Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 12

Buletin Psikologi ISSN: 0854-7108

2017, Vol. 25, No. 2, 124 – 135


DOI: 10.22146/buletinpsikologi.28992
Kesehatan Spiritual dan Kesiapan Lansia
dalam Menghadapi Kematian
Ananda Ruth Naftali1, Yulius Yusak Ranimpi1, M. Aziz Anwar2
1Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,
Universitas Kristen Satya Wacana
2Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan, Salatiga

Abstract. Spirituality is a harmonious relationship between man, nature and God.


Spirituality has dimensions that provide power when facing emotional stress, physical
illness and death and affects human life in every stage of its development, including the
elderly. One of the issue often faced by the elderly is associated with their preparation in the
face of death and one of the factors that affect is spirituality. The purpose of this research was
to describe the spiritual health and readiness of the elderly to face of death, both the elderly
who were in Panti Wredha Salib Putih Salatiga and the elderly who lived with her family in
Getasan. This study used qualitative research methods with descriptive phenomenology
approach and comparative study design. Participants in this study amounted to 6
participants, 3 participants who stay at home and 3 participants who stay at home with their
family. The results showed that spiritual health is affected by the meaning of life, the concept
of religion and divinity, social interaction, the concept of healthy and illness, well-being and
spirituality, as well as readiness to face death.
Keywords: death, elderly, spiritual health

Pengantar lansia merupakan seseorang yang berusia di


atas 60 tahun.
Masa 1lanjut usia (lansia) atau menua meru-
Menurut World Health Organization
pakan tahap paling akhir dari siklus
(WHO) pada tahun 2013, proporsi populasi
kehidupan seseorang. WHO (2009) menya-
penduduk berusia lebih dari 60 tahun
takan masa lanjut usia menjadi empat
adalah 11,7% dari total populasi dunia dan
golongan, yaitu usia pertengahan (middle
akan terus meningkat sejalan dengan
age) 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) 60-74
peningkatan usia harapan hidup. Jumlah
tahun, lanjut usia tua (old) 75–90 tahun dan
lansia tahun 2009 telah mencapai 737 juta
usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
jiwa dan sekitar dua pertiga dari jumlah
Menurut Setyonegoro (dalam Efendi, 2009)
lansia tersebut tinggal di negara-negara
lanjut usia (getriatric age) dibagi menjadi 3
berkembang seperti Indonesia. Diproyek-
batasan umur, yaitu young old (usia 70-75
sikan pada tahun 2020 populasi lansia
tahun), old (usia 75-80 tahun), dan very old
meningkat 7,2%, hampir sepadan dengan
(usia > 80 tahun). Berdasarkan berbagai
proporsi lansia di negara-negara maju saat
pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
ini (Tamher, 2009).
Dalam perspektif perkembangan, lansia
1 Korespondensi mengenai artikel ini dapat dilakukan akan mengalami kemunduran dalam
melalui: yulius.ranimpi@staff.uksw.edu

124 Buletin Psikologi


KESEHATAN SPIRITUAL, LANSIA, KEMATIAN

berbagai kemampuan yang pernah mereka yang berbeda-beda ketika menghadapi


miliki dan mengalami beberapa perubahan kematian (Harapan, 2014). Kesiapan lansia
fisik seperti memutihnya rambut, muncul- saat menjelang kematian dipengaruhi oleh
nya kerutan di wajah, berkurangnya beberapa aspek, yaitu aspek psikologis,
ketajaman penglihatan dan daya ingat yang sosial, fisik dan spiritual (Meiner, 2006).
menurun, serta beberapa masalah kesehatan Spiritual merupakan aspek yang di
fisik lainnya (Wong, 2008). Lansia juga dalamnya mencakup aspek-aspek yang lain,
kerap mengalami masalah sosial, berupa yaitu fisik, psikologi dan sosial. Spiritualitas
keterasingan dari masyarakat karena merupakan hubungan yang memiliki dua
penurunan fungsi fisik yang dialami, dimensi, yaitu antara dirinya, orang lain
misalnya berkurangnya kepekaan pende- dan lingkungannya, serta dirinya dengan
ngaran, maupun cara bicara yang kadang Tuhannya (Hamid, 2009). Spiritualitas
sudah tidak dapat dimengerti. Para lansia merupakan hubungan yang memiliki
juga menghadapi masalah psikologis, yaitu dimensi-dimensi yang berupaya menjaga
munculnya kecemasan dalam menghadapi keharmonisan dan keselarasan dengan
kematian pada lanjut usia (Azizah, 2011). dunia luar, menghadapi stres emosional,
Kehilangan kehidupan atau kematian penyakit fisik dan kematian (Hamid, 2009).
merupakan penghentian secara permanen Spiritualitas lansia yang sehat dapat mem-
semua fungsi tubuh yang vital atau akhir bantu lansia dalam menjalani kehidupan
dari kehidupan manusia (Stanley, M. & dan mempersiapkan dirinya dalam
Beare, 2007). Peningkatan kesadaran menghadapi kematian.
mengenai kematian timbul saat individu Istilah lain yang terkait erat dengan
beranjak tua, yang biasanya meningkat fenomena di atas adalah kondisi sehat.
pada masa dewasa menengah, yang menan- Definisi sehat adalah keadaan sehat, baik
dakan bahwa usia paruh baya merupakan secara fisik, mental atau psikis, spiritual
saat orang dewasa mulai berpikir lebih jauh maupun sosial yang memungkinkan setiap
mengenai berapa waktu yang tersisa dalam orang untuk hidup produktif secara sosial
hidup mereka (Irfani, 2008). dan ekonomi (Menteri Kesehatan Republik
Rasa cemas terhadap kematian dapat Indonesia, 2016). Secara khusus, kesehatan
disebabkan oleh kematian itu sendiri dan spiritualitas adalah kemampuan seseorang
apa yang akan terjadi sesudah kematian, dalam menjaga keharmonisannya dalam
sanak dan keluarga yang ditinggalkan, atau hubungannya dengan diri sendiri, orang
merasa bahwa tempat yang akan lain, alam dan Tuhannya.
dikunjungi setelah kematian sangat buruk Kesehatan spiritual yang terbangun
(Hidayat, 2006). Kecemasan dalam meng- dengan baik membantu lansia menghadapi
hadapi kematian akan semakin membuat kenyataan, berpartisipasi dalam hidup,
para lansia tidak siap dalam menghadapi merasa memiliki harga diri dan menerima
kematian. Kesiapan merupakan keselu- kematian sebagai sesuatu yang tidak dapat
ruhan kondisi yang membuat seseorang dihindari (Potter & Perry, 2009). Faktor
siap untuk memberi respon terhadap suatu yang memengaruhi kesehatan spiritual
situasi (Slameto, 2010). Keadaan lansia yang seseorang adalah pertimbangan tahap
telah siap untuk menghadapi dan menerima perkembangan, keluarga, latar belakang
kematian tidak menimbulkan penyesalan etnik dan budaya, agama dan pengalaman
maupun ketakutan apapun ketika kematian hidup sebelumnya (Taylor, Lillis, LeMone P
terjadi. Namun, lansia memiliki persepsi & Lynn, 2011).

