Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 8

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

Screening of biosurfactant producing hydrocarbonoclastic


bacteria as a bioremediation agent of petroleum contaminated
environment
Hary Widjajanti, Muharni, dan Mirfat
Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sriwijaya, Inderalaya

Abstract. Biosurfactant application is one of the important efforts in accelerating the


petroleum bioremediation process. The aim of this research were screening for biosurfactant
producing by hydrocarbonoclastic bacteria from petroleum contaminated mangrove area and
to know the production and emulsification potency of their biosurfactant. Screening done by
looking hemolytic activity of 29 isolates of hydrocarbonoclastic bacteria on blood agar
medium. The variables measured were total count bacteria, biosurfactant production and
emulsification index. The results showed that 16 hydrocarbonoclastic bacteria known
potentially to produce biosurfactant. Pseudomonas alcaligenes, Pseudomonas
saccharophyla, and Bacillus sphaericus var rotans selected as the inoculum of biosurfactant
production. The highest biosurfactant product achieved at the 48 hours incubation time,
which biosurfactant produced by Pseudomonas alcaligenes was 1.9 g/L with emulsification
index 0.6, Pseudomonas saccharophyla produce biosurfactant at 1.86 g/L with
emulsification index of 0.63 and Bacillus sphaericus var rotans produce biosurfactant at 0.68
g/L with emulsification index of 0.6.

Key words: screening, biosurfactant, hydrocarbonoclastic bacteria, emulsification index

PENDAHULUAN Salah satu cara penanggulangan


pencemaran oleh minyak bumi yang aman
Latar Belakang adalah dengan menggunakan biosurfaktan
Pencemaran minyak bumi yang terjadi yang dihasilkan oleh mikroba pendegradasi
pada ekosistem perairan selain dapat minyak bumi. Selain dapat membantu
merusak lingkungan biota air di bawahnya, peningkatan degradasi minyak bumi juga
dapat juga mengganggu kesehatan manusia. tidak toksik terhadap lingkungan, sehingga
Bahan pencemar tersebut sangat sulit untuk keberadaan biosurfaktan dapat menjadi
diatasi apabila sudah menempel pada alternatif pengganti senyawa surfaktan
partikel padat seperti tanah, pasir, sediment kimia pengaktif permukaan (Van Dyke et
dan tumbuhan. Beberapa cara telah al., 1991).
dilakukan untuk menanggulangi Biosurfaktan dapat digunakan untuk
pencemaran ini, diantaranya dengan mempercepat bioremediasi lingkungan
fotooksidasi, penguapan, dan penggunaan yang tercemar minyak bumi, yaitu dengan
surfaktan kimia (Van Dyke et al., 1991). meningkatkan daya kelarutan minyak bumi.
Masalah lain dari penanggulangan tersebut Selanjutnya minyak bumi didegradasi oleh
diantaranya adalah biaya yang mahal, selain sel-sel mikroorganisme, melalui
itu beberapa surfaktan kimia juga pembentukan butiran-butiran minyak bumi
menyebabkan masalah bagi lingkungan (misel) yang terdispersi dalam air (Dunvjak
karena sifatnya yang resisten untuk dapat et al., 1983). Selain untuk bioremediasi,
dipecah secara biologi dan sangat toksik biosurfaktan juga dapat dimanfaatkan
saat terakumulasi dalam suatu ekosistem dalam teknologi MEOR untuk
alam (Fiechter, 1992). meningkatkan perolehan minyak bumi.

Semirata 2013 FMIPA Unila |339


Hary Widjajanti, dkk: Screening of biosurfactant producing hydrocarbonoclastic
bacteria as a bioremediation agent of petroleum contaminated environment

