Makalah Herediter Dan Autoimun

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 25

2.1 Penyakit Herediter.

Penyakit genetik atau penyakit herediter adalah sebuah kondisi yang


disebabkan oleh kelainan oleh satu atau lebih gen yang menyebabkan sebuah
kondisi fenotipe klinis. Sifat-sifat manusia diturunkan pada keturunannya
mengikuti pola pewarisan sifat tertentu. Sifat yang diturunkan ada yang
merugikan dan ada yang tidak merugikan (normal).
Fenomena kelainan fisik berupa cacat atau penyakit bawaan pada manusia
semakin lama semakin banyak dijumpai. Penyakit ini bukan disebabkan infeksi
kuman penyakit, melainkan diwarisi dari orang tua melalui gen. Penyakit genetis
ini tidak menular, dan dapat diusahakan agar terhindar.
Pada umumnya, penyakit genetis dibawa oleh gen yang bersifat resesif. Jadi,
gen akan muncul sebagai suatu penyakit atau cacat jika dalam keadaan resesif
homozigot. Untuk keadaan gen yang heterozigot, individu yang bersangkutan
tidak manampakkan kelainan atau penyakit. Individu yang demikian dikatakan
sebagai pembawa sifat (carrier). Individu yang bersifat carrier walaupun
menampakkan fenotipe normal, dapat mewariskan sifat yang negatif kepada
generasi selanjutnya.
Cacat kelainan bawaan dapat diturunkan lewat kromosom kelamin atau
kromosom tubuh. Cacat bawaan yang tertaut kromosom tubuh ada yang bersifat
resesif dan ada yang bersifat dominan. Yang bersifat resesif meliputi albino,
botak, sistis fibrosis, fenilketonuria, Tay-Sachs, skizofrenia, anemia sel sabit, dan
talasemia. Yang bersifat dominan meliputi kelainan sindaktili, polidaktili,
brakidaktili, hipertensi, dan Huntington. Cacat bawaan yang tertaut kromosom
kelamin biasanya bersifat resesif. Contohnya buta warna dan hemofilia.

2.2 Proses Penyakit Herediter Didalam Tubuh.

Penyakit herediter adalah penyakit atau gangguan yang secara genetik


diturunkan dari orang tua kepada keturunannya. Penyakit-penyakit tersebut
disebabkan oleh mutasi atau cacat dalam gen atau struktur kromosom yang dapat
turun-temurun. Dalam banyak kasus, bentuk resesif gangguan genetik dan
penyakit keturunan yang diturunkan sebenarnya tidak diungkapkan sama sekali.
Ketika saat “pembawa” yang memiliki bentuk resesif menghasilkan keturunan
dengan operator lain, bagaimanapun, adalah mungkin bagi keturunannya tidak
mengekspresikan gangguan. Maka, penyakit herediter dapat diturunkan melalui
keluarga ke generasi tanpa ada orang yang menjadi sakit.

Ada banyak pola warisan yang berbeda dengan penyakit keturunan yang
dapat diwariskan. Pola pewarisan umumnya didasarkan pada jenis tertentu
kelainan genetik dan lokasi kromosom tersebut. Dasar genetik untuk banyak
penyakit keturunan dapat, misalnya, berupa resesif atau dominan.

Jika resesif, kedua orang tua harus memiliki setidaknya satu salinan dari
kelainan genetik untuk keturunan untuk memiliki penyakit. Kelainan Genetik
dominan, di sisi lain, dapat menyebabkan gejala penyakit jika bahkan satu salinan
penyimpangan yang hadir, sehingga memungkinkan bagi seorang anak untuk
memiliki penyakit bahkan jika hanya satu orangtua memiliki kelainan genetik.

Pola pewarisan penyakit keturunan juga dapat dipengaruhi oleh kromosom


dengan lokasi penyimpangan genetik. Beberapa penyakit keturunan, misalnya,
terkait seks, yang berarti bahwa mereka yang hadir pada kromosom X. Pria hanya
memiliki satu kromosom X, sehingga satu salinan penyimpangan genetik cukup
untuk menyebabkan ekspresi penyakit. Wanita, di sisi lain, memiliki dua
kromosom X, sehingga dua salinan dari satu kelainan genetik pada setiap
kromosom X-yang diperlukan untuk menyebabkan ekspresi penyakit. Beberapa
kelainan genetik juga bisa terkait kromosom-Y; ini berarti bahwa semua
keturunan laki-laki dengan ayah yang memiliki gangguan Y-linked juga akan
mengalami gangguan tersebut, karena ayah meneruskan kromosom Y pada
keturunan laki-laki.

Ekspresi beberapa penyakit keturunan ini tidak sepenuhnya berdasarkan


pola warisan. Beberapa penyakit, misalnya, cenderung berjalan dalam keluarga,
tetapi juga cenderung membutuhkan beberapa faktor lingkungan. Penyakit
jantung, misalnya, cenderung berjalan dalam keluarga, tetapi ada banyak faktor
lain, termasuk pola makan, lingkungan, dan gaya hidup, yang dapat memperburuk
atau meringankan kondisi.Ada juga banyak penyakit keturunan yang bergantung
pada banyak gen yang berbeda dan karena itu menampilkan pola warisan yang
lebih kompleks

2.3 Respon Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ Terhadap Penyakit
Herediter.

2.4 Respon Imun Tubuh Terhadap Penyakit Herediter.

Penyakit defisiensi imun adalah sekumpulan aneka penyakit yang karena


memiliki satu atau lebih ketidaknormalan sistem imun, dimana kerentanan
terhadap infeksi meningkat. Defisiensi imun primer tidak berhubungan dengan
penyakit lain yang mengganggu sistem imun, dan banyak yang merupakan akibat
kelainan genetik dengan pola bawaan khusus. Defisiensi imun sekunder terjadi
sebagai akibat dari penyakit lain, umur, trauma, atau pengobatan.

Meskipun kemungkinan defisiensi imun harus dipikirkan pada seseorang


yang sering mengalami infeksi, tetapi sejatinya penyakit imunodefiensi angka
kejadiannya tidak tinggi. Karena itu selalu pertimbangkan kondisi lain yang
membuat seseorang lebih rentan terhadap infeksi, seperti penyakit sickle cell,
diabetes, kelainan jantung bawaan, malnutrisi, splenektomi, enteropati, terapi
imunosupresif dan keganansan.

Penyebab defisiensi imun sangat beragam dan penelitian berbasis genetik


berhasil mengidentifikasi lebih dari 100 jenis defisiensi imun primer dan pola
menurunnya terkait pada X-linked recessive, resesif autosomal, atau dominan
autosomal.

