Professional Documents
Culture Documents
ID Faktor Pembeda Prevalensi Gizi Kurang Dan Buruk Pada Balita Di Daerah Tidak Misk PDF
ID Faktor Pembeda Prevalensi Gizi Kurang Dan Buruk Pada Balita Di Daerah Tidak Misk PDF
Abstract. Background: Generally, the area with low-poverty has low-prevalence of underweight
among children underfives. However, there are some districts with lowpoverty, but they have
high prevalence of underweight among children underfives, that called as negative deviance.
Objectives: The aim of data analysis was to study the difference factors of prevalence of
underweight among children underfives in the districts with low-poverty.
Method: Data of the Basic Health Research (Riskesdas) 2007 was used for the analysis. The
sample is households that have child underfives in the district with low-poverty. The total
number of samples are 1051 households. Variables were consisted of parents education level,
occupation, environmental sanitation, infant morbidity, infant growth monitoring, maternal
hygiene, access to health services and immunization. The statistically analysis was conducted
with X2 statistical test.
Results: There was a significant difference on parents education level, occupation, the number
of household members, economic status, distance to health services (hospitals,
co-health-centers [PustuJ), household waste disposal channels, acute respiratory infection,
mothers hygiene (hand washing habits), and the frequency of infants weighing with the
prevalence of underweight among children underfives (p<0.05).
Conclusion: The factor that distinguishes the prevalence of underweight among children
underfives are lack of education of the parents, occupation, the number of household members,
household economic status, distance to health services (hospitals, health centers, physician
practices), environmental sanitation, infants weighing frequency, mother's hand-washing
habits, and respiratory disease in infants. In the low-prevalence areas, the factors have a better
condition than the high prevalence area.
52
Faktor Pembeda Prevalensi ................ (Trintrin et. al)
atau status gizi baik dari anak -anak yang hidup seperti kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum
di dalam keluarga miskin atau lingkungan memberi makan anak juga merupakan salah
miskin, dimana sebagian besar anak lainnya satu faktor penyebab timbulnya penyakit pada
menderita gangguan pertumbuhan dan gizi anak.
kurang (1). Keadaan sebaliknya dapat
Hasil analisis data Riskesdas tahun
diistilahkan "Negative Deviance" untuk
2007 di Propinsi J awa Barat menunjukkan
menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
bahwa status gizi kurang dan buruk pada balita
pertumbuhan atau status gizi kurang dan buruk
sebesar 15% (11.3% gizi kurang dan 3,7% gizi
dari anakanak yang hidup di dalam keluarga
buruk) dan di provinsi Banten prevalensi gizi
tidak miskin atau lingkungan tidak miskin,
kurang dan buruk pada balita sebesar 16,6%
dimana sebagian besar anak lainnya mem-
(12,2% gizi kurang dan 4,4% gizi buruk) (5,6).
punyai status gizi baik.
Prevalensinya bervariasi antar kabupaten/kota.
Masalah masih tingginya prevalensi Menurut beberapa hasil survey, kejadian gizi
gizi kurang dan buruk pada balita di Indonesia kurang dan buruk erat kaitannya dengan ke-
suatu indikasi bahwa upaya penanggulangan miskinan. Asumsinya bila kabupaten/kota
gizi belum optimal. Saat ini dalam upaya dengan tingkat kemiskinan rendah memiliki
penurunan prevalensi gizi kurang dan buruk prevalensi gizi kurang dan buruk yang rendah
pada balita, program pemerintah lebih juga. Namun ada beberapa kabupaten/kota
diarahkan pada upaya penanggulangannya dengan kemiskinan rendah tetapi memiliki
seperti pemberian makanan tambahan atau PMT prevalensi gizi kurang dan buruk tinggi.
bukan pada upaya pencegahannya. Padahal
Dalam analisis lanjut ini dipelajari
kejadian gizi kurang dan buruk tidak hanya
faktor-faktor yang membedakan tinggi dan
dipengaruhi oleh keadaan konsumsi
rendahnya prevalensi gizi kurang dan buruk di
makanannya tetapi juga faktor lainnya seperti
daerah dengan kemiskinan yang rendah.
keadaan ekonomi, pendidikan, pola asuh,
sanitasi lingkungan, morbiditas (penyakit
infeksi), dan akses ke pelayanan kesehatan (2).
Martinez dan Tomkins, 1995 me-
nyatakan bahwa diare dapat dengan cepat Informasi yang dihasilkan dari analisis
menimbulkan terjadinya kurang protein dan ini diharapkan dapat memberikan masukan
mikro nutrient lainnya (3) .Hasil Analisis data pada pengelola program dalam penurunan
pengunjung Klinik Gizi, Pus litbang Gizi, prevalensi gizi kurang dan gizi buruk,
Bogor tahun 2001 - 2005, oleh Sri Mulyati, dkk, khususnya untuk daerah dengan kemiskinan
menunjukkan bahwa pada umumnya penyakit rendah.
penyerta pada kasus gizi kurang dan buruk
adalah diare dan Infeksi Saluran Pemafasan TUJUAN
Atas (4). Sedangkan kej adian diare biasanya erat
kaitannya dengan sanitasi lingkungan seperti Mencari faktor pembeda prevalensi gizt kurang
sumber air bersih, adanya saluran pembuangan dan buruk yang tinggi dan rendah di daerah
limbah rumahtangga dan j amban. Selain itu tidak miskin.
perilaku higienis ibu,
CARA
53
Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 39, No.2, 2011: 52 - 61
Dasar tahun 2007. Populasi adalah seluruh Bandung dan Kabupaten Tanggerang (pre-
sampel rumah tangga Riskesdas di Kota dan valensi balita gizi kurang dan buruk rendah).
