BAB II Pasti

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 49

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Konsep Pengetahuan

Notoatmodjo dalam Lestari (2014) mengatakan pengetahuan merupakan

hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang mengadakan pengindraan terhadap

suatu objek tertentu. Pengindraan panca indera manusia yaitu indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga, yaitu proses melihat

dan mendengar. Selain itu proses pengalaman dan proses belajar dalam

pendidikan formal maupun informal.

Soekanto dalam Lestari (2014) mengatakan pengetahuan merupakan hasil

dari tahu, merupakan domain yang penting dalam membentuk tindakan

seseorang (overt behavior). Proses kognitif meliputi ingatan, pikiran, persepsi,

simbol-simbol penalaran dan pemecahan persoalan. Dalam kasus umum bahasa

Indonesia, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui yang berkenaan

dengan sesuatu hal.

Pengetahuan menurut kamus besar Bahasa Indonesia dalam Lestari

(2014), diartikan segala sesuatu yang di ketahui atau segala sesuatu yang

berkenaan dengan hal mata pelajaran. Kategori pengetahuan meliputi

kemampuan untuk mengatakan kembali dari ingatan hal-hal khusus dan umum,

metode dan proses atau mengingat sesuatu pola, susunan, gejala atau peristiwa.
Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor pendidikan

formal. Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana

diharapkan bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan

semakin luas pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti

seseorang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula, hal ini

mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh melalui

pendidikan formal tetapi juga pendidikan non formal (Wawan dan Dewi, 2011).

a. Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif

1) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh

bahan yang di pelajari atau rangsangan yang telah di terima. Oleh

sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang

dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,

menyatakan dan sebagainya (Notoatmodjo dalam Wawan dan Dewi,

2011)

2) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah

paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,


menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari (Notoatmodjo dalam Wawan dan Dewi,

2011)

3) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggubakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

Aplikasi disini dapat dapat diartikan sebagai penggunaan hukum-

hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau

situasi yang lain (Notoatmodjo dalam Wawan dan Dewi, 2011)

4) Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu

struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain

(Notoatmodjo dalan Wawan dan Dewi, 2011)

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi

yang ada (Notoatmodjo dalam Wawan dan Dewi, 2011)

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek. Penilitan-


penelitian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri

atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo dalam

Wawan dan Dewi, 2011)

b. Proses Adaptasi Perilaku

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang

didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari perilaku yang tidak

disadari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) yang dikutip oleh

Notoatmodjo (2011) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi

perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses

yang berurutan, yakni:

1) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu,

2) Interest, yakni orang mulai tertarik pada stimulus,

3) Evaluation (Menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut

bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi,

4) Trial, orang telah mencoba perilaku baru,

5) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

1) Faktor Internal

a) Pendidikan

Wawan dan Dewi (2010) Pendidikan berarti bimbingan yang

diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju


kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat

dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan

kebahagian. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi

misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat

meningkatkan kualitas hidup

b) Pekerjaan

Menurut Thomas yang dikutip oleh Nursalam (2003) Pekerjaan

adalah sesuatu “keburukan” harus dilakukan terutama untuk

menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Ini pekerjaan

bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara

mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak

tantangan. Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang

menyita waktu. Berkerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh

terhadap kehidupan keluarga (Wawan dan Dewi, 2010).

c) Umur

Wawan dan Dewi (2010) semakin cukup umur, tingkat

kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam

berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang

yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi

kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dari pengalaman dan

kematangan jiwa.
d. Konsep Makanan Bergizi

Makanan bergizi adalah makanan yang mengandung karbohidrat,

lemak, protein, vitamin, dan mineral yang penting bagi manusia untuk

pertumbuhan dan perkembangan manusia, memelihara proses tubuh dan

sebagai penyedia energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari (Ruslianti,

2015).

a. Asupan Gizi makanan Berdasarkan Pertumbuhan dan Perkembangan

pada Bayi

Makanan yang diberikan pada bayi tentu harus makanan yang

benar/tepat. Usia bayi pastinya menentukan makanan yang diberikan pada

bayi tersebut. Hal ini juga bergantung pada kematangan oral fisiologis bayi

tersebut yang bersinergi dengan bisa tidaknya bayi menelan, menguyah,

dan juga mencerna karena bayi mengalami perubahan cara makan dari

yang awalnya mengonsumsi ASI sampai nantinya pada makanan padat.

Tentu hal ini dengan proses yang perlahan-lahan. Jadi, harus diperhatikan

betul-betul makanan apa yang harus diberikan pada bayi (Ruslianti, 2015).

Periode pemberian makanan pada bayi meliputi (Aisyah dalam

Ruslianti, 2015) hal-hal berikut ini:

1) ASI Ekslusif

ASI ekslusif adalah ASI tanpa makanan dan minuman tambahan

lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan. Air Susu Ibu adalah

makanan yang terbaik untuk bayi dan susu formula tidak mungkin

menyamai ASI. Komposisi ASI berubah berubah sesuai kebutuhan


bayi. Didalam ASI terdapat kolostrum, yaitu susu yang dihasilkan oleh

kelenjar susu dalam tahap akhir kehamilan dan beberapa hari setelah

kelahiran bayi. Kolostrum warnanya kekuningan dan kental.

Kolostrum penting bagi bayi karena mengandung banyak gizi dan zat-

zat pertahanan tubuh. Selain itu, ASI juga mengandung

foremilk/hindmilk. Foremilk (susu awal) adalah susu ASI yang di

produksi pada awal proses menyusui, sedangkan hindmilk (susu akhir)

adalah ASI yang diproduksi pada akhir proses menyusui. Foremilk

diproduksi dalam jumlah banyak, mengandung banyak protein laktosa

dan protein lainnya, berkadar air tinggi, tetapi kadar lemaknya rendah.

Jumlah lemak yang tinggi dalam hindmilk ini akan memberikan

banyak energy pada bayi, dan menimbulkan rasa kenyang yang lebih

lam (Ruslianti, 2015).

2) ASI + MP-ASI

Makanan pendamping ASI atau bisa disebut MP-ASI adalah

makanan yang diberikan kepada bayi selain ASI, di mana jenis dan

karakter dari makanan tersebut disesuaikan dengan umur bayi,

makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang

mengandung gizi diberikan kepada bayi/anak untuk memenuhi

kebutuhan gizinya. Makanan pendampin ASI ini merupakan sebuah

proses transisi dari asupan kepada bayi yang semula hanya susu (Air

Susu Ibu/ASI) menuju makanan yang semi padat (Ruslianti, 2015).


Tujuan pemberian makanan sebagai pemenuhan kebutuhan zat

gizi untuk kelangsungan hidup, tumbuh kembang dan aktivitas, dan

lain-lain. Tidak hanya itu, tujuan pemberian makan juga sebagai

pendidikan untuk keterampilan makan, pembinaan rasa, disiplin dan

sarana pembelajaran serta pemberian makan juga factor psikologis

untuk kepuasan dan hubungan erat ibu-anak (Ruslianti, 2015).

Proses penyapihan dari ASI menuju makanan pendamping ASI

dimula dengan pemberian makanan khusus, selain ASI secara bertahap

jenis, konsistensi, tekstur, sampai seluruh kebutuhan nutrisi anak

dipenuhi oleh makanan keluarga. Makanan khusus yang diberikan

berbentuk cair, lunak, padat dan jenis makanannya bisa seperti jus,

biskuit, bubur susu, nasi tim, sedangkan untuk pemberian bertahap;

dari jenis, konsistensi, tekstur, jumlah/kali dan frekuensi/hari.

