Professional Documents
Culture Documents
Karakter (Adab) Guru Dan M Urid Perspektif Ibn Jamâ'Ah Al-Syâfi'Î
Karakter (Adab) Guru Dan M Urid Perspektif Ibn Jamâ'Ah Al-Syâfi'Î
Rahendra Maya
Dosen Tetap Program Studi Pendidikan Agama Islam
Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al Hidayah Bogor
rmaboeaisy@gmail.co.id
ABSTRACT
The main purpose of education, both general education and Islamic education, is to moled noble
character (or akhlak or adab) of student. Due to this urgent position of that character, especially
teacher‟s and student‟s character, so this study is aimed at discussing the concept of character
education according to a great Islamic scholar.
This studi research is focused on the background of the deterioration of education, both general
education and Islamic education, mainly due to the rampant characterdecadence, both from
teachers and from students. On the other hand, a character education program which has been
programmed in Indonesia, although it is actually a good program, but is considered still keep a
number of problematic concepts, criticism and claims of failure and suggestions for
improvements. For the Muslims, these programs must be harmonized with even very specific
distinctive character, namely the Islamic character based on the rules of Islam in general and
Islamic characters (Islamiyyah etiquettes) specifically.
Therefore, this research is formulated to describe teacher‟s and student‟s character (adab al-
‟âlim wa al-muta‟allim)based on Ibn Jamâ‟ah thought and find ways to apply it strategically-
conceptual in character education programs in Indonesia through the improvement of teacher‟s
dan student‟s character based on figures perspective. This research is a qualitative research to
approach the study of literature (library research)which is descriptive-explanative to be analyzed
by the method of content analysis in his masterpiecepedagogical-educative of the book
„Tadzkirah al-Sâmi‟ wa al-Mutakallim fî Âdâb al-‟Âlim wa al-Muta‟allim‟ as its primary text
through documentation method.
Keywords: karakter, adab, guru, murid
akal (kognitif), dan hati (afektif) dengan Apabila pendidikan dipandang belum
berbagai macam variannya yang berhasil atau gagal dalam membangun
dilakukan di dalam sekolah dan di luar karakter bangsa, berarti ada yang salah
sekolah dalam makna yang luas. dalam sistem pendidikan saat ini. Beberapa
Pendidikan secara umum adalah upaya kalangan menyebutkan bahwa kegagalan
membimbing, mengarahkan, dan pendidikan disebabkan oleh disorientasi
membina anak didik yang dilakukan pendidikan. Pendidikan yang sejatinya
secara sadar dan terencana agar terbina dapat membangun pribadi yang holistik
suatu kepribadian yang utama sesuai (utuh), dimana setiap pribadi akan dapat
dengan nilai-nilai yang hendak diajarkan. menemukan identitas diri, makna, dan tujuan
Dari sini dapat dinyatakan, untuk meraih hidupnya melalui hubungannya dengan
derajat manusia sempurna dan seutuhnya alam, lingkungan, dan nilai-nilai spiritualitas
sangatlah tidak mungkintanpa melalui (ketuhanan), atau membelajarkan aspek
proses pendidikan. kognitif, afektif, dan psikomotoriknya,
realitasnya hanya mengembangkan aspek
Keseluruhan proses yang dilakukan dan
kognitif saja dan membuat anak teralienasi
terjadi dalam pendidikan ditujukan untuk
dari lingkungannya.5
menghasilkan nilai (sifat) kemanusiaan
berupa sikap dan perilaku yang kemudian Salah satu alternatif mengatasi
menjadi watak, kepribadian, budi pekerti, permasalahan tersebut adalah
etika, moral atau karakter, yang dalam dicanangkannya program pendidikan
perspektif Islam dapat diungkapkan karakter yang kemudian menjadi
sebagai akhlak atau adab. Selain kebijakan pendidikan nasional.
diusahakan secara pribadi dan di dalam Spesifiknya sejak diluncurkan oleh
keluarga, pendidikan juga merupakan pemerintah sebagai kebijakan pendidikan
usaha sadar masyarakatdan bangsa dalam nasional dan program pendidikan
mempersiapkan generasinya bagi alternatif, tepatnya saat Presiden Susilo
keberlangsungan kehidupan masyarakat Bambang Yudhoyono mencanangkannya
dan bangsa di masa depan ke arah yang pada puncak Peringatan Hari Pendidikan
lebih baik dan kompetitif. Termasuk yang Nasional tahun 2010 di Istana Negara.
dilakukan oleh bangsa Indonesia melalui Dalam Rencana Aksi Nasional
program pendidikan masyarakat dan Pendidikan Karakter (2010) disebutkan
kebijakan pendidikan nasionalnya. bahwa pendidikan karakter adalah
Namun dengan tidak menafikan adanya “pendidikan nilai, pendidikan budi
hal-hal positif tertentu sebagai akibat dari pekerti, pendidikan moral, dan pendidikan
penerapan pendidikan di Indonesia, akhlak yang bertujuan mengembangkan
ternyata muncul banyak gejala maupun kemampuan peserta didik untuk
tindakan negatif yang tidak mampu memberikan keputusan baik-buruk,
ditransformasikan oleh proses pendidikan. memelihara apa yang baik, dan
Padahal, semestinya menjadi tanggung mewujudkan kebaikan itu dalam
jawab pendidikan di samping tanggung kehidupan sehari-hari dengan sepenuh
jawab komponen lainnya, lantaran hati.”.6 Untuk mencapai hal tersebut
pendidikan juga terkait dengan
komponen-komponen lain dalam suatu 5
sistem kehidupan.4 Agus Zainul Fitri,Reinventing Human
Character: Pendidikan Karakter Berbasis Nilai &
Etika di Sekolah, Jogjakarta: ar-Ruzz Media, 2012,
4
Mujamil Qomar, Kesadaran Pendidikan: hlm. 12.
6
Sebuah Penentu Keberhasilan Pendidikan, Amirulloh Syarbini, Buku Pintar Pendidikan
Jogjakarta: ar-Ruzz Media, 2012, hlm. 28. Karakter: Panduan Lengkap Mendidik Karakter
merupakan tugas dan tanggung jawab ini adalah konsep tentang adab guru dan
semua lembaga pendidikan, baik formal, murid yang dikonstruk dari pemikiran
informal maupun nonformal, khususnya pendidikan Ibn Jamâ‟ah dan upaya untuk
untuk menginternalisasikan pendidikan mengaplikasikannya dalam program
karakter kepada para muridnya, bukan pendidikan karakter di Indonesia, dengan
menjadikannya sekadar sebagai wacana judul “Konsep Adab Guru dan Murid
atau hanya untuk disosialisasikan semata.
