Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 44

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK

PEMICU 2
MODUL MUSKULOSKELETAL

Kelompok Diskusi 2

Solafide Binsar Hamonangan L.: I11107069


Muhammad Redha Ditama : I1011131046
Briegita Adhelsa M. Dommy : I1011131057
Nur Al Huda : I1011151023
Muhammad Faisal Haris : I1011151024
Swiny Anniza : I1011151029
Rhaina Dhifaa Maswibowo : I1011151036
Muhammad Okti Ichsandra : I1011151042
Nadya Siti Syara : I1011151051
Irmaningsih : I1011151063
Devi Oktavitalis : I1011151067

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2014

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Trigger
A 35-years old housewife came to the clinic with right wrist pain over
the past three months. At the beginning, she felt discomfort on her right
wrist which did not interfere with her activities, but she reported a gradual
onset of pain about 4 weeks ago. She describe the pain as burning located
at the wrist and the base of the right thumb, especially when she tried to lift
her 11-months old son. She also reported some swelling of the right wrist.
Over time, the pain worsened to the point where it hurt all the time, even at
night, and disrupted her daily activities such as cooking, cleaning
(sweeping, swabbing, dusting), carrying groceries, and lifting her son. Her
verbal analogue scale was 4 and 8 during rest and while performing
activities, respectively.
Her physician whom she visited 2 weeks ago recommended over the
counter medication (ibuprofen) and thumb spica splint to manage her
symptoms. She found the thumb spica splint to be cumbersome and
impractical during participation in most household chores and shild minding
activities, and therefore discontinued use.
She reported no past history of upper extremity injury. A systems
review and family health history was unremarkable.

1.2 Clarification and Definition


1. Swelling is one of the inflammatory process
2. Visual analogue scale is measurement instrument that tries to measure
a characteristic that is believed to range across continue op, values, and
cannot usely be directly measured.
3. Spica splint is a type of orthopedic splint wed to immobilized the thumb
an/or wrist while allowing another digits freedom to move.
4. Ibuprofen is non-steroid anti-inflammatory drug

4.3 Keywords
1. 35 years old housewife
2. Swelling of the wrist
3. Burning pain for 3 months
4. Ibuprofen
5. Thumb spica splint
6. Visual analogue scale

2
4.4 Problem Identification
What happened with the 35 years old housewife with swelling and
burning pain for 3 months that cannot treated by ibuprofen and thumb spica
splint.

4.5 Problem Analize

4.6 Hypothesis
A 35 years old housewife with swelling and burning pain for 3 months
that can not treated by ibuprofen and thumb spica is suffering.

4.7 Learning issues


1. Anatomi pergerakan pada tangan dan pergelangan tangan
2. Nyeri
a. Definisi
b. Mekanisme
c. Skala
d. Klasifikasi (jawaban dk nadia)
3. Arthritis
a. Definisi
b. Epidemiologi

3
c. Manifestasi klinis
d. Patofisiologi
e. Tata laksana
f. Diagnosis
g. Prognosis
4. Carpal Tunnel Syndrome
a. Definisi
b. Epidemiologi
c. Manifestasi klinis
d. Patofisiologi
e. Tata laksana
f. Diagnosis
g. Prognosis
5. Tenosynovitis
a. Definisi
b. Epidemiologi
c. Manifestasi klinis
d. Patofisiologi
e. Tata laksana
f. Diagnosis
g. Prognosis
6. Definisi strain muskulasi

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Pergelangan Tangan1

4
5
6
7
2.2 Nyeri
2.2.1 Definisi Nyeri
Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman,
berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Nyeri merupakan
suatu perasaan subjektif pribadi dan ambang toleransi nyeri.2
2.2.2 Mekanisme Nyeri
Nyeri berdasarkan mekanismenya melibatkan persepsi dan
respon terhadap nyeri tersebut. Mekanisme timbulnya nyeri
melibatkan empat proses, yaitu: tranduksi/ transduction,
transmisi/transmission, modulasi/modulation, dan persepsi/
perception. Keempat proses tersebut akan dijelaskan sebagai
berikut:3
1) Transduksi/Transduction

Transduksi adalah adalah proses dari stimulasi nyeri


dikonfersi kebentuk yang dapat diakses oleh otak. Proses
transduksi dimulai ketika nociceptor yaitu reseptor yang berfungsi
untuk menerima rangsang nyeri teraktivasi. Aktivasi reseptor ini
(nociceptors) merupakan sebagai bentuk respon terhadap
stimulus yang datang seperti kerusakan jaringan.

2) Transmisi/Transmission

Transmisi adalah serangkaian kejadian-kejadian neural


yang membawa impuls listrik melalui sistem saraf ke area otak.
Proses transmisi melibatkan saraf aferen yang terbentuk dari
serat saraf berdiameter kecil ke sedang serta yang berdiameter
besar. Saraf aferen akan ber-axon pada dorsal horn di spinalis.
Selanjutnya transmisi ini dilanjutkan melalui sistem contralateral
spinalthalamic melalui ventral lateral dari thalamus menuju cortex
serebral.

3) Modulasi/Modulation

Proses modulasi mengacu kepada aktivitas neural dalam


upaya mengontrol jalur transmisi nociceptor tersebut. Proses
modulasi melibatkan system neural yang komplek. Ketika impuls
nyeri sampai di pusat saraf, transmisi impuls nyeri ini akan

8
dikontrol oleh system saraf pusat dan mentransmisikan impuls
nyeri ini kebagian lain dari system saraf seperti bagian cortex.
Selanjutnya impuls nyeri ini akan ditransmisikan melalui
sarafsaraf descend ke tulang belakang untuk memodulasi efektor.

4) Persepsi/Perception

Persepsi adalah proses yang subjective . Proses persepsi


ini tidak hanya berkaitan dengan proses fisiologis atau proses
anatomis saja, akan tetapi juga meliputi cognition (pengenalan)
dan memory (mengingat) . Oleh karena itu, faktor psikologis,
emosional, dan berhavioral (perilaku) juga muncul sebagai
respon dalam mempersepsikan pengalaman nyeri tersebut.

2.2.3 Skala Nyeri


Ada beberapa cara untuk membantu mengetahui akibat nyeri
menggunakan skala assessment nyeri tunggal atau multidimensi.
Skala assessment nyeri
a. Uni-dimensional:
 Hanya mengukur intensitas nyeri
 Cocok (appropriate) untuk nyeri akut
 Skala yang biasa digunakan untuk evaluasi outcome
pemberian analgetik
 Skala assessment nyeri uni-dimensional ini meliputi 4:
 Visual Analog Scale (VAS)
Skala analog visual (VAS) adalah cara yang paling banyak
digunakan untuk menilai nyeri. Skala linier ini
menggambarkan secara visual gradasi tingkat nyeri yang
mungkin dialami seorang pasien. Rentang nyeri diwakili
sebagai garis sepanjang 10 cm, dengan atau tanpa tanda
pada tiap sentimeter. Tanda pada kedua ujung garis ini
dapat berupa angka atau pernyataan deskriptif. Ujung
yang satu mewakili tidak ada nyeri, sedangkan ujung yang
lain mewakili rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi.
Skala dapat dibuat vertikal atau horizontal. VAS juga dapat
diadaptasi menjadi skala hilangnya/reda rasa nyeri.
Digunakan pada pasien anak >8 tahun dan dewasa.

9
Manfaat utama VAS adalah penggunaannya sangat mudah
dan sederhana. Namun, untuk periode pasca bedah, VAS
tidak banyak bermanfaat karena VAS memerlukan
koordinasi visual dan motorik serta kemampuan
konsentrasi.

