Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 25

KONSERVASI EKOSISTEM LAUT (PANTAI/PESISIR,

ESTUARIA), MANGROVE, SUNGAI, DAN DANAU

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekologi Lanjut yang dibina oleh
Prof. Dr. Ir. Suhadi, M.Si. dan Dr. Fatchur Rohman, M.Si.

Oleh:
Aminatur Rosyidah 160341801610
Ilmi Falihatun Najahah 160341801530
I Made Surya Hermawan 160341800264
Rahmania Pamungkas 160341800338

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PROGRAM PASCASARJANA
AGUSTUS
2016

i
DAFTAR ISI

Hal
Cover………………………………………………………...………. i
Daftar Isi………………………………………………………..…… ii
Daftar Gambar………………………………………………………. iii
BAB I PENDAHULUAN…………………………….……………… 1
A. Latar Belakang……………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………… 2
C. Tujuan………………………………………………………. 2
BAB II KAJIAN PUSTAKA……………………………………………. 3
A. Ekosistem Laut……………………………………................ 3
1. Definsi…………………………………………………….. 3
2. Pemasalahan…………………………………………….. 5
3. Upaya konservasi………………………………………... 6
B. Ekosistem Mangrove………………………………................ 7
1. Definsi…………………………………………………….. 7
2. Pemasalahan……………………………………………… 8
3. Upaya konservasi………………………………………... 9
C. Ekosistem Sungai…………………………………................ 10
1. Definsi…………………………………………………….. 10
2. Pemasalahan…………………………………………….. 10
3. Upaya konservasi………………………………………... 11
D. Ekosistem Danau…………………………………................ 14
1. Definsi…………………………………………………… 14
2. Pemasalahan……………………………………………… 15
3. Upaya konservasi………………………………………... 17
BAB III PENUTUP……………………………………………….... 20
A. Kesimpulan…………..………………………………………. 20
B. Saran………………………………………………………….. 21
DAFTAR RUJUKAN………………………………………………... 22

ii
DAFTAR GAMBAR

Hal
Gambar 1. Ekosistem Laut…..………………………………...……. 4
Gambar 2. Ekosistem Pantai..………………………………...……... 4
Gambar 3. Ekosistem Estuari..………………………………...……. 4
Gambar 4. Ekosistem Mangrove……………………………...……... 8
Gambar 5. Topografi Sungai..………………………………...……. 10
Gambar 6. Kondisi sungai Ciliwung, Jakarta sebelum dan
sesudah pembersihan……………..………………………………….. 11
Gambar 7. Alur tahapan SAM………………………………...…..…. 13
Gambar 8. Pendangkalan danau Buyan………………………...……. 17
Gambar 9. Upaya konservasi………………………………...……... 19

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Ekosistem adalah sistem hubungan timbal balik antara unsur biotik
(tumbuhan dan satwa liar serta jasad renik) dan abiotik (tanah dan bebatuan,
air, udara, iklim) yang saling tergantung dan saling mempengaruhi dalam
suatu kehidupan (PP RI nomor 28, 2011). Ekosistem terbagi menjadi beberapa
macam, seperti ekosistem laut, danau, sungai, mangrove, hutan, gurun, dan
sebagainya. Setiap ekosistem memiliki fungsi yang berbeda-beda.
Perbedaan fungsi tersebut dimanfaatkan oleh makhluk hidup untuk
keberlangsungan hidupnya. Pemanfaatan secara tidak baik dan eksploitasi
secara besar menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem. Ketidakseimbangan
ekosistem akan mempengaruhi tingkat keberlangsungan suatu makhluk hidup.
Badan perencanaan pembangunan daerah kabupaten Blitar (2015) menyatakan
bahwa pemanfaatan sumber daya air terus meningkat sebagai dampak
pertumbuhan penduduk dan perkembangan aktifitasnya, sehingga
menyebabkan ketersediaan sumber daya air semakin terbatas akibat polusi air
dan pembukaan lahan yang tidak terkendali.
Berdasarkan pernyataan diatas maka perlu dilakukan suatu upaya
untuk mengatasi permasalahan tersebut. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan adalah konservasi, yaitu upaya yang dilakukan dengan tujuan
pemeliharaan dan pengembangan alam menurut status aslinya. Perbedaan
ekosistem memiliki perbedaan upaya konservasi, sehingga perlu adanya
pengkajian. Pengkajian tersebut akan dibahas pada makalah ini, namun
makalah ini terbatas pada pembahasan terkait permasalahan pada ekosistem
laut (pantai, estuaria), mangrove, sungai, dan danau serta upaya konservasi
pada masing-masing ekosistem.

1
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, maka dapat dirumuskan
masalah pada makalah ini yaitu:
1. Apa permasalahan yang terjadi pada ekosistem laut (pantai, estuaria),
mangrove, sungai, dan danau?
2. Bagaimana upaya konservasi pada ekosistem laut (pantai, estuaria),
mangrove, sungai, dan danau?