Penyebab defisiensi imun

a. Defek genetik Defek gen-tunggal yang diekspresikan di banyak jaringan


(misal ataksia-teleangiektasia, defsiensi deaminase adenosin) Defek gen
tunggal khusus pada sistem imun ( misal defek tirosin kinase pada X-
linked agammaglobulinemia; abnormalitas rantai epsilon pada reseptor sel
T) Kelainan multifaktorial dengan kerentanan genetik (misal common
variable immunodeficiency).
b. Obat atau toksinImunosupresan (kortikosteroid, siklosporin)Antikonvulsan
(fenitoin)
c. Penyakit nutrisi dan metabolik, Malnutrisi ( misal kwashiorkor), Protein
losing enteropathy (misal limfangiektasia intestinal), Defisiensi vitamin
(misal biotin, atau transkobalamin II).
d. Defisiensi mineral (misal Seng pada Enteropati Akrodermatitis).
e. Kelainan kromosomAnomali DiGeorge (delesi 22q11), Defisiensi IgA
selektif (trisomi 18)
f. InfeksiImunodefisiensi transien (pada campak dan varicella),
Imunodefisiensi permanen (infeksi HIV, infeksi rubella kongenital).

2.5 Manifestasi Tubuh Terhadap Penyakit Herediter.

Penyakit herediter adalah penyakit atau gangguan yang secara genetic


diturunkan dari orang tua kepada keturunannya. Penyakit-penyakit tersebut
disebabkan oleh mutasi atau cacat dalam gen atau struktur kromosom yang dapat
turun-temurun. Dalam banyak kasus, bentuk resesif gangguan genetik dan
penyakit keturunan yang diturunkan sebenarnya tidak diungkapkan sama sekali.
Ketika saat “pembawa” yang memiliki bentuk resesif menghasilkan keturunan
dengan operator lain, bagaimanapun, adalah mungkin bagi keturunannya tidak
mengekspresikan gangguan. Maka, penyakit herediter dapat diturunkan melalui
keluarga ke generasi tanpa ada orang yang menjadi sakit.
Ada banyak pola warisan yang berbeda dengan penyakit keturunan yang
dapat diwariskan. Pola pewarisan umumnya didasarkan pada jenis tertentu
kelainan genetik dan lokasi kromosom tersebut. Dasar genetik untuk banyak
penyakit keturunan dapat, misalnya, berupa resesif atau dominan. Jika resesif,
kedua orang tua harus memiliki setidaknya satu salinan dari kelainan genetik
untuk keturunan untuk memiliki penyakit. Kelainan Genetik dominan, di sisi lain,
dapat menyebabkan gejala penyakit jika bahkan satu salinan penyimpangan yang
hadir, sehingga memungkinkan bagi seorang anak untuk memiliki penyakit
bahkan jika hanya satu orangtua memiliki kelainan genetic.

2.6 Komplikasi Penyakit Herediter.

Macam-macam penyakit menurun pada genetika sebagai berikut :

a. Diabetes Mellitus.
Diabetes melitus adalah penyakit yang diakibatkan oleh
peningkatan kadar gula darah akibat kurangnya insulin dan disertai oleh
kelainan-kelainan metabolika yang dapat menimbulkan komplikasi.
Kekurangan insulin ini merupakan kekurangan insulin absolut atau
kekurangan insulin relatif. Pada umumnya penyakit diabetes ini ditemukan
di daerah perkotaan. Banyak yang menganggap bahwa penyakit diabetes
ini adalah penyakit keturunan padahal dari sejumlah penderita penyakit
kencing manis ini sangat sedikit yang tercatakarena disebabkan oleh faktor
keturunan.Penyakit kencing manis pada umumnya diakibatkan oleh
konsumsi makanan yang tidak terkontrol atau sebagai efek samping dari
pemakaian obat-obat tertentu.
b. Asma.
Asma adalah salah satu jenis penyakit dimana saluran pernafasan
mengalami penyempitan dan peradangan yang disebabkan oleh
rangsangan tertentu, orang yang mengalami serangan asma akan
mengalami sesak nafas dengan nafas yang berbunyi, biasanya disertai
dengan batuk. Serangan asma bisa terjadi secara tiba-tiba, yaitu ketika
seorang penderita asma terpapar oleh faktor pemicu.
Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya serangan asma, yaitu :
Debu yang menempel diperabotan rumah tangga, bulu binatang seperti
kucing, asap kendaraan bermotor dan asap rokok, asap obat nyamuk, debu
dari kapur tulis, infeksi dari saluran pernafasan, perubahan cuaca / musim
pancaroba, parfum dan bau-bauan yang sangat menyengat.
c. Albino.
Albino (dari bahasa Latin albus yang berarti putih), disebut juga
hypomelanism atau hypomelanosis, adalah salah satu bentuk dari
hypopigmentary congenital disorder. Albino adalah sebutan bagi penderita
Albinisim. Albinism adalah suatu kelainan pigmentasi kulit bawaan,
dikarenakan kurang atau tidak adanya pigmen melanin di dalam
kulit.Keadaan tersebut bersifat genetik atau diwariskan.
Albino adalah murni penyakit kelainan genetik, bukan penyakit
infeksi dan tidak dapat ditularkan memalui kontak fisik ataupun melalui
transfusi darah. Penyakit albino biasanya terjadi pada anak yang orang
tuanya normal karena albino merupakan gen yang bersifat tetap dan dapat
diturunkan dari pendahulu yang ada diatasnya. Sebenrnya albino adalah
panyakit perpaduan gen resesif pada orang tua dan menjadi gen dominan
pada anak mareka. Gen resesif sendiri adalah gen yang tidak muncul pada
diri kita sedangkan gen dominan adalah gen yang muncul pada diri kita
dan menjadi sifat fisik dari kita.
Hilangnya pigmen pada penderita albino meyebabkan mereka
menjadi sangat sensitive terhadap cahaya matahari sehingga mudah
terbakar dan mereka harus melindungi kulit mereka dengan menggunakan
sunblock.
d. Buta Warna.
Buta warna adalah suatu kelainan yang disebabkan
ketidakmampuan sel-sel kerucut mata untuk menangkap suatu
spektrum warna tertentu akibat faktor genetis. Buta warna merupakan
kelainan genetik / bawaan yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya,
kelainan ini sering juga disebaut sex linked, karena kelainan ini dibawa
oleh kromosom X. Artinya kromosom Y tidak membawa faktor buta
warna. Hal inilah yang membedakan antara penderita buta warna pada laki
dan wanita.Seorang wanita terdapat istilah ‘pembawa sifat’ hal ini
menujukkan ada satu kromosom X yang membawa sifat buta
warna.Wanita dengan pembawa sifat, secara fisik tidak mengalami
kelalinan buta warna sebagaimana wanita normal pada umumnya.Tetapi
wanita dengan pembawa sifat berpotensi menurunkan faktor buta warna
kepada anaknya kelak.Apabila pada kedua kromosom X mengandung
faktor buta warna maka seorang wanita tsb menderita buta warna.
Saraf sel di retina terdiri atas sel batang yang peka terhadap hitam
dan putih, serta sel kerucut yang peka terhadap warna lainnya.Buta warna
terjadi ketika syaraf reseptor cahaya di retina mengalami perubahan,
terutama sel kerucut.
e. Down Sindrom.
Down sindrom merupakan kelainan genetik yang terjadi pada
kromosom yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang
cukup khas.Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan
fisik dan mental ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John
Longdon Down.Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan
yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai
orang Mongoloid maka sering juga dikenal dengan mongolisme. Pada
tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari
kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk penemu pertama
kali sindrom ini dengan istilah sindrom Down dan hingga kini penyakit ini
dikenal dengan istilah yang sama.
Down sindrom adalah kelainan kromosom yang disebabkan oleh
kesalahan dalam pembelahan sel yang menghasilkan kromosom 21
ekstra.Kondisi ini menyebabkan gangguan di kedua kemampuan kognitif
dan pertumbuhan fisik yang berkisar dari ringan sampai sedang cacat
perkembangan. Melalui serangkaian pemutaran dan tes, sindrom Down
dapat dideteksi sebelum dan sesudah bayi lahir.
f. Hemofilia.
Hemofilia adalah penyakit genetik/turunan, merupakan suatu
bentuk kelainan perdarahan yang diturunkan dari orang tua kepada
anaknya dimana protein yang diperlukan untuk pembekuan darah tidak
ada atau jumlahnya sangat sedikit.Penyakit ini ditandai dengan sulitnya
darah untuk membeku secara normal. Apabila penyakit ini tidak
ditanggulangi dengan baik maka akan menyebabkan kelumpuhan,
kerusakan pada persendian hingga cacat dan kematian dini akibat
perdarahan yang berlebihan. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan
spontan yang berat dan kelainan sendi yang nyeri dan menahun
Hemofilia termasuk penyakit yang tidak populer dan tidak mudah
didiagnosis.Karena itulah para penderita hemofilia diharapkan
mengenakan gelang atau kalung penanda hemofilia dan selalu membawa
keterangan medis dirinya.Hal ini terkait dengan penanganan medis, jika
penderita hemofilia terpaksa harus menjalani perawatan di rumah sakit
atau mengalami kecelakaan. Yang paling penting, penderita hemofilia
tidak boleh mendapat suntikan kedalam otot karena bisa menimbulkan
luka atau pendarahan, Hemofilia memiliki dua tipe, yakni tipe A dan B.
Hemofilia A terjadi akibat kekurangan faktor antihemofilia atau faktor
VIII. Sedangkan hemofilia B muncul karena kekurangan faktor IX.
Penyakit ini diturunkan orang tua kepada seorang anak melalui
kromosom X yang tidak muncul. Saat wanita membawa gen hemofilia,
mereka tidak terkena penyakit itu. Jika ayah menderita hemofilia tetapi
sang ibu tidak punya gen itu, maka anak laki-laki mereka tidak akan
menderita hemofilia, tetapi anak perempuan akan memiliki gen itu. Jika
seorang ibu adalah pembawa dan sang ayah tidak, maka anak laki-laki
akan berisiko terkena hemofilia sebesar 50 persen, dan anak perempuan
berpeluang jadi pembawa gen sebesar 50 persen.
g. Hungtinton Disease.
Penyakit Huntington merupakan penyakit autosoma yang
langka.Penyakit ini ditandai dengan kelainan gerak yang progresif dan
sangat sering disertai oleh kemunduran beberapa aspek kesehatan jiwa
serta pada akhirnya demensia. Penyakit Huntington secara bertahap
tampak pada usia antara 30 dan 55 tahun, meskipun usia awal dapat
bervariasi dari awal masa kanak-kanak hingga usia lanjut. Gangguan
kognitif dapat terjadi sebelum penyakit terlihat jelas. Penyakit Huntington
jauh lebih umum terjadi pada orang keturunan Eropa Barat dibandingkan
mereka yang berasal dari Asia atau Afrika. Penyakit Huntington adalah
kelainan genetik neurodegeneratif yang mempengaruhi koordinasi otot dan
menyebabkan penurunan otot serta dementia (kepikunan), yang secara
lambat tapi pasti menyebabkan kematian.

