Konflik Poso

You might also like

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 49

Surahman Cinu; Agama, Meliterisasi Dan Konflik (Kasus Poso, Sulawesi Tenggah)

AGAMA,MELITERISASI DAN KONFLIK


(Kasus Poso, Sulawesi Tenggah)
SURAHMAN CINU
E=lpdpsulawesitenggah@gmal.com
UNIVERSITAS TADULAKO

Abstrak

Religious and cultural pluralism in society can initially Posoacculturation establish the values among
migrants with indigenous peoples,on further developments, have taken place between the social
disintegrationAmong of them, as a result of the escalation of conflicts horizontal, for a variety of
interestsgrowing, especially the expansion of economic and political institutions apparatussecurity.
(Military and police) and religious and cultural pluralism imagedas a zone of still volatile, so that the
imaging strengthen.

The existence of a conflict region as a market force.A balanced division of strategic positions in
government withrepresenting Christian and Muslim communities should be governed by clearlocal
regulation and other rules or mechanisms in mind The conflict became a powerful issue.

The security forces should be acting professionally make Indonesia secure and peaceful, the
circulation of the various means of violence, such as firearms and bombs in Indonesia also
business security forces in the conflict zone is security indicators are not handled in a professional
manner. On the other hand required maximum effort and courage attitude of the government,
especially the law enforcement agencies to bring those involved in cases of corruption and military
violence should be given a participation in the strengthening of base- civil basis, such as combating
corruption and strengthening peace program division of tasks and functions of a clear distinction
between the security forces and society civilians can help realize a peaceful ofIndonesia.

Keyword: konflik ,agama, meliter, migrant ,dan penduduk lokal

PENDAHULUAN selanjutnya, yakni apa yang selama ini dikenal


sebagai sistem politik yang merepresentasi
Setiap penilaian terhadap kemung-kinan perjalanan demokrasi..
teradinya proses perubahan sistem politik Demokrasi yang berkembang
dimana militer dan sipil bersaing dipanggung sebelumnya, memposisikan negara sebagai
politik nasional, bergantung pada perspektif institusi politik yang melegitimasi semua
yang digunakan, dalam menjelaskan kepentingan masyarakat. Sistem korporasi
kehadirannya dalam struktur politik di negara menempatkan militer dalam struktur
Indonesia. Militerisme modern ditentukan politik dominan atas sipil. Determinisme
secara kultural sebagai resistensi dari sebuah fungsional, dengan menetapkan hubungan
situasi tak menentu menuju perubahan politik yang bersifat instrumental diantara aktor
ekonomi dan aliansi militer, pada dasarnya

1
AL-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 15 , No. 1 , Januari – Juni 2016

tidak memperlihatkan kecenderungan pada satunya institusi yang memiliki dua fungsi
fenomena politik terbuka dan demokratis. yakni: keamanan dan politik (sosial). Dua
Sebab, meskipun aliansi antara ekonom dan fungsi tersebut mempertegas eksistensinya
para birokrat militer, membuka peluang bagi menguasai sumber daya sosial yang tersedia.
terciptanya sistem yang lebih signifikan, Militer di Indonesia muncul sebagai jawaban
berdasar sifat demokrasi liberal, namun hal itu terhadap posisi Indonesia yang sedang
hanya terjadi bagi berlangsungnya mengalami masa penjajahan, kemudian
mekanisme ekonomi yang tunduk pada logika sistem politik memunculkan doktrin “jalan
pasar bebas, demokrasi politik dan ekonomi tengah” tahun 1950-an dan Dwi Fungsi ABRI
belum tersentuh. Hal itu disebabkan akibat tahun 1960-an. doktrin ini berlaku dalam masa
dari militer memfungsikan diri sebagai penjaga yang berbeda tapi memiliki substansi sama,
status quo, korporasi ekonomi dan politik dominasinya dalam sistem politik dan
dimunculkan sebagai upaya tugasnya sebagai, penjaga pertahanan dan
mempertahankan fungsi-fungsi politik. keamanan.
Pendekatan demikian, menitik beratkan Sebagai institusi yang kokoh, militer
analisisnya pada para pemegang kekuasaan Indonesia dilatar belakangi oleh ideologi yang
riil dalam sistem politik, dengan komprehensif tentang dirinya, juga tentang
mempertimbangkan spesifiknya korporasi bangsanya, Indonesia sebagai negara yang
aparat keamanan dan penguasa sipil. Mereka memiliki dasar falsafah Pancasila, sering
dianggap mengalokasikan berbagai sumber dibatasi oleh persepsi militer tentang situasi
daya sosial guna melegitimasi eksistensinya, negara yang harus dilindungi, hal tersebut
berhadapan dengan masyara-kat. Asumsinya berkaitan dengan posisi negara yang sering
bahwa, corak pasca otoritarianisme dari para ditafsirkan menghadapi ancaman serius. Bagi
penjamin keamanan (militer) terus aparat keamanan (militer khususnya),
berlangsung, dimana sipil meski menjadi ancaman itu muncul terutama dari komunisme
pemegang kedaulatan rakyat, tetapi tidak dan pemisahan terhadap Negara Kesatuan
berarti bahwa, kekuasaan institusi militer Republik Indonesia (NKRI), (kasus terakhir)
sudah termarjinal. lihat misalnya kasus terjadinya kekerasan di
Gelombang militerisasi yang dialami Maluku, yang dikaitkan dengat terpisahnya
Indonesia, agaknya mempertegas bahwa, Timor Lorosae (Timor- Timur) dari Negara
meski kerjasama antara ekonom dan militer Kesatuan Republik Indonesia. (NKRI).
telah berlangsung cukup lama, namun sistem Kekhawatiran yang berlebihan terhadap
tersebut belum mengalami perubahan fenomena yang mereka tafsirkan sendiri,
signifikan, bahkan sebaliknya, otoritarianisme memungkinkan institusi itu mengambil
muncul dalam bentuk dan paradigma baru.. langkah-langkah yang kontra produktif dengan
Aparat keamanan dengan, atau tanpa demokrasi. Melakukan depolitisasi dan
dukungan elit sipil, menguasai sumber daya deideologisasi dalam masyarakat. Robert P.
sosial. Dalam rangka mempertahankan Clark (Fatah, 1999 : ix) mengemukakan
eksistensi institusi tersebut didepan publik bahwa,
politk. “militer merupakan kekuatan yang
Penelusuran sejarah militer signifikan sepanjang paruh kedua abad ke-
mengindikasikan bahwa, institusi ini 20, kekuatan mereka tidak hanya datang
menguasai berbagai sumber daya sosial, dari kekuatan persenjataan belaka, namun
ekonomi, politik dan budaya, sejak rejim Orde basis ekonomi politik yang berhasil mereka
Lama berkuasa, mereka merupakan satu- galang selama berkuasa atau ikut serta

2
Surahman Cinu; Agama, Meliterisasi Dan Konflik (Kasus Poso, Sulawesi Tenggah)

berkuasa. Di atas basis-basis ekonomi bentuk-bentuk demokratisasi dikendalikan


politik inilah, militer berhasil melakukan oleh negara, dimana sipil dan militer
konsolidasi kekuatan sebagai sebuah bekerjasama. Ketepatan, pengalaman
“partai politik” dengan memakai institusi politiknya dan dominasi atas sumber daya
politik sipil seperti Golongan Karya (Golkar) sosial, membuat mereka mampu mengontrol
untuk memperoleh legitimasi dari sistem politik yang sedang berlangung.
masyarakat”. Kekuatan militer dalam sistem politik
Apakah menghadapi situasi politik, Indonesia ke depan, posisinya masih cukup
militer Indonesia cenderung berlaku tidak diperhitungkan, tuntutan dihapuskannya peran
demokratis ?. Kecenderungan untuk bersifat a sosial politik mereka, merupakan hal yang
politik sangat sering terjadi, apalagi ketika sulit. sebab peran tersebut muncul bersamaan
gugatan terhadap eksistensi mereka dengan perjuangan kemerdekaan Indonesia.
dimunculkan. Terdapat beberapa momentum Hal ini dipakai sebagai alasan historis, meski
mereka mengarahkan massa melakukan tidak pernah mengemuka, walaupun sejarah
gugatan terhadap status quo, namun hal itu kelam mereka juga memberi warna bagi
terkait dengan eksistensi mereka dalam perjalanan kehidupan politik Indonesia,
sistem politik. Pergantian rejim, dari Orde Baru penerapan sistem politik yang otoriter pada
ke Orde Reformasi menunjukkan hal itu. saat Orde Baru berkuasa. Berbagai tuntutan
Perubahan bentuk otoritarianisme politik agar insitusi itu dihapuskan peran politiknya,
yang didominasi oleh militer, nampaknya akan mengkondisikan mereka agar tetap bertahan,
mengalami pergeseran kearah demokrasi, berbagai peristiwa sosial juga mengitari
terlihat ketika rejim Orde Baru di bawah tuntutan tersebut, signifikansi bagi peran
kekuasaan Soeharto dipaksa turun melalui mereka sangat menonjol.
momentum 21 Mei 1998. Institusi ini Kenyataan bahwa Militer belum
cenderung membiarkan situasi demikian sepenuhnya menerima gagasan tentang
berlangsung.Penguasai Militer (Soharto) penghapusan hak-hak politiknya, dapat dilihat
dengan alsan konstitusi digantikan oleh sipil dalam perspektif hubungan sipil-militer. Artinya,
(Hbibie) Demokrasi tampaknya tidak bisa bagaimana kontrol yang dilakukan oleh pihak
dielakkan bakal hadir di Indonesia. Bahkan sipil terhadap militer, sebaliknya, bagaimana
Habibie harus menumpang gelombang pengakuan sipil terhadap otoritas yang selama
demokratisasi agar tetap bisa berkuasa. ini di pegang atau minimal yang menjadi
Masa peralihan pemerintahan tersebut, bidang militer. Hal lain yang dapat dilihat
Militer tidak memiliki pilihan lain, kecuali menyangkut posisi sipil – militer, sejauhmana
beraliansi dengan sipil agar tidak tercerabut dri pihak sipil mampu mengurangi hak prerogatif
dari posisinya, dilain pihak pemerintahan sipil militer dalam urusan politik dan ekonomi,
diuntungkan, sebab ia melakukan dukungan demikian pula dengan militer dalam kaitannya
politik, sekalipun masih bersifat sementara. dengan otoritas ekonomi politik mereka.
Terlihat ada kerjasama antara sipil dan militer,
yang berupaya melakukan proses politik
demokratis, hal tersebut itu akibat adanya Konflik dan Integrasi.
desakan massa. Fenomena politik yang Seorang pemikir tentang teori-teori
berjalan sangat cepat demikian, menurut sosial, Ibnu Khaldun (1377) mengatakan
Huntington (1991) sebagai sebuah model bahwa, agama memiliki pengaruh terhadap
transformasi menuju demokrasi dengan kekuasaan negara ”Jika konflik berlangsung
melalui jalan dari atas. Kecepatan gerak dan dalam tatanan kekuasaan maka negara akan

3
AL-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 15 , No. 1 , Januari – Juni 2016

menjadi lemah cepat hancur dan musnah” ”Untuk meniadakan pertentangan cukuplah
(Khaldun, 1962 : 41). Teori politik Khaldun setiap orang mengetahui bahwa kezaliman
menghendaki, bahwa kekuasaan hanya dapat diharamkan atasnya berdasarkan hukum
dipegang oleh satu orang atau kelompok akal. Dengan demikian dugaan mereka
politik saja yang mengndalikan pemerintahan, (sebagian filosof/ilmuan) bahwa
jika banyak orang atau kelompok maka akan pertentangan hanya mungkin dengan
dapat bermuara pada kehancuran dalam adanya syariat disatu sisi dan kedudukan
pemerintahan tersebut” (Khaldun 1962 : 22- iman disi lain tidaklah benar. Pertentangan
230). Analisis tersebut hubungannnya dengan itu dapat dilenyapkan baik dengan adanya
kekuasaan tunggal, dimana kepala kekuatan para pemimpin atau usaha rakyat
pemerintahan memiliki otoritas kuat menata menjauhkan diri dari pertikaian dan saling
negara, memungkinkan munculnya satu berlaku zalim, maupun dengan adanya
bentuk kekuasaan absolut dimana wewenang jabatan iman tersebut. Dengan demikian
pemerintahan (negara) berbasis pada dalil aqli (akal) yang didasarkan pada
legitimasi tersebut. premis itu tidak tahan uji maka dengan itu
Persoalan kemudian muncul, ketika teranglah keharusan adanya iman
otoritas kekuasaan absolut dimana lakon diindikasikan oleh syariat melalui
politik otoritarian melegitimasi hak-haknya. konsensus atau ijma.”
Sebuah kekuasan yang dipegang tanpa batas Perspektif tersebut memberi gambaran
dengan kewenang yang tidak jelas, dapat bahwa, kepemimpinan dengan wewenang
membawa struktur pemerintahan yang otoriter otoritas begitu kuat dapat saja berlangsung,
dan hilangnya kemerdekaan politik saat akal budi (nilai-nilai moral agama) menjadi
masyarakat.Dalam sistem politik dimana perangkat yang memiliki kemampuan
masyarakat terpetakan dalam realitas yang mengontrol mekanisme politik yang sedang
plural, dengan sendirinya membuka ruang berlangsung. Agama beserta ajaran-ajaran
luas bagi setiap komponen sosial melakoni moral ikut berinteraksi. Hanya saja realitas
sistem politik partisipatoris, penempatan ruang agama dalam konteks sosiologi, seringkali
politik dengan sistem otoritarian kondusif pada menjadi alat legitimasi bagi munculnya sistem
struktur masyarakat plural, karena itu sistem politik yang menzalimi (menindas). Perspektif
politik yang memposisikan publik memiliki Khaldun menjadi agak sulit analisisisnya ketika
ruang kontrol bagi jalannya kekuasaan lebih sistem sosial dalam masyarakat majemuk,
memiliki alasan argumentatif. dimana terdapat berbagai kepentingan
Fenomena konflik tanpa kekerasan ekonomi politik dan budaya saling berintegrasi.
dianggap memiliki argumentasi kuat bagi Analisis konflik dalam penelitian ini, lebih
realitas masyarakat plural. Uraian tentang teori bertumpu pada pemikiran dan perspektif teori
politik Ibnu Khaldun (2000 : 238) yang Barat, sebab belum ditemukan sebuah
merepresentasi lakon kekuasan tunggal alternatif pemikiran yang lebih Timur. Analisis
hendaknya dipahami sebagai alternatif bagi konflik selama ini lebih bertump,u terutama
bangunan teori yang lebih mengedepankan pada dua bangunan grand theory Karl Marx
akal budi (agama) sebagai penyerta. Sebab, dan Lewis A. Coser walaupun disadari bahwa
menurut Klaldun bahwa hakekat agama perspektif demikian sebagaimana kata Juhaya
mampu mengantarkan manusia kejalan S. Praja (2000 : 45) bahwa :
kebenaran sehingga dapat mempersatukan ” Menurut aliran teori konflik masyarakat
tujuan manusia. Selanjutnya ia yang baik dan sehat adalah masyarakat
mengemukakan bahwa yang hidup dalam situasi konfliktual.

4
Surahman Cinu; Agama, Meliterisasi Dan Konflik (Kasus Poso, Sulawesi Tenggah)

Masyarakat yang berada dalam memahami fenomena tadi. Kaum Hegelian


keseimbangan (equlibrium) dianggapnya memandang konflik sebagai upaya
sebagai masyarakat tertidur dan berhenti masyarakat mempertahankan harmoni baik
dalam proses kemajuan. Karena konflik dengan in grroup maupun pada out group”.
atau bentrokan sosial dianggapnya sebagai Ilmuan Marxis memahami, bahwa
kekuatan utama dari perkembangan konflik adalah tindakan sosial masyarkat untuk
masyarakat yang ingin maju ketahap-tahap mempertahankan eksistensi in group terhadap
yang lebih sempurna. Dalam kontek ini out group, sebab sebagaimana dalam
pengaruh perilaku agama yang dianggap perspektif Marx klasik, bahwa sejarah
memiliki ”daya disintegratif” menjadi positif. peradaban manusia ditandai oleh sifat-sifat
”Manusia atau masyarakat dalam kelas yang saling memakan satu dengan
perspektif Marxian dipahami sebagai lainnya, manusia selalu dituntut menjaga
sebuah proses perkembangan eksistensi kelasnya, karena sejarah
menyeleasikan konflik melalui mekanisme peradaban manusia adalah sejarah
konflik pula” (Cambell, 1999 : 134). Konflik perjuangan kelas dimana konflik menjadi jalan
adalah mekansme yang mendorong suatu utama mempertahankan eksistensi in group.
perubahan hubungan antar konflik dan Pemikiran Marxis klasik demikian telah
perubahan cenderung menjadi satu poses dikritisi oleh beberapa ilmuan sosial yang
yang berlangsung dengan sendirinya terus muncul belakangan Lewis A Coser
menerus” (Lauer, 1993 : 287-290) Konflik membedah Marx dengan menggabungkan
sesungguhnya memiliki kaitan erat dengan dua kubu yang bertentangan, Coser
perubahan sosial masyarakat. Para ilmuan memahami, bahwa beberapa susunan
sosial menganalisis dan memakai konflik struktur merupakan hasil dari konsensus,
dan perubahan merupakan dua entitas sebuah proses yang sering ditonjolkan oleh
yang saling berhubungan dan melengkapi, mereka yang berasal dari kubu fungsional
sebagaimana kata Dahrendorf (1993 struktural. Sementara disisi lain, Coser tidak
:281).bahwa ”tampak adanya hubungan mengabaikan begitu saja adanya proses lain
erat antara konflik dan perubahan” yang melalui jalan konflik sosial. Meski Coser
menekankan bahwa struktur sosial dapat
Pemikiran tentang konflik dan bertahan sebagai akibat dari proses konflik
perubahan sosial tidak saja diminati oleh dalam masyarakat. Konflik merupakan bentuk
ilmuan Marxian, juga mereka yang berasal interaksi dimana tempat, waktu serta intesitas
dari kubu Hegelian, seringkali memakai dan lain sebagainya tunduk pada perubahan,
perspektif tersebut dalam menjelaskan realitas konflik positif membantu struktur sosial.
sosial masyarakat. Max Weber mengatakan sebaliknya saat konflik terjadi secara negatif,
bahwa ”konflik adalah sebuah bentuk akan memperlemah struktur sosial
hubungan yang didalamnya mengandung masyarakat.
tindakan yang sengaja diarahkan untuk Coser membagi konflik dalam dua jenis
melaksanakan kehendak sipelaku sendiri yaitu, in group dan out group in group lebih
untuk melawan serangan partai atau partai- ditekankan pada konflik yang terjadi diantara
partai lain” (Cambell, 1999 : 211) meski dua internal kelompok masyarakat, selanjutnya
teori sosial yang berbeda kutub tersebut menurut Coser (Poloma 2993 : 108).
secara bersamaan memposisikan konflik ”didalamnya mengandung unsur-unsur
sebagai satu realitas, namun terdapat positif, sebab fenomena tersebut
perbedaan substansial diantara mereka dalam menurutnya, akan mambawa in group

5
AL-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 15 , No. 1 , Januari – Juni 2016

kedalam struktur kelompok yang lebih potensi yang diperebutkan terbatas,. Fisher
kokoh, sementara konflik yang terjadi diluar dkk berpendapat bahwa salah satu potensi
kelompoknya (out group) juga memiliki penyebab konflik adalah terjadinya ketidak
fungsi positif sebab akan memperkuat setaraan dan ketidak adilan. Selanjutnya ia
basis pada masing-masing in group ” mengatakan bahwa : (2001 : 8-9).
”Konflik dapat disebabkan oleh (1).
Fenomena konflik tidak sekedar polarisasi yang terus terjadi, ketidak
dipahami sebagai jalan menuju perpecahan percayaan dan permusuhan dalam
an sich, beberapa ilmuan sosial menekankan kelompok masyarakat ; (2). ketidak
bahwa konflik pada dasarnya membawa selarasan posisi dan perbedaan
masyarakat ke arah perubahan struktur sosial pandangan ; (3). tidak terpenuhinya
yang lebih kokoh dan tidak sedikit kebutuhan ; (4). keterancaman identitas
menghasilkan integrasi antar warga, atas peristiwa masa lalu yang tidak
Duverger(1998 :251) mengatakan bahwa terselesaikan ; (5). ketidak cocokan
”konflik dan integrasi bukalah dua aspek yang budaya; (6). ketidak setaraan dan
kontradiktif keduanya saling melengkapi” ketidak adilan”.
Analisis konflik dari Coser lebih dilihat dalam Sementara itu Tajudin mengatakan
konteks integrasi dan penguatan basis struktur bahwa konflik dapat juga disebabkah oleh
dalam in group. Untuk analisis ini, agak sulit ”perbedaan persepsi, pengetahuan, tata nilai,
menganalisis perspektif yang dia bangun, kepentingan,dan pengakuan hak kepemi-
pada kubu mana dia diposisikan, sebab, dua likan” (Adimihardja 2000 ; 59).
analisis utama yang dikembangkan oleh
Coser bersentuhan dengan perspektif bahwa,
susunan struktur merupakan hasil persetujuan Metode Penelitian
dan dan konsensus dimana proses tersebut Penelitian ini menggunakan pendeka-
sangat ditekankan oleh kaum struktural tan kualitatif. sebagai prosedur penelitian,
fungsional sementara ia juga menunjuk sebagaimana dikemukakan Bogdan dan
sebuah proses lain, yaitu konflik sosial yang Tailor bahwa ”menghasilkan data deskriptif
merupakan bangunan teori utama kaum berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
Marxin. Terutama pada Marxis klasik. Hal itu orang atau pelaku yang dapat diamati”
dapat terpetakan, jika Coser dalam analisis (Moleong 1999 : 2-3) Garna (1999 : 29)
selanjutnya, berupaya memetakan proses mengatakan bahwa ”pendekatan kualitatif
terjadinya konflik tidak selalu dipahami adalah untuk mencari kebenaran relatif, ”
sebagai upaya mempertahankan struktur sementara itu Chadwick et.al (1988 : 235)
sosial. Fenomena konflik berkaitan erat mengatakan bahwa ”penelitian kualitatif
dengan proses kepentingan yang lebih luas mengacu pada strategi penelitian observasi
dalam masyarakat, apakah ia berada dalam partisipan dan wawancara mendalam yang
kelompoknya (in group maupun diluar bertujuan untuk memahami aktivitas yang
komunitasnya, out group) sebab dalam diselidiki yang memungkinkan peneliti
struktur sosial in group seringkali individu mempeoleh informasi dari tangan pertama
memakai kelompoknya untuk mencapai tujun- mengenai masalah sosial empiris yang
tujuan ekonomi politik. hendak dipecahkan”. Pendekatan kualitatif
Individu masyarakat memiliki memiliki perspektif ganda yang peneliti
kepentingan yang sama atau berbeda dalam membangun perspektif demikian berdasarkan
proses perebutan sumber daya, sementara analisis lapangan.

