Professional Documents
Culture Documents
Makalah Herediter Dan Autoimun
Makalah Herediter Dan Autoimun
Makalah Herediter Dan Autoimun
Ada banyak pola warisan yang berbeda dengan penyakit keturunan yang
dapat diwariskan. Pola pewarisan umumnya didasarkan pada jenis tertentu
kelainan genetik dan lokasi kromosom tersebut. Dasar genetik untuk banyak
penyakit keturunan dapat, misalnya, berupa resesif atau dominan.
Jika resesif, kedua orang tua harus memiliki setidaknya satu salinan dari
kelainan genetik untuk keturunan untuk memiliki penyakit. Kelainan Genetik
dominan, di sisi lain, dapat menyebabkan gejala penyakit jika bahkan satu salinan
penyimpangan yang hadir, sehingga memungkinkan bagi seorang anak untuk
memiliki penyakit bahkan jika hanya satu orangtua memiliki kelainan genetik.
2.3 Respon Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ Terhadap Penyakit
Herediter.
a. Diabetes Mellitus.
Diabetes melitus adalah penyakit yang diakibatkan oleh
peningkatan kadar gula darah akibat kurangnya insulin dan disertai oleh
kelainan-kelainan metabolika yang dapat menimbulkan komplikasi.
Kekurangan insulin ini merupakan kekurangan insulin absolut atau
kekurangan insulin relatif. Pada umumnya penyakit diabetes ini ditemukan
di daerah perkotaan. Banyak yang menganggap bahwa penyakit diabetes
ini adalah penyakit keturunan padahal dari sejumlah penderita penyakit
kencing manis ini sangat sedikit yang tercatakarena disebabkan oleh faktor
keturunan.Penyakit kencing manis pada umumnya diakibatkan oleh
konsumsi makanan yang tidak terkontrol atau sebagai efek samping dari
pemakaian obat-obat tertentu.
b. Asma.
Asma adalah salah satu jenis penyakit dimana saluran pernafasan
mengalami penyempitan dan peradangan yang disebabkan oleh
rangsangan tertentu, orang yang mengalami serangan asma akan
mengalami sesak nafas dengan nafas yang berbunyi, biasanya disertai
dengan batuk. Serangan asma bisa terjadi secara tiba-tiba, yaitu ketika
seorang penderita asma terpapar oleh faktor pemicu.
Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya serangan asma, yaitu :
Debu yang menempel diperabotan rumah tangga, bulu binatang seperti
kucing, asap kendaraan bermotor dan asap rokok, asap obat nyamuk, debu
dari kapur tulis, infeksi dari saluran pernafasan, perubahan cuaca / musim
pancaroba, parfum dan bau-bauan yang sangat menyengat.
c. Albino.
Albino (dari bahasa Latin albus yang berarti putih), disebut juga
hypomelanism atau hypomelanosis, adalah salah satu bentuk dari
hypopigmentary congenital disorder. Albino adalah sebutan bagi penderita
Albinisim. Albinism adalah suatu kelainan pigmentasi kulit bawaan,
dikarenakan kurang atau tidak adanya pigmen melanin di dalam
kulit.Keadaan tersebut bersifat genetik atau diwariskan.
Albino adalah murni penyakit kelainan genetik, bukan penyakit
infeksi dan tidak dapat ditularkan memalui kontak fisik ataupun melalui
transfusi darah. Penyakit albino biasanya terjadi pada anak yang orang
tuanya normal karena albino merupakan gen yang bersifat tetap dan dapat
diturunkan dari pendahulu yang ada diatasnya. Sebenrnya albino adalah
panyakit perpaduan gen resesif pada orang tua dan menjadi gen dominan
pada anak mareka. Gen resesif sendiri adalah gen yang tidak muncul pada
diri kita sedangkan gen dominan adalah gen yang muncul pada diri kita
dan menjadi sifat fisik dari kita.