Buletin Psikologi 125


NAFTALI, DKK.

Berdasarkan hasil wawancara awal penelitian ini enam orang, yaitu tiga orang
yang dilakukan di Panti Wredha Salib Putih yang tinggal di panti dan tiga orang yang
Salatiga, para lansia di panti tersebut tinggal di rumah bersama dengan keluar-
memiliki kegiatan kerohanian, berupa ganya. Karakteristik riset partisipan adalah
ibadah sebanyak empat kali dalam individu lanjut usia yang berusia 60 tahun
seminggu, meskipun demikian beberapa ke atas dan dapat berkomunikasi dengan
lansia menyatakan perasaan takutnya jika baik. Partisipan dipilih menggunakan
meninggal kepada pengurus panti dan teknik purposive sampling yaitu dipilih sesuai
terlihat tidak mau berkumpul bersama para kebutuhan dan tujuan penelitian (Poerwadi,
lansia yang lain. Di samping itu, peneliti 2005).
juga melakukan pengamatan pendahuluan Data dikumpulkan dengan mengguna-
di Dusun Dukuh, Getasan, Kabupaten kan wawancara mendalam (in depth
Semarang. Dusun tersebut sudah memiliki interview), yaitu suatu cara mengumpulkan
satu mushola dan satu gereja sehingga data dengan maksud untuk menetapkan
lansia di Dusun Dukuh pun memiliki gambaran lengkap tentang topik yang
kegiatan kerohanian. Para lansia yang diteliti dan mendalam (Moleong, 2007).
beragama Islam biasanya ikut dalam Dalam pelaksanaannya proses wawancara
kegiatan ibadah Jumat serta pengajian atau menggunakan pedoman wawancara yang
yasinan yang ada di dusun tersebut. terstruktur, artinya pedoman wawancara
Sekalipun demikian, terdapat lansia yang sudah dipersiapkan sesuai dengan tujuan,
menyatakan belum siap jika “dipanggil” sehingga mempermudah jalannya wawan-
Tuhan, karena perasaan takut jika cara. Setelah melalui tahap pengumpulan
meninggalkan keluarganya. Berdasarkan data, data kualitatif yang diperoleh diolah
fenomena tersebut maka peneliti tertarik dengan melakukan reduksi data, penyajian
untuk melakukan penelitian yang berjudul data dan penarikan kesimpulan (Silalahi,
“Kesehatan spiritualitas lansia dan kesiapan 2009). Peneliti membuat transkrip verbatim
lansia dalam menghadapi kematian”. dengan mendengarkan kembali hasil
Tujuan umum dari penelitian ini adalah rekaman dan melengkapinya dengan field
mendeskripsikan kesehatan spiritual dan note yang dibuat saat wawancara. Transkrip
kesiapan lansia dalam menghadapi kema- verbatim dibaca kembali berulang-ulang
tian, baik lansia yang berada di Panti sambil mendengarkan hasil rekaman untuk
Wredha Salib Putih Salatiga, maupun lansia menentukan tingkat saturasi data. Selain
yang tinggal bersama keluarganya di Dusun itu, peneliti menggunakan teknik triangu-
Dukuh, Getasan. lasi sebagai teknik untuk mengecek
Penelitian ini menggunakan metode keabsahan data, yaitu membandingkan
penelitian kualitatif dengan tipe pendekatan hasil wawancara terhadap partisipan
fenomenologi deskriptif. Penelitian ini sebagai teknik pemeriksaan keabsahan data
menelusuri dan menggali data mengenai (Moleong, 2007).
arti dan makna pengalaman seseorang
secara individu (Wood & Haber, 2006). Pembahasan
Penelitian ini menggunakan desain studi
komparasi, yaitu mendeskripsikan perbeda- Berdasarkan hasil penelitian, berikut adalah
an dan persamaan antara dua atau lebih enam kategori yang mendeskripsikan
fakta atau sifat objek yang diteliti kesehatan spiritualitas lansia, baik yang
(Sugiyono, 2012). Jumlah partisipan dalam tinggal di rumah maupun yang tinggal di

