Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 10

Pengaruh Perbandingan Eceng Gondok dengan Air Terhadap Penyisihan COD dan

Padatan pada Produksi Biohidrogen secara Fermentasi Anaerob Batch Tahap


Asidogenesis

Fikri1), Adrianto Ahmad2), Sri Rezeki Muria2)


1)
Mahasiswa Jurusan Teknik Kimia, 2)Dosen Jurusan Teknik Kimia
Laboratorium Teknologi Bioproses
Fakultas Teknik Universitas Riau
Kampus Binawidya Jl. HR. Soebrantas Km 12,5 Pekanbaru 28293
Email: adri@unri.ac.id

ABSTRACT
In the last few years many researchers who made the breakthrough to create new and
renewable energy. Sources of raw materials are often used are from organic waste, one of
which is waste water hyacinth. Water hyacinth has a hemicellulose content that has the
potential to be used as feedstock for the production of biohidrogen. Biohidrogen can be
generated from the metabolism of anaerobic bacteria by fermentation. The purpose of this
research is to produce biohidrogen with anaerobic batch fermentation process and determine
the efficiency of COD and solids content. This study uses a bioreactor with a capacity of 15 L
and variations substrate ratio is 1: 2, 1: 3, 1: 4 and 1: 5 at pH 6. The process of fermentation
in this study lasted for 18 days. The parameters observed during the process that the
efficiency of COD and solids removal efficiency which includes TS, TSS, TVS, and VSS.
Results of the study showed that most COD removal efficiency was obtained at a ratio of
substrate 1: 2 ie 76.32%, while for most solids removal efficiency is the ratio of 1: 2 to the
value TS of 62.10%, amounting to 76.28% TSS, TVS VSS amounted to 54.71% and amounted
to 80.62%. The products produced at the largest biohidrogen 1: 2 ratio of 3108.9 ml with
biohidrogen content of 3.45%.

Keywords : allowance solids, anaerobic , batch , biohydrogen , COD , water hyacinth

1. Pendahuluan
Kebutuhan energi di Indonesia pada Hidrogen merupakan energi
tahun 2030 diperkirakan sebesar 3 x 109 alternatif terbarukan yang mendapatkan
SBM (setara barel minyak) atau 1,9 x 1019 perhatian untuk dikembangkan sebagai
Joule/tahun [Sediawan, 2008]. Saat ini, energi pengganti bahan bakar fosil. Energi
pemenuhan kebutuhan energi, sebagian bahan bakar hidrogen mempunyai
besar masih disuplai dari bahan bakar keuntungan yaitu lebih ramah lingkungan
fosil. Penggunaan bahan bakar fosil selalu dan lebih efisien. Suplai energi yang
menghasilkan CO dan/atau CO2. CO2 dihasilkan sangat bersih, karena hanya
merupakan komponen utama gas rumah menghasilkan uap air sebagai emisi selama
kaca sebagai perangkap panas matahari di berlangsungnya proses [Gupta, 2009].
dekat permukaan bumi, sehingga Hidrogen dapat dihasilkan dari
menyebabkan terjadinya pemanasan metabolisme bakteri [Kirtay, 2011].
global. Sebaliknya, penggunaan hidrogen Produksi hidrogen oleh bakteri biasanya
sebagai bahan bakar tidak dihasilkan zat dilakukan dengan cara fermentasi. Bakteri
pencemar udara, tetapi justru fermentasi mampu menghidrolisis polimer
menghasilkan air, suatu zat yang sangat menjadi oligomer dan monomer-monomer
dibutuhkan umat manusia [Mulyono, dengan bantuan aktifitas enzim
2009]. ekstraseluler [Angelidaki dkk, 2002].
Fermentasi untuk menghasilkan gas