Mulai diberikannya MP-ASI:

a) Kesiapan fisik: refleks ekstrusi, dapat menahan kepala tetap tegak

dan dapat duduk dengan sedikit bantuan.

b) Kesiapan psikologis: menunjukkan minat terhadap makanan,

membuka mulut jika diberi sendok dan bisa memberikan tanda

lapar/kenyang.

e. Pemberian Makanan Keluarga

1) Usia Bayi 0-6 Bulan

Usia bayi sekitar 0-6 bulan sebaiknya diberikan ASI eksklusif. Di

sini bayi akan mengikuti arah jari apabila meletakkan jari pada pipi bayi.
2) Usia Bayi 6-8 Bulan

Bayi pada usia 6-9 bulan juga bisa diberikan makanan yang

bermacam macam agar bayi nantinya terbiasa dengan makanan lain. Pada

tahap pemberian makanan pada bayi, bisa memberikan bubur susu

terlebih dahulu, dan jika sudah sampai sebulan, bisa memberikan

makanan lain seperti bubur atau tim saring. Pada usia ini juga bayi sudah

bisa tegak duduk pada saat makan di kursi makan dan mampu memegang

makanan lembut hingga akhirnya berusaha memakannya.

Makanan yang mengandung gizi zat besi, sayur, buah yang disaring

juga bisa pada bayi seusia ini. Sebaiknya juga berusaha mengajari bayi

untuk minum dengan cara melatih keterampilan menghirup air, menelan

dan bernapas dengan memberikannya sippy cup atau training cup.

Bayi 6-8 bulan

a) ASI on demand.

b) Mulailah MPASI, coba hanya 1 jenis (bukan kombinasi) dan lakukan

evaluasi beberapa hari untuk melihat toleransi sebelum mencoba yang

lain.

c) 6 bulan mulai 2-3 sendok bubur HALUS, 1-2 kali/hari, dapat

ditingkatkan hingga 3x sehari 1/2 mangkok/gelas.

d) 8 bulan bubur kasar atau tim saring.

e) Selingan diberikan 1-2 kali

f) Finger food: setelah usia 8 bulan

g) Beri finger foods


h) Minum dari cangkir sejak usia 6-8 bulan

i) Buat jadwal makan sedemikian rupa sehingga terjadi rasa lapar dan

kenyang yang teratur

3) Usia Bayi 9-12 Bulan

Bayi yang sudah berusia 9-12 bulan biasanya sudah mampu

memainkan lidah untuk digerakkan dari arah kiri ke kanan. Bayi juga

sudah mampu menggigit serta mengunyah sejenis makanan lunak karena

bayi sudah mempunyai beberapa gigi. Bayi juga mempunyai tenaga

cukup kuat seusianya untuk memegang sejenis makanan halus dan

mampu memakannya sendiri. Namun, juga sebaiknya tidak memberikan

makanan keras dan terlalu besar agar bayi tidak tersedak saat

memakannya. Juga bisa melatih bayi untuk makan sendiri dengan

memberikannya makanan seperti buah yang dipotong kecil-kecil atau

dihaluskan, sayuran rebus lunak, keju, atau roti. Untuk minumannya, juga

bisa membiarkan bayi belajar minum sendiri dengan cangkir yang

pastinya tidak mudah pecah. Di usia ini bayi sudah bisa diberikan

makanan, seperti nasi tim tanpa saringan agar usus bisa terangsang untuk

tumbuh sempurna.

Oleh karena itu, bagi para orang tua, makanan yang diberikan pada

bayi harusnya diberikan makanan yang sesuai usianya. Jangan sampai

memberikan makanan pada bayi yang tidak seharusnya diberikan pada

usia tersebut seperti misalnya bayi yang masih berusia 4 bulan sudah

diberikan makan. Tentu hal ini menyebabkan bayi nantinya alergi bahkan
mengalami kerusakan pencernaan karena pencernaan bayi pada usia

tersebut masih belum sempurna untuk diberikan makanan apa pun. Anda

bisa mengikuti pola makan bayi Anda seperti di atas dan ada baiknya juga

berkonsultasi dengan tenaga kesehatan mengenai makanan bergizi apa

yang diberikan kepada bayi sehingga bayi Anda tumbuh dengan lebih

baik.

Usia 9-11 bulan:

a) Berikan nasi tim kasar, dengan lauk pauk dicincang atau diparut

sehingga bayi dapat mencoba untuk mengambilnya sendiri.

b) Berikan sekitar 1/2 mangkok, dapat diberikan 3-4 kali per hari,

selingan 1-2 kali bergantung pada keinginan bayi.

c) Lakukan responsive feeding.

d) Air minum selain ASI/susu boleh diberikan.

e) Responsive feeding

(1) ibu atau pengasuh harus merespons tanda lapar atau kenyang yang

ditunjukkan oleh bayi.

(2) Bicara dan lakukan kontak mata dalam proses pemberian makan.

(3) Makan adalah proses belajar dan bentuk kasih sayang orang tua-

anak.

f. Menu Makanan Bayi dan Toddler

1) Menu Makanan Bayi

Makanan memegang peranan penting dalam pertumbuhan fisik dan

kecerdasan anak. Oleh karena itu, pola makan yang baik dan teratur perlu
diperkenalkan sejak dini, antara lain dengan pengenalan jam-jam makan

dan variasi makanan. Gizi seimbang dapat dipenuhi dengan pemberian

makanan sebagai berikut:

1) Agar kebutuhan gizi seimbang anak terpenuhi, makanan sehari-hari

sebaiknya terdiri atas ketiga golongan bahan makanan tersebut.

2) Kebutuhan bahan makanan itu perlu diatur sehingga anak

mendapatkan asupan gizi yang diperlukannya secara utuh dalam satu

hari. Waktu yang disarankan adalah sebagai berikut.

a) Pagi hari waktu sarapan.

b) Pukul 10.00 sebagai selingan. tambahkan susu.

c) Pukul 12.00 pada waktu makan siang.

d) Pukul 16.00 sebagai selingan.

e) Pukul 18.00 pada waktu makan malam.

f) Sebelum tidur malam, tambahkan susu.

g) Jangan lupa kumur-kumur dengan air putih atau gosok gigi.

Contoh Pola Jadwal Pemberian Makanan Menjelang Anak usia 6-

11 bulan dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Perlu diketahui, jadwal

pemberian makanan ini fleksibel (dapat bergeser, tapi jangan terlalu

jauh).

Tabel 1 Pola Pemberian Makanan Pada Bayi Usia 6-11 bulan

Waktu (Pukul) Jenis Makanan

06.00 Susu
08.00 Bubur saring/Nasi tim

10.00 Susu/Makanan selingan

12.00 Bubur saring/Nasi tim

14.00 Susu

16.00 Makanan selingan

18.00 Bubur saring/nasi tim

20.00 Susu

Pada usia bayi juga dibutuhkan gizi seimbang, yaitu makanan yang

mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh sesuai umur.

Makanan seimbang pada usia ini perlu diterapkan karena akan

memengaruhi kualitas pada usia dewasa sampai lanjut. Gizi makanan

sangat memengaruhi pertumbuhan termasuk pertumbuhan sel otak

sehingga dapat tumbuh optimal dan cerdas, untuk ini makanan perlu

diperhatikan keseimbangan gizinya sejak janin melalui makanan ibu hamil.