6
Surahman Cinu; Agama, Meliterisasi Dan Konflik (Kasus Poso, Sulawesi Tenggah)

Pendekatan kualitatif dipakai dalam akibat yang diteliti senantiasa mengacu dan
penelitian ini berdasarkan pada pertimbangan berpatokan terhadap research guide tersebut”
yang secara signifikan mempengaruhi (Soewardi 2004 : 168).
penajaman substansi penelitian.
Pertimbangan itu adalah: Metode kualitatif Fenomena Konflik : Kasus Poso
menyajikan secara langsung hakikat Konflik Poso dalam episode kelima,
hubungan antara peneliti dan informan, obyek terjadi pada 3 Desember 2001 yang ditandai
dan subyek penelitian bersentuhan langsung. dengan sebuah peristiwa pertempuran sengit
Metode kualitatif lebih tepat dipergunakan saat dari dua kelompok yang berseteru, medan
penelitian berhadapan dengan fenomena perang dipilih di wilayah Poso pesisir. Dalam
ganda, dalam studi ini, yang diteliti adalah episode ini penggunaan simbol-simbol agama
masalah konflik yang memiliki perspektif begitu menonjol, lebih kuat dari konflik jilid
ganda Kemudian, ”Penelitian kualitatif ketiga yang juga mengusung agama sebagai
dianggap peka, tajam dan mampu perekat dalam konsolidasi diantara kelompok-
menyesuaikan diri dengan banyak penajaman kelompok yang bertikai.
pengaruh terhadap pola-pola nilai yang Awalnya, konflik jilid lima dipicu oleh
dihadapi” (Moleong 1999 : 5). sebuah ledakan oleh pelaku yang sampai saat
Pendekatan kualitatif merupakan sistem ini belum teridentifikasi, dia melepaskan
perangkat kerja dalam menggali, menguji dan tembakan ke arah desa Tabalu yang
membentuk teori, penelitian kualitatif berpenduduk mayoritas Islam, sebuah desa
menghendaki adanya kenyataan sebagai yang berbatasan dengan desa Betalembah
keutuhan yang tidak dapat dipahami jika dengan penduduk yang berbasis Kristen.
dipisahkan dari konteksnya. Oleh sebab itu, Tembakan tersebut kemudian dilayani oleh
Peneliti mengambil tempat pada keutuhan penduduk yang beragama Islam dan dengan
dalam konteks dari fenomena yang ada, yang bantuan dari Laskar Jihat (FKAW) Pasukan
selanjutnya dalam penelitian deskripsi analitik, Muslim melakukan penyerangan ke desa-
mempelajari masalah dalam masyarakat, yaitu desa yang memiliki basis penduduk Kristen,
tata cara yang berlaku serta situasi tertentu, seperti, Sanginora, Bisalemba, Patiwunga dan
kegiatan, sikap, pandangan serta proses yang Tangkura. Penyerbuan itu dilakukan secara
terjadi, sekaligus suatu pengaruh dari sistematis dan terencana tidak seperti
fenomena. Pendekatan deskriptif analisis penyerangan yang terjadi sebelumnya. Dan
mendeskipsikan dan memberikan penjelasan membuat warga di desa- tersebut lari
tentang fenomena yang ada, yaitu bagaimana mengungsi ketempat-tempat aman.
situasi, kegiatan, proses dan pengaruh yang Penyerangan oleh kelompok Muslim
menjadi obyek penelitian. dengan bantuan penuh dari kelompok Laskar
Penelitian ini tidak secara khusus Jihat (FKAW) berlangsung dua hari dan
melakukan uji hipotesis, namun dimaksudkan berhasil menundukkan desa-desa tersebut,
untuk mengukur dengan cermat bagi Keberhasilan kelompok Muslim kemudian
fenomena sosial tertentu. ”Peneliti mengilhami mereka untuk kembali melakukan
mengembangkan konsep dan menghimpun penyerbuat dengan cara bergerilya memasuki
fakta, tetapi tidak melakukan pengujian wilayah yang berpenduduk mayoritas Kristen.
hipotesis (Singarimbun ed. 1995 : 4-5). Dua desa di kecamatan Lage, yakni Sepe dan
Hipotesis kerja yang dirumuskan dalam Silanca menyusul dikuasai, kedua desa
penelitian ini difungsikan sebagai pemandu tersebut mengalami kerusakan parah.
penelitian, dalam arti, ”fenomena sebab -

7
AL-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 15 , No. 1 , Januari – Juni 2016

Berbagai pertempuran dan salah seorang informan bernama Hasan


penyerangan kemudian terjadi desa-desa mengatakan :
menuju arah Tentena, perlahan-lahan dikuasai “ berjalan-jalan di Poso apalagi pada malam
oleh Kelompok Muslim dan laskar Jihad. hari harus lebih berhati-hati desa kami aman
Penyerbuan sebagai upaya masuk dan (Sintuwulemba) saat malam kami
menguasai Tentena basis Krsiten ketika melakukan ronda (siskamling) masyarakat
pasukan Muslim telah mendekati daerah itu, baik yang Kristen maupun yang Islam
menurut rencana Laskar Jihad dan kelompok ditambah dengan aparat keamanan
Muslim Poso akan menduduki Tentena bergabung untuk jaga malam, meski
bersaman dengan waktu perayaan Hari Raya suasananya aman – aman saja, namun
Idul Adha, mulai pukul 21.00 malam masyarakat sudah
Peristiwa tersebut tidak terjadi, akibat takut untuk keluar malam mereka
pasukan keamanan berhasil mencegah dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan,
menyuruh mereka tidak memasuki wilayah itu. apalagi di desa tetangga kami, sekitar dua
Sekali lagi tekanan internasional terhadap kilo meter dari rumah ini (rumah Hasan. pen)
pemerintah Indonesia memberi kontribusi beberapa waktu lalu (November 2005) telah
cukup signifikan dalam mencegah masuknya terjadi pembunuhan tiga orang murid
pasukan Muslim di Tentena. Sama dengan Sekolah Menengah Atas”1.
Poso, Tentena juga yang merupakan wilayah Hasan adalah sopir di salah satu
“status quo” komunitas Kristen, tidak berhasil perusahaan angkutan umum di Poso selain itu
dimasuki oleh pasukan Muslim. ia juga ikut aktif dalam berbagai kegiatan
Konflik dan kekerasan di Poso, dari perdamaian dan pengusutan kasus korupsi
episode jilid satu yang dimulai Desember 1998 yang berhubungan dengan konflik Poso.
sampai dengan episode jilid lima juga terjadi Fenomena Hasan sesungguhnya
pada bulan Desember tahun berbeda, 2001, mengindikasikan, bahwa di Poso telah terjadi
kurun waktu yang cukup lama (tiga tahun), perkembangan signifikan tentang partisipasi
telah mempora-porandakan infras-truktur masyarakat dalam hal keamanan dan
masyarakat, seperti, pemukiman masyarakat, perdamaian. Masyarakat antusias dengan
rumah-rumah ibadah yang menjadi simbol berbagai perisiwa yang berkaitan dengan
agama, bangunan sekolah Namun yang lebih kekerasan dan isu-isu korupsi. Hasan meski
parah adalah rusaknya suprastruktur sebagai masyarakat biasa, ia terlibat aktif di
masyarakat Poso, yang telah sekian tahun berbagai aktivitas kemanusiaan di Poso.
dibangun berdasarkan semangat bahkan menurut Samsuri2,, “ia salah satu
kekeluargaan, sintivu maroso, seperti jalinan anggota kami yang paling vokal
hubungan yang erat, dengan berbagai mempersoalkan kasus-kasus korupsi
momentum keagamaan tanpa pilih, mereka kaitannya dengan konflik di Poso”3.
saling mengunjungi, bersilaturrahmi, saling Korupsi bagi sebagian masyarakat Poso
memberi perhatian dan kasih sayang diantara dianggap sebagai salah satu penyebab terjadi
mereka. dan lestarinya konflik, Korupsi, meski bukan
Bersamaan dengan hancurnya satu-satunya penyebab konflik, saat ini telah
infrastruktur masyarakat Poso, juga ikut rusak menjadi persoalan tersendiri. Sangaji
suprastrukturnya, yang terjadi pasca konflik
1
dan kekerasan adalah munculnya sikap saling 2
Wawancara di Poso tanggal 30 Nevember 2005
curiga diantara sesama masyarakat, Sikap Samsuri adalah anggota Forum Studi Masyarakat
Sipil Poso
saling curiga tersebut, terasa begitu kental 3
Wawancara di Poso tanggal 2 Desember 2005

8
Surahman Cinu; Agama, Meliterisasi Dan Konflik (Kasus Poso, Sulawesi Tenggah)

mengatakan bahwa “pihak yang memiliki komprehensif karena dasar masalahnya


kaitan dengan dana KUT tersebut, menyulut ekonomi politik bukan etnoreligi”4
kerusuhan sebagai strategi menutupi Masyarakat melihat konflik yang ada,
korupsinya” (Kompas 31 M1 2005) demikian terbagi atas dua pandangan. Yaitu pertama
pula dengan dana kemanusian bagi para memahami bahwa, konflik yang terjadi
pengungsi, juga diindikasikan terjadi sebagian besar disebabkan oleh adanya
penyelewengan, pelaku korupsi disamping korupsi KUT dan dana kemanusiaan5,.
orang pemerintahan, juga dari pihak swasta Sementara yang lain menilai bahwa aparat
(pengusaha). Indikasi kearah itu makin jelas, keamanan lebih kontributif bagi terjadinya
ketika beberapa orang yang terkait dengan kekerasan. Pandangan yang terakhir juga
dana kemanusiaan tersebut, ditahan. menilai bahwa konflik memiliki kaitan dengan
Lestarinya konflik komunal Poso gugatan terhadap eksistensi TNI.dalam bisnis
memiliki beberapa penyebab, dan telah dan politik.Kajian tidak terfokus pada penilaian
terakumulasi sedemikian rupa, isu perebutan pertama. Isu kedua meski diungkap, namun
kekuasaan di aras lokal dan nasional, isu dana lebih diarahkan pada persoalan penguasaan
korupsi Kredit Usaha Tani (KUT) dan kuatnya sumber daya sosial yang merupakan kajian
program sipilisasi, yang menuntut agar militer utama penelitian ini.
kembali menjalankan fungsi-fungsi Konflik jilid satu sampai dengan jilid lima,
keprajuritan dan meninggalkan kancah bisnis telah berlangsung, dampak kemanusiaan
dan politik, sementara adanya ketimpangan yang ditimbulkan begitu besar.. Berbagai
ekonomi antar masyarakat asli dan kaum ekses terjadinya kekerasan, telah menimpa
migran merupakan pemicu bagi eskalasi masyarakat di Poso, banyak korban
konflik yang lebih besar. semuanya berjatuhan, jiwa, harta benda (materil) beban
terakumulasi dan dianggap sebagai penyebab psikologis dan masa depan anak anak Poso
awal dan lestarinya konflik Poso. Arianto yang sampai saat ini belum sepenuhnya pulih,
Sangaji mengatakan bahwa : terutama bagi para korban kekerasan.
“ Konflik Poso tidak bisa direduksi sekedar Konflik jilid pertama merupakan ajang
sebagai kekerasan etnoreligi dimana awal pertarungan dua komunitas yang
agama dan suku dijadikan sebagai dasar berbeda agama, setelah terjadinya peristiwa
untuk melakukan kekerasan, saya pertama, Poso kemudian dilanda konflik
mengakui bahwa kekerasan Poso boleh secara beruntum sampai pada episode jilid
disebut dengan dimensi yang penuh lima, dengan berbagai peristiwa kekerasan
dengan dimensi ekonomi politik, agama yang terjadi, sampai akhirnya terbit instruksi
dan suku memang dipakai, tapi dipakai Presiden (Inpres) No. 14 tahun 20056 tentang
bukan satu tujuan, tapi sebagai alat untuk langkah-langkah komprehensif penanganan
mengeksploitir untuk menggalang masalah Poso. Inpres ini ditujukan pada 14
dukungan melakukan kekerasan. Oleh lembaga pemerintahan, mulai dari Menteri
karena itu penyelesaian terhadap Koordinator Bidang Politik, Hukum dan
kekerasan Poso yang dilakukan dengan Kemanan sampai pada Bupati Kabupaten
pendekatan rekonsiliasi antara kedua belah
pihak menurut saya, tidak cukup untuk 4
Wawancara di Palu tanggal 10 Desember 2005
menyelesaikan konflik Poso secara 5
Lebih jauh lihat Damanik, Rinaldi, Tragedi Kemanusiaan
Poso Menggapai Surya Pagi Melalui Kegelapan
Malam. PBHI,Yakoma, CD Bethesda 2003.
6
Lihat lampiran tentang Instruksi Presiden NO. 14
tahun 2005

9
AL-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 15 , No. 1 , Januari – Juni 2016

Poso, dengan memuat tiga perintah, yaitu, dengan muatan ekonomi politik. Sebagai
pelaksanaan percepatan penanganan mana dijelaskan sebelumnya bahwa, awal
masalah Poso melalui langkah-langkah konflik dipicu oleh kepentingan politik antara
komprehensif, terpadu dan terkoordinasi, beberapa kelompok elit yang berbeda, tapi
Kedua, menindak secara tegas setiap memiliki kepentingan serupa, isu ekonomi
kasus kriminal, korupsi dan teror serta dalam arti macetnya Kredit Usaha Tani pada
mengungkap jaringannya. Terakhir, memuat pemerintahan ikut memperkuat konflik.
upaya penanganan masalah Poso dengan sementara, demi perluasan eskalasi konflik,
tetap memperhatikan Deklarasi Malino yang maka beberapa broker konflik bekerja dengan
berlangsung tanggal 20 Desember 2001 di mengusung isu, terjadi ketimpangan sumber
Malino Sulawesi Selatan 7 daya sosial (ekonomi) antara masyarakat asli
Setelah kejadian tahun 2000, yang dengan masyarakat migran.
menandai berakhirnya konflik jilid empat, Fenomena demikian memperkuat dan
fenomena konfik telah bergeser, dari mengkonsolidasi masyarakat melakukan
peperangan secara terbuka, ke kejadian yang mempersipkan konflik agar lebih meluas,
berlangsung secara tersembunyi, seperti ditambah lagi dengan karakteristik masyarakat
adanya pembunuhan, dengan cara biasa dan dua komunitas agama berbeda
mutilasi, penembakan misterius. Kejadian mempersepsikan dan memakai simbol-simbol
tersebut menandai pergeseran konflik di Poso agama sebagai perekat bagi masing-masing
ke wilayah yang lebih meruncing, Melibatkan in group. Namun demikian tidak berarti
negara (pemerintah dengan masyarakat sipil). masyarakat sipil dalam berkonflik berdiri
Banyaknya senjata api yang beredar di sendiri, beredarnya alat-alat kekerasan, seperti
masyrakat saat konflik maupun pasca konflik, senjata api, amunisi dan bom yang beredar
mengindikasikan terdapat jaringan kuat yang luas di masyarkat di dua komunitas yang
bekerja dalam rotasi konflik, dengan cara bertikai, mengindikasikan negara beserta alat-
mempertemukan dua komunitas agama alat represinya memiliki peran signifikan dalam
berbeda yang telah terkondisilan oleh konflik Poso. Arianto Sangaji mengatakan
perasaan psikologi, kemarahan, dimana bahwa :
selanjutnya, dua kelompok tersebut ditata ”Aparat keamanan sebetulnya bisa dengan
secara sistematis, melakukan pergerakan mudah melacak dari mana senjata api itu
konflik atas nama dan simbol agama. Uraian kalau mau melakukannya, PT Pindad
tentang peristiwa konflik yang sengaja mudah sekali melacak, tapi kita tidak
dipaparkan dalam bentuk narasi, tanpa pernah melihat itu, menurut saya, ini salah
sentuhan analisis mendalam dan teoritik, satu indikasi bahwa tampaknya ada satu
dimaksudkan sebagai upaya pemahaman bentuk operasi intelijen yang tertutup, rapi di
secara apa adanya. bawah yang menyuplai senjata dan
Berbagai gejala yang terjadi sejak awal, amunisi kepada warga yang bertikai, soal
atau saat berlangsungnya konflik, memberi lain yang berkaitan dengan kepentingan
gambaran bahwa kekerasan di Poso meski institusional dan operasional dari aparat
dipermukaan nampak sebagai konflik keamanan” 8
etnoreligius, namun sesungguhnya sarat Fenomena konflik di Poso memakai dua
model yakni, distribusi dan informasi. intraksi
7
Dokumen Sekretariat Kabinet Republik Indonesia terjadi disepanjang jalan poros Trans
2005 : 1-2
8
Wawancara di Palu tanggal 10 Desember 2005

10
Surahman Cinu; Agama, Meliterisasi Dan Konflik (Kasus Poso, Sulawesi Tenggah)

Sulawesi, dimana Poso merupakan daerah pengumpulan dukungan, agama dipakai


yang dilalui kendaraan yang melintas dari arah sebagai perekat untuk memperluas pengaruh
selatan maupun tengah Sulawesi. Intensitas karena dianggap efektif untuk itu. Di Poso
perkelahian yang terjadi sejak bulan Mei 2000 banyak terdapat organisasi keagamaan
dan selanjutnya dimulai dengan modis lama. demikian, juga di luar Poso, dan Sulawesi
Persoalan-persoalan kepentingan Tengah, sementara infrastruktur politik masih
penguasaan sumber daya politik, minimal cukup lemah dipakai untuk mengatasi
terjadi keseimbangan kekuatan dalam struktur semangat berkonflik.
pemerintahan yang merepresentasi dua Jaringan agama dan budaya jauh
kelompok, terjadinya transformasi moda melakukan lompatan melampaui wilayah
produksi dari sistem feodalisme yang kabupaten Poso, Kelompok Kristen memiliki
didominasi oleh masyarkat asli ke moda kontak dengan jaringan, memperjuangkan
produksi kapitalisme lokal yang dikuasai oleh bantuan bagi gereja yang musnah terbakar.
kaum migran, merupakan isu perekat sebelum Kelompok ini memiliki jaringan internasional
berbagai sumber daya ikut berinteraksi, termasuk dalam kongres Amerika Serikat,
berdasarkan kepentingan masing-masing. mereka memiliki kemudahan masuk dalam
Dalam hal distribusi dan informasi Ketika institusi tersebut, guna menyusun laporan
perkelahian terjadi, solidaritas kelompok (etnis mengenai situasi terakhir di Poso. Februari
dan agama) terkonsolidasi dengan 1999, terjadi dengar pendapat antara kongres
menempuh beberapa cara, seperti Amerika Serikat dengan kelompok ini. Dipihak
penyebaran isu dengan simbol-simbol Islam pada tahap awal belum terbentuk
keagamaan, isu ketimpangan ekonomi antar jaringan baik nasional maupun internasional.
pendatang yang secara relatif makmur, Mekanisme penting dalam proses
dengan masyarakat asli yang tertinggal. Dua perluasan eskalasi konflik adalah dalam hal
isu ini kemudian membangkitkan sikap heroik pengenalan ciri-ciri yang khas masing-masing
(kepahlawanan) dari tokoh-tokoh agama dan komunitas. Para pelaku diberbagai tempat dan
etnis di desa yang berani tampil suasana, saling mengidentifikasi diri guna
mempertaruhkan jiwanya demi kepentingan menentukan langkah untuk aksi bersama.
yang dibela. Identifikasi sebagai Muslim atau Kristen
Konflik Poso pada jalur kedua, yaitu dianggap sebagai syarat utama dalam proses
informasi wilayah-wilayah yang sebelumnya “perjuangan kepentingan” sementara identitas
tidak saling berinteraksi menjadi terhubungi. lain, seperti suku, etnis dipilih sebagai sebagai
Jaringan telah terbentuk antara penduduk alternatif.. Bagi beberapa pelaku dijadikan
desa dengan kelas menengah Kota. yang sebagai pertimbangan dan menjadi latar
terkait persoalan birokrasi, Jaringan kemudian belakang lobi. Agama yang dijadikan sebagai
meluas lebih jauh merambah ke berbagai alternatif perekat jelas, memiliki pertimbangan
wilayah yang sebelumnya tidak berinteraksi. khusus, bahwa institusi tersebut mampu
Para perantara birokrasi memainkan peran membuka ruang lebih luas guna membangun
cukup signifikan dalam pembentukan jaringan koalisi, apakah sifatnya permanen atau
tersebut. sejenak.
Sesungguhnya mereka yang bertarung Tanah dan berbagai penguasaan
dalam perebutan kekuasaan bukan orang- sumber daya sosial lain dianggap sensitif
orang yang mempersoalkan agama, namun mendampingi isu-isu agama guna pelebaran
ketika kelompok yang bekerja dikalangan konflik, awalnya memang belum menjadi isu,
mereka, seperti pelobi, telah melakukan namun belakangan dilibatkan karena

11
AL-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 15 , No. 1 , Januari – Juni 2016

dianggap efektif menjelaskan realitas bangun menimbulkan banyak persoalan


masyarakat Poso pedesaan. Sebab bagai- kaitannya dengan struktur yang berubah.
manapun, pragmatisme petani (orang desa) Institusi ini diharapkan oleh masyarakat
dapat tertrasformasis menjadi reaktif ketika mampu merefleksi perubahan yang terjadi,
harga diri sebagai penduduk asli yang misalnya berbagai kebijakan dapat menjadi
termarginalkan terusik. Mereka kemudian pilihan mengatasi kesenjangan, namun
memberi respon aktif, menyikapi pola alternatif yang dia bangun justru bagi sebagian
penguasaan lahan pertanian, dimana para masyarakat asli dianggap hanya
pendatang memperlihatkan dominasinya. merefleksikan kebutuhan ekonomi borjuasi
Mereka keberatan jika wilayah ulayatnya tidak lokal kaum migran, akhirnya lembaga-
lagi menjadi miliknya. Sebab hak ulat bagi lembaga formal tidak berhasil mengkondisikan
mereka bukan hanya identitas produksi, lebih masyarakat agar tidak terjadi kekerasan.
dari itu, ia bagian dari eksistensi dan harga diri Pada kondisi lain, institusi non formal ikut
Peran budaya dan agama dalam konflik terlibat dalam media konflik, berupaya
jilid pertama dan kedua, meskipun tidak mempertaruhkan eksistensi adat didepan
sebesar pengaruh sebelum tahun 1998, publiknya, dalam beberapa hal, ia berhasil
namun terlihat dari beberapa kejadian saat atas nama budaya ia kemudian berupaya
dipakai untuk mengatasi konflik yang terjadi. mentransformasikan konflik ke integrasi antar
Institusi ini memungkinkan rasa tidak puas individu-individu masyarakat. Penjelasan
terhadap struktur, agama dan budaya tentang konflik awalnya diterima sebagai
menyediakan tatanan lewat mana komponen logika, pada prinsipnya bertentangan dengan
masyarakat melegitimasi eksistensi institusi itu. realitas ketimpangan.
Institusi ini berperan pada kondisi-kondisi Proses dialektika konflik sesungguhnya
tertentu, tetapi ia tidak memfungsikan diri untuk terjadi diaras konflik, bahwa konflik tahap awal
melakukan perubahan struktur. Masalah dasar memungkinkan terjadi integrasi, perubahan
dari konflik tidak terpecahkan selanjutnya terjadi antitesis dari tesis tadi
Kekerasan dihambat oleh institusi (integrasi) yaitu konflik yang telah ter-eskalasi
tersebut agar tidak berpaling melawan obyek dalam bentuk kekerasan, dengan
aslinya, yaitu institusi masyarakat sendiri yang mengorbankan harga sosial yang sangat
mencakup biaya bagi sistem sosial yang telah mahal, yaitu tatanan sistem sosial yang
terbagun sepanjang sejarah Poso, dibangun sepanjang sejarah Poso menjadi
mengurangi tekanan untuk menyempur- rusak, lebih hancur dibanding dengan harta
nakan sistem, guna memenuhi tuntutan benda.
kondisi yang sedang mengalami perubahan Rusaknya sistem sosial tersebut dapat
kearah yang lebih fatal. Potensi konflik tetap saja dianggap sebagai sintesis dari antitesis
dibiarkn berlangsung, namun dalam frekuensi (hasil dari kekerasan), meskipun sintesis
yang terkendali. Ketika institusi resmi tidak lagi kemudian berdialektika lagi menjadi tesis,
mampu mengendalikan gejolan, maka yang tetapi membutuhkan waktu sangat panjang
tampil kemudian adalah instittusi non formal di untuk merefleksi eksistensi kebudayaan, tetapi
masyarakat, sebagai pemangku tradisi dan tak ada jaminan bahwa elemen-elemen sosial
budaya masyarakat masih melegitimasi yang rusak tersebut dapat kembali dalam
eksistensinya. Ia merupakan warisan tradisi bentuk aslinya, meski telah terjadi gesekan-
yang telah berinteraksi dalam masyarakat, gesekan dengan elemen lain, tetapi masih
sementara institusi formal, kurang absah dalam bentuk dasar tatanan masyarkat Poso
kehadirannya akibat dari interaksi yang dia yang terintegrasi melalui tradisi sintuwu

12
Surahman Cinu; Agama, Meliterisasi Dan Konflik (Kasus Poso, Sulawesi Tenggah)

maroso. Apapun argument-tasinya Coser kekerasan dianggap sebagai salah satu upaya
menjadi benar bahwa konflik harus tetap militer mempertahankan eksistensinya
dalam bingkai integratif, tapi realitas yang ditengah pergulatan ekonomi politik. Arianto
terbangun di Poso konflik telah melewati tahap Sangaji mengatakan bahwa
terakhir, peperangan “Sulitnya melakukan audit bagi insiitusi
Masyarakat kemudian kembali aparat keamann, termasuk militer
mengawali hari-demi harinya di Poso dengan merupakan problem tersendiri di wilayah
kondisi yang selalu mencekam, penuh ketidak konflik.peredaran senjata yang bersifat
pastian, namun dibalik semua fenomena ilegal, promosi jabatan dan anggaran
tersebut, optimisme juga terbangun melaui aparat keamanan bagi pengamanan konflik
jaringan-jaringan sosial antar masyarakat dan dapat saja dipahami sebagai kondisi
hal itu dapat dilihat dari bergairahnya mereka tertentu yang memperparah situasi di
menatap para pembeli menjajakan barang wilayah konflik, apalagi semua itu tidak
dagangannya, tampa kecurigan, walau dibalik pernah dilakukan audit. Karenanya
itu terdapat kekhawatiran, akankah konflik memahami bahwa konflik Poso sebagai
muncul lagi dan akan mengungsi atau konflik etnoreligius menjadi tidak
bertemu dengan pembeli ini dalam kondisi menyelesaikan masalah, sebab disitu juga
yang berbeda. harus dilihat bahwa ada aparat keamanan
Mereka saling yakin hal itu tidak terjadi (militer) bermain” 9
lagi, mereka telah berdamai, seperti Kondisi negara hanya mampu
semboyan perdamaian Poso “torang samua menyediakan anggaran yang minim bagi
basudara” bukan karena melimpahnya aparat keentingan operasionalisasi dan
di Poso, bukan pula karena para aktivis kesejahteraan aparat, (militer) menjadi alasan
kemanusiaan bekerja melakukan program- utama mengapa institusi tersebut masih
program perdamaian, tetapi karena mereka menjalankan praktek bisnis. Sementara
lahir bukan untuk kekerasan, tapi demi tutntutan publik menginginkan adanya sistem
perdamaian. Hari ini dan selanjutnya, audit yang sistematis bagi semua aktivitas
komunitas Islam Poso tidak lagi menjual aparat keamanan, seperti, operasional
pesan-pesan masjid, tapi pesan rasul suci lapangan, pembelian peralatan, pembinaan
mereka, Muhammad SAW. Komunitas personil dan peningkatan kesejahteraan.
Kristen juga tidak lagi menjual pesan-pesan Memahami bahwa kondisi keuangan
gereja, tapi Pesan juru selamat mereka, negara sangat terbatas. Hanya memung-
Kristus. Pesan Perdamaian. kinkan anggaran militer dan Polri dinaikkan
sebesar 1,5 persen dari Gross Domestic
Meliterisme dan Konflik Produc (GDP) Indonesia (Kompas 22
Tuntutan agar dalm tubuh militer November 1999) Dengan demikian dana
dilakukan pembaharuan, begitu kuat, hal yang disiapkan oleh Anggaran Pendapatan
tersebut berkaitan, tidak hanya dalam hal dan Belanja Negara (APBN) Indonesia.hanya
sikap profesional mereka dalam tugas, sebesar 10,9 trilyun, jumlah tersebut jelas tidak
terutama dalam meyikapi kondisi masyarakat mencukupi kebutuhan institutsi itu jika
yang sedang berkonflik, sikap mereka yang dibandingkan dengan besarnya organisasi
sering melihat wilayah sebagai peluang bisnis beserta tugas-tugas yang mereka kelola.
dan politik dianggap sebagai salah satu
problem institusi tersebut. Permanennya
konflik di wilayah yang pernah dilanda 9
Wawancara di Palu tanggal 10 Desember 2005.

