Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 57

PERBANDINGAN PENGGUNAAN PAC DAN ALUM SEBAGAI

KOAGULAN PADA AIR LIMBAH INDUSTRI PT NALCO INDONESIA

SKRIPSI

Disusun Oleh :
ZAENAL ABIDIN
062108025

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2012
PERBANDINGAN PENGGUNAAN PAC DAN ALUM SEBAGAI
KOAGULAN PADA AIR LIMBAH INDUSTRI PT NALCO INDONESIA

SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains,
Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Pakuan Bogor

Disusun Oleh :
ZAENAL ADIBIN
062108025

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2012
Zaenal Abidin. 062108025. 2012. COMPARISON OF COAGULAN PAC AND
ALUM AS A INDUSTRIAL WASTE WATER IN PT NALCO INDONESIA. Under
the guidance of Dra. Ani Iryani, M.Si. and Ade Heri Mulyati, M.Si.

SUMMARY

Waste is the residue of an activity or the production process that can make
the environment damaged, dangerous, and pollutied because of its nature and
concentration. An important step in waste water treatment to produce clean water
is the process of coagulation by the addition of coagulant. The jar test can be done
to determine the optimum dose of waste water coagulation proces. The study was
conducted to determine the ability of the PAC and Alum coagulants in treating
waste of PT. Nalco Indonesia with several parameters such as turbidity, pH, COD,
TDS, and TSS.
The waste water sample is introduced into 4 cups of 1 litre each. Then
coagulants with various concentrations of PAC, namely, 1000 ppm, 1500 ppm,
2000 ppm, 2500 ppm, 3000 ppm, 3500 ppm, 4000 ppm are added to cups. The
same action was also performed by adding the coagulant of alum with the same
concentration. The jar test equipment is operated at the speed of 100 rpm for 1
minute (coagulation process) followed by slow stirring at 40 rpm for 10 min
(flocculation process). After this the stirring was stopped for 10 minutes to make
the flock settle (sedimentation). The sample of water from the jar test result are
tested according to the parameter of turbidity, pH, COD, TDS and TSS.
The waste water of PT. Nalco Indonesia before jar test exceeds the quality
standard of parameters except for the TDS. After the test of jar test waste water of
PT. Nalco Indonesia has met the quality standard of parameters except COD. The
production cost of PAC in the dose of 2.500 ppm is more efficient than the dose
of 3.000 ppm of alum per month in the 30.000 Liters of waste water discharge.
The use of PAC coagulant is 500 ppm less than alum and it is more economical
because it can save Rp. 345.000,- per month.

Key words: liquid waste, Jar Test, Coagulation, PAC, Alum.


Zaenal Abidin. 062108025. 2012. PERBANDINGAN PENGGUNAAN PAC DAN
ALUM SEBAGAI KOAGULAN PADA AIR LIMBAH INDUSTRI PT NALCO
INDONESIA. Dibimbing oleh Dra. Ani Iryani, M.Si. dan Ade Heri Mulyati,
M.Si.

RINGKASAN

Limbah merupakan bahan sisa pada suatu kegiatan atau proses produksi
karena sifat, konsentrasi, baik secara langsung maupun tidak langsung dapat
merusak, membahayakan, dan mencemarkan lingkungan hidup. Langkah penting
dalam pengolahan air limbah untuk menghasilkan air bersih yaitu dengan proses
koagulasi dengan penambahan koagulan. Untuk menentukan dosis optimum
proses koagulasi dari air limbah dapat dilakukan uji Jar Test. Penelitian dilakukan
untuk menentukan kemampuan dari koagulan PAC dan Alum dalam mengolah
limbah PT. Nalco Indonesia dengan beberapa parameter seperti kekeruhan, pH,
COD, TDS, dan TSS.
Sampel air limbah dimasukkan ke dalam 4 piala gelas masing-masing
sebanyak 1 liter. Kemudian diberikan koagulan PAC dengan ragam konsentrasi
yaitu, 1000 ppm, 1500 ppm, 2000 ppm, 2500 ppm, 3000 ppm, 3500 ppm, 4000
ppm. Dilakukan juga terhadap koagulan Alum dengan konsentrasi yang sama.
Alat uji jar dioperasikan dengan kecepatan 100 rpm selama 1 menit (proses
koagulasi) kemudian dilanjutkan dengan pengadukan lambat dengan kecepatan 40
rpm selama 10 menit (proses flokulasi), setelah itu pengadukan dihentikan selama
10 menit untuk pengendapan flok (proses sedimentasi). Selanjutnya sampel air
hasil jar test dari setiap gelas piala dilakukan pengujian dilakukan terhadap
kekeruhan, pH, COD, TDS dan TSS.
Air Limbah PT. Nalco Indonesia sebelum diuji jar test telah melebihi baku
mutu yang telah ditetapkan kecuali pada parameter TDS, dan setelah dilakukan uji
jar test air limbah PT. Nalco Indonesia telah memenuhi baku mutu yang telah
ditetapkan kecuali pada parameter COD. Koagulan PAC lebih efisien
dibandingkan dengan alum dengan selisih 500 ppm dan dari segi ekonomi PAC
lebih unggul dari alum dengan biaya produksi perbulan dengan dosis PAC 2500
ppm dan dosis alum 3000 ppm dengan debit air limbah 30.000 Liter memiliki
selisih sebesar Rp. 345.000.

Kata Kunci : Limbah cair, Jar Test, Koagulasi, PAC, Alum.


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi dengan judul “Perbandingan Penggunaan Polyaluminium Chlorida
(PAC) dengan Aluminium Sulfat (Alum) Sebagai Koagulan Pada Air Limbah
Industri PT Nalco Indonesia”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sains, Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pakuan Bogor.
Penulis ingin mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orang tua dan adik-adikku yang telah mencurahkan seluruh kasih
sayangnya serta memberikan dorongan materil dan moril, harapan serta
doanya.
2. Ibu Dr. Prasetyorini selaku Dekan FMIPA Universitas Pakuan Bogor.
3. Bapak Drs. Husain Nashrianto, M.Si selaku Ketua Program Studi Kimia
FMIPA.
4. Ibu Ade Heri Mulyati, M.Si. selaku Sekretaris Program Studi Kimia FMIPA,
Universitas Pakuan dan sekaligus pembimbing 2 yang selalu memberikan
masukan dan saran dalam pembuatan makalah ini.
5. Ibu Dra. Ani Iryani, M.Si. selaku pembimbing 1 yang telah berkenan
membimbing dan memberikan masukan dan saran dalam proses pembuatan
makalah ini.
6. Seluruh Dosen dan staff sekretariat FMIPA Universitas Pakuan Bogor.
7. Bapak Iwan Kurniawan S.Si, selaku Kepala Laboratorium QC PT. Nalco
Indonesia yang telah memberikan izin penulis untuk melakukan penelitian.
8. Teman-teman kimia angkatan 2008 yang selama ini selalu bersama, semoga
persahabatan kita tetap terjaga (Dea, Oskar, Amen, Shelvi, Novi, Siska, Tiar,
Retno, Dharma, agung, Desi, Anggun, Kania, dan Grya).
9. Semua yang turut serta dalam terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.

i
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik, saran dan masukan untuk penyempurnaan skripsi
ini. Akhirnya penulis berharap agar skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor , Juli 2012

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Tujuan .................................................................................................... 2
1.3 Manfaat Penelitian ................................................................................. 2
1.4 Hipotesis................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 3
2.1 Limbah .................................................................................................. 3
2.2 Karakteritik Limbah .............................................................................. 3
2.3 Proses Pengolahan Limbah cair di PT Nalco Indonesia ....................... 4
2.4 Koagulasi .............................................................................................. 5
2.4.1 Koagulan .................................................................................. 6
2.5.2 Mekanisme Koagulasi .............................................................. 7
2.5 Jar Test ................................................................................................... 10
2.6 Parameter Air Limbah ............................................................................ 11
2.6.1 Kekeruhan ................................................................................. 11
2.6.2 pH .............................................................................................. 11
2.6.3 COD .......................................................................................... 11
2.6.4 TDS ........................................................................................... 12
2.6.5 TSS ............................................................................................ 12
2.7 Turbidimeter........................................................................................... 13
2.8 Spektrofotometri .................................................................................... 13
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 16
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 16
3.2 Bahan dan Alat ....................................................................................... 16

iii
3.2.1 Bahan ....................................................................................... 16
3.2.2 Alat ........................................................................................... 16
3.3 Metode Penelitian................................................................................... 16
3.3.1 Teknik Jar Test ......................................................................... 17
3.3.2 Penetapan Kekeruhan ............................................................... 17
3.3.3 Penetapan pH ............................................................................ 17
3.3.4 Pengukuran COD ...................................................................... 18
3.3.5 Pengukuran TDS....................................................................... 18
3.3.6 Pengukuran TSS ....................................................................... 18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 20
4.1 Hubungan Dosis Koagulan Dengan Kekeruhan .................................... 20
4.2 Hubungan Dosis Koagulan Dengan pH ................................................. 21
4.3 Hubungan Dosis Koagulan Dengan COD ............................................. 22
4.4 Hubungan Dosis Koagulan Dengan TDS ............................................. 23
4.5 Hubungan Dosis Koagulan Dengan TSS ............................................... 24
4.6 Data Hasil Keseluruhan.......................................................................... 25
4.6 Biaya Produksi ....................................................................................... 26
BAB V KESIMPULAN ...................................................................................... 27
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 27
5.2 Saran ....................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 28
LAMPIRAN ......................................................................................................... ...