Perspektif Ibn Jamâ’ah al-Syâfi’î” yang
Berdasarkan hakekat tersebut dapat berasal dari penelitian ilmiah-akademik di
dinyatakan bahwa pendidikan karakter program Doktoral Pendidikan Islam.7
sebenarnya adalah program yang baik.
Walaupun demikian, kebijakan dan
program pendidikan karakter di Indonesia B. PERUMUSAN MASALAH
masih dianggap menyimpan sejumlah Berdasarkan latar belakang masalah
problematika konsep, menuai kritik dan yang telah dikemukakan, masalah pokok
klaim kegagalan serta mendapatkan saran dalam penelitian ini dibatasi dengan
perbaikan; terutama dikarenakan pertanyaan penelitian yang dirumuskan,
maraknya dekadensi karakter, baik dari Bagaimanakah pemikiran Ibn Jamâ‟ah
guru maupun dari murid. tentang adab guru dan murid (âdâb al-
Sedangkan dalam perspektif ‟âlim wa al-muta‟allim) dalam kitabnya,
pendidikan Islam, baik dalam tataran Tadzkirah al-Sâmi‟ wa al-Mutakallim fî
idealitas-konseptualistik maupun realitas Âdâb al-‟Âlim wa al-Muta‟allim?
historis-implementatifnya, guru dan murid
sebagai komponen utama pendidikan C. TUJUAN DAN KEGUNAAN
harus memiliki karakter yang baik, atau PENELITIAN
harus beradab Islami dalam istilah Sesuai dengan rumusan masalah, maka
agamanya. Guru harus menjadi guru yang tujuan penelitian ini dapat dikemukakan
berkarakter dan para murid juga harus adalah untuk mendeskripsikan secara
menjadi murid yang berkarakter. Tidak faktual-komprehensif pemikiran Ibn
hanya dengan bersandarkan kepada nilai- Jamâ‟ah tentang adab guru dan murid
nilai umum yang berlaku universal, (âdâb al-‟âlim wa al-muta‟allim) dalam
bahkan harus berlandaskan kepada ajaran kitabnya, Tadzkirah al-Sâmi‟ wa al-
agama Islam secara idealistik. Mutakallim fî Âdâb al-‟Âlim wa al-
Salah satu pemikir pendidikan Islam yang Muta‟allim.
menaruh perhatian sangat besar terhadap Dari tema sentral, rumusan masalah
pendidikan karakter dan proses inter- yang telah diidentifikasi dan tujuan
nalisasinya, (âdâb al-‟âlim wa al-muta‟allim) penelitian yang hendak dicapai, kegunaan
berdasarkan landasan adab Islami yang dan manfaat dari penelitian ini adalah:
agung dalam kitabnya, Tadzkirah al-Sâmi‟
wa al-Mutakallim fî Âdâb al-‟Âlim wa al-
Muta‟allim adalah Badr al-Dîn Muhammad 7
Lihat Rahendra Maya, “Adab Guru dan Murid
ibn Ibrâhîm ibn Jamâ‟ah al-Kinânîal-Syâfi‟î, Dalam Kitab Tadzkirah Al-Sâmi‟ Wa Al-
lebih dikenal sebagai Ibn Jamâ‟ah. Mutakallim Fî Âdâb Al-„Âlim wa Al-Muta‟allim
Berdasarkan latar belakang masalah Karya Ibn Jamâ‟ah dan Aplikasinya Dalam
tersebut, maka fokus utama dari penelitian Pendidikan Karakter di Indonesia”, Disertasi
(tidak diterbitkan), Program Pascasarjana Doktoral
Pendidikan Islam Universitas Ibn Khaldun (UIKA)
Anak di Sekolah, Madrasah dan Rumah,Bandung: Bogor, 2015.
as@ prima pustaka, 2012, hlm. 16.
susila, tabiat, watak, nilai, etika dan dinyatakan bahwa karakter (character)
karakter serta secara teknis-praktis dapat ekuivalen dengan berbagai term berikut,
pula dimaknai sebagai tata krama dan (a) rumus (ramz); (b) huruf (harf); (c)
sopan santun.20 Karena adab merujuk karakteristik, kekhususan dan sifat
pada pengenalan dan pengakuan atas spesifik (khashîshah, mîzah, shifah); (d)
tempat, kedudukan dan keadaan yang akhlak (khuluq); (e) sifat (washf, shifah);
tepat dan benar dalam kehidupan, dan (f) kepribadian atau personalitas
untuk disiplin pribadi agar ikut serta (syakhshiyyah); (g) popularitas (sum‟ah,
secara positif dan rela memainkan peranan shît); dan (h) integritas akhlak (matânah fî
seseorang sesuai dengan pengenalan dan al-khuluq).23
pengakuan tersebut.21 Sementara menurut Pusat Bahasa
Karena itu, proses beradab (ta„addub) Departemen Pendidikan Nasional,
berarti proses beraktifitas yang sesuai karakter sendiri didefinisikan sebagai
dengan keperwiraan diri (murû„ah). Maka “sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi
pendidikan adab (ta„dîb) sendiri dapat pekerti yang membedakan seseorang dari
diartikulasikan sebagai pengajaran akhlak- yang lain, tabiat, watak.”. Sehingga yang
akhlak mulia dan pendidikan melalui dimaksud “berkarakter” adalah “memiliki
hukuman (punishment) bagi yang karakter, mempunyai kepribadian,
menyelisihi dan tidak mengindahkan berwatak”,24 karena karakter tiada lain
norma-normanya,22 dengan menjadikan merupakan identitas seseorang yang
hukuman sebagai latihan (drill) bagi bersifat permanen yang membedakannya
seseorang untuk berlaku mulia serta agar dengan orang atau pihak lain. Sedangkan
dapat menginternalisasikan dan adab dalam kamus tersebut
mengontektualisasikan adab tersebut diartikulasikan sebagai “kehalusan dan
(beradab). kebaikan budi pekerti; kesopanan,
akhlak.”, maka yang dimaksud beradab
Dari deskripsi dan uraian tentang adab
adalah (a) mempunyai adab, mempunyai
secara etimologis dan terminologis
budi bahasa yang baik, berlaku sopan; dan
tersebut, tidak salah bila term adab
(b) telah maju tingkat kehidupan lahir
dianggap ekuivalen dan sinonim dengan
batinnya.25
term karakter. Dalam Kamus Inggris-Arab
karya Munir Ba‟albaki secara etimologis Dari penelusuran literal-linguistik
secara general dan kajian para pakar juga
dapat dinyatakan bahwa term karakter
Kajian Semantik Istilah-Istilah Tarbiyaţ, Ta‟līm, selain sinonim dengan term adab, juga
Tadrīs, Tahdzīb dan Ta„dīb, Bandung: Pustaka
Umat, 2003, hlm. 171.
