Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 14

Yosep, dkk Studi Fluk Karbon Dioksida pada berbagai…..….

STUDI FLUKS KARBON DIOKSIDA PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN


DI LAHAN GAMBUT PASANG SURUT DAN PEDALAMAN
(Study of Carbon dioxide Fluxes (CO2 fluxes) on Various Land Use in Low Tide and Ombrotrophic
Peatland)
Yosep1), Sulistiyanto, Y.2),Adi Jaya2)
1)
Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya
2)
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Universitas Palangka Raya
Email : yosepredin@yahoo.com

Diterima : 26/08/2016 Diterima : 8/11/2017

ABSTRACT
The aim of this study to known Co2 fluxes in low tide and ombrotrophic peatland on forest land, ex-
burns land, rubber tree land, and maize land and to known amount of microbial populations there.
Observation method was carried out at the village Kalampangan (ombrotrophic peatland) ,
Sebangau, Palangka Raya, and at the village Purwodadi (low tide peatland), Maliku, Pulang Pisau,
from May to July 2014. Observation variables consist of CO2 fluxes, fluctuations of groundwater
levels, soil temperature, soil humidity and microbial populations. The results show that overall
carbon dioxide fluxes higher in low tide peatland, with the highest fluxes in burnt areas, 430.24 mg
C m-2 h-1, whereas in Ombrotrophic peatland, the highest on 292 forested land, 92 mg C m-2h-1. In
Ombrotrophic peatland, relation between fluxes of carbon dioxide and the soil temperature is
significant in the burnt areas with a value of R = 0.856 with a quadratic pattern, with the average
temperature of 28.89 ° C. Fluxes of carbon dioxide significantly effected by soil moisture that is at a
rubber plantation with a value of R = 0.640 with quadraticpatterned, average soil moisture of 0.61
m3/m-3. Fluxes of carbon dioxide to the groundwater depth is significant on a rubber plantation with
a value of R = 0.872 with a quadratic pattern, and depth of groundwater on average of 83.74 cm.
The populatuin of microorganisms, in forest land 137 sel/ml, rubber plantations 154 sel/ml,
cornfields 157 sel/ml and ex-burnt is 80 sel/ml. In Low Tide peatland, fluxes of carbon dioxide to
the soil temperature is significant in forest land with the value of R = 0.545 with cubic pattern, and
the average temperature of 27,39 oC. Soil moisture has the siginificant effect to fluxes of carbon
dioxide that is in the burnt areas with a value of R = 0.617 with patterned quadratic, and average
soil moisture of 0.50 m3/m-3. The ground water depth has a siginificant effect to fluxes of carbon
dioxide in a cornfield with a value of R = 0.743 with a quadratic pattern, and the depth of soil water
on average of 68.98 cm. Population of soil microorganisms, in forest land 73 sel/ml, rubber
plantations 36 sel/ml, cornfields 51 sel/ml and ex-burnt 18 sel/ml. Soil temperature, soil moisture,
groundwater depth and microoganisms effect on carbon dioxide fluxes.

Key words : carbondioxide, fluxes, microorganisms, peatland

ABSTRAK
Tujuan Penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh tipe penggunaan lahan gambut pasang surut
dan lahan gambut pedalaman, baik pada hutan alami, eks kebakaran, lahan pertanian (jagung) dan
perkebunan karet terhadap fluks karbon dioksida dan mengetahui pengaruh jumlah mikroorganisme
terhadap fluks karbon dioksida pada hutan alami, eks kebakaran, lahan pertanian (jagung) dan
perkebunan karet pada kedua tipe lahan gambut tersebut. Penelitian dilaksanakan dari tanggal 23
Mei sampai dengan 19 Juli 2014 (2 bulan) di Kalampangan dan Purwodadi (Kanamit). Hasil
Penelitian menunjukkan, fluks karbon dioksida secara keseluruhan lebih tinggi di Gambut Pasang
Surut dibandingkan dengan di Pedalaman. Rata-rata fluks karbon dioksida di Gambut Pasang Surut,

68
Jurnal AGRI PEAT, Vol. 18 No. 2 , September 2017 : 68 - 81 ISSN :1411 - 6782

pada lahan berhutan 285, 22 mg C m-2h-1, pada kebun karet 264,69 mg C m-2h-1, pada kebun jagung
232,08 mg C m-2h-1, pada lahan bekas kebakaran 430,24 mg C m-2h-1. Meskipun demikian, di
Gambut Pedalaman, pada lahan berhutan lebih tinggi dibanding di Pasang Surut yaitu 292, 92 mg C
m-2h-1, pada kebun karet 224,93 mg C m-2h-1, pada kebun jagung 211,30 mg C m-2h-1, pada lahan
bekas kebakaran 228,07 mg C m-2h-1. Di Gambut Pedalaman, hubungan fluks karbon dioksida
terhadap suhu tanah yang berpengaruh nyata yaitu pada areal bekas kebakaran dengan nilai R =
0,856 dengan berpola kuadratik, suhu rata-rata 28,89 oC. Fluks karbon dioksida terhadap
kelembaban tanah yang berpengaruh nyata yaitu pada kebun karet dengan nilai R = 0,640 dengan
berpola kuadratik, kelembaban tanah rata-rata 0,61 m3/m-3. Hubunganfluks karbon dioksida
terhadap kedalaman air tanah yang berpengaruh nyata yaitu pada kebun karet dengan nilai R =
0,872 berpola kuadratik dengan kedalaman air tanah rata-rata 83,74 cm. Mikroorganisme, di lahan
hutan 137 sel/ml, kebun karet 154 sel/ml, kebun jagung 157 sel/ml dan dilahan bekas kebakaran 80
sel/ml. Di Gambut Pasang Surut, hubungan fluks karbon dioksida terhadap suhu tanah yang
berpengaruh nyata yaitu pada lahan hutan dengan nilai R = 0,545 dengan berpola kubik, suhu rata-
rata 27,39 oC. Hubungan fluks karbon dioksida terhadap kelembaban tanah yang berpengaruh nyata
yaitu pada lahan bekas kebakaran dengan nilai R = 0,617 dengan berpola kuadratik, kelembaban
tanah rata-rata 0,50 m3/m-3. Hubungan fluks karbon dioksida terhadap kedalaman air tanah yang
berpengaruh nyata yaitu pada kebun jagung dengan nilai R = 0,743 berpola kuadratik dengan
kedalaman air tanah rata-rata 68,98 cm. Mikroorganisme, di lahan hutan 73 sel/ml, kebun karet 36
sel/ml, kebun jagung 51 sel/ml dan dilahan bekas kebakaran 18 sel/ml. Suhu tanah, kelembaban
tanah, kedalaman air tanah berpengaruh terhadap fluks karbon dioksida dan mikroorganisme
pengaruhnya kecil.