126 Buletin Psikologi


KESEHATAN SPIRITUAL, LANSIA, KEMATIAN

panti, serta kesiapannya dalam menghadapi dari Tuhan, hal ini kemudian ditanggapi
kematian, yaitu kategori makna hidup, oleh lansia dan kemudian dijadikan makna
konsep agama dan ketuhanan, konsep sehat dalam hidupnya.
sakit, interaksi sosial, kesehatan dan Bastaman (2007) menyatakan bahwa
spiritualitas, dan kematian. seseorang yang memiliki hidup yang
bermakna dapat membuatnya menghayati
Makna Hidup hidupnya dengan menunjukkan semangat
Dalam penelitian ini, baik partisipan yang dan gairah hidup, serta menjauhkan mereka
tinggal di rumah maupun di panti, dari perasaan hampa dan tidak berguna.
menyatakan bahwa tujuan hidupnya adalah Hidup yang memiliki tujuan yang jelas akan
untuk keluarga, seperti mendoakan anak menjadikan seseorang terarah dan menge-
cucunya, mengharapkan hidup yang rukun tahui apa yang akan hendak ia lakukan. Bila
bersama anak dan cucunya, serta tujuan hidup terpenuhi maka kehidupan
mengharapkan hidup yang berkecukupan akan dirasa berguna dan bermakna, serta
bagi keluarganya. Di samping itu, sebagian menimbulkan perasaan bahagia dan
memaknai hidup mereka sebagai utusan berharga.
Sang Pencipta.
Konsep Agama dan Ketuhanan
Bastaman (2007) mengungkapkan
bahwa makna hidup adalah sesuatu yang Semua partisipan yang tinggal di panti
dianggap paling benar, penting dan maupun yang tinggal di rumah menyatakan
berharga karena mampu memberikan nilai percaya kepada Tuhan. Kepercayaan ini
tersendiri bagi seseorang dan dapat tidak hanya tergantung pada sistem keaga-
dijadikan sebagai tujuan hidup. Ia juga maan formal saja, karena ada partisipan
menambahkan bahwa seseorang yang yang sekalipun tidak memeluk agama
mencapai kebermaknaan hidup akan mera- apapun (secara formal), tetap meyakini
sakan hidupnya penuh makna, berharga keberadaan Tuhan. Partisipan menanggapi
dan memiliki tujuan mulia. keberadaan Tuhan dengan sikap bersyukur
Menurut Rahmat (Setiyono, 2004) terhadap segala sesuatu yang sudah Tuhan
makna hidup seseorang dapat ditemukan berikan, baik dalam susah dan senang,
salah satunya di dalam tanggung jawab dan sehingga syukur yang dipanjatkan menim-
mampu menentukan apa yang akan bulkan rasa tenang dan senang dalam diri
dilakukannya dan apa yang paling baik mereka.
bagi dirinya dan orang lain. Permatasari Kepercayaan dan keyakinan yang
(2004) juga mengingatkan bahwa keluarga dinyatakan partisipan didukung oleh
merupakan tempat pemenuhan kebutuhan Fowler (1981, dalam Kozier, 2004) yang
sosial, yaitu sumber kasih sayang serta rasa menjelaskan bahwa keimanan dapat
mencintai dan dicintai. Hal tersebut dimiliki pada orang yang beragama
merupakan salah satu nilai hidup yang maupun yang tidak beragama. Dengan
menjadikan hidup bermakna, sehingga selalu mengingat Tuhan dalam hidup akan
keluarga mampu menimbulkan makna membuat seseorang merasa damai dan
hidup terhadap seseorang. Namun, bagi tentram (Al-Isawi, 2005). Menurut hasil
semua umat beragama, Tuhan juga penelitian yang dilakukan Isnaeni (2012)
merupakan sumber makna dalam hidup. lansia merasa bahagia walaupun hidup di
Menurut hasil kajian Musa As’ari (dalam panti dikarenakan adanya aktivitas sehari-
Asyafah, 2009) manusia memiliki amanat hari dan berdoa serta melakukan kegiatan

Buletin Psikologi 127


NAFTALI, DKK.