JOM FTEKNIK Volume 2 No. 2 Oktober 2015 1


hidrogen memanfaatkan limbah organik pada pH 6, sedangkan untuk menghasilkan
sebagai sumber karbon dan sumber energi. gas CH4 pH diatur menjadi 8. Penelitian
Limbah organik yang banyak mengandung dilakukan tanpa ada kontrol temperatur.
karbohidrat, protein, lipid, lignin dan Variabel berubah yang digunakan adalah
lemak dapat digunakan sebagai substrat konsentrasi NaOH pada proses pre-
oleh bakteri untuk menghasilkan produk treatment, yaitu 0, 0,5, 1, 3, dan 5 wt%.
akhir berupa H2 dan CO2 [Hawkes, 2002]. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Limbah organik yang dapat konsentrasi NaOH pada proses pre-
digunakan sebagai substrat salah satunya treatment yang paling optimum adalah
adalah eceng gondok. Eceng gondok konsentrasi 3 wt% dengan gas yang
merupakan gulma yang pertumbuhannya terbentuk sebanyak 51,7 ml H2/g-TVS dan
sangat cepat. Pertumbuhan eceng gondok 143,4 ml CH4/g-TVS.
dapat mencapai 1,9% per hari dengan Chuang dkk [2012] melakukan
tinggi 0,3-0,5 m. Eceng gondok memiliki penelitian fermentasi anaerob sistem batch
kandungan biomassa selulosa dan menggunakan mixed microflora dengan
hemiselulosa yang cukup tinggi terutama bahan baku limbah pertanian meliputi
pada bagian daunnya, sedangkan untuk eceng gondok, residu dari ekstraksi
kandungan lignin, protein, dan lipid cukup minyak kedelai dan jamur. Variabel yang
rendah. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. digunakan adalah konsentrasi substrat, pH,
yang menunjukan komposisi kimia dari temperatur dan penambahan nutrisi.
biomassa eceng gondok. Efisiensi penyisihan COD dan TSS
masing-masing sebesar (56,55 % ; 78%)
Tabel 1. Komposisi kimia biomassa eceng pada kondisi pH 6, dengan temperatur
gondok mesofilik dan tanpa penambahan nutrisi.
Komposisi* Daun Batang Akar Produksi biohidrogen yang didapatkan
Selulosa 28,91 28,23 17,07 adalah 15,1 mL H g-1.
Hemiselulosa 30,81 26,35 15,25 Winarni dkk [2013] melaporkan
Lignin 4,59 17,44 14,63 bahwa rasio optimum eceng gondok dan
Protein 20,97 6,80 2,60 air yang digunakan sebagai substrat adalah
Lipid 1,79 0,91 0,47 1:3, sedangkan rasio kotoran sapi dan
Abu 12,95 20,26 49,97 eceng gondok yang optimum adalah
Nilai Kalori 14,93 13,52 8,46 25%:75%. Proses fermentasi yang
(KJ/g-BK) dilakukan tanpa pengontrolan pH ini
*(% Berat Kering) menghasilkan volume rata-rata
Sumber : Jun, [2006] pembentukkan biogas sebanyak 3,19
L/hari.
Pemanfaatan biomassa eceng Pada penelitian ini dilakukan proses
gondok belum sepenuhnya dimaksimalkan fermentasi anaerob sistem batch untuk
untuk bahan baku energi alternatif. memproduksi biohidrogen dari eceng
Fermentasi anaerob merupakan salah satu gondok menggunakan kotoran sapi.
proses yang tepat dalam pemanfaatan Variabel yang digunakan adalah
biomassa eceng gondok dalam produksi perbandingan eceng gondok dengan air
biohidrogen. (1:2, 1:3, 1:4, dan 1:5) dengan merujuk
Cheng dkk. [2010] melakukan efisiensi dari penyisihan COD dan padatan
fermentasi anaerob dua tahap serta produksi biohidrogen dari gas yang
menggunakan bahan baku eceng gondok diperoleh. Pengaturan pH pada pH 6
dengan bantuan mikroflora. Penelitian berdasarkan penelitian Cheng dkk [2010],
ditujukan untuk menghasilkan gas H2 pada dan pada kondisi temperatur ruang
tahap pertama dan CH4 pada tahap kedua. berdasarkan penelitian Chuang dkk [2012].
pH sistem untuk menghasilkan H2 diatur

JOM FTEKNIK Volume 2 No. 2 Oktober 2015 2


2. Metode Penelitian substrat volume yang dibutuhkan yaitu
2.1 Alat yang Digunakan 11,25 liter sedangkan untuk
Alat yang digunakan dalam mikroorganisme dari ekstrak kotoran sapi
penelitian ini adalah, erlenmeyer, gelas sebanyak 3,75 liter.
ukur, bioreaktor tipe batch feeding, gelas
ukur 2 L, selang, dan wadah penampung. 2.4 Prosedur Penelitian
Sedangkan alat untuk analisa adalah 2.5.1 Persiapan Bahan Baku
blender, pipet tetes, buret, pH meter, alat Eceng gondok diambil langsung dari
gelas untuk analisa COD, cawan porselen sungai di Kecamatan Tambang Kabupaten
untuk analisa padatan. Rangkaian alat pada Kampar. Setelah itu eceng gondok (batang
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. dan daun) dicacah hingga berukuran kecil
(1 - 2 cm), kemudian di ditambahkan air
Gas Flow dan di blending sesuai dengan variabel
Inlet
pH meter
yang telah ditentukan. Substrat yang
pH
6