Kata kunci : fluks, karbon dioksida,lahan gambut, mikroorganisme

PENDAHULUAN Akan tetapi apabila hutan gambut dibuka


sebagian besar karbon yang ada pada
Perubahan iklim global yang terjadi
biomassa tanaman akan teroksidasi
akhir-akhir ini disebabkan karena tergang-
menjadiCO2, terutama apabila pembukaan
gunya keseimbangan energi antara bumi dan
hutan disertai dengan pembakaran. Sejalan
atmosfer. Keseimbangan tersebut dipengaruhi
dengan terbakarnya biomassa di atas
antara lain oleh peningkatan gas-gas rumah
permukaan tanah, beberapa sentimeter lapisan
kaca (GRK), diantaranya karbon dioksida
gambut juga akan ikut terbakar.
(CO2), metana (CH4) dan nitrogen oksida
Luas lahan gambut di Indonesia
(N2O). Saat ini konsentrasi GRK sudah
diperkirakan 20,6 juta hektar atau sekitar 10,8
mencapai tingkat yang membahayakan iklim
persen dari luas daratan Indonesia (Subagjo,
bumi dan keseimbangan ekosisitem. (Wetland
1998). Dari luasan tersebut 5,7 juta hektar atau
International, 2006).
27,8 % terdapat di Kalimantan. Lahan gambut
Ekosistem hutan rawa gambut tropika
di Indonesia diperkirakan menyimpan lebih
adalah tempat yang paling efisien untuk
dari 30 miliar ton karbon (Kehutanan 2008).
menangkap dan menyimpan cadangan karbon
Kepadatan karbon di lahan gambut berhutan
(C), karena dalam ekosistem ini karbon
dapat mencapai 5-10 kali lipat dibandingkan
tersimpan dalam tubuh tanaman yang masih
dengan tanah mineral berhutan dalam satuan
hidup (biomasa) dan pada bagian tubuh
luas yang sama, bergantung pada kedalaman
tanaman yang mati, baik yang masih berdiri
gambutnya. Oleh karena itu melindungi lahan
tegak ataupun yang tumbang termasuk ranting
gambut merupakan upaya nyata dalam hal
dan daun-daun yang gugur.
pengurangan emisi dan manfaat lingkungan
Dalam keadaan alami, hutan gambut
lainnya.
merupakan penyimpan (net sink) dari karbon.

69
Yosep, dkk Studi Fluk Karbon Dioksida pada berbagai…..….

Khusus di Provinsi Kalimantan (ukuran ¾ inchi) untuk mengukur fluktuasi air


Tengah total luasan lahan gambut mencapai tanah, Lux meter (Intensitas cahaya), meteran,
3,01 juta hektar atau 52,18% dari total luasan kamera, kertas label dan alat tulis.
lahan gambut seluruh Kalimantan. Luasan
gambut tersebut terdistribusi sebagian besar di Metode Penelitian
Kabupaten Kapuas, Katingan, Pulang Pisau,
Penelitian ini merupakan penelitian
Barito Selatan, Kotawaringin Timur, Seruyan,
deskriptif dengan cara mengukur fluks CO2
dan Kotawaringin Barat.
dari tipe hutan gambut pasang surut (pantai)
Emisi CO2 yang dihasilkan dari
dan gambut pedalaman, baik pada hutan
penggunaan lahan gambut untuk berbagai
alami, lahan eks kebakaran, lahan pertanian
fungsi perlu dilakukan penelitian, baik pada
dan lahan perkebunan karet serta mengambil
gambut pasang surut (Kanamit) dan gambut
sampel tanah untuk mengetahui jumlah
pedalaman (Kalampangan).
mikroorganisme pada masing-masing tipe
hutan dan lahan.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Pelaksanaan Penelitian
Waktu dan Tempat
Pemilihan dan Persiapan Lokasi Lahan
Penelitianini dilaksanakan pada bulan
Gambut
Mei-Juli 2014 (tiga bulan) di Desa Purwodadi
Lokasi penelitian di lahan gambut pasang
(Kanamit), Kecamatan Maliku, Kabupaten
surut (pantai) di Desa Kanamit, Kecamatan
Pulang Pisau, dan di Kalampangan, Kota
Maliku, Kabupaten Pulang Pisau dan lahan
Palangka Raya, Kalimantan Tengah.
gambut pedalaman di Kelurahan
Penelitian berupa analisis karbondioksida
Kalampangan, Kota Palangka Raya yang
(CO2) di Laboratorium UPT CIMTROP -
merupakan lokasi kegiatan penelitian
UNPAR dan miroorganisme dilakukan di
kerjasama antara Universitas Palangka Raya
Laboratorium Jurusan BDP Fakultas Pertanian
dan Universitas Hokkaido Jepang terletak di
Universitas Palangka Raya.
block C eks Proyek Lahan Gambut Sejuta
Bahan dan Alat Hektar Kalimantan Tengah.
Bahan yang digunakan pada penelitian Pengambilan Contoh Gas CO2 di Lapangan
ini adalah tanah pada lahan gambut pedalaman
di Desa Kanamit, Maliku, Pulang Pisau dan di Pengambilan contoh gas CO2 di
Kalampangan, Kota Palangka Raya, lapangan dilakukan dengan metode
Kalimantan Tengah. Alat yang digunakan sungkup/chamber tertutup (closed chamber
adalah : sungkup (chamber) untuk mengambil method).
CO2 (terdiri dari 6 buah chamber dengan Pengukuran Gas CO2 di Laboratorium
tinggi 25 cm namun mempunyai diameter
yang berbeda yaitu 18.5, 19, 19.5, 20, 20.5, Gas yang telah diambil di lapangan
dan 21 cm), alat suntikan khusus untuk kemudian dibawa ke laboratorium untuk
mengambil gas CO2, alat pengukur emisi CO2 dianalisis dengan alat pengukur infrared CO2
(infraredCO2analyzer (Fuji ZFP9GC11)), analyzer (Fuji ZFP9GC11). Sebelum
soda lime (untuk membuat CO2 standar dilakukan analisis untuk mengukur kadar
digunakan sebagai pengkalibrasi sebelum emisi CO2, terlebih dahulu dibuat CO2 standar
dilakukan analisis CO2), kantong plastik yang berfungsi sebagai pengkalibrasi sebelum
penampung CO2 (vacuum plastic), vacuum alat pengukur digunakan, serta berfungsi
oven, termometer, FDR ML 2 Theta Probe untuk pengecer gas CO2 yang diambil dari
Delta Y Device Co (alat pengukur kelembaban pipa.
tanah), alat sensor water table, pipa PVC