Hilangnya pigmen pada penderita albino meyebabkan mereka
menjadi sangat sensitive terhadap cahaya matahari sehingga mudah
terbakar dan mereka harus melindungi kulit mereka dengan menggunakan
sunblock.
d. Buta Warna.
Buta warna adalah suatu kelainan yang disebabkan
ketidakmampuan sel-sel kerucut mata untuk menangkap suatu
spektrum warna tertentu akibat faktor genetis. Buta warna merupakan
kelainan genetik / bawaan yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya,
kelainan ini sering juga disebaut sex linked, karena kelainan ini dibawa
oleh kromosom X. Artinya kromosom Y tidak membawa faktor buta
warna. Hal inilah yang membedakan antara penderita buta warna pada laki
dan wanita.Seorang wanita terdapat istilah ‘pembawa sifat’ hal ini
menujukkan ada satu kromosom X yang membawa sifat buta
warna.Wanita dengan pembawa sifat, secara fisik tidak mengalami
kelalinan buta warna sebagaimana wanita normal pada umumnya.Tetapi
wanita dengan pembawa sifat berpotensi menurunkan faktor buta warna
kepada anaknya kelak.Apabila pada kedua kromosom X mengandung
faktor buta warna maka seorang wanita tsb menderita buta warna.
Saraf sel di retina terdiri atas sel batang yang peka terhadap hitam
dan putih, serta sel kerucut yang peka terhadap warna lainnya.Buta warna
terjadi ketika syaraf reseptor cahaya di retina mengalami perubahan,
terutama sel kerucut.
e. Down Sindrom.
Down sindrom merupakan kelainan genetik yang terjadi pada
kromosom yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang
cukup khas.Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan
fisik dan mental ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John
Longdon Down.Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan
yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai
orang Mongoloid maka sering juga dikenal dengan mongolisme. Pada
tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari
kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk penemu pertama
kali sindrom ini dengan istilah sindrom Down dan hingga kini penyakit ini
dikenal dengan istilah yang sama.
Down sindrom adalah kelainan kromosom yang disebabkan oleh
kesalahan dalam pembelahan sel yang menghasilkan kromosom 21
ekstra.Kondisi ini menyebabkan gangguan di kedua kemampuan kognitif
dan pertumbuhan fisik yang berkisar dari ringan sampai sedang cacat
perkembangan. Melalui serangkaian pemutaran dan tes, sindrom Down
dapat dideteksi sebelum dan sesudah bayi lahir.
f. Hemofilia.
Hemofilia adalah penyakit genetik/turunan, merupakan suatu
bentuk kelainan perdarahan yang diturunkan dari orang tua kepada
anaknya dimana protein yang diperlukan untuk pembekuan darah tidak
ada atau jumlahnya sangat sedikit.Penyakit ini ditandai dengan sulitnya
darah untuk membeku secara normal. Apabila penyakit ini tidak
ditanggulangi dengan baik maka akan menyebabkan kelumpuhan,
kerusakan pada persendian hingga cacat dan kematian dini akibat
perdarahan yang berlebihan. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan
spontan yang berat dan kelainan sendi yang nyeri dan menahun
Hemofilia termasuk penyakit yang tidak populer dan tidak mudah
didiagnosis.Karena itulah para penderita hemofilia diharapkan
mengenakan gelang atau kalung penanda hemofilia dan selalu membawa
keterangan medis dirinya.Hal ini terkait dengan penanganan medis, jika
penderita hemofilia terpaksa harus menjalani perawatan di rumah sakit
atau mengalami kecelakaan. Yang paling penting, penderita hemofilia
tidak boleh mendapat suntikan kedalam otot karena bisa menimbulkan
luka atau pendarahan, Hemofilia memiliki dua tipe, yakni tipe A dan B.