Widjajanti dkk (2008) telah standar ini selanjutnya akan digunakan


mendapatkan 29 jenis bakteri dalam penghitungan jumlah bakteri
hidrokarbonoklastik dari kawasan selanjutnya. (Modifikasi Hadioetomo
mangrove yang tercemar minyak bumi, 1990).
yaitu dari genera Alcaligenes, Bacillus,
Pseudomonas, Enterobacter, Kurva pertumbuhan dibuat dengan
Flavobacterium, dan Pseudomonas. Semua menumbuhkan bakteri pada medium ZoBell
jenis bakteri tersebut bersifat cair dan diinkubasi di atas shaker pada suhu
hidrokarbonoklastik dan diduga juga ruang dengan kecepatan agitasi 150 rpm.
menghasilkan biosurfaktan. Oleh karena itu Jumlah sel bakteri dihitung setiap 6 jam
akan dikaji kemampuan isolat bakteri yang sekali sampai terjadi penurun. Data jumlah
didapatkan dalam menghasilkan sel bakteri dari setiap waktu pengamatan
biosurfaktan dan optimasi pertumbuhannya dibuat dalam bentuk grafik, sehingga
dalam produksi biosurfaktan. diketahui fase-fase pertumbuhannya
(Brock, 1974).
Tujuan penelitian untuk melakukan
skrining bakteri hidrokarbonoklastik Produksi Biosurfaktan
penghasil biosurfaktan yang diperoleh dari Medium SMSS cair 100 mL dengan pH
kawasan mangrove yang tercemar minyak 6,5 diinokulasi dengan 10% inokulum
bumi dan menguji kemampuannya dalam bakteri. Kultur selanjutnya diinkubasi pada
produksi dan emulsifikasi biosurfaktan. rotary shaker 150 rpm pada suhu ruang.
Pengambilan sampel untuk pengukuran
BAHAN DAN METODE produksi biosurfaktan dilakukan setiap 12
jam sekali, sampai jam ke 60 (Modifikasi
Skrining bakteri penghasil biosurfaktan Suryatmana et al. 2004).
Srining bakteri penghasil biosurfaktan
menggunakan uji hemolisis. Aktivitas Pengukuran Produksi Biosurfaktan
hemolitik oleh strain bakteri dilihat dengan Biosurfaktan dipisahkan dari kultur
cara menginokulasikan bakteri pada dengan sentrifugasi pada kecepatan 13.000
medium agar darah (blood agar) dan rpm selama 60 menit sehingga diperoleh
diinkubasi pada suhu 300 C selama 24 jam. supernatan. Selanjutnya dilakukan ekstraksi
Terbentuknya zona bening di sekitar koloni biosurfaktan fraksi asam lemak
bakteri menunjukkan aktivitas hemolitik (Suryatmana, 2006 dalam Devianto &
yang dapat diindikasikan sebagai penghasil Kardena 2010) dan ekstraksi biosurfaktan
biosurfaktan (Bicca et al., 1999 dalam fraksi eksopolisakarida (Vermani et. al.,
Tabatabaee et al. 2005). Dari semua bakteri 1995).
yang dapat menghasilkan biosurfaktan akan
dipilih bakteri yang membentuk zona Pengukuran Indeks Emulsifikasi (E24)
bening paling besar dan paling jelas di Pengukuran dilakukan untuk menguji
sekeliling koloninya. dan selanjutnya tingkat emulsifikasi biosurfaktan fraksi
digunakan sebagai inokulum untuk total terhadap minyak bumi. Pengukuran
produksi biosurfaktan. dilakukan dengan menambahkan 5 ml
supernatan hasil sentrifugasi pada 5 ml
Pembuatan kurva standar dan kurva crude oil. Larutan campuran antara crude
pertumbuhan bakteri oil dan supernatan kemudian dikocok
Kurva standar yang dibuat merupakan dengan vorteks kecepatan maksimal sampai
korelasi antara kekeruhan biakan dan tercampur merata, lalu dibiarkan selama 24
jumlah sel bakteri per ml biakan. Kurva jam. Indeks Emulsifikasi (E24) diketahui

340|Semirata 2013 FMIPA Unila


Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

dengan mengukur ketinggian larutan 21. Pseudomonas


minyak teremulsi dibagi tinggi total larutan aeruginosa 7,5
setelah 24 jam (Suryatmana, 2006 dalam 22. Pseudomonas cepacia 10,5
Devianto & Kardena 2010). 23. Pseudomonas -
diminuta
HASIL DAN PEMBAHASAN 24. Pseudomonas
mendocina 1,0
Hasil skrining bakteri 25. Pseudomonas
hidrokarbonoklastik penghasil pseudoalcaligenes 1,0
biosurfaktan 26. Pseudomonas -
pseudomallei
Hasil skrining bakteri 27. Pseudomonas putida -
hidrokarbonoklastik pada medium agar 28. Pseudomonas
darah disajikan pada Tabel 1. saccharophyla 13,3
29. Pseudomonas syringae -
Tabel 1. Hasil skrining bakteri
hidrokarbonoklastik penghasil Keterangan: tanda (-) : tidak terbentuk zona
biosurfaktan bening

