Professional Documents
Culture Documents
167 1 316 1 10 20130531 PDF
167 1 316 1 10 20130531 PDF
167 1 316 1 10 20130531 PDF
2009 : 49 – 55 49
Leny Yuanita
Jurusan Kimia, FMIPA Universitas Negeri Surabaya
ABSTRACT
The aim of the study was to describe the changes of sacharide monomer and functional groups of Fe-dietary
fiber complex at boiling with acidic medium. The research was designed as the Pre test-Post test Control Group,
the treatment of variation pH (pH 3 and 7) and boiling time (raw and 35 minutes). The dependent variables were
sacharide monomer of dietary fiber and functional groups of Fe-dietary fiber complex. FeSO4. 7 H2O was added
as source of mineral Fe. The results of the study showed: 1) At pH 3-boiling time 35’ treatment, no changes to
kinds of dietary fiber sacharide monomer, however changes of monomer content. 2) At pH 3-35’ treatment, the
Fe binding both to lignin and cellulose at –OH groups, but it was not able to bind hemicellulose. At raw-pH 7,
the Fe binding to lignin at –OH, -COOH groups; to cellulose at –OH, -CH2-O-CH2-, -COO groups; while to
hemicellulose at –OH groups.
mempunyai gugus fungsional mengandung Woodward (Santosa et al. 2004); sedangkan kadar
oksigen yang bermuatan negatif berpotensi asam uronat berdasarkan pada reaksi antara o-
mengikat kation secara elektrostatik dan hidroksidifenil dengan anhidrouronat hasil hidrolisis
membentuk kelat melalui gugus polihidroksi. senyawa pektat yang diukur pada λ 520 nm
(Muchtadi et al. 1992). Terhadap hasil isolasi
Penelitian pengikatan Fe oleh SP kacang
komponen SP kemudian dilakukan analisis
panjang pada variasi pH (pH 3 hingga 7) dan pengikatan Fe melalui metode Miller et al. (1981)
lama perebusan (tanpa perebusan/0 hingga 35 dan dilanjutkan dengan identifikasi gugus fungsi
menit), menunjukkan bahwa penurunan pH dan komponen SP sebelum dan sesudah penambahan
peningkatan lama perebusan mengakibatkan FeSO4.7H2O melalui spektrofotometer IR.
pernurunan pengikatan Fe oleh SP; secara in-
vitro (Yuanita 2006) maupun secara in-vivo Analisis data
dalam bentuk campuran pakan Rattus Data kromatogram monomer sakarida SP dan
norvegicus (Yuanita 2004). Pengikatan data spektra IR gugus fungsi komponen SP
dianalisis secara deskriptif kualitatif; sedangkan
tertinggi Fe oleh SP kacang panjang terjadi
hasil kadar komponen SP dianalisis secara deskriptif
pada perlakuan pH 7 - lama perebusan 0 kuantitatif.
menit/tanpa perebusan, dan terendah pada pH 3
– lama perebusan 35 menit. Tujuan penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN
ini adalah mendeskripsikan perubahan
monomer sakarida SP dan gugus fungsi Kadar monomer sakarida serat pangan
kompleks Fe-SP pada perebusan kacang kacang panjang
panjang kondisi asam (pH 3 dan lama Analisis monomer sakarida SP kacang panjang
perebusan 35 menit). perlakuan pH 7- lama perebusan 0 menit dan
pH 3- lama perebusan 35 menit melalui metode
METODE Uppsala didapatkan hasil pada Tabel 1. Pada
Tabel 1 didapatkan bahwa perlakuan pH dan
Rancangan percobaan
Digunakan rancangan: The Pretest-Posttest Control perebusan tidak mengubah jenis monomer SP;
Group Design. P1 adalah perlakuan variasi pH 7 dan perubahan yang terjadi terletak pada kadar
lama perebusan 0 menit (sebagai kontrol); P2 adalah masing-masing monomer sebagaimana
perlakuan variasi pH 3 dan lama perebusan 35 terdapatnya perbedaan pada persentase area
menit. Mineral Fe yang ditambahkan adalah kromatogram. Pada beberapa monomer
FeSO4.7H2O. Variabel terikat: monomer dan gugus mempunyai puncak dalam kromatogram tetapi
fungsi SP. tidak terhitung dalam persentase areanya; hal
ini dimungkinkan akibat perubahan struktur .