sinonim dengan term akhlâq. Akhlâq
20
Lihat Kesuma, Dharma, Cepi Triatna dan (akhlak, moral, tabiat atau pekerti) bahkan
Johar Permana, Pendidikan Karakter: Kajian adalah term penting yang lebih dahulu
Teori dan Praktik di Sekolah, Bandung: PT populer dan banyak dijadikan sebagai
Remaja Rosdakarya, 2013, hlm. 24; dan Sofyan
Sauri, Filsafat dan Teosofat Akhlak, Bandung:
23
Rizqi Press, 2011, hlm. 7. Munir Ba‟albaki, al-Mawrid al-Waséţ: A
21
Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islâm dan Concise English-Arabic Dictionary, Beirut: Dar el-
Sekularisme, Bandung: Institut Pemikiran Islam Ilm lil-Malayén, 1983, hlm. 104.
24
dan Pembangunan Insan (PIMPIN) dan Center for Departemen Pendidikan Nasional, Kamus
Advanced Studies on Islam, Science and Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa: Edisi
Civilization (CASIS) Universiti Teknologi Keempat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
Malaysia (UTM), 2011, hlm. 129 2012, hlm. 623.
22 25
Ibn Humaid, et.al., Mausû‟ah Nadrah al- Departemen Pendidikan Nasional, Kamus
Na‟îm fî Makârim Akhlâq al-Rasûl al-Karîm, vol. Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa: Edisi
2, hlm. 143. Keempat, hlm 7.
paradigma dan model pendidikan Islam adalah sebutan yang sudah terbiasa
atau karakter Islami. dipahami oleh masyarakat secara luas.
Karena itu, menurut Abdul Majid dan Dalam Bahasa Indonesia, term lain
Andayani, terkait dengan karakter dan yang sering dipergunakan untuk
pendidikan karakter, dalam Islam sendiri menyatakan guru dan yang dianggap
terdapat tiga nilai utama, yaitu akhlak, ekuivalen dengannya antara lain term
adab, dan keteladanan. Akhlak merujuk pendidik dan pengajar, yang secara umum
kepada tugas dan tanggung jawab selain juga dipahami sebagai orang yang
syari‟ah dan ajaran Islam secara umum. melakukan proses pendidikan dan
Sedangkan term adab merujuk kepada pengajaran atau menjadikan kedua hal
sikap yang dihubungkan dengan tingkah tersebut sebagai profesi dan mata
laku yang baik. Dan keteladanan merujuk pencahariannya. Hanya saja term pendidik
kepada kualitas karakter yang ditampilkan sering dipahami sebagai pendidik yang
oleh seorang Muslim yang baik yang melaksanakan tugas kependidikannya
mengikuti keteladanan Nabi Muhammad pada lembaga pendidikan formal (di
S.A.W.,26 yang merupakan Rasul Teladan sekolah) dan pendidikan nonformal (di
dan Guru yang Agung. masyarakat) atau di lembaga pendidikan
yang diselenggarakan di masyarakart
2. Definisi Guru dan Murid
seperti lembaga kursus, pelatihan dan lain
Secara general, term guru umumnya sebagainya.29 Demikian pula halnya
diartikulasikan sebagai “orang yang dengan term pengajar, yang pada masa
pekerjaannya (mata pencahariannya, kini diidentikkan sebagai pihak yang
profesinya) mengajar”.27 Sedangkan melakukan pengajaran dalam bentuk
dalam pandangan masyarakat, guru adalah mentransfer pengetahuan secara kognitif.
orang yang melaksanakan pendidikan di
Sedangkan dalam literatur Islam,
tempat-tempat tertentu, tidak mesti di
penyebutan guru antara lain sering
lembaga pendidikan formal, tetapi bisa
dinyatakan dengan term ustâdz, mu‟allim,
juga di masjid, surau atau mushala, rumah
murabbî, mursyid, mudarris, mu„addib,
dan sebagainya.28
muzakkî dan tâlî, disesuaikan dengan term
Guru merupakan term familiar yang yang digunakan untuk istilah pendidikan
memiliki artikulasi merujuk kepada serta berdasarkan esensi dan tugasnya.
sebuah profesi dan sebagai orang yang Ustâdz digunakan untuk guru yang
melakukan pekerjaan mendidik, mengajar komitmen terhadap profesionalismenya,
dan yang terkait dengan proses keduanya yang melekat pada dirinya sikap dedikatif,
di sebuah institusi pendidikan formal, komitmen terhadap mutu proses dan hasil
kerja, serta secara berkelanjutan
(continous improvement) melakukan
26
ta‟lîm, tarbiyah, irsyâd, tadrîs, ta„dîb,
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan tazkiyah dan tilâwah. Mu‟allim digunakan
Karakter Perspektif Islam, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011, hlm. 58.
untuk guru yang mengembangkan
27
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus pengetahuan teoritis, praktis dan
Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa: Edisi fungsional secara terpadu pada murid agar
Keempat, hlm. 469.
28
Syaiful Bahri Djamarah, Guru & Anak Didik
29
dalam Interaksi Edukatif: Suatu Pendekatan Moh. Haitami Salim, Pendidikan Agama
Teoritis Psikologis, Jakarta: PT Rineka Cipta, dalam Keluarga: Revitalisasi Peran Keluarga
2010, hlm. 31; dan Jamal Ma‟mur Asmani, Tips dalam Membangun Generasi Bangsa yang
Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif dan Inovatif, Berkarakter, Jogjakarta: ar-Ruzz Media, 2013,
Jogjakarta: Diva Press, 2013, hlm. 20. hlm. 35.
hanya terletak pada penggunaan atau Namun menurut Tafsir, istilah yang
jenjang pendidikannya saja.32 tepat bagi semua orang yang sedang
belajar pada guru adalah murid, bukan
Sedangkan dalam literatur pendidikan
anak didik dan bukan pula peserta didik.