70
Jurnal AGRI PEAT, Vol. 18 No. 2 , September 2017 : 68 - 81 ISSN :1411 - 6782

Setelah dilakukan kalibrasi pada alat, Pengambilan sampel tanah dilakukan


kemudian dilakukan pengukuran kadar emisi satu kali bersamaan dengan pengambilan
CO2 untuk masing-masing sampel. Untuk sampel gas pada pagi menjelang siang hari.
hasil pengukuran dari chamber dikonversi
dengan perhitungan yaitu dihitung dengan Analisis Data
menggunakan rumus (Hu, et al., 2001) sebagai
Fluks gas CO2, jumlah
berikut :
mikroorganisme, fluktuasi muka air tanah dan
F = ρ x V/A x ∆c/∆t x 273/(273 + T) x α data-data pendukungnya diolah dan disajikan
dalam bentuk tabel dan grafik. Analisis data
dengan menggunakan regresi non linier model
Keterangan :
kuadratik dengan bantuan SPSS Versi 20
F = nilai dari fluks gas CO2 (mg C m-2
untuk menelaah hubungan emisi karbon
jam-1)
dioksida (CO2 fluks) dan faktor-faktor yang
V = volume dari sungkup (m3)
mempengaruhinya
A = luas alas dalam sungkup (m2)
ρ = kerapatan dari gas CO2 (1.977x106
HASIL DAN PEMBAHASAN
mg m-3)
∆c/∆t = perbandingan antara per bahan
Hasil
konsentrasi gas di dalam sungkup
Hasil Pengukuran Fluks Karbon dioksida
sepanjang waktu pengambilan (m3
(CO2 fluks) di Gambut Pedalaman
m-3 jam-1)
Hutan, kebun karet, tanaman jagung
T = suhu mutlak dalam sungkup (oK)
dan bekas kebakaran (Tabel 1). Dari data
α = faktor konversi untuk CO2 ke C
tersebut, menunjukan bahwa fluks karbon
(12/44)
dioksida yang paling besar adalah pada lokasi
Hutan Kalampangan yaitu sebesar 292,92 mg
Analisis Mikroorganisme di Labora-torium
C m-2 jam-1.
Menurut Rachdie (2006), sampel Suhu tanah pada ke empat lokasi
tanah yang diambil dari lapangan yang berasal penelitian mempunyai nilai rata-rata yang
dari masing-masing keempat jenis penggunaan hampir sama, namun pada lokasi lahan bekas
tanah dibawa ke laboratorium untuk dianalisis. kebakaran yang mempunyai nilai rata-rata
Dari setiap jenis tanah tersebut diambil 10 g suhu tanah yang lebih besar yaitu 28,89 0C.
yang kemudian dicampurkan dengan 90 ml Pada Gambar 1, menjelaskan bahwa hubungan
aquadest per labu Erlenmeyer. Untuk tanah fluks karbondioksida dengan suhu tanah
budidaya pertanian diberi label A, tanah bekas adalah kuadratik dengan nilai R = 0,856 yaitu
lahan terbakar diberi label B, tanah hutan pada lahan bekas kebakaran (D), diikuti pada
alami diberi label C dan tanah lahan lokasi kebun karet (C) dengan nilai R = 0,653,
perkebunan karet diberi label D. pada tanaman jagung (B) dengan nilai R =
0,464 dan pada lokasi hutan (A) dengan nilai
Variabel Pengamatan R = 0,163.
Hubungan antara fluks karbon
Variabel yang diamati pada penelitian
dioksida dengan kelembaban tanah adalah
ini adalah fluks gas CO2 dari permukaan tanah
kuadratik dengan nilai R = 0,640 terdapat pada
dengan metode sungkup/chamber tertutup.
lokasi kebun karet (Gambar 2) dengan nilai
Pada setiap pengamatan juga dilakukan
kelembaban tanah rata-rata adalah 0,61 m3 m-
pengukuran terhadap kedalaman air tanah, 3
, diikuti pada lokasi hutan (Gambar 2A)
kelembaban tanah 4 cm dan 10 cm, dan suhu
dengan nilai R = 0,632 dan nilai kelembaban
tanah dengan kedalaman 4 cm dan 10 cm
tanah rata-rata adalah 0,51 m3 m-3, pada
sebagai data pendukung.
tanaman jagung (C) dengan nilai R = 0,403

71
Yosep, dkk Studi Fluk Karbon Dioksida pada berbagai…..….

dan nilai kelembaban tanah rata-rata adalah organik, udara dan air. Karena kelembaban
0,58 m3 m-3,pada lokasi lahan bekas kebakaran identik dengan kandungan air yang umumnya
(D) dengan nilai R = 0,375 dan nilai memakai satuan m3 m-3, maka apabila ingin
kelembaban tanah rata-rata adalah 0,67 m3 m-3. mengubah dalam bentuk % maka dikalikan
Satuan yang digunakan m3 m-3,karena dengan 100.
tanah dibagi dalam tiga fraksi yaitu bahan

Tabel 1. Rata-Rata fluks CO2, suhu, kelembaban,kedalaman air tanah, jumlah mikroorganisme
dan pH tanah pada berbagai tipe lahan Gambut
LOKASI PENELITIAN
VARIABEL GAMBUT PEDALAMAN GAMBUT PASANG SURUT
PENGAMATAN Bekas Bekas
Hutan Karet Jagung Hutan Karet Jagung
Terbakar Terbakar
Emisi CO2
292,92 224,93 211,30 228,07 285,22 264,69 232,08 430,24
(mg Cm-2h-1)
Suhu Tanah
28,10 28,53 28,78 28,89 27,39 28,58 32,23 27,98
(°C)
3 3
Kelembaban Tanah (m /m ) 0,51 0,61 0,58 0,67 0,58 0,67 0,46 0,50
Kedalaman Air Tanah (cm) -66,89 -83,74 -72,11 -74,89 -73,41 -67,91 -68,96 -75,14
Jlh Mikroorganisme
137 154 157 80 73 36 51 18
(sel/ml)
pH Tanah 3,4 3,6 3,8 3,6 2,5 2,9 3,0 2,8

R=0,464
CO2fliks( mg C m-2 Jam-1)

R =0, 163 R=0,640


R=0,632
CO2fluks( mg C m-2 Jam-1)

R=0,653 R=0,856

Suhu Tanah (oC)


Kelembaban (m3 m-3)
Keterangan : A (Hutan), B (Kebun Karet), C (Tanaman
Keterangan : A (Hutan), B (Kebun Karet), C (Tanaman Jagung) dan D (Lahan Bekas Kebakaran)
Jagung) dan D (Lahan Bekas Kebakaran)
Gambar 2. Bentuk Hubungan fluks karbon
Gambar 1. Bentuk Hubungan Fluks Karbon dioksida (CO2 fluks) dan
dioksida (CO2 fluks) dan Suhu Kelembaban Tanah.
Tanah

72
Jurnal AGRI PEAT, Vol. 18 No. 2 , September 2017 : 68 - 81 ISSN :1411 - 6782

Kedalaman air tanah adalah kuadratik kedalaman air tanah (water table) tersaji
dengan nilai R = 0,872 terdapat pada lokasi secara berturut-turut pada Gambar 4, 5 dan 6.
kebun karet (Gambar 3) dengan nilai
kedalaman air tanah rata-rata adalah 83,74 cm,
diikuti pada lokasi tanaman jagung hutan
R=0,23

CO2fluks( mg C m-2 Jam-1)


(Gambar 3) dengan nilai R = 0,421 dan nilai 6
kedalaman air tanah rata-rata adalah 72,11 cm, R=0,54
pada hutan (A) dengan nilai R = 0,385 dan 5
nilai kedalaman air tanah rata-rata adalah
66,89 cm,pada lokasi lahan bekas kebakaran
(D) dengan nilai R = 0,236 dan nilai
kedalaman air tanah rata-rata adalah 74,89 cm.

