Pengaruh Pertemanan Dalam Menggunakan Narkoba

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 14

PENGARUH PERTEMANAN TERHADAP PENYALAHGUNAAN NAPZA

PADA ANAK REMAJA

ABSTRACT
Introduction : Adolescents is one part of a group of people that need to be considered, because adolescents are
a major asset for the future and development of the nation. Adolescence is a period of transition from children
to adulthood. Someone who uses drugs initiated by the influence / persuasion friends. Refusal or pressure of
group / peer resulted teens feel isolated, therefore it is not easy for young people to leave the group. Leave the
group for teens means losing friends as well as most of his life.

Case Report : Mr. A 17 years old and have been using drugs since junior high school. The first time he used
was marijuana, then gorilla + sabu. Then he got the drugs from the school friends. He did rehab, being sent by
parents.

Discussion : Adolescents have to make many adaptation, one adjustment with the friendship group. When teens
they would create groups of friends. Friends is one of the major influence on the behavior and life style
adolescents. A friendship will lead to good and bad at the same time. That is, if we are good friends with
people then we will be affected be a good person as well, otherwise if we make friends with people who are
poor, then we become people who badly affected as well. The influence of friendship and togetherness that
creates attachment concerned is difficult to escape.

Conclusion : Adolescence is the age level of the search for identity and still tend to be volatile. Adolescence is
typically characterized by a shift in the source of a role model. With growing age and needs of children who
become teen role model had begun to shift to a peer group.

Keywords : Remaja, Pertemanan, Narkoba, Teman Sebaya

PENDAHULUAN
Remaja merupakan salah satu bagian dari kelompok masyarakat yang perlu diperhatikan,
karena remaja meupakan asset utama bagi masa depan dan pembangunan bangsa. Masa
remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang mengalami perubahan
fisik maupun psikologis. Salah satu perubahan psikologis yang dialami oleh remaja adalah
pembentukan identitas diri. Permasalahan yang muncul pada masa ini seringkali
menimbulkan suatu perubahan yang disebut dengan krisis identitas (Kozier, 1995).

Menurut Erickson dalam Gunarsa keadaan krisis identitas yang terjadi dalam diri remaja,
banyak diperngaruhi oleh keadaan lingkungan masyarakat yang berada di sekitarnya. Baik
buruknya lingkungan masyarakat, akan berpengaruh terhadap baik buruknya perilaku remaja
yang terebtuk. Lingkungan yang buruk dapat menyebabkan terjadinya perilaku menyimpang
bagi remaja itu sendiri. Salah satunya adalah perilaku penyalahgunaan narkotika dan obat
berbahaya narkoba.

Hawari dalam penelitiannya menyebutkan bahwa 81,3% seseorang yang menggunakan


narkoba diawali oleh pengaruh/bujukan teman (peer group). Penolakan atau tekanan dari
kelompok/ teman sebaya mengakibatkan remaja merasa dikucilkan, oleh karena itu tidak
mudah bagi remaja untuk meninggalkan kelompok. Meninggalkan kelompok bagi remaja
berarti kehilangan teman serta sebagian hidupnya (Sally, 2000). Dari data yang ada
menggambarkan juga, bahwa kekambuhan pada pengguna narkoba disebabkan juga oleh
tekanan atau pengaruh teman (58,36%).

Dalam penelitian Purwandari (2005) di rehabilitasi NAPZA “Pamardi Putra Mandiri”


Semarang memperoleh data tentang distribusi penyalahguna NAPZA pada SLTP 87,5% dan
SLTA 12,5%. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa usia pertama pemakaian NAPZA adalah

1
remaja.

Sekitar 20% dari 4 juta (800.000 orang) pemakai narkoba di DKI Jakarta adalah remaja
berusia 14 hingga 21 tahun. Tiga dari sepuluh remaja di Jakarta selain terlibat sebagai
pengguna narkoba, juga terlibat dalam proses produksi maupun distribusi (Gemari, 2003).
Jumlah remaja yang meninggal akibat kecanduan narkoba tiap tahun terus meningkat,
tingkat kematian penderita ketergantungan narkoba mencapai 17,16%.

Berkembangnya jumlah penyalahgunaan narkoba dipengaruhi oleh dua factor, yaitu factor
dari dalam dan luar diri sendiri. factor yang berasal dari dalam diri sendiri adalah : minat,
rasa ingin tahu, lemahnya rasa ketuhanan dan kestabilam emosi. seadangkan, factor yang
berasal dari luar diri sendiri adalah : gangguan psikososial, lemahnya hukum terhadap
pengedar dan pengguna narkoba, system sekolah termasuk bimbingan dan konseling (BK)
serta lemahnya pendidikan agama para siswa sekolah (Sofyan, 2005).