iv
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas ..................................................... 3
Tabel 2. Sifat-sifat Biologi, Kimia, dan Fisik Air Limbah ................................... 4
Tabel 3. Karakteristik Alum Koagulan PAC dan Alum ....................................... 6
Tabel 4. Karakteristik Alum.................................................................................. 10
Tabel 5. Analisis Air Limbah Pada Berbagai Dosis Koagulan ............................. 25
Tabel 6. Biaya Produksi ........................................................................................ 26

v
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Netralisasi Muatan Setelah Penambahan Koagulan ............................ 8
Gambar 2. Intensitas Cahaya Yang Melewati Suatu Larutan ............................... 15
Gambar 3. Hubungan Dosis Koagulan Dengan Kekeruhan.................................. 20
Gambar 4. Hubungan Dosis Koagulan Dengan pH .............................................. 21
Gambar 5. Hubungan Dosis Koagulan Dengan COD ........................................... 22
Gambar 6. Hubungan Dosis Koagulan Dengan TDS ........................................... 23
Gambar 7. Hubungan Dosis Koagulan Dengan TSS ............................................ 24

vi
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Baku Mutu Air Limbah .................................................................... 30
Lampiran 2. Diagram alir Penelitian ..................................................................... 31
Lampiran 3. Diagram Alir Uji Jar Test ................................................................. 32
Lampiran 4. Pengukuran Kekeruhan..................................................................... 33
Lampiran 5. Pengukuran pH ................................................................................. 34
Lampiran 6. Pengukuran COD .............................................................................. 35
Lampiran 7. Pengukuran TDS............................................................................... 36
Lampiran 8. Pengukuran TSS ............................................................................... 37
Lampiran 9. Data Pengukuran Kekeruhan ............................................................ 38
Lampiran 10. Data Pengukuran pH ....................................................................... 39
Lampiran 11. Data Pengukuran COD ................................................................... 40
Lampiran 12. Data Pengukuran TDS .................................................................... 41
Lampiran 13. Data Pengukuran TSS ..................................................................... 42
Lampiran 14. Perhitungan Biaya Produksi ........................................................... 43

vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia adalah Negara berkembang yang selalu melakukan
pembangunan di berbagai bidang, salah satunya adalah pembangunan di bidang
industri. Meningkatnya pertumbuhan di bidang industri, maka kebutuhan akan air
bersih menjadi hal yang sangat penting baik sebagai sumber untuk proses
produksi maupun untuk kebutuhan domestik. Saat ini keberadaan air bersih
semakin sulit, sehingga air limbah dari proses produksi harus diolah terlebih
dahulu sebelum dibuang ke perairan bebas atau dapat digunakan kembali untuk
proses produksi. Air limbah yang dihasilkan pada umumnya mengandung bahan
kimia yang beracun dan berbahaya, maka perlu adanya pengolahan air limbah
sebelum dibuang ke lingkungan sehingga dapat memenuhi standar baku mutu
yang ditetapkan.
Salah satu langkah penting dalam pengolahan air limbah untuk
mendapatkan air bersih adalah dengan menghilangkan kekeruhan dari air limbah
tersebut. Kekeruhan disebabkan karena adanya partikel kecil dan koloid yang
berukuran 10 nanometer sampai 10 mikrometer. Partikel-partikel tersebut adalah
kuarsa,bahan organik dan bahan mineral. Kekeruhan dapat dihilangkan dengan
proses koagulasi dengan penambahan koagulan Poly Alumunium Chlorida (PAC)
atau Alumunium Sulfat (Alum).
Secara teoritis partikel-partikel halus yang menyebabkan kekeruhan itu
dapat diendapkan dengan cara biasa (tanpa penambahan koagulan), tetapi cara
tersebut memakan waktu yang cukup lama, sehingga tidak mungkin dilakukan
produksi secara besar-besaran. Agar partikel-partikel kecil dapat digumpalkan
secara singkat maka salah satu cara dengan pembubuhan koagulan PAC atau
Alum (Sumarni,1988).
Penentuan dosis optimum pada proses koagulasi dan flokulasi dari air
limbah dapat dilakukan Jar Test. Jar Test pada air baku di laboratorium dapat
dilakukan dengan cara pembubuhan PAC dan Alum dengan konsentrasi yang
berbeda-beda, sehingga dapat memberikan perbedaan dosis PAC dan Alum

1
2

sehingga dosis optimum dalam proses koagulasi air limbah dapat


diketahui. Hasil Jar Test dapat ditentukan melalui pengujian kekeruhan, pH, COD,
TDS dan TSS.

1.2 Tujuan Penelitian


Penelitian dilakukan untuk menentukan kemampuan koagulan PAC dan
Alum dalam mengolah limbah PT. Nalco Indonesia dengan beberapa parameter
seperti kekeruhan, pH, COD, TDS dan TSS.

1.3 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dosis
optimum koagulan sehingga dapat menjadi masukan bagi berbagai pihak yang
memanfaatkan serta mengelola pengolahan limbah cair.

1.4 Hipotesis
Koagulan PAC dan Alum dapat dimanfaatkan untuk mengolah limbah cair
PT. Nalco Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Limbah
Berdasarkan PP No. 18 tahun 1999 pasal 1, limbah adalah bahan sisa pada
suatu kegiatan atau proses produksi karena sifat, konsentrasi, baik secara langsung
maupun tidak langsung dapat merusak, membahayakan, dan mencemarkan
lingkungan hidup, sedangkan menurut Sutopo (1991), limbah adalah buangan
yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah
tangga) yang kehadirannya tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki
nilai ekonomis. Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas limbah yaitu,
volume limbah, kandungan bahan pencemar dan frekuensi pembuangan limbah.
Air limbah adalah air terpolusi, sifat-sifat air telah mengalami penyimpangan dari
keadaan normal akibat adanya penambahan bermacam-macam bahan sebagai
hasil aktivitas manusia dan memberikan pengaruh yang berbahaya terhadap
lingkungan, sehingga air tidak dapat digunakan secara maksimal.
Berdasarkan Peraturan pemerintah nomor 82 tahun 2001, Tentang
Pengolahan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Tabel 1. Kriteria Mutu Air Limbah Berdasarkan Kelas
Parameter Unit Standar
I II
Kekeruhan ppm 5 20
pH - 6 9
COD ppm 100 300
TDS ppm 2000 4000
TSS ppm - 60

2.2 Karakteristik Limbah


Perencanaan suatu unit pengolahan air buangan perlu mengetahui
karakteristiknya baik kualitas maupun kuantitasnya, juga untuk kualitas air
buangan yang memenuhi syarat untuk dapat dibuang sehingga dapat
meminimalisasi biaya peralatan dan operasi suatu unit pengolahan limbah cair.

3
4

Berdasarkan sumber asalnya, limbah industri dibedakan menjadi 3 kategori, yaitu


biologi, kimia, dan fisika.
Tabel 2. Sifat-sifat Biologi, Kimia, dan Fisik Air Limbah serta sumber asalnya
Sifat-sifat air limbah Sumber asal air limbah
Kandungan biologis :
Binatang Saluran terbuka dan bangunan pengolahan.
Tumbuh-tumbuhan Saluran terbuka dan bangunan pengolahan.
Protista Air limbah rumah tangga dan bangunan
pengolahan.
Virus Air limbah rumah tangga.
Kandungan bahan kimia:
Organik ;
Karbohidrat Air limbah rumah tangga, perdagangan serta
limbah industri.
Minyak, lemak, gemuk Air limbah rumah tangga, perdagangan serta
limbah industri.
Pestisida Air limbah pertanian.
Fenol Air limbah industri.
Protein Air limbah rumah tangga, perdagangan.
Detergen Air limbah rumah tangga, industri.
Lain-lain Bangkai bahan organik alamiah.