 Verbal Rating Scale (VRS)


Skala ini menggunakan angka-angka 0 sampai 10 untuk
menggambarkan tingkat nyeri. Dua ujung ekstrem juga digunakan
pada skala ini, sama seperti pada VAS atau skala reda nyeri.
Skala numerik verbal ini lebih bermanfaat pada periode
pascabedah, karena secara alami verbal/kata-kata tidak terlalu
mengandalkan koordinasi visual dan motorik. Skala verbal
menggunakan katakata dan bukan garis atau angka untuk
menggambarkan tingkat nyeri. Skala yang digunakan dapat
berupa tidak ada nyeri, sedang, parah. Hilang/redanya nyeri dapat
dinyatakan sebagai sama sekali tidak hilang, sedikit berkurang,
cukup berkurang, baik/nyeri hilang sama sekali. Karena skala ini
membatasi pilihan kata pasien, skala ini tidak dapat membedakan
berbagai tipe nyeri.

10
 Numeric Rating Scale (NRS)
Dianggap sederhana dan mudah dimengerti, sensitif terhadap
dosis, jenis kelamin, dan perbedaan etnis. Lebih baik daripada
VAS terutama untuk menilai nyeri akut. Namun, kekurangannya
adalah keterbatasan pilihan kata untuk menggambarkan rasa
nyeri, tidak memungkinkan untuk membedakan tingkat nyeri
dengan lebih teliti dan dianggap terdapat jarak yang sama antar
kata yang menggambarkan efek analgesik.

 Wong Baker Pain Rating Scale


Digunakan pada pasien dewasa dan anak >3 tahun yang tidak
dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka.

11
b. Multi-dimensional
 Mengukur intensitas dan afektif (unpleasantness) nyeri
 Diaplikasikan untuk nyeri kronis
 Dapat dipakai untuk outcome assessment klinis
 Skala multi-dimensional ini meliputi 4:

 McGill Pain Questionnaire (MPQ)


Terdiri dari empat bagian: (1) gambar nyeri, (2) indeks nyeri (PRI),
(3) pertanyaan-pertanyaan mengenai nyeri terdahulu dan
lokasinya; dan (4) indeks intensitas nyeri yang dialami saat ini.
PRI terdiri dari 78 kata sifat/ajektif, yang dibagi ke dalam 20
kelompok. Setiap set mengandung sekitar 6 kata yang
menggambarkan kualitas nyeri yang makin meningkat. Kelompok
1 sampai 10 menggambarkan kualitas sensorik nyeri (misalnya,
waktu/temporal, lokasi/spatial, suhu/thermal). Kelompok 11
sampai 15 menggambarkan kualitas efektif nyeri (misalnya stres,
takut, sifat-sifat otonom). Kelompok 16 menggambarkan dimensi
evaluasi dan kelompok 17 sampai 20 untuk keterangan lain-lain
dan mencakup kata-kata spesifi k untuk kondisi tertentu. Penilaian
menggunakan angka diberikan untuk setiap kata sifat dan
kemudian dengan menjumlahkan semua angka berdasarkan
pilihan kata pasien maka akan diperoleh angka total (PRI(T)).

12
 The Brief Pain Inventory (BPI)
Adalah kuesioner medis yang digunakan untuk menilai nyeri.
Awalnya digunakan untuk mengassess nyeri kanker, namun
sudah divalidasi juga untuk assessment nyeri kronik.
 Memorial Pain Assessment Card
Merupakan instrumen yang cukup valid untuk evaluasi efektivitas
dan pengobatan nyeri kronis secara subjektif. Terdiri atas 4
komponen penilaian tentang nyeri meliputi intensitas nyeri,
deskripsi nyeri, pengurangan nyeri dan mood.

 Catatan harian nyeri (Pain diary)


Adalah catatan tertulis atau lisan mengenai pengalaman
pasien dan perilakunya. Jenis laporan ini sangat membantu untuk
memantau variasi status penyakit sehari-hari dan respons pasien
terhadap terapi. Pasien mencatat intensitas nyerinya dan kaitan
dengan perilakunya, misalnya aktivitas harian, tidur, aktivitas
seksual, kapan menggunakan obat, makan, merawat rumah dan

13
aktivitas rekreasi lainnya. Pengkajian nyeri pada geriatri
membutuhkan kekhususan disebabkan hilangnya neuron otak dan
korda spinalis mengakibatkan perubahan yang sering
diinterpretasikan sebagai abnormal pada individu lebih muda.
Kecepatan konduksi saraf menurun antara 5-10% akibat proses
menua, hal ini akan menurunkan waktu respons dan
memperlambat transmisi impuls, sehingga menurunkan persepsi
sensori sentuh dan nyeri. Pengkajian awal nyeri pada geriatri
dapat menggunakan instrumen Nonverbal Pain Indicators (CNPI)5.
Bila pada pasien tersebut terdapat demensia digunakan Pain
Assessment in Advanced DementiaScale (PAINAD)6

2.2.4 Klasifikasi Nyeri


a. Berdasarkan sumber nyeri
1) Nyeri Somatik Luar
Merupakan nyeri yang berasal dari stimulus di kulit, jaringan
subkutan dan membran mukosa.Biasanya nyeri somatik luar
menimbulkan sensasi seperti terbakar, tajam dan terlokalisasi.7
2) Nyeri Somatik Dalam

Merupakan nyeri akibat adanya ransangan pada otot rangka,


tulang, sendi dan jaringan ikat. Nyeri ini bersifat tumpul (dullness)
dan tidak terlokalisasi dengan baik.7 Nyeri ini biasanya berasal dari
tulang, tendon, saraf dan pembuluh darah. 8

3) Nyeri Viseral
Merupakan nyeri yang disebabkan karena adanya peransangan
maupun kerusakan pada organ viseral (organ berongga) atau
organ yang menutupinya seperti pleura parietalis, pericardium,
peritoneum.Adanya masalah dengan organ internal seperti perut,
ginjal , kandung empedu, kandung kemih, dan usus juga dapat
menimbulkan nyeri. Nyeri ini terasa tumpul dan dapat menyebar
ke bagian tubuh yang lain. 9
b. Berdasarkan jenis
1) Nyeri Nosiseptif
Merupakan nyeri yang ditimbulkan oleh mediator nyeri
karena adanya kerusakan jaringan baik somatik maupun viseral.
Adanya kerusakan pada jaringan tersebut memberikan stimulasi
pada nosiseptor baik secara langsung maupun tidak langsung

14
yang akan mengakibatkan pengeluaran mediator iinflamasi dari
jaringan, sel imun, ujung saraf sensorik dan simpatik. 8
2) Nyeri Neurogenik
Merupakan nyeri yang disebabkan oleh lesi atau disfungsi
primer pada sistem saraf perifer.Hal tersebut dapat disebabkan
oleh cidera pada jalur serat saraf perifer, infiltrasi sel kanker pada
serabut saraf, dan terpotongnya saraf perifer. Sensasi yang
ditimbulkan dapat berupa rasa panas, seperti ditusuk-tusuk,
kadang disertai hilangnya rasa maupun rasa tidak nyaman pada
perabaan.7
3) Nyeri Psikogenik
Merupakan nyeri yang berhubungan dengan adanya
gangguan kejiwaan misalnya cemas ataupun depresi. Nyeri ini
bisa hilang apabila keadaan jiwa pasien telah tenang.7

c. Berdasarkan timbulnya nyeri


1) Nyeri Akut

Merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan hanya


berlangsung sementara.Nyeri ini ditandai dengan adanya aktifitas
saraf otonom. Bentuk nyeri akut dapat berupa: nyeri somatik luar,
nyeri somatik dalam, dan nyeri viseral.7

2) Nyeri Kronik

Merupakan nyeri berkepanjangan yang bisa berlangsung


selama berbulan-bulan tanpa disertai tanda-tanda aktivitas
otonom kecuali serangan akut. Misalnya pada nyeri bertahan
setelah penyembuhan luka (penyakit/operasi) yang berupa nyeri
akut namun menetap melebihi tiga bulan.7

d. Berdasarkan derajat nyeri 7


1) Nyeri Ringan

Merupakan nyeri hilang timbul, terutama saat melakukan


aktifitas sehari-hari dan menjelang tidur.

2) Nyeri Sedang

Merupakan nyeri terus-menerus yang dapat mengganggu


aktivitas dan hanya hilang apabila penderita tidur.