13
AL-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 15 , No. 1 , Januari – Juni 2016

Problem utama di institusi militer dan pembunuhan, layaknya dipahami sebagai


Poliri dalam hal tidak efektifnya anggaran, wilayah daerah yang berhasil dalam
adalah persoalan korupsi internal mereka, pertanian” 10
belum lagi masalah bisnis militer dan Polri Fenomena bisnis militer dalam konteks
yang melibatkan institusi ini baik secara makro, Di era Presiden Abdurrahman Wahid,
langsung, maupun tidak langsung telah beberapa langkah strategis dilakukan, salah
menyebar ke wilayah konflik. Olehnya satunya menaikkan anggaran militer dan Polri,
“legitimasi” militer atas kekerasan yang terjadi langkah awalnya, di institusi Komando
sering dikaitkan dengan isu korupsi dan bisnis Pasukan Strategis Angkatan Darat (Kostrad).
mereka, dalam skala mikro maupun makro. Agus Wirahadikusuma (AWK) panglima
Desakan agar militer menghapus anggaran Konstrad saat itu, memulai upaya ini.
non budgeter dan merubahnya dalam bentuk Kegagalan AWK salah satunya adalah
dana budgeter masih membuat keberatan terbatasnya waktu, hanya sekitar empat bulan.
Sementara lembaga-lembaga pemberi Meski demikian, ia dianggap telah melakukan
pinjaman menyerukan, perlunya dilakukan terobosan, dimana selama ini belum pernah
audit terhadap dana non budjeter militer terjadi. Jangka waktu demikian, jelas terlalu
(Kompas 2 Juli 2000). singkat, apalagi melakukan pekerjaan rumit,
Mekanisme pengelolaan keuangan di penuh resiko dan melibatkan banyak pihak
tubuh militer dan polri, sangat tidak transparan (Tempo 7-13 Agustus 2000) Dalam hal
walau dana yang diperoleh berasal dari pengelolaan dana yayasan yang berada
berbagai yayasan, koperasi dan perusahaan dibawah naungan Kostrad, Harold Crouch,
yang berada dibawah kendali institusi itu. (Kompas 20 oktober 2000). mengatakan
Fenomena penegakan supremasi hukum bahwa,
terhadap berbagai tindakan korupsi berkaitan “terlihat betapa mudahnya pimpinan
dengan problem kekerasan, khususnya di mengambil uang di bank tanpa perlu
wilayah konflik, menjadi isu utama yang mempertanggung jawabkan untuk apa
secara signifikan memiliki tali-temali dengan uang itu akan dipakai, bisa saja uang itu
bisnis militer, hal ini juga berhubungan dengan dipakai untuk yang baik bisa pula dipakai
penghentian kekerasan. peristiwa kekerasan untuk sesuatu yang buruk. Bukan tidak
yang terjadi di masyarakat, pasca konflik mungkin uang sebesar itu dipakai untuk
sering dihubungkan dengan melebarnya sesuatu yang tidak baik. Tentunya ini
sayap institusi militer atau yang berkaitan sangat berbahaya”.
dengan itu, sebagai institusi maupun Audit yang dilakukan oleh Badan
perorangan. Maraknya bsisnis militer di Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan
wilayah konflik Poso bagaimana dikatakan indikasi terjadinya penyelewengan keuangan
oleh Edmund bahwa di Depertemen Pertahanan dan keamanan
”di zona-zona kekerasan Poso, mereka dan Markas Besar Tentara Nasional
begitu dominan menguasai hail bumi Indonesia, (Mabes TNI) terutama pada
masyarakat, sebab pelaku bisnis dari pihak yayasan-yasasan yang berada dibawah
sipil tidak ada yang berani masuk kendalinya. (Bisnis Indonesia 2 September
melakukan transaksi jual beli, karena 2000) Langkah-langkah pemberantasan
kondisi yang tidak aman. Akibatnya nilai jual korupsi dijajaran TNI Polri oleh Abdurrahman
barang ditentukan oleh mereka, bahkan wahid dan Agus Wirahadikusuma, mengalami
zona-zona kekerasan di Poso dimana
pernah terjadi teror bom, mutilasi, dan 10
Wawancara di Palu,12 Pebruari 2006

14
Surahman Cinu; Agama, Meliterisasi Dan Konflik (Kasus Poso, Sulawesi Tenggah)

hambatan akibat kuatnya arus yang mereka sebagian kebutuhan operasionalnya…


hadapi. (Kompas Cyber Media,17 Oktober 2000)
Sorotan dan kritik atas praktek-praktek Pembiayaan operasional yang diambil dari
bisnis militer telah lama dipersoalkan, di era keuntungan perusahaan yang dikelola oleh
Orde Baru kritik tersebut juga pernah yayasan dibawah naungan aparat keamanan
dilontarkan meski dengan intensitas yang lebih militer dan Polri, bukan tidak boleh, hal tersebut
“santun”. Kuatnya dominasi Presiden dapat saja dilakukan mengingat anggaran
Soeharto melindungi institusi militer membuat untuk itu memang sangat minim, namun
kritik tersebut tidak begitu serius. Desakan kuat pengelolaan dana tidak memperhatikan
dari publik muncul, ketika era reformasi prinsip-prinsip akuntabilitas publik, teraudit
pertama kali digulirkan, Habibie sebagai secara benar dan legal.
pengganti Soeharto, memulai langkah Penggunaan anggaran tersebut tidak
strategis, ia mengeluarkan berbagai langkah lagi memperhatikan prinsip-prinsip supremasi
kebijakan dalam pemerintahannya, seperti, sipil, namun lebih pada upaya penegasaan
pencabutan izin Hak Pengelolaan Hutan PT atas hak-hak militer dalam lembaga-lembaga
Yamaker, perusahaan rekanan swasta kemasyarakatan. Tentu saja memiliki dam-pak
dibawah naungan Departemen pertahanan luas dalam proses pelembagaan hak-hak sipil,
dan keamanan.Izin HPH tersebut dan tidak jarang terkait antara bisnis tersebut
menyangkut konsesi pengelolaan hutan di dengan fenomena konflik yang terjadi di
Kalimantan Barat seluas 843.500 ha dan masyarakat, seperti yang terjadi di Poso.
dikalimantan Timur dengan luas mencapai Hal lain yang juga sebagai faktor
265.000 ha., tahun 1999 militer telah pendorong berkembang pesatnya bisnis
menguasai hak pengelolaan hutan sebanyak militer, kuatnya institusi teritorial di daerah
dua juta hektar (Kontan 3 Mei 1999) Melihat daerah, sebab tidak jarang pimpinan TNI
data tersebut berarti Militer termasuk institusi memiliki hubungan kerja sama dengan
yang menguasai izin penebangan hutan pimpinn daerah bersangkutan. Sehingga
cukup luas. kesulitan untuk memberi peluang bisnis militer
Upaya menjawab kritikan atas praktek- dalam hal-hal yang terbatas sangat sulit.
praktek bisnisnya, institusi ini berargumentasi Beberapa kasus yang terjadi dibeberapa
bahwa, hal tersebut dilakukan akibat minimnya daerah dimana militer memiliki wilayah
anggaran yang mereka terima, terutama teritorial, memberi gambaran cukup jelas.
dalam hal peningkatan kesejahteraan prajurit Kontribusi pejabat-pejabat sipil di daerah pada
dan keluarganya. Fachrul Razi mengatakan dasarnya juga memberi sumbangan dalam
bahwa :”Kegiatan bisnis bukan untuk hal menguatnya bisnis militer. Harold Crouch
membiayai program kegiatan yang bersifat (Kompas Ciber Media 19 Oktobwe 2000)
operasional pertahanan, tapi untuk ‘mempersoalkan bisnis militer ini sebab
meningkatkan kesejahteraan keluarga prajurit. menurutnya, pengelolaan bisnis tersebut
Tanpa bisnispun TNI akan survival, asalkan dapat menciptakan distorsi dalam
dukungan anggaran dari negara memadai” perekonomian”.
(Republika 16 Januari 2000). Terdapat kecenderungan TNI memakai
Bisnis militer yang diklaim untuk keistimewaan yang dimilikinya guna
membiayai kesejahteraan para prajurit melakukan transaksi bisnis. .Fenomena bisnis
sebagaimana yang dikatakan oleh Fachrul militer telah memasuku tahap
Razi di atas, pada dasarnya merupakan salah mengkhawatirkan, mereka memanfaatkan
satu bentuk upaya institusi untuk membiayai situasi konflik yang terjadi dalam masyarakat

15
AL-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 15 , No. 1 , Januari – Juni 2016

untuk berbisnis dengan cara menjual peluru- jenderal, ketiga,. muncul nepotisme, yakni
peluru pada pihak yang bertikai. Bahasan bahwa selain bisnis dilakukan oleh pribadi
tentang hal ini akan dikaji lebih jauh dalam sub perwira, juga dilangsungkan keluarganya,
bab selanjutnya. (Wacana Edisi 17 Tahun III 2004).
Hasil penelitian yang dilakukan di lima Bisnis militer di daerah konflik Poso
Komando Daerah Militer, (Kodam) khususnya yang bersifat ilegal, salah satu
mengatakan bahwa selain, berpolitik orang bentuknya adalah, perdagangan senjata
militer juga banyak menguasai lahan-lahan organik, baik yang berbentuk laras panjang
bisnis yang seharusnya bisa dimiliki dan maupun laras pendek. Serta berbagai bentuk
dikerjakan oleh sipil. (Media Indonesia 30 amunisi. Peredaran senjata api di Poso di
Januari 2001) Berbagai tindakan bisnis militer masa konflik selain berasal dari militer juga
dan Polri banyak ditentang oleh sipil, karena bagi pihak-pihak yang bertikai mendapat
dikhawatirkan memiliki kecenderungan untuk pasokan dari luar Poso. Wawancara dengan
mendistorsi pasar. Logika pasar (ekonomi) informasi yang dihimpun selama penelitian
tidak sekedar diserahkan pada mekanisme dilakukan memberi kesimpulan bahwa, harga
pasar yang bebas dan sehat namun, terdapat sebuah senjata api yang diperdagangkan
tangan-tangan tersembunyi (pengatur pasar) secara ilegal bisanya dalam bentuk
akan lebih berfungsi efektif jika dibelakangnya penyewaan,. jika senjata jenis SS 1 buatan PT
terdapat kepalan-kepalan yang tersembunyi. Pindad disewakan perhari sebesar Rp.
Klaim demikian memberi gambaran bahwa 150.000, jenis MK 3 dan RPD disewakan Rp.
kekuatan pasar dan para professional yang 350.000,- perhari. Ketika konflik terjadi aparat
bekerja untuk tujuan ekonomi, menjadi sangat keamanan dikirim untuk memberi rasa aman
kuat ketika terjadi persentuhan dengan pada masyarakat, dalam perkembangan di
mereka yang memiliki kekuasaan. lapangan beberapa aparat juga menjadi
Lemahnya kontrol sipil terhadap bagian dari problem keamanan. Seringkali
berbagai perilaku ekonomi politik militer dan aparat membagi-bagikan amunisi berbagai
Polri, merupakan salah satu faktor jenis kepada kelompok-kelompok yang
berkembangnya bisnis tersebut, tidak bertikai11.
terdapatnya institusi-institusi sipil yang bekerja Pembagian ini tidak dilakukan secara
dengan baik, menjadi salah satu faktor gratis, mereka yang ingin memperoleh senjata
lemhnya sipil berhadapan dengan institusi tersebut, diharuskan melakukan transaksi
keamanan. Sementara pengelolaan bisnis pembayaran, transaksi itu tidak hanya berupa
yang dilakukan secara sistematis, dengan uang, dapat juga dibarter dengan barang lain.
memakai garis komando, sebagaimana yang Seperti tanduk rusa atau ayam kampung
terdapat dimiliter dan Polri, mulai dari Markas dianggap merepresentasi nilai tukar senjata.
Besar sampai institusi di terkecil, Babinsa atau Hal itu terjadi, karena di Poso pada masa
Polsek, sampai pada lapisan bawah yang konflik uang yang beredar sangat sulit,
bersifat personal. masyarakat jauh dari kehiudapan normal,
Dalam hal bisnis, hubungannya dengan jarang terjadi transaksi perdagangan
militer, Ichsan Malik memberi kesimpulan sebagaimana dalam situais normal, akibatnya,
bahwa beberapa fenomena yang muncul pilihan terhadap barang yang tersedia menjadi
dalam hal terlibatnya bisnis militer. “Pertama,
terjadinya kolusi antara militer dengan 11
Beberapa informan yang diwawancarai berkaitan
pengusaha Cina dan asing kedua. Muncul dengan bisnis aparat keamanan di Poso
korupsi yang masif dari tingkat prajurit hingga memberi kesimpulan demikian.

16
Surahman Cinu; Agama, Meliterisasi Dan Konflik (Kasus Poso, Sulawesi Tenggah)

alternatif barter. Harta orang kampung tersebut permah pergunakan senjata dan peluru itu,
sering dijadikan sebagai alat barter dengan namanya saja untuk jaga-jaga”13
peluru. Oleh sebab itu, indikasi bahwa militer Aparat keamanan menjadi pemasok
memainkan peran dalam eskalasi konflik yang utama senjata api dan amunisi ke masyarakat
mapan, menjadi argumentatif. Arianto Sangaji yang berkonflik, dengan motif bermacam
mengatakan bahwa macam, seperti, solidaritas etnis, suku, agama
“Aparat keamanan secara personal maupun kekeluargaan. Selain itu ada juga
diuntungkan, dengan adanya konflik Poso. yang mengais keuntungan. Fenomena
Hal itu diperoleh melalui adanya bisnis- peredaran senjata api di Poso juga mendapat
bisnis yang sifatnya kriminal, kegiatan pengakuan dari pihak Kepolisian Derah Poso
kriminal ekonomi, macam-macam, ilegal Sulawesi Tengah motifnya juga seperti yang
logging, penjualan senjata api atau amunisi dijelaskan tadi. Namun, dari sekian motif yang
secara ilegal, pungutan-pungutan di Pos- melandasi aparat keamanan membagi-
pos penjagaan. Itukan keuntungan yang bagikan amunisi ke masyarkat yang sedang
sifatnya personal. kekerasan pasca berkonflik, motif ekonomi atau bisnis sangat
Deklarasi Malino yang sifatnya tertutup dominan, Sangaji (2005 :16) mengemukakan
mengundang tanda tanya. Ketika aparat bahwa :
keamanan gagal mengungkap siapa “Seorang sumber di Poso mengakui
pelakuknya, malah disitu mengundang bahwa Maret 2001 ia pernah ditawari
kecurigaan, jangan-jangan aparat sendiri sepucuk M16 Ai dengan harga 7 juta
juga menjadi bagian dari kekerasan12 ” rupiah SS-1 5 juta rupiah, FN-45 seharga
Amunisi dan persenjataan dalam kasus- 2,5 juta, jika setuju sipenawar akan
kasus kekerasan yang terjadi pasca Deklarasi menghubungkannya dengan sebuah
Malino tidak hanya yang dirakit oleh warga sumber anggota militer. Sumber ini
yang berkonflik melalui bengkel-bengkel yang mengakui sebelum Deklarasi Malino,
dirubah menjata “industri” perakit senjata, Desemebr 2001 sipenawar seperti
namun amunisi dan senjata tersebut salah salesmen menja-jakan barang-barang itu
satunya dibuat oleh PT Pindad, laras panjang ke Kota Poso, Ia meyakini sejumlah orang
5,56 mm juga colt 3,38 atau FN kaliber 9 di Kota Poso karena terbawa oleh situasi
secara organik di Indonesia, dimiliki oleh TNI “perang membeli senjata-senjata itu entah
Polri, penjualan senjata api tersebut oleh dipakai untuk menyerang lawan atau
negara pembuatnya begitu ketat, terutama karena pembelaan diri”.
senjata dengan jenis tempur. Salah seorang Bisnis senjata api di Poso selama konflik
Informan bernama Ali mengatakan bahwa : menyiratkan satu fakta bahwa, dalam kondisi
“Selama kekerasan saya lebih banyak normal saja motif ekonomi tersebut
tinggal di Poso, dan untuk jaga-jaga saya merupakan transaksi yang menguntungkan,
mempersiapkan senjata api rakitan, apalagi di masa konflik dimana setiap orang
sementara pelurunya saya peroleh dari berupaya melindungi diri dari tindakan yang
aparat keamanan jumlahnya puluhan. dapat membuatnya celaka. Maraknya bisnis
Namanya juga untuk jaga-jaga kalau-kalau tersebut berdampak pada proses transformasi
kekacauan masuk di komples rumah saya. konflik. Awal konflik kekerasan yang terjadi
Tapi selama sema konflik saya tidak masih bersifat terbuka. Pasca Deklrasi Malino
sifatnya menjadi tertutup dan misterius. Klaim

12 13
Wawancara di Palu tanggal 10 Desember 2005 Wawancara di Poso 29 Pebruari 2006

17
AL-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 15 , No. 1 , Januari – Juni 2016

bahwa masih terjadinya kekerasan di Poso Kualifikasi tempur yang biasa dipergunakan
dapat dihubungkan dengan berkembangnya oleh militer maupun senjata rakitan yang
bisnis militer dan polisi di wilayah tersebut. dibuat sendiri oleh masyarakat. Jumlah korban
Salah satu kasus yang diuraikan oleh akibat penggunaan amunisi organik dalam
Aditjondro (2004 : 168). Mengemukakan kekerasan tersebut, lebih banyak dibanding
bahwa : ketika pemakaian senjata tradisional masih
“Kejadian di Sekolah Polisi Nasional (SPN) dominan. Kasus-kasus kekerasan yang terjadi
Karombasan Manado penjaga gudang di Poso sehubu-ngannya dengan situasi
amunisi di sana dilaporkan pernah menjual konflik dengan menggunakan amunisi peluru
amunisi seharga 1.000 rupiah perbiji yang biasa dipergunakan oleh aparat
kepada agen-agen kemudian berpindah keamanan, berjenis laras panjang ukuran
tangan dari pembeli dari Tana Poso 5,556 mm atau coll 3,38 mm atau FM kaliber 9
sebesar 2000 rupiah sampai 2.500 rupiah itu secara organik diperuntukkan bagi pasukan
setelah mengangkutnya ke Poso, harga TNI dan Polri. Rudi, meski demikian
peluru itu melonjak menjadi 3.000 – hingga penggunaan senjata api menjadi sulit
5000 rupiah, bahkan bisa sampai 7.500 pelacakannya sebagai akibat dari
rupiah jika situasi tegang sekali” peredarannya yang tidak terkontrol. Oleh
Peristiwa kekerasan di Poso sering sebab itu, sipil juga memiliki potensi dalam hal
dihubungkan dengan eksistensi aparat penggunaannya.
keamanan di wilayah tersebut, berbagai kasus Peredaran senjata api menjadi begitu
seperti penembakan dan pembunuhan, meluas dan tidak terkontrol, sebagai akibat
mutilasi menjadi peristiwa yang sangat transaksi bisnis di sektor tersebut sangat
misterius, dimana pelaku peristiwa tersebut menguntungkan sehingga menurut menurut
banyak yang tidak terungkap dan motif di Wezeman (Arianto sangaji 2005 : 4). terdapat
belakang peristiwa itu juga menjadi tanda dua hal penting dalam kaitannya dengan
tanya Adnan Arsal mengatakan bahwa : ” perdagangan senjata api secara ilegal,
Aparat kepolisian yang begitu banyak tidak “Pertama sumber senjata api pada
mungkin mereka tidak memiliki kemampuan umumnya berasal dari gudang dan
untuk mengungkap berbagai tindak kekerasan produsen senjata,. Terutama karena
yang terjadi selama ini, atau jangan-jangan lemahnya penegakan hukum, kontrol
yang kita cari ada didalam saku kita sendiri”.14 terhadap wilayah perbatasan, dan
Awal konflik serangan yang dilancarkan monitoring akhir pembuatan senjata bisa
oleh dua komunitas yang bertikai, Islam dan dengan mudah keluar dari gudang senjata
Kristen dilakukan secara terbuka, kekerasan atau langsung dari produser, Kedua dari
umumnya terjadi secara berhadap-hadapan, sisi aktor, perpindahan senjata secara ilegal
penggunaan senjata juga dari jenis senjata melibatkan banyak pihak, diantaranya
tradisional seperti, Panah, pisau, tombak, pejabat pemerintah yang korup, dialer yang
parang, papporo15 dan senjata rakitan lainnya. membeli dan menjual senjata, broker yang
Pasca Deklarasi Malino Desember 2001 memfasilitasi kontak dengan penjual dan
terjadi transformasi jenis kekerasan, pembeli potensial dan orang-orang yang
penggunaan senjata tradisional ke senjata api. terkait dengan transportasi dan
penyeludupan senjata”.
14
Penguasaan pasar senjata api, baik oleh
Wawancara di Palu tanggal.
15
Senjata panah peluncur yang berisi paku-paku
para pedagang yang bergerak di sektor itu
kecil dan bahan korek api . maupun para pejabat, sipil maupun militer