C. TUJUAN
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan
pembuatan makalah ini adalah:
1. Mengetahui permasalahan yang terjadi pada ekosistem laut (pantai,
estuaria), mangrove, sungai, dan danau.
2. Mengetahui upaya konservasi pada ekosistem laut (pantai, estuaria),
mangrove, sungai, dan danau.

2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. EKOSISTEM LAUT
1. Definisi
Laut merupakan ekosistem yang paling besar dan stabil serta tergolong
ekosistem pertama karena semua kehidupan di alam ini berasal dari laut.
Permukaan bumi sebagian besar ditutupi oleh laut sehingga laut adalah
tempat yang paling banyak ditempati oleh organism baik itu hewan
maupun tumbuhan.
Ekosistem laut terdiri dari beberapa biota laut seperti terumbu karang,
padang lamun, dan spesies hewan seperti penyu dan dugong. Terumbu
karang di wilayah Indonesia seluas 50.875 km2 (Burke dkk., 2002), terdiri
dari 574 spesies (Veron dkk., 2009),10-50% terjadi peningkatan degradasi
terumbu karang (Burke dkk., 2002) dan 22,05% terlindungi (Kementerian
Kehutanan). Padang lamun seluas 30.000 km2, terdiri dari 13 spesies
(Burke dkk., 2002) dan 17,32% terlindungi (kemeterian kehutanan).
Penyu terdiri dari 6 spesies, terdapat 95 tempat kembang biak dengan 49%
tempat kembang biak terlindungi. Dugong tersebar di 28 habitat dengan
45% habitat terlindungi (kementerian kehutanan).
Ekosistem ini meliputi 2 ekosistem yaitu pantai dan estuaria. Pantai
merupakan ekosistem yang terletak antar garis air surut terendah dengan
air pasang tertinggi. Ekosistem ini berkisar dari daerah rendah dengan
substrat yang berbatu dan berkerikil (yang mengandung flora dan fauna
dalam jumlah terbatas) hingga daerah berpasir aktif (dimana populasi
bakteri, protozoa, dan metozoa ditemukan) serta daerah yang bersubstrat
liat dan lumpur (dimana ditemukan sejumlah besar komunitas binatang
yang jarang muncul ke permukaan).
Estuari merupakan suatu perairan semi tertutup yang berada di bagian
hilir sungai dan masih berhubungan dengan laut, sehingga memungkinkan
terjadinya percampuran antara air tawar dan air laut serta memiliki tingkat
kesuburan cukup tinggi. Daerah ini merupakan ekosistem produktif karena

3
perannya sebagai sumber zat hara, memiliki komposisi tumbuhan yang
beragam sehingga proses fotosintesis dapat berlangsung sepanjang tahun,
serta sebagai tempat terjadinya fluktuasi permukaan air akibat aksi pasang
surut. Kondisi ekosistem yang produktif ini menjadikan estuaria sebagai
salah satu wilayah yang memiliki tingkat produktifitas tinggi.
Produktifitas merupakan suatu proses produksi yang menghasilkan
bahan organik yang meliputi produktifftas primer ataupun sekunder.
Produktifitas primer pada wilayah estuaria dapat di artikan sebagai

Gambar 1. Ekosistem Laut

Gambar 2. Ekosistem Pantai Gambar 3. Ekosistem Estuari


banyaknya energi yang diikat atau tersimpan dalam aktifitas fotosintesis
dari organisme produsen, terutama tanaman yang berklorofil dalam
bentuk-bentuk substansi organik yang dapat digunakan sebagai bahan
makanan. Produktifftas ini dilakukan oleh organisme autotrof seperti juga
semua tumbuhan hijau mengkonversi energi cahaya ke dalam energi
biologi dengan fiksasi karbondioksida, memisahkan molekuler air dan
memproduksi karbohidrat dan oksigen.
2. Permasalahan
Adapun beberapa permasalah yang terjadi pada ekosistem laut, seperti:
1) Eksploitasi secara besar-besaran sehingga fungsi laut menjadi semakin
berkurang.