Pertumbuhan sel otak akan berhenti pada usia 3-4 tahun.

Pemberian makanan bayi sebaiknya beraneka ragam, menggunakan

makanan yang telah dikenalkan sejak bayi usia enam bulan yang telah

diterima oleh bayi, dan dikembangkan lagi dengan bahan makanan sesuai

dengan makanan keluarga. Pembentukan pola makan perlu diterapkan

sesuai pola makan keluarga. Peranan orang tua sangat dibutuhkan untuk

membentuk perilaku makan yang sehat. Seorang ibu dalam hal ini harus
mengetahui, mau, dan mampu menerapkan makan yang seimbang atau

sehat dalam keluarga karena anak akan meniru perilaku makan dari orang

tua dan orang-orang di sekelilingnya dalam keluarga.

Makanan selingan tidak kalah pentingnya yang diberikan pada jam di

antara makan pokoknya. Makanan selingan dapat membantu jika anak

tidak cukup menerima porsi makan karena anak susah makan. Namun,

pemberian yang berlebihan pada makanan selingan pun tidak baik karena

akan mengganggu nafsu makannya. Jenis makanan selingan yang baik

adalah yang mengandung zat gizi lengkap, yaitu sumber karbohidrat,

protein, vitamin dan mineral, seperti arem-arem nasi isi daging sayuran,

tahu isi daging sayuran, roti isi ragout ayam sayuran, pizza, dan lain-lain.

Fungsi makanan selingan adalah sebagai berikut:

1) Memperkenalkan aneka jenis bahan makanan yang terdapat dalam

bahan makanan selingan.

2) Melengkapi zat-zat gizi yang mungkin kurang dalam makanan

utamanya (pagi, siang, dan malam).

3) Mengisi kekurangan kalori akibat banyaknya aktivitas anak pada usia

bayi. Makanan selingan yang baik dibuat sendiri di rumah sehingga

sangat higienis dibandingkan jika dibeli di luar rumah. Bila terpaksa

membeli, sebaiknya dipilih tempat yang bersih dan dipilih yang lengkap

gizi, jangan hanya sumber karbohidrat saja seperti hanya mengandung

gula saja. Makanan ini jika diberikan terus-menerus sangat berbahaya.

Jika sejak kecil hanya senang yang manis manis saja, maka kebiasaan
ini akan dibawa sampai dewasa dan risiko kegemukan menjadi

meningkat

g. Makanan Untuk Usia Toddler

Toddler adalah anak yang berusia 1-3 tahun. Makanan usia toddler

banyak bergantung pada orang tua atau pengasuhnya, karena aka-anak belum

dapat menyebutkan nama makananan yang dia inginkan, dan orang tuanyalah

yang memilihkan untuk anak. Jadi, dapat dikatakan bahwa tumbuh kembang

anak usia 1-3 tahun atau usia toddler sangat bergantung pada bagaimana

orang tuanya mengatur makanan anaknya.

1) Pemberian Nutrisi

Pemberian nutrisi pada anak harus tepat, yaitu tepat dalam hal-hal ini:

a) Tepat kombinasi zat gizinya, antara kebutuhan karbohidrat, protein,

lemak, vitamin, mineral serta kebutuhan cairan tubuh anak, yaitu 1-1.5

liter/hari.

b) Tepat jumlah atau porsinya, sesuai yang diperlukan tubuh berdasarkan

angka kecukupan gizi (AKG) harian.

c) Tepat dengan tahapan perkembangan anak, artinya kebutuhan kalori

anak berdasarkan berat badan dan usia anak.

d) Anak usia 1-3 tahun:

(1) ASI masih tetap diberikan (1-2 tahun).

(2) Lanjutkan pemberian makan 3-4 kali/hari, mulai perkenalkan

dengan makanan keluarga, ¾-1 1 mangkok tiap makan, selingan.


(3) Bantu dan biarkan anak untuk makan sendiri.

(4) Berikan variasi makanan (rasa, warna, bau).

(5) Tawarkan beberapa kali hingga dia mau dan terbiasa.

h. Jadwal pemberian makan usia toddler

Kebutuhan bahan makanan itu perlu diatur sehingga anak

mendapatkan asupan gizi yang diperlukannya secara utuh dalam satu hari.

Waktu-waktu yang disarankan dan contoh pola jadwal pemberian makanan

menjelang anak usia 1 tahun-3 tahun adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Jadwal Pemberian Makanan Anak Usia 1-3 Tahun

No Waktu Saran Contoh Makanan

1 Pagi hari Waktu sarapan …

2 06.00 … Susu

3 08.00 … Bubu saring/nasi tim

4 10.00 Selingan + susu Susu/makanan selingan

5 12.00 Makan siang Bubur saring/nasi tim

6 14.00 … Susu

7 16.00 Selingan Makanan selingan

8 18.00 Makan malam Bubur Saring/nasi tim

9 20.00 … Susu
i. Pola Makan Anak Usia Toddler

1) Ketika bayi tumbuh menjadi anak usia 1-3 tahun, mereka harus

sepenuhnya terintegrasi ke makanan keluarga, meskipun untuk sementara

waktu mungkin mereka masih perlu bantuan untuk memotong makanan

menjadi potongan-potongan kecil.

2) Satu hal yang perlu diperhatikan untuk membuat makanan keluarga cocok

untuk anak, yaitu gunakan sedikit gula, garam dan, hindari bumbu-bumbu

dengan rasa yang tajam

3) Susu masih sangat berperan penting dalam pola makan anak, meskipun

sedikit kurang sekarang, yaitu sekitar 200-600 ml susu atau 2-3 porsi susu

per hari.

4) Berikan anak makanan yang sehat, bervariasi dan seimbang.

5) Anak harus makan berbagai macam makanan dari setiap kelompok

makanan:

a) 4 porsi jenis karbohidrat per hari

b) 2-3 porsi susu per hari

c) 1-2 porsi jenis daging atau jenis daging lainnya per hari

d) 5 porsi jenis buah dan sayuran per hari

(1) Tinggi energi, protein, vitamin, dan mineral

(2) Dapat diterima oleh anak dengan baik

(3) Diproduksi setempat dan menggunakan bahan-bahan setempat

(4) Mudah didapat dalam bentuk kering dengan demikian mudah

disimpan dan praktis penggunaanya


(5) Ringkas tetapi mempunyai nilai gizi maksimum

Hidangan merupakan jenis makanan yang disajikan untuk dimakan.

Disini peran orang tua harus memutuskan apa yang anaknya harus makan,

khusunya pada usia ini anak bersifat konsumen pasif dan rentan terhadap

penyakit gizi (KKP dan anemia).

Jenis makanan ini termasuk buah, kue, semua jenis makanan lunak dan

makanan berasa, di samping ASI atau susu yang mungkin masih diperlukan.

Makanan lunak biasanya dikonsumsi bagi anak yang belum memiliki

geraham, anak berumur 11/2 tahun – 2 tahun biasanya memiliki geraham, maka

bisa diberikan makanan biasa asalkan tidak pedas, berlemak, dan merangsang.