Bahan dan alat penelitian
Pada perlakuan pH 7- lama perebusan 0 menit,
Bahan: kacang panjang varietas hijau super, asam
sulfat, asam klorida, amonium hidroksida, buffer urutan persentase area monomer secara
sitrat pH 3, ferosulfat heptahidrat, kalium bromida, berurutan dari yang terbesar adalah arabinosa,
petroleum eter, etanol, buffer asetat, α-amilase, galatosa, ramnosa, glukosa, xylosa, manosa,
amiloglukosidase, kalium borohidrida, asam asetat dan fukosa. Sementara pada perlakuan pH 3 -
glacial, metil imidazole, anhidrida asam asetat, lama perebusan 35 menit adalah ramnosa,
natrium sulfat anhidrat, etil asetat, asam borat, galaktosa, manosa, arabinosa, glukosa/xylosa/
dimetil fenol, monomer standar. Alat: fukosa. Perbedaan kadar komponen monomer
spektrofotometer vis, shaker waterbath, sentrifuse, mengakibatkan perbedaan kekuatan ikatan dan
otoklaf, tanur, JASCO FT/IR (infra red) –5300 dan faktor sterik antar monomer sehingga terbentuk
GC (gas chromatography) - HP5.
keadaan yang kurang menguntungkan bagi
Prosedur penelitian gugus fungsi yang berdekatan untuk
Sampel kacang panjang diambil secara random dan membentuk ikatan kelat dangan Fe dan
dipotong-potong @ 4 cm, diberi perlakuan P1, P2; berkurangnya kestabilan kompleks.
larutan pH 3 untuk merebus sayur adalah buffer
sitrat, pH 7 digunakan aquabides bebas Fe. Lama Kadar komponen serat pangan dan asam
perebusan 35 menit diukur dengan jam pengukur uronat kacang panjang
waktu. Hasil perlakuan dihancurkan dengan juicer Hasil analisis kadar komponen SP (selulosa,
dan dikering-bekukan, digiling hingga lolos dari lignin, hemiselulosa, dan asam uronat) kacang
ayakan 100 mesh. Terhadap tepung kacang yang
diperoleh dilakukan analisis monomer sakarida SP
panjang pada perlakuan pH 7 - lama perebusan
melalui metode Uppsala (Thender et al. 1995) dan 0 menit dan pH 3 - lama perebusan 35 menit
isolasi komponen SP melalui metode Saha & terdapat pada Tabel 2.
Jurnal ILMU DASAR Vol. 10 No. 1. 2009 : 49 – 55 51
Tabel 1. Waktu retensi (RT) dan luas area monomer sakarida SP kacang panjang pada Perlakuan
pH 7- lama perebusan 0 menit dan pH 3- lama perebusan 35 menit.