No. Spesies Diameter Diameter zona bening yang terbentuk di


Zona sekitar koloni bakteri bervariasi berkisar
Bening antara 1 hingga 15 mm. Perbedaan ini
(mm) diduga disebabkan perbedaan kemampuan
1. Alcaligenes eutrophus - masing-masing bakteri dalam menghasilkan
2. Alcaligenes faecalis 6,3 biosurfaktan. Bakteri yang memiliki
3. Bacillus aminovorans 9,7 kemampuan menghasilkan biosurfaktan
4. Bacillus apiarius - lebih banyak, akan membentuk misel lebih
5. Bacillus brevis 3,3 banyak di sekeliling fosfolipid darah dan
6. Bacillus carotarum - kemudian melisiskannya. Semakin banyak
7. Bacillus cereus - sel darah yang lisis semakin besar pula zona
8. Bacillus coagulans - bening yang terbentuk, begitu juga
9. Bacillus firmus - sebalikanya. Menurut Yuliar (2008), prinsip
10. Bacillus licheniformis - aktivitas biosurfaktan didasarkan pada
11. Bacillus macerans 6,8 kemampuan biosurfaktan membentuk misel
12. Bacillus megaterium 8,2 mengelilingi komponen hidrofobik dan
13. Bacillus mycoides 7,8 melisis sel darah merah.
14. Bacillus polymyxa 1,0 Hasil skrining menunjukkan bahwa
15. Bacillus sphaericus 7,8 Pseudomonas alcaligenes, Pseudomonas
16. Bacillus sphaericus saccharophyla, dan Bacillus sphaericus var
var rotans 15,0 rotans menghasilkan zona yang paling
17. Enterobacter - bening di sekeliling koloninya. Hal ini
agglomerans menunjukkan bahwa ketiga bakteri mampu
18. Flavobacterium melisis darah dengan sempurna (β–
thalpophilum 3,0 hemolisis). Menurut Tabatabaee et al.
19. Pseudomonas (2005), terbentuknya zona bening di sekitar
alcaligenes 10,1 koloni bakteri menunjukkan aktivitas β–
20. Pseudomonas - hemolisis bakteri yang dapat diindikasikan
aureofaciens sebagai penghasil biosurfaktan. Ketiga

Semirata 2013 FMIPA Unila |341


Hary Widjajanti, dkk: Screening of biosurfactant producing hydrocarbonoclastic
bacteria as a bioremediation agent of petroleum contaminated environment

bakteri ini kemudian dipilih sebagai Produksi biosurfaktan ketiga kultur


inokulum untuk produksi biosurfaktan. bakteri cenderung mengalami peningkatan
secara simultan sejak awal pengamatan
Produksi biosurfaktan hingga jam ke-48, dimana ketiga strain
Hasil pengukuran produksi biosurfaktan bakteri sedang berada pada fase
pada jam ke-0, 12, 24, 36, 48, dan 60 eksponensial dan fase stasioner. Hal ini
disajikan pada Gambar 1. sesuai dengan pernyataan Mulligan &
Gibbs tehun 1993 dalam Ratih & Eviyati
(2007), bahwa senyawa biosurfaktan
merupakan bioproduk sel bakteri yang
terbentuk selama fase eksponensial dan
stasioner. Biosurfaktan diproduksi jika
terjadi akumulasi lemak pada dinding sel
bakteri.

Produksi biosurfaktan tertinggi terlihat


pada jam ke-48, dimana ketiga kultur
bakteri sedang berada pada akhir fase
stasioner. Hal ini diduga disebabkan karena
pada akhir fase stasioner terjadi
penumpukan biosurfaktan yang dihasilkan
oleh sel bakteri. Menurut Gosalam et al.
(2008) pada akhir fase stasioner terjadi
penimbunan metabolit-metabolit yang dapat
menurunkan pertumbuhan.