Hemofilia A terjadi akibat kekurangan faktor antihemofilia atau faktor
VIII. Sedangkan hemofilia B muncul karena kekurangan faktor IX.
Penyakit ini diturunkan orang tua kepada seorang anak melalui
kromosom X yang tidak muncul. Saat wanita membawa gen hemofilia,
mereka tidak terkena penyakit itu. Jika ayah menderita hemofilia tetapi
sang ibu tidak punya gen itu, maka anak laki-laki mereka tidak akan
menderita hemofilia, tetapi anak perempuan akan memiliki gen itu. Jika
seorang ibu adalah pembawa dan sang ayah tidak, maka anak laki-laki
akan berisiko terkena hemofilia sebesar 50 persen, dan anak perempuan
berpeluang jadi pembawa gen sebesar 50 persen.
g. Hungtinton Disease.
Penyakit Huntington merupakan penyakit autosoma yang
langka.Penyakit ini ditandai dengan kelainan gerak yang progresif dan
sangat sering disertai oleh kemunduran beberapa aspek kesehatan jiwa
serta pada akhirnya demensia. Penyakit Huntington secara bertahap
tampak pada usia antara 30 dan 55 tahun, meskipun usia awal dapat
bervariasi dari awal masa kanak-kanak hingga usia lanjut. Gangguan
kognitif dapat terjadi sebelum penyakit terlihat jelas. Penyakit Huntington
jauh lebih umum terjadi pada orang keturunan Eropa Barat dibandingkan
mereka yang berasal dari Asia atau Afrika. Penyakit Huntington adalah
kelainan genetik neurodegeneratif yang mempengaruhi koordinasi otot dan
menyebabkan penurunan otot serta dementia (kepikunan), yang secara
lambat tapi pasti menyebabkan kematian.
a. Genetik atau keturunan. Salah satu faktor risiko penyakit autoimun adalah
genetik, artinya ada kecenderungan seseorang mengalami penyakit
autoimun, jika dalam keluarganya terdapat salah seorang pengidap
autoimun —namun bukan berarti penyakit ini pasti akan diturunkan dari
orang tua kepada anaknya.
b. Lingkungan, temasuk gaya hidup tidak sehat, misalnya terpapar berbagai
zat kimia.
c. Hormon. Terdapat asumsi bahwa penyakit autoimun terkait dengan
perubahan hormon, seperti saat hamil, melahirkan, atau menopause.
d. Infeksi. Gejala autoimun juga dapat dipicu atau diperburuk infeksi
tertentu.
Penyakit autoimun bisa berdampak pada banyak bagian tubuh.Ada lebih dari
100 jenis penyakit autoimun, mulai dari yang ringan sampai berat.Karena sangat
beragam, maka gejalanya pun bervariasi. Namun, beberapa penyakit autoimun
memiliki gejala-gejala yang sama. Itu sebabnya autoimun sering disebut sebagai
penyakit dengan seribu wajah.
2.9 Respon Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ Terhadap Penyakit
Autoimun.
Imunitas adaptif berevolusi pada vertebrata awal dan membuat adanya respon
imun yang lebih kuat dan juga memori imunologikal, yang tiap patogen diingat
oleh tanda antigen. Respon imun adaptif spesifik-antigen dan membutuhkan
pengenalan antigen "non-self" spesifik selama proses disebut presentasi antigen.
Spesifisitas antigen menyebabkan produksi respon yang disesuaikan pada patogen
atau sel yang terinfeksi patogen.Kemampuan tersebut ditegakan di tubuh oleh "sel
memori". Patogen akan menginfeksi tubuh lebih dari sekali, sehingga sel memori
tersebut digunakan untuk segera memusnahkannya.
a. Limfosit
Sel sistem imun adaptif adalah tipe spesial leukosit yang
disebut limfosit. Sel B dan sel T adalah tipe utama limfosit yang berasal
dari sel punca hematopoietik pada sumsum tulang.Sel B ikut serta
pada imunitas humoral, sedangkan sel T ikut serta pada respon imun
seluler.