Pemberian sayuran dan buah-buahan harus bervariasi, minyak dapat diganti

margarin, gula pasir dapat diganti gula merah atau gula batu atau madu.

j. Gizi Seimbang

1) Bayi 0-6 bulan

Gizi seimbang untuk bayi 0-6 bulan cukup hanya dari ASI. ASI

merupakan makanan yang terbaik untuk bayi oleh karena dapat memenuhi

semua zat gizi yang dibutuhkan bayi sampai usia 6 bulan, sesuai dengan

perkembangan sistem pencernaannya, murah dan bersih. Oleh karena itu

setiap bayi harus memperoleh ASI Eksklusif yang berarti sampai usia 6

bulan hanya diberi ASI saja (Kemenkes RI, 2014)

2) Gizi Seimbang untuk Anak 6-24 bulan

Pada anak usia 6-24 bulan, kebutuhan terhadap berbagai zat gizi

semakin meningkat dan tidak lagi dapat dipenuhi hanya dari ASI saja. Pada
usia ini anak berada pada periode pertumbuhan dan perkembangan cepat,

mulai terpapar terhadap infeksi dan secara fisik mulai aktif, sehingga

kebutuhan terhadap zat gizi harus terpenuhi dengan memperhitungkan

aktivitas bayi/anak dan keadaan infeksi. Agar mencapai gizi seimbang

maka perlu ditambah dengan Makanan. Pendamping ASI atau MP-ASI,

sementara ASI tetap diberikan sampai bayi berusia 2 tahun. Pada usia 6

bulan, bayi mulai diperkenalkan kepada makanan lain, mula-mula dalam

bentuk lumat, makanan lembik dan selanjutnya beralih ke makanan

keluarga saat bayi berusia 1 tahun. Ibu sebaiknya memahami bahwa pola

pemberian makanan secara seimbang pada usia dini akan berpengaruh

terhadap selera makan anak selanjutnya, sehingga pengenalan kepada

makanan yang beranekaragam pada periode ini menjadi sangat penting.

Secara bertahap, variasi makanan untuk bayi usia 6-24 bulan semakin

ditingkatkan, bayi mulai diberikan sayuran dan buah-buahan, lauk pauk

sumber protein hewani dan nabati, serta makanan pokok sebagai sumber

kalori. Demikian pula jumlahnya ditambahkan secara bertahap dalam

jumlah yang tidak berlebihan dan dalam proporsi yang juga seimbang

(Kemenkes RI, 2014).

3) Gizi Seimbang untuk Anak usia 2-5 tahun

Kebutuhan zat gizi anak pada usia 2-5 tahun meningkat karena masih

berada pada masa pertumbuhan cepat dan aktivitasnya tinggi. Demikian

juga anak sudah mempunyai pilihan terhadap makanan yang disukai

termasuk makanan jajanan. Oleh karena itu jumlah dan variasi makanan
harus mendapatkan perhatian secara khusus dari ibu atau pengasuh anak,

terutama dalam “memenangkan” pilihan anak agar memilih makanan yang

bergizi seimbang. Disamping itu anak pada usia ini sering keluar rumah

sehingga mudah terkena penyakit infeksi dan kecacingan, sehingga

perilaku hidup bersih perlu dibiasakan untuk mencegahnya (Kemenkes RI,

2014).

2. Status Gizi

a. Pengertian Status Gizi

Menurut Soekirman dalam Suwiji (2006) status gizi berarti keadaan

kesehatan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan

salah satu atau dua kombinasi dari ukuran–ukuran gizi tertentu. Suhardjo

dalam Suwiji (2006) mengatakan bahwa status gizi adalah keadaan tubuh

yang disebabkan oleh konsumsi penyerapan dan penggunaan makanan.

Berbagai pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa, status gizi

merupakan keadaan atau tingkat kesehatan seseorang pada waktu tertentu

akibat pangan pada waktu sebelumnya.

b. Penilaian Status Gizi

Menurut Supariasa (2016) penilaian status gizi dapat dibedakan

menjadi dua, yaitu penilaian secara langsung dan tidak langsung.

1) Penilaian satus gizi secara langsung

Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat

penilaian yaitu : antropometri, klinis, biokimia dan biofisik.


Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh. Ditinjau dari

sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai

macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai

tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum digunakan

untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi.

Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan

proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh

(Supariasa, 2016).

Pemeriksaan klinis merupakan metode yang sangat penting untuk

menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas

perubahanperubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan

ketidakcukupan gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti

kulit, mata, rambut, mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat

dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Metode ini umumnya

untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survey ini

dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda-tanda klinis umum dari

kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan

untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan

pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat

penyakit (Supariasa, 2016).

Pemeriksaan secara biokimia merupakan pemeriksaan specimen

yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam

jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urin,
tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini

digunakan untuk peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan

malnutrisi yang lebih parah lagi (Supariasa, 2016).

Penilaian secara biofisik merupakan metode penentuan status gizi

dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan). Umumnya

dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja

epidemik. Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap (Supariasa,

2016).

2) Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi tiga yaitu:

survei konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

Survey konsumsi makanan merupakan metode penentuan status gizi

secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang

dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan

gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi dalam masyarakat,

keluarga, dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan

atau kekurangan zat gizi (Supariasa, 2016).

Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan

menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian

berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab

tertentu dan data lainnya dengan gizi. Penggunaannya dipertimbangkan

sebagai bagian dari indikator tidak langsung pengukuran status gizi

masyarakat (Supariasa, 2016).


Faktor Ekologi digunakan untuk mengungkap bahwa malnutrisi

merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik,

biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat

tergantung dari keadaan ekologis seperti iklim, tanah, irigasi dll.

Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui

penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai dasar melakukan

program intervensi gizi (Supariasa, 2016).

c. Penggunaan Indeks Antropometri Gizi

Indeks antropometri yang umum digunakan dalam penilaian status gizi

adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur

(TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indeks BB/U

adalah pengukuran total berat badan termasuk air, lemak, tulang, dan otot.

Indeks tinggi badan menurut umur adalah pertumbuhan linear, sedangkan

LiLA adalah pengukuran terhadap otot, lema, dan tulang pada area yang

diukur.

Hasil pengukuran massa jaringan seperti berat badan dan lingkar

lengan atas dapat berubah relatif cepat, naik atau turun, bergantung pada

makanan dan status kesehatan anak. Di antara kedua parameter tersebut,

berat badan lebih cepat terpengaruh oleh perbedaan konsumsi makanan

daripada LiLA. Parameter tinggi badan berubah secara lambat. Perbedaan

tinggi badan dapat diukur setelah beberapa waktu lamanya.

Di antara bermacam-macam indeks antropometri tersebut, BB/U

merupakan indikator yang paling umum digunakan sejak tahun 1972. Selain
itu, dianjurkan juga menggunakan indeks TB/U dan BB/TB untuk

membedakan kekurangan gizi yang terjadi adalah kronis atau akut.

Indeks BB/U mempunyai beberapa kelebihan, antara lain:

1) Lebih mudah dan lebih cepat di mengerti oleh masyarakat umum.

2) Baik untuk mengukur status gizi akut atau kronis.

3) Berat badan dapat berfluktuasi

4) Sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan kecil.

5) Dapat mendeteksi kegemukan (overweight).

Dalam buku petunjuk Teknik Pemantauan Status Gizi (PSG) anak

balita tahun 1999, klasifikasi status gizi dapat diklasifikasikan menjadi 5,

yaitu: gizi lebih, gizi baik, gizi sedang, gizi kurang dan gizi buruk. Baku

rujukan yang digunakan adalah World Health Organization-National Center

for Health Statistics (WHO-NCHS), dengan indeks berat badan menurut

umur. Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes dalam Pemantauan Status

Gizi (PSG) anak balita tahun 1999 menggunakan baku rujukan WHO-NCHS

dengan klasifikasi seperti terlihat pada tabel.