Anorganik :
Kesadahan Air limbah dan air minum rumah tangga serta
rembesan air tanah.
Klorida Air limbah dan air minum rumah tangga,
rembesan air dan pelunak air.
Logam berat Air limbah industri.
Nitrogen Air limbah rumah tangga dan pertanian.
Fosfor Air limbah rumah tangga dan industri serta
pelimpahan air hujan.
Belerang Air limbah dan air minum rumah tangga serta air
limbah industri.
Bahan-bahan beracun Air limbah industri.
Sifat Fisik :
Warna Air buangan rumah tangga dan industri serta
bangkai benda organik.
Bau Pembusukan air limbah dan limbah industri.
Endapan Penyediaan air minum, air limbah rumah tangga
dan industri, erosi tanah, aliran air rembesan.
Temperatur Air limbah rumah tangga dan industri.
Sumber : Metcalf dan Eddy, 1981

2.3 Proses Pengolahan Limbah Cair di PT Nalco Indonesia


Proses pengolahan limbah PT Nalco Indonesia secara garis besar dibagi
dalam beberapa tahap, yaitu:
5

1. Tahap Pendahuluan
Limbah yang berasal dari laboratorium, air cucian produksi, dan drum bekas
pakai ditampung dalam bak penampung yang berukuran 20 m3. Hal ini
dimaksudkan untuk menghomogenkan dan menyamakan debit limbah yang
masuk ke dalam bak sedimentasi.
2. Proses Sedimentasi
Limbah yang berasal dari bak penampung dialirkan menuju bak sedimentasi
tangki flokulan yang berukuran 30 m3. Proses pada bak sedimentasi ini terjadi
proses koagulasi flokulasi, kemudian lumpur dibawa ke filter press yang
bertujuan untuk mengurangi kadar air, selanjutnya dilakukan pencampuran
dengan senyawa polimer untuk memperoleh lumpur yang lebih padat dan
stabil, kemudian dikeringkan dalam dryer container.
3. Proses Biologis
Limbah yang tidak terendapkan pada proses sedimentasi dialirkan menuju
anaerobik pond. Proses ini dilakukan dengan bantuan mikroorganisme pada
kondisi tanpa udara. Proses pada tahap ini, limbah mengalami proses
pengolahan secara aerob, bakteri ditumbuhkan dalam bak aerasi sehingga
bakteri dan air limbah bercampur dengan udara.
4. Proses Lanjutan
Limbah pada proses biologis diolah kembali dengan penambahan senyawa
polimer agar bahan organik terlarut dan bakteri berbahaya dapat terendapkan.

2.4 Koagulasi
Koagulasi adalah metode untuk menghilangkan bahan-bahan dalam bentuk
koloid yang terdapat pada limbah, dengan menambahkan koagulan. Proses
koagulasi menyebabkan partikel-partikel koloid akan saling tarik menarik dan
menggumpal membentuk flok (Karamah EF, 1998). Menurut pendapat lain,
koagulasi adalah proses kerusakan kestabilan oleh penambahan koagulan yang
diikuti dengan pengadukan secara cepat untuk menetralkan muatan koloid dan
menggumpal membentuk endapan berukuran besar. Sifat koloid yang terdispersi
dalam air disebabkan koloid memiliki sifat kestabilan. Kestabilan koloid ini
6

dipengaruhi oleh dua gaya, yaitu gaya tarik menarik antar partikel yang disebut
gaya Van der Waals dan gaya tolak menolak yang disebabkan oleh tumpang
tindihnya lapisan ganda listrik yang bermuatan sama. Gaya tarik menarik
cenderung membentuk agregat sedangkan gaya tolak menolak akan menyebabkan
timbulnya kestabilan dispersi koloid. Sifat kestabilan koloid dapat dihilangkan
dengan menambahkan sejumlah tertentu koagulan yang muatan elektrolitnya
berlawanan dengan muatan koloid (Sutopo,1991).

2.4.1 Koagulan
Koagulan adalah bahan kimia yang mempunyai kemampuan menetralkan
muatan koloid dan mengikat partikel sehingga membentuk flok atau gumpalan.
Koagulan dapat bersifat asam, basa atau garam dengan bobot jenis rendah
(Hammer, 1986).
Ada 2 jenis bahan kimia koagulan yang umum dipakai, yaitu:
1. Koagulan garam organik seperti alumunium sulfat/Alum/Tawas
(Al3(SO4)2.18H2O), Ferri Chloride (FeCl3), Ferro Chloride (FeCl2) dan Ferri
Sulfat Fe2(SO4)3. Namun koagulan umum dipakai adalah alumunium
Sulfat/alum/tawas, sedangkan ferri Chloride dan Ferri Sulfat adalah koagulan
yang baik tetapi jarang digunakan di suatu instalasi pengolahan air di
Indonesia.
2. Koagulan polimer seperti Polyaluminium Chloride (PAC), Chitosan dan Curie
Flok. Koagulan yang umum dipakai adalah PAC yang merupakan polimerisasi
dari alumunium chloride karena sifat kelarutan di dalam air dan tingkat
pembentukan floknya yang lebih baik maka dari itu koagulan PAC banyak
digunakan di suatu instalasi pengolahan air di Indonesia. Karakteristik
koagulan PAC dan Alum pada Tabel 3.
Tabel 3. Karekteristik koagulan PAC dan Alum
Koagulan Fasa Rumus BM Density Al2O3
(Kg/M3) (%)
PAC Liquid Alm(OH)nCl(3m-n) - 1.190 10-13
Alum Solid (Al3(SO4)2.18H2O) 594 960 17,1
Sumber : PT Nalco Indonesia
7

2.4.2 Mekanisme Koagulasi


Menurut McGhee (1991) koagulasi adalah proses kimia terjadinya proses
destabilisasi partikel koloid. Koagulasi merupakan proses kimia fisik dengan
menambahkan bahan kimia koagulan pada proses pengolahan dan diikuti dengan
pengadukan cepat yang menyebabkan terjadinya interaksi antara ion positif dan
ion negatif. Perbedaan ion positif dan ion negatif menyebabkan terbentuknya
medan elekrostatik. Potensial ini yang menentukan gerakan koloid dan interaksi
antar koloid. Potensial menentukan gerakan dan interaksi antar koloid ini disebut
potensial zeta.
Partikel koloid umumnya bermuatan negative di dalam air. Hal ini
mengakibatkan partikel-partikel tersebut menarik ion-ion bermuatan positif dan
menolak ion-ion negatif dalam air. Ion-ion positif membentuk suatu lapisan di
dekat suatu permukaan partikel. Lapisan tersebut dikelilingi ion-ion negatif
bergabung sedikit demi sedikit dengan ion-ion positif sampai membentuk partikel
netral. Lapisan ion positif tersebut dikenal sebagai lapisan stabil atau lapisan stren,
sedangkan lapisan ion negatif yang tersebar di sekeliling lapisan stabil dikenal
dengan lapisan baur (diffused layer) yang tersusun oleh ion-ion yang mudah
bergerak. Lapisan baur ini terdapat bidang geser yang merupakan batas ion lawan
masih dapat tertarik ke permukaan partikel (Viessman dan Hammer, 1985).
Suspensi atau koloid bisa dikatakan stabil jika gaya tolak menolak antara
partikel lebih besar dari gaya tarik massa, sehingga dalam waktu tertentu tidak
terjadi agregasi. Cara untuk menghilangkan kondisi yang stabil, yaitu dengan
mengubah gaya interaksi antar partikel dengan pembubuhan zat kimia (koagulan)
sebagai donor muatan positif agar gaya tarik menarik menjadi lebih besar
sehingga terjadi destabilisasi muatan negatif partikel oleh muatan positif dengan
pembubuhan koagulan.
8

Koloid

+- - +-+- +------+--
-- + - +- -+ -+ + --+----+ --- +
-+ -- -+ -++ - --+--+--+ -+ -
- +-- - -+-+ - +-+- - + - - -+
-+ -+ -+ +- + - -+ - -+ + + +
-+- - + - + + ++_-_--+-
+ +- -++-+-+- _ +- -+-+--+--
+-+-+ +--
++++

+--+-+- -+-+-+-
+-+-++- +-+ - + -
+-+-++- +-+-+-
++-+-+- +-+-+-
++++++ +-+-+-
+ +-
++++++
++++
+-+- +-+-
+-+- +-+-
+-+- +-
++ ++
Gambar


.
.
Gambar 1. Netralisasi Muatan Setelah Penambahan
Koagulan (Kemmer, 1985).

Proses koagulasi membentuk partikel-partikel yang terdestabilisasi dapat


saling bertumbukan membentuk agregat sehingga terbentuk flok dengan ukuran
yang lebih besar (makroflok) yang memungkinkan untuk dipisahkan oleh
sedimentasi dan filtrasi (Balai Penelitian Air Bersih dan Penyehatan Lingkungan
Pemukiman Bekasi, 2008).
9

a. Polyaluminium Chlorida (PAC)


Prinsip yang digunakan untuk mengolah limbah cair secara kimia adalah
menambahkan bahan kimia (koagulan) yang dapat mengikat bahan pencemar
yang terkandung dalam air kemudian memisahkannya (mengendapkan atau
mengapungkan). Kekeruhan dalam air dapat dihilangkan melalui penambahan
sejenis bahan kimia yang disebut koagulan. Umumnya bahan seperti Alumunium
Sulfat (Alum), Polyaluminium Chlorida (PAC) dapat digunakan sebagai
koagulan. Koagulan adalah bahan kimia yang mempunyai kemampuan
menetralkan muatan koloid dan mengikat partikel tersebut sehingga membentuk
flok atau gumpalan. Koagulan dapat bersifat asam, basa atau garam dengan bobot
yang rendah.
PAC adalah senyawa garam dari aluminium klorida yang dirancang untuk
memperbesar daya koagulasi dibandingkan dengan garam besi dan garam
aluminium lainnya. PAC mempunyai rumus umum Alm(OH)nCl(3m-n). PAC sangat
baik digunakan untuk air dengan alkalinitas rendah. Secara umum PAC dapat
digunakan untuk mengolah air permukaan maupun air tanah untuk memperoleh
air bersih ataupun air minum. Beberapa keunggulan dari PAC adalah selain sangat
baik untuk menghilangkan kekeruhan dan warna, juga efektif pada range pH yang
luas, aktifitas tidak dipengaruhi oleh suhu, kekeruhan tidak akan bertambah
dengan dosis yang berlebihan, dan bereaksi lebih cepat. Penentuan dosis koagulan
dapat ditentukan dari nilai kekeruhan, pH dan waktu sedimentasinya.