Dalam Islam banyak orang yang terjerumus ke dalam lubang kemakisatan dan kesesatan
karena pengaruh teman bergaul yang jelek. Namun juga tidak sedikit orang yang
mendapatkan hidayah dan banyak kebaikan disebabkan bergaul dengan teman-teman yang
shalih. Teman yang shalih akan senantiasa menjaga dari maksiat, dan mengajak berlomba-
lomba dalam kebaikan, serta meninggalkan kejelekan. Dia juga akan senantiasa menjagamu
baik ketika bersamamu maupun tidak, dia juga akan memberimu manfaat dengan
kecintaanya dan doanya kepadamu, baik ketika engkau masih hidup maupun setelah engkau
tiada. Dia juga akan membantu menghilangkan kesulitanmu karena persahabatannya
denganmu dan kecintaanya kepadamu. (Bahjatu Quluubil Abrar, 148). Sebaliknya, bergaul
dengan teman yang buruk juga ada dua kemungkinan yang kedua-duanya buruk. Kita akan
menjadi jelek atau kita akan ikut memperoleh kejelekan yang dilakukan teman kita. Syaikh
As Sa’di rahimahulah juga menjelaskan bahwa berteman dengan teman yang buruk
memberikan dampak yang sebaliknya. Orang yang bersifat jelek dapat mendatangkan
bahaya bagi orang yang berteman dengannya, dapat mendatangkan keburukan dari segala
aspek bagi orang yang bergaul bersamanya. Sungguh betapa banyak kaum yang hancur
karena sebab keburukan-keburukan mereka, dan betapa banyak orang yang mengikuti
sahabat-sahabat mereka menuju kehancuran, baik mereka sadari maupun tidak. Oleh karena
itu, sungguh merupakan nikmat Allah yang paling besar bagi seorang hamba yang beriman
yaitu Allah memberinya taufik berupa teman yang baik. Sebaliknya, hukuman bagi seorang
hamba adalah Allah mengujinya dengan teman yang buruk. (Bahjatu Qulubil Abrar, 185)

Maka dari itu, saya lebih memfokuskan pada faktor lingkungan dari luar remaja terutama
teman karena sebagian waktu remaja lebih banyak dihabiskan bersama kelompok.

PRESENTASI KASUS

Seorang laki-laki bernama Mr A berusia 17 tahun dan menganut agama Islam, ia bertempat
tinggal didaerah Jakarta Selatan. Saat ini ia sedang duduk di bangku kelas 3 SMA di salah
satu SMA Negri di Jakarta. Diketahui bahwa ia adalah anak tunggal dan kedua orang tuanya
bekerja. Bapaknya bekerja pada malam hari dan ibunya seorang wirausaha dan membuka
usaha dirumah. Ia menjalani rehabilitasi di RSKO mulai dari bulan September 2015. Ia
memulai memakai narkoba ketika ia menginjak bangku SMP, ketika pertama kali dia
memulai hanya mencoba-coba rokok saja. Kemudian teman-temannya menawarkan dia
ganja dan sejak saat itu dia mulai menjadi ketagihan. Lalu dia memakai ganja kurang lebih
sampai SMA dan ketika dia SMA kelas 2 dia ditawarkan untuk mencoba gorilla (gorilla
sejenis tembakau yang disemprotkan dengan bahan sintesis yang mengandung ganja dan

2
mempunyai efek lebih parah daripada ganja) dan sejak saat itu dia beralih kecanduan gorilla
karena ia mengaku sulit untuk mendapatkan ganja tetapi sangat gampang mendapatkan
gorilla. Lalu dia melakukan eksperimen, 2 bulan sebelum dia di rehab dia mencoba
menggunakan sabu-sabu, jadi dia memakai gorilla terlebih dahulu kemudian menggunakan
sabu-sabu.

Efek yang ditimbulkan katanya kalau menggunakan ganja terasa enteng, beban pikiran tidak
ada, tetapi menjadi malas, dan nafsu makan meningkat dan mata merah. Ketika memakai
gorilla katanya lebih parah daripada ganja karena efeknya benar-benar membuat malas,
maunya hanya berbaring ditempat tidur, kalau ingin berjalan rasanya sangat berat tetapi dia
menimbulkan efek senang ketika menggunakannya. Ketika memakai sabu ia mengaku lebih
enak daripada memakai ganja maupun gorilla dan dia gampang untuk mendapatkan sabu
tersebut. Ketika memakai sabu dia mengaku ia jadi hiperaktivitas, banyak ngomong, pikiran
menjadi cepat dan efeknya bisa sampai 2 hari kemudian. Ia menggunakan narkoba tersebut
ketika dirumah didalam kamarnya dan bahkan teman-temannya sering main kerumah dan
menggunakan bersama-sama. Ketika disekolahpun ia menggunakan didalam kamar mandi
dan ditempat tongkrongan bersama teman-temannya. Ia mendapatkan barang gorilla, sabu-
sabu sangat gampang, dia dapatkan dari teman-teman di lingkungan sekolahnya dan dia
tidak pernah kehabisan barang, jadi banyak teman-temannya pun yang menggunakan
narkoba tersebut.

Dia memulai rehabilitasi di RSKO Jakarta karena dipaksa orang tuanya. Orang tuanya
mengetahui ia memakai karena mulai curiga dengan tingkah laku anaknya, yang kalau
keluar kamar matanya merah. Kemudian ketika ia sedang memakai didalam kamar orang
tuanya memergoki dia sedang menggunakan obat-obatan, dan setelah itu orang tuanya
memarahi dia tetapi tidak langsung memasukan Mr. A kedalam rehabilitasi, hanya uang
jajan dikurangi supaya tidak bisa membeli obat-obatan lagi. Lalu dia memberontak dan
marah-marah ketika dinasehati oleh orang tuanya. Dia sampai menggadai hp dan laptop
untuk membeli narkoba karena uang jajan dikurangi oleh orang tua. Karena dinilai tidak ada
perubahan kemudian orang tuanya memberi dia obat tidur kemudian anaknya dibawa ke
RSKO. Pertama kali ketika ia sadar, ia sudah di RSKO dan merasa kesal dengan orang
tuanya, tetapi kesalnya hanya 1 minggu pertama. Kemudian sampai hari ini ia mengaku
lebih bahagia hidupnya setelah mendapatkan rehabilitasi dan ia merasa tubuhnya lebih sehat
karena mendapatkan pola hidup yang sehat dan teratur ketika di rehabilitasi.