Tabel 3

Kategori

Gizi Lebih 120% Median BB/U baku WHO NCHS

Gizi Baik 80%-120% Median BB/U baku WHO-NCHS

Gizi Sedang 70%-79,9% Median BB/U baku WHO-NCHS

Gizi Kurang 60%-69,9% Median BB/U baku WHO-NCHS


Gizi Buruk < 60% Median BB/U baku WHO-NCHS

(Supariasa dalam Endang Suwiji, 2006)

d. Fakor-faktor yang mempengaruhi status gizi balita

Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang. Faktor-faktor

yang mempengaruhi status gizi dibagi menjadi dua yaitu secara langsung

dan tidak langsung. Faktor yang mempengaruhi secara langsung :

Menurut Soekirman (2000) penyebab langsung timbulnya gizi kurang

pada anak adalah konsumsi pangan dan penyakit infeksi. Kedua penyebab

tersebut saling berpengaruh. Dengan demikian timbulnya gizi kurang tidak

hanya karena kurang makanan tetapi juga karena adanya penyakit infeksi,

terutama diare dan ispa. Anak yang mendapatkan makanan cukup baik tetapi

sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi kurang.

Sebaliknya anak yang tidak memperoleh makanan cukup dan seimbang daya

tahan tubuhnya dapat melemah. Dalam keadaan demikian anak mudah

diserang infeksi dan kurang nafsu makan sehingga anak kekurangan

makanan. Akhirnya berat badan anak menurun. Apabila keadaan ini terus

berlangsung anak dapat menjadi kurus dan timbulah kejadian kurang gizi.

Faktor yang mempengaruhi secara tidak langsung :

1) Pola Asuh Gizi


Pola Asuh Gizi merupakan faktor yang secara langsung

mempengaruhi konsumsi makanan pada bayi. Dengan demikian pola asuh

gizi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya merupakan factor tidak

langsung dari status gizi. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pola

asuh gizi diantaranya: tingkat pendapatan keluarga, tingkat pendidikan

ibu, tingkat pengetahuan ibu, jumlah anggota keluarga dan budaya

pantang makanan.

2) Psikologi

Menurut Sarwono Waspadji (2003:116) psikologi seseorang

mempengaruhi pola makan. Makanan yang berlebihan atau kekurangan

dapat terjadi sebagai respons terhadap kesepian, berduka atau depresi.

Dapat juga merupakan respons terhadap rangsangan dari luar seperti iklan

makanan atau kenyataan bahwa ini adalah waktu makan.

3) Genetik

Genetik menjadi salah satu faktor dari status gizi. Hal ini dijelaskan

oleh Ali Khomsan dalam Endang Suwiji (2006) pada anak dengan status

gizi lebih atau obesitas besar kemungkinan dipengaruhi oleh orang tuanya

(herediter). Bila salah satu orang tua mengalami gizi lebih atau obes maka

peluang anak untuk mengalami gizi lebih dan menjadi obes sebesar 40%,

dan kalau kedua orang tua mengalami gizi lebih atau obes maka peluang

anak meningkat sebesar 80%. Selain genetik atau hereditas ada faktor lain

yang mempengaruhi yaitu lingkungan, dimana lingkungan ini mempunyai

pengaruh terhadap pola makan seseorang.


4) Pelayanan Kesehatan

Penyebab kurang gizi yang merupakan faktor penyebab tidak

langsung yang lain adalah akses atau keterjangkauan anak dan keluarga

terhadap air bersih dan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan ini

meliputi imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan,

penimbangan anak, dan sarana lain seperti keberadaan posyandu dan

puskesmas, praktek bidan, dokter, dan rumah sakit (Soekirman dalam

Endang Suwiji, 2006).

3. Konsep Tumbuh Kembang Anak

Menurut Soetjiningsih (2013) Tumbuh kembang merupakan manifestasi

yang kompleks dari perubahan morfologi, biokimia, dan fisiologi yang terjadi

sejak konsepsi sampai maturitas/dewasa. Banyak orang menggunakan istilah

"tumbuh" dan "kembang” secara sendiri-sendiri atau bahkan ditukar-tukar.

Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup 2 peristiwa yang sifatnya

berbeda, tapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan

perkembangan. Sementara itu, pengertian mengenai pertumbuhan dan

perkembangan per definisi adalah sebagai berikut:

1) Pertumbuhan (growth) adalah perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu

bertambahnya jumlah, ukuran, dimensi pada tingkat sel, organ, maupun

individu. Anak tidak hanya bertambah besar secara fisik, melainkan juga

ukuran dan struktur organ-organ tubuh dan otak. Sebagai contoh, hasil dari

pertumbuhan otak adalah anak mempunyai kapasitas lebih besar untuk


belajar, mengingat, dan mempergunakan akalnya. Jadi anak tumbuh baik

secara fisik maupun mental. Pertumbuhan fisik dapat dinilai dengan ukuran

berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang,

dan tanda-tanda seks sekunder.

2) Perkembangan (development) adalah perubahan yang bersifat kuantitatif dan

kualitatif. Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) struktur

dan fungsi tubuh yang lebih kompleks, dalam pola yang teratur dan dapat

diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan/maturitas. Perkembangan

menyangkut proses diferensiasi sel tubuh, jaringan tubuh, organ, dan sistem

organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat

memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan kognitif, bahasa,

motorik, emosi, dan perkembangan perilaku sebagai hasil dari interaksi

dengan lingkungannya. Perkembangan merupakan perubahan yang bersifat

progresif, terarah, dan terpadu/koheren. Progresif mengandung arti bahwa

perubahan yang terjadi mempunyai arah tertentu dan cenderung maju ke

depan, tidak mundur ke belakang. Terarah dan terpadu menunjukkan bahwa

terdapat hubungan yang pasti antara perubahan yang terjadi pada saat ini,

sebelumnya, dan berikutnya.

a. Periode Perkembangan Anak

Menurut Wong dalam Yupi Supartini (2004) mengemukakan

perkembangan anak secara umum terdiri atas tahapan pranatal, periode bayi,

masa kanak-kanak awal, masa kanak kanak pertengahan, masa kanak-kanak

akhir. Berikut ini akan diuraikan setiap periode perkembangan anak.


1) Periode pranatal

Periode ini terdiri atas fase germinal, embrio, dan fetal. Fase

germinal, yaitu mulai dari konsepsi sampai kurang lebih usia kehamilan 2

minggu. Fase embrio mulai dari usia kehamilan 2 minggu sampai 8

minggu dan periode fetal mulai dari 8 minggu sampai 40 minggu atau

kelahiran Pada periode ini terjadi pertumbuhan yang sangat cepat dan

sangat penting karena terjadi pembentukan organ dan sistem organ anak.

Selain itu, adanya hubungan antara kondisi ibu dan fetus yang memberi

dampak pada pertumbuhannya. Oleh karena itu, perawatan prenatal yang

adekuat sangat diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan

pertumbuhan dan perkembangan fetus yang optimal. Asupan nutrisi ibu

yang adekuat selama masa kehamilan terutama kadar protein yang tinggi

akan membantu anak untuk mencapai perkembangan otak yang optimal.