Baik sel B dan sel T membawa molekul reseptor yang mengenali
target spesifik. Sel T mengenali target "non-self", seperti patogen, hanya
setelah antigen (fragmen kecil patogen) telah diproses dan disajikan pada
molekul major histocompatibility complex (MHC).
Terdapat dua subtipe utama sel T: sel T pembunuh dan sel T
pembantu. Sel T pembunuh hanya mengenali antigen dirangkaikan pada
molekul MHC kelas I, sementara sel T pembantu hanya mengenali
antigen dirangkaikan pada molekul MHC kelas II. Dua mekanisme
presentasi antigen tersebut memunculkan peran berbeda dua tipe sel T.
Yang ketiga, subtipe minor adalah sel T γδ yang mengenali antigen yang
tidak melekat pada reseptor MHC.
Reseptor antigel sel B adalah molekul antibodi pada permukaan sel
B dan mengenali semua patogen tanpa perlu adanya proses antigen. Tiap
keturunan sel B memiliki antibodi yang berbeda, sehingga kumpulan
resptor antigen sel B yang lengkap melambangkan semua antibodi yang
dapat diproduksi oleh tubuh.
b. Sel T pembunuh.
Sel T pembunuh secara langsung menyerang sel lainnya yang
membawa antigen asing atau abnormal di permukaan mereka.
Sel T pembunuh adalah subkelompok dari sel T yang membunuh
sel yang terinfeksi dengan virus (dan patogen lainnya), atau merusak dan
mematikan patogen. Seperti sel B, tiap tipe sel T mengenali antigen yang
berbeda. Sel T pembunuh diaktivasi ketika reseptor sel Tmereka melekat
pada antigen spesifik pada kompleks dengan reseptor MHC kelas I dari
sel lainnya. Pengenalan MHC:kompleks antigen ini dibantu oleh ko-
reseptor pada sel T yang disebut CD8. Sel T lalu berkeliling pada tubuh
untuk mencari sel yang reseptor MHC kelas I tmengikat antigen. Ketika
sel T yang aktif menghubungi sel lainnya, sitotoksin dikeluarkan yang
membentuk pori pada membran plasma sel, membiarkan ion, air dan
toksin masuk. Hal ini menyebabkan sel mengalami apoptosis. Sel T
pembunuh penting untuk mencegah replikasi virus. Aktivasi sel T
membutuhkan sinyal aktivasi antigen/MHC yang sangat kuat, atau
penambahan aktivasi sinyal yang disediakan oleh sel T pembantu.
c. Sel T pembantu.
Sel T pembantu mengatur baik respon imun bawaan dan adaptif
dan membantu menentukan tipe respon imun mana yang tubuh akan buat
pada patogen khusus. Sel tersebut tidak memiliki aktivitas sitotoksik dan
tidak membunuh sel yang terinfeksi atau membersihkan patogen secara
langsung, namun mereka mengontrol respon imun dengan mengarahkan
sel lain untuk melakukan tugas tersebut.
Sel T pembantu mengekspresikan reseptor sel T yang mengenali
antigen terikat pada molekul MHC kelas II. Kompleks MHC:antigen juga
dikenali oleh reseptor sel pembantu CD4 yang merekrut molekul di dalam
sel T yang bertanggung jawab untuk aktivasi sel T. Sel T pembantu
memiliki hubungan lebih lemah dengan kompleks MHC:antigen daripada
pengamatan sel T pembunuh, berarti banyak reseptor (sekitar 200-300)
pada sel T pembantu yang harus diikat pada MHC:antigen untuk
mengaktifkan sel pembantu, sementara sel T pembunuh dapat diaktifkan
dengan pertempuran molekul MHC:antigen. Kativasi sel T pembantu juga
membutuhkan durasi pertempuran lebih lama dengan sel yang memiliki
antigen. Aktivasi sel T pembantu yang beristirahat menyebabkan
dikeluarkanya sitokin yang memperluas aktivitas banyak tipe sel. Sinyal
sitokin yang diproduksi oleh sel T pembantu memperbesar fungsi
mikrobisidal makrofag dan aktivitas sel T pembunuh. Aktivasi sel T
pembantu menyebabkan molekul diekspresikan pada permukaan sel T,
seperti CD154), yang menyediakan sinyal stimulasi tambahan yang
dibutuhkan untuk mengaktifkan sel B yang memproduksi antibodi.
d. Antibodi dan limfosit B.