DISKUSI

Menurut Santrock (2003) mendefinisikan remaja adalah masa transisi dari masa anak ke
masa dewasa awal, dimulai kira-kira usia 10 tahun sampai 12 tahun dan berakhir usia 18
tahun sampai 22 tahun.

Menurut Blos (dalam Sarwono, 2001) ada 3 tahap perkembangan remaja dalam proses
penyesuaian diri menuju kedewasaan, yaitu :

1. Remaja awal (early adolescence)


Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang
terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan itu.
Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan
mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis, ia
sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan

3
berkurangnya kendali terhadap “ego” menyebabkan para remaja awal ini sulit
mengerti dan dimengerti orang dewasa.

2. Remaja madya (middle adolescence)


Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak
teman yang menyukainya. Ada kecenderungan “narcistic”, yaitu mencintai diri
sendiri, dengan menyukai teman-teman yang punya sifat-sifat yang sama dengan
dirinya. Selain itu ia berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus
memilih yang mana: peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau
pesimis, idealis atau materialis dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri
dari Oedipus Complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa kanak-kanak)
dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan dari lain jenis.

3. Remaja akhir (late adolescence)


Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan
pencapaian 5 hal, yaitu:
a. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.
b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang- orang lain dan
dalam pengalaman-pengalaman baru.
c. Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.
d. Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan
keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.
e. Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan
masyarakat umum (the public).

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pembagian fase remaja terdiri
dari tiga tahap yaitu remaja awal, remaja pertengahan dan remaja akhir.

Tugas Perkembangan Remaja


Havinghurst (dalam Sarwono, 2001) menyatakan bahwa terdapat beberapa tugas-tugas
perkembangan pada remaja yaitu :
1. Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya.
2. Mencapai peranan sosial sebagai pria atau wanita.
3. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif.
4. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya.
5. Mancapai jaminan kemandirian ekonomi.
6. Memilih dan mempersiapkan karir (pekerjaan).
7. Belajar merencanakan hidup berkeluarga.
8. Mengembangkan keterampilan intelektual.
9. Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial.
10. Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai petunjuk/pembimbing dalam
bertingkah laku.
11. Mengamalkan nilai – nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan dalam kehidupan
sehari – hari, baik pribadi maupun sosial.

Menurut teori diatas, A adalah seorang remaja yang berusia 17 tahun, dan A sedang
mengalami transisi dari masa anak-anak menjadi dewasa. Dalam Havinghurst diatas
disebutkan salah satu tugas perkembangan remaja yaitu seorang remaja mencapai hubungan
yang lebih matang dengan teman sebayanya. Maka dari itu A senang menghabiskan waktu
bersama teman-temannya karena itu merupakan salah satu proses menuju dewasa.

4
PERTEMANAN
Pertemanan atau persahabatan yaitu hubungan "akrab" antara sesorang dengan orang
lainnya. Teman merupakan salah satu yang berpengaruh besar terhadap prilaku dan corak
kehidupan seseorang. Suatu pertemanan akan menimbulkan kebaikan dan keburukan
sekaligus. Maksudnya, jika kita berteman dengan orang baik maka kita akan terpengaruh
menjadi orang yang baik pula, sebaliknya jika kita berteman dengan orang yang buruk,
maka kita terpengaruh menjadi orang yang buruk pula (Dariyo, 2004: 47).

Menurut Havighurst (Harlock, 2004: 209) remaja memiliki tugas perkembangan, salah
satunya mencapai hubungan sosial yang lebih matang dengan teman-teman sebayanya, yaitu
dengan relasi pertemanan. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Robinson
(dalam Papalia, Old, Feldman, 2008) bahwa ada peningkatan keterlibatan remaja dengan
teman sebayanya dimana sumber dukungan emosional penting sepanjang transisi masa
remaja. Hal ini berarti bahwa pada usia remaja, remaja membutuhkan orang lain, terutama
teman sebayanya.

Dorongan menuju ke arah teman-teman sebaya ini kemudian membentuk apa yang
dinamakan relasi pertemanan. Relasi pertemanan bagi remaja berfungsi sama halnya dengan
fase anak-anak yaitu memberi kesempatan untuk belajar bagaimana mengendalikan perilaku
sosial, mengembangkan keterampilan dan minat yang sesuai dengan usia, dan berbagi
masalah dan perasaan bersama (Brehm, 2002: 179).

Relasi pertemanan merupakan bagian yang tak bisa terlepaskan dari dunia remaja. Hal ini
menjadi sifat khas dari remaja yang selalu berada dalam pencarian jati diri. Sehingga remaja
akan mengalami berbagai macam peralihan, yaitu peralihan dalam aspek biologis, kognisi,
dan sosial (Hurlock, 1996: 84).

Para ahli psikologi sepakat bahwa terdapat kelompok-kelompok yang terbentuk dalam masa
remaja. Kelompok-kelompok tersebut adalah :

1. Kelompok “Chums” (sahabat karib)


Chums yaitu kelompok dimana remaja bersahabt karib dengan ikatan persahabatan
yang sangat kuat. Anggota kelompok biasanya terdiri dari 2-3 remaja dengan jenis
kelamin sama, memiliki minat, kemampuan dan kemauan-kemauan yang mirip
seperti halnya teman sekamar.