15
3) Nyeri Berat

Merupakan nyeri yang berlangsung sepanjang hari hingga


menyebabkan penderita tidak dapat tidur.

2.3 Arthritis
2.3.1 Definisi Arthritis
Arthritis adalah istilah umum untuk peradangan (inflamasi)
dan pembengkakan di daerah persendian. Terdapat lebih dari 100
macam penyakit yang mempengaruhi daerah sekitar sendi. Yang
paling banyak adalah Osteoarthritis (OA), arthritis gout (pirai), arthritis
rheumatoid (AR), dan fibromialgia. Gejala klinis yang sering adalah
rasa sakit, ngilu, kaku, atau bengkak di sekitar sendi.10

2.3.2 Epidemiology Arthritis


Prevalensi RA relatif konstan yaitu berkisar antara 0,5-1%
di seluruh dunia (Suarjana, 2009). Dalam ilmu penyakit dalam
Harrison edisi 18, insidensi dan prevalensi RA bervariasi
berdasarkan lokasi geografis dan diantara berbagai grup etnik
dalam suatu negara. Misalnya, masyarakat asli Ameika, Yakima,
Pima, dan suku-suku Chippewa di Amerika Utara dilaporkan
memiliki rasio prevalensi dari berbagai studi sebesar 7%.
Prevalensi ini merupakan prevalensi tertinggi di dunia.
Bedahalnya, dengan studi pada populasi di Afrika dan Asia yang
menunjukkan prevalensi lebih rendah 10 sekitar 0,2%-0,4%. 11
Prevalensi RA di India dan di negara barat kurang lebih sama
yaitu sekitar 0,75%.12 Studi RA di Negara Amerika Latin dan Afrika
menunjukkan predominansi angka kejadian pada wanita lebih
besar dari pada laki-laki, dengan rasio 6-8:1.11 Prevalensi global
penyakit artritis reumatoid Di Cina, Indonesia dan Filipina
prevalensinya kurang dari 0,4% baik didaerah urban ataupun
rural. Hasil survey yang dilakukan di Jawa Tengah mendapatkan
prevalensi RA sebesar 0,2% di daerah rural dan 0,3% di daerah
urban. Sedangkan penelitian yang dilakukan di Malang pada

16
penduduk berusai diatas 40 tahun mendapatkan prevalensi RA
sebesar 0,5% didaerah kotamadya dan 0,6% didaerah kabupaten.

Di poliklinik reumatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo


Jakarta, kasus baru RA 11 merupakan 4,1% dari seluruh kasus
baru pada tahun 2000 dan pada periode januari s/d juni 2007
didapatkan sebanyak 203 kasus RA dari jumlah seluruh kunjungan
sebanyak 12.346 orang (15,1%). Prevalensi RA lebih banyak
ditemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki dengan
rasio 3:1 dan dapat terjadi pada semua kelompok umur, dengan
angka kejadian tertinggi didapatkan pada dekade keempat dan
kelima.5Dari data presurvey di Dinas Kesehatan Provinsi Lampung
didapatkan bahwa penyakit RA menjadi salah satu dari 10
penyakit terbesar sejak tahun 2011. Pada presurvey ini dilakukan
pengamatan data sejak tahun 2007 sampai dengan 2012. RA
muncul pada tahun 2011 menempati urutan kedelapan dengan
angka diagnosa sebanyak 17.671 kasus (5,24%) dan naik ke
urutan keempat pada tahun 2012 dengan 50.671 kasus (7,85%).13
Dan dari profil kesehatan di dinas kesehatan sejak tahun 2007-
2011 didapatkan penyakit RA muncul menjadi salah satu dari 10
penyakit terbesar di kota Bandar Lampung pada tahun 2009 di
urutan keempat dengan presentase sebesar 5,99%, tahun 2010
menjadi urutan ketiga sebesar 7,2% dan tahun 2011 pada urutan
keempat dengan presentasi sebesar 7,11%.13 Di poliklinik penyakit
dalam untuk pasien rawat jalan di RSUD Abdoel Meoloek, pada
presurvey yang telah dilakukan peneliti pada tahun 2012 periode
Januari-Desember terjadi 1.060 kasus.

Prevalensi arthritis oleh umur / ras / jenis kelamin :


a. Jenis Kelamin
Risiko arthritis meningkat seiring bertambahnya usia dan
lebih umum pada wanita dibandingkan pria.14
b. Umur (2010 hingga 2012 di AS)

17
Pada usia 18-44; 7,3% pernah dilaporkan arthritis. Pada
usia 45-64; 30,3%. Pada usia 65 atau lebih; 49,7%. Wanita
26% dan pria 19,1% yang pernah dilaporkan arthritis.14
c. Ras (2010 hingga 2012 di AS)
4 juta Hispanik dewasa pernah dilaporkan arthritis; 5,9 juta
Non-Hispanik kulit hitam; 1,2 juta Non-Hispanik Asia.14.

2.3.3 Manifestasi Klinis Arthritis


a. Arthritis Rheumatoid 15
Artritis rheumatoid merupakan penyakit autoimun dari jaringan
ikat, terutama sinovia dan penyebabnya multifaktor. Penyakit ini dapat
ditemukan pada semua sendi dan sarung tendo, tetapi paling sering di
tangan. Selain sendi tangan, arthritis rheumatoid dapat menyerang
sendi siku, kaki, pergelangan kaki dan lutut. Sinovia sendi, sarung
tendo, bursa, dan lokasi lain di jaringan ikat, dan bukan di sendi
penyakit disebut inflamasi rheumatoid ekstraartikuler. Kelainan ini
agak jarang ditemukan.
Biasanya arthritis rheumatoid ditemukan timbul secara simetrik.
Pada 30% penderita terlihat nodul subkutan. Nodul ini sering terdapat
di ekstremitas atas dan tampak sebagai vaskulitis rematoid, yang
merupakan manifestasi ekstraartikuler. Nodul Herberden sering
ditemukan di jari tangan. Umumnya terdapat poliartritis meskipun bisa
mula-mula bermanifestasi sebagai monoartritis. Penyakit ini muncul
akut, namun juga dapat muncul perlahan-lahan.
Didapati inflamasi sendi, bursa dan sarung tendo yang nyeri,
pembengkakan, dan kekuatan sendi, serta hidrops ringan. Biasanya
ditandai dengan serangan yang hilang timbul. Setiap serangan
disertai gejala dan tanda sistemik berupa demam ringan, malaise,
cepat lelah, dan penurunan berat badan.
Deformitas sendi terjadi akibat spasme otot untuk
mempertahankan posisi tidak nyeri, kerusakan dalam sendi,
kontraktur fibrosis, dan subluksasi sendi. Pemeriksaan laboratorium
menunjukkan peninggian lanju endap darah dan faktor rheumatoid
yang positif sekitar 70%. Pada awal penyakit, faktor ini negatif.[1]
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada
seseorang yang mengalami arthritis rheumatoid. Gambaran klinis ini

18
tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena
penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat bervariasi.
 Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat
badan menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat
demikian hebatnya.
 Poliartritis asimetris, terutama pada sendi perifer, termasuk
sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan
sendi-sendi interfalang distal. Hampir semua sendi diartrodial
dapat terserang.
 Kekakuan dipagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat
generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi.
Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada
osteoarthritis, yang biasanya hanya berlangsung selama
beberapa menit dan selalu kurang dari 1 jam.
 Arthritis erosif, merupakan ciri khas pada gambaran radiologik
yang memperlihatkan erosi di tepi tulang yang diakibatkan
oleh peradangan sendi yang kronik.
 Deformitas, kerusakan struktur penunjang sendi meningkat
dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi
jari, subluksasi sendi metakarpofalangeal, deformitas
boutunniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas
tangan yang sering dijumpai. Pada laki-laki terdapat protrusi
(tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari
subluksasi metatarsal.
Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami
pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam
melakukan gerakan ekstensi.
 Nodul-nodul rheumatoid, adalah massa subkutan yang
ditemukan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang
dewasa pasien arthritis rheumatoid. Lokasi yang paling sering
dari deformmiras ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau
di sepanjang permukaan ekstensor.