4
2) Abrasi.
3) Sedimentasi akibat peningkatan penebangan hutan dan pengelolaan
lahan yang buruk, sehingga:
a) Laju sedimentasi di wilayah pesisir yang melalui aliran sungai dapat
dijadikan sebagai salah satu indikator kecepatan proses kerusakan
pada wilayah lahan atas, sehingga dapat menggambarkan kondisi
pada wilayah lahan atas.
b) Sedimen yang tersuspensi masuk perairan pantai dapat
membahayakan biota laut, karena dapat menutupi tubuh biota laut
terutama bentos yang hidup di dasar perairan seperti rumput laut,
terumbu karang dan organisme lainnya.
c) Sedimen yang terendap di muara sungai dapat mengubah luas
wilayah pesisir secara keseluruhan, seperti terjadinya perubahan
garis pantai, berubahnya mulut muara sungai, terbentuknya delta
baru atau tanah timbul, menurunnya kualitas perairan dan biota-
biota di muara sungai.
4) Peningkatan kekeruhan akan menghalangi penetrasi cahaya yang
digunakan oleh orgnisme untuk bernapas atau berfotosintesis.
5) Penurunan produktifitas sumberdaya hayati laut akibat pola
pemanfaatan sumberdaya hayati laut yang tidak memperhatikan daya
dukung produktifitas pada suatu kawasan estuaria, seperti sumberdaya
perikanan, sehingga kawasan muara sungai tersebut terus mendapat
tekanan.
6) Peningkatan pembangunan di lahan atas (up-land) menjadi kawasan
industri, pemukiman, pertanian sehingga menjadikan sumber limbah
yang akan memperburuk kondisi wilayah estuaria. Lebih dan 80%
bahan pencemar yang ditemukan di wilayah pesisir dan laut berasal
dari kegiatan manusia di darat (UNEP, 1990).
7) Kegiatan-kegiatan kontruksi yang berkaitan dengan usaha pertanian,
seperti pembuatan saluran irigasi dan drainase akan mengganggu pola
aliran alami daerah tersebut. Gangguan ini meliputi aspek kualitas,
volume, dan debit air. Pengurangan debit air yang di alirkan bagi
irigasi, dapat mengubah salinitas dan pola sirkulasi air di daerah
5
estuaria dan menyebabkan jangkauan intrusi garam semakin jauh ke
hulu sungai. Hal ini akan mengakibatkan perubahan pada sebagian
ekosistem perairan pantai dan juga pada ekosistem daratan di sekitar
perairan tersebut sehingga berakibat intrusi air laut pada air tanah.
8) Eutrofikasi.
3. Upaya Konservasi
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan diatas maka dilakukan
upaya konservasi, antara lain:
1) Penanaman bakau.
2) Pembangunan pemecah gelombang buatan untuk mengurangi abrasi.
Pembangunan pemecah gelombang buatan yang terjadi dewasa
ini, tanpa dibarengi dengan usaha konservasi ekosistem pantai (seperti
penanaman bakau dan/atau konservasi terumbu karang). Akibatnya
dalam beberapa tahun kemudian abrasi kembali terjadi karena
pemecah gelombang buatan tersebut tidak mampu terus-menerus
menahan terjangan gelombang laut.
3) Sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya ekosistem laut baik pantai maupun
estuaria sehingga masyarakat tidak membuang sampah di daerah tersebut.
Di negara-negara maju masyarakat yang sudah memiliki kesadaran
lingkungan (green consumers) hanya membeli produk kebutuhan rumah sehari-
hari yang mencantumkan label "phosphate free" atau "environmentally friendly".
Hal ini tentu mengurangi jumlah sampah.

6
4) Memperbaiki daerah lahan atas (up-land)
Pengelolaan lahan atas yang tidak benar dapat merusak
ekosistem yang ada di perairan pantai, sehingga pembangunan lahan
atas harus memperhitungkan dan mempertimbangkan penggunaan
lahan yang ada di wilayah pesisir. Penggunaan lahan wilayah pesisir
sebagai lahan perikanan tangkap, budidaya atau konservasi maka
penggunaan lahan atas harus bersifat konservatif.
Perairan pesisir yang penggunaan lahannya sebagai lahan
budidaya yang memerlukan kualitas perairan yang baik maka
penggunaan lahan atas tidak diperkenankan adanya industri yang
memproduksi bahan yang dapat menimbulkan pencemaran atau
limbah. Limbah sebelum dibuang ke sungai harus melalui pengolahan
terlebih dahulu sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan.
5) Pemanfaatan sumberdaya perairan secara optimal
Pemanfaatan sumberdaya perikanan khususnya di wilayah
estuaria diperlukan tindakan-tindakan yang bijaksana yang
berorientasi pemanfaatan secara optimal dan lestari. Pola pemanfatan
sebaiknya memperhatikan daya dukung lingkungan (carrying
capacity).