Sebaliknya, penyakit atau masalah kesehatan yang sering dialami ibu

akan berdampak pada kesejahteraan fetus, bahkan sangat dimungkinkan

terjadinya pertumbuhan abnormal pada ibu yang mengonsumsi obat di

luar pengawasan dokter, atau terpaksa kehamilan harus diakhiri apabila

ibu menderita penyakit yang mengancam nyawa apabila kehamilan

diteruskan (misalnya, preeklampsia berat, gangguan kardiovaskular, atau

gangguan fungsi ginjal berat)

2) Periode bayi

Periode ini terbagi atas neonatus dan bayi. Neonatus adalah sejak

lahir (0 hari) sampai 28 hari. Di atas 28 hari sampai usia 12 bulan


termasuk kategori periode bayi. Pada periode ini, pertumbuhan dan

perkembangan yang cepat terutama pada aspek kognitit, motorik, dan

sosial dan pembentukan rasa percaya pada diri anak melalui perhatian dan

pemenuhan kebutuhan dasar dari orang tua. Kemampuan orang tua dalam

memenuhi kebutuhan dasar dan memberikan stimulus sensoris-motor

mutlak diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak karena

anak masih bergantun secara total pada lingkungan, terutama keluarga

sebaga lingkungan pertama.

3) periode kanak-kanak awal

Periode ini terdiri atas usia anak 1 sampai 3 tahun yang disebut

dengan todler dan prasekolah, yaitu antara 3 sampai 6 tahun. Todler

menunjukkan perkembangan motorik yang lebih lanjut dan anak

menunjukkan kemampuan aktivitas lebih banyak bergerak,

mengembangkan rasa ingin tahu, dan eksplorasi terhadap benda yang ada

di sekelilingnya. Dengan demikian bahaya atau risiko terjadi kecelakaan

harus diwaspadai pada periode todler rang tua perlu mendapatkan

bimbingan antisipasi terhadap kemungkinan terjadinya bahaya atau

ancaman kecelakaan tersebut. Kemampuan interaksi sosial lebih luas

terutama pada anak prasekolah dan mempersiapkan diri untuk memasuki

dunia sekolah, dan perkembangan konsep diri telah dimulai pada periode

ini. Pada usia prasekolah, perkembangan fisik lebih lambat dan relatif

menetap. Sistem tubuh harusnya sudah matang dan sudah terlatih dengan
toileting. Keterampilan motorik, seperti berjalan, berlari, melompat

menjadi semakin luwes, tetapi otot dan tulang belum begitu sempurna.

4) periode kanak-kanak pertengahan

periode ini dimulai pada usia 6 tahun sampai 11 tahun atau 12

tahun, dengan pertumbuhan anak laki-laki sedikit lebih meningkat dari

pada perempuan, dan perkembangan motorik lebih sempurna. Untuk hal

ini anak membutuhkan aktivitas yang reguler kurang lebih 4 sampai 5 jam

per hari. Periode ini dikenal sebagai fase usia sekolah, yaitu anak

mempunyai lingkungan lain selain keluarga, terutama sekolah. Anak

banyak mengembangkan kemampuan interaksi sosial, belajar tentang

nilai moral dan budaya dari lingkungan selain keluarganya. Bahkan,

peran guru menjadi sangat penting karena ucapan dan perilaku guru di

sekolah dapat dijadikan model dalam pengembangan kemampuan moral

dan sosial di lingkungan rumahnya. Anak sudah mulai mampu untuk

mengambil bagian dalam kelompok, belajar tentang nilai sosial dari

kelompok.

Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk memilih sekolah yang

baik bagi perkembangan anak. Harapannya, dengan perkembangan yang

dicapai melalui lingkungan sekolah, anak lebih mandiri dan tidak terlalu

bergantung pada keluarga serta punya kemandirian dalam merawat diri

sendiri. Masa usia sekolah juga merupakan fase penting dalam

pencapaian perkembangan konsep diri, dan keterampilan dasar membaca,

menulis, serta berhitung lebih dikuasai.


5) periode kanak-kanak akhir

Periode ini merupakan fase transisi, yaitu anak mulai memasuki

usia remaja, pada usia 11 atau 12 tahun sampai 18 tahun. Anak

perempuan mulai memasuki fase prapubertas pada usia 11 tahun,

sedangkan anak laki- laki 12 tahun. Perkembangan yang mencolok pada

periode ini adalah kematangan identitas seksual dengan berkembangnya

organ reproduksi dan pencapaian identitas diri anak sebagai remaja yang

akan meninggalkan masa kanak-kanak dan memasuki perkembangan

sebagai orang dewasa, terutama ada fase remaja akhir. Boleh dikatakan

pada fase ini anak melalui krisis dentitas sebagai seorang remaja yang

sedang tumbuh untuk menjadi dewasa dan dengan sendirinya bantuan

orang tua untuk memfasilitasinya melewati fase tersebut sehingga

berhasil mempunyai identitas diri yang positif.

b. Teori Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak

Terdapat berbagai pandangan tentang teori pertumbuhan dan

perkembangan anak. Berikut ini akan diuraikan teori perkembangan

koseksual, psikososial, kognitif, dan perkembangan moral (Yupi Supartini,

2004).

1) perkembangan psikoseksual (Freud)

Freud mengemukakan bahwa perkembangan psikoseksual anak terdiri

atas fase oral, fase ana fase alik, dan fase genital. Berikut ini akan

dijelaskan satu persatu.


a) Fase oral (0 Sampai 11 bulan)

Selama masa bayi, sumber kesenangan anak terbesar berpusat

pada aktivitas oral, seperti mengisap, menggigit, mengunyah, dan

mengucap. Hambatan atau ketidakpuasan dalam pemenuhan

kebutuhan oral akan memengaruhi fase perkembangan berikutnya.

Penanaman identitas gender pada bayi dimulai dengan adaya perlakuan

ibu atau ayah yang berbeda, misalnya bayi perempuan cenderung

diajak berbicara lebih banyak daripada bayi laki-laki, sementara ayah

lebih banyak melakukan aktivitas motorik pada bayi laki-laki daripada

bayi perempuan, misalnya dengan mengangkat dan menjunjung bayi

ke atas.

b) fase anal (1 sampai 3 tahun)

fase kedua, yaitu menginjak tahun pertama sampai tahun ketiga,

kehidupan anak berpusat pada kesenangan anak, yaitu selama

perkembangan otot sfingter. Anak senang menahan feses, bahkan

bermain-main dengan fesesnya sesuai dengan keinginannya. Dengan

demikian, toilet training adalah waktu yang tepat dilakukan pada

periode ini.

c) Fase Malik (3 sampai 6 tahun)

Selama fase ini, genitalia menjadi area yang menarik dan area

tubuh yang sensitif. Anak mulai mempelajari adanya perbedaan jenis

kelamin perempuan dan laki-laki dengan mengetahui adanya

perbedaan alat kelamin. Sering kali anak sangat penasaran dengan


pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan perbedaan ini. Orang tua

harus bijak dalam memberi penjelasan tentang hal ini sesuai dengan

kemampuan perkembangan kognitinya agar anak mendapatkan

pemahaman yang benar. Selain itu, untuk memahami identitas gender,

anak sering meniru ibu atau bapaknya, misalnya dengan menggunakan

pakaian ayah dan ibunya. Secara psikologis pada fase ini mulai

berkembang superego, yaitu anak mulai berkurang sifat egosentrisnya.

d) Fase laten (6 sampai 12 tahun )

Selama periode laten, anak menggunakan energi fisik dan

psikologis dan yang merupakan media untuk mengeksplorasi

pengetahuan pengalamannya melalui aktivitas fisik maupun sosialnya

Pada awal fase laten kelamin anak perempuan lebih menyukai teman

dengan jenis perempuan, dan anak laki-laki dengan anak laki-laki.