2. Kelompok “Cliques” (komplotan sahabat)


Cliques biasanya terdiri dari 4-5 remaja yang memiliki minat, kemampuan dan
kemauan-kemauan yang relatif sama. Cliques terjadi dari penyatuan dua pasang
sahabat karib atau dua Chums yang terjadi pada tahun-tahun pertama masa remaja
awal. Dalam cliques inilah remaja pada mulanya banyak melakukan kegiatan-
kegiatan bersama, rekreasi, pesta, saling menelfon, dll.

3. Kelompok “Crowds” (kelompok besar remaja)


Crowds terdiri dari banyak remaja, lebih besar dibanding Cliques. Kalau ditinjau
dari proses terbentuknya, biasanya Chums menjadi Cliques, dan dari sini tercipta
Crowds. Kelompok ini terdapat jenis kelamin berbeda serta keragaman
kemampuan, minat dan kemauan di antara para anggota Crowds. Hal yang sama
dimiliki mereka adalah rasa takut atau tidak diterima oleh teman-teman.

5
4. Kelompok yang diorganisir
Kelompok yang diorganisir merupakan kelompok yang senagaja dibentuk dan
diorganisir oleh orang dewasa yang biasanya melalui lembaga-lembaga tertentu,
misalnya sekolah dan yayasan-yayasan keagamaan. Anggota kelompok ini terdiri
dari remaja-remaja, baik yang telah memiliki sahabat dalam kelompok tersebut
terdahulu maupun remaja yang belum mempunyai kelompok.

5. Kelompok “Gangs”
Gangs merupakam kelompok yang terbentuk dengan sendirinya, pada umunya
akibat pelarian dari empat jenis kelompok tersebut. Remaja-remaja yang tidak
puas ini melarikan diri dan membentuk kelompok tersendiri yang dikenal dengan
“Gangs”. Kebanyakan anggota gangs menghabiskan waktu menganggur dan
kadang-kadang mengganggu remaja lain.

Kebanyakan relasi dengan kelompok teman sebaya pada masa remaja dapat dikategorikan
dalam salah satu dari tiga bentuk yaitu: kelompok Cliques atau persahabatan individual.
Crowd ialah kelompok remaja yang terbesar dan kurang bersifat pribadi. Anggota-anggota
kelompok bertemu karena adanya kepentingan atau minat yang sama dalam berbagai
kegiatan, bukan karena mereka saling tertarik. Cliques ialah kelompok yang lebih kecil.
Memiliki kedekatanyang lebih besar diantara anggota dan lebih kohesif dari pada kelompok
besar (Santrock, 2002, 46).

Menurut uraian diatas terdapat beberapa kelompok remaja dan menurut saya A termasuk
golongan Cliques. Dalam golongan cliques inilah banyak remaja pada mulanya banyak
melakukan kegiatan-kegiatan bersama, rekreasi, pesta, saling menelfon, dll. A bersama
dengan teman-temannya yang terdiri dari 4-5 orang dan sering datang kerumah A dan
memakai napza secara bersama-sama.

Menurut John M. Reisman (dalam Devito, 1986) menyatakan bahwa terdapat 3 tipe
pertemanan, yaitu:
1. Reciprocity
Devito (2008) menyatakan bahwa tipe pertemanan reciprocity ini merupakan tipe
pertemanan yang ideal yang memiliki karakteristik kesetiaan, pengorbanan yang
meliputi kasih sayang dan murah hati. Pertemanan yang tercipta berdasarkan pada
keseimbangan, dimana tiap individu berbagi secara adil dalam hal memberi dan
menerima keuntungan yang ada dalam sebuah hubungan.

2. Receptivity
Pada tipe pertemanan yang kedua yaitu receptivity, adalah pertemanan yang
dikaraktreristikkan dengan adanya ketidak seimbangan yang terjadi dalam hal
memberi dan menerima dalam sebuah hubungan yang terjadi, karena dalam
pertemanan ini salah satu pihak menjadi pemberi primer dan pihak lain sebagai
penerima primer. Ketidakseimbangan yang terjadi bersifat positif, karena setiap
pihak memeproleh suatu hal dari hubungan yang tercipta.

3. Association
Pada tipe pertemanan yang ketiga yaitu association, adalah sebuah hubungan yang
digambarkan sebagai sebuah hubungan yang bersahabat namun bukan sebuah
hubungan pertemanan yang sesungguhnya. Tidak terdapat rasa percaya, memberi

6
atau menerima yang cukup besar dalam tipe pertemanan ini, terdapat keramahan
tetapi tidak intens.

Menurut Keith Davis (dalam Devito, 1986) menyatakan terdapat 8 karakteristik hal penting
dalam sutau pertemanan, yaitu :

1. Enjoyment 

Teman menikmati kebersamaan yang terjalin 


2. Acceptance 

Teman menerima satu sama lain apa adanya, seorang teman tidak
memiliki
kecenderungan untuk mengubah temannya menjadi orang lain. 


3. Trust 

Teman saling percaya satu sama lain dalam melakukan hal yang 
disukainya.

4. Respect 

Teman saling menghargai satu sama lain. 


5. Mutual assistance 

Teman dapat menjadi pendamping dan memberikan satu sama lain.

6. Confiding
Teman saling membagi perasaan dan pengalaman.

7. Understanding
Teman mengerti hal apa yang penting dan mengerti alasannya temannya berperilaku
tertentu. Seorang teman merupakan prediktor yang baik dalam menentukan perilaku
dan perasaan temannya.