18
Surahman Cinu; Agama, Meliterisasi Dan Konflik (Kasus Poso, Sulawesi Tenggah)

memiliki arti, bagi pedagang atau perantara, dengan adanya kerusuhan Poso. seperti di
bisnis ini sangat menguntungkan dari segi tingkat Komando Distrik, Kepolisian Resort,
profit, sementara bagi para pejabat, disamping begitu juga dengan level-level berikutnya, hal
laba dari bisnis tersebut juga dapat diraih, ini menunjukkan bahwa Poso merupakan
keuntungan politis juga ikut serta. Ketika wilayah ajang kekerasan”. 16
eskalasi konflik meluas, dimana penggunaan Promosi jabatan dengan memakai Poso
senjata api telah menjadi bagian dari sebagai ajang kekerasan memiliki kaitan yang
kekerasan, dari situ bisnis ini akan merebak, kuat bagi terciptanya kekerasan, jika pejabat
pengaruh suasana perang mendorong lokal berhasil mengatasi situasi tersebut, maka
kelompok-kelompok yang bertikai untuk terbuka peluang bagi mereka untuk naik ke
memiliki perlengkapan yang lebih efektif jenjang yang lebih tinggi, atau ditawarkan
pemakaiannya. Senjata dengan jenis jabatan yang cukup strategis, karena Pejabat
sederhna, seperti senjata tradisional yang tersebut dianggap memiliki kemampuan dan
dipakai dalam konflik dapat berakibat fatal bagi cakap dalam tugas,. Hal lain yang dapat
kelompok tersebut, karena dalam situasi dinikmati oleh para pejabat yang dipromosi,
perang, tujuan utama yang harus dicapai, bahwa mereka memperoleh pengaruh luas
adalah bagaimana korban dari pihak lawan dalam masyarakat, sehingga penciptaan
dikalahkan. Alat peperangan yang lebih situasi yang diinginkan dapat terjadi. Realitas
modern, bisa berarti kemenangan di kelompok demikian, membuka peluang bagi penciptaan
yang menguasai senjta tersebut. kekerasan lebih terbuka.
Konflik yang memunculkan kekerasan, Penggunaan senjata api, organik
berarti penggunaan kekuatan militer dan polisi maupun rakitan oleh warga yang bertikai,
dibutuhkan untuk mengatasi aksi kekerasan, dipandang sebagai salah satu tindakan efektif,
aparat keamanan dan para politisi sipil dapat baik sebagai mekanisme defensif dalam arti
menarik keuntungan besar. Keuntungan pertahanan diri dari serangan maupun
pertama berbentuk materil, kekerasan dalam sebagai upaya opensif, atau penyerangan
eskalasi yang meluas juga berarti terhadap lawan, tindakan penguasaan senjata
menggunaan dana yang sangat besar untuk api secara ilegal oleh warga dalam situasi
itu. Minimnya anggaran yang diberikan kekerasan, berdampak pada semakin
dianggap menjadi salah saktu faktor aparat meluasnya eskalasi konflik. Penguasaan
keamanan ikut terlibat dalam bisnis ilegal, dari senjata api dapat mendorong mereka yang
yang terkecil misalnya terjadinya pungutan pernah menjadi korban konflik untuk
pada pos penjagaan. mereka yang melewati melakukan pembalasan. Ironisnya aparat
pos tersebut jika tidak membawa kartu keamanan terkadang memberi “legitimasi”
identitas akan dikenai pungutan biasanya bahkan “menganjurkan” penguasaan senjata
minimal 5.000 rupiah perorang. bagi masyarakat dengan jalan menjual atau
Segi politisnya, bagi beberapa pihak dari barter, juga dengan cara meminjamkan.
kalangan militer dapat dipakai sebagai ajang Peristiwa yang dialami oleh seorang
promosi jabatan ke tingkat yang lebih tinggi. kepala desa di kecamatan Lage, Poso,
Jika keuntungan bersifat personal diperoleh mengindikasikan bahwa bagaimana aparat
melalui bisnis-bisnis ekonomi ilegal, seperti keamanan, dalam hal ini, komandan komando
elegal logging, penjualan senjata api dan daerah Militer (Kodim) 1307 Poso saat itu,
amunisi dibawah tangan. Maka keuntungan Syamsu Rizal Harahap, saat mengunjungi
promosi jabatan menurut Sangaji bahwa
“banyak pejabat yang memperoleh promosi 16
Wawancara di Pslu tanggal 10 Desemeber 2005

19
AL-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 15 , No. 1 , Januari – Juni 2016

desa yang menjadi korban kekerasan itu, politik, pengumpulan massa sebagai upaya
menganjurkan kepada warga desa agar pressure kepada lawan. Bahwa kelompok-
mempersenjatai diri, semata hanya untuk kelompok intelejen juga ikut memainkan
melakukan pembelaan. peran. Para politisi sipil yang bekerja
Aparat keamanan tidak mampu menghubungkan satu demi satu wilayah yang
memberi perlindungan maksimal terhadap selama ini tidak pernah terkonsolidasi menjadi
warga sipil dalam sitausi konflik selama ini berhasil. Ketika broker sipil kemudian
penguasaan senjata api oleh mereka sebagai “mewariskan” praktek mediasi kekerasan ini
bentuk ketidak yakinan warga sipil. terhadap ke aparat keamanan, mereka kemudian
jaminan keselamatan yang dipercayakan menjadi bagian dari problem, sebab dalam
kepada aparat keamanan. Militer atau aparat aras konflik, mereka disamping mencitrakan
keamanan merupakan part of problem dalam diri sebagai “pasukn penjaga perdamaian”
fenomena konflik Poso, menandai satu juga citra sebagai pebisnis ikut melekat.
perjalanan panjang dari konflik tersebut. Kajian Profesi broker yang disandang oleh
konflik juga harus menyertakan aparat politisi sipil yang bermain di atas politik praktis,
keamanan sebagai unit analisis, sebab, data- kemudian dimbil alih oleh aparat keamanan.
data lapangan menunjukkan bahwa Peristiwa Perbedaannya, pihak terakhir ini lebih memilih
kekerasan di Poso langsung melibatkan cara-cara bisnis daripada politik. Tindakan-
aparat keamanan, pembunuhan, penem- tindakan sebagai broker terlihat jelas pada
bakan, penculikan di Desa Toyado wilayah perilaku mereka dalam mengantisipasi
Poso, dilakukan oleh kompi B dari Yonif 711 kekerasan yang terjadi, baik sebagai
Raksatama. Yang terjadi pada tanggal 1 penciptaan awal konflik maupun penataan
Desember 2001 Hal itu menunjukan, bahwa kekerasan secara permanen. Arianto sangaji
aparat keamanan merupakan part of problem mengatakan bahwa :
dari kekerasan di Poso. “Terjadinya kekerasan merupakan proses
Kekerasan di Poso bukan hanya delegitimasi atau pembusukan terhadap
tentang konflik tertutup yang selama ini bisa demokrasi dengan melaku-kan serangkain
dikekang. Fenomenanya menjadi berkepan- kekerasan disejumlah wilayah yang mudah
jangan, setiap ada upaya penghentian, untuk di eksploitasi, dengan cara membagi-
kemudian kekerasan muncul lagi. bagikan amunisi, penjualan peluru, pejata
Penghentian ternyata tidak lebih sekedar api ataupun menyewakan kemasyarakat
untuk jeda, kemudian berlanjut lagi saat dirasa dengan berbagai jenis seperti, senjata SS-1
telah cukup amunisi dan perlengkapan buatan PT Pindad yang disewakan perhari
lainnya, Konflik tak hanya sekedar kesalahan 150.000 rupiah, senjata MK-3, senjata
masyarakat sipil, dimana terlihat sistemnya mesin RPD disewakan perhari sebesar
yang sangat rapuh dalam ketika ini 350.000 rupiah, Hal itu harus dilihat sebagai
mempertahankan jati diri sebagai entitas salah upaya agar kekerasan kekerasan terus
satu entitas. Kekerasan terjadi juga dipandang berlanjut padahal aparat keamanan dikirim
sebagai upaya yang berhasil dari para ke daerah konflik untuk menormalkan
provokator mengakumulasi semua potensi situasi.”17
masyarakat diolah dan melahirkan konflik Terlibatnya aparat dalam hubungannya
antar warga. dengan semakin menajamnya eskalasi konflik
Awal kejadian konflik, para provokator Poso, juga terlihat dalam peristiwa
yang bekerja di aras penciptaan konflik,
berasal dari mereka yang menerima order 17
Wawancara di Palu tanggal 10 Desember 2005

20
Surahman Cinu; Agama, Meliterisasi Dan Konflik (Kasus Poso, Sulawesi Tenggah)

pembantaian warga Buyungkatodo. kejadian meninggal akibat terkena senjata api, peristiwa
yang menandai masuknya Poso dalam didesa Sintuwulemba merupakan salah satu
peristiwa konflik jilid ke empat, dimana aparat kejadian, dari bergitu banyak peristiwa
militer dari kompi 714 ikut dalam aksi kekerasan di Poso dengan penggunaan
penyerangan. Bersama.. Sementara peristiwa senjata api.
pembantaian di Kilo Sembilan (Desa Peristiwa yang ditandai dengan
Sintuwulemba) tempat pesantren wali Songo penggunaan senjata api dan ledakan bom
berdiri, juga terdapat indikasi keterlibatan yang dimulai sejak 17 April 2000 sampai
aparat, dari berbagai keterangan yang dengan 8 agustus 2005, berjumlah sekitar 145
dihinpun menunjukkan bahwa aparat juga ledakan. belum termasuk kejadian berikutnya
memainkan peran penting dalam peristiwa seperti terjadinnya ledakan bom di Pasar Babi
tersebut. Iskandar Lamuka mengatakan Kelurahan Maesa Palu sehari menjelang
bahwa seorang warga yang selamat perayaan tahun baru 2006, sekitar delapan
menuturkan kepadanya bahwa orang tewas dan mencederai puluhan
”saya berada dalam air (sungai) selama pengunjung pasar. terjadinya penembakan
berjam-jam, setelah situasi saya anggap terhadap kepala Kepolisian Resort Poso, dari
aman, maka saya berlari menuju ke kompi, jarak yang sangat dekat 19, menggunakan
tiba ditempat tujuan saya terkejut sebab senjata api dan bom masih cukup banyak
salah seorang yang berada di sana, juga yang tidak sempat tercatat jumlahnya.
ikut terlibat melakukan penyerangan, saya Saat ketegangan kian meningkat,
kemudian melanjutkan perjalanan menuju antara komunitas Islam dan Kristen,
Kodim, disana saya melihat orang yang persediaan amunisi tak pernah habis, bahkah
terlibat dalam penyerangan juga berada semakin banyak, para “pedagang” yang
disitu, Sayapun memutuskan untuk tidak bermunculan secara tiba-tiba menawarkan
minta perlindungan di Kodim dan berlari barang dagangannya berupa peluru organik
mencari tempat yang aman 18 untuk dipakai dalam senjata yang digunakan
Peristiwa atau kasus penyerangan yang oleh para laskar dikedua belah pihak. Eskalasi
terjadi tanggal 12 Agustus 2002, di desa kekerasan juga dikesankan bahwa aparat
Batugencu, kecamatan Lage, Sekretaris keamanan berpihak disalah satu kelompok.
Gereja Kristen Sulawesi Tengah (GKST) Tetapi “keberpihakan” itu terjadi didua
menuding serangan tersebut dilakukan oleh komunitas yang bertikai,. Nampaknya sindikat
aparat keamanan, dalam hal ini pasukan perdagangan perlengkapan perang.
Brimob terlibat dalam penyerangan, menurut menemukan momentumnya di Poso ketika
mereka, 17 anggota pasukan Brimob terlibat, konflik sedang berkecamuk.
setelah serangan ditemukan banyakn Penemuan sekitar 5.000 butir peluiru di
slongsong peluru dari senjata organik. eks lokasi MTQ di kota Palu. Polisi berhasil
Penggunaan senjata api sejak Mei 2000 saat menangkap Siswanto Ibrahim, pelaku
Poso masuk dalam konflik jilid tiga telah marak merupakan residivis yang tertangkap setahun
terjadi beberapa kasus pembantaian di desa kemudian, awalnya ia ketahuan membawa
Sintuwulemba, pihak aparat keamanan satu peti berisi peluru berjumlah sekitar 2.846
memainkan peran sebagai orang yang dan 15 pucuk senjata api dari berbagai jenis
melakukan serangan, dari beberapa korban selanjutnya penyerangan dan pembunuhan
yang ditemukan terdapat mereka yang
19
Korban selamat dan peluru tak sempat mengenai
18
Wawancara di Poso tanggal 3 Desember 2005 tubuhnya.

21
AL-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 15 , No. 1 , Januari – Juni 2016

yang terjadi di beberapa desa di wilayah Poso sebab itu juga sudah menjadi wacana
mempergunakan jenis peluru yang biasa apalagi Inpres Nomor 14 tahun 2005 hanya
dipakai oleh aparat keamanan. Seperti yang berlaku selama 3 bulan dan diperpanjang
terjadi di desa Mayumba,.didesa tersebut lagi dan kalau inpres itu tidak efektif
bahkan ditemukan lagi satu peti dengan pemerintah dapat saja mengambil jalan lain
kapasitas 1.400 butir peluru buatan PT untuk memulihkan keamanan”. 21
Pindad. Teror bom, pembunuhan dan berbagai
Keterlibatan beberapa pihak yang bentuk kekerasan lain, telah mematangkan
memiliki kepentingan agar Poso tetap dalam sikap warga, mereka selektif dengan berbagai
pola dan eskalasi konflik yang bertahan, pada isu berbentuk provokatif. Isu dan teror yang
dasarnya terdapat harapan dari para pelaku berlangsung secara sistemmatis tersebut,
dengan beberapa target kepentingan, perlahan-lahan tidak terdengar lagi. Namun
terutama pada sisi ekonomi politik. Informan demikian warga Poso pada dasarnya masih
bernama Iskandar Lamuka, mengatakan dalam tahap colling down (menahan diri) untuk
bahwa “terjadinya beberapa peristiwa tidak terpancing terhadap berbagai bentuk
kekerasan yang berulang-ulang dan tidak pertikaian, Wilayah Poso juga menunjukkan
dilakukan upaya hukum yang jelas, iklim kondusif untuk perdamaian. Peristiwa itu
menunjukkan bahwa dalam beberapa sesungguhnya mengantar dan
kekerasan yang terjadi di Poso, aparat jelas mengembalikan Poso pada situasi konflik,
terlibat dalam kasus-kasus kekerasan sebagaimana yang pernah terjadi sebelum
tersebut” 20 diadakannya deklarasi Malino yang
Danrem 132 Tadulako Kol (inf) M. mempertemukan dua kelompok yang bertikai.
Slamet dan kapolda Sulteng M.. Taufik Ridha Fenomena menarik dari peristiwa
(Suara Pembaruan, 21 Oktober 2003), tersebut, jika awal-awal terjadinya konflik
menjelaskan bahwa “bukan hanya TNI AD masyarakat begitu mudah terpancing oleh
yang menguasai amunisi buatan pindad, tapi tindakan-tindakan provokatif meski dengan
juga angkatan lain dan Polri. Sementara peristiwa sederhana, seperti perkelahian antar
menurut kapolda aparat tak terlibat dalam pemuda desa. Maka saat ini, kejadian dengan
kerusuhan di Poso”. aksi-aksi penembakan dan bom, yang ditandai
Pasca Deklarasi Malino, kekerasan dengan jatuhnya korban cukup banyak,
dengan penggunaan senjata api masih terjadi, masyarakat sesungguhnya telah memiliki
bahkan teror bom yang menjadi senjata mekanisme pertahanan diri sebagai upaya
pembunuh massal, namun upaya provokasi keluar dari situasi ranah konflik. Pengalaman
demikian tidak lagi membuat masyarakat konflik bernuansa etnoreligius yang cukup
untuk terpancing seperti konflik-konflik panjang sejak 1998 sampai dengan
sebelumnya, Iskandar Lamuka mengatakan dicetuskannya deklarasi Malino bahkan
bahwa sampai saat ini, telah memberi pelajaran
“daya tahan masyarakat cukup kuat untuk berharga bagi masyarakat Poso untuk tidak
membendung isu-isu yang provokatif, lagi mengulangi kejadian serupa.
namun jika terjadi konflik dengan skala besar Peristiwa bom di Pasar Tentena bagi
terjadi lagi maka pekerjaan perdamaian yang masyarakat setempat menimpan cerita
selama ini dilakukan akan hancur, dan Poso menarik, bagimana salah seorang ibu ibu
akan diberlakukan darurat sipil atau militer, dilarang oleh anak angkatnya perge ke Pasar,

20 21
Wawancara di Poso tanggal 3 Desember 2005 Wawancara di Poso tanggal 3 Desember 2005.

22
Surahman Cinu; Agama, Meliterisasi Dan Konflik (Kasus Poso, Sulawesi Tenggah)

sang ibu mengabaikan larangan tersebut menunjukkan ada oknum militer yang
salah satu Korban ledakan adalah ibu angkat terjun langsung kemasyarakat membagi-
tadi. Operasi intelijen memainkn peran dalam bagikan sele-baran”22
persitiwa tersebut. Isu tentang beredarnya Proses penyebaran yang dapat
kelompok bunga, dicurigai menjadi bagian dari dimaknai sebagai upaya provokatif tidak
tim mawar. Operasi intelijen Indonesia acap dapat dipisahkan dengan cara kerja operasi
kali memakai sandi-sandi dengan nama intelijen dalam konflik. Setiap operasi intelijen
bunga. tidak jarang mereka personifikasikan sebagai
Setelah bom Tentena, peristiwa- bagian dari target sasaran. mereka masuk
peristiwa lain berbentuk kekerasan kembali sebagai anggota, melakukan aktifitas apa
menyusul. kejadian yang sangat tragis adalah adanya, upaya tersebut dilakukan guna
peristiwa mutilasi, menewaskan tiga siswi membongkar jaringan tersebut, operasi
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kristen di intelejen awalnya merupakan upaya
Poso. bernama, Ida Yarni Sambue, Theresia pengungkapan kasus, ketika kasusnya
Mongangke, Alfita Poliwo, pada November menjadi tidak jelas, terjadi operasi penyusupan
2005, memakai kalewang sebagai senjata. intel.
Juru bicara Markas Besar Polri Aryanto Seringkali mereka terjebak menjadi
Boedihardjo mengatakan, pembunuhnya salah satu aktor konflik, mereka sering terlibat
sejumlah enam orang, berpakaian hitam, dan terlalu jauh, akibatnya sukar menarik diri
bercadar”. (Tempo 13 November 2005) Satu keluar, akhirnya mereka menjadi bagian dari
modus operandi pelaku provokasi kerusuhan kekerasan Bekerjanya intel di wilayah konflik
dan pembunuhan Selang sepeken setelah Poso pada dasarnya bertujuan untuk
peristiwa mutilasi itu, kasus penembakan membongkar jaringan yang sedang dilacak.
terhadap dua remaja putri 17 tahun Siti dan Dalam Operasi keamanan, insitusiterdepan
Ivon ditembak di teras rumah di Jalan Gatot adalah Polisi dari kesatuan Brimob, Perintis
Subroto Kelurahan Lombogia Poso Kota. dan militer dari Zeni Tempur, namun lembaga
Kejadian tersebut kembali memunculkan isu intelejen juga ikut beroperasi. Menteri
tentang sentimen agama. Koordinator Politik dan Keamanan melalui
Selang beberapa saat beredar Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat
selebaran provokatif disebar oleh kelompok mengumumkan bahwa dilaksanakannya
Islam. Penyebaran selebaran tersebut begitu operasi intelijen di wilayah Poso dan
mudah. Akses masuk ke Tentena saat itu, sekitarnya oleh lembaga-lembaga intelejen,
terutama bagi komunitas Muslim sangat sulit, seperti Badan Intelijen Nasional (BIN),
mereka menghindari resiko kekerasan. Komando Pasukan Khusus (Kopassus),
Lamuka, menjelaskan bahwa, Badan Intelejen Strategis (BAIS) dan Markas
“kelompok-kelompok yang dapat diterima Besar Polisi Republik Indonesia (Mabes Polri),
oleh masyarakat Tentena, seperti melakukan operasi intelijen dengan cara,
kelompok perdamaian, jelas bukan pihak salah satunya melakukan penggalangan di
yang melakukan aksi selebaran itu. Masyarakat. 23.
Masyarakat Tentena menurutnya, Berkaitan dengan eksistensi dan
mengklaim bahwa pelaku peredaran kehadiran aparat keamanan di Poso, Markas
selebaran itu dilakukan oleh aparat militer,
sebab begitu mudahnya beredar dan 22
Wawancara di Poso tanggal 3 Desember 2005
mereka memiliki jaringan sampai ke tingkat 23
Pengumuman tersebut diberitahukan pada tanggal
bawah. Peristiwa di Desa Masani 15 Oktober 2003

23
AL-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 15 , No. 1 , Januari – Juni 2016

Besar Polisi Republik Indonesia (Mabes Polri) tersebut menghabiskan dana sebesar 2,5
mengeluarkan kebijakan berkenaan dengan Milyar perbulan. Besarnya jumlah pasukan
pendirian Komando Lapangan Operasi dan dana miliaran belum mampu
(Kolaops) saat konflik masih berkecamuk mengungkap berbagai kasus yang terjadi.
melalui kebijakan Jakarta Operasi Militer “Sekitar 59 penembakan misterius, dengan
digelar dengan berbagai sandi antara lain : korban 40 orang belum berhasil diungkap oleh
“Opersi Sadar Maleo tahun 2000”, “Bawah aparat keamanan” 9Tempo 20 November
Kendali Operasi” (BKO) Polres Poso. Satuan - 2005).
satuan militer yang di BKO-kan pada operasi Melihat jumlah personil yang ada
tersebut adalah Batalyon 711 Raksatama dibanding dengan berbagai kasus kekerasan,
Poso, 726 Makassar, 721 Palopo, Zeni dapat digambarkan bahwa kehadiran aparat
Tempur (Zipur) Makassar dan Brimob pare- keamanan di Poso menjadi kontra produktif.
Pare, Brimob Makassar, Perintis dan Intel Ironisnya, keberadaan jumlah aparat
Polda Sulawei Tengah. keamanan sangat besar, luas wilayah sekitar
Mobilisasi kekuatan militer dan Polri 8.712,25 km persegi, dengan prosentase 12,
secara besar-besaran terjadi pada awal tahun 81 % dari luas keseluruhan wilayah Sulawesi
2001 dengan sandi Opersi Sintuvu Maroso I, Tengah (Kabupaten Poso dalam angka 2004)
disusul kemudian dengan Operasi sintuwu Perbandingan tersebut mencerminkan
Maroso II, dan III jumlah pasukan yang idealnya Poso tidak lagi menjadi target
ditempatkan begitu besar, terbesar dalam kekerasan, para pelaku menjadi enggan
sejarah konflik Poso sejak tahun 1998 sampai melakukan tindak kriminal, karena banyaknya
dengan 2004.. Alasan penempatan tersebut, aparat yang bertugas di Poso, kenyataan di
cukup argumentaif, meski telah dilakukan lapangan, Poso masih diselimuti kekerasan.
sebuah kesepakatan bersama oleh dua Tabel dibawah ini memberi gambaran jumlah
komunitas yang bertikai, Islam dan Kristen personil TNI dan Polri yang bertugas di Poso.
yang disebut dengan “Deklarasi Malino” Poso Tentu saja tabel tersebut merepresentase
belum juga aman. Tindakan teror dalam jumlah aparat yang tercatat, sementara yang
bentuk kekerasan masih saja terjadi. Sehingga tidak masuk dalam catatan administrasi,
berbagai operasi yang diberlakukan di wilayah menjadi sulit ketahuan jumlahnya signifikan.
tersebut dianggap masih signifikan. Operasi

Tabel 2. Jumlah Pasukan TNI dan Polri di Poso Periode 2000-2002


Tahun TNI Polri Jumlah
2000 489 832 1.321
2001 852 1.172 2.024
2002 968 2.270 3.238
2003 1.668 3.096 4.764
2004 900 3.000 3.900
Sumber Pemda Poso ,2003

Pasulakan lain di luar Polri dan Militer di tubuh pasukan tersebut juga terdapt berbagai
Poso adalah merek yang berasal dari kepentingan ekonomi politik kekerasan. Dalam
paramiliter. Kemudahan mereka masuk dalam hal pelatihan dan pembentukan misalnya,
wilayah konflik mengindikasikan bahwa, dalam keterlibatan terlibatnya militer, walau bukan