2.3.4 Patofisiologi Arthritis


a. Osteoartritis

Merupakan artritis hipertropi yang berhubungan dengan


usia. Faktor resiko yang dapat menyebabkan penyakit ini

19
dibedakan menjadi faktor sistemik dan faktor biomekanik. Faktor
sistemik meliputi usia, jenis kelamin, suku dan genetik. Sedangkan
faktor biomekanik meliputi cidera, obesitas, dan pekerjaan. Faktor
resiko tersebut akan menyebabkan kerusakan pada daerah sendi
dengan tiga mekanisme, yakni:16

1) Peningkatan Matrix Metalloproteases (MMP)

Kolagenase merupakan enzim MMP yang bertanggung


jawab terhadap regradasi kolagen. Sementara stromelysin
dan Aggrecanase bertanggung jawab terhadap degradasi
proteoglikan.16

2) Inflamasi Membran Sinovial

Sintesis mediator-mediator seperti interleukin-1 beta (IL-1)


dan TNF-alfa (Tumor Necrosis Factor) pada membran sinovial
menyebabkan degradasi tulang rawan.Sitokin tersebut dapat
meningkatkan sintesis enzim MMP menghambat sintesis
fisiologis utama inhibitor dan menghambat sintesis bahan-
bahan matriks seperti kolagen dan proteoglikan. Apabila IL-1
dan TNF-alpha pada proses enzim dikombinasikan dengan
penekanan sintesis matriks, maka dapat menyebabkan
degradasi yang parah dalam tulang rawan.16

3) Stimulasi Produksi Nitric Oxide

Mekanisme lain yang dapat pula terjadi adalah IL-1 yang


memunculkan efek yang dapat menyebabkan inflamasi
dengan menstimuli produksi nitric oxide (NO).Produksi
kolagen dan sintesis proteoglikan dapat terhambat akibat
adanya NO tersebut.16

b. Arthritis Rheumatoid
Merupakan penyakit autoimun dimana terjadi peradangan atau
inflamasi di persendian yang menyebabkan pembengkakan, nyeri
dan sering merusak bagian dalam sendi dan sering terjadi pada
orang dewasa.17

20
Reaksi imun rheumatoid arthritis terjadi dalam jaringan
sinovial. Proses fagositosis akan menghasilkan enzim-enzim
dalam sendi yang memecah kolagen sehingga terjadilah edema,
proliferasi membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus
(lesi yang khas pada RA berupa lapisan abnormal jaringan
fibrovascular atau jaringan granulasi). Pannus ini akan
menghancurkan tulang dan menimbulkan erosi tulang sehingga
permukaan sendi yang hilang akan mengganggu gerak sendi.
Rasa nyeri yang timbul disebabkan oleh serabut otot yang
mengalami perubahan degeneratif dengan hilangnya kemampuan
elastisitas pada otot maupun kekuatan kontraksi otot.18

2.3.5 Tata Laksana Arthritis 19, 20, 21


Penatalaksanaan pasien OA dimulai dengan dasar diagnosis dari
anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik, temuan radiografi,
penilaian sendi yang terkena. Pengobatan harus direncanakan
sesuai kebutuhan individual. Tujuan terapi adalah :
 Menghilangkan rasa nyeri dan kekakuan

 Menjaga atau meningkatkan mobilitas sendi

 Membatasi kerusakan fungsi

 Mengurangi faktor penyebab

Sasaran penatalaksanaan adalah mempertahankan dan


meningkatkan kualitas hidup.

a. Terapi farmakologis untuk penatalaksanaan rasa nyeri, paling


efektif bila dikombinasikan dengan strategi terapi non
farmakologis. Terapi non farmakologis adalah dasar dari rencana
asuhan kefarmasian untuk OA, harus dilaksanakan untuk semua
pasien dan dimulai sebelum atau bersama-sama dengan
analgesik sederhana seperti parasetamol. Komunikasi antara
pasien, klinisi, dan farmasis merupakan faktor yang penting dalam
penatalaksanaan rasa nyeri; hasil terapi terbaik dapat dicapai
dengan aliansi pihak-pihak ini. Pendekatan secara umum: Terapi
untuk setiap pasien OA tergantung dari distribusi dan keparahan

21
sendi yang terlibat, penyakit lain yang menyertai, obat-obatan lain
yang dipakai, dan alergi. Penatalaksanaan setiap individu dengan
OA dimulai dengan edukasi pasien, terapi fisik, pengurangan berat
badan atau pemakaian alat bantu.

b. Terapi Non Farmakologis untuk OA

• Edukasi pasien

• Terapi Fisik, okupasional, aplikasi dingin/panas

• Latihan Fisik

• Istirahat dan merawat persendian

• Penurunan berat badan

• Bedah (pilihan terakhir)

• Akupunktur

• Biofeedback

• Cognitive Behavioural Therapy

• Hipnosis

• Teknik relaksasi (yoga dan meditasi)

2.3.6 Diagnosis Arthritis


a. Diagnosis Rheumatoid Athritis
Diagnosis klinis RA sebagian besar didasarkan pada tanda-
tanda dan gejala dari arthritis inflamasi kronis, dengan
laboratorium dan hasil radiografi memberikan informasi tambahan
yang penting. Pada tahun 2010, upaya kolaborasi antara
American College of Rheumatology (ACR) dan Liga Eropa
Melawan Rematik (EULAR) merevisi 1987 kriteria klasifikasi ACR
untuk RA dalam upaya untuk meningkatkan diagnosis dini dengan
tujuan untuk mengidentifikasi pasien yang akan mendapat
manfaat dari awal pengenalan terapi memodifikasi-penyakit (Tabel

22
321-1). Penerapan kriteria baru direvisi menghasilkan skor 0-10,
dengan skor 6 memenuhi persyaratan untuk RA yang pasti.
Kriteria klasifikasi baru berbeda dalam beberapa cara dari kriteria
yang ditetapkan lebih tua. Kriteria baru termasuk tes positif untuk
serum anti-cyclic antibodi peptida citrullinated sebagai item, yang
membawa spesifisitas yang lebih besar untuk diagnosis RA dari
tes positif untuk faktor rheumatoid. Kriteria klasifikasi baru juga
tidak memperhitungkan jika pasien memiliki nodul rheumatoid atau
kerusakan sendi radiografi karena temuan ini jarang terjadi di RA
awal. Hal ini penting untuk menekankan bahwa baru 2010 kriteria
ACR-EULAR yang "klasifikasi kriteria" sebagai lawan dari "kriteria
diagnostik" dan berfungsi untuk membedakan pasien pada awal
penyakit dengan kemungkinan tinggi berkembang menjadi
penyakit kronis dengan sinovitis gigih dan sendi kerusakan.
Kehadiran erosi sendi radiografi atau nodul subkutan dapat
menginformasikan diagnosis pada tahap akhir dari penyakit.

Catatan: Kriteria ini bertujuan untuk klasifikasi baru menghadirkan


pasien yang memiliki setidaknya 1 patungan dengan sinovitis
klinis yang pasti yang tidak lebih baik dijelaskan oleh penyakit lain.
Singkatan: CCP, cyclic citrullinated peptides; CRP, C-reactive
protein; ESR, erythrocyte sedimentation rate; IP, interphalangeal
joint; MCP, metacarpophalangeal joint; MTP, metatarsophalangeal
joint; PIP, proximal interphalangeal joint; RF, rheumatoid factor;
ULN, upper limit of normal.22
b. Diagnosis Osteoarthritis 23

23
Diagnosis awal yang bisa dilakukan adalah anamnesis.Hal-hal
yang perlu diketahui dari anamnesis biasanya adalah riwayat
penyakit, gambaran klinis dari pemeriksaan fisik dan bila
memungkinkan ditanyakan hasil dari pemeriksaan radiologis.Nyeri
biasanya merupakan keluhan utama pada penderita osteoartritis.