8. Spontaneity

Seorang teman tidak melakukan dalam self-monitoring, seorang teman dapat
mengekspresikan perasaannya secara spontan, tanpa khawatir bahwa hal tersebut
akan menyebabkan hambatan dalam pertemanannya.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri berteman terdiri dari
sukarela, unik, kedekatan dan keintiman. Dalam pertemanan harus dipelihara agar dapat
bertahan, kesenangan, penerimaan, percaya, respek, saling membantu, menceritakan rahasia,
pengertian, serta spontanitas.

Huyck (dalam Kail & Cavanaugh, 2000) mengatakan bahwa ada empat faktor yang dapat
mempengaruhi dua orang untuk memutuskan membina suatu pertemanan, yaitu :

1. Kedekatan mereka satu sama lain 



2. Kesamaan akan kesukaan mereka terhadap sesuatu dan perilaku 
mereka 

3. Penghargaan terhadap kepribadian yang mereka miliki 

4. Daya tarik fisik diantara mereka 


Peranan Teman Kelompok dalam Kehidupan Remaja


Havighurst dan Panuju (1999) menyebutkan bahwa tugas perkembangan remaja salah
satunya mencapai kebebasan emosional dan hubungan sosial yang matang. Kelompok

7
pertemanan mempunyai peranan dalam penyesuaian diri remaja, perilaku dan
pandangannya. Kondisi ini ditemukan dalam peer group, karena mereka saling membantu
dalam persiapan menuju kemandirian emosional yang bebas dan dapat menyelamatkan dari
pertentangan batin dan konflik sosial. Pengaruh pertemanan menciptakan keterikatan dan
kebersamaan sehingga yang bersangkutan sulit untuk melepaskan diri. Ketika remaja
mengalami kegoncangan emosional yang tidak dapat diatasi maka dapat berkembang
menjadi putus asa terhadap situasi yang tidak menyenangkan, kemudian remeja cenderung
melakukan hal-hal yang tidak terpuji, mengganggu, menggelandang atau tawuran dijalan.
Situasi ini akan terpuruk apabila remaja tersebut mulai menjauh dari teman-temannya, malas
pergi kesekolah dan terlibat dalam berbagai macam penyimpangan tingkah laku dan
penyalahgunaan obat terlarang serta bergabung dengan mereka yang frustasi (Panuju, 1999).

A adalah remaja dan mengalami perkembangan remaja dan A harus menyesuaikan diri
dengan lingkungannya, ini terdapat pada teori diatas. A sulit untuk melepaskan diri dari
pertemanannya karena menurut uraian diatas pengaruh pertemanan itu menciptakan
keterikatan dan kebersamaan.

Terdapat penelitian yang dilakukan di Makassar, salam penelitian ini menemukan bahwa ada
hubungan yang bermakna antara teman sebaya/kelompok dengan penyalahgunaan narkoba
pada tahanan Polrestabes Kota Makassar. Sebagian besar responden yang menyalahgunakan
narkoba juga memiliki teman sebaya/kelompok yang penyalahguna narkoba sebaliknya
sebagian besar responden yang tidak menyalahgunakan narkoba memiliki teman
sebaya/kelompok yang bukan penyalahguna narkoba. Hasil ini menunjukkan, bahwa
pengaruh teman sebaya/kelompok memberikan kontribusi terhadap penyalahgunaan narkoba
pada tahanan Polrestabes Kota Makassar. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Asni
(2013) yang dilakukan pada remaja di SMA Kartika Wirabuan XX-I Makassar. Hasil
penelitian tersebut menyatakan bahwa terdapat hubungan antara konformitas teman sebaya
(p=0,033 φ=0,152) dengan penyalahgunaan narkoba. Penelitian lain yang mendukung
adalah penelitian yang dilakukan oleh Jaji pada tahun 2012, hasil penelitian tersebut
menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara faktor teman sebaya dengan
penyalahgunaan narkoba (p=0,022) dan penelitian yang hampir sama juga dilakukan oleh
Komariah (2010), hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa salah satu faktor eksternal
penyebab penyalahgunaan narkoba yaitu pengaruh teman sebaya: 65%.

Teman sebaya/kelompok mempunyai pengaruh cukup kuat bagi terjerumusnya seseorang ke


lembah narkoba, biasanya berawal dari ikut-ikutan teman. Adanya hubungan teman
sebaya/kelompok dengan penyalahgunaan narkoba pada tahanan Polrestabes Kota Makassar,
dikarenakan sebagian besar responden memiliki teman yang juga pernah menyalahgunakan
narkoba dan sebagian besar responden menyatakan bahwa alasan awal mereka pertama kali
menggunakan narkoba karena ditawari/diajak oleh teman. Selain itu, lebih dari setengah
jumlah responden menyatakan bahwa pernah memperoleh dan menggunakan narkoba secara
bersama-sama dengan teman/kelompok.

Pengaruh Pertemanan Terhadap Penyalahgunaan Narkoba


Remaja itu berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Bobak, 2004). Masa remaja
merupakan masa peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami
perkembangan semua aspek atau fungsi untuk memasuki masa dewasa.

Remaja juga mengalami perkembangan yaitu perubahan social. Salah satu tugas
perkembangan masa remaja yang tersulit adalah berhubungan dengan penyesuaian social.

8
Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja juga harus membuat banyak
penyesuaian diri yaitu dengan pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku social,
nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan
social serta nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin (Hurlock, 1999). Usia remaja adalah
usia taraf pencarian jati diri dan cenderung masih bersifat labil. Pola pikir kaum muda
kadang hanya bersifat instan, dan mencari yang termudah saat menghadapi keadaan sulit
seperti menggunakan narkoba. Para remaja juga memiliki sifat serba ingin tahu dan ingin
mencoba sesuatu yang baru dan akan sangat mudah menjerumuskan dirinya kedalam
lingkungan para pengguna napza dan miras bila dia tak punya dasar untuk membentengi diri
dari penyalahgunaan napza dan miras.