umum di Indonesia, istilah yang banyak
Alasan pemilihan ini setidaknya
digunakan untuk murid antara lain
dikarenakan istilah ini berisi konsep yang
dinyatakan dengan term siswa, murid,
lebih menjamin tercapainya tujuan
pelajar, mahasiswa dan santri serta anak
pendidikan, yaitu terwujudnya manusia
didik dan peserta didik. Istilah siswa,
yang memiliki kemanusiaan yang tinggi;
murid dan pelajar umumnya digunakan
dan mengandung banyak kelebihan, antara
untuk menyatakan peserta didik pada
lain kesungguhan belajar, memuliakan
jenjang pendidikan dasar sampai
guru dan keprihatinan guru terhadap
menengah. Sementara bagi peserta didik
murid. Terkandung pula keyakinan bahwa
pada tingkat pendidikan tinggi atau
mengajar dan belajar itu wajib, dalam
akademi disebut mahasiswa. Sementara
perbuatan mengajar dan belajar itu ada
istilah santri digunakan untuk menyatakan
barakah. Pendidikan yang dilakukan pada
peserta didik yang menuntut ilmu di
murid dianggap mengandung muatan
pondok pesantren.33
profan dan transendental. Selain sedang
Pendapat lain menyatakan bahwa belajar, murid juga sedang menyucikan
istilah yang tepat untuk menyebut diri dan berjalan menuju Tuhan. Yang
individu yang menuntut ilmu adalah paling menonjol dalam istilah murid
peserta didik, bukan anak didik. Selain adalah kepatuhan kepada guru, dalam arti
karena diklaim selaras dengan paradigma tidak membantah sama sekali.35
“belajar sepanjang masa”, peserta didik
Dalam penelitian ini, term yang dipilih
dianggap memiliki cakupan lebih luas,
dan dianggap tepat untuk menjelaskan
yang tidak hanya melibatkan anak-anak,
artikulasi dan esensi substansial bagi
tetapi juga pada orang dewasa. Di sisi
pihak yang sedang menjalani proses
lain, istilah anak didik hanya dikhususkan
belajar adalah istilah murid, sebagaimana
bagi individu yang berusia kanak-kanak.
yang dikemukakan oleh Tafsir.
Penyebutan peserta didik juga
mengisyaratkan bahwa lembaga
F. METODE PENELITIAN
pendidikan tidak hanya di sekolah
(pendidikan formal), tapi juga lembaga 1. Jenis Penelitian
pendidikan di masyarakat, seperti majelis Penelitian ini merupakan jenis
taklim, paguyuban, dan lain sebagainya. 34 penelitian literatur atau kepustakaan
(library research) karena dilakukan di
32
perpustakaan dengan tujuan untuk
Lihat Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam,
menganalisis isi buku (content analysys)36
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012,
hlm. 173-174; Nata, Filsafat Pendidikan Islam, yang menggunakan kitab utama Tadzkirah
Jakarta Selatan: Gaya Media Pratama, 2005, hlm. al-Sâmi‟ wa al-Mutakallim fî Âdâb al-
131-132; Abdul Mujib dan Mudzakkir, Ilmu ‟Âlim wa al-Muta‟allim karya Ibn
Pendidikan Islam, hlm. 104; dan Muhaimin, Arah Jamâ‟ah.
Baru Pengembangan Pendidikan Islam:
Pemberdayaan, Pengembangan Kurikulum hingga
Redefinisi Islamisasi Pengetahuan, Bandung:
35
Penerbit Nuansa, 2010, hlm. 292. Lihat Tafsir,Ilmu Pendidikan Islami, hlm.
33
Salim dan Kurniawan, Studi Ilmu Pendidikan 164-169.
36
Islam, hlm. 165. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian:
34
Abdul Mujib dan Mudzakkir, Ilmu Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT Rineka
Pendidikan Islam, hlm. 103. Cipta, 2010, hlm. 16.
Kemudian, hasil dokumentasi tersebut negeri Syâm pada hari Jum‟at malam
dicatat dalam komputer sebagai alat bantu Sabtu tanggal 4 Rabi‟ul Akhir/Tsani tahun
pengumpulan data sebelum dilakukan 639 H.44
analisa dan disimpulkan konsepsi yang Secara genealogi, Ibn Jamâ‟ah berasal
menjadi karakteristik pemikiran dari tokoh dari Banî Kinânah yang sangat populer di
yang menjadi objek penelitian, yaitu Ibn kalangan Arab. Keluarga Ibn Jamâ‟ah
Jamâ‟ah dalam kitabnya tersebut, sendiri adalah keluarga yang memiliki
khususnya yang mengelaborasi tentang
tradisi intelektual yang mapan, tercatat
adab guru dan murid. setidaknya terdapat 40-an ulama yang
4. Teknik Analisis Data lahir dari rahim keluarga ini dalam
rentang masa Dinasti Ayyûbiyyah hingga
Data-data yang telah terkumpul
Mamlûk. Bahkan beberapa di antaranya
berdasarkan teknik pengumpulan data di
kemudian berhasil menjadi faqîh, qâdî dan
atas kemudian dianalisis dengan
khatîb terkenal, termasuk kakek dan ayah
menggunakan metode analisis isi (content
Ibn Jamâ‟ah serta para sepupu dan anak-
analysys) karena berkaitan dengan isi
anaknya.45
pesan yang terkandung dalam karya Ibn
Jamâ‟ah yang memang harus dianalisis Sejak kecil, menurut satu versi
secara ilmiah, metodologis dan kritis. historiografi dinyatakan ketika berusia
tujuh tahun pada sekitar tahun 646/1248,
Analisis isiadalah teknik penelitian
Ibn Jamâ‟ah telah memulai masa
untuk membuat inferensi-inferensi (proses
pendidikannya, bahkan konon telah
penarikan kesimpulan berdasarkan
diberikan ijâzah oleh al-Shâfî al-Barâdi„î
pertimbangan yang dibuat sebelumnya
(w. 647/1249), al-Rasyîd ibn Maslamah
atau pertimbangan umum; simpulan) yang
(w. 650/1252), Ismâ‟îl al-‟Irâqî (w. 652/
dapat ditiru (replicabel) dan sahih data
1254), Makkî ibn ‟Allân (w. 680/1281),
dengan memperhatikan konteksnya.42
dan lainnya,46 walaupun hingga kini hal
ini masih menimbulkan polemik dan
G. ANALISIS PEMIKIRAN IBN
dianggap sebagai kontroversi karena
JAMÂ’AH
faktor kemudaan usianya.