keagamaan, sehingga rasa syukur muncul pun keluarganya jarang datang menjenguk
dan membawa ketenangan pada mereka. ke panti.
Semua partisipan yang tinggal di panti Hubungan yang baik tersebut
menyatakan dirinya rutin melaksanakan menimbulkan perasaan senang pada lansia
ibadah. Semua lansia diwajibkan mengikuti serta membuat mereka merasa ada yang
ibadah tersebut, salah satu lansia menga- mengurus dan memenuhi kebutuhan di
takan mereka akan ditegur atau dimarahi masa tua mereka. Konteks ini sejalan
jika tidak mengikuti ibadah tersebut. dengan yang disebutkan oleh Bandiyah
Partisipan yang tinggal di rumah menya- (2013) bahwa peran keluarga bagi lansia
takan dirinya rutin beribadah di masjid dan adalah menjaga dan merawat lansia,
di gereja, serta rutin mengikuti perkum- memberikan motivasi, mengantisipasi peru-
pulan keagamaan. Sedangkan satu partisi- bahan ekonomi, serta mempertahankan
pan yang lain menyatakan tidak memiliki status mental dan memfasilitasi kebutuhan
ritual ibadah seperti yang umum dilakukan spiritualitas lansia. Pemenuhan dukungan
oleh orang yang beragama. keluarga (family support) secara emosional
Lansia yang tinggal di panti maupun di menimbulkan perasaan yang bahagia pada
rumah berdoa kapan saja dan di mana saja. lansia (Boyles, 2008).
Partisipan menyatakan segala harapan Bagi lansia yang tinggal di panti,
mereka kepada Tuhan, serta mendoakan mereka tidak tinggal bersama keluarganya.
keluarga dan orang-orang yang mereka Namun, sebagaimana menurut Sarafino
kasihi. Mereka juga mengatakan merasakan (1998) dukungan atau bantuan yang
adanya rasa damai setelah mereka berdoa. dibutuhkan lansia bisa diperoleh dari
Hal ini sama dengan yang diungkap- berbagai sumber, sehingga lansia yang
kan oleh Benson (2000) bahwa doa yang tinggal di panti mendapatkan dukungan
dilakukan berulang-ulang (repetitive prayer) dari sesama teman di panti, pengurus panti,
akan membawa berbagai perubahan dokter maupun perawat yang ada di panti.
fisiologis, seperti berkurangnya kecepatan
detak jantung, menurunnya kecepatan Hubungan dengan tetangga
nafas, menurunnya tekanan darah, melam- Selain menjalin hubungan yang baik
batnya gelombang otak dan pengurangan dengan keluarga, semua partisipan yang
menyeluruh kecepatan metabolisme. tinggal di rumah menyatakan memiliki
Kondisi ini disebut sebagai respon relaksasi hubungan yang baik dengan tetangga
(relaxation response). mereka. Sedangkan, bagi lansia yang
tinggal di panti tidak semua mengatakan
Interaksi Sosial memiliki relasi dengan tetangga di sekitar
panti. Hal ini terjadi karena berbagai
Hubungan dengan keluarga
keterbatasan lansia, seperti tidak tahu jalan
Semua partisipan, baik yang tinggal di keluar panti karena lingkungan yang baru
rumah maupun di panti menyatakan ataupun karena keterbatasan fisik yang
memiliki hubungan yang baik dengan susah untuk berjalan.
keluarganya. Mereka yang tinggal di rumah
Bagi lansia yang tinggal di rumah,
merasa senang tinggal satu rumah bersama
memiliki relasi yang baik dengan tetangga
dengan keluarganya, sedangkan mereka
merupakan kekhasan masyarakat yang
yang di panti mengaku memiliki hubungan
tinggal di daerah pedesaan. Mereka
yang baik dengan keluarga mereka walau-

128 Buletin Psikologi


KESEHATAN SPIRITUAL, LANSIA, KEMATIAN

mengenal semua tetangganya dari yang telah dilakukan Marwanti (1997) mengenai
dekat sampai yang jauh. Gotong royong kondisi kehidupan lanjut usia di Panti
pun masih sangat terasa, tetangga saling Wredha Karitas dan Nazaret Bandung,
tolong-menolong satu sama lain. Hal ini bahwa hubungan sosial yang terjalin di
sama dengan yang dikemukakan Darmojo panti kurang baik. Salah satu faktor yang
(2004) bahwa di daerah pedesaan pergaulan memengaruhi adalah latar belakang lansia
antara lansia dilakukan secara teratur, yang beragam, sehingga dalam konteks ini
mereka lebih sering mengunjungi atau dibutuhkan juga dukungan keluarga atau
dikunjungi, sedangkan di daerah perkotaan orang terdekat untuk menyelesaikan
kegiatan ini jarang dilakukan. masalah tersebut. Meskipun demikian,
Keseharian lansia yang dilakukan di secara ideal, menurut hasil penelitian yang
dalam panti dan kebutuhan lansia yang dilakukan oleh Setiti (2007) kebutuhan
telah disediakan di panti membuat lansia sosial merupakan kebutuhan lansia yang
tidak perlu keluar panti untuk mencari dapat memengaruhi emosional lansia. Setiti
kebutuhan mereka. Selain itu, keterbatasan menjelaskan bahwa lansia membutuhkan
fisik mereka juga menghambat mereka orang-orang dalam berinteraksi secara
untuk berinteraksi dengan lingkungan luar. sosial. Mereka membutuhkan teman bicara,
Menurut Fitria (2010) derajat kesehatan dan sering dikunjungi dan disapa serta
kemampuan fisik yang menurun akan silaturahmi dari keluarga dekat.
mengakibatkan lansia secara perlahan
menarik diri dari hubungan dengan Konsep Sehat Sakit
masyarakat sekitar. Pengertian sehat sakit
Semua partisipan, baik yang tinggal di panti
Hubungan dengan sesama teman di panti
maupun di rumah mengartikan bahwa
Dalam berhubungan dengan sesama teman sehat adalah keadaan dimana badan atau
di panti, ada partisipan yang menyatakan fisik mereka tidak merasakan sakit atau
memiliki hubungan yang baik, ada juga tidak merasakan adanya gangguan.
yang mengatakan tidak, bahkan ada yang Demikian juga dengan sakit, mereka
menyatakan dirinya selalu merasa jengkel mengartikan sakit adalah keadaan dimana
dengan orang-orang di panti. Konteks ini tubuh mengalami perubahan, seperti tidak
sangat terkait dengan proses penyesuaian nafsu makan, tidur terus dan tidak bisa
diri. Dalam proses penyesuaian diri sebagai melakukan aktivitas atau bekerja.
akibat perpindahan tempat tinggal dari
Pemahaman mengenai sehat dan sakit
rumah ke panti memanglah tidak mudah.
yang dimiliki lansia masih sangat terbatas.
Tidak jarang situasi seperti itu akan
Sehat dipandang sebagai keadaan tubuh
menyebabkan munculnya masalah dalam
yang kuat dan tidak lemah, sedangkan sakit
hubungan interpersonal, seperti konflik.
dipandang sebagai keadaan yang tidak
Subekti (dalam Jafar, 2011) menyatakan
enak yang dirasakan tubuh. Hal ini sama
bahwa masalah yang dirasakan lansia dapat
dengan yang dinyatakan Solita (2007)
berupa konflik dengan orang lain, tidak
bahwa sakit adalah konsep psikologis yang
menyukai perilaku lansia lain, atau merasa
menunjuk pada persaan, persepsi, atau
dimusuhi orang. Konflik tersebut dapat
pengalaman subjektif seseorang tentang
menyebabkan tidak terjalinnya hubungan
ketidaksehatannya atau keadaan tubuh
yang baik antar sesama lansia di panti. Hal
yang dirasa tidak enak.
ini didukung oleh hasil penelitian yang

Buletin Psikologi 129


NAFTALI, DKK.