R=0,385 R=0,433 R=0,41


4
CO2 fluks( mg C m-2 Jam-1)

R=0,872
Suhu Tanah (oC)
Keterangan : A (Hutan), B (Kebun Karet), C (Tanaman
Jagung) dan D (Lahan Bekas Kebakaran)

Gambar 4. Bentuk Hubungan Fluks Karbon


R=0,421 dioksida (CO2 fluks) dan Suhu
R=0,236 Tanah
Suhu tanah pada lokasi tanaman
jagung (Tabel 1) mempunyai nilai rata-rata
yang lebih tinggi yaitu 32,23C, tetapi
tingginya suhu tanah tidak menunjukan
Kedalaman Air Tanah (cm) hubungan kuadratik yang nyata (Gambar 4)
Keterangan : A (Hutan), B (Kebun Karet), C (Tanaman dengan fluks karbon dioksida, hal ini
Jagung) dan D (Lahan Bekas Kebakaran)
ditunjukan dengan nilai R yang hanya 0,433.
Gambar 3. Bentuk Hubungan Fluks Karbon Hubungan kuadratik yang nyata justru terjadi
dioksidsa (CO2 fluks) dan pada lokasi hutan (Gambar 4) dengannilai R =
Kedalaman Air Tanah 0,545 dansuhu rata-rata tanahsebesar 27,39C.
Hasil Pengukuran Fluks Karbon dioksida Kelembaban tanah pada kebun karet
(C02 fluks) di Gambut Pasang Surut (Tabel 1) mempunyai nilai rata-rata yang lebih
Pengukuran fluks karbon dioksida tinggi yaitu 0,67 m3 m-3, tetapi tingginya
(CO2 fluks) pada lokasi penelitian yaitu hutan, kelembaban tanah tidak menunjukan
kebun karet, tanaman jagung dan bekas hubungan kuadratik yang nyata (Gambar 5)
kebakaran tersaji pada Tabel 7. Dari data dengan fluks karbon dioksida, hal ini
tersebut, menunjukan bahwa fluks karbon ditunjukan dengan nilai R yang hanya 0,328.
doiksida yang paling besar adalah pada lokasi Hubungan kuadratik yang nyata justru terjadi
lahan bekas terbakar yaitu sebesar 430,24 mg pada lokasi hutan (Gambar 5) dengan nilai R
C m-2 Jam-1. = 0,617 dan kelembaban rata-rata tanah
Nilai rata-rata pengukuran suhu tanah, sebesar 0,50 m3 m-3. Kedalaman air tanah pada
kelembaban dan kedalaman air tanah (water lahan bekas kebakaran mempunyai nilai rata-
table) tersaji pada Tabel 1. Sedangkan rata yang lebih tinggi yaitu 75,14 cm, tetapi
hubungan antara fluks karbon dioksida tingginya kedalaman air tanah tidak
terhadap suhu tanah, kelembaban dan menunjukan hubungan kubik yang nyata

73
Yosep, dkk Studi Fluk Karbon Dioksida pada berbagai…..….

dengan fluks karbon dioksida, hal ini Hubungan kuadratik yang sangat
ditunjukan dengan nilai R yang hanya 0,440. nyata justru terjadi pada lokasi tanaman
jagung (Gambar 6) dengan nilai R = 0,743
dan kedalaman air tanah rata-rata tanah
R=0,151 R=0,328
sebesar 68,96 cm.
CO2fluks( mg C m-2 Jam-1)

Pembahasan
Hasil Pengukuran Fluks Karbon dioksida
(CO2 fluks) di Gambut Pedalaman
(Kalampangan) dan Pasang Surut
R=0,617
R=0,333 (Purwodadi)
Pada ke empat tipe penggunaan lahan,
dapat dilihat bahwa fluks karbon dioksida di
Pasang Surut secara keseluruhan lebih tinggi
dibandingkan dengan di gambut Pedalaman.
Kelembaban Tanah (m3 m-3) Lokasi lahan bekas terbakar di Pasang Surut
mempunyai nilai rata-rata fluks karbon
Keterangan : A (Hutan), B (Kebun Karet), C (Tanaman dioksida yang paling besar yaitu 430,24 ±
Jagung) dan D (Lahan Bekas Kebakaran)
13,68 mg C m-2 jam-1 (0,430 ± 0,014 g C m-2
Gambar 5. Bentuk Hubungan Fluks Karbon jam-1), kemudian diikuti pada lokasi Hutan di
dioksida (CO2 fluks) dan Gambut Pedalaman yaitu sebesar 292,92 ±
Kelembaban Tanah 89,76 mg C m-2 jam-1 (0,293 ± 0,090 g C m-2
jam-1) (Tabel 1).
R=0,195
Kusin dan Ermiasi (2010)
R=0,165
mengatakan bahwa pembuatan drainase untuk
kegiatan pertanian akan menyebabkan
CO2 fluks( mg C m-2 Jam-1)

perubahan ekosistem gambut terutama air


tanah, suhu dan kelembaban sehingga akan
meningkatkan aktifitas mikroorganisme untuk
melepaskan gas ke udara seperti CO2 dan CH4.
R=0,440
R=0,743
Tabel 2. Data Hasil Jumlah Mikroorganisme
dalam 10 gr Tanah yang terdapat
pada masing-masing penggunaan
lahan Gambut
Jumlah Mikroorganisme
No. KodeSampel
10-3
Kedalaman Air Tanah (cm)
LBT P (1) 30 sel/ml
Keterangan : A (Hutan), B (Kebun Karet), C (Tanaman
1. LBT P (2) 17 sel/ml = 18 sel/ml
Jagung) dan D (Lahan Bekas Kebakaran) LBT P (3) 9 sel/ml
LBT K (1) 66 sel/ml
Gambar 6. Bentuk Hubungan Fluks 2. LBT K (2) 82 sel/ml = 80 sel/ml
Karbondioksida (CO2 fluks) dan LBT K (3) 93 sel/ml
Kedalaman Air Tanah (water LK P (1) 45 sel/ml
3. LK P (2) 48 sel/ml = 36 sel/ml
table) LK P (3) 15 sel/ml
LK K (1) 178 sel/ml
4. LK K (2) 128 sel/ml = 154 sel/ml
LK K (3) 157 sel/ml