B. EKOSISTEM MANGROVE
1. Definisi
Indonesia sebagai salah satu kepulauan terbesar telah memiliki sekitar
17.508 buah pulau disertai garis pantai sepanjang kurang lebih 81.000 km.
Beragam vegetasi terdapat di sepanjang garis pantai dan salah satu
diantaranya adalah hutan mangrove. Hutan mangrove di Indonesia
mencapai 8,60 jt Ha pada tahun 1999 dan telah mengalami kerusakan
seluas 5.30 jt Ha.
Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh di daerah pantai yang
habitatnya di daerah teluk dan muara sungai (Soerianegara dan Indrawan,
1982). Bagian penting dari ekosistem pantai sebagai sumber plasma
nutfah dan sumber daya alam yang memiliki manfaat ganda, baik dari

7
aspek okologi maupun aspek sosial ekonomi. Fungsi hutan mangrove
diantaranya:
1) Fungsi fisik
Menjaga kestabilan garis pantai, melindungi dari abrasi, peredam
gelombang, penahan lumpur, pengendali banjir, memelihara kualitas
air, penyerap CO2 dan penghasil O2.
2) Fungsi biologis
merupakan daerah untuk kehidupan biota laut, bersarangnya burung
dan pengontrol penyakit malaria.
3) Fungsi sosial ekonomi
Sumber mata pencaharian, produksi berbagai hasil kayu, tempat wisata
alam, objek penelitian, dan sebagainya.

Gambar 4. Ekosistem mangrove

2. Permasalahan
Pertambahan penduduk yang sangat pesat mendorong aktifitas
disekitar kawasan pantai dan pesisir memanfaatkan hutan mangrove
sebagai sumber aktifitas mereka, maka dari itu tidak menutup
kemungkinan terjadinya kerusakan alam hutan mangrove. Kerusakan
hutan mangrove pada dasarnya disebabkan oleh dua faktor, yakni:
a) Faktor alami
Terjadi karena faktor alam seperti adanya badai dan akumulasi garam
dan tanaman yang sebabkan karena iklim kering yang berkepanjangan.
b) Faktor buatan
Terjadi akibat tekanan kebutuhan manusia seperti pemanfaatan kayu,
pemukiman, industri dan segala kebutuhan manusia lainnya yang

8
menyebabkan perubahan karakteristik fisik dan kimiawi, yang
kemudian berpengaruh besar terhadap perkembangan flora dan fauna
dari habitat hutan bakau.
3. Upaya Konservasi
Terdapat 2 upaya pemulihan dan pendayagunaan hutan mangrove yang
dapat dilakukan, seperti:
1) Menggunakan teknik silvofishery, teknik ini merupakan pertambakan
ikan dan udang yang dikombinasikan dengan tanaman hutan bakau.
2) Melalui pendekatan bottom up
Upaya ini lebih banyak melibatkan masyarakat. Terdapat
beberapa hal yang akan dilakukan dalam pendekatan bottom up,
diantaranya:
a) Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
disesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat.
b) Perlu adanya peraturan tertulis mengenai tanggung jawab
masyarakat dalam kelangsungan ekosistem hutan mangrove.
c) Mengidentifikasi dan mendiskusikan kepada masyrakat tentang
dampak kerusakan pantai dan hutan mangrove.
d) Membuat perancangan dan pelaksanaan pembentukan kelompok
masyarakat dalam upaya pengelolaan dan pelestarian hutan
mangrove.
Dengan adanya berbagai upaya dari masyarakat dan pemerintah dalam
program reabilitas hutan bakau ini diharapkan masyarakat bisa untuk
menjaga dan ikut andil dalam kelestarian ekosistem hutan bakau.

C. EKOSISTEM SUNGAI
1. Definisi
Sungai merupakan wadah air baik alami atau buatan, berupa jaringan
pengaliran air mulai dari hulu sampai muara yang dibatasi oleh garis

Sempadan

9
Palung

Gambar 5. Topografi Sungai


sempadan. Sungai terbagi atas palung sungai dan sempadan sungai.
Palung sungai adalah wadah air mengalir yang berfungsi sebagai tempat
belangsungnya kehidupan ekosisitem sungai sedangkan sempadan sungai
adalah garis maya di kiri dan kanan palung sungai, berfungsi sebagai
penyangga antara ekosisitem sungai dan daratan (PP RI Nomor 38, 2011).
2. Permasalahan
Sungai termasuk salah satu sumber kebelangsungan bagi hidup
manusia (Knight and Boyer, 2007). Pertumbuhan manusia yang semakin
meningkat menjadikan kebutuhan akan penggunaan sungai semakin
meningkat (Meng et al., 2011). Salah satu penggunaan sungai adalah
untuk pertanian (Knight and Boyer, 2007). Maridi dkk. (2015)
menambahkan sungai tidak hanya berfungsi bagi manusia tapi bagi biota
air, seperti sebagai habitat ikan untuk melindungi telur dan larva.
Penggunaan sungai yang tidak sewajarnya menyebabkan
permasalahan bagi lingkungan. Permasalahan yang sering muncul adalah
polusi air sungai yang disebabkan oleh sampah manusia dan sampah
industri (Rai, 2013). Hal tersebut tentu dapat mengganggu
keberlangsungan ekosistem sungai. Moilanen et al. (2008) menambahkan
bahwa ekosistem sungai berada pada skala yang memprihatinkan. Hal
tersebut terlihat dari berkuranganya habitat ekosistem yang ditandai
dengan kapasitas sungai yang semakin berkurang, sedimentasi, dan
perburuan spesies.
Berdasarkan hal tersebut tentu dibutuhkan upaya konservasi sebagai
pemulihan sungai. Konservasi merupakan upaya penyelamatan sungai
agar tetap tejaga sehingga tercipta sungai yang baik. Menurut Boseto et
al. (2007) sungai yang baik ditandai dengan kualitas air yang tinggi,
vegetasi yang rindang, dan keberagaman spesies.