Sel B mengidentifikasi patogen ketika antibodi pada permukaan
melekat pada antigen. Kompleks antigen. antibodi kompleks ini diambil
oleh sel B dan diprosesi oleh proteolisis ke peptids. Sel B lalu
menampilkan peptida antigenik pada permukaan molekul MHC kelas
II.Kombinasi MHC dan antigen menarik sel T pembantu yang cocok,
yang melepas limfokin dan mengaktifkan sel B. Sel B yang aktif lalu
mulai berdiferensiasi menjadi (sel plasma) mengeluarkan jutaan antibodi
yang mengenali antigen itu. Antibodi tersebut diedarkan pada plasma
darah dan limfa, mengikat patogen dan menandainya untuk dihancurkan
oleh aktivasi komplemen atau untuk penghancuran oleh fagosit.Antibodi
juga dapat menetralkan toksin bakteri atau dengan mengganggu dengan
reseptor yang digunakan virus dan bakteri untuk menginfeksi sel.
a. Defisiensi imun.
c. Hipersensitivitas.
Kelainan ini terutama dijumpai pada wanita pada usia sekitar 50-60
tahun. Manisfestasi pada kulit berupa atrofi kulit yang biasanya dimulai
dari jari-jari kemudian menjalar ke arah proksimal yaitu ke leher dan
muka. Kelainan saluran cerna ditandai dengan kesulitan menelan,
malabsorbs, obstruksi, nyeri perut, anemi dan berat badan yang menurun.
Hal ini disebabkan terjadi fibrosis lapisan muskularis dan lapisan mukosa.
Sesak napas dapat terjadi akibat fibrosis paru, dan hal ini dapat pula
berakibat pada terjadinya payah jantung kanan. Manifestasi ginjal berupa
proteinuria ringan serta hipertensi yang sering berat atau progresif.
e. Sindroma Myasthenia
Terdapat 2 jenis sindroma myasthenia, yaitu :
1) Myasthenia gravis.
Pada sindrom jenis inil dibentuk autoantibodi terhadap
reseptor asetil kolin sehingga terjadi hambatan ikatan
asetilkolin dengan reseptornya dan menyebabkan gagalnya
transmisi isyarat syaraf ke otot. Autoantibodi tersebut
ditemukan di dalam serum pada 85 otot. Kelemahan otot mata
yang menyebabkan penglihatan ganda dan menurunnya
kelopak mata adalah tanda yang khas. Kelemahan otot larings
menyebabkan dysphonia. Otot-otot lain dapat terserang pada
perkembangan penyakit lebih lanjut. Kematian biasanya
disebabkan kegagalan otot pernapasan. Pada penderita muda
dan wanita sering dijumpai kelainan timus, seperti hiperplasi
timus dan timoma. Gejala kelemahan otot dapat diperbaiki
dengan timektomi atau pengobatan dengan inhibitor
kholinesterase atau plasmapheresis untuk membuang antibodi
yang berbahaya dari sirkulasi. Pengobatan tersebut bersifat
menghilangkan gejala sementara sedangkan penyakitnya belum
dapat disembuhkan.