b. Aluminium Sulfat (Alum)


Alum dengan nama umum aluminium sulfat (Al2(SO4)3.18H2O) telah
digunakan secara luas sebagai koagulan dalam pengolahan limbah cair. Pada
penggunaan koagulan ini akan menghasilkan lebih banyak sludge dibandingkan
koagulan lainnya. Selain itu, untuk memperoleh hasil yang optimum dibutuhkan
konsentrasi yang cukup pekat. Reaksi hidrolisis alum dalam air, sebagai berikut :
Al2(SO4)3 + 6H2O 2Al(OH)3↓ + 6H+ + 3SO42-
Flok aluminium hidroksida yang terbentuk bersifat gel yang akan mengadsorpsi
partikel dan mengendapkannya.
10

Tabel 4. Karakteristik Alum


Nampak Bubuk Putih
Al2O3 (%) 17,1
Berat Molekul 594
Kelarutan dalam air (gr/100ml) 8,7 pada 20oC
Sumber : PT.Nalco Indonesia

2.5 Jar Test


Menurut Alearts dan Sartika (1987), untuk menentukan dosis optimum
dari koagulan dan nilai parameter seperti pH, dilakukan uji jar test. Jar test adalah
suatu metode untuk mengevaluasi proses-proses koagulasi dan flokulasi. Proses
kerja jar test terdiri dari 3 tahap, yaitu:
1. Pelarutan reagent melalui pengadukan cepat ( 1 menit; 100 rpm).
2. Pengadukan lambat (10 menit; 40 rpm), yaitu untuk membentuk flok-flok
karena pengadukan yang terlalu cepat dapat merusak flok yang telah
terbentuk.
3. Sedimentasi (10 menit; 0 rpm), yaitu mengendapkan flok-flok yang telah
terbentuk.

Koagulasi dapat terjadi jika dilakukan pengadukan cepat agar diperoleh


campuran yang homogen antara koagulan dan larutan, yang dilanjutkan dengan
pengadukan lambat agar partikel yang mengalami destabilisasi dapat saling
mendekat untuk membentuk flok, setelah itu campuran contoh air limbah dan
koagulan dibiarkan tanpa pengadukan untuk memberikan kesempatan bagi flok
untuk mengendap.
Proses pengadukan cepat dan pengadukan lambat dapat dilakukan dalam
seperangkat alat jar test yang terdiri dari beberapa motor yang dapat diatur
kecepatannya. Proses koagulasi dan flokulasi dengan penambahan koagulan ke
dalam air yang mengandung koloid yang bermuatan negatif akan menyebabkan
terbentuknya flok setelah diaduk dengan cepat. Flok-flok ini bertambah besar
dengan pengadukan lambat sehingga setelah didiamkan flok akan mengendap.
11

2.6 Parameter air Limbah


2.6.1 Kekeruhan
Kekeruhan adalah suatu ukuran pembiasan cahaya di dalam air yang
disebabkan oleh adanya partikel koloid dan suspensi suatu zat pencemaran yang
terkandung dalam air, seperti adanya endapan lumpur, plankton dan organisme
mikroskopik lainnya. Padatan tersuspensi berkorelasi positif dengan kekeruhan,
semakin tinggi nilai padatan tersuspensi maka nilai kekeruhan juga semakin
tinggi. Namun, tingginya padatan terlarut tidak selalu diikuti dengan tingginya
kekeruhan (Effendi, 2003). Pengukuran kekeruhan membantu menentukan jumlah
bahan kimia yang dibutuhkan dalam pengolahan air. Pengukuran kekeruhan air
sebelum penyaringan berguna untuk mengontrol dosis dan bahan kimia yang
digunakan (Saeni, 1989).

2.6.2 pH (Derajat Keasaman)


Istilah pH diperkenalkan pada tahun 1909 oleh Sorensen, yang
mendefinisikan pH sebagai log negatif dari konsentrasi ion hidrogen. Nilai pH
yang rendah sesuai dengan konsentrasi H+ yang tinggi, sedangkan nilai pH yang
tinggi sesuai dengan konsentrasi H+ yang rendah (Murray, dkk. 1999).
Pengukuran pH dapat dilakukan dengan teknik kolorimetri dan
potensiometri (elektrometri). Teknik kolorimetri menggunakan indikator
(celupan) selama suatu titrasi asam basa, teknik potensiometri menggunakan pH-
meter bersama elektrodanya. Pengukuran pH secara potensiometri dilakukan
melalui pembacaan potensial dari elektroda dengan referensi (sensitif terhadap
suhu) dan pH-meter harus dikalibrasi ulang sebelum digunakan (Alearts, G dan
santika, 1987).

2.4.3 Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand/COD)


Chemical Oksigen Demand (COD) merupakan total oksigen yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mendegradasi senyawa-senyawa organik
dan anorganik. Namun, yang lebih banyak terdegradasi ialah senyawa organik.
Jumlah oksigen ini ekuivalen dengan jumlah bahan organik yang terdapat di
dalam sampel. Efektifitas koagulasi berdasarkan pengurangan COD menyatakan
12

persen selisih senyawa-senyawa organik akibat proses koagulasi (Karamah EF,


1998).

2.6.4 TDS (Total Dissolved Solid)


Padatan terlarut (Dissolved solid) adalah padatan yang mempunyai ukuran
lebih kecil daripada padatan tersuspensi. Padatan ini terdiri dari senyawa-senyawa
organik dan anorganik yang larut di dalamnya ( Fardiaz, 1992 ). Penetapan TDS
(Total Dissolved Solid) dilakukan berdasarkan metode konversi. Prinsip metode
ini, nilai TDS (perkiraan) diperoleh dari konversi pengukuran DHL (Daya Hantar
listrik) dengan menggunakan rasio (TDS/DHL) yang ditetapkan. Selain itu
penetapan TDS dapat dilakukan dengan metode gravimetri yaitu contoh yang
sudah diaduk sempurna diuapkan, ditimbang dan dikeringkan dalam oven 103oC-
105oC. Penambahan bobot pinggan menunjukkan jumlah zat padat terlarut
(Fardiaz, 1992).

2.6.5 TSS (Total Suspended Solid)


Analisis zat padat dalam air, terutama padatan tersuspensi dan padatan
terlarut merupakan analisis yang umum dilakukan pada sampel air minum
maupun air limbah. Tujuannya adalah untuk mengkaji pemakaian air dan untuk
mencari jenis proses yang paling cocok untuk pengolahan air limbah.
Dalam metode analisis zat padat, pengertian zat padat total (total
solid=TS) adalah semua zat yang tersisa sebagai residu, setelah sampel air atau air
limbah diuapkan dan dikeringkan pada suhu tertentu. Zat padat total ini dapat
dibagi lagi menjadi bagian yang dapat disaring dan bagian yang tidak dapat
disaring, dan melewati sejumlah sampel air melalui membran filter. Bagian yang
bisa melalui membrane filter terdiri dari partikel koloid dan padatan terlarut.
Bagian yang tidak dapat melewati membran filter disebut dengan padatan
tersuspensi. Nilai padatan tersuspensi atau Total Suspended Solids (TDS)
ditentukan dengan menyaring sejumlah sampel air kemudian membran filter
dikeringkan pada suhu 105oC. Berat residu sesudah pengeringan merupakan TSS,
dinyatakan dengan satuan mg/L.
13

2.7 Turbidimeter
Turbiditas merupakan sifat optik akibat dispersi sinar dan dapat dinyatakan
sebagai perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang tiba.
Metode turbiditas dapat dikelompokkan dalam tiga golongan, yaitu pengukuran
perbandingan intensitas cahaya yang dihamburkan terhadap intensitas cahaya
yang datang, pengukuran perbandingan cahaya yang diteruskan terhadap cahaya
yang akan datang dan pengukuran efek ekstingsi. Turbidimeter meliputi
pengukuran cahaya yang diteruskan. Turbiditas berbanding lurus terhadap
konsentrasi dan ketebalan (Basset, 1993).