2.7 Penyakit Autoimun.

Penyakit autoimun terjadi ketika sistem kekebalan tubuh seseorang


mengalami gangguan sehingga menyerang jaringan tubuh itu sendiri. Padahal
seharusnya sistem imun hanya menyerang organisme atau zat-zat asing yang
membahayakan tubuh. Dari segi bahasa auto artinya diri sendiri, dan imun artinya
sistem pertahanan tubuh, jadi pengertian autoimun adalah sistem pertahanan tubuh
mengalami gangguan sehingga menyerang sel-sel tubuh itu sendiri. Sistem
kekebalan tubuh adalah kumpulan sel-sel khusus dan zat kimia yang berfungsi
melawan agen penyebab infeksi seperti bakteri dan virus serta membersihkan sel-
sel tubuh yang menyimpang (non-self) misalnya pada kanker.
Gangguan autoimun terjadi ketika sistem kekebalan tubuh seseorang keliru
menyerang jaringan tubuh sendiri. Gangguan autoimun dikelompokkan menjadi
dua kategori, yaitu organ spesifik dan non-organ spesifik. Organ-spesifik berarti
satu organ tertentu yang terkena, sedangkan non-organ spesifik artinya sistem
imun menyerang beberapa organ atau sistem tubuh yang lebih luas. Ada sekitar 80
gangguan autoimun yang berbeda mulai dari yang ringan sampai yang berat,
tergantung pada sistem tubuh mana yang diserang dan seberapa besar fungsinya
bagi tubuh. Belum diketahui secara pasti, kenapa perempuan lebih rentan daripada
laki-laki, terutama selama usia reproduktif. Diperkirakan bahwa hormon seks
memiliki pengaruh yang kuat. Gangguan autoimun dapat mempengaruhi hampir
setiap organ dan sistem tubuh.
Beberapa gangguan autoimun meliputi:
a. Diabetes Melitus (Tipe I) – mempengaruhi pankreas. Gejala termasuk
haus, sering buang air kecil, berat badan turun dan lebih rentan
terhadap infeksi.
b. Penyakit Graves – mempengaruhi kelenjar tiroid. Gejala termasuk
penurunan berat badan, detak jantung meningkat, kecemasan dan
diare.
c. Penyakit radang usus – termasuk ulcerative colitis dan mungkin,
penyakit Crohn. Gejalanya meliputi diare dan sakit perut.
d. Multiple sclerosis – mempengaruhi sistem saraf. Tergantung pada
bagian mana dari sistem saraf yang dipengaruhi, gejala dapat termasuk
mati rasa, kelumpuhan dan gangguan penglihatan.
e. Psoriasis – mempengaruhi kulit. Fitur termasuk pengembangan, sisik
kulit memerah tebal.
f. Rheumatoid arthritis atau Rematik – mempengaruhi sendi. Gejala
termasuk sendi bengkak dan sakit. Mata, paru-paru dan jantung juga
dapat terlibat.
g. Scleroderma – mempengaruhi kulit dan struktur lainnya, menyebabkan
terbentuknya jaringan parut. Fitur termasuk penebalan kulit, borok
kulit dan sendi kaku.
h. Sistemik lupus eritematosus atau SLE (Penyakit Lupus) –
mempengaruhi jaringan ikat dan dapat menyerang sistem organ tubuh.
Gejala termasuk peradangan sendi, demam, penurunan berat badan dan
ruam wajah yang khas. contoh ruam pada lupus
Pengobatan Penyakit Autoimun Gangguan autoimun pada umumnya tidak
dapat disembuhkan, tetapi gejala yang menimbulkan penderitaan sebagian besar
dapat dikendalikan dengan perawatan sebagai berikut:
1. Obat anti-inflamasi – untuk mengurangi peradangan dan nyeri
2. Kortikosteroid – untuk mengurangi peradangan dan menekan
sistem imun
3. Obat imunosupresan – untuk menghambat aktivitas sistem
kekebalan tubuh
4. Terapi fisik – untuk mendorong mobilitas
5. Terapi sulih – misalnya, suntikan insulin dalam kasus diabetes
melitus.
6. Operasi – misalnya, untuk mengobati penyumbatan usus pada
kasus penyakit Crohn Dengan menekan sistem imun atau
pertahanan tubuh, maka gejala penyakit autoimun dapat ditekan
sehingga memberikan kenyamanan, namun sayangnya belum
ditemukan obat yang benar-benar bisa menyembuhkan gangguan
imun ini.
2.8 Proses Penyakit Autoimun Didalam Tubuh.

