The University of Sydney, New South Wales.
Suryana, A. 2008. Menelisik Ketahanan Pangan, Kebijakan Pangan, san Swa Sembada
Beras. dalam Pengembangan Inovasi Pertanian vol 1, no 1. Badan Litbang
Pertanian.
Yoshida, S. 1981. Fundamentals of Rice Crop Science. International Rice Reseach Institute.
Los Banos Philippines.
696