Kabupaten dengan tingkat kemiskinan Lihat Tabel 1.
rendah.
Variabel yang dianalisis adalah pre-
Untuk menilai status gizi anak di- valensi status gizi sebagai variable terikat dan
gunakan indikator berdasarkan berat badan variabel bebas meliputi Sosio Demografi
menurut umur (BBIU). Berat badan dan umur (pendidikan kepala keluargadan istri, pekerj
setiap balita dikonversikan kedalam bentuk aan keluarga dan istri, jumlah anggota rumah
nilai terstandar (Z score) dengan tangga), Status ekonomi rumah tangga
menggunakan baku antropometri balita WHO (kuintil pengeluaran), Sanitasi lingkung an
2005. Balita termasuk Gizi Buruk (Z score < (saluran pembuangan limbah, temp at buang
-3,0), Gizi Kurang (Z score >=-3,0 sid Z score air besar), Perilaku Higienis (kebiasaan ibu
< -2,0), Gizi Baik (Z score >=2,0 sid Z score < cuci tangan), Akses ke pelayanan kesehatan,
=2,0), Gizi Lebih (Z score >2,0). Hasil Morbiditas (infeksi saluran pemafasan atas,
Riskesdas 2007 menginformasikan kej adian diare, campak), Kegiatan posyandu
Prevalensi Nasional Gizi kurang dan Buruk (penimbangan, imunisasi) dan prevalensi
adalah 18,4%. Suatu daerah termasuk daerah balita pendek.
pevalensi gizi kurang dan buruk tinggi, bila Tehnik Analisis
prevalensinya diatas prevalensi Nasional (>
18,4%). Pada tahap awal analisis dilakukan
verifikasi data apakah semua variabel yang
Menurut Biro Pusat Statik (BPS),
diperlukan tersedia datanya. Selanjutnya
suatu daerah termasuk daerah miskin bila
dilakukan pengecekan terhadap sebaran data
persentase keluarga miskin >= 16,5% (7).
dari setiap variabel dengan cara membuat
Dipilih Kota/Kabupaten dengan tingkat ke-
frekuensi distribusi masing masmg.
miskinan yang rendah dan mempunyai pre-
valensi balita gizi kurang dan buruk tinggi, Pengolahan dan analisa data:
serta Kota/Kabupaten dengan tingkat ke-
Analisis deskriptif dilakukan secara
miskinan yang rendah dan mempunyai pre-
univariat dan bivariat. Untuk mengetahui
valensi balita gizi kurang dan buruk rendah.
perbedaan antar faktor digunakan uji beda
Sampel adalah rumah tangga yang
proporsi (khi kuadrat).
mempunyai balita di Kota Banjar dan
Kabupaten Serang (prevalensi balita gizi
kurang dan buruk tinggi), serta Kota
Tabel 1. Jumlah Keluarga Miskin dan Prevalensi Balita Gizi Kurang dan Buruk di Wilayah penelltian.
54
Faktor Pembeda Prevalensi ................. (Trintrin et. al)
Tabel 2. Distribusi Rumahtangga menurut Pengeluaran per kapita per bulan dan KabupatenlKota
55
Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 39, No.2, 2011: 52 - 61
Tabel 4. Distribusi Sampel Menurut Prevalensi Status Gizi dan Karakteristik Balita
56
Faktor Pembeda Prevalensi ................. (Trintrin et. al)
Hubungan prevalensi gizt buruk dan dan kurang. (p<O,05). Proporsi rumahtangga
kurang dengan perilaku higienis ibu disajikan yang ibunya tidak biasa mencuci tangan baik
dalam Tabel 9. Ditemukan hubungan yang saat sebelum makan, sebelum menyiapkan
signifikan antara kebiasaan ibu mencuci tangan makanan maupun setelah BAB di daerah
saat sebelum makan, sebelum menyiapkan prevalensi tinggi terlihat lebih tinggi dari
makanan dan sesudah BAB dengan prevalensi daerah prevalensi rendah.
gizi buruk
57
Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 39, No.2, 2011: 52 - 61
Hubungan prevalensi gizt buruk dan Proporsi balita yang didiagnosis ISP A di
kurang dengan kej adian morbiditas balita daerah prevalensi tinggi lebih tinggi (15,7% )
disajikan pada Tabel 10. Ditemukan hubungan dibandingkan dengan prevalensi rendah (8,8%).
yang signifikan antara kejadian penyakit ISP A Sedangkan kejadian Diare dan C amp ak tidak
pada balita dengan prevalensi gizi buruk dan terlihat adanya hubungan yang signifikan
kurang (p<0,05). (p>0.05).