24
Surahman Cinu; Agama, Meliterisasi Dan Konflik (Kasus Poso, Sulawesi Tenggah)

kebijakan resmi institusinya,, namun eksistensi peran tersebut, sebagai upaya strategis
mereka diketahui secara jelas, dukungan institusi itu melebarkan sayapnya dalam
persenjataan biasanya diperoleh dari ruang- penciptaan eskalasi konflik. Infoman bernama
ruang gelap atau penyeludupan. Ttidak Andi Wijayanto mengatakan bahwa
pernah terjadi pengakuan formal dari “hampir semua kasus pelaku-pelaku
kekuasaan (negara atau institusi militer) dalam individual dititik awalnya diketahui, demikian
hal pembentukan milisi, keterkaitan mereka juga di Poso. kasus penembakan oleh dua
dengan organisasi keamanan sesungguhnya oknum militer di Poso di awal konflik, hal itu
terlihat, ketika menjadi bagian dari pertarungan sengaja dibiarkan agar terjadi rutinitas yang
kekuasaan, dapat diketahui siapa kemudian diolah menjadi konflik sosial
menciptakan apa dan untuk kepentingan apa. antar kelompok, militer memainkan peran
Andi Wijayanto mengatakan bahwa, “indikasi- dalam pengolahan situasi sehingga
indikasi terkaitnya militer dengan kelompok- menjadi lebih besar, hal itu merupakan
kelompok milisi sangat nampak terlihat, salah bagian dari penyiapan, penggalangan
satu ukurannya adalah ketika terjadi kondisi yang mereka harapkan akan
pengiriman pasukan milisi kewilayah konflik”24 terjadi”. 25
Fenomena terlibatnya militer dan polisi Pelatihan faksi-faksi, militer meski tidak
pada dasarnya mengindikasikan, Poso terlibat secara langsung sebagai wujud dari
sebagai ajang kekerasan memiliki potensi pemberian otoritas khusus pihak keamanan,
sosial, ekonomi dan politik, dimana berbagai hadirnya mereka dalam kerangka yang ada,
institusi yang berkepentingan merasa terusik sesungguhnya diketahui dan dipahami oleh
untuk masuk memainkan peran strategis militer. Terutama di militer “hijau”26 yang
mereka. Aparat keamanan juga merasa dianggap dekat dengan milisi, bahkan ikut
berkepentingan di wilayah konflik tersebut, berperan membentu pasukan para militer
adanya kelompok-kelompok kepentingan itu tersebut. Mereka terlihat cukup solid, mampu
memposisikan militer dan Polri dominan. mengorganisasikan diri secara baik,
Militer sesungguhnya melibatkan diri kemampuan menjangkau daerah-daerah
dalam berbagai konflik yang menajam, pada konflik cukup rapi. Hal ini terlihat dari rotasi
awal konflik, peristiwa itu dipicu oleh pergerakan pasukan, berkaitan erat dengan
kelompok-kelompok perorangan dengan faksi “hijau” secara personal mereka terlibat.
maksud tertentu, mereka melindungi Keterlibatan mereka pada kelompok-
eksistensi kelompoknya, berusaha mencapai kelompok milisi yang diterjunkan dalam konflik
kepentingan sesaat, pelaku-pelaku individual Poso, sebagai bagian dari pertarungan politik
ditingkat awal dapat diidentifikasi berasal dari di Jakarta.
satu institusi yang memang pada saat itu Konflik dan kekerasan yang terjadi di
sedang digugat eksistensinya. Di Poso pelaku Poso, merupakan bagian dari pertarungan
awalnya berasal dari militer secara institusi kekuasan secara nasional dimana institusi sipil
yang kemudian dilindungi oleh organisasi dan militer memperebutkan kekuasan politik
tersebut, tidak diajukan ke peradilan, hal ini nasional, sementara dipihak militer mereka
kemudian menimbulkan rasa tidak puas, pernah melakukan kesalahan sejarah
diantara kelompok-kelompok masyarakat, membawa bangsa ini kearah politik otoritarian,
akhirnya terjadi konflik antar kelompok. Pola
penciptaan situasi sekaligus memainkan 25
Wawancara di Palu tanggal 6 Desember 2005.
26
Militer yang mengkonsolidasi diri denga memakai
24
Wawancara di Palu tanggal 6 Desember 2005 label Islam

25
AL-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 15 , No. 1 , Januari – Juni 2016

dipihak sipil, fenomena itu dijadikan sebagai pasukan dan besarnya anggaran telah
alasan agar militer turun dari panggung politik dikeluarkan. Besarnya rincian anggaran
nasional. Informan bernama Arianto Sangaji tersebut dapat dilihat sebagai berikut.
mengatakan bahwa: Pada tahun 2001 jumlah dana untuk
“ Konflik Poso tidak bisa dilihat secara keperluan biaya operasi pemulihan keamanan
sederhana, hal itu hanya bagian dai sebesar Rp. 6.995.062.840,00, tahun 2002
pertarungan kelompok elit lokal, mestinya jumlah yang dikeluarkan berkurang drastis
hal itu dipakai juga sebagai bagian dari hanya sebesar Rp. 624.800.000,00. Tahun
perebutan kekuasaan dalam skala 2003 dana tersebut meningkat lagi seiring
nasional, karena awal konflik terjadi pada dengan terjadinya penambahan jumlah
tahun 1998, dimana Indonesia masuk pasukan keamanan sebesar Rp.
dalam masa transisi, Soeharto baru saja 1.377.062.000,00. jumlah keseluruhan
turun dari kursi kepresidenan, terjadi proses anggaran yang dikeluarkan sejak tahun 2001
demokratisasi dan militer terancam sampai dengan tahun 2003 sebesar Rp.
kedudukannya dalam peta politik 8.996.924.840,00.(data Pemda Poso 2005)
nasional”27 Melihat jumlahnya yang cukup besar,
Argumentasi tersebut menggam-barkan, layaknya telah mampu menghapus
bagaimana militer secara dini terlibat dalam kekerasan, namun sampai saat tahun 2006
aksi-aksi kekerasan yang bersifat langsung jumlah pasukan dan anggaran yang besar
maupun tidak langsung, Secara langsung ia demikian, belum mampu mencegah aksi-aksi
mengakomodir kebutuhan alat-alat kekerasan kekerasan di Poso,.
dengan jalan menyewakan atau menjualnya Ketika pasukan keamanan bekerja tidak
ke komunitas yang berkonflik, sementara maksimal, maka mestinya pemerintah
secara tidak langsung, militer mengakomodir berupaya mengaktifkan masyarakat sipil
berbagai kepentingan kelompok-kelompok dalam proses onsolidasi perdamaian,
yang bertikai secara nasional, terutama dari sebagaimana dalam konsep tradsional
sipil yang mengkondisikan diri untuk masuk sintuwu maroso, mauun has itu tidak
dalam pertarungan di aras lokal. pembentukan berlangsung sebagaimana mestinya,. jika hal
milisi atau paramiliter dapat dipahami dalam itu terjadi maka yang intens melakukan adalah
konteks demikian. Pembentukan pasukan lembaga-lembaga non pemerintah dan warga
paramiliter menurut Andi Wijayanto bahwa Poso yang selama konflik, bergerak di
“mereka berasal dari perwira berpangkat program rekonsiliasi dan perdamaian.
Mayor Jenderal dari Angkatan darat dan dari Pemerintah daerah dianggap sebagai institusi
Kepolisian, pernah menduduki jabatan penting yang lebih bertanggung jawab dalam hal ini,
seperti Panglima Daerah atau Kepala terkesan pasif Berbagai program yang
Kepolisian daerah, menjelang masa pensiun ditawarkan terkesan a historis, bahkan
mereka berada dibelakang milisi”. 28 beberapa pejabat dan pengusaha sibuk
Terlibatnya berbagai kepentingan dalam dengan urusan proyek bantuan pengungsi29
kekerasan di Poso, terutama dari aparat pasca konflik komunal tersangkut korupsi,
kekuasaan merupakan salah satu indikator Eskalasi konflik yang meluas dalam
mengapa wilayah konflik tersebut masih
menuai ajang kekerasan, meski jumlah
29
Di Poso terdapat idiom-idiom yang berkembang
dimasyarakat, salah satunya, kalau kita
27
Wawancara di Palu tanggal 10 Desember 2005 (pengungsi) dapat Super mie (mie Instan) maka
28
Wawancara di Palu tanggal 6 Desember 2005 dorang (para Pejabat) dapat super kijang (mobil)

26
Surahman Cinu; Agama, Meliterisasi Dan Konflik (Kasus Poso, Sulawesi Tenggah)

hubungannya dengan isu korupsi di Poso Paginya mereka masuk Kota, berjualan
menjadi sesuatu yang menarik untuk di kaji. di kompleks Pasar Sentral, siangnya, pulang
Poso telah masuk dalam tahapan- ke desa. Kekhawatiran pedagang walau
tahapan perdamaian, meski diantara dua masih ada, tapi tidak seperti sebelumnya,
komunitas yang pernah berkonflik masih walau trauma masa lalu masih membayang.
menunjukkan sikap pasif dalam hal pergaulan Mereka berjualan di Pasar Sentral Poso tidak
antar komunitas yang berbeda, wilayah- ada gangguan lagi, siangnya pulang ke desa
wilayah hunian pegungsi juga homogen. Jika ketika ditanya mengapa tidak tinggal di Poso
di Kota Poso dan wilayah Poso Pesisir saja, Rika, Warga Poso Pesisir menjawab
penduduknya didominasi oleh masyarakat “kami di desa punya rumah juga ada
beragama Islam, maka di Kelurahan Tentena berkebun sayur, ada ubi juga dan hasilnya
dan wilayah-wilayah pedalaman, para kami jual di Pasar Sentral, kami juga di desa
warganya lebih banyak beragama Kristen. Hal membuat gula merah semuanya dijual di
tersebut mengindikasikan bahwa, belum Pasar ini, kalau so siang kami pulang ke
terdapat satu keberanian mengembalikan desa ... kita sudah aman, banyak aparat
situasi sebagaimana sebelum terjadinya yang mereka berjaga-jaga disini, supaya
konflik komunal. tidak ribut kalau ribut kita jadi susah jualan”31
Tahapan-tahapan ke arah perdamaian, Pencitraan sebagai kota konflik hampir
dalam hal interaksi antar kelompok yang hilang walau masih melekat,namun warga
berbeda dari segi agama saat ini telah memulai aktifitasnya dengan berupaya
nampak, warga yang berprofesi sebagai menanggalkan segala atribut konflik, bagi dua
pedagang, terutama penjual sayur-sayuran warga desa di atas, telah memungkinkan
dan sejenisnya, telah memulai aktifitas mereka melakukan aktifitas perdagangan
interaksi. para pedagang sayuran tersebut sebagaimana sebelum konflik. Satu indikator
beberapa beragama Kristen. Mama Mike, penataan budaya kerja oleh masyarakat asli.
salah seorang pedagang sayur dari luar Kota Yang biasanya dipersonifikasi sebagi
Poso mengatakan bahwa : masyarakat yang renda etos kerjanya, Orang
“ kita sudah merasa aman berjualan di desa biasanya dilambangkan sebagai individu
Pasar Sentral Poso ini, sekalipun masih- yang statis, homogen dalam pergaulan
was-was, tapi kita kan harus mencari, sebagaimana klaim kaum fungsionlisme
apalagi pedagang disini yang Islam sudah struktural tidak sepenuhnya benar
saling kenal, jadi tidak apa-apa hanya saja Muhammad Talib Remi mengatakan bahwa :
kalau ada isu akan terjadi pembakaran “ Dalam bayang-bayang konflik masa lalu
atau pengeboman di Pasar sentral ini, kita dengan semangat kerja yang telah kembali
cepat-cepat kumpul jualan kami unuk seperti sebelum konflik, mereka kembali
kembali ke desa atau tidak turun jualan, melakukan aktifitas mencari nafkah, ...
biasanya selebaran atau isu itu datang mereka tidak mungkin bermukim di kota
kalau ada pembunuhan atau Bom sebab rumahnya di desa, besok mereka
terhadap orang Kristen, seperti waktu datang untuk berjualan lagi. Poso
Pasar Tentena di Bom atau ada siswa sesungguhnya menuju tahap-tahap aman
Kristen di bunuh, tapi kalau sekarang aman masyarkat juga sudah berinteraksi dengan
saja ”30 masyarakat lain meski beda agama Kota
Poso di huni oleh warga yang mayoritas

30 31
Wawancara di Poso tanggal 6 maret 2006 Wawancara di Poso tanggl 12 maret 2006

27
AL-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 15 , No. 1 , Januari – Juni 2016

beragama Islam, namun warga yang itu, juga sebagai upaya memperkuat posisi
beragama Kristen telah ada, terutama ekonomi politiknya. Hal ini, berkaitan dengan
mereka yang bekerja di pemerintahan”32 terbuka luasnya jaringan, mapan dan memiliki
Perdamaian Poso masih dibayangi oleh legitimasi atas eksistensi kehadiran mereka
berbagai kekerasan. Beberapa kasus dalam percaturan politik dan ekonomi. Harold
penembakan, pembunuhan, mutilasi, teror Crouch (1999 : 320).mengatakan :
bom dan berbagai tindak kekerasan lainnya “Sebaiknya dianut pandangan bahwa
menjadi potensi bagi lahirnya kembali adalah biasa bagi para pejabat untuk
kekerasan horisontal di Poso. Mekanisme menggunakan kedudukan resminya
pertahanan diri masyarakat Poso telah cukup mendapatkan keuntungan-keuntungan
kuat, sebab mereka mengalami sendiri betapa pribadi. Sebagaimana terjadi di negara-
konflik telah menyusahkan diri mereka, negara tradisional warisan Jawa, tempat
berbagai teror yang terjadi nampaknya akan para pejabat memperoleh pendanaan
menjadi ujian bagi masyarakat Poso. lebih banyak dari berbagai keuntungan
dibandingkan dengan gaji, demikian pula
Konflik, Bisnis dan Meliterisme dengan para perwira Angkatan Darat,
Sebelum membahas lebih lanjut tentang diharapkan dapat memanfaatkan
bisnis militer dan pengembangan institusi kedudukan mereka sebaik-baiknya dalam
teritorialnya dalam konteks Poso ada baiknya birokrasi dan badan-badan pemerintah
beberapa hal mendasar layak dipahami, yang lain dan ini sering dipandang
sebagai upaya menganalisis lebih jauh sebagai balas jasa bagi kesetiaan yang
tentang eksistensi hadirnya militer di dalam telah diperlihatkan sebelumnya, asalkan
ranah konflik Poso. Kemudian mengaitkannya mereka dengan baik menjalankan tugas,
dengan eskalasi konflik yang bertahan, tidak akan ada keberatan bila mereka
penambahan pasukan keamanan dan memperkaya diri disamping melakukan
terdapatnya struktur teritorial yang baru dalam tugas itu ”.
hubungannya dengan relasi bisnis yang Institusi TNI sangat berkepentingan
dikelola oleh militer di daerah konflik Poso. terhadap perkembangan ekonomi dan politik
Pengungkapan realitas tersebut penting Indonesia, ketika berbagai sumber daya yang
mengingat berbagai fenomena yang muncul resmi, seperti anggaran belanja bagi mereka
saat kehadiran aparat keamanan di Poso. sangat tidak memadai, untuk memenuhi
Dibawah ini dicoba untuk menelusuri jawaban kebutuhan institusinya. Salah satu wilayah
terhadap fenomena tersebut dengan terlebih potensial bagi perkembangan bisnis militer
dahulu menganalisis sejarah kehadiran militer terdapat di Komando Teritorial (Koter). Institusi
sebagai pelaku ekonomi dan politik. ini disusun tidak berdasarkan asumsi wilayah
Hadirnya militer dalam area bisnis, pertahanan. Berdasarkan asumsi pembagian
disamping kemampuan keuangan negara wilayah birokrasi pemerintahan, Daerah.
yang jauh dari cukup untuk membiayai operasi Komando Teritorial dimulai dari tingkat desa
militer dan kepolisian, juga merupakan kondisi yang disebut Babinsa, kecamatan atau
historis dari bangsa Indonesia. Sehingga Koramil, kabupaten yang disebut Kodim,
tampilnya mereka dalam pola kekuasaan hingga Propinsi yaitu Korem dan regional
yang di emban, memungkinkan aktor militer setingkat Kodam, dan terakhir Nasional,
memainkan peran dalam hal bisnis, disamping Markas Besar Terlibatnya TNI dalam bisnis,
awalnya guna menjamin munculnya
32
Wawancara di Poso tanggal 2 Desember 2005 pertumbuhan ekonomi yang sehat, institusi ini

28
Surahman Cinu; Agama, Meliterisasi Dan Konflik (Kasus Poso, Sulawesi Tenggah)

kemudian menempati posisi-posisi strategis, militer dalam bisnis, tidak lagi sebatas pada
terutama dimasa Orde Lama dan Orde Baru. pemenuhan kesejahteraan prajurit, mereka
Ketika masyarakat di luar golongan telah jauh melampaui hal itu. Kasus-kasus
priyayi mulai tertarik dan melirik gelanggang penyelewengan dana Yayasan Darma Putra
politik, kelompok militer justru cenderung milik Komando Pasukan Strategi Angkatan
melakukan intervensi politik dan bisnis. Darat menunjukan bahwa, betapa yayasan
Mereka saat itu tidak menyukai, jika militer telah bertindak sebagai kasir atau
masyarakat sipil berpartisipasi dalam bidang penyandang dana. Tanpa pertanggung
tersebut, partisipasi ditekan sedemikian rupa jawaban, seorang komandan bisa menarik
agar tidak berkembang sebagaimana dana dari perusahaan yang dimiliki oleh
mestinya,. yayasan militer. Struktur yayasan yang
Militer kemudian menguasai posisi- mengikuti alur dan logika garis komando
posisi strategis, basis ekonomi politik memungkinkan hal itu terjadi.
kemudian disiapkan diberbagai daerah, guna Bisnis yang dikelola oleh militer menurut
menunjang kebangkitan politiknya yang para peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan
membutuhkan biaya besar. Kuatnya tatanan Indonesia, (LIPI)34 pada dasarnya di bagi
struktur yang telah berlangsung selama dalam dua kategori utama, yaitu bisnis
puluhan tahun, berdampak pada semakin institusional atau formal dan non institusional
sulitnya institusi ini melepaskan perannya atau informal.Danang Wijoyoko (2002)
diluar tugas sebenarnya, sebagai institusi yang menyebutnya dengan Criminal economi.
memiliki legitimasi dari masyarakat dalam hal sementara Aditjondro (2004)
pertahanan dan keamanan. mengkategorikannya sebagai bisnis kelabu
Bisnis dan politik telah menjadi warisan militer. Wijoyoko melakukan pengamatan
historis Orde Lama dan Orde Baru. Namun pada wilayah pasar gelap, dan lebih melihat
benarkah tujuan militer berbisnis demi terdapat kaitan antara militer dengan terjadinya
peningkatan kesejajahteraan prajurit?. bisnis yang berhubungan dengan cara-cara
pertanyaan demikian selalu dijadikan sebagai kriminal. Dalam konteks Aditjondro, fokus
argumentasi untuk melegitimasi kehadiran-nya pengamatannya pada daerah konflik.
dalam ajang bisnis. Endrirtono Sutarto33 Terminologi bisnis kelabu
mengatakan bahwa : sesungguhnya menunjukkan satu
“Bisnis militer dilakukan sebagai akibat pemahaman bahwa aral bisnis tersebut
dari kesejahteraan prajurit yang belum masuk dalam kategori yang tidak
terpenuhi. Kalau hal itu bisa terpenuhi, jelas,.institusional tapi tidak diatur dalam
TNI tidak akan melakukan bisnis dan hukum yang ada, non institusional namun
pemenuhan kesejahteraan prajurit adalah sebagian prakteknya melibatkan perusahaan
kewajiban pemerintah, bukan TNI. yang dikelola oleh institusi tersebut.
Karena belum tercapai, maka saya Sesungguhnya pemahaman wilayah bisnis
terpaksa membantu untuk kesejahteraan militer dapat dikatogorikan dalam dua bagian
prajurit “ (Kompas Ciber Media 21 besar, yaitu, institusional atau bisnis yang
Agustus 2002). dilakukan secara resmi dan non institusional
Beberapa kasus yang sempat mencuat atau bisnis yang dikelola secara tidak resmi.
kepermukaan, menemukan bahwa, terlibatnya

33 34
Panglima TNI dimasa Pemerintahan Presiden Hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan
Megawati Soekarno Putri Indonesia 1998.

29
AL-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 15 , No. 1 , Januari – Juni 2016

Penelitian ini, meski juga menyoroti kerangka penggalangan, dan penciptaan


bisnis institusional, namun hanya sebatas kondisi”36.,
pengantar kearah pemahaman bisnis non Andi Wijayanto lebih terfokus pada cara
institusional. Yang disebut terakhir, peneliti dan operasi intelijen sebagai peneguhan
lebih fokus dan mengaitkannya dengan kehadiran tentara, sementara Arianto lebih
berbagai peristiwa kekerasan yang terjadi. memahami kehadiran aparat keamanan
Sehingga diharapkan akan ditemukan satu secara keseluruhan, namun keduanya
korelasi pemahaman antara bisnis militer menyimpulkan bahwa telah terjadi hubungan
dengan eskalasi konflik yang bertahan. sangat erat antara bisnis militer di wilayah
Konflik komunal yang terjadi diberbagai konflik, politik dan eksistensi mereka dipentas
daerah di Indonesia, layaknya tidak hanya politik nasional.
dipandang sebagai kekerasan antar Salah satu realitas yang kemudian
masyarakat di dua komunitas yang bertikai, berkembang bersamaan dengan perkem-
seperti di Poso,layak dipandang sebagai bangan konflik horisontal, adalah munculnya
kekerasan komunal, dimana salah satu bisnis yang dikelola oleh militer secara kelabu.
penyebabnya adalah, maraknya gugatan Masalah bisnis militer ini Institusi tersebut
terhadap eksistensi militer dalam lakon tertera pada UU No. 34 Tahun 2005 tentang
mereka di bisnis dan politik. dimana pasca TNI. Salah satu pasalnya pada pasal 3
kekuasaan Soeharto dipaksa turun menyebutkan bahwa, 1. Perusahaan-
meninggalkan gelanggang politik, Arianto perusahaan militer baik yang berada langsung
Sangaji, mengatakan bahwa, “konflik yang dibawah TNI dan perusahaan-perusahaan
terjadi di Poso memiliki akar penyebab yang TNI dalam berbagai yayasan, Penyertaan
kompleks, dana korupsi Kredit Usaha Tani saham yang dimiliki TNI diberbagai
(KUT), Pemilihan Kepala daerah, pengadilan perusahaan swasta; usaha-usaha koperasi
mantan Presiden Soeharto dan eksistensi baik yang berada di mabes maupun kodam
militer yang semakin digugat”35 semua unsur- dan seterusnya, 4. Komersialisasi aset militer
unsur yang disebutkan Sangaji di atas dan jasa pengamanan.
berinteraksi satu dengan lainnya, dimana Militer dalam mengelola bisnisnya
kemudian dipahami sebagai penyebab konflik terdapat model bisnis lain diluar cara
Poso. institusional, yaitu model non institusional,
Asumsinya bahwa, konflik dengan kelabu atau criminal economic. Pengelolaan
melibatkan militer lebih terkait dengan upaya bisnis yang dilakukan dengan cara formal
institusi tersebut mempertahankan legitimasi seringkali memiliki kaitan erat dengan bisnis
ekonomi politiknya agar tetap eksis di non formal, seperti ketika konflik terjadi.
masyarakat Sementara itu Andi Wijayanto Wilayah hutan dan perkebunan masyarakat
memahami bahwa keterlibatan mereka, lebih rawan terhadap tindak kekerasan,
berkaitan dengan upaya-upaya pemantapan masyarakatpun enggan masuk atau keluar
posisi dan perannya dalam mekanisme politik daerah mereka yang merupakan daerah
yang berkembang, Informan ini selanjutnya homogen, akhirnya hasil kebun berupa coklat,
mengatakan bahwa “sejak awal militer telah cengkeh, kemiri, jambu mente, kelapa dan
memainkan peran dalam penciptaan konflik berbagai hasil bumi lainnya tidak
komunal Mereka sejak awal terlibat dalam mendapatkan pasar sebagaimana layaknya.