Gelas Ukur dibutuhkan untuk masing - masing rasio


Lumpur
Larutan adalah 11,25 liter.
garam
jenuh

2.5.2 Tahap Pembuatan Ekstrak


Kotoran Sapi
Kotoran sapi diambil dari Jalan
Sukakarya, Panam. Kotoran sapi dicampur
Effluent dengan air dengan rasio 1:1 berdasarkan
Gambar 1. Rangkaian Alat Bioreaktor Batch
satuan volume [Winarni dkk., 2013].
Anaerob Misalkan air 1 liter ditambahkan kotoran
sapi sebanyak 1 liter, selanjutnya
2.2 Bahan yang Digunakan campuran tersebut diaduk hingga merata,
Bahan utama yang digunakan pada kemudian disaring dengan menggunakan
penelitian ini adalah eceng gondok yang kain dan diambil filtratnya sebanyak 3,75
diperoleh dari sungai di Kecamatan liter. Kotoran sapi digunakan sebagai
Tambang Kabupaten Kampar, kotoran sapi sumber mikroorganisme pada produksi
yang diperoleh di kawasan jalan Suka biohidrogen dari eceng gondok. Bakteri
Karya, Panam, larutan garam jenuh dan yang ada dalam kotoran sapi diperoleh dari
gas nitrogen. Sedangkan bahan untuk berbagai konsorsium bakteri yaitu
analisa antara lain larutan kalium Clostridium sp, C. Butyricum dan C.
dikhromat (K2Cr2O7) 0,05 M, katalis Sporogenes [Ahmad, 2001].
AgSO4, larutan ferroamonium sulfat (FAS)
0,05 M indikator ferroin, aquadest, dan 2.5.3 Tahap Perancangan Alat
sampel yang akan dianalisa. Digester terbuat dari galon air
berkapasitas 19 L. Dilengkapi dengan
2.3 Variabel Penelitian saluran pengeluaran sampel dan saluran
Variabel tetap pada penelitian ini pengeluaran gas berupa selang yang
adalah pH sistem yang dijaga pada kondisi terhubung menuju gelas ukur sebagai
pH 6 berdasarkan penelitian Cheng dkk tempat penampungan gas. Saluran inlet
[2010], temperatur pada suhu mesofilik digunakan untuk tempat mengalirkan gas
yaitu suhu ruang berdasarkan penelitian nitrogen dan tempat memasukkan substrat
Chuang dkk [2012], kemudian volume eceng gondok. Sedangkan saluran outlet
digester yang digunakan adalah 15 liter. digunakan untuk mengambil sampel.
Variabel bebas pada penelitian ini adalah Digester ini digunakan pada tahap seeding,
perbandingan substrat eceng gondok dan aklimatisasi, dan proses fermentasi.
air 1:2, 1:3, 1:4, dan 1:5. Masing – masing

JOM FTEKNIK Volume 2 No. 2 Oktober 2015 3


2.5.4 Tahap Pembibitan (Seeding) 1:2, 1:3, 1:4, dan 1:5 hingga volume
Pembibitan bertujuan untuk isiannya menjadi 15 L. Proses berlangsung
menumbuhkan dan mengembangkan pada pH 6 dan anaerob. Selama proses
mikroba yang digunakan dalam proses batch berlangsung dilakukan analisis
produksi biohidrogen dari eceng gondok. COD, penyisihan padatan dan jumlah
Mikroorganisme yang digunakan dalam biohidrogen yang dihasilkan.
penelitian ini berasal dari kotoran sapi dan
kemudian dimasukkan kedalam digester 2.5.7 Pengumpulan Data
anaerob. Perbandingan substrat eceng Proses pengumpulan data pada
gondok dan kotoran sapi yang digunakan, penelitian ini terbagi atas dua bagian, yaitu
yaitu 75%:25% [Winarni dkk, 2013]. pada proses aklimatisasi dan proses
Volume digester yang akan digunakan fermentasi (proses anaerob batch). Pada
sebanyak 15 L, maka untuk mendapatkan proses aklimatisasi data sampel akan
volume tersebut ditambahkan sebanyak diambil setiap hari untuk melihat nilai pH,
1,125 L substrat eceng gondok setiap hari penyisihan padatan VSS dan volume
selama 10 hari kedalam digester yang biohidrogen yang dihasilkan sampai nilai
berisi 3,75 L ekstrak kotoran sapi. fluktuasi penyisihan padatan dan
biohidrogen yang didapatkan sebesar 10%.
2.5.5 Tahap Aklimatisasi Pada proses fermentasi data yang akan
Proses aklimatisasi bertujuan untuk diambil adalah pH, COD, penyisihan
mengadaptasikan mikroorganisme- padatan, dan volume biohidrogen.
mikroorganisme yang terdapat dalam Pengumpulan data dilakukan setiap 2 hari
kotoran sapi terhadap substrat eceng sekali. Frekuensi pengambilan sampel
gondok. Proses aklimatisasi dilakukan dapat dilihat pada Tabel 2.
dengan metode buang dan isi (fill and
draw) yaitu membuang supernatan Tabel 2. Frekuensi Pengambilan Sampel
sebanyak 1,5 L dan mengisi kembali Parameter Frekuensi
dengan substrat eceng gondok sebanyak Analisa
1,5 L setiap hari. Proses aklimatisasi TS
berlangsung pada kondisi operasi suhu TVS
ruang dan anaerob. Laju produksi TSS Setiap dua hari sekali
biohidrogen dapat diukur dengan melihat VSS
berkurangnya larutan garam pada gelas COD
ukur. Prosedur analisa dapat dilihat pada
lampiran D. Proses aklimatisasi dihentikan 2.5.8 Analisa Data
pada saat produksi biohidrogen telah stabil Sampel yang telah diambil dianalisa
(fluktuasi 10%) karena mikroorganisme untuk mengetahui nilai COD, penyisihan
dianggap telah mampu beradaptasi. padatan, dan volume biohidrogen yang
dihasilkan. Pada tahap akhir, sejumlah gas
2.5.6 Proses Operasional Digester biohidrogen yang terbentuk akan dianalisa
Biohidrogen Anaerob (Proses menggunakan Kromatografi Biogas tipe
Batch) HP 5890 dengan detektor TCD (Thermal
Setelah keadaan tunak pada proses Conductivity Detector) dan kolom (HP-
aklimatisasi tercapai, selanjutnya sebanyak Plot/U).
25% dari volume cairan yang mengandung
mikroorganisme dimasukkan kedalam 4 2.5.9 Analisa Data
buah digester. Kemudian masing-masing Data hasil analisa sampel diolah
digester diisi dengan substrat eceng dalam bentuk grafik untuk melihat
gondok sesuai dengan variasi hubungan antara rasio campuran substrat
perbandingan eceng gondok dan air, yaitu dan air pada proses fermentasi dengan