Monomer Standar pH 7 pH 3
Sakarida SP lama perebusan 0 menit lama perebusan 35 menit
RT (menit) RT (menit) Area (%) RT (menit) Area (%)
Galaktosa 1.735 1.732 0.019 1.726 0.015
Glukosa 3.870 3.874 0.145 (*)
Manosa 7.955 7.951 0.005 7.944 0.010
Arabinosa 11.592 11.595 0.035 11.620 0.008
Xylosa 27.496 27.034 0.008 (*)
Fucosa 28.132 (*) (*)
Ramnosa 30.215 30.206 0.015 30.197 0.016
Keterangan: (*) terdeteksi puncak dalam kromatogram, tetapi tak terhitung dalam % area
(area reject =0) RT = waktu retensi (retention time)
Kadar selulosa dan lignin pada perlakuan belum terjadi hidrolisis asam. Namun, selama
pH 3 – lama perebusan 35 menit lebih tinggi proses perebusan terjadi hilangnya integritas
daripada perlakuan pH 7 – lama perebusan 0 jaringan, pecahnya middle lamella, kerusakan
menit atau tanpa perebusan. Peningkatan dinding sel dan gelatinisasi pati yang
kadar lignin sangat dimungkinkan akibat memungkinkan terbentuknya pati tidak
terbentuknya “benda lignin” yang terukur tercerna (resistant starch= RS) yang bersifat
sebagai lignin. Akibat pengaruh panas atau tak larut (Marle 1997). Resistant starch
asam maka senyawa fenol jaringan tanaman tergolong dalam serat pangan dan terukur
membentuk ikatan silang, berikatan ester sebagai selulosa karena tidak terhidrolisis oleh
dengan polisakarida dinding sel dan α amilase. Pembentukan pati tak tercerna juga
membentuk “benda lignin”(Dreher 1987). merupakan akibat terjadinya ikatan hidrogen
Ikatan protein dan sakarida pada pemasakan, yang kuat antar molekul amilosa atau antara
akan membentuk melanoidin yang tak larut, amilosa dan amilopektin (Suyitno 1991). Di
disebut senyawa Mailard. Menurut Suyitno samping itu peningkatan terbukanya dinding
(1992), jika tanin kental (condensed tannin) sel akan mengakibatkan pembebasan pati dan
yang terbentuk dari polimerisasi unit lipida yang lebih efektif, sehingga selama
flavonoida-leukosianidin dan katekhin belum proses perebusan juga terbentuk senyawa
terekstraksi oleh larutan detergen atau alkali, kompleks hasil ikatan pati dan lipida yang
maka akan terdeteksi sebagai lignin. Kenaikan bersifat sebagai pati tidak tercerna (Dougall et
kadar lignin juga disebabkan terbentuknya al. 1996). Hasil penelitian Cheung & Chau
kondensasi protein dengan tanin sebagai benda (1998) mendapatkan bahwa pada perebusan biji
lignin tidak tercerna (Dougall 1996). kacang-kacangan terjadi peningkatan pati tidak
Menurut Belitz (1987), asam dan basa tercerna dengan meningkatnya lama perebusan.
mampu melabilkan ikatan antar rantai selulosa, Kadar hemiselulosa pada perlakuan pH 3 –
sedangkan degradasi ikatan glikosidik β-1,4 lama perebusan 35 menit lebih rendah daripada
akan terjadi jika dilakukan pemanasan dengan perlakuan pH 7 – tanpa perebusan. Hal ini
asam kuat atau konsentrasi tinggi; berarti pada sangat dimungkinkan akibat terjadinya
kondisi perebusan pH 3 dengan buffer sitrat hidrolisis. Sesuai dikemukakan oleh Jiminez
52 Analisis Monomer ................... (Leny Yuanita)
(1996), bahwa salah satu faktor yang alkohol yang muncul sebagai puncak-puncak
mempengaruhi kadar hemiselulosa adalah pH kuat pada serapan 1051.30 dan 1078.31 cm-1.
prosesing sebab pada pH tinggi akan terjadi Oleh karena serapan C-O bergabung dengan
degradasi alkalis, dan pada pH rendah terjadi vibrasi rentangan C-C yang berdekatan, maka
hidrolisis. Pada hidrolisis asam terbentuk hasil kedudukan serapan tersebut selain
depolimerisasi yang beragam, tergantung mengindikasikan adanya struktur alkohol
monomer rantai utama dan cabang. primer, sekunder, dan tertier, juga
Menurut Muchtadi et al. (1992), kadar asam mengindikasikan adanya senyawa fenolat.
uronat yang diperoleh dari hasil analisis setara Puncak serapan pada kisaran 1300-1000 cm-1
dengan kadar senyawa pektat dalam sampel, tersebut juga mengindikasikan adanya gugus
disebabkan senyawa uronat merupakan eter –CH2-O-CH2-. Adanya gugus karbonil
komponen utama senyawa pektat. Dari Tabel 2 pada asam (-COOH) ditunjukkan oleh serapan
didapatkan kadar asam uronat perlakuan pH 3 kuat pada 1666.65 dan 1641.57 cm-1. Adanya
- lama perebusan 35 menit lebih rendah gugus -COOH selain didukung adanya gugus
daripada pH 7 – tanpa perebusan. Hal ini karbonil juga ditunjukkan adanya serapan lebar
sangat dimungkinkan akibat reaksi yang terjadi dari gugus –OH.