Penurunan produksi mulai terjadi setelah


48 jam masa inkubasi, dimana bakteri mulai
berada pada akhir fase stasioner atau awal
fase kematian. Penelitian Latunussa (2007)
dalam Devianto & Kardena (2010), bahwa
setelah inkubasi selama 48 jam terjadi
penurunan produksi eksopolisakarida oleh
bakteri Lactobacillus rhamnosus hingga
mencapai 82%. Anonim (2011)
menambahkan, terjadi penurunan produksi
biosurfaktan seiring dengan menurunnya
pertumbuhan bakteri.
Penurunan produksi ini diduga
disebabkan karena pada akhir fase stasioner
terdapat penimbunan metabolit yang
menghambat pertumbuhan bakteri.
Terhambatnya pertumbuhan sel bakteri
secara tidak langsung juga menghambat
Gambar 1. Produksi Biosurfaktan oleh a) P. bakteri untuk menghasilkan enzim yang
alcaligenes, b) P. saccharophyla, berperan dalam pembentukan biosurfaktan.
dan c) B. sphaericus var rotans Menurut Sheppard & Cooper (1991),
produksi biosurfaktan dipengaruhi oleh

342|Semirata 2013 FMIPA Unila


Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

keberadaan enzim glutamin sintetase. Jika Pseudomonas sp. dapat meningkatkan


kehadiran enzim glutamin sintetase tertekan emulsifikasi hidrokarbon di dalam air dan
maka produksi biosurfaktan pun akan mampu menurunkan tegangan permukaan
menurun. supernatan kultur bakteri.
Pola produksi biosurfaktan yang telah
dijelaskan di atas memperlihatkan bahwa
kuantitas produksi biosurfaktan
berhubungan dengan pertumbuhan bakteri,
dimana apabila jumlah sel bakteri
meningkat maka produksi biosurfaktan
meningkat. Menurut Shuler & Kargi tahun
1992 dalam Suryatmana et al. (2004),
bakteri tertentu memiliki pola pembentukan
produk yang secara simultan sejalan dengan
pertumbuhan, dimana produk biosurfaktan
proporsional terhadap pertumbuhan sel.
Biosurfaktan yang dihasilkan ketiga
bakteri pun dapat terdeteksi jenisnya.
Berdasarkan hasil ekstraksi diketahui
bahwa Pseudomonas alcaligenes dan
Pseudomonas saccharophyla memiliki
potensi dalam mengekskresikan senyawa
kelompok eksopolisakarida (EPS). Sesuai
dengan Kim et al. (1996) beberapa spesies
dari genus Pseudomonas menghasilkan
jenis polisakarida penting. Polisakarida
tersebut antara lain polisakarida
ekstraselular (EPS), kapsular, dan
lipopolisakarida. Bacillus sphaericus var
rotans juga mengekskresikan senyawa
kelompok eksopolisakarida. Hal ini sejalan
dengan penelitian Illias et al. (2001) bahwa
dari uji produksi polisakarida pada medium
sukrosa, didapatkan 6 koloni dari genus
Bacillus terlihat berlendir karena kehadiran
eksopolisakarida. Eksopolisakarida dapat
berfungsi sebagai biosurfaktan, yang dapat
meningkatkan biodegradasi limbah minyak
bumi (Iwabuchi et al. 2002).

Indeks Emulsifikasi
Hasil pengukuran indeks emulsifikasi Gambar 2. Index Emulsifikasi (E24)
menunjukkan bahwa biosurfaktan dari biosurfaktan oleh kultur bakteri
ketiga kultur bakteri yang diuji memiliki a) P. alcaligenes, b) P.
kemampuan dalam megemulsi hidrokarbon saccharophyla, c) B. sphaericus
(Gambar 2). Hal ini sesuai dengan dengan var rotans
Ni‘matuzzahroh et al. (2002), produk
biosurfaktan yang dihasilkan bakteri

Semirata 2013 FMIPA Unila |343


Hary Widjajanti, dkk: Screening of biosurfactant producing hydrocarbonoclastic
bacteria as a bioremediation agent of petroleum contaminated environment