1. Sekilas tentang Ibn Jamâ’ahdan
Terlepas dari hal tersebut, guru pertama
Karyanya
Ibn Jamâ‟ah adalah ayahnya sendiri,
Ibn Jamâ‟ah memiliki nama lengkap Ibrâhîm ibn Sa‟d Allâh (w. 675/1276)
Muhammad ibn Ibrâhîm ibn Sa‟d Allâh yang dikenal sebagai faqîh Syafi‟iyyah,
ibn Jamâ‟ah ibn ‟Alî ibn Jamâ‟ah ibn sufi dan ahli Hadits yang menjadi guru di
Hâzim ibn Shakhr al-Kinânî al-Hamawî berbagai lembaga pendidikan Islam yang
al-Syâfi‟î,43 dilahirkan di kota Hamâh di ada47 pada masa waktu itu.
42
Burhan Bungin,Analisis Data Penelitian
44
Kualitatif,Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, al-Dimasyqî, al-Bidâyah wa al-Nihâyah, vol.
2003, hlm. 78. 13-14, hlm. 582; al-Dzahabî, Dzail Târîkh al-Islâm
43
Muhammad ibn Ahmad ibn ‟Utsmân al- wa Wafiyyât al-Masyâhîr wa al-A‟lâm: Hawâdits
Dzahabî, Dzail Târîkh al-Islâm wa Wafiyyât al- wa Wafayât 701-746 H., hlm. 290 dan 292.
45
Masyâhîr wa al-A‟lâm: Hawâdits wa Wafayât Asari, Etika Akademis dalam Islam: Studi
701-746 H., ed. ‟Umar ‟Abd al-Salâm Tadmurî, tentang KitabTażkirat al-Sâmi‟ wa al-
Beirut: Dâr al-Kitâb al-‟Arabî, 2004, hlm. 290; dan MutakallimKarya Ibn Jamâ‟ah, hlm. 26.
46
Ismâ‟îl ibn Katsîr al-Qurasyî al-Dimasyqî, al- Asari, Etika Akademis dalam Islam: Studi
Bidâyah wa al-Nihâyah, ed. ‟Abd al-Rahmân al- tentang KitabTażkirat al-Sâmi‟ wa al-
Lâdiqî dan Muhammad Ghâzî Baidûn, Beirut: Dâr MutakallimKarya Ibn Jamâ‟ah, hlm. 27.
47
al-Ma‟rifah, 2003, vol. 13-14, hlm. 582. Ibid., hlm. 30.
adalah imam (imâm), ahli agama (‟âlim), lainnya (musyârik fî ghair dzâlika).59 Ini
ulama mumpuni (‟allâmah), ahli fatwa mengindikasikan bahwa dalam setiap
(muftî), cendekiawan ensiklopedis yang bidang ilmu tersebut, Ibn Jama‟âh adalah
menguasai beragam disiplin ilmu (dzû al- salah satu tokoh yang otoritatif dan pakar
funûn), kadi agung (qâdî al-qudâh) dan yang mumpuni.
tokoh ulama senior yang masih eksis Semua gelar intelektual keagamaan
(baqiyyah al-a‟lâm). Berdasarkan otoritas tersebut memberikan indikasi yang kuat
dan popularitasnya tersebut, ia kemudian
terhadap tingginya otoritas keilmuan dan
digelari sebagai “purnama agama” (Badr pengakuan yang luas terhadap kiprah
al-Dîn) dan memiliki nama famili intelektual Ibn Jama‟âh bagi kaum
(kunyah) Abû ‟Abd Allâh serta dikenal Muslimin. Hal ini akhirnya berimbas
sebagai penulis produktif (shâhib al- kepada banyaknya murid yang kemudian
tashânîf).55
berguru kepada Ibn Jama‟âh.
Gelar lain yang disandangkan Di samping itu, otoritas keilmuan Ibn
kepadanya adalah Grand Syaikh (syaikh
Jamâ‟ah secara tidak langsung juga dapat
al-Islâm,56syaikh masyâyikh al-Islâm), diketahui dari para muridnya
tokoh panutan (qudwah), hakim agung (talâmîdzahu) dimana di antara mereka
(hâkim al-hukkâm),57 pembela kebenaran kemudian ada yang mampu tampil
(nâshir al-haqq), pengibar panji Sunnah menjadi ulama yang memiliki otoritas
(‟alam al-Sunnah) dan pembawa
ilmiah yang diakui, antara lain anaknya,
keberkahan bagi kaum Muslimin (barakah ‟Abd al-‟Azîz, Jamâl al-Dîn al-Balbîsî,
al-Muslimîn).58 Jamâl al-Dîn al-Amyûtî dan Khalîl ibn
Tentang kepakarannya yang Âibak al-Shafadî60 serta lainnya yang
ensiklopedis dalam berbagai disiplin ilmu, tidak terekam dalam sejarah.
maka tidak salah bila ada yang
Setelah mengisi kehidupan dengan
menyatakan bahwa Ibn Jama‟âh adalah ilmu dan amal perbuatan dengan optimal,
pakar terkemuka dalam berbagai bidang belajar dan mengajar secara maksimal, Ibn
ilmu, seperti tafsir (mufassir), fikih Jamâ‟ah meninggal dunia pada malam
(faqîh), ilmu ushul (ushûlî), teologi Senin tanggal 20 Jumadil Ula tahun 733
(mutakallim), Hadits (muhaddits), sejarah
H. dan dishalatkan di Masjid al-Nâshirî
(mu„arrikh), adab (adîb), prosa (nâtsir) Mesir untuk kemudian dimakamkan di
dan sajak (nâzim) serta dalam bidang Qarâfah,61 berdekatan dengan kuburan
Imam al-Syâfi‟î, dalam usia tujuh puluh
55
al-Dzahabî, Dzail Târîkh al-Islâm wa empat tahun.62
Wafayât al-Masyâhîr wa al-A‟lâm: Hawâdits wa
Wafayât 701-746 H, hlm. 289-290.
56
al-Dimasyqî, al-Bidâyah wa al-Nihâyah, vol.
59
14, hlm. 582. ‟Umar Ridâ Kahhâlah, Mu‟jam al-
57
Dalam perspektif Abû Zaid, term qâdî al- Mu„allifîn: Tarâjum Mushannifî al-Kutub al-
qudâh, hâkim al-hukkâm, mâlik al-mulûk dan kâfî ‟Arabiyyah, Lebanon: Maktabah al-Mutsannâ dan
al-kufâh serta yang semisalnya, termasuk term Dâr Ihyâ„ al-Turâts al-‟Arabî, t.t., vol. 7, hlm. 201.