Selain gejala fisik, pemeriksaan radiologi juga dapat dilakukan,


namun pada awal penyakit , radiografi sendi seringkali masih
normal.Adapun gambaran radiologis sendi yang menyokong
diagnosis OA adalah:

1) Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat


pada bagian yang menanggung beban)

2) Terjadi peningkatan densitas (sclerosis) tulang subkondral

3) Adanya kista tulang

4) Osteofit pada pinggir sendi

5) Perubahan struktur anatomi sendi..

2.3.7 Prognosis Arthritis


a. Osteoarthritis
Prognosis pasien dengan OA primer bervariasi dan
tergantung sendi mana yang terkena. Bila yang terkena
adalah sendi penyangga beban atau tulang belakang maka
kemungkinan terjadi morbiditas dan cacat. Pada OA
sekunder, prognosis penyakit tergantung pada penyebabnya.
Pengobatan OA dilakukan dengan menghilangkan rasa nyeri
atau mencegah perkembangan penyakit, tetapi tidak dapat
mengembalikan kerusakan yang sudah ada pada kartilago
artikular.24

2.4 Carpal Tunnel Syndrome


2.4.1 Definisi CTS
Menurut American Academy of Orthopaedic Surgeons Clinical
Guideline, Carpal Tunnel Syndrome adalah gejala neuropati kompresi

24
dari N. medianus di tingkat pergelangan tangan, ditandai dengan
bukti peningkatan tekanan dalam terowongan karpal dan penurunan
fungsi saraf di tingkat itu. Carpal Tunnel Syndrome dapat disebabkan
oleh berbagai penyakit, kondisi dan peristiwa. Hal ini ditandai dengan
keluhan mati rasa, kesemutan, nyeri tangan dan lengan dan disfungsi
otot. Kelainan ini tidak dibatasi oleh usia, jenis kelamin, etnis, atau
pekerjaan dan disebabkan karena penyakit sistemik, faktor mekanis
dan penyakit local. 25

2.4.2 Epidemiologi CTS


Carpal Tunnel Syndrome merupakan cedera akibat pekerjaan
yang kedua terbanyak setelah nyeri punggung bawah. Sindroma ini
paling sering mengenai populasi usia 30-60 tahun, dengan
perbandingan wanita dan pria 3-5 : 1 dan lebih dari 50% kasus terjadi
secara bilateral. Insidensi tahunan diperkirakan 120 per 100.000
wanita dan 60 per 100.000 pria. Insidensi tampaknya meningkat
dengan pertambahan usia pada laki-laki namun insidensi puncak
pada wanita adalah pada usia 45-54 tahun. Carpal Tunnel Syndrome
merupakan salah satu neuropati kompresi esktremitas atas yang
paling sering dijumpai. Diperkirakan sekitar satu juta penduduk di
Amerika Serikat setiap tahunnya menderita CTS. Insidensi dan
prevalensinya bervariasi sekitar 0.125-1% dan 5-16%. Kondisi ini
lebih sering dijumpai pada perempuan dibanding laki-laki. Usia rerata
saat diagnosis dilaporkan 50 tahun pada laki-laki dan 51 tahun pada
wanita. Suatu studi di Inggris melaporkan insidensi sebesar 139.4
kasus per 100.000 penduduk wanita. 26

2.4.3 Manifestasi klinis CTS


Gejala awal biasanya berupa parestesia yang terjadi dalam
distribusi saraf medianus tangan, tiap malam pasien terbangun pada
jam-jam awal dengan rasa nyeri yang panas membakar,perasaan
geli, dan mati rasa. Gejala-gejala carpal tunnel syndrome sebagai
berikut:
1. Sakit tangan dan mati rasa, terutama pada waktu malam hari

2. Nyeri, kesemutan, mati rasa pada jari-jari tangan, terutama ibu


jari, telunjuk dan jari tengah.

25
3. Waktu pagi atau siang hari perasaan pembengkakan terasa
ketika menggerakkan tangan dengan cepat.

4. Rasa sakit menjalar ke atas hingga lengan atas sampai


dengan pundak.

5. Terkadang tangan terasa lemas dan hilang keseimbangan


terutama di pagi hari.

Kelemahan pada tangan juga sering dinyatakan dengan


keluhan adanya kesulitan yang penderita sewaktu
menggenggam.Pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot
thenar (oppones pollicis dan abductor pollicis brevis).dan otot-otot
lainya yang diinervasi oleh nervus medianus.27

2.4.4 Patofisiologi CTS 28


1. Pada tahap awal , gejala hanya muncul pada malam hari.
Beberapa faktor berpengaruh pada tahap ini seperti redistribusi
cairan ke ekstremitas atas saat posisi terlentang, kurangnya
mekanisme pompa otot untuk drainase cairan intersitsial,
kecenderungan pergelangan tangan untuk fleksi sehingga
meningkatkan tekanan dalam terowongan, meningkatnya tekanan
arterial selama paruh kedua pada malam hari. Bila tekanan
melebihi 40-50 mmHg, dapat mengganggu venous return dari
mikro sirkulasi intraneural dan menyebabkan kekurangan oksigen
dan venous stasis, dengan gangguan permeabilitas yang berasal
dari edema endoneurial. Hal ini dapat dikoreksi bila
mengembalikan posisi pergelangan tangan dan menggerakkan
jari, sehingga terjadi drainase edema.Setelah kompresi berkurang,
gejala berkurang dengan cepat.
2. Pada tahap intermediet, gejala terjadi pada malam dan siang hari.
Pada tahap ini terjadi gangguan mikro sirkulasi secara konstan
dengan edema intersitsial intrafascicular dan epineural. Pada
tahap ini terjadi kerusakan selubung myelin dan nodus ranvier.
Setelah kompresi dikurangi, gejala berkurang dengan cepat
karena kembalinya mikro sirkulasi intraneural. Namun, perbaikan
selubung myelin membutuhkan waktu berminggu-minggu sampai

26
berbulan – bulan dan menyebabkan gejala intermiten dan kelainan
elektrofisiologi yang menetap.
3. Pada tahap lanjut, gejala selalu timbul, terutama gejala deficit
sensorik atau motorik karena gangguan pada akson atau disebut
axonotmesis. Degenerasi Wallerian terjadi axon yang terganggu.
Pada selubung jaringan di sekitarnya terjadip enebalan fibrous.
Setelahp embebasan saraf, penyembuhan tergantung pada
regenerasi saraf. Hal tersebut tergantung padaumur, keadaan
polineuropati, dan keparahan penekanan.

2.4.5 Tata Laksana CTS


Penatalaksanaan CTS dapat diklasifikasikan menjadi bedah dan
nonbedah. Metode non-bedah efektif pada pasien dengan CTS
ringan-sedang, dan diindikasikan pada pasien tanpa kelemahan otot
dan atrofi, tidak ada denervasi (pada pemeriksaan EMG jarum), dan
abnormalitas ringan pada pemeriksaan KHS. Berbagai metode non-
bedah mencakup penggunaan bidai pergelangan tangan, terapi
ultrasonik, terapi laser, steroid oral, obat anti inflamasi non steroid
(OAINS), vitamin B6 oral, injeksi lokal kortikosteroid dan sebagainya.
Efektivitas injeksi kortikosteroid dibandingkan intervensi lain untuk
terapi CTS masih dalam penelitian. Suatu studi RCT membandingkan
40 mg metilprednisolon dengan 10 mg lidokain dengan 10 mg
lidokain saja yang diinjeksikan 4 cm proksimal dari pergelangan
tangan. Setelah 1 bulan, individu yang mendapat injeksi
kortikosteroid menunjukkan perbaikan signifikan namun setelah 3
bulan tidak terdapat perbedaan secara statistik pada keparahan klinis
antara kedua grup.
Suatu studi lain membandingkan injeksi dengan OAINS dan bidai.
Pada studi ini dilakukan penyuntikan 40 mg prednisolone 4 cm
proksimal dari pergelangan tangan, pengukuran outcome nya
dilakukan setelah 2 dan 8 minggu dengan symptom severity scale,
VAS, tes Tinel’s dan Phalen’s. Tindakan dekompresi bedah
diindikasikan pada pasien-pasien yang simptomatik dan gagal
dengan terapi konservatif. Tindakan bedah diindikasikan pada hampir