10
Gambar 6. Kondisi sungai Ciliwung, Jakarta sebelum
(atas) dan sesudah (bawah) pembersihan

3. Upaya Konservasi
Boulton et al. (2013) menyatakan bahwa konsevasi sungai dapat
dilakukan dengan strategi SAM (Strategic Adaptive Management) dapat
dilihat pada Gambar 4. Pembentukkan kelompok/institusi perlu dilakukan
sebelum implementsi SAM. Strategic adaptive management merupakan
suatu upaya konservasi yang dilakukan dengan menerapkan 4 tahap,
antara lain:
1) Setting the desires future condition
Tahap ini berisi penentuan visi, misi, tujuan, ancaman, dan
kerugian terkait konservasi. Penetuan hal-hal tersebut harus
disesuaikan dengan nilai sosial, teknologi, ekonomi, lingkungan, dan
politik (STEEP).
2) Management option
Tahap ini berisi upaya pengelolaan konservasi yang harus
dilakukan serta prediksi hasil dari upaya tersebut. Upaya pengelolaan
terbagi atas physical management dan institutional management.
a) Physical management meliputi cara pengelolaan dari segi fisik
sungai seperti upaya mengontrol erosi (dengan cara reboisasi) dan
meningkatkan kualitas air (dengan cara mengurangi polusi).
Rohmat (2009) menambahkan bahwa upaya pengelolaan dapat
juga dilakukan dengan cara pembuatan waduk.

11
b) Institutional management meluputi cara pengelolaan dari segi
kelompok seperti kegiatan pemberdayaan masyarakat. Kegiatan
ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada mayarakat
terkait pentingnya menjaga ekosistem sungai sehingga masyarakat
mempunyai wawasan pengetahaun terkait hal tersebut.
3) Operationalization
Tahap ini berisi implementasi tahap dua.
4) Evaluation and learning

Gambar 7. Alur tahapan SAM (Boulton et al., 2013)

Tahap ini berisi evaluasi terkait upaya yang telah dilakukan pada
tahap 1-3. Apabila terdapat ketidakberhasilan maka perlu dilakukan
pengubahan dan perencanaan ulang mulai dari tahap 1-3.

12
D. EKOSISTEM DANAU
1. Definisi
Danau hampir menyediakan 90% air tawar permukaan di Bumi, dan
berperan sebagai pengatur siklus karbon, nitrogen, dan fosfor (Borre,
2001). Dalam sudut pandang kehidupan manusia, danau memiliki peran
penting. Di berbagai tempat, danau digunakan sebagai sumber air bersih,
irigasi lahan pertanian dan perkebunan, daerah tujuan wisana, hingga
tempat untuk melaksanakan kegiatan keagamaan.
Ekosistem danau yang terdiri atas ekosistem akuatik dan ekosistem
terestrial daerah tangkapan air danau banyak menghadapai berbagai
permasalahan lingkungan yang berdampak kepada kelestariannya serta
fungsinya sebagai penjaga keseimbangan ekosistem dan sumber air bagi
manusia. Adapun manfaat danau bagi kehidupan manusia menurut
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) (2008) adalah sebagai berikut:
1) Sebagai sumber air baku untuk penduduk di sekitarnya.
2) Sebagai lahan pertanian untuk penduduk yang berkebun di sempadan
danau, atau air irigasi di hilir danau.
3) Sebagai lahan perikanan tangkap dan perikanan budidaya di danau
atau pada sungai/saluran air yang berasal dari danau.
4) Sebagai sumber daya tenaga listrik atau PLTA, baik yang dibangun
pada outlet danau ataupun pada sungai yang keluar dari danau.
5) Sebagai pengendali banjir, karena menyimpan air pada saat musim
hujan.
6) Sebagai daerah tujuan pariwisata bagi penduduk di sekitarnya maupun
wisatawan domestik dari daerah lain, serta wisatawan asing.
7) Sebagai sumber plasma nuftah. Tempat berlangsungnya siklus hidup
jenis flora dan fauna yang penting.
8) Sebagai reservoir alam tempat penyimpanan kelebihan air yang berasal
dari air hujan, aliran permukaan, sungai-sungai atau sumber-sumber air
bawah tanah.
9) Sebagai pemelihara iklim mikro. Keberadaan ekosistem danau dapat
mempengaruhi kelembaban dan tingkat curah hujan setempat.
10) Sebagai sarana pendidikan, rekreasi dan objek wisata.
2. Permasalahan
Adapun permasalahn yang terjadi di ekosistem danau, sebagai berikut:

13
1) Alih fungsi air danau yang digunakan untuk irigasi dan industri, invasi
spesies tumbuhan dan hewan di dalamnya, serta terkontaminasi oleh
racun dan senyawa industri saat ini merupakan ancaman besar bagi
ekosistem danau (Borre, 2001).
2) Aktivitas manusia yang berlangsung pada perairan danau juga berpotensi
menimbulkan kerusakan pada ekosistem danau, yaitu:
a) Penangkapan ikan dengan cara yang merusak sumber daya
(overfishing).
b) Pembudidayaan ikan dengan keramba jaring apung yang tidak
terkendali sehingga berpotensi pembuangan limbah pakan ikan dan
pencemaran air.
c) Pengambilan air danau sebagai air baku ataupun sebagai tenaga air
(PLTA) yang kurang memperhitungkan keseimbangan hidrologi
danau sehingga mengubah karakteristik permukaan air danau dan
sempadan danau.
d) Penggunakan kawasan pinggir danau sebagai lahan perkebunan tanpa
memperhitungkan keberadaan danau dapat memicu pendangkalan
danau.
e) Berkembangnya kawasan agroindustri di sekitar danau dapat
menyebabkan pencemaran danau jika limbah yang dibuang tidak
mendapatkan treatment terlebih dahulu.
3) Kerusakan lingkungan dan erosi lahan yang disebabkan oleh penebangan
hutan dan pengolahan lahan yang tidak benar, sehingga menimbulkan
erosi, sedimentasi, dan menyebabkan pendangkalan serta penyempitan
danau (KLH, 2008).
4) Pembuangan limbah penduduk, industri, pertambangan dan pertanian
yang menyebabkan pencemaran air danau (KLH, 2008).
Berbagai sumber dan dampak permasalahan danau tersebut
mengancam dan telah terjadi di beberapa danau di Indonesia. Adapun
kategori kerusakan yang terjadi adalah sebagai berikut:
1) Pendangkalan danau
Lahan kritis pada DAS dan DTA danau telah menyebabkan
pendangkalan dan penyempitan danau. Pendangkalan danau telah

14
terjadi pada danau dangkal maupun danau dalam. Pada danau
dangkal dampaknya sangat nyata dan menghawatirkan karena secara
perlahan status ekosistem danau berubah menjadi rawa dan kemudian
menjadi lahan daratan. Perubahan status tersebut akan menyebabkan
kehilangan nilai ekosistem yang sesungguhnya merupakan ciri khas
danau tersebut. Pendangkalan danau juga berdampak menurunnya
sumber air bersih yang digunakan dalam aktivitas manusia sehari-
hari.
2) Pencemaran air
Pencemaran air danau umumnya disebabkan oleh limbah
agroindustri yang berada di sekitar danau dialirkan secara langsung
tanpa mengalami proses pengolahan limbah terlebih dahulu. Limbah
yang masuk ke dalam perairan danau sebagian akan diserap oleh
tumbuhan air. Tumbuhan air memiliki kemampuan terbatas untuk
menyerap limbah tersebut yang mengakibatkan sebagaian limbah
lainnya akan mengendap di dasar perairan afotik. KLH (2010)
mengungkapkan
Bila sewaktu-waktu terjadi pembalikan massa air zona
afotik ke fotik, peristiwa ‘blooming’ alga dapat
mengancam kehidupan di perairan Ancaman biasanya
terjadi pada malam hari akibat adanya persaingan
kebutuhan oksigen antara tumbuhan dengan hewan. Bila
pembalikan massa air berasal dari kolom hypolimnion,
peristiwanya akan lebih fatal, tidak hanya di malam hari
tapi juga di siang hari. Hal ini terjadi karena massa air
kolom hypolimnion selain anaerob juga mengandung
gas-gas beracun H2S (hidrogen sulfida), NH3 (amoniak),
dan CH4 (methan).
3) Fluktuasi volume air danau
Perubahan fluktuasi muka air danau antara lain disebabkan
oleh kerusakan DAS dan DTA. Perubahan karakteristik aliran air di
musim hujan dan musim kemarau terjadi karena lahan tidak mampu
menyerap dan menyimpan air hujan. DAS dan DTA yang rusak
menyebabkan fluktuasi debit air di musim hujan dan debit sangat
rendah di musim kemarau.