Sistem kekebalan tubuh bekerja dalam dua langkah, yaitu:

a. Membedakan sel-sel asing dengan sel-sel tubuh sendiri, kemudian


mengambil tindakan terhadap sel-sel asing.
b. Jika langkah pertama tak sukses, diambil langkah kedua, terdiri dari 2
kemungkinan: Pertama, sistem kekebalan tubuh diredam dan tubuh tak
lagi mengenali sel-sel asing, seperti pada kasus HIV-AIDS, di mana sistem
kekebalan tubuh melemah. Kedua, sistem kekebalan tidak diredam
sehingga menyerang sel-sel tubuh sendiri maupun sel-sel asing tanpa
kecuali. Ini terjadi pada kasus penyakit autoimun. Saat itu, sistem
kekebalan tubuh Anda menjadi benar-benar berada di luar kendali.

Penyebab seseorang terkena penyakit autoimun adalah :

a. Genetik atau keturunan. Salah satu faktor risiko penyakit autoimun adalah
genetik, artinya ada kecenderungan seseorang mengalami penyakit
autoimun, jika dalam keluarganya terdapat salah seorang pengidap
autoimun —namun bukan berarti penyakit ini pasti akan diturunkan dari
orang tua kepada anaknya.
b. Lingkungan, temasuk gaya hidup tidak sehat, misalnya terpapar berbagai
zat kimia.
c. Hormon. Terdapat asumsi bahwa penyakit autoimun terkait dengan
perubahan hormon, seperti saat hamil, melahirkan, atau menopause.
d. Infeksi. Gejala autoimun juga dapat dipicu atau diperburuk infeksi
tertentu.

Gejala penyakit atoimun adalah sebagai berikut :

Penyakit autoimun bisa berdampak pada banyak bagian tubuh.Ada lebih dari
100 jenis penyakit autoimun, mulai dari yang ringan sampai berat.Karena sangat
beragam, maka gejalanya pun bervariasi. Namun, beberapa penyakit autoimun
memiliki gejala-gejala yang sama. Itu sebabnya autoimun sering disebut sebagai
penyakit dengan seribu wajah.

a. Nyeri di sekujur tubuh. Nyeri yang membuat badan seperti ditusuk-tusuk.


b. Nyeri sendi. Bagian sendi yang paling sering diserang adalah sendi lutut,
sendi di pergelangan tangan, punggung tangan hingga buku-buku jari.
Nyeri ini terjadi di kedua sisi kiri dan kanan. Nyeri ini juga sering diiringi
pembengkakan dan/atau kekakuan, sehingga membuat Anda sangat
kesakitan dan sulit bergerak.
c. Fatigue, yakni rasa lelah berlebihan dan berkepanjangan, seperti Anda
habis berlari jauh, membuat energi tubuh seperti terkuras habis. Bahkan
untuk mengangkat badan dari tempat tidur saja terasa berat.
d. Timbul demam ringan. Bila dipegang oleh orang lain, badan akan terasa
agak hangat, namun ketika diperiksa dengan termometer, suhunya masih
normal (pada batas atas), sekitar 37,4 - 37,5 derajat Celsius.
e. Rambut mengalami kerontokan parah.
f. Sering terkena sariawan.
g. Brain fog. Disebut demikian karena otak sewaktu-waktu seperti tertutup
kabut, sehingga untuk sesaat Anda kehilangan memori, fokus, dan
konsentrasi, entah sedang menulis maupun saat berbicara.