60
yang tidak boleh dipergunakan karena Lihat Muhyî al-Dîn ‟Abd al-Rahmân
mengandung makna berlebihan (ghuluw) yang Ramadhân, “Muqaddimah” dalam al-Kinânî, al-
bahkan dilarang. Lihat Bakr ibn ‟Abd Allah Abû Manhal al-Rawî fî Mukhtashar ‟Ulûm al-Hadîts
Zaid Abû Zaid, al-Mu‟jam al-Manâhî al-Lafziyyah al-Nabawî, Beirut: Dâr al-Fikr, 1986, hlm. 12-13.
61
wa Fawâ„id fî Alfâz, Riyadh: Dâr ‟Âshimah, 1999, al-Dimasyqî, al-Bidâyah wa al-Nihâyah, vol.
hlm. 224, 433, 449 dan 526. 14, hlm. 583.
58 62
‟Abd al-Amîr Syams al-Dîn, al-Fikr al- ‟Abd al-Hayy ibn al-‟Imâd al-Hanbalî,
Tarbawî ‟inda Ibn al-Jamâ‟ah, Beirut: al-Syirkah Syadzarât al-Dzahab fî Akhbâr Man Dzahab, ed.
al-‟Âlamiyyah li al-Kitâb, 1990, hlm. 57. Lajnah Ihyâ„ al-Turâts al-‟Arabî fî Dâr al-Âfâq al-
a. Adab Guru terhadap Diri Sendiri: 11) Tidak boleh merasa malu untuk
1) Murâqabah. mengambil faedah ilmu atau bahkan
2) Sigap dalam menjaga adab untuk belajar dari orang yang lebih
kemuliaan ilmu sebagaimana para yunior, baik dalam jabatan,
ulama salaf terdahulu; dengan genealogi keturunan atau dalam
menjadikan ilmunya sebagai hal usia, termasuk bisa saja ia belajar
yang mulia dan berharga. dari para muridnya.
3) Berperilaku asketis (zuhud), 12) Memiliki perhatian untuk memiliki
membiasakan diri hidup sederhana kemampuan dalam menulis,
sesuai dengan kebutuhan hidup menyusun dan mengompilasi karya
layak (KHL) dan selalu merasa ilmiah sesuai dengan kompetensi
berkecukupan (qanâ‟ah). (tamâm al-fadîlah) dan keahliannya
4) Memuliakan ilmu dengan tidak (kamâl al-ahliyyah).
menjadikannya sebagai alat atau b. Adab Guru terhadap Pelajaran:
media untuk mencapai tujuan 1) Ketika hendak berangkat ke tempat
duniawi pragmatis. mengajar (majlis al-tadrîs),
5) Menghindarkan diri dari pekerjaan menyucikan diri dari hadats (hadats)
tercela atau tindakan yang kurang dan kotoran (khubts), membersihkan
pantas, baik berdasarkan perspektif dan merapikan badan serta dengan
agama maupun menurut adat elegan mengenakan pakaian paling
kebiasaan atau sesuai dengan adab bagus yang layak sesuai kultur yang
masyarakat yang berlaku secara berlaku.
umum dan luas, termasuk terhadap 2) Membaca doa keluar rumah.
hal yang dianggap makruh secara 3) Duduk pada posisi yang bisa dilihat
syar‟i. oleh seluruh murid yang hadir
6) Harus mampu mengaktualisasikan dengan terlebih dahulu mengatur
ajaran agama, spesifiknya yang posisi duduk mereka secara
berkaitan dengan amaliah lahiriah proporsional.
yang sangat tampak terlihat. 4) Sebelum memulai pelajaran,
7) Selalu menjaga kontinuitas pelbagai sebaiknya membacakan beberapa
amalan sunnah, baik yang terkait ayat al-Qur„an agar mendapatkan
dengan perkataan maupun keberkahandan berdoa untuk
perbuatan. kebaikan diri sendiri, para murid
8) Mendasarkan interaksinya dan seluruh kaum Muslimin.
(mu‟âmalah) kepada akhlak mulia. 5) Mendahulukan disiplin ilmu yang
9) Menjauhkan diri dan menyucikan berstatus lebih mulia (asyraf) dan
jiwa dari berbagai akhlak buruk lebih urgen (ahamm).
(akhlâq radîyyah) serta menghiasi 6) Dapat mengatur nada dan intonasi
dan menumbuhkembangkan suaranya ketika mengajar.
beragam akhlak baik yang terpuji 7) Menghindarkan majelis
(akhlâq radiyyah) dalam dirinya, pelajarannya dari kegaduhan (laght).
baik lahir maupun batin. 8) Mampu mencegah berbagai pihak
10) Secara kontinuitas berkewajiban terutama dari internal para murid
untuk selalu menambah wawasan yang akan berbuat keji dalam debat,
ilmu dan memperdalam cakrawala atau yang kebingungan dalam
pengetahuannya sepanjang hidup. mengkaji, atau yang tidak baik
dalam beradab (sû„ adab), atau yang
Beirut: Syirkah Dâr al-Basyâ„ir al-Islâmiyyah, tidak mampu bersikap adil setelah
2021.
dengan pemikiran Ibn Jamâ‟ah dalam ‟Alî, Sa‟îd ‟Ismâ‟îl, 1998, al-Fikr al-
kitabnya, Tadzkirah al-Sâmi‟ wa al- Tarbawî al-‟Arabî al-Hadîts, Kuwait:
Mutakallim fî Âdâb al-‟Âlim wa al- al-Majlis al-Watanî li al-Tsaqâfah wa
Muta‟allim sebagai berikut: al-Funûn wa al-Âdâb.
Alwasilah, A. Chaedar, 2012, Pokoknya
Adab guru dan murid (âdâb al-‟âlim
Kualitatif: Dasar-dasar Merancang
wa al-muta‟allim) menurut perspektif Ibn
dan Melakukan Penelitian Kualitatif,
Jamâ‟ah dalam karya populer yang
Bandung: PT Dunia Pustaka Jaya dan
menjadi masterpiece dan magnum opus
Pustaka Jaya Jakarta.
pemikirannya memiliki banyak dimensi
Arikunto, Suharsimi,2010, Prosedur
dan varian adab yang baik.
Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek,
Adab guru (âdâb al-‟âlim) memiliki 38 Jakarta: PT Rineka Cipta.