15
4) Kehilangan biodiversitas
Kehilangan biodiversitas adalah dampak langsung yang dapat
terjadi sebagai akibat akumulasi dari pendangkalan danau,
pencemaran air, dan fluktuasi volume air danau yang signifikan.
(Borre, 2001) menyatakan bahwa apabila ilmuan melakukan
kesalahan dalam proses penyelamatan ekosistem danau dan
sekitarnya, maka banyak burung, amfibi, serangga, tumbuhan air,
serta banyak komunitas endemik laninnya akan punah.
3. Upaya Konservasi
Pada dasarnya kegiatan konservasi atau penyelamatan danau menjadi
tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat. Pemerintah dan masyarakat

Gambar 8. pendangkalan danau Buyan, Bali (Sumber: Nusa Bali)


selayaknya melakukan kerjasama secara terintegrasi. Dalam sudut
pandang pemerintah, hendaknya pemerintah mengeluarkan regulasi dan
sanksi bagi para pelanggar peraturan. Di pihak lain kesadaran masyarakat
terhadap pentingnya peran danau dalam aktivitas manusia harus
ditanamkan dan dilaksanakan. Beberapa aktivitas yang dapat dilakukan
oleh masyarakat dalam menjaga kelestarian danau adalah sebagai berikut:
1) Meminimalisasi penggunaan pestisida kimia bagi masyarakat yang
memiliki lahan perkebunan di kawasan sempadan danau.
2) Mengurangi pembuangan limbah domestik langsung ke danau
3) Melakukan pembatasan pembuatan keramba apung sehingga
mengurangi tingkat pencemaran danau oleh limbah pakan ikan
4) Secara swadaya membersihkan tumbuhan-tumbuhan yang dapat
menyebabkan pendangkalan danau.

16
Menurut KLH (2010) adapun strategi umum konservasi ekosistem danau
adalah sebagai berikut:
1) Konservasi kualitas air
Perairan danau menampung berbagai bahan pencemaran air
dari DAS dan DTA termasuk daerah sempadan danau, yang disebut
pencemaran allochthonous. Sumber pencemarannya adalah limbah
domestik, pertanian, peternakan, dan industri. Selain itu terdapat juga
sumber pencemaran air yang bersumber dari berbagai kegiatan pada
perairan danau yang disebut pencemaran autochthonous.
Autochthonous dapat bersumber dari kegiatan transportasi dan
wisata air yang menggunakan perahu bermotor dapat mencemari air
danau akibat kebocoran atau tumpahan bahan bakar dan pelumasnya.
Program pengendalian pencemaran allochthonous dilaksanakan pada
DAS dan DTA serta daerah sempadan danau. Sedangkan untuk
pengendalian pencemaran autochthonous dilakukan pada perairan
danau, melalui proses pembinaan dan pelatihan tentang penertiban,
perizinan dan pengawasan.
2) Konservasi biodiversitas
Diperlukan program pendataan dan evaluasi spesies endemik
danau, pemetaan jenis dan wilayah perkembangbiakan spesies-spesies
penting. Hasil pemetaan tersebut dapat digunakan untuk penetapan
kawasan prioritas perlindungan khusus. Konservasi yang benar dan
pemanfaatan yang bijak atas keanekaragaman hayati danau dapat
menjamin berfungsinya ekosistem secara efektif yang pada akhirnya
mampu memberi berbagai manfaat bagi manusia.

Gambar 9. Upaya Konservasi (Sumber: Nusa Bali)


17
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan pada pembuatan makalah ini, antara lain:
1. Permasalahan yang terjadi pada ekosistem laut: eksploitasi secara massal,
abrasi, sedimentasi, peningkatan kekeruhan, peningkatan pembangunan di
lahan atas (up-land), kegiatan konstruksi yang berkaitan dengan usaha
pertanian, dan eutrofikasi. Permasalahan pada ekosistem mangrove: faktor
alami (terjadi karena faktor alam) dan faktor buatan (terjadi akibat tekanan
kebutuhan manusia). permasalahan pada ekosistem sungai: polusi air
sungai dan berkurangnya habitat ekosistem. permasalahan ekosistem
danau: alih fungsi danau, aktivitas manusia, kerusakan lingkungan,
pembuangan limbah sembarangan, pendangkalan danau, fluktuasi volume
air danau, kehilangan biodiversitas.
2. Upaya konservasi pada ekosistem laut: penanaman bakau, pembangunan
pemecah gelombang buatan, sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya
ekosistem laut, memperbaiki daerah lahan atas (up-land), dan pemanfaatan
sumberdaya perairan secara optimal. Upaya konservasi pada pada
ekosistem mangrove: menggunakan teknik silvofishery dan melalui
pendekatan bottom up. Upaya konservasi pada ekosistem sungai:
penerapan strategic adaptive management (SAM). Upaya konservasi pada
ekosistem danau: meminimalisasi penggunaan pestisida kimia,
mengurangi pembuangan limbah domestik langsung ke danau, melakukan
pembatasan pembuatan keramba apung, membersihkan tumbuhan-
tumbuhan yang dapat menyebabkan pendangkalan danau, konservasi
kualitas air, dan konservasi biodiversitas.