2.9 Respon Sel, Jaringan, Organ dan Sistem Organ Terhadap Penyakit
Autoimun.

Imunitas adaptif berevolusi pada vertebrata awal dan membuat adanya respon
imun yang lebih kuat dan juga memori imunologikal, yang tiap patogen diingat
oleh tanda antigen. Respon imun adaptif spesifik-antigen dan membutuhkan
pengenalan antigen "non-self" spesifik selama proses disebut presentasi antigen.
Spesifisitas antigen menyebabkan produksi respon yang disesuaikan pada patogen
atau sel yang terinfeksi patogen.Kemampuan tersebut ditegakan di tubuh oleh "sel
memori". Patogen akan menginfeksi tubuh lebih dari sekali, sehingga sel memori
tersebut digunakan untuk segera memusnahkannya.
a. Limfosit
Sel sistem imun adaptif adalah tipe spesial leukosit yang
disebut limfosit. Sel B dan sel T adalah tipe utama limfosit yang berasal
dari sel punca hematopoietik pada sumsum tulang.Sel B ikut serta
pada imunitas humoral, sedangkan sel T ikut serta pada respon imun
seluler.
Baik sel B dan sel T membawa molekul reseptor yang mengenali
target spesifik. Sel T mengenali target "non-self", seperti patogen, hanya
setelah antigen (fragmen kecil patogen) telah diproses dan disajikan pada
molekul major histocompatibility complex (MHC).
Terdapat dua subtipe utama sel T: sel T pembunuh dan sel T
pembantu. Sel T pembunuh hanya mengenali antigen dirangkaikan pada
molekul MHC kelas I, sementara sel T pembantu hanya mengenali
antigen dirangkaikan pada molekul MHC kelas II. Dua mekanisme
presentasi antigen tersebut memunculkan peran berbeda dua tipe sel T.
Yang ketiga, subtipe minor adalah sel T γδ yang mengenali antigen yang
tidak melekat pada reseptor MHC.
Reseptor antigel sel B adalah molekul antibodi pada permukaan sel
B dan mengenali semua patogen tanpa perlu adanya proses antigen. Tiap
keturunan sel B memiliki antibodi yang berbeda, sehingga kumpulan
resptor antigen sel B yang lengkap melambangkan semua antibodi yang
dapat diproduksi oleh tubuh.
b. Sel T pembunuh.
Sel T pembunuh secara langsung menyerang sel lainnya yang
membawa antigen asing atau abnormal di permukaan mereka.
Sel T pembunuh adalah subkelompok dari sel T yang membunuh
sel yang terinfeksi dengan virus (dan patogen lainnya), atau merusak dan
mematikan patogen. Seperti sel B, tiap tipe sel T mengenali antigen yang
berbeda. Sel T pembunuh diaktivasi ketika reseptor sel Tmereka melekat
pada antigen spesifik pada kompleks dengan reseptor MHC kelas I dari
sel lainnya. Pengenalan MHC:kompleks antigen ini dibantu oleh ko-
reseptor pada sel T yang disebut CD8. Sel T lalu berkeliling pada tubuh
untuk mencari sel yang reseptor MHC kelas I tmengikat antigen. Ketika
sel T yang aktif menghubungi sel lainnya, sitotoksin dikeluarkan yang
membentuk pori pada membran plasma sel, membiarkan ion, air dan
toksin masuk. Hal ini menyebabkan sel mengalami apoptosis. Sel T
pembunuh penting untuk mencegah replikasi virus. Aktivasi sel T
membutuhkan sinyal aktivasi antigen/MHC yang sangat kuat, atau
penambahan aktivasi sinyal yang disediakan oleh sel T pembantu.
c. Sel T pembantu.
Sel T pembantu mengatur baik respon imun bawaan dan adaptif
dan membantu menentukan tipe respon imun mana yang tubuh akan buat
pada patogen khusus. Sel tersebut tidak memiliki aktivitas sitotoksik dan
tidak membunuh sel yang terinfeksi atau membersihkan patogen secara
langsung, namun mereka mengontrol respon imun dengan mengarahkan
sel lain untuk melakukan tugas tersebut.
Sel T pembantu mengekspresikan reseptor sel T yang mengenali
antigen terikat pada molekul MHC kelas II. Kompleks MHC:antigen juga
dikenali oleh reseptor sel pembantu CD4 yang merekrut molekul di dalam
sel T yang bertanggung jawab untuk aktivasi sel T. Sel T pembantu
memiliki hubungan lebih lemah dengan kompleks MHC:antigen daripada
pengamatan sel T pembunuh, berarti banyak reseptor (sekitar 200-300)
pada sel T pembantu yang harus diikat pada MHC:antigen untuk
mengaktifkan sel pembantu, sementara sel T pembunuh dapat diaktifkan
dengan pertempuran molekul MHC:antigen. Kativasi sel T pembantu juga
membutuhkan durasi pertempuran lebih lama dengan sel yang memiliki
antigen. Aktivasi sel T pembantu yang beristirahat menyebabkan
dikeluarkanya sitokin yang memperluas aktivitas banyak tipe sel. Sinyal
sitokin yang diproduksi oleh sel T pembantu memperbesar fungsi
mikrobisidal makrofag dan aktivitas sel T pembunuh. Aktivasi sel T
pembantu menyebabkan molekul diekspresikan pada permukaan sel T,
seperti CD154), yang menyediakan sinyal stimulasi tambahan yang
dibutuhkan untuk mengaktifkan sel B yang memproduksi antibodi.
d. Antibodi dan limfosit B.
Sel B mengidentifikasi patogen ketika antibodi pada permukaan
melekat pada antigen. Kompleks antigen. antibodi kompleks ini diambil
oleh sel B dan diprosesi oleh proteolisis ke peptids. Sel B lalu
menampilkan peptida antigenik pada permukaan molekul MHC kelas
II.Kombinasi MHC dan antigen menarik sel T pembantu yang cocok,
yang melepas limfokin dan mengaktifkan sel B. Sel B yang aktif lalu
mulai berdiferensiasi menjadi (sel plasma) mengeluarkan jutaan antibodi
yang mengenali antigen itu. Antibodi tersebut diedarkan pada plasma
darah dan limfa, mengikat patogen dan menandainya untuk dihancurkan
oleh aktivasi komplemen atau untuk penghancuran oleh fagosit.Antibodi
juga dapat menetralkan toksin bakteri atau dengan mengganggu dengan
reseptor yang digunakan virus dan bakteri untuk menginfeksi sel.

2.10 Respon Imun Tubuh Terhadap Penyakit Autoimun.

a. Defisiensi imun.

Defisiensi imun muncul ketika satu atau lebih komponen sistem


imun tidak aktif. Kemampuan sistem imun untuk merespon patogen
berkurang pada baik golongan muda dan golongan tua, dengan respon
imun mulai untuk berkurang pada usia sekitar 50 tahun
karena immunosenescence.Di negara-negara berkembang, obesitas,
penggunaan alkohol dan narkoba adalah akibat paling umum dari fungsi
imun yang buruk.Namun, kekurangan nutrisi adalah akibat paling umum
yang menyebabkan defisiensi imun di negara berkembang. Diet
kekurangan cukup protein berhubungan dengan gangguan imunitas seluler,
aktivitas komplemen, fungsi fagosit, konsentrasi antibodi IgA dan
produksi sitokin. Defisiensi nutrisi seperti zinc, selenium, zat
besi, tembaga, vitamin A, C, E, dan B6, dan asam folat (vitamin B9) juga
mengurangi respon imun.

Defisiensi imun juga bisa didapat Chronic granulomatous disease,


penyakit yang menyebabkan kemampuan fagosit untuk menghancurkan
fagosit berkurang, adalah contoh dari defisiensi imun dapatan. AIDS dan
beberapa tipe kanker menyebabkan defisiensi imun dapatan.
b. Autoimunitas.

Respon imun terlalu aktif menyebabkan disfungsi imun yang


disebut autoimunitas.Sistem imun gagal untuk memusnahkan dengan tepat
antara "self" dan "nonself", dan menyerang bagian dari tubuh.Dibawah
keadaan sekitar yang normal, banyak sel T dan antibodi bereaksi dengan
peptida "self". Satu fungsi sel (terletak di timus dan sumsum tulang)
adalah untuk memunculkan limfosit muda dengan antigen self yang
diproduksi pada tubuh dan untuk membunuh sel tersebut yang dianggap
antigen sendiri, mencegah autoimunitas.

c. Hipersensitivitas.

Hipersensitivitas adalah respon imun yang berlebihan yang dapat


merusak jaringan tubuh sendiri.Mereka terbagi menjadi empat kelas (tipe I
– IV) berdasarkan mekanisme yang ikut serta dan lama waktu reaksi
hipersensitif.Hipersensitivitas tipe I atau reaksi segera
atau anafilaksis sering berhubungan dengan alergi.Gejala dapat bervariasi
dari ketidaknyamanan sampai kematian. Hipersensitivitas tipe I
diperantarai oleh IgE yang dikeluarkan dari sel mast dan basofil.
Hipersensitivitas tipe II muncul ketika antibodi mengikat pada antigen sel
pasien, menandai mereka untuk penghancuran.Hal ini juga disebut
hipersensitivitas sitotoksik, dan diperantarai oleh antibodi IgG dan IgM.
Kompleks imun (kesatuan antigen, protein komplemen dan antibodi IgG
dan IgM) ada pada berbagai jaringan yang menjalankan reaksi
hipersensitivitas tipe III. Hipersensitivitas tipe IV (melibatkan sel, bukan
antibodi) biasanya membutuhkan waktu antara dua dan tiga hari untuk
berkembang. Reaksi tipe IV ikut serta dalam berbagai autoimun dan
penyakit infeksi, tetapi juga dalam ikut serta dalam dermatitis
kontak.Reaksi tersebut diperantarai oleh sel T, monosit dan makrofag.