35 36
Wawancara di Palu tanggal 10 Desember 2005 Wawancara di Palu tanggal 6 Desembver 2005

30
Surahman Cinu; Agama, Meliterisasi Dan Konflik (Kasus Poso, Sulawesi Tenggah)

Kondisi demikian memberi kesem-patan Militer masuk sebagai pemberi jaminan


kepada tentara masuk melakukan transaksi bagi terciptanya keamanan di wilayah konflik,
bagi hasil kebun masyarakat, dengan harga bersamaan dengan itu, institusi ini eksis
jauh dibawah harga sebenarnya. Berbagai melakukan penataan dan konsolidasi sebagai
hasil hutan dan kebun tadi dijual ditempat- upaya transformasi terhadap segala bentuk
tempat tertentu, barang-barang itu kemudian realitas politik dan ekonomi yang ada.
ditampung oleh perusahaan-perusahaan milik Keterlibatan militer terhadap zona-zona konflik
militer dan pelaku bisnis lain yang memiliki dan kekerasan, tidak dengan sendirinya
jaringan kearah itu. masyarakat yang berada dalam zona konflik
Keterlibatan militer dalam ajang bisnis di menjadi aman dalam arti sesungguhnya.
Sulawesi Tengah, terutama di Poso, telah Kekerasan masih muncul dan kerapkali terjadi,
dimulai jauh sebelum terjadinya konflik di Poso, tindak kekerasan dengan berbagai
komunal di wilayah tersebut. Tercatat sekitar bentuk dan macamnya masih sering terjadi.
tahun 1950-an institusi ini telah melakukan
upaya-upaya tersebut sebagai bentuk Lembaga Pengkajian Studi Hak Asasi
manifestai kehadiran mereka dalam berbagai Manusia (LPS HAM) Palu mencatat, sekitar
situasi, seperti politik, keamanan dan sosial, dari 93 kasus kekerasan, baik berbentuk
yang dikenal dengan istilah Dwi Fungsi ABRI. penyiksaan maupun perlakuan kejam lainnya
Dalam konteks keamanan, militer seringkali terjadi antara 1 Januari 2002 sampai dengan
memainkan peran sebagai lembaga yang 23 Juni 2004 37 Saat itu aparat keamanan
selalu mencitrakan diri sebagai garda terdepan telah bertugas mengamankan wilayah konflik
penjaga keamanan dan ketertiban. Poso. Banyak kasus yang terjadi di Poso,
Eksistensi aparat keamanan dianggap sementara aparat keamanan terkonsolidasi
legitimate, dan bersinggungan dengan penuh di wilayah tersebut dalam rangka
perbagai persoalan ancaman, serangan, mewujudkan eksistensi Negara sebagai
kerusuhan dan berbagai bentuk kekerasan memberi perlindungan kepada masyarakat.
lain. Persoalan substansial dalam hal ini Catatan di bawah ini menunjukkan
adalah ketika “infiltrasi” yang dilakukan militer pasang surutnya jumlah penempatan militer
dan polisi atas nama keamanan, dimana dan polisi di Poso. Tahun 2003 tercatat sekitar
aktifitas susulan kemudian terjadi. Dalam skala 4.764 dengan rincian TNI 1.668 dan polisi
makro, kehadiran mereka di wilayah-wilayah 3.096 jumlah terbesar dibanding dengan
konflik, merupakan melegitimasi kehadiran penempatan aparat dari tahun 2002 sampai
mereka dalam peta politik nasional, fenomena dengan 2004 Sementara jumlah korban
dari setiap bentuk gugatan terhadap eksistensi penyiksaan dan tindakan kekerasan lainnya
politik. Bersamaan dengan itu, berbagai saat itu masih sangat banyak, sekitar 13 kasus
ledakan kekerasan muncul di beberapa yang sempat tercatat. Sebelum militer dan
wilayah. Daerah itu kemudian terpelihara polisi bertugas di Poso, pemakaian senjata
sebagai zona-zona konflik dimana warna senjata tradisional lebih dominan, saat aparat
kekerasan selalu muncul kepermukaan.Bisnis keamanan bertugas, senjata organik menjadi
insitusional ini bukan merupakan fokus dominan dipergunakan. Hal demikian
bahasan, peneliti lebih menfokuskan pada menunjukkan bahwa, unit analisisnya tidak
bisnis non institusional aparat keamanan di
Poso karena berkaitan dengan penguasaan 37
Data demikian peneliti dapatkan dari beberapa
sumber daya sosial (ekonomi politik) di dokumen lembaga tersebut dan wawancara
wilayah konflik. peneliti dengan beberapa aktivisnya.

31
AL-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 15 , No. 1 , Januari – Juni 2016

hanya antar kelompok masyarakat yang berencana untuk memperluas jaringan


bertikai, yaitu komunitas Muslim dan Kristen. institusinya dengan membentuk Komando
Kajian layaknya lebih dikembangkan pada Distrik (Kodim) bertempat di Morowali atau
kekuatan-kekuatan besar yang berada Tojo Una-Una. Jastifikasi terhadap terjadinya
dibelakang eskalai konflik. Arianto Sangaji tindak kekerasan dan merebaknya konflik
mengatakan bahwa “militer terlibat secara horisontal di Poso menginspirasi militer
langsung, dan tidak langsung dalam konflik di memperluas institusinya sampai di wilayah
Poso. Fakta dilapangan menunjukkan bahwa, basis-basis konflik. Tentara Nasional
institusi ini melibatkan diri dalam konflik dengan Indonesia Angkatan darat (TNI AD) saat ini
cara membagi-bagikan amunisi kepada memiliki rencana mendirikan sekitar 17
mereka yang berkonflik, atau tindakan- Komando Daerah (Kodam) diluar Kodam
tindakan lainnya. Secara tidak langsung, biasa yang telah berdiri. Rencana pendirian 17
saja mereka mengorder orang lain untuk Kodam baru tersebut sebagai justifikasi
melakukan kekerasan “ 38 terhadap merebaknya kekerasan yang terjadi.
Aparat keamanan telah dikerahkan Dapat saja terjadi pemekaran Kodam, dan di
secara maksimal, di Poso militer dan polisi Sulawesi utara akan berdiri Kodam baru jika
yang bertugas demikian besar jumlahnya, konflik dan kekerasan terus terjadi, secara
setiap kebijakan penambahan pasukan. institusional militer sangat diuntungkan akibat
otomatis aparat keamanan memperoleh terjadinya kekerasan di Poso”.
keuntungan institusional maupun pribadi. Atas Rencana pendirian kembali Kodan XIII
nama kekerasan di Poso, mereka kemudian yang berpusat di Manado masih belum
memperkuat institusinya dengan jalan terlaksana, namun tahun 2002, Danrem
membangun satuan-satuan operasi militer 132/Tadulako memberi penegasan bahwa
bersenjata organik di wilayah konflik tersebut. TNI AD akan segera membentuk satu
Hal ini terlihat setelah kerusuhan, militer Batalyon baru Yon 714 Sintuwu Maroso yang
mendirikan kesatuan invanteri 714 sintuvu berkedudukan di Poso Menurut Danrem,
maroso terdapat sekitar 14 kompi Batalyon baru dengan ketiga kompinya akan
ditempatkan di posisi tersebut, dan dibagi bertugas menangani masalah keamanan
dalam dua tempat, di Pendolo dan Morowali. sepanjang pesisir pantai timur Sulawesi
Sementara dari pihak kepolisian juga Tengah.
melakukan hal yang sama, terdapat dua Guna mewujudkan batalyon baru itu
kompi pasukan brimob yang ada di Poso. telah dipersiapkan lokasinya di Raronuncu,
kompi pertama bermarkas di Moengko Poso. 747 personil TNI AD akan bertugas
sementara kompi kedua berpusat di Morowali, menjaga keamanan Poso secara permanen.
dua wilayah yang merupakan basis militer dan Selain itu juga akan dibangun markas Kompi
Polisi di Poso. Sebelum konflik terjadi, belum C di di Pendolo 39 Kedudukan Kompi akan
terdapat markas yang dimaksud. Artinya, menggantikan tugas Kompi B Batalyon
pasca penempatan aparat keamanan militer 711/Raksatama yang kini berkedudukan di
dan Polisi tidak hanya menambah pasukan Kawua (Poso Kota) Menurut Aditjindro (2004 :
organik, namun juga telah memperluas basis- 23).“ Lokasi markas Kompi C di Pendolo, telah
basis institusinya. dibebaskan lahan seluas sembilan hektar
Fenomena lain yang sering terdengar, yang tadinya milik 21 orang warga Pendolo
bahwa untuk kepentingan teritoril, militer
39
Ibu kota Kecamatan Pamona Selatan, salah satu
38
Wawancara di Palu tanggal 10 Desember 2005 wilayah Poso

32
Surahman Cinu; Agama, Meliterisasi Dan Konflik (Kasus Poso, Sulawesi Tenggah)

Biaya Ganti rugi sebesar Rp. 206 juta aktifitas diluar konteks profesi yang diemban,
disediakan oleh pemerintah kabupaten Poso. yakni pertahanan dan keamanan. Aktifitas
Berbagai rencana pembangunan sangat menonjol adalah munculnya bisnis
institusi militer tersebut yang lebih institusional dan non institusional ataupun
diprioritaskan pembangunannya adalah bisnis kelabu ataupun kriminal ekonomi yang
markas Kompi C yang berada di Morowali40 dikelola dan melibatkan secara langsung
hal ini dapat dianggap sebagai indikator akan maupun tidak langsung militer dan polisi di
pentingnya rencana investasi perusahaan Poso.
yang masuk dalam jaringan para petinggi Sebagaimana telah dijelaskan di atas
militer, Artha Graha berencana menanan bahwa terlibatnya militer dalam bisnis, telah
modal sebesar AS$ 3 juta di usaha tambang dimulai sekitar tahuin 1950-an, selain bentuk
marmer seluas 150 hektar di Morowali. Juga kegiatan bisnis yang bercorak institusional
akan mengembangkan berbagai usaha lain di maupun non institusional mereka juga
Morowali, seperti pertanian, peternakan, melakukan kegiatanm bisnis yang bercorak
perkebunan serta pengumpulan hasil hutan. kelabu seperti penyeludupan, penebangan liar
dalam hal ini “ Artha Graha berencan (ilegal logging) dan sebagainya. Sejak konflik
membangun 270 km jalan dari Kolonodale komunal terjadi di Poso, bisnis pungutan liar
sampai ke Kendari, ibukota Propinsi Sulawesi telah muncul seperti yang terjadi di pos-pos
Tenggara. Ruas sepanjang 120 km dari jalan pungutan yang dilalui oleh kendaraan
poros itu akan dijadikan jalan tol. Semua berbagai jenis, memasuki wilayah Poso,
rencana itu akan membengkakan investasi sekitar desa Tumoura dan beberapa desa
kelompok Artha Graha di pantai timur arah Poso Kota. Bisnis institusional adalah
Sulawesi sampai Rp. 300 milyar (George kategori untuk bisnis yang melibatkan militer
Junus Aditjondro 2004 : 24) . secara kelembagaan, sebagai contoh adalah
Morowali dan Poso, dua wilayah yang pengelolaan yayasan. Koperasi, biasanya
pernah bergabung menjadi satu kabupaten, mengikuti struktur komando. Ditingkat Maskas
(Poso) memang memiliki kedekatan geografis Besar (Mabes) menggunakan nama induk,
dan budaya, terutama geografis, banyak ditingkat Komando Daerah memakai nama
perusahaan-perusahaan nasional yang pusat, sementara di tingkat Kemando Resort
menanamkan modalnya di daerah tersebut, dan Komando Distrik menggunakan nama
termasuk kelompok usaha yang dikelola oleh Primer.
kongsi pejabat militer dan pengusaha sipil. Bisnis informal adalah bisnis militer yang
Karena itu jika konflik terjadi di wilayah Poso tidak melibatkan militer sebagai lembaga,
sangat berkorelasi dengan alur-alur bisnis melainkan individu-individu pensiunan militer
yang merebak di wilayah tersebut. atau anggota yang tidak lagi aktif, namun
Berbagai tindakan kekerasan yang mereka telah merintisnya sejak masih aktif
terjadi, seperti penembakan, teror bom dalam dinas. Kelompok usaha Nugra Santana
maupun pembunuhan dapat saja dianggap di bawah komando Ibnu Sutowo berpangkat
sebagai indikator bahwa situasi keamanan di terakhir Letnan Jenderal dan kelompok usaha
wilayah konflik masih belum menentu.. Krama Yudha dibawah komando Sjarnoebi
Kekuatan pasukan organik dan institusi yang Said yang pensiun sebagai Brigadir Jenderal
kuat, memungkinkan munculnya berbagai dapat dijadikan contoh bisnis kategori ini. Yang
lebih mikro lagi adalah PT Gunung
40
Sebelum berdiri sendiri, wilayah ini masuk dalam
Latimojong, PT Kartika Rona Usaha Perkasa,
Kabupaten Poso. anggota kelompok perusahaan Jayanti Group.

33
AL-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 15 , No. 1 , Januari – Juni 2016

bisnis non institusional demikian adalah satu fauna, yang merupakan barang langka,
bentuk usaha yang kelola oleh purnawirawan mereka biasanya meminta kepada penduduk
ABRI (TNI sekarang) dan keluarga, mereka dimana aparat keamanan tersebut bertugas,
sudah berkembang menjadi pelaku bisnis dari beberapa keterangan yang diperoleh dari
yang kuat dan berpengaruh. informan, tanduk rusa, ayam kampung dimasa
Hubungan bisnis institusional dan non konflik masih berkecamuk sering dijadikan
institusional dapat dlihat dari model perekrutan sebagai alat barter bagi masyarakat yang
para pelaku bisnis. Para pelaku ekonomi membutuhkan peluru.
swasta biasanya merekrut para perwira tinggi Banyak jenis dan praktek bisnis bersifat
untuk duduk sebagai komisaris di perusahaan kelabu yang terjadi di Poso, perkembangan
mereka. Kasus lain, para perwira tinggi banyak bisnis ini seiring dengan situasi konflik yang
yang dikaryakan untuk menduduki jabatan terjadi. Artinya, daerah Poso yang menjadi
penting di perbagai Badan Usaha Milik Negara ajang kekerasan merupakan potensi besar,
(BUMN) diposisi mereka dalam memimpin tidak hanya bagi para prajurit yang bertugas di
perusahaan negara tersebut tidak jarang lapangan, tapi juga mereka yang memainkan
terjadi skandal dan penyelewengan jabatan. alur politik di tingkat yang lebih tinggi seperti
Pada akhirnya dipenghujung jabatan di BUMN promosi karir ke posisi lebih tinggi dan dana
tersebut, mereka telah berhasil operasional yang berkurang setiap semester,
mengumpulkan sejumlah modal dan relasi yang diterima oleh para prajurit yang bertugas,
untuk kemudian membangun jaringan usaha beberapa aksi yang dilakukan oleh aparat
sendiri. keamanan berlang-sung. Aksi sejumlah
Kategori bisnis ketiga yaitu criminal anggota Brimob yang mempertanyakan
economic atau bisnis kelabu, lebih pemotongan uang tersebut menjadi salah satu
bersentuhan pada upaya perlindungan yang contoh.. Kemudian tahun 2002 ada personil
diberikan oleh anggota militer terhadap praktek yang melapor ke Solidaritas Anti Korupsi
bisnis gelap yang melanggar hukum, Sulawesi Tengah (SAKSI) perihal
misalnya, penyedia jasa tenaga demonstran, pemotongan dana kesejahteraan prajurit di
beking perjudian, penyediaan uang lapangan.dan masih banyak praktek bisnis
keamanan, seperti yang terjadi di Maluku, yang masuk dalam kategori kelabu di Poso.
untuk mengantar warga ke bandara, mereka Bisnis khusus dan merupakan ciri khas
biasanya meminta kawalan aparat keamanan sumber daya alam Sulawesi Tengah adalah
sebab akan melewati zona daerah rawan, kayu hitam jenis ebony. Ebony merupakan
aparat keamanan dibayar antara Rp. jenis kayu berkualitas tinggi dan terbaik di
350.000,00 – Rp. 600.000,00 juka melewati dunia, jenis ini hanya terdapat di Sulawesi
laut, kalau perjalanan menempuh darat bisa Tengah. Bisnis ini dikelola oleh militer jauh
mencapai dua kali lipat, ongkos tersebut sebelum konflik horisontal terjadi. Guna
sudah termasuk biaya transportasi. Saat menopang perkembangan kegiatan bisnis
situasi konflik belum terjadi, warga hanya tersebut, maka di Sulawesi Tengah didirikan
mengeluarkan uang sebesar Rp. 10.000,00.” berbagai koperasi milik TNI dan Polri yang
Bisnis kelabu lainnya yang terdapat di tersebar di empat kabupaten dan kota. Dari
daerah konflik menyangkut beberapa hal, sekian koperasi tersebut, 4 koperasi terdapat
namun yang paling menonjol terlihat adalah di Palu, sementara di Poso sekitar 3 koperasi
bentuk seperti, memfungsikan diri sebagai milik TNI dan 1 milik Polri. Di kabupaten
petugas keamanan di beberapa perusahaan, Banggai 2 koperasi milik TNI dan 1 milik Polri.
penangkapan dan penyeludupan flora dan Di Kabupaten Toli-Toli 3 koperasi milik TNI

34
Surahman Cinu; Agama, Meliterisasi Dan Konflik (Kasus Poso, Sulawesi Tenggah)

dan 1 milik Polri (Depatemen Perindustrian yang menjadi pelaku bisnis utama, PT.
dan Koperasi Sulawesi Tengah 2002) satu Gunung Latimojong (Gulat) milik Sandewang.
koperasi dikelola oleh para Purnawirawan TNI Seorang purnawirawan berpangkat Kolonel
di Palu. sebagai contoh. Perusahaan ini menurut
Bisnis kayu hitam yang dilakoni oleh beberapa informan yang intens 41 melakukan
militer, biasanya dikelola dengan cara non invesitigasi berbagai kasus penebangan liar di
institusional, aktifitas ini telah berlangsung Sulawesi Tengah, mengatakan bahwa
sejak tahun 1960-an, namun demikian, pola “PT.Gulat meninggalkan masalah serius di
dan bentuk keterlibatan militer dalam bisnis wilayah garapannya di daerah Pantai Barat
demikian berbeda dengan gaya yang Sulawesi Tengah karena tidak dilakukan lagi
dilakukan oleh pelaku bisnis lainnya. Sejak reboisasi setelah mereka melakukan
tahun 1970-an telah terdapat individu militer penebangan secara besar-besaran”

Tabel 3 Nama-Nama Koperasi TNI dan Polri di Poso Tahun 2002


NO Nama Koperasi: Alamat: Badan Hukum
1 Primkoppad Kasintuwu / 308/BH/KWK. 19/IV/96
DIM 1307 Poso Kota
2 Primkoppad Kawua / 178/BH/PAD/KWK.19/IV/96
711 Raksatama Poso Kota
3 Primkoppol Gebang Rejo / 411/BH/PAD/KWk/.19/IX/96
Resort Poso Poso Kota
Data : Departemen Perindustrian dan Koperasi Sulawesi Tengah

Bisnis dan perdagangan kayu ebony di bahkan dalam beberapa hal mereka ikut aktif
Sulawesi Tengah, merupakan kawasan membantu. 41
strategis, terutama di daerah Pantai Timur di Para pengusaha kayu dalam
wilayah Toli-Toli serta Pantai Barat Kabupaten menjalankan kerja bisnisnya dibekali dengan
Donggala, wilayah terakhir yang disebut tadi, Surat Angkut Kayu Olahan (SAKO) dari
sering menjadi lokasi penumpukan kayu Perhutani, jangka waktu berlakunya selama
ebony, dari kawasan itu ribuan kubik kayu satu tahun, surat izin tersebut juga dapat
hitam telah diseludupkan. Pembelian kayu dipindah tangankan. Meski para pengusaha
hitam biasanya dilakukan secara langsung telah dibekali SAKO sebagai izin angkutan
oleh pengusaha kepada masyarakat kayu, namun dalam perjalanan, mereka
setempat, disuatu tempat yang diistilahkan dimintai uang pungutan disetiap pos yang
dengan take over .atau tempat pengoperan dilewati, jika tidak maka kayu akan disita
tempat ini sangat luas untuk menampung kemudian diserahkan ke Polda dan diteruskan
berbagai kayu Eksistensinya menurut M. ke Departemen Kehutanan untuk dilelang.
Najib Azca (2004 77) “diketahui oleh aparat Terdapat modus operandi dalam hal
desa”. Karena bisnis ini dibekingi oleh oleh pengangkutan kayu di Sulawesi Tengah,
orang kuat aparatpun tidak berani menegur, angkutan yang ditahan karena membawa
kayu bermasalah, biasanya dibuat transaksi

41
Edmun adalah salah satu diantaranya, wawancara
dilakukan di Palu tanggal 12 Pebruari 2006

35
AL-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 15 , No. 1 , Januari – Juni 2016

jika barang telah laku, maka hasil penjualan di penghasil kayu hitam. (ebony) Ketika aparat
bagi setengah untuk petugas dan setengah masuk memperkuat sektor-sektor keamanan
lagi diberikan kepada pemiliki kayu. di sana, bersamaan dengan itu, berlangsung
Kendaraan angkutan yang digunakan pula praktek bisnis, dimana mereka berperan
cukup variatif dan difungsikan sesuai dengan sebagai pelaku utama. Bahkan dimasa konflik,
kopndisi lokasi lokasi dan penjagaan, mobil intensitasnya lebih sering dibanding pada
pribadi, mobil angkutan umum, mobil dinas, masa sebelum kerusuhan. Mereka membawa
bahkan sampai mobil ambulance yang truk langsung kehutan kemudian dibawa ke
fungsinya untuk dalam keadaan emergency, bengkel pengolahan, saat konflik sedang
misalnya membawa orang sakit, juga terpaksa berkecamuk salah atu bengkel kayu yang
dipakai untuk mengangkut kayu yang berada di jalan Pulau Irian (Poso Kota)
berstatus “sakit“ agar upaya meloloskan menerima kayu dari mobil-mobil TNI. Sampai
angkutan berjalan dengan baik. saat ini masih banyak kesatuan, meminta
Modus operandi lainnya dilakukan kepada beberapa orang yang dianggap
dengan cara memakai mobil boks, awalnya memiliki kemampuan sebagai pencari kayu
kendaraan jenis ini berangkat ke wilayah hitam, untuk menjalankan aktifitas pencari
Luwuk sambil membawa barang kebutuhan kayu hitam dihutan, mereka kemudian
sehari-hari, seperti, rokok, gula, terigu, dan menjadi pemasok bagi kepentingan bisnis
sebagainya. Saat pulang ke Palu, dalam militer.
perjalanan mereka mampir di beberapa lokasi Di wilayah sebelah barat sungai Poso
atau tempat yang diduga menampung sampai Poso Pesisir, banyak anggota TNI
berbagai kayu, terutama kayu ulin (kayu besi) terlibat dalam pengumpulan dan perdagangan
jenis kayu berkualitas tinggi.. Kayu-kayu tadi kayu hitam selama konflik pertama sampai
kemudian diangkut dalam mobil boks, dengan ketiga. Situasi yang rusuh dimana
kemudian dipasarkan. Perjalanan melewati masyarakat mengalami rasa takut akibat
darat dari Luwuk, melalui wilayah Poso, sebab berkecamukan kekerasan, justru untuk
sementara daerah-daerah sepanjang aparat keamanan menjadi situasi yang
Kabupaten Poso akan melewati beberapa pos kondusif bagi perdagangan ilegal.
pemeriksaan, yang diperiksa bukan hanya Praktek penebangan terhadap kayu
KTP, juga barang-barang yang berada dalam hitam di wilayah kabupaten Poso, telah
tas atau sejenisnya. Sebagai wilayah yang dilarang oleh pemerintah setempat. disamping
pernah dilanda kerusuhan (konflik) pelarangan penebangan kayu lainnya,
pemeriksaan dilakukan sangat ketat. dibeberapa tempat di wilayah tersebut.
beberapa informan mengatakan bahwa Maraknya penebangan liar (illegal logging)
seringkali kayu-kayu tersebut lolos dengan mengharuskan beberapa dinas dan pihak
modus operansi yang berbeda-beda Salah keamanan menggelar operasi pengamanan
satunya adalah Edmund, ia mengatakan kayu-kayu hasil tebangan liar tersebut. Dinas
bahwa “disamping kendaraan, juga modus kehutanan Kabupaten Poso pada bulan Maret
operandinya cukup variatif dan siapa yang 2003 berhasil menggagalkan usaha
berani mempersulit, disepanjang pos-pos pengangkutan kayu olahan di Pendolo,
penjagaan kan juga petugas”. 42. wilayah Pamona Selatan, barang tersebut
Kabupaten Poso jauh sebelum tidak disertai surat-surat resmi sebagaimana
terjadinya konflik, telah dikenal sebagai lazimnya izin angkutan. Kayu yang ditahan
diperkirakan sekitar 70 meter kubik, jumlah
42
Wawancara di Palu 12 Pebruari 2006 yang sangat besar. Menurut Ir Nahardi, kayu