18
B. SARAN
Adapun saran pada makalah ini, sebagai berikut:
1. Makalah ini terbatas pada ekosistem perairan sehingga perlu adanya kajian
ekosistem lain selain ekosistem perairan untuk memperkaya pengetahuan.
2. Sumber pustaka pada makalah ini masih tergolong sedikir sehingga perlu
adanya penambahan pustaka lain untuk memperkuat gagasan.
3. Makalah ini masih belum sempurna sehingga diperlukan saran untuk
membangun perbaikan makalah ini.

19
DAFTAR RUJUKAN

Badan perencanaan pembangunan daerah kabupaten Blitar. 2015. Kajian


perencanaan konservasi daerah aliran sungai Brantas, (Online),
(http://blitarkab.go.id/pdf), diakses 26 Agustus 2016.

Borre, L. 2001. Biodiversity Conservation of the World’s Lakes. (Juli).

Boseto, D., Morrison, C., Pikachu, P., & Pitakia, T. 2011. Biodiversity and
conservation of freshwater fishes in selected rivers on Choiseul island,
Solomon island. The South Pasific Journal of Natural Science, 3, (Online),
(http://westernsolomons.uib.no/docs/(article).pdf), diakses 26 Agustus 2016.

Boulton, A., Dahm, C., Correa, L., Kingsford, R., Jenkins, K., Negishi, j., Nakamura,
F., Wijsman, P., Sheldon, F., & Goodwin, P. 2013. River conservation
challenges and opportunities: progress in successful river conservation and
restoration (Sabater, S. & Elosegi, A., Eds). Spanyol: Fundacion BBVA,
(Online), (http://www.fbbva.es/TLFU/microsites/river/pdfs/cap13.pdf),
diakses 26 Agustus 2016.

Burke et al. 2012. Reefs at risk, Revisited in the Coral Triangle. World Resources
Institute.

Kementerian Kehutanan. 2012. Statistik Kehutanan Indonesia. Kementerian


Kehutanan. Jakarta.

Knight, S.S. & Boyer, K.L. 2007. Effect of Conservation Practices on Aquatic
Habitats and Fauna. The Wildlife Society, 7, (Online),
(https://www.fsa.usda.gov/Internet/FSA_File/chap_6.pdf), diakses 26 Agustus
2016.

Maridi, Saputra, A., & Agustina, P. 2015. Kajian Potensi Vegetasi dalam Konservasi
Air dan Tanah di DaerahAliran Sungai (DAS): Studi Kasus di 3 Sub DAS
Bengawan Solo (Keduang, Dengkeng, dan Samin). Makalah ini disajikan

20
dalam Seminar Nasioanl Konservasi dan Pemanfaatan Sumber Daya Alam,
2015.

Meng, J.J., Klauschen, A., Antonelli, F., & Thieme, M. 2011. Rivers For Life: The
Case For Consevation Priorities in the Face of Water Infrastructire
Development (Kraljevic, A, ed). Berlin: WWF Deutschland, (Online),
(http://assets.panda.org/downloads/wwf_guide_water_for_life_web.pdf),
diakses 26 Agustus 2016.

Moilanen, A., Learhwick, J., & Elith, J. 2008. A Method for Spatial Freshwater
Conservation Priorization. Freshwater Biology, 53, (Online),
(http://westernsolomons.uib.no/(article).pdf), diakses 26 Agustus 2016.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2011 tentang


pengelolaan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. (Online),
(http://hukum.unsrat.ac.id/pp/pp2011_28.pdf), diakses 26 Agustus 2016.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2011 tentang sungai.


(Online), (http://regulasi.kemenperin.go.id/site/download_peraturan/983),
diakses 26 Agustus 2016.

Rai, Basant. 2013. Pollution and Conservation of Ganga River in Modern


India. Internastional Journal of Scientific and Research Publication, 3 (4),
(Online), (http://www.ijsrp.org/research-paper-0413/ijsrp-p1634.pdf), diakses
26 Agustus 2016.

Rohmat, D. 2009. Posisi strategis upaya konservasi untuk pengelolaan sumber daya
air DAS Citarum di Indonesia. Makalah disajikan pada regional open network
conference of CKnet INA Java region, Bappeda Jabar, 4 Agustus 2009,
(Online),
(http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/19640603198
9031-DEDE_ROHMAT/Paper_Seminar-Posisi_Upaya_Konservasi.pdf),
diakses 26 Agustus 2016.

21
Tim Penyusun. 2001. Pedoman Pengelolaan Ekosistem Danau. Jakarta: Kementerian
Lingkungan Hidup.

22

You might also like