2.8 Spektrofotometri
Spektrometer absorbsi adalah sebuah instrumen untuk mengukur absorbsi
cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh suatu atom atau molekul. Untuk
daerah ultraviolet sampai cahaya tampak, nilai panjang gelombang berkisar antara
160-780 nm. Kemampuan suatu senyawa mampu menyerap radiasi sinar UV-Vis
yaitu adanya spesi pengabsopsi yang disebut dengan kromofor. Kromofor
merupakan gugus fungsional yang dapat menyerap radiasi UV-Vis.
Instrument spektrofotometer secara sederhana terdiri dari sumber cahaya,
monokromator yang berfungsi sebagai penyeleksi cahaya dengan panjang
gelombang (energi) tertentu, kompartemen sample, detektor, dan pengukur
intensitas cahaya (Skoog et al 2004). Berikut penjelasan empat bagian penting
dari spektrofotometri, yaitu:
a. Sumber Cahaya
Sumber cahaya pada spektrofotometer, harus memiliki pancaran radiasi
yang stabil dan intensitas tinggi. Sumber energi cahaya yang biasa untuk
daerah tampak, ultraviolet dekat, dan infra merah dekat adalah sebuah
lampu pijar dengan kawat terbuat dari wolfram (tungsten). Lampu ini
mirip dengan bola lampu pijar biasa, daerah panjang gelombang adalah
350-2200 nm. Lampu tabung tidak bermuatan (discas) hidrogen
(deuterium) 175 ke 375 atau 400 nm. Lampu hidrogen atau lampu
deuterium digunakan untuk sumber pada daerah ultraviolet.
14

b. Monokromator
Monokromator adalah alat yang berfungsi untuk menguraikan cahaya
polikromatis menjadi beberapa komponen panjang gelombang tertentu
(monokromatis) yang berbeda (terdispersi). Ada dua macam
monokromator, yaitu prisma dan grating (kisi difraksi). Cahaya
monokromatis ini dapat dipilih panjang gelombang tertentu yang sesuai
untuk kemudian dilewatkan melalui celah sempit yang disebut slit.
Ketelitian monokromator juga dipengaruhi oleh lebar celah (slit width)
yang dipakai.
c. Kuvet
Kuvet Spektrofotometer adalah suatu alat yang digunakan sebagai tempat
contoh atau cuplikan yang akan dianalisis. Kuvet biasanya terbuat dari
kwarsa, kaca, plastik dengan bentuk tabung empat persegi 1 x 1cm dan
tinggi 5 cm. Pada pengukuran di daerah ultraviolet dipakai kuvet kwarsa
atau plexiglass, sedangkan kuvet dari kaca tidak dapat dipakai karena kaca
mengabsorbsi sinar UV. Semua macam kuvet dapat dipakai untuk
pengukuran di daerah sinar tampak (Visible).
d. Detektor
Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya
pada berbagai panjang gelombang. Detektor akan mengubah cahaya
menjadi sinyal listrik yang selanjutnya akan ditampilkan oleh penampil
data dalam bentuk jarum penunjuk atau angka digital. Detektor yang biasa
digunakan untuk spektrofotometer UV-Vis adalah detektor Photo tube,
Barrier Layer Cell, dan Photo Multiplier Tube.
e. Recorder
Sinyal yang telah terdeteksi oleh detektor, agar dapat ditangkap dengan
baik oleh rekorder perlu diperkuat dengan suatu sistem penguat untuk
kemudian secara spesifik besarnya nilai absorbansi dari suatu larutan
sampel dapat ditunjukkan oleh sistem penampil data, baik berupa jarum
penunjuk ataupun digital.
15

Absorbansi adalah radiasi oleh suatu sampel diukur pada berbagai panjang
gelombang dan dialirkan oleh suatu perekam untuk menghasilkan spektrum
tertentu yang khas untuk komponen yang berbeda. Absorbansi sinar oleh larutan
mengikuti hukum Lambert-Beer, yaitu :

I0 I1

Intensitas cahaya yang masuk Larutan Intensitas cahaya yang diteruskan

Gambar 2. Intensitas cahaya yang melewati suatu larutan


(M.Anwar dan Hendra, 1989)
Keterangan:
I0 = Intensitas sinar datang
I1 = Intensitas sinar yang diteruskan

Hukum yang mendasari spektrofotometri adalah Lambert-beer. Bila


sebagian cahaya monokromator melalui suatu media transparan maka bertambah
turunnya intensitas cahaya yang dipancarkan sebanding dengan bertambah tebal
dan kepekatan suatu media.

A=ε.b.C

Keterangan :
A = Absorbans
ε = Konstanta disebut absorptivitas (cm-1.mg-1.L)
b = Tebal larutan (cm)
C = Konsentrasi larutan (ppm)
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan dilaboratorium QC di PT Nalco Indonesia, Jalan
Pahlawan Desa Karang Asem Timur, Citeureup-Bogor. Dilaksanakan pada bulan
Mei-Juli 2012.

3.2 Bahan dan Alat


3.2.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan uji dan bahan
kimia. Bahan uji berupa limbah cair PT Nalco Indonesia, sedangkan bahan kimia
terdiri dari koagulan PAC 10%, alumunium 10%, larutan COD, buffer 4, buffer7
dan buffer 10.

3.2.2 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi labu takar 100 mL,
gelas piala 1 Liter, pipet, turbidimeter 2100P, reaktor COD, spekrofotometer UV-
Vis DR-2800, pH-meter, neraca analitik, tabung HACH, jar mixer, kuvet dan alat
penyuntik.

3.3 Metode Penelitian


Penelitian ini terdiri dari 3 tahap yaitu, tahap pengambilan sampel, tahap
pengujian dengan jar test, dan tahap analisis data. Pengambilan sample diambil
pada bak ekualisasi, yakni bak sebelum koagulasi dan flokulasi. Sebelum dan
sesudah jar test dilakukan pengujian terhadap parameter limbah seperti
kekeruhan, pH, COD, TDS, dan TSS. Pengujian kekeruhan dengan metode
turbidimetri, pH dengan metode potensiometri, COD dilakukan secara
spektrofotometri dengan metode refluks tertutup, TDS dilakukan dengan metode
konduktometri, dan TSS dilakukan dengan metode gravimetri.

16
17

3.3.1 Teknik Jar Test


Penelitian ini menggunakan 2 jenis Koagulan yaitu Alum dan PAC.
Masing-masing dibuat dalam konsentrasi 10% yaitu dengan menimbang 10 gram
lalu diencerkan sampai 100 mL dengan menggunakan air dalam labu takar 100
mL. Koagulan tersebut diuji pada berbagai konsentrasi yaitu 1000, 1500, 2000,
2500, 3000, 3500 dan 4000 dengan menambahkan larutan induk sebanyak 10 mL,
15 mL, 20 mL, 25 mL, 30 mL, 35 mL, dan 40 mL ke dalam 1 L air limbah . Jar
test dilakukan setiap minggu selama 2 bulan.
Sampel air limbah dimasukkan kedalam 4 piala gelas masing-masing 1
liter. Pengaduk alat jar test diturunkan kemudian diaduk sebentar agar endapan
atau kotoran merata, kemudian diberikan koagulan PAC dan alum dengan ragam
konsentrasi yang sama. Alat jar test dioperasikan dengan kecepatan 100 rpm
selama 1 menit (proses koagulasi) kemudian dilanjutkan dengan pengadukan
lambat dengan kecepatan 40 rpm selama 10 menit (proses flokulasi), setelah itu
pengadukan dihentikan selama 10 menit untuk pengendapan flok (proses
sedimentasi), selanjutnya sampel air hasil jar test dari setiap gelas piala dilakukan
pengujian dilakukan terhadap kekeruhan, pH, COD, TDS dan TSS.

3.3.2 Pengukuran kekeruhan


Turbidimeter terlebih dahulu dikalibrasi dengan larutan standar yang
mempunyai nilai kekeruhan antara 0,1 NTU, 0-10 NTU dan 0,100 NTU sesuai
dengan kebutuhan. Sebanyak 10 mL sampel air yang akan ditetapkan, dimasukkan
ke dalam kuvet yang telah dibersihkan, lalu dimasukkan ke dalam turbidimeter.
Hasil dapat langsung dibaca pada alat turbidimeter.

3.3.3 Pengukuran pH
Pengukuran pH dilakukan dengan mencelupkan elektroda pH ke dalam
sampel limbah, sebelum digunakan pH meter terlebih dahulu dikalibrasi dengan
menggunakan buffer 4, buffer 7 dan buffer 10.
18

3.3.4 Pengukuran COD


Sampel yang telah disaring dipipet sebanyak 10 mL dimasukkan ke dalam
labu takar 100 mL, kemudian ditambahkan air demin sampai tanda tera dan
dihomogenkan. Sebanyak 2,5 mL contoh air limbah dipipet dan dimasukan ke
dalam tabung yang telah terisi larutan COD (Ag2SO4, H2SO4, K2Cr2O7), tabung
refluks ditutup, kemudian direfluks selama dua jam. Setelah dua jam larutan
dalam tabung tersebut didinginkan di dalam gelas piala sampai suhu normal,
kemudian sampel tersebut diukur dengan spektrofotometer DR 2800 pada panjang
gelombang 600 nm.
Dilakukan penetapan blanko dengan cara kerja yang sama seperti terhadap
sampel, sampel air limbah diganti dengan air demin.
Perhitungan :
COD (mg/L) = A x Fp
Keterangan :
A : Konsentrasi COD yang terbaca pada alat (mg/L)
Fp : Faktor pengenceran

3.3.5 Pengukuran TDS


Penetapan Total Dissolved Solid (TDS) pada penelitian ini dilakukan
berdasarkan Metode Konversi dengan menggunakan alat yang bernama TDS
meter yaitu suatu alat yang digunakan untuk mengukur kapasitas ion total dari
larutan sampel yang konsentrasi pengukurannya dinyatakan dalam mg/L dari ion-
ionnya. Sampel yang akan diukur dimasukkan ke dalam piala gelas lalu
dimasukkan elektroda yang telah dibilas dengan aquades dan dikeringkan dengan
tissu. Angka yang muncul di dalam alat TDS meter kemudian dicatat.