74
Jurnal AGRI PEAT, Vol. 18 No. 2 , September 2017 : 68 - 81 ISSN :1411 - 6782

No. KodeSampel
Jumlah Mikroorganisme Suhu Tanah dan Fluks Karbon dioksida
10-3 (CO2 fluks) di Gambut Pedalaman
LJ P (1) 59 sel/ml
5. LJ P (2) 61 sel/ml = 51 sel/ml
LJ P (3) 33 sel/ml Hasil analisis dari empat penggunaan
LJ K (1) 195 sel/ml lahan, hubungan suhu tanah dan fluks CO2
6. LJ K (2) 108 sel/ml = 157 sel/ml yang paling berpengaruh nyata dengan nilai R
LJ K (3) 169 sel/ml = 0,856 yaitu pada areal bekas kebakaran
HG P (1) 61 sel/ml
7. HG P (2) 96 sel/ml = 73 sel/ml
dengan berpola kuadratik terhadap perubahan
HG P (3) 62 sel/ml suhu tanah. Suhu tanah rata-rata 28,89 °C,
HT Gr K (1) 131 sel/ml sedangkan intensitas cahaya yang masuk pada
8. HT Gr K (2) 46 sel/ml = 137 sel/ml yang terbuka 0 menit = 03,92 mV dan 6 menit
HT Gr K (3) 236 sel/ml = 04,26 mV, pada yang ada naungan 0 menit =
00, 38 mV dan 6 menit = 00, 44 mV. Hal ini
Penyebab tingginya fluks karbon disebabkan areal lahan bekas kebakaran
dioksida di Gambut Pasang Surut diduga masih sangat terbuka sehingga lebih banyak
disebabkan oleh perbedaan porositas menyerap cahaya. Tumbuhan yang ada
tanahnya, jenis tanah atau tingkat kematangan disekitarnya juga relatif kecil dengan tutupan
gambutnya dan kandungan pirit (FeS2) serta tajuk yang sangat terbatas sehingga intensitas
jenis mikroorganismenya. Perlu adanya cahaya yang masuk cukup tinggi. Pada saat
penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh kenaikan suhu aktivitas mikroorganisme
kandungan pirit pada kedua lokasi ini. semakin meningkat, sehingga proses
Kalampangan adalah daerah yang mempunyai dekomposisi akan berlangsung sangat cepat.
kedalaman gambut beragam antara 3 – 7 m Kemudian yang berpengaruh nyata kedua
dengan bahan dasar yang bermacam-macam pada lahan jagung berpola kuadratik dengan
seperti pasir, granit dan tanah liat, sedangkan nilai R = 0,653 dan suhu tanah rata-rata 28,78
Purwodadi adalah daerah yang mempunyai °C, sedangkan intensitas cahaya yang masuk
kedalaman gambut antara 1,5 – 2,5 m dengan pada yang terbuka 0 menit = 04,32 mV dan 6
bahan dibawah gambut didominasi oleh tanah menit = 04,46 mV, pada yang ada naungan 0
liat dengan kandungan pirit (FeS2) yang cukup menit = 00, 27 mV dan 6 menit = 00, 33 mV.
tinggi. Hal ini disebabkan pada lahan budidaya
Ueda et al., (2000) dan Jali (2004) jagung selain terbuka sehingga banyak
mengatakan bahwa kondisi air tanah selama menyerap cahaya dan juga pengaruh dari
musim kering akan meningkatkan pemupukan dari kompos kotoran sapi dan
ketersediaan bahan organik aerobik untuk ayam sehingga mikroorganismenya tinggi
berdekomposisi. Kondisi racun dan yaitu 157 sel/ml sehingga sangat
peningkatan potensi redoks disebabkan oleh mempengaruhi emisi karbon dioksida. Hirano
drainase yang kurang baik, diketahui et al., (2009) mengatakan lamanya penyinaran
mendukung aktivitas mikroba dan mineralisasi matahari dan kondisi tutupan lahan akan
nitrogen. Menurut Melling et al., (2005) mempengaruhi suhu tanah. Minkkinen et al.,
menyatakan bahwa berdasarkan hasil uji (2007); Makiranta et al., (2009) dalam
statistik tidak ada perbedaan yang nyata emisi Juahiainen et al., (2012) juga mengatakan
CO2 pada tiga Penggunaan lahan (hutan, sagu bahwa laju dekomposisi bahan organik
dan kelapa sawit), namun demikian nampak dilahan gambut meningkat positif dengan
ada trend (kecenderungan) yang kuat bahwa peningkatan suhu.
perubahan penggunaan lahan menyebabkan
perubahan atau perbedaan emisi CO2.

75
Yosep, dkk Studi Fluk Karbon Dioksida pada berbagai…..….

Dimana kelembaban tanah rata-rata 0,61 m3


m-3, sedangkan intensitas cahaya yang masuk
pada yang terbuka 0 menit = 00,68 mV dan 6
menit = 00,76 mV, pada yang ada naungan 0
menit = 00, 25 mV dan 6 menit = 00, 25 mV
(Tabel 1). Hal ini disebabkan karena areal
kebun karet tidak terlalu jauh dengan canal
(±30 m), sehingga tanahnya cepat mengering
karena air tanah mengalir ke arah kanal
Gambar 8. Hubungan fluks karbon dioksida tersebut. Kelembaban tanah mempunyai
dengan suhu tanah di Gambut hubungan yang kuat dengan kedalaman air
Pedalaman tanah dan suhu. Selain itu juga kebun karet
tersebut mempunyai tajuk yang agak terbuka
Ditambahkan juga bahwa di daerah sehingga intensitas cahaya yang masuk
tropis, fluktuasi suhu harian dan tahunan kepermukaan tanah cukup banyak. Kemudian
relatif sederhana dibandingkan dengan lahan yang berpengaruh nyata kedua yaitu pada
gambut non tropis. Kenaikan suhu umumnya areal hutan dengan berpola kuadratik terhadap
setelah deforestasi dan juga peningkatan kelembaban tanah dengan nilai R = 0,632.
fluktuasi suhu harian dipermukaan gambut Dimana kelembaban tanah rata-rata 0,51 m3
akibat tingkat dekomposisi gambut. m-3, sedangkan intensitas cahaya yang masuk
Hilangnya permukaan gambut pada pada yang terbuka 0 menit = 00,24 mV dan 6
areal bekas kebakaran mungkin mengurangi menit = 01,42 mV, pada yang ada naungan 0
aliran karbon dibandingkan dengan di lahan menit = 00, 18 mV dan 6 menit = 00, 18 mV
gambut tidak terbakar, tetapi kebakaran (Tabel 1). Hal ini karena pada lahan hutan
mengubah sifat gambut secara kimiawi, fisik kelembabannya tinggi karena cahaya tidak
dan mikrobiologis. Sebagai hasil dari dapat menembus ketanah karena terlindung
kebakaran, karbon organik dan total nitrogen oleh strata tajuk pohon dan anakan pohon
akan mengalami penurunan pada gambut yang dibawahnya. Menurut Sulistiyanto (2004)
tersisa, sedangkan nutrisi mineral, pH dan kelembaban tanah dan saturasi air terutama di
bulk density menjadi naik (Dikici & Yilmaz, permukaan gambut mengontrol aktivitas dan
2006). Kenaikan pH dapat meningkatkan kecepatan pelapukan oleh mikroorganisme.
aktivitas mikroorganisme tanah dan berpotensi Populasi dan aktivitas mikroorganisme
meningkatkan dekomposisi gambut (Moilanen meningkat pada kondisi tanah lembab dan
et al., 2012). Namun, dengan penambahan abu aerob, selanjutnya dekomposisi menurun
hasil pembakaran akan meningkatkan pH bahkan melambat pada kondisi anaerob.
gambut, efeknya pada aliran karbon adalah
kompleks, termasuk positif (Moilanen et al.,
2012), negatif Klemedtsson et al., 2010) dan
bernilai (Hogg et al., 1992).