Pertanyaan anak tentang seks semakin banyak, mengarah pada sistem

reproduksi. Dalam hal ini orang tua harus bijaksana dalam merespons,

yaitu menjawabnya dengan jujur dan jawaban disesuaikan dengan

maturitas anak. Sering kali karena begitu penasaran dengan seks, anak

mungkin dapat bertindak coba-coba dengan teman sepermainan. Oleh

karena itu, apabila anak tidak pernah bertanya tentang seks, sebaiknya

orang tua waspada. Peran ibu dan ayah sangat penting dalam

melakukan pendekatan dengan anak, pelajari apa yang sebenarnya

sedang dipikirkan anak berkaitan dengan seks

e) Fase genital (12 sampai 18 tahun)


Tahapan akhir masa perkembangan menurut Freud adalah tahapan

genital ketika anak mulai masuk fase pubertas, yaitu dengan adanya

proses kematangan organ reproduksi dan produksi hormon seks.

c. Perkembangan psikososial (Erikson)

Pendekatan Erikson dalam membahas proses perkembangan anak

adalah dengan menguraikan lima tahapan perkembangan psikososial, yaitu

percaya versus tidak percaya, otonomi versus rasa malu dan ragu, inisiatif

versus rasa bersalah, industry versus inferiority, dan identitas dan keracunan

pesan. Berikut ini akan diuraikan satu per satu.

1) Percaya versus tidak percaya ( 0 sampai 1 tahun)

Penanaman rasa percaya adalah hal yang sangat mendasar pada fase

ini. Terbentuknya kepercayaan diperoleh dari hubungannya dengan orang

lain dan orang yang pertama berhubungan adalah orang tuanya, terutama

ibunya. Belaian cinta kasih ibu dalam memberikan perhatian dan

memenuhi kebutuhan dasar anak yang konsisten terutama pemberian

makan di saat anak lapar dan haus adalah sangat penting untuk

mengembangkan rasa percaya ini. Bayi belajar bahwa orang tuanya dapat

memberi perhatian dan cinta kasih melalui perlakuannya sehingga dapat

menurunkan perasaan tidak nyaman. Oleh karena itu, ibu memerlukan

dukungan terutama dari suami untuk membina hubungan yang dekat

dengan anak. Sebaliknya, anak akan mengembangkan rasa tidak percaya

pada orang lain apabila pemenuhan kebutuhan dasar tersebut tidak

terpenuhi.
2) Otonomi versus rasa malu dan ragu (1 sampai 3 tahun)

Perkembangan otonomi berpusat pada kemampuan anak untuk

mengontrol tubuh dan lingkungannya. Anak ingin melakukan hal-hal

yang ingin dilakukannya sendiri dengan menggunakan kemampuan yang

sudah mereka miliki, seperti berjalan, berjinjit, memanjat, dan memilih

mainan atau barang yang diinginkannya. Pada fase ini anak akan meniru

perilaku orang lain di sekitarnya dan hal ini merupakan proses belajar.

Sebaliknya, perasaan malu dan ragu akan timbul bila anak merasa dirinya

kerdil atau saat mereka dipaksa oleh orang tuanya atau orang dewasa

lainnya untuk memilih atau berbuat sesuatu yang dikehendaki mereka.

3) Inisiatif versus rasa bersalah (3 sampai 6 tahun)

Melalui perkembangan inisiatif diperoleh dengan cara mengkaji

lingkungan melalui kemampuan indranya. Anak mengembangkan

keinginan dengan eksplorasi terhadap apa yang ada di sekelilingnya.

Hasil akhir yang diperoleh adalah kemampuan untuk menghasilkan

sesuatu sebagai prestasinya. Perasaan bersalah akan timbul pada anak

apabila anak tidak mampu berprestasi sehingga merasa tidak puas atas

perkembangan yang tidak tercapai.

4) Industry versus inferiority (6 sampai 12 tahun)

Anak akan belajar untuk bek sama dan bersaing dengan anak lainnya

melalui kegiatan yang dilakukan baik dalam kegiatan akademik maupun

dalam pergaulan melalui permainan yang dilakukannya bersama.

Otonomi mulai berkembang pada anak di fase ini, terutama awal usia 6
tahun, dengan dukungan keluarga terdekat. Terjadinya perubahan fisik,

emosi, dan sosial pada anak berpengaruh terhadap gambaran terhadap

tubuhnya (body image). Interaksi sosial lebih luas dengan teman, umpan

balik kritik berupa dan evaluasi dari teman atau lingkungannya,

mencerminkan penerimaan dari kelompok akan membantu anak semakin

mempunyai konsep diri yang positif. Perasaan sukses dicapai anak

dengan dilandasi adanya motivasi internal untuk beraktivitas yang

mempunyai tujuan. Kemampuan anak untuk berinteraksi sosial lebih luas

dengan teman di lingkungannya dapat memfasilitasi perkembangan

perasaan sukses (sense of industry) tersebut.

Perasaan tidak adekuat dan rasa inferior atau rendah diri akan

berkembang apabila anak terlalu mendapat tuntutan dari lingkungannya

dan anak tidak berhasil memenuhinya. Selain itu, harga diri yang kurang

akan menjadi dasar yang kurang untuk penguasaan tugas-tugas di fase

remaja dan dewasa. Pujian atau penguatan (reinforcement) dari orang tua

atau orang dewasa lainnya terhadap prestasi yang dicapainya menjadi

begitu penting untuk menguatkan perasaan berhasil dalam melakukan

sesuatu.

5) Identitas dan kerancuan peran (12 sampai 18 tahun)

Anak remaja akan berusaha untuk menyesuaikan perannya sebagai

anak yang sedang berada pada transisi dari kanak-kanak menuju dewasa.

Mereka menunjukkan perannya dengan bergaya sebagai remaja yang

sangat dekat dengan kelompoknya, bergaul dengan mengadopsi nilai


kelompok dan lingkungannya, untuk dapat mengambil keputusannya

sendiri. Kejelasan identitas diperoleh apabila ada kepuasan yang

diperoleh dari tua orang atau lingkungan tempat ia berada, yang

membantunya melalui proses pencarian identitas diri sebagai anak

remaja, sedangkan ketidakmampuan dalam mengatasi konflik akan

menimbulkan kerancuan peran yang harus jalankannya.

d. Perkembangan kognitif (Piaget)

Perkembangan kognitif dibahas berdasarkan pada tahapan sensoris-

motorik, praoperasional, concrete operational dan formal operation.

1) Tahap sensoris-motorik (0 sampai 2 tahun)

Mengisap (sucking) adalah ciri utama pada perilaku bayi dan

berkembang sekalipun tidak sedang menyusu, bibirnya bergerak-gerak

seperti sedang menyusu. Apabila lapar, bayi menangis, lalu ibu

menyusukannya dan anak terdiam. Kemudian, jika ibu menyusukan

sambil bernyanyi atau bersenandung, bayi juga terdiam. Jadi, bayi belajar

dan mengembangkan kemampuan sensoris-motorik dengan dikondisikan

oleh lingkungannya. Pada tahap ini, anak mengembangkan aktivitasnya

dengan menunjukkan perilaku sederhana yang dilakukan berulang-ulang

untuk meniru perilaku tertentu dari lingkungannya. Jadi, perkembangan

intelektual dipelajari melalui sensasi dan pergerakan.