JOM FTEKNIK Volume 2 No. 2 Oktober 2015 4


menghitung penyisihan COD dan padatan jumlah substrat maka semakin rendah
serta volume biohidrogen yang didapatkan. jumlah biogas yang dihasilkan, sehingga
Sehingga didapatkan nilai rasio campuran hanya sedikit pula senyawa organik yang
substrat dan air yang maksimum pada dapat didegradasi [Ahmad dkk., 2000].
proses fermentasi eceng gondok Rata-rata produksi biogas pada digester
menggunakan kotoran sapi sebagai sumber dengan rasio 1:2, 1:3, 1:4, dan 1:5 masing-
mikroorganisme secara anaerob batch. masing sebesar 3108,9; 2594,4; 2057,8
dan 1983,3 ml. Produksi biogas terbesar
3. Hasil dan Pembahasan dihasilkan oleh rasio 1:2 karena jumlah
3.1 Produksi Biogas Selama Tahap substrat yang digunakan pada variabel
Fermentasi tersebut lebih besar dengan jumlah
Tahap fermentasi merupakan tahap mikrorganisme yang digunakan sama pada
lanjutan setelah aklimatiasasi tercapai. masing-masing variabel. Volume biogas
Pengukuran terhadap jumlah biogas yang yang besar seiring dengan aktivitas dan
terbentuk dilakukan pada masing-masing kemampuan mikroorganisme pendegradasi
digester. Produksi biogas pada tahap zat organik yang terdapat di dalam substrat
fermentasi dapat dilihat pada Gambar 2. yang digunakan [Syamsudin dkk, 2006]
dan dapat dilihat dari efisiensi COD yang
dijelaskan pada sub bab berikutnya.

3.2 Efisiensi Penyisihan COD Selama


Tahap Fermentasi
Dari hasil fermentasi didapatkan
efisensi penyisihan COD untuk masing-
masing digester dengan variasi rasio
substrat yang ditampilkan pada Gambar 3
Gambar 2. Produksi Biogas Selama Tahap sebagai berikut :
Fermentasi

Gambar 2 menujukkan bahwa


jumlah biogas yang terbentuk selama tahap
fermentasi semakin lama relatif semakin
menurun. Seperti terlihat pada Gambar 2,
produksi biogas tertinggi pada digester
dengan rasio 1:2 adalah pada hari ke-6
tahap fermentasi dengan jumlah biogas
yang terbentuk sebanyak 5700 ml,
kemudian mengalami penurunan produksi Gambar 3. Efisiensi Penyisihan COD Selama
Tahap Fermentasi
biogas hingga akhir proses. Digester
dengan rasio 1:3 mampu mencapai Berdasarkan Gambar 3 efisiensi
produksi biogas tertinggi sebanyak 5750 penyisihan COD pada masing-masing
ml pada hari ke-6. Digester dengan rasio digester dengan variasi rasio substrat
1:4 dan 1:5 berhasil memproduksi biogas menunjukan peningkatan efisiensi secara
sebanyak 5250 ml dan 4650 ml pada hari fluktuatif. Pada digester 1:2 didapatkan
ke-2. Produksi biogas keempat variasi nilai efisiensi tertinggi mencapai 76,32%,
substrat tersebut mengalami penurunan selain itu terdapat peningkatan efisiensi
setelah mencapai produksi tertingginya. yang cukup signifikan dari hari ke-12
Penurunan jumlah biogas yang terbentuk (10,53%) menuju hari ke-14 (65,79%).
disebabkan oleh semakin berkurangnya Efisiensi terendah ditunjukan pada digester
jumlah substrat. Semakin berkurangnya