36
Surahman Cinu; Agama, Meliterisasi Dan Konflik (Kasus Poso, Sulawesi Tenggah)

tersebut adalah milik oknum aparat TNI di Komando Pasukan Strategis dari Sulawesi
Sulawesi Selatan (Aditjondro, 2004 : 153). Selatan, banyak terlibat dalam pengumpulan
Sebelum tahun 2003, tepatnya tahun 1999 dan perdagangan kayu hitam selama awal
kayu hitam milik konglomerat lokal Sulawesi kerusuhan. Sampai dengan kerusuhan jilid
Tengah, Willem Sakung berhasil ditangkap ketiga, mereka bersama anggota Kompi C
oleh pihak militer Angkatan Laut dalam jumlah Senapan Batalyon 711 Raksatama Poso,
yang besar. Penangkapan tersebut terjadi padahal sebagaimana disebutkan dalam
sebanyak dua kali. Namun, tidak diketahui peraturan pemerintah Nomor 6/1974 bahwa
secara jelas distribusi kayu tersebut, sangat perwira aktif yang masih berdinas dilarang
sulit untuk dilacak. Edmund mengatakan berbisnis. Sebagai akibat dari kondisi historis,
bahwa : dan terdapatnya peluang-peluang usaha di
“Investigasi tentang bisnis militer wilayah konflik, apalagi bagi aparat yang tidak
hubungannya dengan sumber daya hanya memiliki naluri tempur namun juga
alam seperti kayu hitam, menjadi sangat naluri bisnis. Naluri tempur diarahkan kebisnis
sulit dilakukan, sebab menyangkut dengan cara ekspansif.
jaringan yang begitu rapi dan Sampai pertengahan tahun 2003, masih
tersembunyi, disamping itu juga terdapat anggota TNI dan Polri yang terlibat
bersinggungan dengan kekuatan besar dalam jual beli bantalan kayu hitam, meski
yang berada dibelakang bisnis tersebut, telah dilarang oleh Dinas Perhutanan
hal itu sangat saya rasakan”. 43 kabupaten Poso, kecuali pengolahan limbah,
Praktek illegal logging di wilayah namun salah seorang pengrajin kayu hitam di
Pamona selatan sesungguhnya berlangsung Rorononcu, pusat kerajinan kayu hitam di
lama, praktek Demikian muncul akibat Poso mengatakan bahwa, tiga bantalan yang
terdapatnya berbagai kemudahan yang tergeletak itu adalah milik seorang anggota
diperoleh, lokasi yang cukup jauh dari Brimob yang sedang bertugas di Poso. Hal
jangkauan aparat dan polisi pengawas hutan tersebut berlangsung semenjak Poso
dan mudahnya mengakses ke Sulawesi mengalami kerusuhan sampai dengan saat
Selatan. “damai”. Pembuatan cenderamata dari kayu
Menurut masyarakat setempat, hitam yang biasanya diberikan kepada kolega
sebagaimana di kutip oleh Aditjondro di atas, di luar Sulawesi Tengah, ternyata tidak hanya
bahwa seorang anggota 141 Makassar di pos dilakukan oleh anggota Brimob yang
penjagaan Pendolo, terlibat dalam menitipkan tiga buah bantalan tersebut,
perdagangan kayu dan damar, dia banyak pejabat sipil dan aparat keamanan
menggunakan kendaraan dinas militer, lainnya, juga melakukan hal serupa.
melintasi perbatasan menuju Sulawesi Bisnis kayu hitam di wilayah konflik Poso
Selatan. Sekitar kawasan tersebut memang memang sangat menggiurkan, sebuah
terhadap hutan yang lebat, tertanam berbagai souvenir dengan bahan dasar kayu hitam bisa
macam jenis tanaman kayu berkualitas, yang mencapai ratusan ribu rupiah harga berlaku di
memungkinkan eksploitasi kayu di daerah Poso, sementara jika telah sampai di luar
tersebut terus berlangsung sedemikian rupa. Propinsi Sulawesi Tengah harga tersebut
Di wilayah Barat sungai Poso sampai ke meningkat jauh, sebuah perahu berukuran 50
Poso Pesisir, anggota-anggota TNI dari cm bisa mencapai lebih dari seratus ribu
batalyon 721, 722, 723, 724, , 725 dan 726 rupiah, sementara di luar telah meningkat
beberapa kali lipat.
43
Wawancara di Palu tanggal 12 Pebruari 2006.

37
AL-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 15 , No. 1 , Januari – Juni 2016

Larangan penebangan kayu hitam di parfum ini, memiliki nilai jual tinggi, baik dipasar
wilayah Poso telah lama diberlakukan, bahkan domestik maupun pasar internasional. Tidak
beberapa zona kawasan penebangan untuk mengherankan jika komoditi eksport ini
semua tanaman tidak diberi izin tebang, menjadi rebutan, proses untuk memperoleh
mengingat wilayah tersebut merupakan cengkeh, biasanya para pedagang
daerah resapan air seperti di Desa Saloupa. menempatkan “kaki tangannya” di beberapa
(Pamona Utara) Semua jenis pohon dilarang desa yang dianggap sebagai daerah
dieksploitasi, ternyata salah seorang penghasil cengkeh. mereka kemudian
pengusaha Souwmil disana, melakukan membeli bahan baku tersebut, kemudian
pebangan di desa Tonusu dekat air terjun diserahkan ke “ponggawa”.dengan harga
Saloupa, terjadi insiden pemukulan terhadap murah, memakai sistem rente. Pemilik barang
pengusaha yang melakukan penebangan yang tidak terkait sistem tersebut, biasanya
tersebut, oleh petugas kehutanan yang melepas dagangannnya sesuai dengan harga
ditemani polisi dari Kelapa Dua Bogor, sebagai pasar, bagi para petani cengkeh yang memiliki
akibat dari ucapan dia yang tidak mau modal kuat, mereka biasanya langsung
berurusan dengan bawahan, namun sang membawa dagangannya ke para agen
pengusaha tidak menerima aksi pemukulan itu pengumpul hasil bumi yang berada di pasar
dan melapor ke “atasannya”. Kepala Desa sentral atau tempat-tempat lain.
Tonusu mendapat teguran keras atas insiden Kerusuhan yang terjadi di wilayah Poso,
itu, padahal ia juga seorang petugas memungkinkan kebiasaan tersebut tidak lagi
kehutanan. berlaku, ketidak inginan mengambil resiko
Menuurut George Junus Aditjondro,. hanya untuk pergi mengambil hasil kebun.
sebagai akibat dari terjadinya aktifitas pengungsi menjadi pilihan. Bagi petani yang
penebangan liar di kawasan hutan di wilayah berdiam di daerah Tentena, dimana
tangkapan air, danau Poso memiliki kontribusi komunitas Kristen tinggal dan mengungsi,
terhadap pengurangan efektifitas penyimpa- petani masih sempat menikmati hasil
nan air buat danau itu (Aditjondro, et.al 2004 : kebunnya, mereka masih bisa memetik
155). Kawasan tersebut telah dilakukan upaya pohon, terutama cengkeh dan kakao (coklat)
penanaman beberapa jenis tanaman keras, tapi akses yang terbatas, bahkan terputus ke
seperti cengkeh dan coklat oleh penduduk wilayah lain sebagai dampak dari konflik
yang mendiami wilayah itu, namun akibat memungkinkan mereka tidak lagi memiliki
aktifitas ekonomi tersebut, masyarakat kesempatan ke pasar-pasar seperti biasanya.
memiliki ekses langsung terhadap kondisi Memahami realitas demikian, pilihan
danau. Tahun 2003 sebagaimana menurut praktis ditempuh, yaitu memberikan hasil bumi
Aditjondro permukaan air danau itu naik sekali mereka, tidak lagi pada kaki tangan yang
menggenangi perkampungan disekitar danau selama ini beropersi atau mereka kenal, tetapi
dan hampir masuk ke hotel Pamona Indah di kepada para aparat yang sedang bertugas.
tepi Danau, saat itu musim hujam belum Kondisi keamanan yang tidak menentu,
menghampiri desa tersebut. kemudian tidak tersedianya bahan penunjang,
Bisnis lain dalam kaitannya dengan seperti bahan bakar minyak, dan kebutuhan
penguasaan sumber daya alam oleh sehari-hari lainnya, membuat mereka sangat
beberapa pelaku bisnis dan terjadi pada saat bergantung kepada pihak yang mampu
konflik, adalah cengkeh, hasil tanaman yang mendatangkan barang-barang tersebut, yaitu,
biasanya dijadikan sebagai bahan baku rokok aparat keamanan.
dan bumbu masak juga obat-obatan dan

38
Surahman Cinu; Agama, Meliterisasi Dan Konflik (Kasus Poso, Sulawesi Tenggah)

Pihak keamanan mendatangkan menewaskan 22 orang warga sipil. Tentena


barang kebutuhan sehari-hari dimaksud adalah wilayah yang dikenal sebagai
dengan biaya cukup tinggi. Tidak adanya penghasil cengkeh di Sulawesi Tengah, kaum
pilihan lain, masyarakat akhirnya membeli migran, yang menetap di sana atau yang
barang kebutuhan tersebut, namun tidak tinggal di Poso banyak memiliki kebun luas di
jarang ditemukan barter terjadi diantara wilayah tersebut.
mereka, warga menyodorkan hasil kebunnya, Meski tiga desa yang telah disebut di
aparat menukarnya dengan barang atas merupakan wilayah yang berhasil dalam
kebutuhan, kalaupun masyarakat menjual hal pertanian, namun agak sulit mencari
hasil bumi, pilihannya ke aparat. Transaksi kerelasi antara peritiwa terjadinya
ditentukan dengan harga 17.000 rupiah untuk pembantaian dengan berbagai teror yang
satu kg cengkeh, saat itu harga cengkeh terjadi diberbagai tempat, terutama di tiga desa
dipasaran berkisar Rp. 40.000,00 perkg. tadi. Hal menarik untuk dianalisis bahwa,
Belum lagi hasil bumi lain yang juga dibeli dibalik berbagai peristiwa kekerasan yang
dengan harga yang murah. terjadi di wilayah konflik, dimana kemudian
Distribusi penyaluran cengkeh dan hasil militer masuk mengukuhkan eksistensinya,
bumi lainnya yang dibeli di daerah Tentena, tidak hanya dalam hal keamanan dan politik
selanjutnya tidak diketahui secara pasti juga dalam aspek ekonominya, seperti bisnis
kemana kemudian barang itu dijual, namun di wilayah konflik yang telah dibahas
beberapa informan mengatakan, pembelian sebelumnya. Dalam hal ini terlihat relasi bisnis
cengkeh di Tentena dilakukan oleh menjadi terpelihara sebagai akibat munculnya
Primkopad, sebuah perusahaan koperasi) realitas ketakutan dalam masyarakat.
milik militer Angkatan Darat. Hampir tak Ketika ketakutan tetap terpelihara maka
seorangpun di Tentena saat konflik bisnis yang bersentuhan dengan persoalan
berkecamuk menjual hasil buminya kepada keamanan terpelihara pula. Para pelaku bisnis
pedagang lain, selain pada perusahaan milik selalu menaruh harapan kepada pemberi
TNI. Sebab hanya TNI dan Polri yang memiliki jaminan keamanan bagi kelangsungan
akses keberbagai wilayah konflik saat itu. usahanya. Para penjamin keamanan dalam
Maka dapat dibayangkan “monopoli” sejarahnya, sarat dengan berbagai
pembelian cengkeh dan hasil bumi lainnya kepentingan, mereka juga menjadi bagian dari
yang dilakukan oleh TNI Polri dari masyarakat, pelaku ekonomi yang ulung. Ketangguhannya
mampu mengumpulkan berton-ton hasil bumi, dalam berbisnis ditopang oleh kekuatan yang
meski demikian tak seorangpun informan berada dibalik bisnis tersebut, jadi an sich
yang dapat memberi keterangan tentang bukan semata hanya bisnis, sebab tangan
jumlah yang berhasil dikumpulkan. Demikian yang tersembunyi dibelakangnya terdapat
pula dengan jumlah keuntungan yang kepalan yang tersembunyi.
diperoleh melalui monopoli bisnis tersebut. Teori markets of violence dari antropolog
Hal menarik dari beberapa peristiwa di Jerman Georg Elwert menjadi alat analisis
Poso, adalah hampir semua daerah yang yang dapat membantu menjelaskan adanya
mengalami teror, baik pembunuhan (dengan korelasi antara para penjamin keamanan
cara biasa atau mutilasi), penembakan, dengan pemeliharaan ketakutan, dalam hal
bahkan pembantaian, sebagian besar adalah perkembangan bisnis di wilayah konflik.
wilayah-wilayah yang berhasil dalam Ketakutan menurut Elwert harus terus
pertanian, sebut saja beberapa daerah, dipelihara baik dengan mengawetkan konflik
Daerah Tentena, lokasi pengeboman yang maupun dengan mengawetkan citra bahwa

39
AL-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 15 , No. 1 , Januari – Juni 2016

sebuah daerah masih tetap sangat rentan disisi lain daerah tersebut merupakan
konflik kawasan pertanian yang sukses. Masyarakat
Analisis dari hubungan peristiwa menggantungkan hidupnya dari hasil
tersebut adalah, bahwa teror yang terjadi, bercocok tanam, seorang informan Edmunt
terlihat sebagai sebuah peristiwa dimana mengatakan bahwa : “Desa-desa yang
anggota dari para penjamin keamanan terlibat selama ini terkena teror bom maupun
atau minimal menjadi pendorong terjadinya pembunuhan dengan cara mutilasi adalah
peristiwa teror, sebagaimana yang terjadi di kawasan yang sukses dalam pertanian” 44.
desa Sintuwulemba, dimana warga muslim Menganalisis hubungan militer dan bisnis di
yang berusaha mengungsi, namun dihalang- wilayah konflik dibutuhkan penelitian
halangi oleh aparat keamanan yang bertugas mendalam dan fokus khusus kearah itu.
agar tidak mengunsi. Menurut mereka situasi Akurasi data yang berhubungan dengan
dalam kondisi aman, demikian menurut hal itu. Data-data yang dibutuhkan adalah,
Camat dan Kapolsek Lage yang sebelumnya apakah hasil pertanian yang dihasilkan oleh
melarang mereka mencari tempat aman. desa yang dimaksud kemudian dijual kepada
Pimpinan pasukan merah Fabianus aparat, jika tidak apakah orang yang bekerja
Tibo yang sebelumnya melarang mereka sebagai pedagang pengumpul memiliki
pindah mencari tempat aman, akhirnya jaringan dengan aparat, kemana hasil
memberi izin, siangnya mereka akan pertanian itu dijual, dan yang terpenting,
mengungsi, namun paginya sekitar pukul pengakuan dari para saksi atau tersangka
11.00 anak-anak dan perempuan muslim yang mengarah ke aparat.
disandera oleh kelompok merah dan Guna membantu analisis hubungan
selanjutnya terjadi pembantaian terhadap laki- antara kepentingan militer dengan kekerasan
laki Muslim. (lebih lengkapnya lihat bahasan di Poso, maka harus ada penjelasan
tentang Konflik Poso jilid ketiga). mengenai kerusuhan yang berkesinam-
Berbagai kaitan dari peristiwa di atas jika bungan tersebut, dengan berbagai
diamati lebih jauh, dapat ditarik hubungan kepentingan militer yang sistematik. Minimal
kausalitasnya, bahwa terdapat korelasi antara ada empat asumsi penting bagaimana pihak
kekerasan dan ketakutan yang terpelihara di militer mempertahankan konflik Poso dan
wilayah konflik dengan perkembangan bisnis wilayah lain di Indonesia Asumsi pertama,
yang dijalankan oleh pihak-pihak pemberi adanya gugatan dari masyarakat sipil
jaminan keamanan di wilayah tersebut. terhadap dwi Fungsi ABRI (TNI sekarang)
Hubungan-hubungan lain yang dapat diamati dimana kemudian terjadi transformasi konflik
adalah pernyataan dari aparat yang bertugas dari skala vertikal ke konflik horizontal.
bahwa, situasi masih dalam kondisi tidak Sebagaimana kata Munir bahwa pemicuan
aman. Hal itu di dilakukan agar respon konflik horizontal di Maluku dan di wilayah
masyarakat terhadap kehadiran mereka. Indonesia lainnya sengaja dilakukan oleh
Ekonomi politik menjadi kondusif., hal militer untuk membelokkan perhatian jauh dari
demikian terjadi di daerah Tentena saat tuntutan para mahasiswa, untuk penghapusan
mereka membeli hasil bumi, utamanya Dwi Fungsi ABRI 45.
cengkeh dari warga setempat. Tentena
menjadi wilayah yang selama ini mendapat 44
Wawancara di Palu tanggal 12 Pebruari 2006.
45
teror. Munir 2000 makalah yang disampaikan pada
konferensi mengenai “Conflict and Violence in
Buyungkatedo, Tentena, Buyungboyo Indonesia”. Makalah berjudul Indonesia, Violence
adalah wilayah yang selama ini terkena teror, and the integration Problem

40
Surahman Cinu; Agama, Meliterisasi Dan Konflik (Kasus Poso, Sulawesi Tenggah)

Asumsi kedua, mempertahankan dan Asumsi ke empat adalah . rencana


menambah struktur territorial Tentara Nasional pengadilan terhadap para jenderal militer
Indonesia (TNI) khususnya Angkatan Darat Indonesia, berkorelasi dengan berbagai
dengan cara memberi pencitraan kondisi yang kekerasan yang terjadi di Indonesia. Hal
membutuhkan pengamanan maksimal bagi terakhir tidak bahas disamping tidak masuk
masyarakat, analisis ini diperkuat dengan dalam alur penelitian, juga data-dta tentang hal
berdirinya beberapa kompi militer dan polisi itu tidak mendukung.
seperti di Morowali dan di kelurahan moengko,
ditambah dengan rencana militer untuk Kesimpulan
menambah 17 kodam baru, yang pernah Konflik horisontal yang terjadi di Poso
dipangkas oleh pimpinan militer Orde Baru, akibat munculnya dinamika elit yang dilatar
akibat kurangnya sumber daya untuk mengisi belakangi oleh perebutan penguasaan
peluang tersebut. sumber daya sosial, dimana kemudian, massa
Kodam Merdeka yang berkedudukan di dilibatkan dengan memakai identitas agama
Manado nampaknya menjadi perhatian utama dan budaya sebagai perekat kelompok.
untuk kembali kembali, mengingat konflik yang Keterlibatan massa dalam konflik horisontal
terjadi di Indonesia lebih banyak terjadi di tersebut didasarkan pada keterikatan dan
bagian wilayah Indonesi Timur. Dasar keterkaitan mereka pada nilai-nilai agama dan
pemikiran untuk mendirikan kembali budaya yang diyakininya.Agama dan budaya
komando-komando daerah militer adalah dalam konteks demikian dipahami sebagai
kebutuhan pasukan dengan jumlah banyak institusi yang direproduksi oleh sistem sosial
guna menghadapi keresahan di wilayan yakni elit sosial.
konflik penambahan territorial militer dan polisi Peran tokoh agama, elit sosial dan
merupakan hal signifikan, mengingat institusi pemerintah masih efektif karena simbol kultur
ini menjadi bagian penting dari militer untuk sintuwu maroso, dimaknakan sebagai simbol
menjalankan fungsi pertahanan keamanan, persaudaraan dan persatuan yang kuat, ketika
juga adalah fungsi politik mereka. terjadi eskalasi konflik, pemaknaan kultur
Ketiga, persilangan ekonomi politik sintuwu maroso berdialektika dengan
melanggengkan kekerasan di Poso, otonomi kekerasan, dimana eskalasi konflik semakin
daerah memposisikan wilayah itu dalam luas membuat posisi dan peran tokoh agama,
bargaing, terutama dengan pihak luar. Tentu elit sosial dan pemerintah semakin tidak
saja memiliki pengaruh buat militer, terciptanya berdaya menghadapi konflik horisontal Poso.
kekerasan minimal terjadi penundaan kearah Tidak berdayanya lembaga-lembaga
itu sambil mereka memperkuat posisi. masyarakat, memberi peluang masing-masing
Sekitar 75% pengeluaran militer komunitas agama merekatkan diri, dimana
diperoleh dari bisnis militer dengan cara lain, sikap primordial semakin terbangun, struktur
para komandan militer memiliki anses kepada perasaan in group semakin kuat yang
sejumlah uang yang dapat digunakan guna memperkokoh basis in group. Dengan
membiayai manuver-manuver politik masa demikian, struktur sosial budaya masyarakat
depan.(ICG 2000). Salah satu Contoh adalah yang telah terbangun sejak lama menjadi
kasus di Yayasan Dhrama Putra yang runtuh, akibat konflik yang tertransformasi oleh
dibeberkan oleh Pangkostrad waktu itu Agus kekuasaan yang terus menyatu dalam relasi
Wirahadi-kusuma. Telah diuraikan sosial yang ditempuh melalui level
sebelumnya. disharmonis.

41
AL-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 15 , No. 1 , Januari – Juni 2016

Masyarakat Poso membutuhkan Baso, Ahmad. 1999, Civil Society Versus


lembaga yang memungkinkan mereka dapat Masyarakat Madani Arkeologi
saling memahami dan berinteraksi satu Pemikiran “Civil Society” dalam Islam
dengan lainnya, dimana para pemuka agama Indonesia Bandung; Pustaka Hidayah.
dan tokoh masyarakat diberdayakan sebagai Bellamy, Richard. 1990, Teori Sosial Modern
upaya konsolidasi perdamaian, demikian pula Perspektif Italia. Jakarta : LP3ES
dengan rencana pembentukan Tim Pencari Berry,David. 1983. Pokok-Pokok Pikiran
Fakta Kasus Poso (TPF) sebaiknya dalam Sosiologi. Jakarta : Rajawali
melibatkan mereka yang selama ini menjadi Bogdan, Robert and Steven J. Taylor. 1975.
korban kekerasan. Introduction of Qualitative Research
Methods: A Phenomenological
Approach to Social Sciences. New
DAFTAR PUSTAKA York: John Miles and Sons.
Booth, Anne, 1988,. Sejarah Ekonomi
A. Buku-Buku Indonesia, Jakarta LP3ES.
Abdullah, Taufik (ed). 1987. Sejarah dan Bottomore, Tom 1992 Sosiologi Politik Jakarta:
Masyarakat. Jakarta: Pustaka Firdaus. Rineka Cipta
Abdullah, Taufik. 1987. Islam dan Budiman, Arief. 1991. State and Civil Society
Masyarakat Pantulan Sejarah in Indonesia, Clayton: Monas
Indonesia Jakarta, LP3ES University.
Abdillah, Masykuri. 1999. Demokrasi ------------. 1997. Teori Negara: Negara
Dipersimpangan Makna Respon kekuasaan dan Ideologi. Jakarta:
Intelektual Muslim Indonesia terhadap Gramedia.
Konsep Demokrasi (1966-1993) ------------, (ed) 2000. Harapan dan
Yogyakarta : Tiara Wacana Kecemasan Menatap Arah Reformasi
Adimihardja, Kusnaka 1992. Kesepuhan yang Indonesia Yogyakarta: Bigraf
Tumbuh di Atas yang Luruh, Publishiung
Pengelolaan Lingkungan secara Bulkin, Farhan. 1985. Kekuatan – Kekuatan
Tradisional di Kawasan Gunung Politik di Indonesia Jakarta: LP3ES
Halimun Jawa Barat Bandung. Trasito Campbell, Tom. 1999. Tujuh Teori Sosial,
Adriani, N en Kruit, A.C. 1912, De Bare’e- Sketsa, Penilaian, Perbandingan.
sprekende Toradja’s van Midden Yogyakarta. Kanisius
Celebes. Batavia : Lannsdrukkerij. Chandra, Robby. I. 1992. Konflik dalam
---------------- 1919,. Van Poso nar Todjo, Hidup Sehari-Hari. Yogyakarta.
Tanpa Penerbit. Kanisius
Arndt, H.W. (ed) 1983. Pembangunan dan Christie, Kenneth, 1998. Ethnic Conflict Tribal
Pemerataan. Jakarta:. LP3ES. Politics. A Global Perspective Surrey
Azca M, Najib (ed) 2004., Ketika Moncong Curzon Press
Senjata Ikut Berniaga, Keterlibatan Clammer, john. 2003. Neo-Marxisme
Militer dalam Bisnis di Bojonegoro, Antropologi. Studi Ekonomi Politik dan
Boven Digoel dan Poso, jakarta Pembangunan. Yogyakarta. Sudasiva
Kontras. Coser, Lewis, A, 1956, The Function of Social
Brth, Fredrik. 1969. kelompok Etnik dan Conflict, New York The Free Press
batasannya, Jakarta. UI Press Crouch, Harold. 1986. Militer dan politik di
Indonesia Jakarta. Sinar Harapan