pada perebusan kondisi asam. Menurut Belitz Pada spektra lignin perlakuan pH 7 –
& Grosch (1987), pada kondisi pH netral suhu perebusan 0 menit sebelum dan sesudah
20 oC pektin akan mengalami deesterifikasi penambahan FeSO4.7H2O didapatkan
yang disertai degradasi eliminasi-β dan pergeseran serapan melalui penurunan bilangan
dipercepat dengan pemanasan. Sedangkan pada gelombang secara berarti pada gugus –OH
perebusan dengan kondisi pH 7 akan terjadi alkohol/fenol, karboksilat –COOH. Hal ini
depolimerisasi senyawa pektat (Cheung & berarti dimungkinkan terbentuknya ikatan Fe
Chau 1998). Sementara itu, menurut Voragen pada lignin melalui ikatan dengan oksigen pada
(1995), pada pH 5 dan suhu 115 oC sekitar 38% gugus hidroksil -OH, karbonil dari –COOH;
ikatan glikosidik mengalami degradasi sebab dengan terikatnya Fe berarti atom yang
eliminasi-β; sedangkan pada pH > 5 dan suhu > diikat oleh atom karbon massanya naik,
60 oC akan terjadi hidrolisis asam. sehingga masa tereduksi (μ) juga akan naik,
dan frekuensi vibrasi turun. Turunnya bilangan
Pengikatan Fe pada gugus fungsi komponen gelombang juga merupakan akibat
serat pangan dengan spektra pita absorpsi terbentuknya ikatan hidrogen, yang dapat
IR senyawa lignin dipandang sebagai hibrida resonansi sehingga
Pergeseran bilangan gelombang spektra pita ikatan hidrogen memperpanjang ikatan awal
absorpsi IR terhadap lignin pada perlakuan pH dan memperlemah ikatan. Hal ini berakibat
7 – lama perebusan 0 menit dan pH 3- lama pada penurunan frekwensi vibrasinya. Pada
perebusan 35 menit terdapat pada Tabel 3. gugus eter alifatis CH2-O-CH2, lebih sulit
Serapan lebar pada bilangan gelombang terjadi ikatan dengan Fe. Faktor sterik senyawa
3366.09 dan 3223.34 cm-1 mengindikasikan lignin juga berpengaruh pada pengikatan Fe
adanya gugus –OH alkohol atau fenol, oleh gugus fungsi.
diperkuat dengan adanya vibrasi rentangan C-O
Tabel 3. Pergeseran bilangan gelombang spektra pita absorpsi IR lignin pada perlakuan pH 7 –
lama perebusan 0 menit dan pH 3 – lama perebusan 35 menit (sebelum dan sesudah
penambahan FeSO4.7H2O).
Tabel 4. Pergeseran bilangan gelombang spektra pita absorpsi IR hemiselulosa pada perlakuan pH
7 – lama perebusan 0 menit dan pH 3 – lama perebusan 35 menit (sebelum dan sesudah
penambahan FeSO4.7H2O).
Tabel 5. Pergeseran bilangan gelombang spektra pita absorpsi IR selulosa pada perlakuan pH 7 –
lama perebusan 0 menit dan pH 3 – lama perebusan 35 menit (sebelum dan sesudah
penambahan FeSO4.7H2O).
Pengikatan Fe pada gugus fungsi komponen oksigen dari gugus – OH, -COO-, dan CH2-O-
serat pangan dengan spektra pita absorpsi CH2. Pada pengikatan tertinggi (perlakuan pH
IR senyawa selulosa 7- lama perbusan 0 menit) Fe terikat oleh
Pergeseran bilangan gelombang spektra pita selulosa pada gugus –OH, -COO-, dan CH2-O-
absorpsi IR terhadap selulosa pada perlakuan CH2; sedangkan pada pengikatan pengikatan
pH 7 – lama perebusan 0 menit dan pH 3- lama terendah (perlakuan pH 3 – lama perebusan 35
perebusan 35 menit terdapat pada Tabel 5. menit) pada gugus –OH.