27
semua pasien dengan CTS sedang-berat. Dua tipe pendekatan
bedah adalah : open dan endoscopic release. 21
Penatalaksanaan carpal tunnel syndrome tergantung pada
etiologi, durasi gejala, dan intensitas kompresi saraf. Jika sindrom
adalah suatu penyakit sekunder untuk penyakit endokrin, hematologi,
atau penyakit sistemik lain, penyakit primer harus diobati. Kasus
ringan bisa diobati dengan obat antiinflamasi non steroid (OAINS)
dan menggunakan penjepit pergelangan tangan yang
mempertahankan tangan dalam posisi netral selama minimal 2 bulan,
terutama pada malam hari atau selama gerakan berulang. Kasus
lebih lanjut dapat diterapi dengan injeksi steroid lokal yang
mengurangi peradangan. Jika tidak efektif, dan gejala yang cukup
mengganggu, operasi sering dianjurkan untuk meringankan
kompresi.29,30
Oleh karena itu sebaiknya terapi CTS dibagi atas 2 kelompok, yaitu:31
A. Terapi langsung terhadap CTS
a. Terapi konservatif
1. Istirahatkan pergelangan tangan
2. Obat anti inflamasi non steroid
3. Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan.
Bidai dapat dipasang terus-menerus atau hanya pada
malam hari selama 2-3 minggu.
4. Nerve Gliding, yaitu latihan terdiri dari berbagai gerakan
(ROM) latihan dari ekstremitas atas dan leher yang
menghasilkan ketegangan dan gerakan membujur
sepanjang saraf median dan lain dari ekstremitas atas.
Latihan-latihan ini didasarkan pada prinsip bahwa jaringan
dari sistem saraf perifer dirancang untuk gerakan, dan
bahwa ketegangan dan meluncur saraf mungkin memiliki
efek pada neurofisiologi melalui perubahan dalam aliran
pembuluh darah dan axoplasmic. Latihan dilakukan
sederhana dan dapat dilakukan oleh pasien setelah
instruksi singkat.
5. Injeksi steroid. Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison
10-25 mg atau metilprednisolon 20 mg atau 40 mg

28
diinjeksikan ke dalam terowongan karpal dengan
menggunakan jarum no.23 atau 25 pada lokasi 1 cm ke
arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah medial
tendon musculus palmaris longus. Sementara suntikan
dapat diulang dalam 7 sampai 10 hari untuk total tiga atau
empat suntikan,. Tindakan operasi dapat dipertimbangkan
bila hasil terapi belum memuaskan setelah diberi 3 kali
suntikan. Suntikan harus digunakan dengan hati-hati
untuk pasien di bawah usia 30 tahun.
6. Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat
bahwa salah satu penyebab CTS adalah defisiensi
piridoksin sehingga mereka menganjurkan pemberian
piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan. Tetapi
beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa pemberian
piridoksin idak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan
neuropati bila diberikan dalam dosis besar. Namun
pemberian dapat berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri.
7. Fisioterapi. Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi
pergelangan tangan.
b. Terapi operatif
Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami
perbaikan dengan terapi konservatif atau bila terjadi gangguan
sensorik yang berat atau adanya atrofi otot-otot thenar. Pada
CTS bilateral biasanya operasi pertama dilakukan pada
tangan yang paling nyeri walaupun dapat sekaligus dilakukan
operasi bilateral. Penulis lain menyatakan bahwa tindakan
operasi mutlak dilakukan bila terapi konservatif gagal atau bila
ada atrofi otot-otot thenar, sedangkan indikasi relatif tindakan
operasi adalah hilangnya sensibilitas yang persisten.32
Biasanya tindakan operasi CTS dilakukan secara terbuka
dengan anestesi lokal, tetapi sekarang telah dikembangkan
teknik operasi secara endoskopik. Operasi endoskopik
memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan
jaringan parut yang minimal, tetapi karena terbatasnya
lapangan operasi tindakan ini lebih sering menimbulkan

29
komplikasi operasi seperti cedera pada saraf. Beberapa
penyebab CTS seperti adanya massa atau anomaly maupun
tenosinovitis pada terowongan karpal lebih baik dioperasi
secara terbuka.32
B. Terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasari CTS
Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya CTS
harus ditanggulangi, sebab bila tidak dapat menimbulkan
kekambuhan CTS kembali. Pada keadaan di mana CTS terjadi
akibat gerakan tangan yang repetitif harus dilakukan penyesuaian
ataupun pencegahan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan
untuk mencegah terjadinya CTS atau mencegah kekambuhannya
antara lain:27
1. Mengurangi posisi kaku pada pergelangan tangan, gerakan
repetitif, getaran peralatan tangan pada saat bekerja.
2. Desain peralatan kerja supaya tangan dalam posisi natural
saat kerja.
3. Modifikasi tata ruang kerja untuk memudahkan variasi
gerakan.
4. Mengubah metode kerja untuk sesekali istirahat pendek serta
mengupayakan rotasi kerja.
5. Meningkatkan pengetahuan pekerja tentang gejala-gejala dini
CTS sehingga pekerja dapat mengenali gejala-gejala CTS
lebih dini.
Di samping itu perlu pula diperhatikan beberapa penyakit yang
sering mendasari terjadinya CTS seperti : trauma akut maupun
kronik pada pergelangan tangan dan daerah sekitarnya, gagal
ginjal, penderita yang sering dihemodialisa, myxedema akibat
hipotiroidi, akromegali akibat tumor hipofise, kehamilan atau
penggunaan pil kontrasepsi, penyakit kolagen vaskular, artritis,
tenosinovitis, infeksi pergelangan tangan, obesitas dan penyakit
lain yang dapat menyebabkan retensi cairan atau menyebabkan
bertambahnya isi terowongan karpal.27

2.4.6 Diagnosis CTS

30
Diagnosis CTS bisa dilakukan dengan menilai gambaran klinisnya
dan dapat diperkuat dengan dilakukannya pemeriksaan lebih lanjut.
Pemeriksaan tersebut dapat berupa:
a. Anamnesis

Gambaran klinis dari CTS adalah rasa nyeri pada tangan


atau lengan yang sering timbul pada malam hari ataupun saat
melakukan aktifitas. Pasien sering terbangun di malam hari
atau pagi hari dan menjabat tangan mereka untuk
meringankan gejala ini.Kelemahan dari tangan atau
menjatuhkan benda merupakan tanda- tanda yang mungkin
menunjukkan kerusakan otot.33

b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan harus dilakukan secara menyeluruh dengan


perhatian khusus pada fungsi motorik, sensorik dan otonom
tangan.

1) Phalen’s test: penderita diminta untuk melakukan


gerakan fleksi tangan secara maksimal. Apabila dalam
satu menit pertama penderita merasakan gejala seperti
CTS, maka tes ini dapat menyokong diagnosa.

31
Gambar. Phalen’s test

2) Torniquet test : dilakukan pemasangan tomiquet


dengan menggunakan tensimeter di atas siku dengan
tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Apabila dalam
satu menit penderita merasakan gejala seperti CTS,
maka tes ini dapat mendukung diagnosa.

32
Gambar. Torniquet test

3) Tinel's sign: apabila dilakukan perkusi pada


terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit
dorsofleksi, maka akan timbul parestesia atau nyeri
pada daerah distribusi nervus medianus.

33
Gambar. Tinel’s sign

4) Flick's sign: Penderita diminta untuk mengibas-ibaskan


tangan atau menggerak- gerakkan jari-jarinya. Apabila
keluhan berkurang atau bahkan menghilang akan
menyokong diagnosa CTS. Namun tanda ini dapat juga
ditemui pada penyakit Raynaud.

5) Thenar wasting: Ditemukannya atrofi otot-otot thenar


apabila dilakukan inspeksi dan palpasi.