Kelembaban Tanah dan Fluks Karbon


dioksida (CO2 fluks) di Gambut Pedalaman
Hasil analisis dari empat penggunaan
lahan, bahwa hubungan kelembaban tanah dan
Gambar 9. Hubungan Fluks karbon dioksida
fluks CO2 yang paling berpengaruh nyata
dengan kelembaban tanah di
dengan nilai R = 0,640 adalah pada lahan
Gambut Pedalaman
kebun karet dengan pola kuadratik terhadap
perubahan kelembaban tanah (Gambar 5B).

76
Jurnal AGRI PEAT, Vol. 18 No. 2 , September 2017 : 68 - 81 ISSN :1411 - 6782

Liyama dan Osawa (2010) dalam hati-hati, karena menurut Limin et al., (2005)
Jauhiainen, et al., (2012) juga mengatakan, jika lahan gambut dibuka untuk pertanian atau
ketika mengukur hubungan antara emisi CO2 perkebunan pasti diikuti dengan pembuatan
dan kedalaman air tanah, harus diingat bahwa saluran pengering agar zona perakaran
kedalaman air tanah tidak mengontrol oksidasi tanaman bebas dari jenuh air. Penurunan air
gambut. Sebaliknya, digunakan untuk tanah ini, akan menyebabkan lapisan gambut
mengukur kelembaban dari lahan gambut di dipermukaan kering dan sangat mudah
atas air tanah, yang memiliki efek langsung terbakar.
terhadap oksidasi gambut dengan Jauhiainen et al., (2005, 2008, 2012)
mempengaruhi ketersediaan oksigen dalam mengatakan bahwa total fluks CO2 dari lahan
ruang yang berpori. Ditambahkan juga bahwa gambut tropis basah sangat rendah pada
pada lahan gambut yang mempunyai kondisi jenuh air pada musim penghujan dan
kedalaman air tanah yang tinggi dan tidak ada meningkat naik saat air tanah turun pada saat
kontrol drainase yang baik, mempunyai musim kemarau.
hubungan yang kuat dengan kelembaban Ditambahkan juga jika air tanah
tanah. berada dekat dengan permukaan untuk waktu
yang lama, maka akan terjadi emisi karbon
Kedalaman Air Tanah (Water Table) dan secara heterotropik yang begitu cepat seiring
Fluks Karbon dioksida (CO2 fluks) di dengan perubahan kedalaman air tanah. Pada
Gambut Pedalaman saat ini juga akan terjadi hubungan yang non
linier antara air tanah dan kelembaban. Hirano
Hasil analisis fluks CO2 pada empat et al., (2012) juga mengatakan, peningkatan
penggunaan lahan dalam hubungannya dengan emisi karbon atau dekomposisi gambut
perubahan kedalaman air tanah (water table), oksidatif pada kondisi air tanah rendah adalah
menunjukan hubungan dengan pola kuadratik karena penebalan zona tanah tak jenuh dan
dan berpengaruh nyata adalah pada kebun hasil dari peningkatan aerasi.
karet dengan nilai R = 0,872 (Gambar 6B).
Dimana rata-rata kedalaman air tanahnya
83,74 cm dari permukaan tanah, intensitas
cahaya yang masuk pada lokasi terbuka 0
menit = 00,68 mV dan 6 menit = 00,76 mV,
ada naungan 0 menit = 00, 25 mV dan 6 menit
= 00, 25 mV (Tabel 2), dengan semakin dalam
air tanah menunjukkan bahwa tingkat emisi
karbon dioksida semakin meningkat seiring
dengan penurunan permukaan tanah, namun
pada kedalaman air tanah tertentu emisi Gambar 10. Hubungan Fluks karbon dioksida
karbon dioksida akan menurun membentuk dengan kedalaman air tanah di
pola kuadratik. Gambut Pedalaman
Menurut Hirano et al., (2012)
mengemukakan bahwa hubungan air tanah
dan emisi karbon adalah hubungan yang linier. Mikroorganisme dan Fluks Karbon
Setiap penurunan air tanah sebesar 0,1 m akan dioksida (CO2 fluks) di Gambut Pedalaman
mengeluarkan aliran karbon dioksida sebesar Hasil analisis laboratorium,
0,27 µmol m-2 detik-1. Fluks karbon dioksida menunjukkan bahwa hubungan antara
sangat ditentukan oleh kedalaman air tanah, besarnya rata-rata emisi CO2 yang dilepas ke
memberikan petunjuk bahwa pemanfaatan permukaan tanah dari keempat tipe
gambut untuk pertanian atau perkebunan harus penggunaan lahan di Gambut Pedalaman,

77
Yosep, dkk Studi Fluk Karbon Dioksida pada berbagai…..….

menunjukkan semakin banyak jumlah pada lokasi hutan didominasi oleh pohon
populasi mikroorganisme tanah maka semakin galam dengan tajuk yang cukup rapat
tinggi pula fluks CO2 yang dihasilkan dan sedangkan dipermukaan tanah didominasi oleh
sebaliknya semakin sedikit jumlah populasi tumbuhan pakis-pakisan serta lapisan serasah
mikroorganisme tanah yang dihasilkan maka yang cukup tebal. Selain itu perbedaan jenis
semakin rendah pula fluks CO2 yang tumbuhan yang tumbuh pada masing-masing
dihasilkan. lokasi juga berpengaruh terhadap kemampuan
Hal tersebut dilihat pada lahan bekas tanah menyerap dan menyimpan air sehingga
terbakar jumlahnya lebih kecil diduga karena menjaga suhu tanah tetap stabil.
pada tutupan lahan yang masih terbuka dengan Tetapi pada kondisi suhu tanah yang
suhu tanah yang tinggi dan dengan rendah masih memberikan pengaruh yang
kelembaban tanah yang rendah maka cukup besar dalam peningkatan fluks karbon
mikroorganisme tidak dapat berkembang biak dioksida. Hal ini dibuktikan dengan
dengan baik. Begitu juga dengan kondisi banyaknya jumlah mikroorganisme pada
tanahnya dimana porositas tanah sudah kurang lokasi hutan dibandingkan dengan lokasi
baik pasca kebakaran sehingga CO2 mudah penggunaan lain, sehingga fluks karbon
terlepas ke udara. dioksida juga cukup tinggi. Brady (1997)
dalam Hirano et al., (2012) mengatakan
Suhu Tanah dan Fluks Karbon dioksida bahwa tingkat emisi CO2 dari sampel inkubasi
(CO2 fluks) di Gambut Pasang Surut permukaan gambut tropis Sumatera juga
Hasil analisis, hubungan suhu tanah dan ditemukan dua kali lipat pada suhu antara 25
o
fluks karbon dioksida di Gambut Pasang Surut C dan 35 oC.
berpola kubik pada areal hutan dengan nilai R
= 0,545 (Gambar 7).