JOM FTEKNIK Volume 2 No. 2 Oktober 2015 5


1:5 dengan nilai efisiensi sebesar 52,38%. substrat eceng gondok sangat tinggi dan
Menurut Suriadi [1997] semakin tinggi mengandung unsur protein, lemak, dan
konsentrasi COD substrat maka semakin karbohidrat rantai panjang, karakteristik
besar jumlah penyisihan COD, dalam yang demikian membuat bahan tersebut
penelitian ini konsentrasi substrat yang mudah dicerna oleh mikroorganisme atau
paling tinggi adalah substrat dengan rasio mudah diolah secara biologis
eceng gondok terhadap air yaitu 1:2, [Ratnaningsih dkk, 2009]. Efisiensi
sedangkan konsentrasi yang terkecil tertinggi dari keempat digester ini terdapat
terdapat pada digester dengan rasio pada digester 1:2. Pada digester 1:2
substrat 1:5. Dari Gambar 3 juga dapat efisiensi yang didapatkan adalah 62,10%,
dilihat perbedaan efisiensi masing-masing sedangkan untuk digester 1:3, 1:4, dan 1:5
digester yang berhubungan dengan tingkat masing-masing nilai efisiensinya 49,84% :
kemampuan mendegradasi zat organik, 42,50% ; dan 39,31%. Efisiensi yang
tingkat efisiensi yang dicapai pada digester meningkat ditandai dengan penurunan
1:4 dan 1:5 sekitar 52% - 54%, dan lebih konsentrasi padatan TS, hal ini
dari 62% zat organik yang terdegradasi menunjukan bahwa mikroorganisme
pada digester 1:4. Perbedaan tingkat mampu mendegradasi senyawa organik
degradasi yang dihitung berdasarkan menjadi biogas dengan baik
efisiensi penyisihan COD ini dikarenakan [Sjafruddin,2011]. Beberapa titik
konsentrasi COD sebagai substrat awal peningkatan TS kemungkinan disebabkan
yang beragam (1:2; 1:3; 1:4 dan 1:5), bertambahnya jumlah sel mikrobia yang
sedangkan jumlah mikroorganisme awal terbawa dalam sampel dan dihitung
sama pada masing-masing digester sebagai padatan total [Herawati dan Wibawa,
[Munawar dkk, 2013]. 2011]. Pengaruh dari konsentrasi substrat
juga dapat dilihat dari Gambar 4 dimana
3.3 Efisiensi Penyisihan Padatan TS digester dengan rasio substrat 1:2 efisiensi
Selama Tahap Fermentasi penyisihan padatan TS yang didapatkan
Efisiensi penyisihan padatan TS lebih besar dibandingkan dengan rasio
(Total Solid) selama tahap fermentasi substrat 1:3; 1;4 dan 1:5. Hal ini
batch anaerob ditampilkan pada Gambar 4. dikarenakan bahwa pada proses batch
dimana umpan sekaligus dimasukkan
maka mikroorganisme memiliki waktu
yang cukup untuk mendegradasi
kandungan padatan yang ada di dalam
limbah sehingga bila kandungan padatan
semakin tinggi (dalam penelitian ini rasio
eceng gondok terhadap air 1:2) maka
efisiensi penyisihan juga akan semakin
besar [Febriyanti, 2010].
Gambar 4. Efisiensi Penyisihan Padatan TS 3.4 Efisiensi Penyisihan Padatan TVS
Selama Tahap Fermentasi
Selama Tahap Fermentasi
Efisiensi penyisihan padatan TVS (Total
Gambar 4 memperlihatkan bahwa Volatile Solid) selama tahap fermentasi
efisiensi penyisihan padatan TS (Total batch anaerob ditampilkan pada Gambar 5.
Solid) cenderung meningkat secara
fluktuatif. Penyisihan Total Solid ini
disebabkan perombakan oleh
mikroorgansime, dimana kandungan bahan
organik pada lumpur kotoran sapi dan

JOM FTEKNIK Volume 2 No. 2 Oktober 2015 6


Gambar 5. Efisiensi Penyisihan Padatan TVS Gambar 6. Efisiensi Penyisihan Padatan TSS
Selama Tahap Fermentasi Selama Tahap Fermentasi