Berdasarkan penurunan bilangan gelombang Dari hasil analisis spektra pita absorpsi IR
serapan gugus -OH, -COO-, -CH2-O-CH2-, dapat dikemukakan bahwa gugus –OH
pada Tabel 5 dapat dikemukakan bahwa mempunyai peran yang tinggi dalam
penambahan FeSO4.7 H2O pada perlakuan pH pengikatan Fe, pada pengikatan tertinggi
7 – lama perebusan 0 menit memungkinkan maupun terendah; berarti sangat dimungkinkan
terbentuknya ikatan Fe pada molekul selulosa ikatan ini membentuk kelat, di samping peran
melalui ikatan dengan oksigen pada gugus faktor sterik. Hal ini sesuai dengan Sipos et al.
hidroksil -OH, eter alifatis –CH2-O-CH2-, dan (1995), jika kelat Fe(III) polisakarida
garam karboksil terionisasi –COO-. mempunyai kestabilan tinggi maka
-
Terdapatnya gugus –COO pada perlakuan pH pembentukan kelat tersebut melibatkan
7 – lama perebusan 0 menit dimungkinkan deprotonisasi gugus -OH atau ikatan dengan
akibat perlakuan isolasi selulosa. oksigen β-glikosidik; sedangkan menurut Kaim
Meningkatnya bilangan gelombang untuk & Schwederski (1994), polisakarida yang
serapan gugus –CH2-(C=O) menunjukkan mempunyai gugus fungsional mengandung
sulitnya terjadi pengikatan Fe akibat turunnya oksigen yang bermuatan negatif berpotensi
ikatan hidrogen pada oksigen karbonil. Faktor mengikat kation secara elektrostatik dan
sterik gugus akan membedakan pengaruhnya membentuk kelat melalui gugus polihidroksi.
terhadap gugus –OH, eter alifatis, maupun ion
karboksil. KESIMPULAN
Pada perlakuan pH 3 – lama perebusan 35
menit, dimungkinkan terjadinya pengikatan Fe Perlakuan pH 3 – lama perebusan 35 menit
pada selulosa melalui oksigen pada gugus – tidak mengakibatkan perubahan jenis monomer
OH. Pergeseran secara tidak berarti pada sakarida SP, tetapi mengakibatkan perubahan
bilangan gelombang gugus metil –CH3, dan kadar monomer. Pada perlakuan pH 3 – lama
metilen –CH2-. Terdapatnya gugus-CH3, -CH2-, perebusan 35 menit, ikatan Fe dengan lignin
-COO- pada perlakuan pH 3 – lama perebusan maupun selulosa pada gugus fungsi –OH;
35 menit sangat dimungkinkan terbentuk akibat sedangkan terhadap hemiselulosa tidak terjadi
oksidasi dan degradasi serat pangan maupun pengikatan. Pada perlakuan pH 7 - lama
buffer sitrat yang dipergunakan untuk kondisi perebusan 0 menit, ikatan Fe dengan lignin
pH 3. pada gugus fungsi –OH, -COOH; terhadap
Berdasarkan spektra pita absorpsi IR selulosa pada gugus fungsi –OH, -CH2-O-CH2-,
senyawa selulosa dapat dikemukakan bahwa dan -COO- ; sedangkan terhadap hemiselulosa
pada selulosa terdapat ikatan antara Fe dengan pada gugus fungsi –OH.