2) Sindroma myasthenia Lamber-Eaton
Terbentuk antibodi terhadap protein kanal kalsium (calcium
channel protein) yang menghambat pelepasan asetilkolin dari
ujung saraf. Sindroma ini adalah contoh penyakit autoimun
paraneoplastik. Kebanyakan menderita karsinoma paru jenis
oat cell, yang dianggap menjadi dasar timbulnya reaksi
autoimun terhadap protein kanal kalsium. Berbeda dengan
myasthenia gravis, kelemahan otot dapat membaik pada
pergerakan. Pengobatan bersifat simtomatik karena kankernya
sulit disembuhkan.
f. Psoriasis
Psoriasis adalah sejenis penyakit kulit yang penderitanya mengalami
proses pergantian (kulit) yang terlalu cepat. Kemunculan penyakit ini
kadang-kadang dalam jangka waktu lama atau kambuhan dalam waktu
yang tidak menentu.Penyakit ini secara klinis bersifat tidak mengancam
jiwa dan tidak menular.Akan tetapi, penyakit ini dapat muncul pada
bagian tubuh mana saja sehingga dapat menurunkan kualitas hidup dan
mengganggu kekuatan mental penderita bila tidak dirawat dengan
baik.Bila tidak diobati dengan benar, penyakit bisa mengalami komplikasi
(penyakit menjadi lebih buruk) seperti psoriatic eritroderma (seluruh kilit
tubuh menjadi merah) atau psoriasis pustulosa generalisata (psoriasis
dengan gelembung-gelembung kecil berisi nanah) yang dapat
membahayakan jiwa penderita.
Penyebab penyakit ini masih belum diketahui, tetapi para peneliti
sudah berhasil menemukan gen abnormal yang mengarah ke
pembentukan psoriasis pada penderita.Dengan demikian penyakit ini
mempunyai risiko menjadi penyakit keturunan.Umumnya psoriasis tidak
membahayakan jiwa walaupun sangat mengganggu kualitas
hidup.Kehidupan pribadi, sosial, dan pekerjaan penderita juga sangat
dipengaruhi oleh penyakit jika kelainan kulitnya mengenai tempat tertentu
(misalnya muka, telapak tangan atau kaki, alat kelamin).
Bila tidak diobati dengan benar, penyakit bisa mengalami komplikasi
(penyakit menjadi lebih buruk) seperti psoriatic eritroderma (seluruh kilit
tubuh menjadi merah) atau psoriasis pustulosa generalisata(psoriasis
dengan gelembung-gelembung kecil berisi nanah) yang dapat
membahayakan jiwa penderita.
Beberapa keadaan lingkungan atau faktor tertentu dapat memperburuk
atau mencetuskan psoriasis.Seperti stres, cuaca dingin dan kelembaban
rendah, obat-obat tertentu, infeksi (kuman streptokokus, HIV), trauma
(garukan, gesekan), alkohol dan merokok.Kesemuanya itu memungkinkan
seseorang mengidap psoriasis yang menurunkan kualitas hidup," jelasnya.
Mekanisme terjadinya psoriasis biasanya didahului dengan semacam
luka memar atau benturan di salah satu bagian kulit tubuh, setelah
kejadian itu, bagian yang kena trauma itu tidak kunjung sembuh.Bahkan
sebaliknya makin memburuk dan mulai menyebar. Kemudian ada lagi
luka memar di bagian kulit lain. Luka luka itu bisa tetap kecil dan
menghilang atau sebaliknya melebar dan meluas.Setelah berjalan
beberapa lama biasanya penyakit ini meluas, sehingga orang itu mencari
pengobatan.Padahal ibu sedang hamil, nampaknya penyakit ini seperti
tumbuh dan menghilang.Namun setelah melahirkan psoriasisnya kembali
kambuh lagi.
Kebanyakan dokter menganggap psoriasis itu adalah hanya masalah
pada bagian lapis kulit saja. Padahal itu tidak benar sama sekali.
Perubahan pada bagian kulit hanya sebagai tanda awal permulaan dari
suatu penyakit, Jadi penderita psoriasis itu sebetulnya bukanlah seorang
yang sehat badani.Karena dibagian dalam tubuh ada yang tidak beres
kerja dan fungsinya.