(tiga puluh delapan) adab utama yang Asari, Hasan, 2000, “Etika Akademis
esensial, dengan rincian 12 (dua belas) dalam Islam: Studi tentang Tażkirat al-
adab guru terhadap diri sendiri, 12 (dua Sâmi‟ wa al-Mutakallim Karya Ibn
belas) adab guru terhadap pelajaran, dan Jamâ‟ah (w. 733/1333)”, Disertasi di
14 (empat belas) adab guru terhadap Program Pascasarjana IAIN Syarif
murid secara general dan di dalam ruang Hidayatullah Jakarta.
kelas secara spesifik atau saat ___, 2008, Etika Akademis dalam Islam:
pembelajaran di halaqah (circle learning). Studi tentang KitabTażkirat al-Sāmi‟
Sedangkan adab murid (âdâb al- wa al-MutakallimKarya Ibn Jamā‟ah,
muta‟allim) terdapat 36 (tiga puluh enam) Yogyakarta: PT Tiara Wacana.
adab utama yang juga sangat urgen, Asmani, Jamal Ma‟mur, 2013, Tips
meliputi10 (sepuluh) adab murid terhadap Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif dan
diri sendiri secara personal, 13 (tiga belas) Inovatif, Jogjakarta: Diva Press.
adab murid terhadap guru, dan 13 (tiga Asnawî, Jamâl al-Dîn ‟Abd al-Rahîm al-,
belas) adab murid dalam proses 1981, Tabaqât al-Syâfi‟iyyah, ed. ‟Abd
pembelajaran dan terhadap sesama murid Allah al-Jabûrî, t.t.t.: Dâr al-‟Ulûm.
lainnya. Attas, Syed Muhammad Naquib al-, 2011,
Islâm dan Sekularisme, Bandung:
DAFTAR PUSTAKA Institut Pemikiran Islam dan
Pembangunan Insan (PIMPIN) dan
Abdul Majid dan Dian Andayani, Center for Advanced Studies on Islam,
Pendidikan Karakter Perspektif Islam, Science and Civilization (CASIS)
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Universiti Teknologi Malaysia (UTM).
2011 Ba‟albaki, Munir, 1983, al-Mawrid al-
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, 2008, Waséţ: A Concise English-Arabic
Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Dictionary, Beirut: Dar el-Ilm lil-
Kencana Prenada Media Group. Malayén.
Abû Ghuddah, ‟Abd al-Fattâh, 2005, Bungin, Burhan,2003, Analisis Data
Shafahât min Shabr al-‟Ulamâ„ ‟alâ Penelitian Kualitatif,Jakarta: PT.
Syadâ„id al-‟Ilm wa al-Tahshîl, Beirut: RajaGrafindo Persada.
Maktab al-Matbû‟ât al-Islâmiyyah dan Departemen Pendidikan Nasional, 2012,
Dâr al-Basyâ„ir al-Islâmiyyah. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat
Abû Zaid, Bakr ibn ‟Abd Allah, 1999,al- Bahasa: Edisi Keempat, Jakarta: PT
Mu‟jam al-Manâhî al-Lafziyyah wa Gramedia Pustaka Utama.
Fawâ„id fî Alfâz, Riyadh: Dâr Dimasyqî, Ismâ‟îl ibn Katsîr al-Qurasyî
‟Âshimah. al-, 2003, al-Bidâyah wa al-Nihâyah,
ed. ‟Abd al-Rahmân al-Lâdiqî dan Kesuma, Dharma, Cepi Triatna dan Johar
Muhammad Ghâzî Baidûn, Beirut: Dâr Permana, 2013, Pendidikan Karakter:
al-Ma‟rifah. Kajian Teori dan Praktik di Sekolah,
Djamarah, Syaiful Bahri, 2010, Guru & Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Anak Didik dalam Interaksi Edukatif: Kinânî, Muhammad ibn Ibrâhîm ibn
Suatu Pendekatan Teoritis Psikologis, Jamâ‟ah al-, 1354 H., Tadzkirah al-
Jakarta: PT Rineka Cipta. Sâmi‟ wa al-Mutakallim fî Âdâb al-
Dzahabî, Muhammad ibn Ahmad ibn ‟Âlim wa al-Muta‟allim, ed. al-Sayyid
‟Utsmân al-, 2004, Dzail Târîkh al- Muhammad Hâsyim al-Nadwî, Beirut:
Islâm wa Wafiyyât al-Masyâhîr wa al- Dâr al-Kutub al-‟Ilmiyyah.
A‟lâm: Hawâdits wa Wafayât 701-746 ___, 1986, al-Manhal al-Rawî fî
H., ed. ‟Umar ‟Abd al-Salâm Tadmurî, Mukhtashar ‟Ulûm al-Hadîts al-
Beirut: Dâr al-Kitâb al-‟Arabî. Nabawî, ed. Muhyî al-Dîn ‟Abd al-
Fairûz„âbâdî, Muhammad ibn Ya‟qûb al-, Rahmân Ramadhân, Beirut: Dâr al-
2009, al-Qâmûs al-Muhît, ed. Nashr al- Fikr.
Hûrainî al-Mishrî al-Syâfi‟î, Beirut: ___, 1990, “Tadzkirah al-Sâmi‟ wa al-
Dâr al-Kutub al-‟Ilmiyyah. Mutakallim fî Âdâb al-‟Âlim wa al-
Hanbalî, ‟Abd al-Hayy ibn al-‟Imâd al-, Muta‟allim”, dalam ‟Abd al-Amîr
t.t., Syadzarât al-Dzahab fî Akhbâr Syams al-Dîn, al-Fikr al-Tarbawî ‟inda
Man Dzahab, ed. Lajnah Ihyâ„ al- Ibn al-Jamâ‟ah, Beirut: al-Syirkah al-
Turâts al-‟Arabî fî Dâr al-Âfâq al- ‟Âlamiyyah li al-Kitâb.
Jadîdah, Beirut: Dâr al-Âfâq al- ___, 2005, Tadzkirah al-Sâmi‟ wa al-
Jadîdah. Mutakallim fî Adab al-‟Âlim wa al-
Ibn Humaid, Shâlih ibn ‟Abd Allah, et.al., Muta‟al-lim, ed. ‟Abd al-Salâm ‟Umar
2004, Mausû‟ah Nadrah al-Na‟îm fî ‟Alî, Mushtafâ Mahmûd Husain dan
Makârim Akhlâq al-Rasûl al-Karîm. Maktabah al-Diyâ„ li Tahqîq al-Turâts,
Jazrî, al-Mubârak ibn Muhammad ibn al- Mesir: Maktabah Ibn ‟Abbâs dan Dâr
Atsîr al-, t.t., al-Nihâyah fî Gharîb al- al-Âtsâr.