Penurunan fungsi fisik Berdasarkan kondisi di atas, dapat


dikatakan bahwa lansia memiliki harapan
Semua lansia yang tinggal di panti maupun
untuk bisa hidup bersama keluarganya,
di rumah menyatakan mengalami kemun-
mendapatkan cinta dan kasih dari keluarga
duran fisik, misalnya dalam hal kualitas
untuk menghadapi kesulitan hidup di masa
penglihatan. Namun partisipan tetap
akhir kehidupannya. Hal ini sesuai dengan
bersyukur dan menerima keadaan fisik
yang diungkapkan oleh Duggleby, Hicks,
yang seperti itu. Hal ini sama dengan yang
Nekolaichuk, Holtslander, Williams,
dinyatakan Nugroho (2008) bahwa seseo-
Chambers, Eby (2012) bahwa seseorang
rang yang memasuki usia tua akan menga-
memiliki harapan yaitu hidup bersama
lami kemunduran fungsi fisik, misalnya
keluarga dengan nyaman dan damai.
pendengaran dan penglihatan yang kurang
jelas, gerakan lambat dan postur tubuh
Kematian
yang tidak proporsional. Respon yang
dialami lansia juga berbeda-beda. Beberapa Pengertian mengenai kematian
tidak menerima kenyataan penuaan namun,
Partisipan dalam penelitian ini baik yang
sebagian besar mereka menerima fungsi
tinggal di rumah maupun di panti, ada
fisik yang menurun pada dirinya.
yang mengatakan bahwa kematian adalah
sesuatu yang tidak bisa ditolak, ada yang
Kesejahteraan dan Spiritualitas
mengatakan kematian itu terpisahnya jiwa
Semua partisipan dalam penelitian ini, baik dari raga, serta ada juga yang menyatakan
yang tinggal di panti maupun di rumah kematian adalah jalan untuk ke surga.
menyatakan mereka mengetahui arti me- Pemahaman tersebut sejalan dengan yang
ngasihi. Mereka memahami kasih sebagai diungkapkan Chusairi (dalam Wijaya dan
tindakan yang dilakukan walaupun orang Safitri, 2015) bahwa kematian dipandang
lain tidak berbalik mengasihi mereka. Sikap sebagai sesuatu yang tak terelakkan dan
lansia tersebut, menggambarkan adanya dapat terjadi kapan saja, sehingga dapat
spiritualitas yang baik. Hal ini sama dengan menimbulkan kecemasan pada seseorang.
yang diungkapkan oleh Tischler (2002) Selain itu, pernyataan bahwa kematian
yaitu spiritualitas sebagai suatu hal yang diyakini sebagai cara untuk dekat dan
berhubungan dengan perilaku dari seorang bertemu Tuhan dan orang-orang yang
individu, menjadi seorang yang spiritual dikasihi yang telah meninggal sebelumnya
berarti menjadi seorang yang terbuka, juga diungkapkan oleh Ross dan Pollio
memberi, dan penuh kasih. (dalam Belsky, 1997). Menurut Adelina
Westburg (2003) mengingatkan bahwa (2007) pandangan lansia tentang kematian
harapan adalah salah satu sumber psiko- memengaruhi kesiapan lansia dan
sosial yang digunakan orang dewasa untuk menghadapi kematian. Lansia yang memi-
mengatasi kesulitan hidup. Partisipan liki iman dan kesadaran bahwa kematian
dalam penelitian ini, baik yang tinggal di akan membawa mereka kembali kepada
rumah maupun di panti memiliki harapan Tuhan akan membuat mereka menerima
yang berbeda-beda di masa tuanya. Lansia kematian yang akan datang. Seperti hasil
yang tinggal di panti menginginkan anak- penelitian yang dilakukan oleh Sneesby,
nya datang menjemputnya pulang, sedang- Satchel, dan Good (2011) yang menyatakan
kan lansia yang tingal di rumah mengha- bahwa lansia yang memiliki keyakinan
rapkan memiliki hidup sejahtera bersama yang kuat terhadap Tuhan akan memiliki
keluarganya.