Produksi biosurfaktan tertinggi dicapai Produk biosurfaktan tertinggi dicapai


pada jam ke-48, dimana indeks emulsifikasi pada jam pengamatan ke-48, dimana P.
(E24) Pseudomonas alcaligenes sebesar 0,6 alcaligenes memproduksi biosurfaktan
dengan produksi biosurfaktan 1,9 g/L, E24 sebesar 1,9 g/L, diikuti P. saccharophyla
Pseudomonas saccharophyla mencapai 1,86 g/L, dan B. sphaericus var rotans 0,68
angka 0,63 dengan 1,86 g/L, dan Bacillus g/L.
sphaericus var rotans mencapai angka 0,6 Indeks emulsifikasi tertinggi dicapai
dengan kuantitas biosurfaktan 0,68 g/L. pada jam pengamatan ke-48, dimana P.
Meski kultur bakteri Bacillus sphaericus alcaligenes mencapai indeks emulsifikasi
var rotans menghasilkan produk yang sebesar 0,6; P. Saccharophyla 0,63; dan B.
relatif sedikit (0,68 g/L), namun kultur ini sphaericus var. rotans 0,6.
masih menunjukkan nilai emulsifikasi
sebesar 0,6. Kondisi ini menunjukkan Saran
bahwa kualitas biosurfaktan yang Berdasarkan hasil yang diperoleh pada
dihasilkan memiliki kualitas emulsifikasi penelitian ini, dapat disarankan perlunya
yang kuat. Menurut Dastgheib et al. (2008) dilakukan optimasi nutrien (sumber karbon
biosurfaktan dengan berat molekul tinggi dan nitrogen) dan faktor lingkungan
seperti eksopolisakarida merupakan (seperti: pH dan kecepatan agitasi) yang
emulsifier yang sangat efisien bekerja pada mendukung produksi biosurfaktan dari
konsentrasi rendah dan menunjukkan ketiga bakteri untuk mendapatkan hasil
kekhasan substrat. Diperkuat Diah (2008) produksi yang lebih tinggi.
bioemulsifier polisakarida amfifatik
merupakan polimer dengan berat molekul DAFTAR PUSTAKA
besar. Dalam medium cair, bioemulsifier ini Datsgheib, S.M.M., M.A. Amoozegar, E.
mempengaruhi pembentukan emulsi serta Elahi, S. Asad & I.M. Banat. 2008.
kestabilannya. Bioemulsifier production by a
Semakin tinggi produk yang terbentuk halothermophilic Bacillus strain with
maka semakin tinggi pula indeks potential applications in microbially
emulsifikasi yang dicapai (Gambar 2). Hal enhanced oil recovery. Biotechnol. Lett.
ini terjadi karena semakin banyak 30: 263-270.
biosurfaktan yang diproduksi, semakin
banyak pula misel yang terbentuk dan Devianto, L.A. & E. Kardena. 2010.
meningkatkan kelarutan minyak dalam air. Pengaruh Glukosa terhadap Produksi
Menurut Nababan (2008) mikroorganisme Biosurfaktan oleh Azotobacter vinelandii
dengan produksi biosurfaktan yang besar dan Pengaruh Biosurfaktan Terhadap
pada umumnya juga mempunyai Biodegradasi TPH oleh Konsorsium
kemampuan yang besar dalam menguraikan Bakteri Petrofilik. Biotechnology. 8 (1):
senyawa hidrokarbon melalui pelarutan 1-10.
ataupun emulsifikasi. Diah, P. 2008. Mekanisme Kerja Bakteri
Pseudomonas sp. dalam Proses
KESIMPULAN DAN SARAN Bioremediasi Minyak Bumi.
http://orpipu.com/2008/11/mekanisme-
Kesimpulan kerja-bakteri-pseudomonas-sp.html. 19
Hasil skrining dari 29 bakteri April 2011.
hidrokarbonoklastik yang berasal dari
kawasan mangrove tercemar minyak bumi Duvnjak, Z., Cooper, Cooper, D.G, dan
diketahui 16 bakteri berpotensi Kosaric, N.1983. Effect of nitrogen
menghasilkan biosurfaktan. sources on surfactans production by