Gambar 12. Hubungan Fluks karbon dioksida


dengan suhu tanah di Gambut
Pasang Surut
Gambar 11. Hubungan Fluks karbon dioksida
terhadap Populasi mikro Kelembaban Tanah dan Fluks Karbon
organisme tanah di Gambut dioksida (CO2 fluks) di Gambut Pasang
Pedalaman Surut
Hasil analisis, hubungan kelembaban
Dimana rata-rata suhu tanahnya 27,39 tanah dan fluks karbon dioksida di Gambut
°C, sedangkan intensitas cahaya yang masuk Pasang Surut menunjukkan bahwa
pada daerah yang terbuka 0 menit = 00,40 mV kelembaban tanah pada lahan bekas kebakaran
dan 6 menit = 00,73 mV dan pada daerah yang menunjukan hubungan kuadratik nyata dengan
ada naungan 0 menit = 00,15 mV dan 6 menit nilai R = 0,617 (Gambar 8D). Kelembaban
= 00,31 mV (Tabel 2). Suhu tanah lebih rata-rata tanahnya yaitu 0,50 m3 m-3,
rendah pada lokasi hutan dibandingkan sedangkan intensitas cahaya yang masuk pada
dengan lokasi yang lain. Hal ini diduga karena daerah yang terbuka 0 menit = 00,47 mV dan

78
Jurnal AGRI PEAT, Vol. 18 No. 2 , September 2017 : 68 - 81 ISSN :1411 - 6782

6 menit = 00,58 mV dan pada daerah yang ada maka aktivitas mikroorganisme aerob
Naungan 0 menit = 00,16 mV dan 6 menit = menurun, maka berdampak baik pada
00,21 mV (Tabel 2). Pada lokasi lahan bekas penurunan laju pelepasan CO2 ke permukaan
kebakaran tumbuh beberapa pohon akasia tanah.
yang cukup besar, yang diameter pohonnya ±
20 cm dan pada bagian permukaan tanahnya
Kedalaman Air Tanah (water table) dan
tumbuh alang-alang serta beberapa jenis
Fluks Karbon dioksida (CO2 fluks) di
rumput-rumputan. Kelembaban sangat rendah
Gambut Pasang Surut
dan sangat mendukung fluks karbon dioksida
yang cukup besar. Hasil analisis, hubungan kedalaman
Liyama dan Osawa (2010) dalam air tanah dan fluks karbon dioksida di Gambut
Jauhiainen, et al., (2012) mengatakan, ketika Pasang Surut menunjukkan bahwa kedalaman
mengukur hubungan antara fluks CO2 dan air tanah pada lahan kebun jagung
kedalaman air tanah, harus diingat bahwa berpengaruh nyata dengan nilai R = 0,743
kedalaman air tanah tidak mengontrol oksidasi dengan pola kuadratik terhadap kedalaman air
gambut. Sebaliknya, digunakan untuk tanah (Gambar 9C). Dimana kedalaman air
mengukur kelembaban dari lahan gambut di tanah rata-rata 68,96 cm, sedangkan intensitas
atas air tanah, yang memiliki efek langsung cahaya yang masuk pada daerah yang terbuka
terhadap oksidasi gambut dengan 0 menit = 04,50 mV dan 6 menit = 04,53 mV
mempengaruhi ketersediaan oksigen dalam dan pada daerah yang ada naungan 0 menit =
ruang yang berpori. Ditambahkan juga bahwa 00,53 mV dan 6 menit = 00,61 mV (Tabel 2).
pada lahan gambut yang mempunyai
kedalaman air tanah yang tinggi dan tidak ada
kontrol drainase yang baik, mempunyai
hubungan yang kuat dengan kelembaban
tanah.

Gambar 14. Hubungan Fluks karbon dioksida


dengan kedalaman air tanah di
Gambut Pasang Surut
Mikroorganismenya sangat kecil
dibandingkan dengan lokasi yang lain, tetapi
aktivitasnya akan meningkat yang mendukung
Gambar 13. Hubungan Fluks karbon dioksida terjadinya fluks karbon dioksida yang cukup
terhadap Kelembaban tanah di besar. Ueda et al., (2000) dan Jali (2004)
Gambut Pasang Surut mengatakan bahwa kondisi air tanah selama
musim kering akan meningkatkan
Menurut Toyota dan Okazaki (2004),
ketersediaan bahan organik aerobik untuk
berkaitan dengan neraca karbon, emisi sangat
berdekomposisi. Kondisi racun dan
bergantung pada kelembaban tanah.
peningkatan potensi redoks disebabkan oleh
Perbedaan kelembaban tanah sangat
drainase yang kurang baik, diketahui
dipengaruhi oleh kondisi lahan, kedalaman
mendukung aktivitas mikroorganisme dan
muka air tanah, curah hujan dan distribusi
mineralisasi nitrogen.
cahaya matahari tertutup atau tidak oleh tajuk
Rumbang (2009) menyatakan bahwa
tanaman. Jika tanah dalam keadaan anaerob,
semakin jauh air tanah turun dari permukaan