130 Buletin Psikologi


KESEHATAN SPIRITUAL, LANSIA, KEMATIAN

keberanian ketika berhadapan dengan dapat ditolak membuat lansia merasa siap
kematian dan kesakitan. jika sewaktu-waktu akan meninggal. Hal ini
sesuai dengan yang dinyatakan Chusairi
Pengalaman kehilangan (dalam Wijaya & Safitri, 2015) bahwa
kematian dipandang sebagai sesuatu yang
Dalam penelitian ini, lansia yang tinggal di
tak terelakkan dan dapat terjadi kapan saja,
panti maupun di rumah menyatakan
sehingga dapat menimbulkan kecemasan
pernah mengalami kehilangan orang yang
pada seseorang.
mereka kasihi. Walau demikian, mereka
mengalihkan rasa kehilangan tersebut Terkait ketidaksiapan lansia mengha-
dengan cara mengikhlaskan. Ketika berha- dapi kematian dipengaruhi oleh perbuatan
dapan dengan kematian orang yang dikasi- mereka di masa lalu maupun keinginan
hinya, lansia mengalami depresi kesedihan mereka untuk terus memelihara anak dan
dan menggambarkannya melalui kata-kata cucunya. Lansia yang tidak siap dikarena-
yang menyatakan adanya kerinduan mau- kan ingin terus hidup bersama keluarga
pun keputusasaan yang mendalam. Lubis mengalami kekhawatiran bahwa mereka
(2009) mengatakan bahwa depresi meru- tidak dapat kembali ke dunia dan berkum-
pakan suatu akibat dari pengalaman yang pul bersama dengan orang-orang yang
menyakitkan, sehingga mengakibatkan mereka cintai (Hasan, 2006). Menurut
seseorang mengalami kesedihan yang Shihab (dalam Hidayat, 2006) rasa cemas
panjang, memiliki perasaan tidak adanya terhadap kematian juga dapat disebabkan
harapan dan munculnya pikiran tentang oleh kematian itu sendiri dan yang akan
kematian yang berulang. Sedangkan lansia terjadi sesudahnya merupakan suatu
yang memiliki pandangan positif terhadap misteri, adanya pemikiran tentang keluarga
kematian pasangannya dapat menyikapi hal yang ditinggalkan, serta perasaan bahwa
tersebut secara wajar, sehingga lansia akan tempat yang akan dikunjungi sangat buruk.
merasa tenang atas dirinya sendiri maupun
kematian pasangannya (Santrock, 2002). Harapan didampingi ketika menghadapi
kematian
Kesiapan dalam menghadapi kematian Semua lansia dalam penelitian ini, baik
Seluruh partisipan, baik yang tinggal di yang tinggal di rumah maupun di panti
rumah maupun di panti, ada yang mengharapkan adanya dukungan keluarga
menyatakan dirinya siap, namun ada juga ada untuk mendukung dan menemani
yang menyatakan dirinya tidak siap. Siap mereka pada saat menghadapi kematian.
atau tidak siapnya lansia dilatarbelakangi Pendampingan ketika menghadapi kema-
oleh usia yang sudah menua dan pema- tian dapat dilakukan oleh siapa saja baik
haman bahwa kematian adalah sesuatu keluarga, teman ataupun oleh tenaga
yang tidak bisa dielakkan. Kesiapan lansia kesehatan. Lansia yang ingin didampingi
yang dipengaruhi oleh usia juga dinyatakan oleh anggota keluarganya mengharapkan
oleh Nelson dan Nelson (dalam Lahey, adanya penguatan dari orang-orang yang
2003) bahwa variabel usia berhubungan mereka kasihi, sehingga mereka dapat
dengan ketakutan pada kematian, lansia menghadapi serta menjalani saat-saat akhir
memiliki sedikit rasa takut terhadap hidupnya dengan lebih baik dan penuh
kematian dibandingkan dengan individu penerimaan (Wiryasaputra, 2006).
pada usia dewasa awal (Lefrancois, 1993).
Selain itu, pengertian bahwa kematian tidak

Buletin Psikologi 131


NAFTALI, DKK.

Tempat yang diharapkan ketika menghadapi lansia ingin mati secara natural, dalam
kematian kedamaian dan bermartabat.
Terkait dengan tempat saat meninggal, ada
Tempat yang diinginkan setelah kematian
partisipan yang menyatakan keinginannya
untuk meninggal di rumah dan di panti. Partisipan yang tinggal di panti dan yang
Namun, ada juga yang belum menyatakan tinggal di rumah menyatakan bahwa
tempat yang diinginkan. Pernyataan setelah meninggal, mereka ingin masuk
tersebut didukung oleh penelitian yang surga dan tidak ingin masuk ke dalam
dilakukan Lee (2009) yang mengungkapkan neraka. Namun ada partisipan yang
bahwa lansia di Amerika berharap mening- menyatakan tidak ingin ke surga atau pun
gal di rumah mereka. Sedangkan lansia neraka, melainkan ingin ke tempat yang
yang ingin meninggal di panti karena tidak tenang. Kondisi di atas didukung oleh
ingin membebani anak mereka dengan penelitian Wahyuni (2007) yang menyata-
biaya pemakaman dan lain sebagainya. kan bahwa lansia mengharapkan kematian
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian dalam ketenangan dan diterima disisiNya
yang dilakukan oleh Hattori, et al. (2005) serta masuk surga. Dalam penelitian yang
yang menyebutkan bahwa faktor keluarga dilakukan oleh Santoso (2010) juga diung-
memengaruhi tempat kematian dan siapa kapkan bahwa hukuman neraka merupakan
yang diinginkan lansia berada disam- faktor internal yang memengaruhi
pingnya saat menjelang kematian. kecemasan lansia menjelang kematian.