344|Semirata 2013 FMIPA Unila


Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

Arthobacter paraffineus ATCC 19558 Hidrokarbon Oleh Bakteri


dalam Microbial Enhanced Oil Hidrokarbonoklastik Pseudomunas sp.
Recovery. Zajic, J. E. Penn Well Books Abstrak Penelitian. 1 hlm.
Tulsa, Oklahoma, 66-71. Ratih, S. & R. Eviyati. 2007. Pestisida
Fiechter, A.1992. Biosurfactans : moving Organik Berbahan Aktif Bakteri Agensia
towards industrial application. Tibtech, Hayati yang Efektif Mengendalikan
10, 208-216. Pustul Kedelai. Jurnal Agrijati. 6 (1):
30-34.
Gosalam, S., A. Tahir & J.L. Silviana.
2008. Uji Kemampuan Bakteri dari Sheppard, J.D. & D.G. Cooper. 1991. The
Perairan dalam Mendegradasi Senyawa Respons of Bacillus subtillis ATCC
Minyak Solar. Jurnal Torani. 18 (2): 21332 to Manganese During Continous
171-178. Phase Growth. Appl. Microbiol. Techno.
35: 72-76.
Hadioetomo, R.S. 1990. Mikrobiologi
Dasar dalam Praktek Teknik dan Suryatmana, P., K. Edwan, R. Enny &
Prosedur Dasar Laboratorium. Wisjnuprapto. 2004. Karakteristik Bio-
Gramedia. Jakarta. 163 hlm. surfaktan dari Azotobacter chroococcum.
Di dalam Laporan akhir dan Seminar
Illias, R.M., O.S. Wei, A.K. Idris & W.A.
Evaluasi RUT XI. Kementrian Riset dan
Rahman 2001. Isolation and
Teknologi RI. Serpong. 1-18 hlm.
Characterization Of Halotolerant
Aerobic Bacteria From Oil Reservoir. Tabatabaee, A., M.M. Assadi, A.A. Noohi
Jurnal Teknologi. 35 (1): 1-10. & V.A. Sajadian. 2005. Isolation of
Biosurfactant Producing Bacteria from
Iwabuchi, N., M. Sunairi, M. Urai, C. Itoh,
Oil Reservoirs. Iranian J. Env. Health
H. Anza, & S. Harayama. 2002. Extra
Sci. Eng. 2 (1): 6-12.
cellular Polysacharides of Rhodococus
rhodochrous S-2 stimulate the Van Dyke., Lee, H., and Trevor, J.T, 1991.
Degradation of Aromatic Components in Application of microbial surfactans,
Crude Oil by Indigenous Marine Biotech. Adv., 9, 241-252.
Bacteria. J. Appl. Environ. Microbiol. Widjajanti, H., M. Ridho & Munawar.
68: 2337-2343. 2008. Upaya Rehabilisasi Hutan
Kim, J.S., B.L. Reuhs, M.M. Rahman, B. Mangrove: Studi Modelling
Ridley & R.W. Carlson. 1996. Bioremediasi Menggunakan Agen
Separation of bacterial capsular and Biologis Indigenous untuk Menurunkan
lipopolysaccharides by preparative bahan Pencemar di Hutan Mangrove
electrophoresis. Glycobiology. 6 (4): Wilayah Propinsi Sumatera Selatan.
433- 437. Laporan Penelitian Universitas
Sriwijaya. 1-41 hlm.
Nababan, B. 2008. Isolasi Dan Uji Potensi
Bakteri Pendegradasi Minyak Solar Dari Yuliar. 2008. Skrining Bioantagonistik
Laut Belawan. Tesis.Universitas Bakteri untuk Agen Biokontrol
Sumatera Utara. xi+62 hlm. Rhizoctonia solani dan Kemampuannya
dalam Menghasilkan Surfaktin.
Ni‘matuzahroh, T. Surtiningsih & M.
Biodiversitas. 9 (2): 83-86.
Tanjung. 2002. Mekanisme Asimilasi

Semirata 2013 FMIPA Unila |345


346|Semirata 2013 FMIPA Unila

You might also like