Gambar 5 menunjukan bahwa Dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa


efisiensi penyisihan padatan TVS persentase penyisihan TSS (Total
cenderung berfluktuasi. Total Volatile Suspended Solid) cenderung berfluktuasi,
Solid berupa slurry keluaran digester pada namun memberikan persentase tertinggi
tahap awal mengalami penurunan nilai pada digester dengan rasio 1:2 yaitu
konsentrasi padatan hal ini ditanedai 76,28% dan terendah yaitu pada digester
dengan efisiensi penyisihan yang dengan rasio 1:5 dengan persentase
meningkat dikarenakan adanya proses 45,26% pada akhir fermentasi yaitu hari
degradasi senyawa organik menjadi biogas ke-18. sedangkan pada digester dengan
[Ni’mah, 2014]. Berdasarkan Gambar 5 rasio 1:3 diperoleh persentase penyisihan
dapat dilihat efisiensi Total Volatile Solid TSS yaitu 63,23%. Kemudian digester
cenderung meningkat selama dengan rasio 1:4 diperoleh persentase
berlangsungnya proses produksi biogas. sebesar 51,96%. Hal ini sesuai dengan
Efisiensi penyisihan padatan TVS yang penelitian yang dilakukan oleh [Tanata
tertinggi yaitu pada digester 1:2 sebesar dkk, 2013] bahwa semakin besar
54,71%, sedangkan pada digester 1:3; 1:4 konsentrasi dalam penelitian ini terdapat
dan 1:5 berturut-turut adalah 45,74%; pada rasio eceng gondok terhadap air 1:2
38,10%; dan 27,4% pada hari ke-18. maka semakin besar penyisihan TSS.
Efisiensi penyisihan Total Volatile Solid Konsentrasi padatan TSS yang relatif
yang semakin meningkat berbanding lurus tinggi dalam umpan akan membutuhkan
dengan biogas yang dihasilkan [Ni’mah, waktu tinggal cairan slurry lebih lama
2014]. Total Volatile Solid merupakan dalam digester agar dapat terlarut
substrat (sumber makanan) bagi (terhidrolisis) dan terurai oleh
mikroorganisme non metanogen yang mikroorganisme anaerob menjadi
bekerja pada tahap awal produksi biogas, senyawa-senyawa lebih sederhana [Husin,
peningkatan efisiensi penyisihan Total 2008].
Volatile Solid menunjukkan di dalam
digester terjadi proses degradasi senyawa 3.6 Efisiensi Penyisihan Padatan VSS
organik oleh mikroorganisme non Selama Tahap Fermentasi
metanogen [Ni’mah, 2014]. Efisiensi penyisihan padatan VSS
(Volatile Suspended Solid) selama tahap
3.5 Efisiensi Penyisihan Padatan TSS fermentasi batch anaerob ditampilkan pada
Selama Tahap Fermentasi Gambar 7.
Efisiensi penyisihan padatan TSS
(Total Suspended Solid) selama tahap
fermentasi batch anaerob ditampilkan pada
Gambar 6.

JOM FTEKNIK Volume 2 No. 2 Oktober 2015 7


yang terdapat dalam sampel biogas dapat
dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Persentase Biohidrogen dalam


Sampel
Sampel Kadar BioH2 (%)
Rasio 1:2 3,45
Rasio 1:3 1,87
Gambar 7. Efisiensi Penyisihan Padatan TSS Rasio 1:4 1,81
Selama Tahap Fermentasi Rasio 1:5 1,53

Konsentrasi biomassa di dalam Persentase biohidrogen yang


sistem digester diukur sebagai padatan terdapat dalam sampel biogas dianalisa
volatil tersuspensi (VSS) yang terdapat di menggunakan Kromatografi Biogas tipe
dalam bioreaktor dan substrat [Ahmad, HP 5890 dengan detektor TCD (Thermal
2000]. Pertumbuhan mikroorganisme Conductivity Detector) dan kolom (HP-
dapat dilihat dengan menggunakan Plot/U). Temperatur oven, injektor, dan
parameter Volatile Suspended Solid (VSS) detektor masing-masing adalah 80oC,
atau materi volatil tersuspensi sebagai 150oC, dan 250oC. Biogas pembawa yang
pendekatannya [Wirda dkk, 2011]. Dari digunakan yakni nitrogen UHP (Ultra
Gambar 7 dapat dilihat efisiensi High Purity) dengan laju alir 2 ml/menit.
penyisihan padatan VSS pada tahap Volume biogas sampel yang diinjeksikan
fermentasi yang semakin meningkat. sebanyak 1 ml. Hidrogen murni digunakan
Efisiensi penyisihan VSS yang tertinggi sebagai standar perhitungan level
terdapat pada digester 1:2 dimana hidrogen. Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa
efisiensinya sebesar 86,16% pada hari ke- komposisi biogas biohidrogen terbesar
18, sedangkan untuk digester 1:3; 1:4 dan terdapat pada sampel biogas dengan
1:5 pada hari ke-18 masing-masing nilai variasi rasio eceng gondok terhadap air
efisiensinya 74,65%; 56,72% dan 37,25%. 1:2, yaitu sebanyak 3,45%. Hal ini
Digester dengan rasio 1:2 yang konsentrasi disebabkan oleh banyaknya jumlah
substratnya lebih besar dibandingkan substrat yang digunakan pada rasio 1:2 jika
dengan digester lainnya memiliki efisensi dibandingkan dengan ketiga variabel
yang tinggi sesuai dengan penelitian yang lainnya. Menurut Yonathan dkk. [2013],
dilakukan [Winarni dkk, 2013] dimana volume biogas yang dihasilkan akan
semakin besar konsentrasi substrat semakin banyak seiring dengan semakin
efisiensi penyisihan VSS yang didapatkan banyaknya jumlah substrat yang
juga semakin besar. Jika di dalam suatu digunakan.
sistem memiliki VSS yang rendah dimana
efisiensinya kecil maka bisa disimpulkan II. KESIMPULAN DAN SARAN
bahwa mikroorganisme tersebut tidak 4.1 Kesimpulan
tumbuh dengan baik akibat kondisi Kesimpulan yang dapat diambil dari
lingkungannya tidak optimal [Wirda dkk, hasil penelitian ini adalah :
2011]. 1. Eceng gondok dapat digunakan
sebagai substrat dalam produksi
3.7 Produksi Biohidrogen biohidrogen.
Sampel biogas dianalisa di 2. Rata-rata produksi biogas selama
Laboratorium Pengujian Bioteknologi, tahap fermentasi batch anaerob pada
LIPI Pusat Penelitian Bioteknologi, digester 1:2, 1:3, 1:4, dan 1:5
Cibinong, Bogor. Persentase biohidrogen masing-masing sebanyak 3108,9,
2594,4, 2057,8 dan 1983,3 ml.