3.3.6 Pengukuran TSS


Dipanaskan kertas saring di dalam oven dengan temperatur 103-105oC
selama 1 jam. Didinginkan dalam desikator dan kemudian ditimbang. Diambil
sampel air limbah sebanyak 100 mL, kemudian disaring dengan menggunakan
kertas saring ke dalam cawan penguapan. Kertas saring diambil dengan hati-hati
19

dan ditempatkan pada oven dengan temperatur 103-105oC selama 1 jam.


Didinginkan di dalam desikator dam kemudian ditimbang.
Perhitungan :
TSS (mg/L) = (A-B) x 1000
C
Keterangan:
A = berat saringan dan residu (mg)
B = berat saringan (mg)
C = volume saringan (mL)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengolahan air limbah PT. Nalco Indonesia dengan 2 jenis koagulan yaitu
PAC dan alum. Kedua jenis koagulan tersebut masing-masing diuji
kemampuannya melalui jar test pada berbagai konsentrasi yaitu 1000, 1500, 2000,
2500, 3000, 3500 dan 4000 ppm. Selanjutnya sampel air hasil jar test diuji melalui
berbagai parameter yaitu kekeruhan, pH, COD, TDS dan TSS.

4.1 Hubungan Dosis Koagulan Dengan Kekeruhan


Analisis kekeruhan dilakukan terhadap air limbah hasil jar test pada
berbagai dosis koagulan baik dengan menggunakan PAC maupun alum, dengan
baku mutu dibawah 20 NTU.
350

300
Kekeruhan (NTU)

250

200 PAC

150 Alum
Baku Mutu Maksimum
100
Baku Mutu Minimum
50

0
0 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
Dosis (ppm)

Gambar 3. Hubungan Dosis Koagulan Dengan Kekeruhan

Gambar 3 menunjukkan bahwa koagulan PAC mampu menurunkan


kekeruhan pada dosis optimum 2500 ppm dengan nilai kekeruhan 19,1 NTU
sedangkan alum pada dosis optimum 3000 ppm dengan nilai kekeruhan 18,9
NTU.
Penggunaan koagulan PAC lebih baik daripada koagulan alum karena
koagulan PAC dalam proses koagulasi dapat membentuk flok-flok dan mampu

20
21

mengendap lebih cepat dibandingkan dengan koagulan alum. Hal ini


disebabkan karena gugus aktif aluminat yang mampu bekerja efektif dalam
mengikat koloid dan diperkuat dengan rantai polimer dari gugus polielektrolit
sehingga gumpalan floknya lebih padat. Pada kondisi kekeruhan yang tinggi, PAC
memberikan penurunan kekeruhan yang signifikan karena mampu bekerja pada
range yang lebih luas (Saeni, 1989). Air limbah hasil olahan sesuai dengan standar
Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001, Tentang Pengolahan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air yang terdapat pada Lampiran 1.

4.2 Hubungan Dosis Koagulan Dengan pH


Penambahan koagulan PAC atau Alum akan mempengaruhi pH air
limbah, semakin banyak dosis koagulan yang diberikan maka pH akan mengalami
penurunan. Gambar 4 dapat dilihat hubungan antara dosis koagulan PAC dan
Alum dengan pH.
10
9
8
7
6
PAC
pH

5
alum
4
Baku Mutu Maksimum
3
Baku Mutu Minimum
2
1
0
0 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
Dosis (ppm)

Gambar 4. Grafik hubungan Dosis Koagulan Dengan pH

Gambar 4 dapat dilihat perbedaan penurunan nilai pH dari masing-masing


koagulan. Koagulan PAC pada dosis optimum 2500 ppm memiliki nilai pH 7,37
sedangkan koagulan alum pada dosis optimum 3000 ppm memiliki nilai pH 6,02.
Penurunan nilai pH pada penggunaan koagulan alum sangat tinggi, semakin
banyak dosis alum yang ditambahkan maka semakin besar penurunan nilai pH,
namun pada koagulan PAC penurunan nilai pH tidak terlalu tinggi.
22

Air hasil olahan dengan menggunakan koagulan alum memiliki pH yang


lebih rendah. Menurut Murray (1999), hal ini disebabkan karena Alum dapat
terhidrolisis dan mudah terionisasi dalam air, sedangkan PAC dalam air limbah
akan terhidrolisis membentuk flok dan ion klorida yang terlepas akan bergabung
dengan flok, sehingga terhindar dari terbentuknya HCl sebagai produk samping
yang dapat menurunkan pH. Penurunan pH tersebut disebabkan karena adanya
reaksi sebagai berikut:
AL2(SO4)3 + 6H2O 2Al(OH)3 ↓ + 3H2SO4
3H2SO4 6H+ + 3SO42-
Berdasarkan reaksi tersebut, terlihat bahwa pembubuhan koagulan
alumunium sulfat ke dalam air limbah menyebabkan reaksi hidrolisis yang disertai
pelepasan ion hidrogen sehingga terjadi penurunan pH air. Kondisi pH air hasil
olahan masih berada dalam kisaran netral yaitu 6-9 dan memenuhi batas baku
mutu kualitas air limbah berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001,
Tentang Pengolahan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yang terdapat
pada Lampiran 1.

4.3 Hubungan Dosis Koagulan Dengan COD


Nilai COD menyatakan banyaknya kandungan zat organik yang ada pada
air limbah yang dioksidasi oleh oksigen. Data hasil pengukuran COD pada
masing-masing koagulan dapat dilihat pada Gambar 5.
6000

5000

4000
COD (ppm)

3000 PAC
Alum
2000
Baku Mutu Maksimum

1000

0
0 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
Dosis (ppm)

Gambar 5. Hubungan Dosis Koagulan Dengan COD


23

Gambar 5 menunjukkan bahwa penggunaan koagulan PAC dan alum


mampu menurunkan nilai COD, namun masih melebihi batas maksimum yang
diperbolehkan. Hal ini disebabkan karena banyaknya kandungan zat organik yang
terdapat di dalam air limbah tersebut yang belum terendapkan, tetapi penurunan
nilai COD pada proses koagulasi dan flokulasi dapat membantu pada proses
selanjutnya agar dapat menurunkan nilai COD secara maksimum.

4.4 Hubungan Dosis Koagulan Dengan TDS


Gambar 6 menunjukkan setelah jar test air limbah dengan penambahan
koagulan PAC dan Alum mempunyai konsentrasi TDS yang lebih besar dari air
limbah sebelum uji jar. Hal ini terjadi karena ion-ion dari koagulan yang terlarut
di dalam air limbah yang tidak bereaksi dengan koloid sehingga terjadi proses
destabilisasi.
4500
4000
3500
3000
TDS (ppm)

2500 PAC
2000 Alum
1500 Baku Mutu Maksimum
1000 Baku Mutu Minimum

500
0
0 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
Dosis (ppm)

Gambar 6. Hubungan Dosis Koagulan Dengan TDS

Berdasarkan Gambar 6, koagulan PAC memiliki dosis optimum pada 2500


ppm dengan nilai TDS 1952 ppm, sedangkan alum pada dosis optimum 3000 ppm
dengan nilai TDS 2331 ppm. Setelah jar test, air baku yang ditambahkan koagulan
PAC diketahui memiliki konsentrasi TDS yang lebih kecil dibandingkan dengan
air limbah yang ditambahkan koagulan Alum. Koagulan PAC terdapat kandungan
ion klorida dan koagulan alum terdapat ion sulfat yang disebabkan oleh reaksi
24

reaksi hidrolisis yang disertai dengan pelepasan ion hidrogen. Kandungan ion-ion
pada koagulan alum yang lebih besar jika dibandingkan koagulan PAC
merupakan penyebab dari tingginya konsentrasi TDS pada air limbah yang
ditambahkan koagulan alum dibandingkan koagulan PAC. Namun konsentrasi
TDS masih memenuhi standar baku mutu berdasarkan Peraturan Pemerintah
nomor 82 tahun 2001 Tentang Pengolahan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air.