Tanda psoriasis awalnya, psoriasis ditandai dengan bercak merah dan
kadang gatal, berbatas jelas yang tiba-tiba muncul dikulit, terutama di
siku, lutut, daerah tulang ekor (sacrum), kepala dan daerah genital.
Dipermukaan bercak terdapat sisik (skuama) berwarna putih mirip mika
atau putih keperakan, kering, berlapis, kasar dan transparan. Selanjutnya,
bercak merah membesar, dan beberapa bergabung membentuk bercak
yang lebih lebar. Bercak pada umumnya berbentuk bulat atau oval,
berukuran satu hingga beberapa senti meter dan menetap pada waktu yang
lama. Selain di kulit, psoriasis dapat mengenai kuku dan sendi (jarang).
Saat ini terdapat berbagai pengobatan psoriasis yang aman dan
efektif.Pengobatan tersebut memperbaiki keadaan kulit serta mengurangi
keluhan gatal.Dari banyaknya jenis pengobatan, hanya sebagian kecil saja
pengobatan psoriasis dapat membersihkan kelainan kulit. Proses tersebut
dinamakan clearance atau remisi. Setelah remisi masih diperlukan
pengobatan lanjutan (pengobatan pemeliharaan) yang diberikan dalam
jangka waktu lama untuk mempertahankan remisi atau mengontrol
timbulnya kelainan kulit baru.Sampai saat ini belum ada obat yang dapat
menyembuhkan psoriasis secara total.Semua pengobatan yang ada hanya
dapat menekan gejala psoriasis.Sebagian besar penderita tidak pernah
mencapai suatu keadaan remisi yang bebas pengobatan.
Tujuan pengobatan pada psoriasis ialah mengurangi keparahan (derajat
kemerahan, tebal dan sisik) dan luas kelainan kulit sedemikian rupa
sehingga penyakit tidak lagi menunggu pekerjaan, kehidupan pribadi dan
sosial, dan kesejahteraan penderita.Agar perawatan ini berhasil,
diperlukan kerjasama antara dokter dan penderita.
Hal lain yang harus diperhatikan sebelum memilih pengobatan
psoriasis adalah derajat keparahan yang diderita. Juga lokasi penyakit,
tipe, usia dan jenis kelamin juga riwayat kesehatan penderita. Langkah
pertama yang dilakukan adalah pengobatan luar (topical).Langkah ini
dapat dilakukan untuk penderita psoriasis ringan dengan luas kelainan
kulit kurang dari 5 persen. Obat yang bisa digunakan antara lain ter
batubara, kortikosteroid, calcipotriol, antralim,retinoid topical (tazaroten),
asam salisilat, pimekrolimus, emolien dan keratolitik.
Langkah kedua atau fototerapi biasanya dipakai untuk mengobati
psoriasis yang berhasil dengan pengobatantopical.Langkah ketiga adalah
pengobatan sistemik, yaitu obat yang dimakan atau dimasukkan melalui
suntik. Obat tersebut akan diserap dan masuk ke dalam aliran darah
kemudian tersebar ke seluruh tubuh.
Obat sistemik biasanya disediakan khusus untuk psoriasis sedang
sampai berat, atau psoriasis arthritis berat (disertai dengan cacat
tubuh).Juga dipakai untuk psoriasis eritroderma atau psoriasis pustulosa.
Cara pengobatan ortodoks, biasanya menggunakan pengolesan obat
luar, seperti salf, krim, dan lotion, tetapi teknik pelaksanaan bisa berbeda
beda dari mulai dengan mandi ter (tar). Sampai fotokemoterapi.Dengan
menggunaka senar lesser.Sekali lagi hasilnya tidak selalu konsisten dari
berhasil sampi gagal dan tidak ada gunanya.Zalf campuran steroid dan
flourin, injeksi steroid, dan glukokortikosteroid sering juga digunakan,
namun harus diawasi dan dipantau oleh dokter dengan ketat, sebab sering
mengakibatkan efek samping yang buruk.