42
Surahman Cinu; Agama, Meliterisasi Dan Konflik (Kasus Poso, Sulawesi Tenggah)

Darby, Jhon. 1986. Intimidation and Control of Feith, Herbert. 1981. Repressive
the Conflict in Northern Ireland. Dublin, Developmentalist Regimes in Asia.
Gill and Macmillan and Alternatives Vol. VII (I)
Syracuse.Syracuse University Press Fisher, Ronald J. 1989. The Social Psychologi
de, Silva, Kinsley. M. 1986. Managing Ethnic of Inter-Group and International
Tensions in Multi-Ethnic Societies. Conflict Resolution. New York Springer
Lanham University Press of America. Verlag.
Dedring, Juergen. 1973. Recent Advances in Fisher, Simon. Dkk. 2001. Mengelola Konflik
Peace and Conflict : Research A dan Ketrampilan untuk Bertindak (terj)
Critical Survey Beverly Hills saga S.N. Kartikasari Indonesia SMK
Deutsch, Morton. 1973. The Revolution of Grafika desa Putra.
Conflict : Construk\ctive and Fraser, Niall M. and Hipel Keith W. 1984.
descructive Processes New Haven Conflict analysis Models and
Yale University Press Resolutions New York. North-Holland
Diamond, Larry, 1990 Revolusi Demokrasi Furchan, Arief. 1992. Pengantar Metode
Perjuangan untuk Kebebasan dan Penelitian Kualitatif. Surabaya. Usaha
Pluralisme di Negara Sedang Nasional.
Berkembang Jakarta: Yayasan Obor Gafar, Affan. 1999. Politik Indonesia Transisi
Indonesia Menuju Demokrasi, Yogyakarta:
Dukes, Franklin, 1996, Resolving Public Pustaka Pelajar
Conflic Transforming Community and Galtung, Johan, 2003, Studi Perdamaian,
Governance Manchester University Perdamaian dan Konflik,
Press Pembangunan dan Peradaban.
Duverger, Maurice 1998. Sosiologi Politik. Surabaya, Pustaka Eureka
Jakarta. Rajawali Press Garna, Yudistira K. 1999, Metode Penelitian :
Effendy, Bahtiar, 1998, Islam dan Negara Pendekatan Kualitatif. Bandung
Transformasi Pemikiran dan Praktik Primaco Akademika
Politik Islam di Indonesia. Jakarta: Giddens, Antony dan David Held, (ed). 1987.
Paramadina. Perdebatan Klasik dan Kontemporer
Esman, Milton J. and Rabinovic Itamar. 1988. mengenai kelompok, kekuasaan dan
Ethnicity Pluralism and the State in the konflik. Jakarta: Rajawali Pers.
Middle East. Ithaca Cornell University Giddens, Anthony 1994, Beyond Left and
Press Righ, the Future of Radical. Politics
Faisal, Sanapiah, 1990, Penelitian Kualitatif : Polity Press
Dasar-Dasar, Aplikasi, Malang: Grasmci, Antonio. 1971. Selection From the
Yayasan Asah, Asih, Asuh. Prison Notebook. London: Lawrence
Fatah, Eep Saefulloh. 1999, membangun and Wishart.
Oposisi Agenda-Agenda Perubahan Groom, A.J.R. 1988. Paradigms in Conflict
Politik Masa Depan. Bandung Rosda The Strategist the Conflict Research er
Karya. and the Peace Researcher Review
Faturrochman (ed) 2004. Dinamika INternationla Studies
Kependudukan dan kebijakan. Habermas, Jurgen. 1981. The Theory of
Yogyakarta. Pusat Studi Communications action New York
Kependudukan dan Kebijakan Beacon Press
Universitas Gajah Mada

43
AL-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 15 , No. 1 , Januari – Juni 2016

------------- 1989, The Structural Management Skills. Dubuque


Transformation of the Public Sphere Kendal/Hunt Publishing Company
Cambridge. MIT Press Hadiz, Vedi Khaldun, Ibn. 1962. Ibnu Khaldun tentang
Renandi, 1992, Politik Budaya dan Masyarakat dan Negara. Jakarta
Perubahan Sosial Ben Anderson Bulan Bintang.
dalam Studi Politik Indonesia. Jakarta: Kleden Ignas. 1999 Politik Aliran Civil Society
Gramedia. dan Negara: Indonesia Pasca
Haramain, A. malik. 2004, Gus Dur Militer dan Soeharto Dalam Almanak Parpol
Politik. LKIS Yogyakarta. Indonesia Pemilu 99. Jakarta. API
Haris, Syamsuddin. 1999 Revormasi Krippendorff. 1993. Analisis Isi Pengantar
Setengah Hati. Jakarta : Erlangga Teori dan Metodologi Jakarta .
Hasan, Muhammad Kamal. 1987, Gramedia
Modernisasi Indonesia, Jakarta: Kruit, Alb.C., 1938, De West Toradja op
Lingkaran Studi Indonesia. Midden Celebes, Amsterdam Uitgave
Hikam, Muhammad AS. 1999. Demokrasi van de N.V. Noord Holandsche
dan Civil Society. Jakarta: LP3ES Uitgevers Maatschappij.
Hinckley, Barbara. 1981. Coalitions and Kruyt, J.Janr 1975 Keselamatan di Poso
Politics New York : Harcourt Brace Sejarah Gereja Kristen Sulawesi
Javanovich inc. Tengah Sampai 1947 . Jakarta BPK
Hofman, Ph.H.C., 1895 Een en ander Gunung Mulia.
aangaande het geestelijk en Kuntjaraningrat, 1990. Metode-Metode
maatscahappelijk leven van Poso- Penelitian Msayarakat, Jakarta:
Alfoer, Mededeelingen van wege het Gramedia
Nedrlandsch-Zendeling Genootschap, Kuntowijoyo. 1985. Dinamika sejarah Umat
Horowitz, Donald L. 1985. Ethnic Groups in Islam Indonesia Yogyakarta
Conflict Berkeley University of Shalahuddin Press.
California Press Kusumaatmadja S. 1988, Sketsa Politik Orde
Hungtington, Samuel P. 1995. Gelombang Baru. Bandung Alumni
Demokratisasi Ketiga. Jakarta : Grafiti. Kusumandaru, Ken Budha. 2004. Karl Marx,
Isard, Walter. 1992. International Conflict and Revolusi dan Sosialisme, Sanggahan
the Sciece of Peace. Cambridge. MA terhadap Frans Magnis suseno. Resist
Blackwell Book. Magelang.
Jenkins, David, 1984, Suharto and His Land, Michael. 1996. Preventing Violend
Generals Indonesian Military Politics Conflicts Washinton D.C. USIP Press
1975-1983, Ichaca New York: Lasahido, Tahmidy. Dkk. 2003. Suara dari
Cornel University Poso Kerusuhan, Konflik dan Resolusi.
Kantaprawira, Rusadi, 1987, Pendekatan Jakarta YAPPIKA.
Sistem dalam Ilmu-Ilmu Sosial Aplikasi Lauer, Robert H. 1993. Perspektif tentang
dalam Meninjau Kehidupan Politik Perubahan Sosial. Jakarta Rineka
Indonesia, Bandung: Sinar Baru. Cipta
Karim, M. Rusli, 1992, Islam dan Konflik Politik Liddle, William R, 1988, Indonesia Politiks and
Era Orde Baru Yogyakarta: Media Culture in An Arbor: Center for Political
Widya. Studies Institute to Social Research.
Katz, Neil M. and Lawyer, JW 1985. The University of Michigan.
Communication and Conflict

44
Surahman Cinu; Agama, Meliterisasi Dan Konflik (Kasus Poso, Sulawesi Tenggah)

--------------, 1996. Indonesia Suharto’s Muhaimin, Yahya. 1991. Bisnis dan Politik
Tightening Grip. Journal of Kebijakan ekonomi Indonesia 1950-
Democracy. Vol 7 no. 4 1980 Jakarta : LP3ES
--------------, 1996 Leadership and culture in Mulyana, Dedi. 2001. Metodologi Penelitian
Indonesia politics Sidney : Allen and Kualitatif Paradigma Baru Ilmu
Uhwin Komunikasi dan Ilmu Sosial lainnya.
Lund, Michael 1996. Preventing Violent Bandung Rmaja Rosdakarya
Conflicts. Washinton D.C. USIP Press Muna, Riefqi, M. (ed). 2002. Likuidasi
Mahfud MD, Moh (ed.), 1997, Kritik Sosial Komando Teritorial dan Pertahanan
dalam Wacana Pembangunan. Nasional Jakarta. The Ridep Institute
Yogyakarta: UII Press. Nadjamudin, Lukman., 2001, Dari Animisme
Malik, Ichsan, 2003, Mematahkan Kekerasan ke Monoteisme, Kristenisasi di Poso
dengan Semangat Bakubae. Jakarta, 1892-1942. Yogyakarta, Elstreba .
Yappika Nasution, S. , 1988, Metoda Penelitian
Marger, Martin N. 1981, Elites and Masses An Naturalistik Kualitatif, Bandung Tarsito.
Introduction to Political Sociology, New Nawawi H. Hadari. 1995. Metode Penelitian
York D.Van Nostrand Company. Bidang Sosial. Yogyakarta Gajahmada
Marx, Karl. Frederick Engels, Communist University Press
Manifesto, 1848. From Marx to Mao. Nazir, Muhammad. 1988. Metode Penelitian.
http;//gate.cruzio.com/- Jakarta. Ghalia Indonesia
marx2mao/index.html,HTML-markup Noer, Deliar. 1983. Ideologi Politik dan
1998. Pembangunan Jakarta Yayasan
Mas’oed, Mohtar, 1989, Struktur Ekonomi Pengkhidmatan
Politik Orde Baru, 1966-1971 Jakarta: O’Donnel, Guillermo, (ed), 1993. Transisi
LP3ES, menuju Demokrasi Tinjauan Berbagai
Mappangara, Suriadi, 2001,. Respon Militer Perspektif. Jakarta: LP3ES.
terhadap Konflik Sosial di Poso, Palu -----------------, (ed), 1993 Transisi Menuju
Yayasan Bina Warga. Demokrasi Kasus Amerika Latin
Mattulada, , 1989,. Sejarah Kebudayaan „To Jakarta LP3ES.
Kaili“, Palu Universitas Tadulako --------------, (ed) 1993 Transisi menuju
Mc. Donald, Hamish. 1990. Suharto’s Demokrasi Kasus Rangkaian
Indonesia Victoria :Fontana Book Kemungkinan dan Ketidak Pastian.
Mills, Wright C. 1963. A Diagnoses of. Our Jakarta LP3ES
Moral Vneasiness. Kurf david R. Pabottinggi, Mochtar, (peny.), 1986, Islam:
Simon and D.Stanley. Etzen Elite Antara Fisi, Tradisi dan Hegemoni
Deviance. Boston Toronto.Allyn and Bukan-Muslim Jakarta, yayasan Obor
Bacon. Indonesia.
Moleong, Lexy J. , 1989, Metoda Penelitian Patria, Nezar & Andi Arief, 1999, Antonio
Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda Gramsci Negara dan Hegemoni,
Karya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mortimer, Rex, 1973, Showcase State the Poloma, M. Margaret, 2000 Sosiologi
Inlusion of Indonesia’s ‘Accelerated Kontemporer Jakarta. Rajawali.
Modernisation. Australia: Agus and Poulandtzas, Nicos, 1974, Classes in
Robertson,. Contempoarry Capitalism, London:
Lowe and Brydone.

45
AL-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 15 , No. 1 , Januari – Juni 2016

---------------- , 1992. Islam dan Demokrasi Soejito, Irawan, 1984, Sejarah Pemerintahan
dalam Agama dan Demokratisasi, dari Daerah di Indonesia, Jilid 1, jakarta,
Seminar sehari. Jakarta; P3M. Pradya Paramita
-------------- , (ed) 1986, Islam Indonesia : Soewardi, Herman. 1999. Roda Berputar
Suatu Ikhtiar Mengaca Diri Dunia Bergulir Kognisi Baru tentang
Jakarta:Rajawali Pers. Timbul-Tenggelamnya sivilisasi
Ross, Marc Howard. 1993. The Management Bandung. Bakti Mandiri
of Conflict Interpretations and Interests --------------, 2004. Sosiologi,
in Comparative Perspective. New Membangkitkan Karsa Umat.
Haven. Yale Univercity Press Tumpuan Utama Bagi Pembangunan.
Roxborough, Ian, 1986, Teori-Teori Bandung. Bakti Mandiri.
Keterbelakangan, Jakarta: LP3ES. Stepan, Alfred. 1988. Militer dan
Robison, Richard. 1986. Indonesia: The Rise Demokratisasi Pengalaman Brazil dan
of Capital. Sidney: Allen and Unwin Beberapa Negara Lain. Jakarta. PT
Rudianto, R Bambang, (ed), 1992, Diskursus Pustaka Utama grafiti.
Kemasyarakatan dan kemanusiaan Storey, John. (ed). 1994 Cultural Theory and
Jakarta: Gramedia,. Popular Culture. New York : Harvester
Salampessi, Zairin et.al, 2001. Ketika A. Reader
semerbak Cengkih Tergusur Asap Suaedi, Ahmad, (ed). 1994. Spiritualitas Baru:
Mesiu. Jakarta.. Sekretariat Tapak Agama dan Aspirasi Rakyat.
Ambon. Yogyakarta: Institut Dian/Intervidei.
Samego, Indria. 1998 Bila ABRI Berbisnis. Sugiono, Muhadi. 1999. Kritik Antonio Gramsci
Mizan Bandung. terhadap Pembangunan Dunia Ketiga.
Sanghcai, Somporn. 1976. Coalition Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Behaviour in Modern Thai Politics. Sundhaussen, Ulf. 1986. Politik Militer
Singapore : Institute of Southeas Asian Indonesia 1945-1967 Menuju Dwi
Studies (ISEAS) Fungsi ABRI. Jakarta : LP3ES.
Scocpol, Theda, 1991, Negara dan Revolusi Tanter, Richart dan Kenneth Young, 1993,
Sosial : Sebuah Studi perbandingan Politik Kelas Menengah Indonesia,
Antara Perancis, Rusia dan China, Jakarta: LP3ES
Jakarta: Erlangga. Tjandrasasmita, Uka, 1965,. Samudra Pasai
Shaw Martin, 2001,. Bebas dari Militer, Analisis Kerajaan Pengembang Islam Pertama
Sosiologis atas Kecenderungan di Indonesia, Jakarta, Jaya
Masyarakat Modern, Yogyakarta Tukiran (ed). Mobilitas Penduduk Indonesia
Pustaka Pelajar. Tinjauan Lintas Disiplin. Yogyakarta,
Sihbudi, Riza, 1986, Dinamika Revolusi Islam Pusat Studi Kependudukan dan
Iran, Bandung: Mizan Kebijakan Universitas Gajah Mada
Smith, Anthony D, 1981,. The Ethnic Revival in Turmudzi, M. Didi, (ed) 2005. Berkatya
the Modern World, Cambridge : dibelantara Budaya, Dinamaika
Cambridge University Press. Budaya Lokal, Partisipasi, dan
Smith, Anthony D. 1991 National Identity. Pembangunan.. Bandung. CV. Indra
Penguin Books Prahasta.
Soedarmadji, Tjoek,. 1983, Mengenal Buol Uhlin, Anders, 1998, Oposisi Berserak, Arus
Toli-Toli, Buol Toli-Toli Pemerintah Deras Gelombang Demokratisasi
Daerah.

46
Surahman Cinu; Agama, Meliterisasi Dan Konflik (Kasus Poso, Sulawesi Tenggah)

Gelombang Ketiga di Indonesia. di Jawa Barat. Cakradonya 1 : 1-


Bandung: Mizan. 8
Varma, S.P. Toeri Politik Modern. 1987 Anderson, Ben. ROG. 1982. Old State,
Jakarta : Rajawali New Society : Indonesia’s New
Vatikiotis, Michael R.J. 1992, Indonesian Order Comparative Historical
Politics Under Soeharto: Order Perspektive. Journal of Asian
Development and Presure for Change Studies Vol. XLII (3).
London & New York Routledge Collins, Elizabeth. Fuller. Indonesia
Visscher, Charles De, 1957. Theory and Sebuah Budaya kekerasan ?
Reality in Public Internasional Law, Melalui http//www.cmdd.org.
New Jersey: Princeton University artikel. efc.htm. 19/07/2004
Press. Fatah, Eep Saifulloh, 1994, “Manajemen
Widjayanto, Andi (ed) “Reformasi Intelijen Konflik Politik dan Demokrasi
negara”, Jakarta Pacivis UI Orde Baru”, Ulumul Qur’an, No. 5
Widoyoko, Danang, (ed) 2003, Bisnis Militrer dan 6 Vol.V. Jakarta: LSAF
Mencari Legitimasi, Jakarta Indonesia International Crisis Group, 2000.
Corruption Watch.. Indonesia : keeping the military
Zartman, I William and J. Lewis Rasmussen. under control. Jakarta/ Brussels
1997. Peacmaking in International: International Crisis Group (ICG)
Conflict Methods & Techniques. International Crisis Group, 2005
Washington D.C. USIP. Weakening Indonesia’sMujahidin
Networks: Lessons From Maluku
B. Jurnal. and Poso Tanpa Penerbit.
Abdalla, Ulil Abshar, 1995, “Ummat Liddle, R. William, 1993, “Otonomi
Islam dan Politik Representasi”, Relatif Politisi Dunia Ketiga: Orde
Jakarta. Ulumul Qur’an, No.2 Vol. Baru dan Pembangunan
VI. Ekonomi Indonesia dalam
Abdel, salam 2004, Kerangka Teoritis Perspektif Komparatif”, Jakarta:
penyelesaian Konflik. Melalui Afkar, Vol.I, No. 1, April-Juni.
http// www.cmdd/.org/artikel Rakhmat. Jalaluddin. 1992. Islam dan
ef.htm 19 Juli Demokrasi dalam Agama dan
Aditjondro, George Junus, 2004, Negeri Demokrasi dari seminar sehari.
Tentara, Membongkar Ekonomi Jakarta: LP3M.
Politik Militer Bisnis Militer di Rais, M. Amin, 1994, “Suksesi 1998 :
Poso. Yogyakarta Wacana, Insist Suatu Keharusan,” Sintesa,
Aditjondro, George Junus, 2005, No.09/Th.II, Juni-Juli.
Setelah Gemuruh Wera Sangaji, Arianto, 2005, Peredaran Ilegal
Sulewana di Bungkam : Dampak Senjata Api di Sulawesi Tengah,
Membangunan PLTA Poso dan Palu, Yayasan Tanah Merdeka,
Jaringan Sutet di Sulawesi, Palu, Kertas Posisi 04.
Yayasan Tanah Merdeka. Kertas Suparlan, Parsudi. 1999 a,
Posisi 03 Kemajemukan, Hipotesis,
Adimihardja, Kusnaka. 2001 Amok Kebudayaan Dominan dan
Massa di Tasikmalaya, Kota Kesukubangsaan. Antropologi
Santri yang Ramah dan Santun Indonesia 58. 13-20.

47
AL-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 15 , No. 1 , Januari – Juni 2016

___________. 1999 b. Konflik Cinu, Surahman 2001 Antara Politik


Sosial dan Alternatif Spasialisasi dan Hegemoni
Pemecahannya. Antropologi Negara. Makalah Seminar
Indonesia 59 7 - 19 tentang Teori Perubahan Sosial
Surahman, 2001, Interaksi Politik antara di Universitas Padjadjaran
ICMI dan Orde Baru, Studi Bandung
tentang Aliansi Politik di Masa Juliantara, Dadang, 2002. Sengketa
Orde Baru. Thesis. Bandung. Agraria. Makalah pada seminar
Universitas Padjadjaran Perdamaian dan Resolusi
Wahid, Abdurrahman, Merumuskan Konflik. Universitas Gajah Mada
Hubungan Idologi Nasional dan Yogyakarta.
Agama, Aula Tanpa Tahun Terbit Mugasejati, Nanang Pamuji.2002
Perdamaian Internasional : State
C. Makalah of the Art dan Edukasi. Makalah
Adimihardja, Kusnaka. Ibnu hajar. 2000. pada Seminar perdamaian dan
Konflik dan Resolusi konflik Resolusi Konflik Universitas
Kasus di propinsi Sumatera Gajah Mada Yogyakarta
utara. Laporan Penelitian Munir, 2000. Indonesia Violence and the
Bandung, Forum Rektor. Integration Problem. Makalah.
Aditjondro, George Junus, 1993, Disampaikan pada konferensi
Analisa Kritik terhadap LSM. mengenai “Conflic and Violence
Makalah pada Seminar in Indonesia”. Humboldt
Paradigma dan Teori-teori University. Berlin. 3-5 Juli
Perubahan Sosial, Salatiga: 6-7 Praja, Juhaya S, 1999, Agama dan
Maret, Salatiga Politik Hubungan Agama dengan
----------------. 2004. Kerusuhan Poso Politik di Dunia Islam dan
dan Morowali Akar Implikasinya dalam Bidang
Permasalahan dan Jalan Pendidikan, Hukum dan
Keluarnya, Makalah pada Ekonomi, Orasi pada Wisuda
“Penerapan Keadaan darurat di Sarjana ke-5 STAI Al-Fatah,
aceh, Papua dan Poso“ 7 Januari Bandung.
Jakarta Rais, M. Amien. 1990. Transformasi
Anggoro, Kusnanto, 2002. Hubungan Masyarakat dan Perkembangan
Sipil Militer : State of the Art dan Global. Dalam prosiding
Strategi pendidikan. Makalah Simposium Nasional
pada seminar Perdamaian dan Cendekiawan Muslim 1990,
Resolusi Konflik Gajah Mada Membangun Masyarakat
Yogyakarta. Indonesia abad XXI. Jakarta
Budiman, Arief, 1993, Analisa Kritik :ICMI.
terhadap Teori-teori Riyanto, Sigit, Hukum dan Resolusi
Pembangunan, makalah pada Konflik, Makalah pada seminar
Seminar Paradigma dan Teori- Perdamaian dan Resolusi
Teori Perubahan Sosial, Salatiga: Konflik. Universitas Gajah Mada.
6-7 Maret. Yogyakarta.

48
Surahman Cinu; Agama, Meliterisasi Dan Konflik (Kasus Poso, Sulawesi Tenggah)

D. Koran dan Majalah Seputar Rakyat, Edisi 04 Tahun 2005


Baruga, Edisi V/Desember 2003, Korupsi Poso Teror Poso
Sintuwulemba dan Lombogia Setara, Sekilas tentang Perempuan
Kapan Kembali Juni 2005. Perempuan Sulten
Berita Kontras, No. 3/V-IV/2005, Derita dalam Lilitan Kekerasan
Poso yang Tak Kunjung Usai The New York Times, 10 Januari 2002,
Kompas 22 November 1999, . Lihat Seethes, and Grows, on
Anggaran Militer dan Modernisasi Indonesian Island
Senjata TNI. Tempo, 13 November 2005, Belum
Kompas 2 Juli 2000, . Bank Dunia dan Damai di Poso.
IMF Minta Dana Nonbutjeter TNI di Tempo, 8 Januari 2006, Uang Kantin
Audit. Bukan Uang Jago
Kompas 20 November 2000., Prof Bilver Tempo 15 Januari 2006. Pemain Lama
Singh : Pengelompokan di TNI di Rumput Kering
Jangan Timbulkan perpecahan
Kompas 31 Mei 2005
Kompas 14 Juli 2005
Kompas, 14 Februari 2006, TNI Jangan
Main Api Politik
Kontan No. 31 Tahun III. 31 Mei 1999.
Bisnis Prajurit di Hutan Rimba,
Yayasan ABRI menguasai 2 juta
Hektar HPH.
Media Indonesia,. 31 Januari 2001,.
Militer Banyak Kuasai Lahan
Bisnis, Hasil Penelitian di Lima
Kodam
Republika, 16 Januari 2000., Reformasi
TNI Pastiakan menyentuh Bisnis
Militer.
Sabili, No. 16 Tahun XIII 24 Muharram
1427. Skandal Freeport Indonesia
Terjual
Sangkompo Edisi II Desember 2002,
Teror dalam Selimut Damai Poso.
Sangkompo, Juni – Juli 2004, Operasi
Kelar Koramil Muncul
Seputar Rakyat, Edisi 02 Tahun II.
Desember 2003 – Januari 2004,
Poso Damai Tak Kunjung Tiba,
Langit Belum Runtuh
Seputar Rakyat, Edisi 03 Tahun II 2004
Korupsi di Tengah Reruntuhan
Poso

49

You might also like