79
Yosep, dkk Studi Fluk Karbon Dioksida pada berbagai…..….

tanah maka emisi CO2 yang dilepas oleh lahan KESIMPULAN


gambut semakin besar. Perubahan kondisi
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian
anaerob menjadi aerob akibat menurunnya
ini adalah :
permukaan air tanah memicu meningkatnya
Fluks karbon dioksida (CO2 fluks)
emisi CO2 yang dilepas oleh lahan gambut.
pada ke empat tipe penggunaan lahan di
Mikroorganisme dan Fluks Karbon
lapangan, di Gambut Pasang Surut
dioksida (CO2 fluks) di Gambut Pasang
(Purwodadi) secara keseluruhan lebih tinggi
Surut
dibandingkan dengan di Gambut Pedalaman
Hasil analisis di laboratorium,
(Kalampangan), namun pada hutan alami lebih
menunjukkan bahwa jumlah mikroorganisme
tinggi di Gambut Pedalaman (Kalampangan).
pada berbagai tipe penggunaan lahan di
Di Lahan Gambut Pasang Surut,
Gambut Pasang Surut jumlahnya jauh lebih
faktor kedalaman air tanah berpengaruh nyata
kecil dari jumlah berbagai tipe penggunaan
pada nilai fluks karbon dioksida di lahan
lahan di Gambut Pedalaman, berdasarkan data
jagung dengan pola kuadratik, faktor
sampel lapangan yang dianalisis di
kelembaban tanah berpengaruh nyata pada
laboratorium jumlah mikroorganismenya
nilai fluks karbon dioksida di lahan bekas
sedikit tetapi fluks karbon dioksidanya lebih
terbakar dengan pola kuadratik dan faktor
tinggi, hal ini diduga karena pengaruh dari
suhu tanah berpengaruh nyata pada nilai fluks
pirit (FeS2) yang teroksidasi mengandung
karbon dioksida di lahan hutan dengan pola
sulfat masam untuk menghambat aktivitas
kubik. Sedangkan Di Lahan Gambut
mikroorganismenya dalam mempercepat
Pedalaman, faktor kedalaman air tanah
dekomposisi gambut. Hal ini sesuai dengan
berpengaruh nyata pada nilai fluks karbon
pendapat Madjid (2009), menyatakan bahwa
dioksida di kebun karet dengan pola kuadratik,
akibat terjadinya oksidasi senyawa pirit (FeS2)
faktor kelembaban tanah berpengaruh nyata
yang menghasilkan asam sulfat, membuat pH
pada nilai fluks karbon dioksida di kebun
tanah sangat masam, kemasaman tersebut
karet dengan pola kuadratik dan faktor suhu
berdampak negatif terhadap sifat kimia tanah
tanah berpengaruh nyata pada nilai fluks
dan aktivitas mikroorganisme tanah. Sebagai
karbon dioksida di lahan bekas terbakar
informasi tambahan di Gambut Pasang Surut,
dengan pola kuadratik.
khususnya kebun karet dan dan tanaman
Jumlah mikroorganisme di gambut
jagung masyarakatnya jarang menggunakan
pasang surut, di lahan hutan 73 sel/ml, kebun
pupuk organik maupun anorganik, hal tersebut
jagung berjumlah 51 sel/ml, kebun karet
juga diduga akan mengurangi
berjumlah 36 sel/ml, dan dilahan bekas
mikroorganisme yang ada di permukaan tanah.
kebakaran berjumlah 18 sel/ml. Sedangkan di
gambut pedalaman mikroorganisme rata – rata
lebih tinggi yaitu pada kebun jagung
berjumlah 157 sel/ml, kebun karet berjumlah
154 sel/ml, lahan hutan berjumlah 137 sel/ml
dan dilahan bekas kebakaran berjumlah 80
sel/ml.
Di Lahan Gambut Pasang Surut, suhu
tanah, kelembaban tanah, kedalaman air tanah
berpengaruh terhadap fluks karbon dioksida
dan mikroorgnisme pengaruhnya kecil.
Gambar 17. Hubungan Fluks karbon dioksida
Sedangkan di di Lahan Gambut Pedalaman,
dengan populasi mikroorganisme
suhu tanah, kelembaban tanah, kedalaman air
di Gambut Pasang Surut
tanah dan mikroorganisme tanah berpengaruh
terhadap fluks karbon dioksida.

80
Jurnal AGRI PEAT, Vol. 18 No. 2 , September 2017 : 68 - 81 ISSN :1411 - 6782

DAFTAR PUSTAKA Soil. European Journal of Soil


Science, 61, 734 – 744.
Dikici H, CH. Yilmaz. 2006. Peat Fire effects Kusin, K., Y. Ermiasi. 2010. Carbon Emission
on Some Properties of an from Degradated Peatland in Mega
Artificially drained Peatland. rice project Central Kalimantan
Journal of Environment Quality, 35 (preliminary result). International
- 866. Workshop on ”Ecology and
Hirano, T., J. Jauhiainen., T. Inoue., H. Management of Peat Swamp Forest
Takahashi. 2009. Controls On in Central Kalimantan. Ehime
Carbon balance of Tropical University, Japan, January 24 – 27,
Peatlands. Ecosystem 12 : 873 – 2010.
887. Madjid, A. 2009. Pengelolaan Kesuburan
Hirano, T., K. Kusin., S. Limin., M. Osaki. Tanah Sulfat Masam (Bagian 4 E).
2012. Carbon dioxide Emissions Fakultas Pertanian Universitas
Through Oxidative Peat Sriwijaya Palembang.
Decomposition on a Burnt Tropical Moilanen, M., Hytonen J., Leppala M. 2012.
Peatland. Global Change Biology : Application of Wood ash
130 – 121. Accelerates Soil Respiration and
Hogg EH., VJ. Lieffers., RW. Wein. 1992. Tree Growth on Drained Peatland.
Potential Carbon Losses from Peat European Journal of Soil Sciences,
Profiles : Effects of Temperature, 63, 461 467 – 475.
Drought Cycles, and Fire. Rachdie. 2006. Teknik Dasar Analisa Mikroba
Ecological Applications, 2, 298 – 2.
306. http://www.rachdie.blogsome.com/2
Jauhiainen, J., J. Heikkinen., P.J. 006/11/02/teknik-dasar-analisa-
Martikainen., and H. Vasander., mikrobiologi-2/
2001. CO2 and CH4 fluxes in Sulistiyanto Y. 2004. Disertation. Nutrient
pristine and peatland converted to Dynamic in Different Sub-Type of
agriculture in Central Kalimantan, Peat Swamp Forest in Central
Indonesia. International Peat Kalimantan, Indonesia. The
Journal, 11, pp.43-49. University of Nottingham – United
Jauhiainen, J., S. Limin, S. Silvennoinen, H. Kingdom.
Vasander. 2008. Carbon dioxide and Toyota, K. and Okazaki. (2004). Effect of
methane in drained tropical peat Moisture Condition and Vegetation
before and after hydrological Tipes on Microbial Community of
restoration. Ecology, 89 (12): 3503 Tropical Peat Soils. Field Science
– 3514. Center for Northern Biosphere.
Jauhiainen, J, A. Hooijer., S.E. Page. 2012. Hokkaido University Sapporo.
Carbon dioxide Emission from an Japan. P. 30 – 41.
Acaciaplantation on peatland in Ueda, S., C.S. Go, T. Yoshioka., N. Yoshida.,
Sumatra, Indonesia. Biogeosciences, E. Wada., T. Miyajima., A.
9 : 617 – 630. Sugimoto., N. Boontanon., P.
Klemedtsson, L., M. Ernfors., R G. Bjork., P. Vijarnsorn., and S. Boonprakub.
Weslien., T. Rutting., P. Crill., U. 2000. Dynamics of Dissolved O2,
Sikjstrom. 2010. Reduction of CO2, CH4, and N2O in a tropical
Greenhouse Gas Emission by coastal swamp in southern Thailand.
Application to a Picea abies (L). Biogeochemistry 49 : 191 – 215.
Karst. Forest on Drained Organic

81

You might also like