Kondisi yang diharapkan ketika menghadapi


Penutup
kematian
Semua partisipan yang tinggal di panti Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan
menyatakan ingin meninggal dalam yang bahwa kesehatan spiritual dan kesiapan
mendadak dan tanpa rasa sakit, seperti lansia dalam menghadapi kematian
meninggal ketika sedang makan atau tidur. dipengaruhi oleh makna hidup, konsep
Sedangkan, partisipan yang tinggal di agama dan ketuhanan, interaksi sosial,
rumah, tidak menginginkan kematian yang konsep sehat sakit, kesejahteraan dan
terjadi secara tiba-tiba, karena tidak ingin spiritualitas, serta kesiapan menghadapi
membuat keluarganya kaget atau merasa kematian. Berdasarkan hasil penelitian,
tidak siap dengan kepergiannya yang lansia yang tinggal di rumah dan lansia
mendadak. Hasil penelitian ini didukung yang tinggal di panti memiliki perbedaan
oleh Hattori, et al. (2005) yang mengemu- dalam interaksi sosial, konsep agama dan
kakan bahwa pengalaman pribadi (personal ketuhanan. Sedangkan dalam menghadapi
experience) memengaruhi kondisi yang kematian, baik di panti maupun di rumah,
diinginkan lansia ketika menghadapi kema- kesiapan lansia dipengaruhi oleh beberapa
tian. Lansia menginginkan kematian yang faktor, yaitu pengertian mengenai kematian,
tidak menyusahkan orang lain di sekitar- pengalaman kehilangan, tempat yang
nya, sakit yang berlarut-larut, serta kema- diinginkan ketika menghadapi kematian,
tian yang Husnul Khatimah yang artinya orang yang akan mendampingi ketika
mati dalam keadaan yang terbaik. Hal ini kematian dan tempat yang dituju setelah
sejalan dengan penelitian yang dilakukan kematian, sedangkan ketidaksiapan lansia
oleh Handsottir dan Halldorsdottir (dalam dalam menghadapi kematian dipengaruhi
Harapan, 2014) yang menyebutkan bahwa oleh perbuatan yang dilakukan semasa

132 Buletin Psikologi


KESEHATAN SPIRITUAL, LANSIA, KEMATIAN

lansia hidup maupun faktor keluarga https://www.webmd.com/balance/news


seperti masih ingin hidup lebih lama /20080619/for-happiness-seek-family-
bersama keluarga. not-fortune#1
Secara metodologis, penelitian ini Darmojo, R. B., Martono, H. H. (2004).
memiliki keterbatasan atau kekurangan. Geriatri (Ilmu kesehatan usia lanjut) (Edisi
Data yang diperoleh dibatasi dalam bentuk ketiga). Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
kualitatif, sehingga bagi peneliti yang Kedokteran Universitas Indonesia.
berorientasi kuantitatif akan memperoleh Duggleby, W., Hicks, D., Nekolaichuk, C.,
kesulitan di dalam mendeskripsikan secara Holtslander, L., Williams, A.,
operasional mengenai konsep kesehatan Chambers, T., Eby, J. (2012). Hope, older
spiritual dan aspek-aspek yang menyertai- adults, and chronic illness: a
nya. Dengan demikian diharapkan peneliti metasynthesis of qualitative research.
selanjutnya dapat mengembangkan dan Journal of Advanced Nursing, 68(6), 1211-
mengkombinasikan instrumen kualitatif 1223. doi: 10.1111/j.1365-2648.2011.05919
dengan instrumen kuantitatif. Selain itu, Efendi, F. & M. (2009). Keperawatan kesehatan
jumlah riset partisipan dan wilayah pene- komunitas : Teori dan praktik dalam
litian perlu ditambah dan diperluas, sehing- keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
ga hasil penelitiannya dapat memberikan
Fitria, A. (2010). Interaksi sosial dan kualitas
hasil yang lebih komprehensif.
hidup lansia di panti werdha upt
pelayanan sosial lanjut usia dan anak
Daftar Pustaka balita Binjai. Skripsi. Universitas
Sumatera Utara, Medan.
Al-Isawi. (2005). Islam dan kesehatan jiwa.
Hamid, A. Y. S. (2009). Bunga rampai asuhan
Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar.
keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: EGC.
Asyafah, A. (2009). Proses kehidupan manusia
dan nilai eksistensialnya. Bandung: Harapan, P., Sabrian, F., Utomo, W. (2014).
Alfabeta, CV. Studi fenomenologi persepsi lansia
dalam mempersiapkan diri menghadapi
Azizah, L. M. (2011). Keperawatan lanjut usia.
kematian. JOM Psik, 1(2).
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Hasan, P. (2006). Psikologi perkembangan
Bandiyah, S. (2013). Lanjut usia dan
islami. Jakarta: Rajawali Press.
keperawatan gerontik. Yogyakarta: Nuha
Hattori, A., Masuda, Y., Fetters, M. D.,
Medika.
Uemura, K., Mogi, N., Kuzuya, M.,
Bastaman, H. (2007). Logoterapi :Psikologi
Iguchi, A. (2005). A qualitative explo-
untuk menemukan makna hidup dan meraih
ration of elderly patients preferences for
hidup bermakna. Jakarta: PT. Raja
end of life care. JMAJ, 48(8), 388-397.
Grafindo.
Hidayat, K. (2006). Psikologi kematian:
Belsky, J. (1997). The adult experience. USA:
Mengubah ketakutan menjadi optimisme.
West Publishing Company.
Jakarta: Hikmah.
Benson, H. (2000). Dasar-dasar respons
Irfani, N. (2008). Hubungan antara persepsi
relaksasi. Bandung: Kaifa.
terhadap kematian dengan ketakutan
Boyles. (2008). For Happiness Seek Family akan kematian pada wanita penderita
Not Fortune Study Shows Family kanker payudara. Artikel (Tidak
Relationships Bring Greater Happiness Diterbitkan). Fakultas Psikologi Univer-
Than High Income. Diunduh dari sitas Gunadarma.

Buletin Psikologi 133


NAFTALI, DKK.