6) Penilaian kekuatan dan keterampilan otot dapat


dilakukan secara manual ataupun dengan bantuan alat
dynamometer.

7) Wrist extensiontest: Penderita diminta melakukan


gerakan ekstensi secara maksimal, lebih baik lagi
apabila dilakukan secara serentak pada kedua tangan
sehingga dapat dibandingkan. Apabila dalam satu
menit timbul gejala seperti CTS, maka tes ini dapat
menyokong diagnosa.

8) Pressure test: Nervus medianus penderita ditekan di


terowongan karpal dengan menggunakan ibu jari.
Apabila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul
gejala seperti CTS, maka tes ini dapat mendukung
diagnosa.

9) Luthy's sign (bottle's sign): Ibu jari dan telunjuk


dilingkarkan pada botol atau gelas. Apabila kulit tangan
penderita idak dapat menyentuh dindingnya dengan
rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung diagnosa.

10) Pemeriksaan sensibilitas: Apabila penderita tidak dapat


membedakan dua titik (two-point discrimination) pada
jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus, tes
dianggap positif dan menyokong diagnosa.

34
11) Pemeriksaan fungsi otonom: Perhatikan penderita,
apakah ada perbedaan keringat, kulit yang kering atau
licin yang terbatas pada daerah innervasi nervus
medianus. Bila ada akan mendukung diagnosa CTS.

c. Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)

Pemeriksaan EMG (Elektromiografi) dapat


menunjukkan adanya fibrilasi(keadaan denyut jantung yang
demikian cepatnya sehingga frekuensinya sulit dihitung),
polifasik, gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor
unit pada otot-otot thenar. Dalam beberapa kasus tidak
ditemukannya kelainan pada otot-otot lumbrikal.EMG bisa
normal pada 31% kasus CTS.

d. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan sinar-X terhadap pergelangan tangan dilakukan


untuk mengetahui apakah ada penyebab lain seperti fraktur
ataupun artritis. Foto polos leher berguna untuk menyingkirkan
adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT-scan dan MRI
dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan
dioperasi.

e. Pemeriksaan Laboratorium

Dilakukan apabila etiologi CTS belum jelas. Misalnya pada


penderita usia muda tanpa adanya gerakan tangan yang
repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan seperti kadar
gula darah , kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.

2.4.7 Prognosis CTS 27


Pada kasus CTS ringan, dengan terapi konservatif umumnya
prognosa baik. Bila keadaan tidak membaik dengan terapi konservatif
maka tindakan operasi harus dilakukan. Secara umum prognosa
operasi juga baik, tetapi karena operasi hanya dilakukan pada

35
penderita yang sudah lama menderita CTS penyembuhan post
operatifnya bertahap.
Bila setelah dilakukan tindakan operasi, tidak juga
diperoleh perbaikan maka dipertimbangkan kembali kemungkinan
berikut ini :
a) Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan
terhadap nervus medianus terletak di tempat yang lebih
proksimal.

b) Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.

c) Terjadi CTS yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti


akibat edema, perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan
parut hipertrofik. Sekalipun prognosa CTS dengan terapi
konservatif maupun operatif cukup baik, tetapi resiko untuk
kambuh kembali masih tetap ada. Bila terjadi kekambuhan,
prosedur terapi baik konservatif atau operatif dapat diulangi
kembali.

2.5 Tenosinovitis
2.5.1 Definisi Tinosinoviti
De Quervain syndrome merupakan penyakit dengan nyeri pada
daerah prosesus stiloideus akibat inflamasi kronik pembungkus
tendon otot abductor polisis longus dan ekstensor polisis brevis
setinggi radius distal dan jepitan pada kedua tendon tersebut. 34 De
Quervain syndrome ini adalah pada kompartemen dorsal pertama
pada pergelangan tangan.Kompartemen dorsal pertama pada
pergelangan tangan termasuk di dalamnya adalah tendon otot
abduktor polisis longus dan tendon otot ekstensor polisis brevis.
Pasien dengan kondisi yang seperti ini biasanya datang dengan nyeri
pada aspek dorso lateral dari pergelangan tangannya dengan nyeri
yang berasal dari arah ibu jari atau lengan bawah bagian lateral.
Kondisi seperti ini mempunyai respon yang baik terhadap
penanganan non bedah.35

2.5.2 Epidemiologi Tinosinovitis

36
Angka kejadian di USA untuk penyakit ini relatif, terutama di
antara orang-orang yang menunjukkan aktivitas yang menggunakan
tangan berulang-ulang, seperti pekerja pemasangan bagian-bagian
mesin tertentu dan sekretaris. 36
Mortalitas tidak berhubungan dengan kondisi penyakit ini.
Beberapa morbiditas yang dilaporkan mungkin terjadi pada pasien
dengan riwayat nyeri progresif di mana berhubungan dengan aktivitas
yang memerlukan penggunaan tangan yang terkena. De Quervain’s
syndrome lebih banyak diderita oleh orang dewasa dibanding pada
anak-anak. 36 Hingga saat ini belum ditemukan adanya korelasi yang
nyata antara insiden de Quervain’s syndrome dengan sejumlah ras
tertentu. Meskipun penyakit seperti ini sering dijumpai pada pria dan
wanita, tetapi de Quervain’s syndrome menunjukkan jumlah yang
signifikan di mana lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan
pada pria. Beberapa sumber bahkan memperlihatkan rasio yang
sangat tinggi pada wanita dibandingkan pada pria, yaitu 8 : 1.
Menariknya, banyak wanita yang menderita de Quervain’s syndrome
selama kehamilannya atau selama periode postpartum. 36

2.5.3 Manifestasi Klinis Tinosinovitis


Gejala dan keluhan yang dapat ditimbulkan oleh sindrom
ini antara lain rasa nyeri saat menggerakkan pergelangan tangan,
timbul bengkak sekitar pergelangan tangan, spasme m.abdductor
policis longus dan m.ekstensor policis brevis, serta ada nyeri
tekan sekitar processus styloideus radii.Gejala utamanya adalah
nyeri yang berlebihan dan adanya bengkak atau edem di sekitar
ibu jari. Saat ibunjari digerakkan seperti gerakan mencubit
ataupun meregangkan ibu jari, malah memperparah rasa nyeri
dan sakit pada ibu jari.37

2.5.4 Patofisiologi Tinosinovitis


Kompartemen dorsal pertama pada pergelangan tangan
termasuk pembungkus tendon yang menutupi tendon otot
abduktor polisis longus dan tendon otot ekstensor polisis brevis
pada tepi lateral. Inflamasi pada daerah ini umumnya terlihat pada
pasien yang menggunakan tangan dan ibu jarinya untuk kegiatan-

37
kegiatan yang repetitif. Karena itu, de Quervain’s syndrome dapat
36,38
terjadi sebagai hasil dari mikrotrauma kumulatif (repetitif).
Pada trauma minor yang bersifat repetitif atau
penggunaan berlebih pada jari-jari tangan (overuse)
menyebabkan malfungsi dari tendon sheath. Tendon sheath yang
memproduksi cairan sinovial mulai menurun produksi dan kualitas
cairannya. Akibatnya, pada penggunaan jari-jari selanjutnya terjadi
pergesekan otot dengan tendon sheath karena cairan sinovial
yang berkurang tadi berfungsi sebagai lubrikasi. Sehingga terjadi
proliferasi jaringan ikat fibrosa yang tampak sebagai inflamasi
dari tendon sheath. Proliferasi ini menyebabkan pergerakan
tendon menjadi terbatas karena jaringan ikat ini memenuhi hampir
seluruh tendon sheath. Terjadilah stenosis atau penyempitan
pada tendon sheathtersebut dan hal ini akan mempengaruhi
pergerakan dari kedua otot tadi. Pada kasus-kasus lanjut akan
terjadi perlengketan tendon dengan tendon sheath. Pergesekan
otot-otot ini merangsang nervus yang ada pada kedua otot tadi
sehingga terjadi perangsangan nyeri pada ibu jari bila digerakkan
yang sering merupakan keluhan utama pada penderita penyakit
ini. 36,39,40,41
Pembungkus fibrosa dari tendon abduktor polisis longus
dan ekstensor polisis brevis menebal dan melewati puncak dari
prosesus stiloideus radius. 38, 42,43