2.11 Manifestasi Tubuh Terhadap Penyakit Autoimun.


a. Gejala.
Gangguan autoimun dapat menyebabkan demam. Gejala bervariasi
bergantung pada gangguan dan bagian badan yang terkena. Beberapa
gangguan autoimun mempengaruhi jenis tertentu jaringan di seluruh badan
misalnya, pembuluh darah, tulang rawan atau kulit. Gangguan autoimun
lainnya mempengaruhi organ khusus. Sebenarnya organ yang mana pun,
termasuk ginjal, paru-paru, jantung dan otak bisa dipengaruhi. Hasil dari
peradangan dan kerusakan jaringan bisa menyebabkan rasa sakit, merusak
bentuk sendi, kelemahan, penyakit kuning, gatal, kesukaran pernafasan,
penumpukan cairan (edema), demam, bahkan kematian.
b. Diagnosa
Pemeriksaan darah yang menunjukkan adanya radang dapat diduga
sebagai gangguan autoimun. Misalnya, pengendapan laju eritrosit (ESR)
seringkali meningkat, karena protein yang dihasilkan dalam merespon
radang mengganggu kemampuan sel darah merah (eritrosit) untuk tetap
ada di darah. Sering, jumlah sel darah merah berkurang (anemia) karena
radang mengurangi produksi mereka. Tetapi radang mempunyai banyak
sebab, banyak di antaranya yang bukan autoimun. Dengan begitu, dokter
sering mendapatkan pemeriksaan darah untuk mengetahui antibodi yang
berbeda yang bisa terjadi pada orang yang mempunyai gangguan autoimun
khusus. Contoh antibodi ini ialah antibodi antinuclear, yang biasanya ada
di lupus erythematosus sistemik, dan faktor rheumatoid atau anti-cyclic
citrullinated peptide (anti-CCP) antibodi, yang biasanya ada di radang
sendi rheumatoid. Antibodi ini pun kadang-kadang mungkin terjadi pada
orang yang tidak mempunyai gangguan autoimun, oleh sebab itu dokter
biasanya menggunakan kombinasi hasil tes dan tanda dan gejala orang
untuk mengambil keputusan apakah ada gangguan autoimun.
c. Pengobatan.
Pengobatan memerlukan kontrol reaksi autoimun dengan menekan
sistem kekebalan tubuh. Tetapi, beberapa obat digunakan reaksi autoimun
juga mengganggu kemampuan badan untuk berjuang melawan penyakit,
terutama infeksi.
Obat yang menekan sistem kekebalan tubuh (imunosupresan),
seperti azathioprine, chlorambucil, cyclophosphamide, cyclosporine,
mycophenolate, dan methotrexate, sering digunakan, biasanya secara oral
dan seringkali dalam jangka panjang. Obat ini menekan bukan hanya
reaksi autoimun tetapi juga kemampuan badan untuk membela diri
terhadap senyawa asing, termasuk mikro-jasad penyebab infeksi dan sel
kanker. Konsekwensinya, risiko infeksi tertentu dan kanker meningkat.
Sering kortikosteroid seperti prednison diberikan secara oral. Obat
ini mengurangi radang sebaik menekan sistem kekebalan tubuh.
Kortikosteroid yang digunakan dalam jangka panjang memiliki banyak
efek samping. Kalau mungkin kortikosteroid dipakai untuk waktu yang
pendek sewaktu gangguan mulai atau sewaktu gejala memburuk. Tetapi
kadang-kadang harus dipakai untuk jangka waktu tidak terbatas.
Gangguan autoimun tertentu (seperti multipel sklerosis dan
gangguan tiroid) juga diobati dengan obat lain daripada imunosupresan
dan kortikosteroid. Pengobatan untuk mengurangi gejala juga mungkin
diperlukan. Etanercept, infliximab, dan adalimumab menghalangi aksi
faktor tumor necrosis (TNF), bahan yang bisa menyebabkan radang di
badan. Obat ini sangat efektif dalam mengobati radang sendi rheumatoid,
tetapi mereka mungkin berbahaya jika digunakan untuk mengobati
gangguan autoimun tertentu lainnya, seperti multipel sklerosis. Obat ini
juga bisa menambah risiko infeksi dan kanker tertentu
Obat baru tertentu secara khusus membidik sel darah putih. Sel
darah putih menolong pertahanan tubuh melawan infeksi tetapi juga
berpartisipasi pada reaksi autoimun. Abatacept menghalangi pengaktifan
salah satu sel darah putih (sel T) dan dipakai pada radang sendi
rheumatoid. Rituximab, terlebih dulu dipakai melawan kanker sel darah
putih tertentu, bekerja dengan menghabiskan sel darah putih tertentu (B
lymphocytes) dari tubuh. Efektif pada radang sendi rheumatoid dan dalam
penelitain untuk berbagai gangguan autoimun lainnya. Obat lain yang
ditujukan melawan sel darah putih sedang dikembangkan.
Plasmapheresis digunakan untuk mengobati sedikit gangguan
autoimun. Darah dialirkan dan disaring untuk menyingkirkan antibodi
abnormal. Lalu darah yang disaring dikembalikan kepada pasien.
Beberapa gangguan autoimun terjadi tak dapat dipahami sewaktu mereka
mulai. Tetapi kebanyakan gangguan autoimun kronis. Obat sering
diperlukan sepanjang hidup untuk mengontrol gejala. Prognosis bervariasi
bergantung pada gangguan.
2.12 Komplikasi Penyakit Autoimun.
a. Lupus Eritematosus Sistemik (SLE)
Penyakit ini tergolong penyakit autoimun non organ specific. Penderita
umumnya adalah wanita dengan perbandingan wanita terhadap pria 9:1;
kebanyakan menjangkiti usia reproduktif, namun dapat juga terjadi pada
masa kanak-kanak. Gejala kliniknya dapat sangat bervariasi dari yang
tidak khas sampai kepada yang khas, begitu juga dengan intensitasnya
dari yang ringan sampai yang berat.
Gejala klinik berupa ruam kulit pada pipi dan hidung, Demam yang tak
diketahui sebabnya, Arthritis yang menyerupai arthritis rheumatoid atau
demam reuma, Rambut rontok, anemia/ kelainan hematologik lainnya,
Peradangan mukosa, kelainan ginjal, Gejala neurologik berupa kejang
bahkan psikosis, dan serositis.
Jika penderita menunjukkan sekurang-kurangnya 4 dari 10 gejala
secara berurutan atau bersamaan dalam suatu interval waktu tertentu,
maka diagnosis Lupus eritematosus sistemik dapat ditegakkan.
Perjalanan penyakit ini bersifat kronik dan hilang timbul. Penderita
dapat menunjukkan gejala klinik yang berat dan dapat meninggal
beberapa bulan sesudah diagnosis; atau dapat hidup bertahun-tahun
bahkan puluhan tahun dengan gejala penyakit yang hilang timbul.
Penyebab kematian utama adalah gagal ginjal, infeksi interkuren serta
keterlibatan susunan saraf pusat secara difus.
b. Lupus Eritematosus Diskoid
Penyakit ini ditandai dengan kelainan kulit berupa ruam diskoid
tanpa disertai manifestasi pada multiorgan seperti lupus eritematosus
sistemik. Kelainan terutama hanya pada muka dan kulit kepala. Hanya
sebagian kecil penderita disertai manifestasi multi organ; namun pada
sebagian kecil kasus di kemudian hari dapat berkembang menjadi bentuk
yang sistemik. ANA ditemukan pada kira-kira 35% kasus namun ds-
DNA jarang dijumpai.
c. Sindroma Syögren
Penyakit ini ditandai dengan keluhan kekeringan pada mata
(xerophtalmia) dan mulut (xerostomia). Kelenjar eksokrin lain dapat juga
terlibat antara lain di saluran pernapasan, saluran cerna serta reproduksi.
Pada kelenjar liur dan kelenjar air mata dijumpai disebukan limfosit
padat disertai atrofi asinus atau duktus. Sebagian besar sel limfosit adalah
sel T penolong dan sebagian kecil adalah sel B serta sel plasma. Diduga
sel T sitotoksik dan Ig (autoantibodi) yang melakukan destruksi terhadap
asinus dan duktus. Hal yang menarik adalah dtemukannya monoklonalitas
pada populasi sel B di jaringan kelenjar; dan memang pada sebagian
kasus, di kemudian hari ternyata berkembang menjadi limfoma
malignum.
Kelainan ini dapat terjadi secara tersendiri atau sebagai bagian dari
penyakit autoimun yang lain seperti atritis reumatoid, LES, skleroderma
dll. Auto antibody yang ditemukan antara lain ANA, anti
ribonukleoprotein (RNP) : SS-A (Ro) dan SS-B (La); sel LE dan faktor
rheumatoid. SS-A dan SS-B adalah antibodi yang diagnostik untuk
sindroma Syögren.
Gejala klinik dapat berupa penglihatan yang kabur, mata gatal bahkan
ulserasi kornea; sariawan-fisura mulut, kesulitan menelan, penurunan
daya pengecap, pembengkakan parotis. Dapat juga terjadi gangguan pada
hidung berupa epistaksis, kering dan ulserasi septum; bronkitis,
pneumonitis dan lain-lain.
d. Skleroderma (sklerosis sistemik)
Kelainan ini ditandai dengan fibrosis terutama pada kulit, yang
dapat disertai atau kemudian melibatkan berbagai organ seperti saluran
pernapasan, saluran cerna, jantung, ginjal, vaskuler. Berdasarkan luasnya
sistem yang terjangkit, akhir-akhir ini dibuat kategori atas :
1) skleroderma difus, jika dalam waktu singkat sudah
melibatkan berbagai organ
2) skleroderma lokal, jika baru melibatkan berbagai organ
setelah waktu yang lama.