Isnaeni, H. (2012). Kebahagiaan lansia yang (3rd ed.). Jakarta: EGC.


tinggal di panti wreda. Skripsi. Sura- Permatasari, A. (2004). Pengaruh pemenuhan
karta: Universitas Muhammadiyah kebutuhan sosial terhadap kebermaknaan
Surakarta. hidup penyandang cacat fisik. Retrieved
Jafar, N. (2011). Pengalaman lanjut usia from http://etd.library.ums.ac.id
mendapatkan dukungan keluarga. Poerwadi, E. (2005). Pendekatan kualitatif
Jurnal Keperawatan Indonesia, 14(3), 157– untuk penelitian perilaku manusia. Jakarta:
164. Lembaga Pengembangan Sarana
Kozier, J. B., Erb, G., Berman, J. A., Snyder, Pengukuran dan Pendidikan Psikologi,
S. (2004). Fundamentals of Nursing: Fakultas Psikologi Universitas Indone-
Conceps, proces, and practice. (Upper sad sia.
les piver, Ed.) (7th ed.). Pearson Potter, P. A. & Perry, A. G. (2009). Buku ajar
Education, Inc. fundamental keperawatan (7th ed.).
Lahey, B. (2003). Psychology an introduction. Jakarta: Salemba Medika.
New York: Hill, McGraw. Santoso, D. (2010). Kecemasan menjelang
Lee, K. (2009). East asian attitudes toward kematian pada lanjut usia. Tesis.
death-a search for the ways to help Semarang. Universitas Katolik Soegija-
asian elderly dying in contemporary pranata.
america. Retrieved from Santrock, J. (2002). Life–span development (6th
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2 ed.). New York: Brown and Benchmark
0740092%0A Publisher.
Lefrancois, G. (1993). The life span (4th ed.). Sarafino, E. (1998). Health psychology:
California: Wadsworth, Inc. biophychososial interaction. New York:
Lubis, M. (2009). Nilai agama dalam Joh Wiley and Sons, Inc.
kehidupan. Jurnal Multikultural dan Setiti, S. (2007). Pelayanan lanjut usia berbasis
Multireligius, 8(29). kekerabatan (studi kasus pada lima wilayah
Meiner, S. (2006). Gerontologic nursing the di Indonesia). Jakarta: Puslitbang
(3rd ed.). United States of America: Kesejahteraan Sosial. Retrieved from
Mosby Inc. http://www.depsos.go.id/unduh/.pdf
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Setiyono, F. (2004). Kebermaknaan hidup
(2009). Aksi nasional lanjut usia 2009-2014 para mediator. Skripsi. (Tidak Diterbi-
sebagai pelaksanaan UU No. 13 Tahun tkan) Surabaya: Fakultas Psikologi
1998 tentang kesejahteraan lanjut usia. Universitas Airlangga.
Jakarta. Silalahi, U. (2009). Metode penelitian sosial.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Bandung: PT. Refika Aditama.
(2016). Peraturan Menteri Kesehatan Slameto. (2010). Belajar dan faktor-faktor yang
Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2016 memengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
tentang rencana aksi nasional kesehatan
Sneesby, L., Satchell, R., Good, P., van der
lanjut usia tahun 2016-2019. Jakarta.
Riet P. (2011). Death and dying in
Moleong, L. (2007). Metodologi penelitian Australia: Perceptions of a Sudanese
kualitatif. Bandung: PT Remaja community. 67(12):2696-702. doi:
Rosdakarya. 10.1111/j.1365-2648.2011.05775.x.
Nugroho. (2008). Keperawatan Gerontologi Solita, S. (2007). Sosiologi kesehatan beberapa

134 Buletin Psikologi


KESEHATAN SPIRITUAL, LANSIA, KEMATIAN

konsep beserta aplikasinya. Yogyakarta: 273-279


Gadjah Mada University Press. Wahyuni, S. (2007). Pengaruh logoterapi
Stanley, M. & Beare, P. G. (2007). Buku Ajar terhadap peningkatan (kemampuan
Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC. kognitif dan perilaku) pada lansia
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuan- dengan harga diri rendah di panti
titatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: wreda Pekanbaru Riau. Tesis. Jakarta :
Alfabeta. Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia.
T. M. Marwanti. (1997). Kondisi kehidupan
lanjut usia di dalam panti (Studi kasus Westburg, N. (2003). Hope, laughter and
lanjut usia di panti werdha Karitas dan humor in residents and staff at an
Nazaret Bandung). Tesis. Program assisted living facility. Journal of Mental
Magister Ilmu-Ilmu Sosial Bidang Health Counselling, 25(1), 16–32.
Kajian Utama Ilmu Kesejahteraan Sosial Wijaya. F. S. and Safitri, R. M. (2010).
Universitas Indonesia. Persepsi terhadap kematian dan
Tamher, S., & N. (2009). Kesehatan usia lanjut kecemasan menghadapi kematian pada
dengan pendekatan asuhan keperawatan. lanjut usia. Jurnal Insight. 3(2).
Jakarta: Salemba Medika. Wiryasaputra, T. S. (2006). Ready to care:
Taylor, C. R., Lillis, C, LeMone P & Lynn, P. Pendampingan dan konseling psikologi.
(2011). Fundamentals of nursing: The art Yogyakarta: Galangpress.
and science of nursing. Philadelphia: Wong, D. (2008). Buku ajar keperawatan
Lippincott Williams & Wilkins. pediatrik (6th ed.). Jakarta: EGC.
Tischler, L. (2002). The growing interest in Wood, G. L. & Haber, J. (2006). Nursing
spirituality in business: A long-term research : Methods and critical appraisal for
socio-economic explanation. Journal of evidence-based practice (6th ed.). St. Louis,
Organization Change Management. 12(4), Missouri: Mosby.

Buletin Psikologi 135

You might also like