Masa remaja biasanya ditandai oleh bergesernya sumber panutan. Ketika belum masuk
remaja biasanya menjadi anak penurut. Hal tersebut dapat terjadi karena keluarga masih
bisa dijadikan panutan. Dengan berkembangnya usia dan kebutuhan anak yang menjadi
remaja tadi mulai menggeser panutannya kepada kelompok sebaya. Petuah orangtua
mulai banyak ditinggalkan dan apa kata teman kemudian menjadi acuan. Situasi seperti
ini banyak terjadi pada pelajar sekolah. Hal ini dapat dilihat seringnya terjadi perkelahian
antar pelajar. Bila terjadi perkelahian antar mahasiswa ini berarti terlambat menjadi
remaja.

Ketika remaja tersebut bertemu dengan kelompok pertemanan yang baik maka ia akan
mengikuti yang baik dan begitu juga sebaliknya apabila remaja tersebut bertemu dengan
kelompok pertemenan yang buruk maka ia akan mengacu kepada hal-hal yang buruk.
Menurut penelitian ciri-ciri teman yang buruk adalah yang suka merokok, suka minuman
keras, tidak pernah memikirkan prestasi sekolah dan menghabiskan 4-5 hari dalam 1 minggu
hanya untuk berkumpul bersama teman-temannya. Jadi tingkah laku penyalahgunaan
narkoba banyak dipengaruhi oleh tekanan teman yang besar dan sulit untuk dibendung.
Lingkungan pergaulan teman apalagi teman sebaya berpengaruh terhadap awal
penyalahgunaan.

Pada teori diatas disebutkan ketika mulai memasuki usia remaja sumber panutan bergeser,
teman menjadi sumber acuan. Dan apabila ia bertemu dengan kelompok yang baik maka ia
akan mengarah ke hal-hal yang baik dan sebaliknya. A bertemu dengan kelompok teman-
teman yang buruk, yang menawarkan dia rokok, ganja, gorilla, dll, jadi iapun akan
terpengaruh kepada hal-hal yang buruk.

Hairer dalam Hawari (1990), menyatakan bahwa tekanan kelompok pertemanan dalam
mekanisme terjadinya penyalahgunaan narkoba merupakan factor yang dapat mencetuskan
terjadinya penyalahgunaan pada diri seseorang. Berbagai cara teman mempengaruhi remaja
dengan membujuk sampai dengan menjebak remaja untuk turut menggunakan narkoba.
Tekanan teman sebaya tersebut berakibat sebagai berikut :

1. Rasa takut yang timbul karena ketidakmampuan dan kegagalan dalam


berinteraksi dan bersaing dengan teman kelompok yang lebih mapan.
2. Intimidasi oleh teman kelompok sebaya dengan akibat yang bersangkutan
menarik diri atau bersikap pasif-agresif dalam sub kultur penyalahguna zat
sebagai jalan keluarnya.
3. Penyangkalan akibat ketidakmampuannya dengan jelas memperlihatkan perilaku
agresif antisosial sebagai penjelmaan dari perilaku penyalahguna zat.
4. Dorongan yang kuat dari teman kelompok penyalahguna zat.

9
5. Tidak mampu untuk mencapai kemampuan identitas diri dalam perannya sebagai
anggota kelompok sesuai standar yang dianut oleh mayoritas kelompoknya.

Pada kasus diatas, Tn A adalah seorang remaja berusia 17 tahun. Tn A memulai pertama kali
ketika masih SMP. Tn A masih masuk dalam tahap perkembangan remaja, dimana masa
remaja masa-masa ingin mencari tahu dan teman menjadi sumber acuan dan ia juga harus
menyesuaikan diri dengan lingkungannya terutama lingkungan pertemanannya. Sebagai
akibatnya, Tn A akan merasa senang apabila diterima oleh kelompok pertemanannya dan
sebaliknya akan merasa sangat tertekan dan cemas apabila dikeluarkan dan diremehkan oleh
kawan-kawannya. Bagi remaja, pandangan kawan-kawan terhadap dirinya merupakan hal
yang paling penting. Kemudian ia lalu bertemu dengan teman-teman yang membawa dia ke
arah yang buruk dan menawarkan dia untuk mencoba obat-obatan. Apabila Tn A tidak
dibentengi dengan pribadi dan agama yang kuat maka ia akan terjerumus dan yang awalnya
hanya mencoba-coba lama kelamaan menjadi ketagihan.

Menurut Hawari perkenalan pertama dengan narkoba justru datangnya dari teman kelompok
(81,3%). Pengaruh teman kelompok ini dapat menciptakan keterikatan dan kebersamaan
sehingga yang bersangkutan sulit untuk melepaskan diri. Pengaruh teman kelompok ini
tidak hanya pada saat perkenalan pertama kali dengan narkoba, melainkan juga yang
menyebabkan seseorang tetap menyalahgunakan narkoba dan menyebabkan kekambuhan.

Sebagaimana uraian diatas bila hubungan orang tua dan anak tidak baik, maka anak akan
terlepas ikatan psikologisnya dengan orang tua dan anak akan mudah jatuh dalam pengaruh
teman kelompok. Dengan berbagai cara teman kelompok ini akan mempengaruhi si anak,
misalnya dengan membujuk, ditawari, bahkan sampai dijebak dan seterusnya sehingga anak
turut menyalahgunakan/ketergantungan narkoba dan sulit melepaskan diri dari teman
kelompoknya.