Kelainan ini terutama dijumpai pada wanita pada usia sekitar 50-60
tahun. Manisfestasi pada kulit berupa atrofi kulit yang biasanya dimulai
dari jari-jari kemudian menjalar ke arah proksimal yaitu ke leher dan
muka. Kelainan saluran cerna ditandai dengan kesulitan menelan,
malabsorbs, obstruksi, nyeri perut, anemi dan berat badan yang menurun.
Hal ini disebabkan terjadi fibrosis lapisan muskularis dan lapisan mukosa.
Sesak napas dapat terjadi akibat fibrosis paru, dan hal ini dapat pula
berakibat pada terjadinya payah jantung kanan. Manifestasi ginjal berupa
proteinuria ringan serta hipertensi yang sering berat atau progresif.

Mekanisme yang mendasari kelainan ini adalah berbagai hal yang


menyebabkan / mengaktifkan proses fibrosis. Proses ini dapat terjadi
melalui aktifasi sel T oleh antigen tertentu (autoantigen) yang kemudian
menghasilkan sitokin yang mengaktifkan sel mast dan makrofag.
Makrofag dan sel mast kemudian menghasilkan tumor necrosis factor
(TNF), pltelet derived growth factor (PDGF), chemotactic factor (CF),
transforming growth factor beta (TGF-β) dan IL.

Semua sitokin ini akan memacu proliferasi fibroblas dan fibrosis.


Jalur lain adalah melalui cedera vaskuler oleh sebab yang tidak diketahui,
kemudian terjadi agregasi trombosit, pembentukan mikrotrombi, oklusi,
iskemi, nekrosis dan diakhiri dengan fibrosis. Pada penderita ini juga
dijumpai ANA; dua jenis ANA yang dianggap diagnostik untuk
skleroderma adalah anti-Sc170, dan antisentromer.