JOM FTEKNIK Volume 2 No. 2 Oktober 2015 8


3. Berdasarkan parameter analisa pada Ahmad, A. 2001. Biodegradasi Limbah
produksi biohidrogen dari eceng Cair Industri Minyak Kelapa Sawit
gondok dan kotoran sapi, hasil Dalam Sistem Pembangkit Biogas
perbandingan eceng gondok terhadap Anaerob, Disertasi, Program
air yang paling maksimum diperoleh Pascasarjana ITB, Bandung.
pada rasio substrat 1:2 dengan Angelidaki, I., L. Ellegaard, A. H.
perolehan kadar gas biohidrogen Sorensen, dan J. E. Schmidt. 2002.
sebesar 3,45%. Anaerobic Processes. Copenhagen.
4. Efisiensi penyisihan COD (Chemical Cheng, Jun, Binfei Xie, Junhu Zhou,
Oxygen Demand) selama tahap Wenlu Song, dan Kefa Cen. 2010.
fermentasi pada digester 1:2, 1:3, 1:4 Cogeneration of H2 and CH4 From
dan 1:5 adalah 76,32%; 62,07%; Water Hyacinth By Two-Step
53,85% dan 52,38%. Anaerobic Fermentation. Int Journal
5. Efisensi penyisihan padatan tertinggi of Hydrogen Energy 35, 3029-3035.
didapatkan pada digester dengan Cheng, Jun, Junhu Zhou, Feng Qi, Binfei
rasio substrat 1:2. Masing-masing Xie, dan Kefa Cen. 2006.
efisiensi penyisihan padatan yaitu Biohydrogen Production From
TS, TVS, TSS dan VSS sebesar Hyacinth by Anaerobic
62,10%; 54,71%; 76,28% dan Fermentation. WHEC 16 , 13-16.
80,62%. Chuang, Y. S., C. C. Chen, C. H. Lay, Y.
Sung, J. H. Wu, S. C. Lee, B. Sen
4.2 Saran dan C. H. Lin. 2012. Optimization of
Beberapa hal yang disarankan dari incubation factors for fermentative
hasil penelitian ini adalah: hydrogen production from
1. Perlu dilakukan variasi perbandingan agricultural wastes. Sustain.
substrat yang lain mengingat pada Environ. Res., 22(2), 99-106
penelitian ini menunjukkan jenis Febyanti, A., 2010, Pengaruh Laju Alir
substrat yang lebih padat Umpan Terhadap Penyisihan
menghasilkan perolehan biohidrogen Kandungan Padatan Limbah Cair
yang lebih banyak. Industri Minyak Sawit dengan
2. Untuk mendapat perolehan Bioreaktor Hibrid Anaerob Bernedia
biohidrogen yang lebih maksimal, Batu, Skripsi, Fakultas Teknik,
perlu adanya proses pre-treatment Universitas Riau, Riau.
seperti penambahan larutan NaOH Gunnarsson, C. C. dan M. P. Cecilia.
terhadap substrat yang akan 2006. Water hyacinths as a resource
digunakan. in agriculture and energy
production:A literature review.
DAFTAR PUSTAKA Waste Management Vol.27 Hal.
117–129 Elsevier Ltd. Huang, C. F.,
Ahmad, A., T. Setiadi, M. Syafila dan T. H. Lin, G. L. Guo, W. S. Hwang.
O.B. Liang, 2000. Bioreaktor 2009. Enhanced
Berpenyekat Anaerob untuk Gupta, Ram B., 2009, Hydrogen Fuel
Pengolahan Limbah Industri yang Production, Transport, and Storage,
Mengandung Minyak dan Lemak: CRC press, USA, 17-29.
Kajian Dinamik Bioreaktor dengan Hawkes, F.R., R. Dinsdale, D.L. Hawkes
Pembebanan Organik Rendah, dan I. Hussy. 2002. Sustainable
Prosiding Seminar Nasional Fermentative Hydrogen Production:
Rekayasa Kimia dan Proses, FT- Challenges for Process
Universitas Diponegoro, Semarang, Optimisation. International Journal
26-27 Juli.