Ini sesuai dengan teori yang diatas, A mencoba obat-obatan pertama kali ditawarkan oleh
temannya dan hubungan A dengan orang tua tidak baik jadi ikatan psikologis antara A
dengan orang tua lepas dan A mudah jatuh terpengaruh oleh teman kelompok.

Menurut (Hurlock, 1999) dalam lingkungan sekolah terdapat interaksi teman sebaya dimana
proses interaksi teman sebaya akan saling mempengaruhi, karena adanya penyesuaian diri
pada norma/aturan/nilai-nilai yang sudah ditetapkan dalam interaksi teman sebaya. Hal ini
dapat menimbulkan kecemasan mengenai bagaimana orang lain akan memberikan penilaian
pada diri individu. Komunikasi antara teman sebaya, keinginan yang kuat untuk dapat
menyesuaikan diri dengan kelompok, tuntutan konformitas (adanya penyesuaian diri dengan
orang lain yang didorong oleh keinginannya sendiri) untuk meniru selera busana, music,
bahasa, dan perilaku teman- teman sebayanya.

Pertemanan Yang Baik Dalam Islam


Seorang teman bisa membantu kalian melakoni amalan-amalan hebat yang memicu pahala
dan surga. Di sisi lain, teman juga bisa menghalangi dirimu dari perjalanan menuju surga.
Pengaruh teman terhadap diri kalian sungguh luar biasa, bahkan melebihi anggota keluarga.
Inilah mengapa begitu penting untuk berhati-hati memilih teman.

Hal-hal penting yang harus kalian pikirkan ketika memilih teman adalah kedekatan mereka
kepada Allah. Kalian bisa tahu kedekatan tersebut bukan hanya dari penampilan mereka.
Tapi juga melalui tingkah laku, tabiat, akidah, dan tindak-tanduk mereka.

10
Teman yang sepanjang waktunya memikirkan bagaimana caranya menggapai pahala, bisa
dekat dan menggapai keridhaan Allah melalui tindakannya adalah teman yang bisa kalian
percaya. Jalinlah persahabatan dengannya.

Jika kalian tidak shalat, tidak pernah berpuasa, gemar bergosip, atau kalian tidak memiliki
peran aktif dalam masyarakat, maka sudah seharusnya kalian memiliki teman-teman yang
mampu memperbaiki perilaku dan sikap kalian menjadi lebih baik. Alangkah buruknya jika
kita memiliki teman yang justru memperburuk moral, sikap, dan bahkan akidah kita.

Karena teman-teman berperangai buruk bisa mendorong kalian untuk melakukan tindakan-
tindakan yang buruk juga. Berbohong, merokok, kecanduan narkoba, dan bahkan berzina
adalah hal-hal yang merupakan hasil buruk dari teman-teman yang berperangai buruk.
Seorang teman mengatakan, “Teman-teman memiliki dampak nyata terhadap diri seseorang,
dan bahkan mereka bisa mempengaruhi keseluruhan hidup seseorang.”

Sementara itu, teman-teman yang shaleh bisa memberikan pengaruh positif bagi kehidupan
kalian; membuat hidup menjadi lebih baik dunia dan akhirat. Sebagai contoh, teman yang
memiliki aktivitas dalam derma bisa mendorong kalian untuk ikut berpartisipasi dalam
kegiatannya. Hal demikian lebih baik daripada kalian menghabiskan waktu melakukan hal-
hal tidak bermanfaat atau sesuatu yang haram bersama teman-teman berkelakuan keji.
Teman-teman yang baik bisa menemani kalian untuk mengunjungi panti asuhan, menghadiri
halaqah pembelajaran Al-Qur’an, atau menghabiskan waktu untuk hal-hal bermanfaat
lainnya. Bahkan, selain bermanfaat, semua itu juga bernilai pahala di sisi Allah.

Bahkan dalam kondisi penuh keceriaan dan kegembiraan pun, segala sesuatunya bisa
berbeda jika kita lakukan bersama teman yang baik. Dia senantiasa mengingatkan kalian
untuk selalu memperbarui niat karena Allah di mana pun dan kapan pun. Selain itu, teman
yang baik senantiasa mendorong kalian untuk menjaga harga diri atau menjaga ibadah-
ibadah yang dianjurkan, sehingga keindahan Islam selalu terukir di hati kalian.

Karena alasan demikian, Nabi Muhammad pernah bersabda, “Seseorang itu tergantung
agama temannya. Maka hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa temannya."
(HR. Ahmad dan At-Tirmidzi)

Dari Anas, dia menuturkan, Rasulullah SAW bersabda, ”Dan perumpamaan teman duduk
yang baik itu bagaikan penjual minyak wangi kasturi, jika minyak kasturi itu tidak
mengenaimu, maka kamu akan mencium bau wanginya. Dan perumpamaan teman duduk
yang jelek adalah seperti tukang pandai besi, jika kamu tidak kena arangnya (percikannya),
maka kamu akan terkena asapnya.” (HR. Abu Dawud).

Menjadi sangat penting bagi kita untuk memahami hadits di atas yang mengindikasikan
dampak teman terhadap kehidupan seseorang, dan pentingnya memilih teman-teman yang

11
baik. Maka pikirkanlah baik-baik. Dan bahkan jika semua teman kalian adalah teman yang
berkelakukan buruk, maka Allah akan mengampuni, jika kalian mau bertobat. Carilah
sedikitnya seorang teman baik dan shaleh yang bisa menjadi batu loncatan bagi kalian
menuju surga.