4.5 Hubungan Dosis Koagulan Dengan TSS


Nilai TSS mengalami penurunan setelah proses pengolahan dengan
pembubuhan koagulan PAC maupun Alum.
250

200
TSS (ppm)

150
PAC
100 Alum
Baku Mutu Maksimum
50

0
0 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
Dosis (ppm)

Gambar 7. Hubungan Dosis koagulan Dengan TSS

Berdasarkan Gambar 7, koagulan PAC mencapai dosis optimum 2500


ppm dengan nilai TSS 55 ppm sedangkan alum pada dosis optimum 3000 ppm
dengan nilai TSS 52,8 ppm. Nilai TSS ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
konsentrasi koagulan yang ditambahkan, maka semakin banyak flok yang
terbentuk sehingga mampu mengendapkan partikel-partikel yang terdapat dalam
sampel air limbah (Fardiaz, 1992).
25

4.6 Data Hasil Keseluruhan


Analisis air limbah dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 menunjukkan
bahwa karakteristik air limbah yang meliputi kekeruhan, pH, COD, dan TSS
masih melebihi batas baku mutu yang telah ditetapkan berdasarkan Peraturan
pemerintah nomor 82 tahun 2001 Tentang Pengolahan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air pada Lampiran 1.
Tabel 5. Data Hasil Analisis Air Limbah Pada Berbagai Dosis Koagulan
Parameter
Dosis
Kekeruhan COD TDS TSS
Koagulan pH
(NTU) (ppm) (ppm) (ppm)
(ppm)
PAC Alum PAC Alum PAC Alum PAC Alum PAC Alum
0 9,43 9,43 322,8 322,8 5656,1 5656,1 1744,7 1744,7 219 219
1000 189,
9,04 8,39 213,5 233,5 5059,1 5136 1763,1 1825,8 193,1
7
1500 115,
8,62 8,04 135,2 155,2 4273,1 4419 1817,5 1937,1 128,1
2
2000 7,91 7,18 91 106,5 3148,1 3296 1852,5 2068,5 87,7 104
2500 7,36 6,79 19,1 70 2482,4 2885 1952,2 2184,2 55 79,7
3000 7,15 6,02 15,3 18,8 1956,4 2235 2160,8 2331,3 46,5 52,8
3500 6,88 5,39 11,1 12,3 1713,7 1956 2264,2 2449 39,7 42,2
4000 6,55 4,58 8,7 24,7 1484,7 1607 2354,1 2528,6 26,8 35,2

Air limbah yang dianalisis setiap saat dapat mengalami perubahan,


misalnya kekeruhan yang selalu naik turun dan juga beberapa parameter seperti
pH, COD, TDS dan TSS. Hal ini tergantung pada kondisi air limbah yang masuk
ke dalam tangki IPAL PT. Nalco Indonesia.

4.7 Biaya Produksi


Salah satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam proses pengolahan air
limbah selain kualitas air limbah yang dihasilkan yaitu biaya produksi.
Penggunaan koagulan PAC pada dosis optimum 2500 ppm lebih efisien
dibandingkan dengan koagulan Alum pada dosis optimum 3000 ppm dan dilihat
dari segi ekonomi (biaya) PAC lebih murah dibandingkan koagulan Alum. Tabel
6 menunjukkan selisih biaya PAC dan Alum yang harus dikeluarkan per bulan
26

untuk mengolah air limbah dengan tingkat kekeruhan 332 NTU dengan debit air
limbah yang diolah sebesar 30.000 Liter.
Tabel 6. Biaya Produksi
Pemakaian Kebutuhan Kebutuhan Harga Biaya
Koagulan Per minggu Per Bulan Koagulan Produksi
Koagulan
(mg/L) (kg/ minggu) (kg/bulan) Per Kg Per Bulan
PAC 2500 75 kg 300 kg Rp. 3650 Rp.1.095.000,-
Alum 3000 90 kg 360 kg Rp. 4000 Rp.1.440.000,-
Selisih Biaya Rp. 345.000,-

Tabel 6 menunjukkan bahwa dari segi ekonomi (biaya) sangat terlihat jelas
bahwa koagulan PAC lebih hemat dibandingkan dengan koagulan alum, sehingga
selisih biaya produksi sebesar Rp.345.000,-.
BAB V
KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dan pengolahan data yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa:
1. Koagulan PAC dan alum dapat digunakan untuk mengolah air limbah PT.
Nalco Indonesia karena dapat menurunkan parameter kekeruhan, pH dan
TSS sesuai memenuhi baku mutu Pemerintah.
2. Penggunaan koagulan PAC (Poly Aluminium Chloride) optimum pada
konsentrasi 2500 ppm sedangkan alum pada konsentrasi 3000 ppm pada
pengolahan limbah cair PT Nalco Indonesia
3. Biaya produksi yang dikeluarkan per bulan untuk PAC 2500 ppm sebesar
Rp. 1.905.000,- sedangkan alum 3000 ppm sebesar Rp. 1.440.000,-
dengan debit air limbah 30.000 L. Memiliki selisih biaya sebesar Rp.
345.000,- sehingga penggunaan koagulan PAC lebih unggul dari alum.

5.2 Saran
PT. Nalco Indonesia sebaiknya memilih PAC sebagai koagulan dalam
proses penjernihan air limbah. Namun karena parameter COD belum memenuhi
baku mutu yang disyaratkan, maka sebaiknya pada tahap berikutnya dilakukan
upaya untuk penurunan nilai COD.

27
DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G dan S.S santika. 1987. Metode Penelitian Air. Surabaya : Usaha
National.
Basset J. 1993. Analisis Kimia kuantitatif anorganik. Seriono L, penerjemah.
Jakarta : EGC.
Departemen Pekerjaan Umum. 2008. Balai Penelitian Air Bersih dan Penyehatan
lingkungan Bekasi Tentang Pengolahan dan Standar Kualitas Air.
Effendi, H. (2003). Telaah Kualitas Air. Yogyakarta: Kanisius. Hal 11, 27-28.
Fardiaz, S. (1992). Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kanisius. Hal 19-28.
Hammer, M.J. 1986. Water and Wastewater Technology. Prentice-Hall int. Icn.
New Jersey. Hal 22-23.
Hammer, M.J dan Viessmen. 1985. Water supply and pollution Control. Fourth
Edition. Harper an Row Publisher. New York.
Karamah, EF, Lubis AO. 1998. Perlakuan Koagulasi dalam Proses Pengolahan
Air dengan Membran : Pengaruh Pengadukan Pelan Koagulan Aluminium
Sulfat terhadap Kinerja Membran [Skripsi]. Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia.
Kemmer FN. 1985. The Nalco Water Handbook, Second Edition. New York : Mc
Graw Hill.
Metcalf dan Eddy, Icn. 1981. Waste Water Engineering Treatment Disposal
Revse. 2nd ed. MC Graw-Hill, Icn. New York. Hal 40-57.
McGhee, T, J.1991. Water Supplay and sewerage. 6 th edition. McGraw-Hill
international Edition. Singapore.p. 184-186.
Murray, dkk. 1999. Biokim Haper. Edisi Ke-24. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Hal: 18-19.
Nur, M. A dan H. Adijuwana. 1989. Teknik Spektroskopi Dalam Analisis
Biologis. IPB. Hal : 12-23.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Bahaya
Limbah.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemar Air.

28
29

Saeni, M.S. 1989. Kimia Lingkungan. Departemen Pendidikan dan kebudayaan.


Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat antar hayal Ilmu Hayat IPB.
Bogor. Hal : 16-17, 43-45.
Skoog DA, West DM, Holler FJ, Crouch SR. 2004. Fundamentals of Analytical
Chemistry eighth edition. UK : Thomson Brooks.
Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. Jakarta: UI-PRESS.
Sumarni. 1989. Analisis Alumunium Sulfatdan Air Kapur serta Perbandingan
Metodenya Pada Penjernihan Air di Krenceng Pt. Krakatau Steel Cilegon
Akademi Kimia Analisis. Bogor
Sutopo. 1991. Polusi Air dan Udara. Penerbit Kanisinus. Yogyakarta.
30

Lampiran 1. Baku Mutu Air Limbah

Parameter Baku Mutu


pH 6.0-9.0
COD 100-300 mg/L
TDS 2000-4000 mg/L
TSS 60 mg/L
Kekeruhan 5-20 NTU

Sumber : Peraturan Pemerintah nomor 82 tahun 2001 Tentang Pengolahan


Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
31

Lampiran 2. Diagram Alir Penelitian

PT. Nalco
Indonesia

Limbah Cair Pengujian awal :


Kekeruhan, pH, COD, TDS,TSS

Tangki
Koagulasi dan
Flokulasi

Lumpur Air Limbah

Proses lanjut di
PPLI

Pengecekan Pengecekan Pengecekan Pengecekan Pengecekan


nilai nilai pH nilai COD nilai TSS nilai TDS
Kekeruhan
32

Lampiran 3. Diagram alir Jar Test

1 L sampel air limbah +


koagulan

Uji Jar Test


Kec. 100 rpm t = 1 menit
Kec. 40 rpm t = 10 menit
Kec. 0 rpm t = 10 menit

Pengujian terhadap kekeruhan, pH,


COD, TDS dan TSS

Pengolahan data
33

Lampiran 4. Pengukuran Kekeruhan

Alat dikalibrasi menggunakan standar turbiditas


yang tersedia

Sampel dihomogenkan, kemudian


dimasukkan ke dalam kuvet

diukur nilai kekeruhan sampel


dalam satuan NTU.
34

Lampiran 5. Pengukuran pH

pH meter dikalibrasi dengan


Buffer 4, buffer 7 dan buffer 10

Dibilas dengan air


suling

Elektroda dicelupkan ke
dalam sampel limbah cair

Baca nilai pH
35

Lampiran 6. Pengukuran COD

Sampel yang telah disaring


dipipet sebanyak 10 mL
dimasukkan ke dalam labu
takar 100 mL,

kemudian ditambahkan air demin sampai tanda tera dan


dihomogenkan.