JOM FTEKNIK Volume 2 No. 2 Oktober 2015 9


of Hydrogen Energy, Vol. 27, Sampah Buah Dengan
pp.1339-1347 Menggunakan Starter Kotoran Sapi :
Herawati, D.A., dan A.A., Wibawa, 2011. Hasil Percobaan Menggunakan
Pengaruh Pretreatment Jerami Padi Campuran Sampah Buah Sampai
pada Produksi Biogas dari Jerami Dengan 10 Persen. Tesis. Program
Padi dan Sampah Sayur Sawi Hijau Studi S2 Teknik Kimia, Universitas
secara Batch, Jurnal Rekayasa Gadjah Mada, Yogyakarta
Proses, Vol. 4 No. 1. Suriadi, Endang. 1997, Pengaruh
Husin, Amir. 2008. Pengolahan Limbah Konsentrasi COD Terhadap
Cair Industri Tahu dengan Efektivitas Pengolahan Air Limbah
Biofiltrasi Anaerob dalam Reaktor Secara UASB, Bulletin Penelitian,
Fix-Bed. Tesis. Sekolah April 1997, Vol. XIX, No. 1
Pascasarjana, Universitas Sumatera Syamsudin, S. Purwati, dan A. Taufick R.
Utara, Medan. 2006. Efektivitas Aplikasi Enzim
Kirtay, Elif., 2011. Recent Advances In Dalam Sistem Lumpur Aktif Pada
Production of Hydrogen From Pengolahan Air limbah Pulp Dan
Biomass. Energy Conversion And Kertas. Balai Besar Pulp dan Kertas:
Management 52:1778-1789. Bandung. Berita Selulosa Vol. 43
Mulyono, P., 2009. Prospek Dan Potensi (2): 83-92
Hidrogen Sebagai Energi Tanata S., M. R. Gunawan, S. Pandia,
Terbarukan. Pidato Pengukuhan 2013. Pengaruh Komposisi
Jabatan Guru Besar pada Fakultas Campuran Limbah Padat Dan Cair
Teknik Universitas Gadjah Mada, Industri Tapioka Terhadap
Yogyakarta. Persentase Penyisihan Total
Munawar, F., dan R. Laksamono. 2013. Suspended Solid (TSS) Dengan
Kinetika Biodegradasi Zat Organik Starter Kotoran Sapi. Jurnal Teknik
pada Air Limbah Sampah (Lindi). Kimia USU, Vol. 2, No. 3
Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan Winarni, Panggih, Y. Trihadiningrum, dan
Vol. 4 No.2. Soeprijanto. 2013. Produksi Biogas
Ni’mah, L. 2014. Biogas From Solid dari Eceng Gondok. Jurnal Ilmiah,
Waste Of Tofu Production and Cow Vol. 12, 1-16.
Manure Composition Effect. Jurnal Wirda, F.R., dan M. Handajani, 2011.
Chemica Vol.1 No.1 Juni 2014, 1-9. Penyisihan Senyawa Organik Pada
Ratnaningsih, H. Widyatmoko, T. Biowaste Fasa Cair Dengan Variasi
Yananto, 2009. Potensi Air Pencuci Pada Rasio 1:2 Dalam
Pembentukan Biogas Pada Proses Reaktor Batch. Laporan Penelitian.
Biodegradasi Campuran Sampah Program Studi Teknik Lingkungan,
Organik Segar Dan Kotoran Sapi Fakultas Teknik Sipil dan
Dalam Batch Reaktor Anaerob. Lingkungan, Institut Teknologi
Jurnal Teknik Lingkungan Volume 5 Bandung, Bandung.
No. 1 Yonathan, Arnold, Avianda Rusba
Sediawan, W.B. 2008. Energi Alternatif Prasetya, dan Bambang Pramudono.
dan Bahan Kimia Berbasis Biomassa 2013. Produksi Biogas dari Eceng
dengan Teknologi Bersih, Prosiding Gondok (Eicchornia crassipes):
Seminar Nasional Teknologi Oleo Kajian Konsistensi dan pH Terhadap
dan Petrokimia Indonesia, Fakultas Biogas Dihasilkan. Jurnal Teknologi
Teknik Universitas Riau, 18 Kimia dan Industri, Vol. 2, No.2,
Desember, Halaman 1-14. 211-215.
Sjafruddin R., 2011, Strategi Start-Up
Produksi Biogas Dari Campuran

JOM FTEKNIK Volume 2 No. 2 Oktober 2015 10

You might also like