KESIMPULAN
Usia remaja adalah usia taraf pencarian jati diri dan cenderung masih bersifat labil. Masa
remaja biasanya ditandai oleh bergesernya sumber panutan. Dengan berkembangnya usia
dan kebutuhan anak yang menjadi remaja tadi mulai menggeser panutannya kepada
kelompok sebaya. Petuah orangtua mulai banyak ditinggalkan dan apa kata teman kemudian
menjadi acuan. Dan ketika kita mulai berteman suatu pertemanan akan menimbulkan
kebaikan dan keburukan sekaligus. Maksudnya, jika kita berteman dengan orang baik maka
kita akan terpengaruh menjadi orang yang baik pula, sebaliknya jika kita berteman dengan
orang yang buruk, maka kita terpengaruh menjadi orang yang buruk pula.

Menurut uraian diatas terdapat macam-macam kelompok pertemanan. Diatas dijelaskan


kelompok pertemanan Cliques atau persahabatan individual memiliki kedekatan yang lebih
besar dibandingkan Crowd. Jadi menurut penulis apabila persahabatan Cliques diarahkan ke
arah yang baik akan menimbulkan pertemanan yang baik dan begitu pula sebaliknya. Kalau
Crowd ialah kelompok remaja yang terbesar dan kurang bersifat pribadi. Anggota-anggota
kelompok bertemu karena adanya kepentingan atau minat yang sama dalam berbagai
kegiatan, bukan karena mereka saling tertarik. Jadi bisa saja kelompok Crowd hanya sekedar
teman nongkrong dan sebatas bersenang-senang bersama.

Menurut Islam teman yang baik senantiasa mendorong kalian untuk menjaga harga diri atau
menjaga ibadah-ibadah yang dianjurkan, sehingga keindahan Islam selalu terukir di hati
kalian. Dan teman-teman berperangai buruk bisa mendorong kalian untuk melakukan
tindakan-tindakan yang buruk juga. Berbohong, merokok, kecanduan narkoba, dan bahkan
berzina adalah hal-hal yang merupakan hasil buruk dari teman-teman yang berperangai
buruk. Seorang teman mengatakan, “Teman-teman memiliki dampak nyata terhadap diri
seseorang, dan bahkan mereka bisa mempengaruhi keseluruhan hidup seseorang.”

SARAN
Saran penulis jadi ketika memasuki usia remaja carilah mana yang baik dan mana yang
buruk, lalu carilah teman-teman yang baik yang tidak akan menjerumuskan kalian kedalam
hal-hal yang buruk. Bentengilah diri kalian dengan pengetahuan dan ilmu agama, dan
katakan tidak dengan tegas apabila teman kalian mengajak kalian kepada keburukan.
Apabila hati kalian masih labil dan takut akan tergoyahkan kepada hal-hal yang buruk lebih
baik kalian meninggalkan kelompok pertemanan itu bahkan kalau bisa meninggalkan
lingkungan tersebut. Dan dalam hadist dikatakan “Seseorang itu tergantung agama
temannya. Maka hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa temannya.” (HR. Ahmad
dan Tirmidzi)

UCAPAN TERIMA KASIH


Pada bagian ini, saya sebagai ingin berterima kasih kepada Rumah Sakit Ketergantungan
Obat (RSKO) Cibubur, yang telah memberikan saya kesempatan untuk berkunjung dan
mengumpulkan data informasi seputar mantan pecandu NAPZA demi kelancaran
pembuatan case report ini. Terima kasih juga kepada para narasumber dan staff RSKO
Cibubur, Jakarta, atas wawasan dan waktu yang diberikan.Dan terima kasih kepada DR.
drh. Hj. Titiek Djannatun selaku koordinator penyusun Blok Elektif, dr. Hj. RW.

12
Susilowati, M.Kes selaku koordinator pelaksana Blok Elektif, dr. Nasrudin Noor, SpKJ
selaku dosen pengampu bidang kepeminatan Ketergantungan Obat (Drug Abuse), serta
kepada dr. Lilian Batubara MKes sebagai pembimbing kelompok 2 yang telah
memberikan bimbingannya, serta teman-teman kelompok 2 Drug Abuse dan rekan-rekan
calon sejawat Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi yang teah membantu dalam
pengerjaan laporan kasus ini.

13
DAFTAR PUSTAKA

A Devito, Joseph. 2008. Komunikasi Antarmanusia. Tanggerang Selatan: Karisma


Publishing Group.

Dariyo, Agoes. (2003). Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta : P. Grasindo


Anggota Ikapi.

Hawari, D. 2002. Penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA. Edisi 4. Jakarta : Gaya


baru.

http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/9510/Nur%20Akifah%20K
11110003.pdf?sequence=1, diakses tanggal 13 November 2015.

http://www.voa-islam.com/read/smart-teen/2010/04/29/5568/memilihteman-yang-
bisa-membawa-ke-surga/#sthash.wMpjgDBS.dpbs, diakses tanggal 13 November
2015

Hurlock, E. B. 1999. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang


Kehidupan. Alih bahasa: Wasana. Jakarta: Erlangga.

Purwandari, E. Emosional 2005. Memori Remaja yang Sedang Menjalani Rehabilitasi


NAPZA. Jurnal Penelitian Humaniora 143.

Santrock. 2003. Adolescence. Jakarta: Erlangga

Sarwono. 2003. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Gravido Persada

14

You might also like