2.5.5 Tata Laksana Tinosinovitis


1. Ultra Sound
Ultra sound merupakan modalitas terapi yang
memanfaatkan gelombang suara (William, 2002).Efek
samping dari ultra sound ada thermal dan non thermal.
Efek thermal gelombang ultra sound dapat menghasilkan
peningkatatan temperatur jaringan, peningkatan
ekstensibilitas jaringan collagen pada tendon dan capsul
sendi, modulasi nyeri, mengurangi kekakuan sendi,
menurunkan spasme dan meningkatkan aliran darah.44

38
Posisi pasien duduk, tangan dan telapak tangan
pasien tersangga bantal. Posisi terapis duduk berhadan
dengan pasien. Tentukan luas area (punggung ibu jari)
untuk menentukan lamanya terapi.Kemudian oleskan gel
yg telah tersedia. Letakkan tranduser ultra sound diatas
punggung ibu jari sambil digerakkan dengan arah
transversal lalu tekan tombol star untu memulai.44

2. Hold Relax Stretching


Hold relax merupakan suatu teknik yang
menggunakan kontraksi isometrik yang optimal dari
kelompok otot antagonis yang memendek, dengan
melawan tahanan dari terapis ke arah berlawanan
(agonis). Dan dilanjutkan dengan fase rileksasi dari
kelompok otot tersebut.Kemudian dilakukan penguluran
otot antagonis (Kisner, 2007).45
Posisi pasien duduk dengan tangan dan telapak
tangan tersangga bantal dan posisi tangan pasien pronasi.
Terapis memfiksasi sendi wirst dan tangan kanan terapis
menggenggam ibu jari kiri pasien dari persendian
carpometacarpal. Terapis kemudian memberi aba-aba
“tahan sebentar” selama 6-8 detik. Pasien rileks.Kemudian
terapis menggerakkan ibu jari pasien ke segala arah
(fleksi, ekstensi, abduksi dan adduksi). Ulangi 5-6 kali
pengulangan.45

2.5.6 Diagnosis Tinosinovitis


Kelainan ini sering ditemukan pada wanita umur
pertengahan.Gejala yang timbul berupa nyeri bila menggunakan
tangan dan menggerakkan kedua otot tersebut yaitu bila
menggerakkan ibu jari, khususnya tendon otot abduktor polisis
longus dan otot ekstensor polisis brevis. Perlu ditanyakan juga
kepada pasien riwayat terjadinya nyeri. Sebagian pasien akan
mengungkapkan riwayat terjadinya nyeri dengan trauma akut
pada ibu jari mereka dan sebagian lainnya tidak menyadari
keluhan ini sampai terjadi nyeri yang lambat laun makin
menghebat. Untuk itu perlu ditanyakan kepada pasien apa

39
pekerjaan mereka karena hal tersebut akan memberikan
kontribusi sebagai onset dari gejala tersebut khususnya pada
pekerjaan yang menggunakan jari-jari tangan. Riwayat penyakit
lain seperti pada rheumatoid arthritis dapat menyebabkan pula
deformitas dan kesulitan menggerakkan ibu jari. Pada kasus-
kasus dini, nyeri ini belum disertai edema yang tampak secara
nyata (inspeksi), tapi pada kasus-kasus lanjut tampak edema
36
terutama pada sisi radial dari polluks. Pada pemeriksaan fisik,
terdapat nyeri tekan pada daerah prosesus stiloideus radius,
kadang-kadang dapat dilihat atau dapat teraba nodul akibat
penebalan pembungkus fibrosa pada sedikit proksimal prosesus
stiloideus radius, serta rasa nyeri pada adduksi pasif dari
pergelangan tangan dan ibu jari.Bila tangan dan seluruh jari-jari
dilakukan deviasi ulnar, penderita merasa nyeri oleh karena
jepitan kedua tendo di atas dan disebut uji Finkelstein positif. 46

Gambar 8. Tampak inflamasi pada tendon sheath dari


kompartemen dorsal pertama (dikutip dari kepustakaan nomor 17)

Tanda-tanda klasik yang ditemukan pada de Quervain’s


syndrome adalah tes Finkelstein positif. Cara melakukannya
adalah dengan menyuruh pasien untuk mengepalkan tanganya di
mana ibu jari diletakkan di bagian dalam dari jari-jari lainnya. Si
pemeriksa kemudian melakukan deviasi ulnar pasif pada
pergelangan tangan si pasien yang dicurigai di mana dapat
menimbulkan keluhan utama berupa nyeri pergelangan tangan
daerah dorsolateral. 36,47

40
Gambar 9. Daerah yang nyeri pada de Quervain’s
syndrome (dikutip dari kepustakaan nomor 17)

Lakukan tes Finskelstein secara bilateral untuk


membandingkan dengan bagian yang tidak terkena. Hati-hati
memeriksa ”the first carpometacarpal (CMC) joint” sebab bagian
ini dapat menyebabkan tes Finskelstein positif palsu.46 Selain
dengan tes Finkelstein harus diperhatikan pula sensorik dari ibu
jari, refleks otot-otot, dan epikondilitis lateral pada tennis
elbow untuk melihat sensasi nyeri apakah primer atau
merupakan referred pain.36

Gambar 10. Tes Finkelstein, si pemeriksa


melakukan deviasi ulnar pasif pada pergelangan
tangan pasien

41
Gambar 11. Tes Finkelstein

Pemeriksaan laboratorium tidak ada yang spesifik untuk


menunjang diagnosis penyakit ini. Kadang dilakukan pemeriksaan
serum untuk melihat adanya faktor rheumatoiduntuk mengetahui
penyebab penyakit ini, tetapi hal ini juga tidak spesifik karena
beberapa penyakit lain juga menghasilkan faktor rheumatoid di
dalam darahnya. 36,46
Pemeriksaan radiologik secara umum juga tidak ada yang
secara spesifik menunjang untuk mendiagnosis penyakit ini. Akan
tetapi, penemuan terbaru dalam delapan orang pasien yang
dilakukan ultrasonografi dengan transduser 13 MHz resolusi tinggi
diambil potongan aksial dan koronal didapatkan adanya
penebalan dan edema pada tendon sheath. Pada pemeriksaan
dengan MRI terlihat adanya penebalan pada tendon
sheath tendon otot ekstensor polisis brevis dan otot abduktor
polisis longus. Pemeriksaan radiologis lainnya hanya dipakai
untuk kasus-kasus trauma akut atau diduga nyeri oleh karena
fraktur atau osteonekrosis. 36

2.5.7 Prognosis Tinosinovitis


Prognosis penyakit ini umumnya baik. Pada kasus-kasus
dini, biasanya berespon dengan baik pada terapi konservatif.
Sedangkan pada kasus-kasus lanjut dan tidak memberikan respon
yang baik dengan terapi konservatif, dilakukan tindakan bedah
untuk dekompresi pada kompartemen dorsal pertama dari
pergelangan tangan. Umumnya berlangsung dengan baik,

42
morbiditas dapat terjadi jika terjadi komplikasi pasca operasi
misalnya adhesi tendo atau subluksasi volar tendon.35

2.6 Definisi Strain Muscular


Muscle strain atau cedera otot adalah kondisi yang terjadi akibat aktivitas
yang membuat otot tertarik lebih dari pada kapasitas yang dimilikinya.
Berbeda dengan keseleo yang merupakan trauma pada ligamen. Muscle
strain terjadi karena gerakan yang dilakukan bersifat mendadak dan atau
terlalu berat. Kejadiannya bisa ringan bisa juga berat sampai dengan
robeknya serabut otot.48

BAB III
KESIMPULAN

A 35 years old housewife is suffering De Quervains Tenosynovitis


with differential diagnosis : Carpal Tunnel Syndrome and Arthritis.
And required supporting investigation.

43
DAFTAR PUSTAKA

44

You might also like