Jurnal ILMU DASAR Vol. 10 No. 1. 2009 : 49 – 55 55
Kadar lignin dan selulosa pada perlakuan Muchtadi D, Sri Palupi N, Astawan M. 1992.
pH 3 – lama perebusan 35 menit lebih tinggi Metoda Kimia Biokimia dan Biologi dalam
daripada perlakuan pH 7 – lama perebusan 0 Evaluasi Nilai Gizi Pangan Olahan. Bogor :
menit. Kadar hemiselulosa dan pektat pada Dep. P dan K. Dir. Jen. Dik. Ti. P.A.U. Pangan
dan Gizi.
perlakuan pH 3 – lama perebusan 35 menit Santosa J, Jumina, Sudiono S. 2004. Sintesis
lebih rendah daripada perlakuan pH 7 – lama Membran Bio-Urai Selulosa Asetat dan
perebusan 0 menit. Adsorben Super Karboksimetilselulosa dari
Ampas Tebu limbah Pabrik Gula. (Laporan
DAFTAR PUSTAKA Komprehensif Hasil Penelitian Hibah Bersaing
XI). Jogyakarta: Lembaga Penelitian UGM.
Beck MT & Nagypal I. 1990. Chemistry of Complex Sipos P, Pierre TG, Tombacz E, Webb J. 1995. Rod
Equilibria. New york: John Wiley & Sons Like Iron (III) Oxyhydroxide Particles in
Belitz HD & Grosch W. 1987. Food Chemistry. Iron(III)- Polysaccharide Solutions. J.of
Heidelberg: Springer-Verlag Berlin. Inorganic Biochem. 58: 129-138.
Cheung PCK & Chau CF. 1998. Changes in Dietary Suyitno 1992. Serat Makanan (Bahan Ajar).
Fibre (Resistant Starch and Non Starch Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi UGM.
Polysaccharides) Content of Cooked Flours Theander O, Aman P, Westerlund E, Anderson R,
Prepared from Three Chinese Indigenous Pettersson D. 1995. Total Dietary Fiber
Legume Seeds. J. Agric. Food Chem. 46: 262- Determined as Neutral Sugar Residues, Uronic
265. Acid Residues, and Klason Lignin (The Uppsala
Dreher ML. 1987. Handbook of Dietary Fiber. New Method): Collaborative Study. J. of AOAC
York and Basel : Marcel Dekker Inc. International. Vol. 78 (4):1030-1044.
Dougall GJ, Morrison IM, Stewart D, Hillman JR, Voragen AGJ & Pilnik W. 1995. Pectins. In : Food
1996. Plant Cell Walls as Dietary Fibers : Polysaccharides and Their Applications. Edited
Range, Structure, Processing and Function. J. by Stephen AM : 287 – 339
Sci. Food Agric. 70: 133-150. Yuanita L. 2004. Pengikatan Fe oleh Serat Pangan
Jiminez A, Rafael G, Coral S, Juan FB, Antonia H. Kacang Panjang pada Kombinasi Derajat
1996. Molecular Weight and Ionic Keasaman dan Lama Perebusan. Prosiding
Characteristics of Olive Cell Wall Seminar Nasional Kimia VI. ISBN 979-95845-6-
Polysaccharides During Processing. J. Agric. 6. 10 Agustus 2004.
Food Chem. 44 : 913 – 918. Yuanita L. 2006. Penggunaan Metode Grafik
Kaim W & Schwederski B 1994. Bioinorganic Langmuir dan Scatchard pada Penentuan Pola
Chemistry: Inorganic Elements in the Chemistry Interaksi Mineral dengan Makromolekul.
of Life. Chichester : John Wiley & Sons. Prosiding Seminar Nasional Kimia ISBN: 979-
Marle JT, Smith TS, Donkers J, van Dijk C, 445-065-0. 4 Februari 2006.
Voragen AGJ, Recourt K, 1997. Chemical and Yuanita L, Suyono, Hidayati S. 2006. Penentuan
Microscopic Characterization of Potato Cell Mekanisme Reaksi Pembentukan Kompleks Fe-
Walls During Cooking. J. Agric. Food Chem. Serat pangan pada Kondisi Sisrim
45 : 50 – 58. Gastrointestinal. Laporan Penelitian
Miller DD, Schricker BR, Rasmussen RR, Van Fundamental 2006.
Campen D. 1981. An In Vitro Method for
Estimation of Iron Availability From Meals. The
Am. J. of Clin. Nut. 34 : 2248 – 2256.