Sebanyak 2,5 mL contoh air limbah

dimasukkan ke dalam tabung yang telah terisi larutan


COD (Ag2SO4, H2SO4, K2Cr2O7)

Direfluks selama 2 jam.

didinginkan di dalam gelas piala sampai


suhu normal,

diukur dengan spektrofotometer DR 2800 pada


panjang gelombang 600 nm.
36

Lampiran 7. Pengukuran TDS

TDS meter dikalibrasi dengan


larutan standar

Dibilas dengan air


suling

Elektroda dicelupkan ke
dalam sampel limbah cair

Dicatat nilai TDS


37

Lampiran 8. Pengukuran TSS

kertas saring dipanaskan di dalam oven


dengan temperatur 103-105oC selama 1 jam.

Didinginkan dalam deksikator dan


kemudian ditimbang.

Diambil contoh air limbah sebanyak 100 mL, kemudian disaring dengan
menggunakan kertas saring ke dalam cawan penguapan.

Dimasukkan dalam oven dengan


temperatur 103-105oC selama 1
jam.

Didinginkan di dalam desikator

Pengolahan data
38

Lampiran 9. Data Pengukuran Kekeruhan (NTU)

a. Koagulan PAC
Minggu Sebelum Setelah jar test (dosis PAC mg/L)
Ke- jar test 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
1. 322 212 134 89 19 14 10 8
2. 326 216 138 99 20 15 9 7
3. 321 211 133 88 18 13 13 11
4. 323 213 135 90 18 16 9 7
5. 325 215 137 92 19 20 16 11
6. 324 219 139 94 20 19 11 9
7. 319 209 131 86 19 11 10 8
8. 323 213 135 90 20 15 11 9
Rata-Rata 322,8 213,5 135,2 91 21,1 15,3 11,1 8,75

b. Koagulan Alum
Minggu Sebelum Setelah jar test (dosis alum mg/L)
ke- jar test 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
1. 322 231 153 102 66 19 12 24
2. 326 235 157 111 75 18 11 23
3. 321 230 152 101 65 18 11 26
4. 323 232 160 109 73 17 14 26
5. 325 239 161 110 70 19 12 24
6. 324 233 155 104 68 21 14 26
7. 319 228 150 112 76 19 12 24
8. 323 232 154 103 67 20 13 25
Rata-Rata 322,8 232,5 155,2 106,5 70 18,8 12,3 24,7
39

Lampiran 10. Data Pengukuran PH

a. Koagulan PAC
Minggu Sebelum Setelah jar test (dosis PAC mg/L
ke- jar test 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
1. 9,11 8,87 8,46 7,78 7.18 7,02 6,78 6,4
2. 9,23 8,91 8,49 7,8 7.21 7,05 6,8 6,39
3. 9,28 8,94 8,53 7,5 7.26 7,11 6,83 6,44
4. 9,34 9 8,6 7,88 7.3 7,14 6,88 6,57
5. 9,42 9,08 8,64 7,91 7.38 7,17 6,9 6,62
6. 9,58 9,12 8,69 7,97 7.43 7,21 6,92 6,64
7. 9,72 9,17 8,77 8,04 7.58 7,27 6,95 6,7
8. 9,76 9,24 8,78 8,1 7.64 7,29 6,99 6,71
Rata-Rata 9,43 9,04 8,62 7,91 7.37 7,15 6,88 6,55

b. Koagulan Alum
Minggu Sebelum Sesudah jar test (dosis alum mg/L)
ke- jar test 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
1. 9,11 8,26 7,94 7,11 6,74 5,98 534 4,54
2. 9,23 8,28 7,96 7,15 6,74 5,98 5,35 4,55
3. 9,28 8,31 7,99 7,17 6,76 5,99 5,36 4,55
4. 9,34 8,36 8,03 7,18 6,77 6,01 5,38 4,57
5. 9,42 8,4 8,07 7,2 6,79 6,03 5,4 4,59
6. 9,58 8,47 8,09 7,22 6,81 6,04 5,41 4,6
7. 9,72 8,53 8,12 7,23 6,84 6,06 5,43 4,62
8. 9,76 8,56 8,16 7,25 6,87 6,07 5,45 4,63
Rata-Rata 9,43 8,39 8,04 7,18 6,79 6,02 5,39 4,58
40

Lampiran 11. Data Pengukuran COD (ppm)

a. Koagulan PAC
Minggu Sebelum Sesudah jar test (dosis PAC mg/L)
ke- jar test 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
1. 5710 5113 4327 3202 2544 2018 1773 1544
2. 5243 4646 3860 2735 2077 1551 1306 1077
3. 5837 5240 4454 3329 2671 2145 1900 1671
4. 5573 4976 4190 3065 2407 1881 1636 229
5. 5718 5121 4335 3210 2552 2026 1781 1552
6. 5735 5138 4352 3227 2569 2043 1798 1569
7. 5652 5055 4269 3144 2486 1960 1715 1486
8. 5781 5184 4398 3273 2615 2089 1860 1631
Rata-Rata 5656,1 5059,1 4273,1 3148,1 2482,4 1956,4 1713,7 1484,7

b. Koagulan Alum
Minggu Sebelum Sesudah jar test (dosis alum mg/L)
ke- jar test 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
1. 5710 5218 4501 3378 2967 2317 2038 1689
2. 5243 4526 3809 2686 2275 1625 1346 997
3. 5837 5345 4628 3505 3094 2444 2165 1816
4. 5573 5081 4364 3241 2830 2180 1901 1552
5. 5718 5226 4509 3386 2975 2325 2046 1697
6. 5735 5243 4526 3403 2992 2342 2063 1714
7. 5652 5160 4443 3320 2909 2259 1980 1631
8. 5781 5289 4572 3449 3038 2388 2109 1760
Rata-Rata 5656,1 5136 4419 3296 2885 2235 1956 1607
41

Lampiran 12. Data Pengukuran TDS (ppm)

a. Koagulan PAC
Minggu Sebelum Sesedah jar test (dosis PAC mg/L)
ke- jar test 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
1. 1714 1781 1812 1883 1921 2123 2278 2383
2. 1731 1772 1821 1812 1938 2153 2288 2372
3. 1743 1787 1816 1834 1972 2186 2222 2337
4. 1745 1771 1827 1824 1948 2163 2287 2332
5. 1750 1778 1819 1889 1974 2183 2283 2374
6. 1754 1719 1814 1842 1947 2166 2239 2375
7. 1759 1716 1815 1893 1936 2146 2243 2327
8. 1762 1781 1816 1843 1982 2167 2274 2333
Rata-Rata 1744,7 1763,1 1817,5 1852,5 1952,2 2160,8 2264,2 2354,1

b. Koagulan Alum
Minggu Sebelum Sesudah jar test (dosis alum mg/L)
ke- jar test 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
1. 1714 1806 1924 2067 2193 2321 2448 2521
2. 1731 1810 1934 2072 2188 2329 2439 2528
3. 1743 1823 1948 2068 2172 2332 2442 2525
4. 1745 1826 1929 2079 2182 2328 2447 2538
5. 1750 1829 1936 2059 2190 2336 2458 2535
6. 1754 1834 1946 2076 2184 2342 2452 2519
7. 1759 1838 1939 2066 2178 2325 2450 2529
8. 1762 1841 1941 2061 2187 2338 2456 2534
Rata-Rata 1744,7 1825,8 1937,1 2068,5 2184,2 2331,3 2449 2528,6
42

Lampiran 13. Data Pengukuran TSS (ppm)

a. Kogulan PAC
Minggu Sebelum Sesudah jar test (dosis PAC mg/L)
ke- jar test 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
1. 197 173 102 79 48 40 29 21
2. 206 178 107 82 51 43 33 23
3. 212 187 112 84 54 46 39 26
4. 219 189 114 86 55 46 40 26
5. 227 194 117 89 56 47 42 27
6. 228 194 118 91 58 49 43 29
7. 230 201 125 94 59 50 45 30
8. 233 202 127 97 59 51 47 33
Rata-Rata 219 189,7 115,2 87,7 55 46,5 39,7 26,8

b. Koagulan Alum
Minggu Sebelum Sesudah jar test (dosis alum mg/L)
ke- jar test 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000
1. 197 176 114 97 70 44 34 27
2. 206 180 116 99 75 47 35 28
3. 212 191 129 103 79 53 41 34
4. 219 193 130 104 80 54 43 36
5. 227 199 132 104 81 55 44 37
6. 228 199 134 106 83 55 46 38
7. 230 203 137 109 85 57 47 40
8. 233 204 139 110 85 58 48 42
Rata-Rata 219 193,1 128,8 104 79,7 52,8 42,2 35,2
43

Lampiran 14. Perhitungan Biaya Produksi

a. Koagulan PAC
Jumlah koagulan hasil tes laboratorium = 2500 mg/L
Kapasitas Tangki = 30 m3 = 30.000 L
Dosis koagulan untuk 30 m3?
Dosis = Jumlah Koagulan x kg x kapasitas tangki
106 mg
= 2500 mg x 1 kg x 30.000 L = 75 Kg
L 106 mg

b. Koagulan Alum
Jumlah koagulan hasil tes laboratorium = 3000 mg/L
Kapasitas Tangki = 30 m3 = 30.000 L
Dosis koagulan untuk 30 m3?
Dosis = Jumlah Koagulan x kg x kapasitas tangki
106 mg
= 3000 mg x 1 kg x 30.000 L = 90 Kg
L 106 mg

You might also like