58
Faktor Pembeda Prevalensi ................. (Trintrin et. al)
Tabel11. Hubungan Prevalensi Status Gizi Buruk dan Kurang dengan Prevalensi Balita Pendek dan Sangat
Pendek
59
Bul. Penelit. Kesehat, Vol. 39, No.2, 2011: 52 - 61
Hal ini ada hubungannya dengan j daerah prevalensi rendah dan berbeda
enis pekerj aan KK, di mana di daerah pre- signifikan (Tabel 7).
valensi tinggi, lebih dari 50% kepala keluarga Ada hubungan yang signifikan antara
berpenghasilan tidak tetap seperti buruh, kesehatan lingkungan dengan prevalensi gizi
petani, nelayan, atau tidak bekerja. Pekerjaan buruk dan kurang (Tabel 8.). Di daerah
istri berhubungan tidak signifikan dengan prevalensi tinggi keadaan kesehatan
prevalensi status gizi, karena di kedua daerah lingkungannya lebih jelek dari di daerah
sebagian besar istri samasarna tidak bekerj a. prevalensi rendah. Di daerah prevalensi
Selain itu juga jumlah anggota tinggi lebih banyak rumah tangga yang tidak
rumahtangga akan berpengaruh pada dis- mempunyai saluran pembuangan air limbah
tribusi makanan dalam rumahtangga, ter- dan tidak mempunyai jamban, sehingga
utama pada rumahtangga keluarga miskin. Di memudahkan terjadinya penularan penyakit
daerah prevalensi tinggi, rumahtangga infeksi dari lingkungan yang dapat
dengan j umlah ART >= 5 orang terlihat lebih menurunkan status gizi balita.
tinggi dari di daerah prevalensi rendah dan Kebiasaan ibu mencuci tangan ter-
berbeda signifikan. utama sebelum menyiapkan makanan untuk
Faktor jarak ke temp at pelayanan balita berhubungan signifikan dengan
kesehatan (rumah sakit, puskesmas, pustu, prevalensi status gizi kurang dan buruk. Di
dokter praktek) berhubungan signifikan daerah prevalensi tinggi lebih banyak ibu
dengan prevalensi gizi buruk dan kurang yang tidak mempunyai kebiasaan mencuci
(Tabel 6). Di daerah prevalensi tinggi, tangan sebelum menyiapkan makanan. Balita
rumahtangga yang berj arak >= 1 Km ke yang ibunya biasa mencuci tangan
pelayanan kesehatan tersebut lebih tinggi dari kemungkinan sakit lebih kecil sehingga
daerah prevalensi rendah. J arak ke tempat keadaan gizinya dapat lebih baik. Kebiasaan
pelayanan kesehatan > 1 km, selain ibu mencuci tangan sebelum menyiapkan
memerlukan waktu tempuh lebih lama juga makanan merupakan faktor pembeda tinggi
akan memerlukan biaya untuk transportasi, dan rendahnya prevalensi gizi kurang dan
sehingga bagi rumahtangga miskin, pe- buruk (Tabel 9).
ngeluaran untuk berobat ke temp at pelayanan Beberapa penelitian menunjukkan
kesehatan kemungkinan menjadi tidak bahwa kejadian diare pada balita berpengaruh
mendapat prioritas. pada status gizi anak (3,8). Hasil analisis
Posyandu adalah temp at pelayanan terhadap balita yang menderita Diare pada 1
kesehatan terdekat yang dapat dij angkau oleh bulan terakhir (Tabel 10), tidak mempunyai
sebagian besar sampel rumahtangga baik di hubungan yang signifikan. Hal ini
daerah prevalensi tinggi maupun rendah. kemungkinan secara keseluruhan kej adian
Namun demikian hanya sekitar 6070% diare 1 bulan yang lalu terlihat cukup rendah «
rumahtangga sampel yang datang ke 1 0%). Kej adian ISP A 1 bulan lalu
posyandu dalam 3 bulan terakhir. Rutinitas mempunyai hubungan yang signifikan (Tabel
ibu menimbangkan anak berguna untuk 10) Di daerah prevalensi tinggi, proporsi
memantau pertumbuhan balita sehingga balita yang menderita ISP A lebih banyak dari
dapat mencegah menurunnya keadaan gizi di daerah prevalensi rendah. Sedangkan kej
anak. Temyata di daerah prevalensi tinggi adian campak 12 bulan yang lalu tidak me-
balita yang tidak rutin menimbang dalam 6 nunjukan hubungan yang signifikan di
bulan terakhir terlihat lebih tinggi dari
60
Faktor Pembeda Prevalensi ................ (Trintrin et. al)
kedua daerah. Hal ini juga kemungkinan analisis hingga perbaikan laporan. Ucapan
karena kejadian campak 12 bulan yang lalu di terima kasih juga disampaikan kepada Tim
kedua daerah tersebut sangat kecil «5%) Teknis Ilmiah yang telah memberikan
seperti halnya kejadian diare. masukan untuk penyempumaan laporan.
61