e. Sindroma Myasthenia
Terdapat 2 jenis sindroma myasthenia, yaitu :
1) Myasthenia gravis.
Pada sindrom jenis inil dibentuk autoantibodi terhadap
reseptor asetil kolin sehingga terjadi hambatan ikatan
asetilkolin dengan reseptornya dan menyebabkan gagalnya
transmisi isyarat syaraf ke otot. Autoantibodi tersebut
ditemukan di dalam serum pada 85 otot. Kelemahan otot mata
yang menyebabkan penglihatan ganda dan menurunnya
kelopak mata adalah tanda yang khas. Kelemahan otot larings
menyebabkan dysphonia. Otot-otot lain dapat terserang pada
perkembangan penyakit lebih lanjut. Kematian biasanya
disebabkan kegagalan otot pernapasan. Pada penderita muda
dan wanita sering dijumpai kelainan timus, seperti hiperplasi
timus dan timoma. Gejala kelemahan otot dapat diperbaiki
dengan timektomi atau pengobatan dengan inhibitor
kholinesterase atau plasmapheresis untuk membuang antibodi
yang berbahaya dari sirkulasi. Pengobatan tersebut bersifat
menghilangkan gejala sementara sedangkan penyakitnya belum
dapat disembuhkan.
2) Sindroma myasthenia Lamber-Eaton
Terbentuk antibodi terhadap protein kanal kalsium (calcium
channel protein) yang menghambat pelepasan asetilkolin dari
ujung saraf. Sindroma ini adalah contoh penyakit autoimun
paraneoplastik. Kebanyakan menderita karsinoma paru jenis
oat cell, yang dianggap menjadi dasar timbulnya reaksi
autoimun terhadap protein kanal kalsium. Berbeda dengan
myasthenia gravis, kelemahan otot dapat membaik pada
pergerakan. Pengobatan bersifat simtomatik karena kankernya
sulit disembuhkan.
f. Psoriasis
Psoriasis adalah sejenis penyakit kulit yang penderitanya mengalami
proses pergantian (kulit) yang terlalu cepat. Kemunculan penyakit ini
kadang-kadang dalam jangka waktu lama atau kambuhan dalam waktu
yang tidak menentu.Penyakit ini secara klinis bersifat tidak mengancam
jiwa dan tidak menular.Akan tetapi, penyakit ini dapat muncul pada
bagian tubuh mana saja sehingga dapat menurunkan kualitas hidup dan
mengganggu kekuatan mental penderita bila tidak dirawat dengan
baik.Bila tidak diobati dengan benar, penyakit bisa mengalami komplikasi
(penyakit menjadi lebih buruk) seperti psoriatic eritroderma (seluruh kilit
tubuh menjadi merah) atau psoriasis pustulosa generalisata (psoriasis
dengan gelembung-gelembung kecil berisi nanah) yang dapat
membahayakan jiwa penderita.
Penyebab penyakit ini masih belum diketahui, tetapi para peneliti
sudah berhasil menemukan gen abnormal yang mengarah ke
pembentukan psoriasis pada penderita.Dengan demikian penyakit ini
mempunyai risiko menjadi penyakit keturunan.Umumnya psoriasis tidak
membahayakan jiwa walaupun sangat mengganggu kualitas
hidup.Kehidupan pribadi, sosial, dan pekerjaan penderita juga sangat
dipengaruhi oleh penyakit jika kelainan kulitnya mengenai tempat tertentu
(misalnya muka, telapak tangan atau kaki, alat kelamin).
Bila tidak diobati dengan benar, penyakit bisa mengalami komplikasi
(penyakit menjadi lebih buruk) seperti psoriatic eritroderma (seluruh kilit
tubuh menjadi merah) atau psoriasis pustulosa generalisata(psoriasis
dengan gelembung-gelembung kecil berisi nanah) yang dapat
membahayakan jiwa penderita.
Beberapa keadaan lingkungan atau faktor tertentu dapat memperburuk
atau mencetuskan psoriasis.Seperti stres, cuaca dingin dan kelembaban
rendah, obat-obat tertentu, infeksi (kuman streptokokus, HIV), trauma
(garukan, gesekan), alkohol dan merokok.Kesemuanya itu memungkinkan
seseorang mengidap psoriasis yang menurunkan kualitas hidup," jelasnya.
Mekanisme terjadinya psoriasis biasanya didahului dengan semacam
luka memar atau benturan di salah satu bagian kulit tubuh, setelah
kejadian itu, bagian yang kena trauma itu tidak kunjung sembuh.Bahkan
sebaliknya makin memburuk dan mulai menyebar. Kemudian ada lagi
luka memar di bagian kulit lain. Luka luka itu bisa tetap kecil dan
menghilang atau sebaliknya melebar dan meluas.Setelah berjalan
beberapa lama biasanya penyakit ini meluas, sehingga orang itu mencari
pengobatan.Padahal ibu sedang hamil, nampaknya penyakit ini seperti
tumbuh dan menghilang.Namun setelah melahirkan psoriasisnya kembali
kambuh lagi.
Kebanyakan dokter menganggap psoriasis itu adalah hanya masalah
pada bagian lapis kulit saja. Padahal itu tidak benar sama sekali.
Perubahan pada bagian kulit hanya sebagai tanda awal permulaan dari
suatu penyakit, Jadi penderita psoriasis itu sebetulnya bukanlah seorang
yang sehat badani.Karena dibagian dalam tubuh ada yang tidak beres
kerja dan fungsinya.
Tanda psoriasis awalnya, psoriasis ditandai dengan bercak merah dan
kadang gatal, berbatas jelas yang tiba-tiba muncul dikulit, terutama di
siku, lutut, daerah tulang ekor (sacrum), kepala dan daerah genital.
Dipermukaan bercak terdapat sisik (skuama) berwarna putih mirip mika
atau putih keperakan, kering, berlapis, kasar dan transparan. Selanjutnya,
bercak merah membesar, dan beberapa bergabung membentuk bercak
yang lebih lebar. Bercak pada umumnya berbentuk bulat atau oval,
berukuran satu hingga beberapa senti meter dan menetap pada waktu yang
lama. Selain di kulit, psoriasis dapat mengenai kuku dan sendi (jarang).
Saat ini terdapat berbagai pengobatan psoriasis yang aman dan
efektif.Pengobatan tersebut memperbaiki keadaan kulit serta mengurangi
keluhan gatal.Dari banyaknya jenis pengobatan, hanya sebagian kecil saja
pengobatan psoriasis dapat membersihkan kelainan kulit. Proses tersebut
dinamakan clearance atau remisi. Setelah remisi masih diperlukan
pengobatan lanjutan (pengobatan pemeliharaan) yang diberikan dalam
jangka waktu lama untuk mempertahankan remisi atau mengontrol
timbulnya kelainan kulit baru.Sampai saat ini belum ada obat yang dapat
menyembuhkan psoriasis secara total.Semua pengobatan yang ada hanya
dapat menekan gejala psoriasis.Sebagian besar penderita tidak pernah
mencapai suatu keadaan remisi yang bebas pengobatan.
Tujuan pengobatan pada psoriasis ialah mengurangi keparahan (derajat
kemerahan, tebal dan sisik) dan luas kelainan kulit sedemikian rupa
sehingga penyakit tidak lagi menunggu pekerjaan, kehidupan pribadi dan
sosial, dan kesejahteraan penderita.Agar perawatan ini berhasil,
diperlukan kerjasama antara dokter dan penderita.
Hal lain yang harus diperhatikan sebelum memilih pengobatan
psoriasis adalah derajat keparahan yang diderita. Juga lokasi penyakit,
tipe, usia dan jenis kelamin juga riwayat kesehatan penderita. Langkah
pertama yang dilakukan adalah pengobatan luar (topical).Langkah ini
dapat dilakukan untuk penderita psoriasis ringan dengan luas kelainan
kulit kurang dari 5 persen. Obat yang bisa digunakan antara lain ter
batubara, kortikosteroid, calcipotriol, antralim,retinoid topical (tazaroten),
asam salisilat, pimekrolimus, emolien dan keratolitik.
Langkah kedua atau fototerapi biasanya dipakai untuk mengobati
psoriasis yang berhasil dengan pengobatantopical.Langkah ketiga adalah
pengobatan sistemik, yaitu obat yang dimakan atau dimasukkan melalui
suntik. Obat tersebut akan diserap dan masuk ke dalam aliran darah
kemudian tersebar ke seluruh tubuh.
Obat sistemik biasanya disediakan khusus untuk psoriasis sedang
sampai berat, atau psoriasis arthritis berat (disertai dengan cacat
tubuh).Juga dipakai untuk psoriasis eritroderma atau psoriasis pustulosa.
Cara pengobatan ortodoks, biasanya menggunakan pengolesan obat
luar, seperti salf, krim, dan lotion, tetapi teknik pelaksanaan bisa berbeda
beda dari mulai dengan mandi ter (tar). Sampai fotokemoterapi.Dengan
menggunaka senar lesser.Sekali lagi hasilnya tidak selalu konsisten dari
berhasil sampi gagal dan tidak ada gunanya.Zalf campuran steroid dan
flourin, injeksi steroid, dan glukokortikosteroid sering juga digunakan,
namun harus diawasi dan dipantau oleh dokter dengan ketat, sebab sering
mengakibatkan efek samping yang buruk.

You might also like