Hadîts wa al-Atsar, ed. Mahmûd ___, 2021, Tadzkirah al-Sâmi‟ wa al-
Muhammad al-Tanâhî dan Tâhir Mutakallim fî Adab al-‟Âlim wa al-
Ahmad al-Zâwî, Beirut: Dâr Ihyâ„ al- Muta‟al-lim, ed. Muhammad ibn
Turâts al-‟Arabî dan Mu„assasah al- Mahdî al-‟Ajmî Beirut: Syirkah Dâr al-
Târîkh al-‟Arabî. Basyâ„ir al-Islâmiyyah.
Juhnî, ‟Abd Allah ibn Nâjî ibn ‟Alî al-, Majma‟ al-Lughah al-‟Arabiyyah, 1972,
1423/1424 H., “Âdâb al-Mu‟allim al-Mu‟jam al-Wasît, ed. Ibrâhîm
‟inda al-Imâm Badr al-Dîn Ibn Jamâ‟ah Madkûr, Istambul: al-Maktabah al-
fi Dau„ Kitâbihi Tadzkirah al-Sâmi‟ wa Islâmiyyah.
al-Mutakallim fî Âdâb al-‟Âlim wa al- Maqrîzî, Taqî al-Dîn al-, t.t., Kitâb al-
Muta‟allim: Dirâsah Tahlîliyyah”, Muqaffâ al-Kabîr, ed. Muhammad al-
Tesis di UniversitasUmm al-Qurâ Ya‟lâwî, t.t.t: Dâr al-Gharb al-Islâmî.
Kulliyyah al-Tarbiyah Qism al- Maya, Rahendra, 2013, “Esensi Guru
Tarbiyah al-Islâmiyyah wa al- dalam Visi-Misi Pendidikan Karakter”,
Muqâranah. Edukasi Islami, Jurnal Pendidikan
Kahhâlah, ‟Umar Ridâ, t.t., Mu‟jam al- Islam Program Studi Pendidikan
Mu„allifîn: Tarâjum Mushannifî al- Agama Islam Sekolah Tinggi Agama
Kutub al-‟Arabiyyah, Lebanon: Islam (STAI) Al Hidayah Bogor, Vol.
Maktabah al-Mutsannâ dan Dâr Ihyâ„ 03, No. 02, Edisi Januari 2013.
al-Turâts al-‟Arabî.
___, 2015, “Adab Guru dan Murid Dalam Hadits: Kajian Semantik Istilah-Istilah
Kitab Tadzkirah Al-Sâmi‟ Wa Al- Tarbiyaţ, Ta‟līm, Tadrīs, Tahdzīb dan
Mutakallim Fî Ȃ dâb Al-„Ȃ lim wa Al- Ta„dīb, Bandung: Pustaka Umat.
Muta‟allim Karya Ibn Jamâ‟ah dan Salim, Moh. Haitami, 2013, Pendidikan
Aplikasinya Dalam Pendidikan Agama dalam Keluarga: Revitalisasi
Karakter di Indonesia”, Disertasi (tidak Peran Keluarga dalam Membangun
diterbitkan), Program Pascasarjana Generasi Bangsa yang Berkarakter,
Doktoral Pendidikan Islam Universitas Jogjakarta: ar-Ruzz Media.
Ibn Khaldun (UIKA) Bogor. ___ dan Syamsul Kurniawan,2012, Studi
Mishrî, Muhammad ibn Mukarrim ibn Ilmu Pendidikan Islam, Jogjakarta: ar-
Manzûr al-Anshârî al-Ifrîqî al-, 2009, Ruzz Media.
Lisân al-‟Arab, ed. ‟Âmir Ahmad Sauri, Sofyan, 2011, Filsafat dan Teosofat
Haidar dan ‟Abd al-Mun‟im Khalîl Akhlak, Bandung: Rizqi Press.
Ibrâhîm, Beirut: Dâr al-Kutub al- Sukmadinata,2012, Metode Penelitian
‟Ilmiyyah. Pendidikan, Bandung: PT Remaja
Moleong, Lexy J.,2013, Metodologi Rosdakarya dan Program Pascasarjana
Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Universitas Pendidikan Indonesia.
Remaja Rosdakarya. Syarbini, Amirulloh, 2012, Buku Pintar
Muhaimin, 2003, Wacana Pengembangan Pendidikan Karakter: Panduan
Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Lengkap Mendidik Karakter Anak di
Pelajar. Sekolah, Madrasah dan Rumah,
___, 2010, Arah Baru Pengembangan Bandung: as@ prima pustaka.
Pendidikan Islam: Pemberdayaan, Tafsir, Ahmad, 2008, Filsafat Pendidikan
Pengembangan Kurikulum hingga Islami: Integrasi Jasmani, Rohani dan
Redefinisi Islamisasi Pengetahuan, Kalbu Memanusiakan Manusia,
Bandung: Penerbit Nuansa. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
___, 2011, Pemikiran dan Aktualisasi ___, 2012, Ilmu Pendidikan
Pengembangan Pendidikan Islam, Islami,Bandung:PT Remaja
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Rosdakarya.
Nata, Abuddin, 2005, Filsafat Pendidikan Zabîdî, al-Sayyid Muhammad Murtadâ
Islam, Jakarta Selatan: Gaya Media ibn Muhammad al-Husainî al-, 2012,
Pratama. Tâj al-‟Arûsmin Jawâhir al-Qâmûs,
___, 2012, Ilmu Pendidikan Islam, Beirut: Dâr al-Kutub al-‟Ilmiyyah.
Jakarta: Kencana Prenada Media Zainul, Fitri Agus, 2012, Reinventing
Group. Human Character: Pendidikan
Nazir, Moh., 2011, Metode Penelitian, Karakter Berbasis Nilai & Etika di
Jakarta: Ghalia Indonesia. Sekolah, Jogjakarta: ar-Ruzz Media.
Qomar, Mujamil, 2012, Kesadaran Ziriklî, Khair al-Dîn al-, 2004, al-A‟lâm:
Pendidikan: Sebuah Penentu Qâmûs Tarâjum li Asyhhâr al-Rijâl wa
Keberhasilan Pendidikan, Jogjakarta: al-Nisâ„ min al-‟Arab wa al-
ar-Ruzz Media. Musta‟ribîn wa al-Mustasyriqîn,
Rosidin, Dedeng, 2003, Akar-Akar Beirut: Dâr al-‟Ilm li al-Malâyîn.
Pendidikan dalam al-Qur„an dan al-