Tiga kejadian penting dari tahapan sensoris-motorik adalah

perpisahan anak dengan lingkungan seperti ibunya, ada persepsi tentang

konsep benda yang permanen atau konstan serta penggunaan simbol


untuk memersepsikan situasi atau benda, misalnya dengan menggunakan

mainan.

2) Praoperasional (2 sampai 7 tahun)

Karakteristik utama perkembangan intelektual pada tahapan

praoperasional didasari oleh sifat egosentris. Ketidakmampuan untuk

menempatkan diri sendiri di tempat orang lain. Pemikiran didominasi

oleh apa yang mereka lihat dan rasakan dengan pengalaman lainnya.

Pada anak usia 2 sampai 3 tahun, anak berada di antara sensoris-motor

dan praoperasional, yaitu anak mulai mengembangkan sebab-akibat, trial

and error, dan menginterpretasi benda atau kejadian. Anak prasekolah (3

sampai 6 tahun) mempunyai tugas untuk menyiapkan diri memasuki

dunia sekolah.

Anak prasekolah berada pada fase peralihan antara preconceptual

dan intuitive thought. Pada fase preconceptual, anak sering menggunakan

satu istilah untuk beberapa orang yang punya ciri yang sama, misalnya

menyebut nenek untuk setiap wanita tua, sudah bongkok, dan memakai

tongkat. Sedangkan pada fase intuitive thought, anak sudah bisa memberi

alasan pada tindakan yang dilakukannya. Satu hal yang harus diingat

bahwa anak prasekolah berasumsi bahwa orang lain berpikir seperti

mereka sehingga perlu menggali pengertian mereka dengan pendekatan

nonverbal.

3) Concrete operational (7 sampai 11 tahun)


Pada usia ini, pemikiran meningkat atau bertambah logis dan

koheren. Anak mampu mengklasifikasi benda dan perintah dan

menyelesaikan masalah secara konkret dan sistematis berdasarkan apa

yang mereka terima dari lingkungannya. Kemampuan berpikir anak sudah

rasional, dan imajinatif, dan dapat menggali objek atau situasi lebih

banyak untuk memecahkan masalah. Anak sudah dapat berpikir konsep

tentang waktu dan mengingat kejadian yang lalu serta menyadari kegiatan

yang dilakukan berulang-ulang, tetapi pemahamannya belum mendalam,

selanjutnya akan semakin berkembang di akhir usia sekolah atau awal

masa remaja.

4) Formal operation (11 sampai 15 tahun)

Tahapan ini ditunjukkan dengan karakteristik kemampuan

beradaptasi dengan lingkungan dan kemampuan untuk fleksibel terhadap

lingkungannya. Anak remaja dapat berpikir dengan pola yang abstrak

menggunakan tanda atau simbol dan menggambarkan kesimpulan yang

logis. Mereka dapat membuat dugaan dan mengujinya dengan

pemikirannya yang abstrak, teoritis dan filosofis. Pola berpikir logis

membuat mereka mampu berpikir tentang apa yang orang lain juga

memikirkannya dan berpikir untuk memecahkan masalah.

e. Perkembangan moral (Kohlberg)

Perkembangan moral anak yang dikemukakan Kohlberg didasarkan

pada perkembangan kognitif anak dan terdiri atas tiga tahapan utama, yaitu
preconventional, conventional, dan postconventional. Berikut ini akan

diuraikan satu per satu.

1) Fase preconventional

Anak belajar baik dan buruk, atau benar dan salah melalui budaya

sebagai dasar dalam peletakan nilai moral. Fase ini terdiri atas tiga

tahapan. Tahap satu didasari oleh adanya rasa egosentris pada anak, yaitu

kebaikan adalah seperti apa yang saya mau, rasa cinta dan kasih sayang

akan menolong memahami tentang kebaikan, dan sebaliknya, ekspresi

kurang perhatian bahkan membencinya akan membuat mereka mengenal

keburukan. Tahap dua, yaitu orientasi hukuman dan ketaatan, baik dan

buruk sebagai konsekuensi dari tindakan. Oleh karena itu, hati-hati

apabila anak memukul temannya dan orang tua tidak memberi sanksi,

anak akan berpikir bahwa tindakannya bukan merupakan sesuatu yang

buruk. Tahap selanjutnya, yaitu anak berfokus pada motif yang

menyenangkan sebagai suatu kebaikan. Anak menjalankan aturan sebagai

sesuatu yang memuaskan mereka sendiri.

2) Fase conventional

Pada tahap conventional, anak berorientasi pada mutualitas hubungan

interpersonal dengan kelompok. Anak sudah mampu bekerja sama

dengan kelompok dan mempelajari serta mengadopsi norma-norma yang

ada dalam kelompok selain norma dalam lingkungan keluarganya.

Apabila perilaku anak menyebabkan mereka diterima oleh keluarga atau

teman kelompoknya, mereka memersepsikan perilakunya sebagai suatu


kebaikan. Sebaliknya, jika tindakannya mengganggu hubungannya

dengan keluarga atau kelompoknya, hal ini dipersepsikannya sebagai

suatu keburukan. Keadilan adalah hubungan yang saling menguntungkan

antarindividu. Anak mempertahankannya dengan menggunakan norma

tersebut dalam mengambil keputusannya. Oleh karena itu, penting sekali

adanya contoh karakter yang baik, seperti jujur, setia, murah hati, baik

dari keluarga maupun teman kelompoknya.

3) Fase postconventional

Anak usia remaja telah mampu membuat pilihan berdasar pada

prinsip yang dimiliki dan diyakininya. Apapun tindakan yang diyakininya

dipersepsikan sebagai suatu kebaikan. Ada dua fase, yaitu orientasi pada

hukum dan orientasi pada prinsip etik yang umum. Pada fase pertama,

anak menempatkan nilai budaya, hukum, dan perilaku yang tepat yang

menguntungkan bagi masyarakat sebagai sesuatu yang baik. Mereka

memersepsikan kebaikan sebagai sesuatu yang dapat menyejahterakan

individu. Tidak ada yang dapat mereka terima dari lingkungan tanpa

membayarnya dan apabila menjadi bagian dari kelompok, mereka harus

berkontribusi untuk pencapaian kelompok. Fase kedua dikatakan sebagai

tingkat nilai moral tertinggi, yaitu anak dapat menilai perilaku baik dan

buruk dari dirinya sendiri. Apabila mereka dapat melakukan sesuatu yang

benar, hal ini dipersepsikannya sebagai kebaikan mereka. Anak sudah

dapat mempertahankan perilaku berdasarkan standar moral yang ada

seperti menaati aturan dan hukum yang berlaku di masyarakat.


B. Landasan Teoritis

1. Tingkat Pengetahuan

Teori tentang tingkat pengetahuan yang digunakan dalam penelitian ini

diambil dari buku Wawan dan Dewi (2011) dan Titik Lestari (2014), yang

menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi setelah

orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Melalui panca

indra manusia yakni pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba

dengan sendiri. Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan

tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap obyek.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal.

Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan

bahwa dengan pendidikan yang tinggi maka orang tesebut akan semakin luas

pula pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seseorang

yang berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini

mengingat bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari

pendidikan formal saja, akan tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan non

formal contohnya pengalaman. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan meliputi

faktor internal dan eksternal, tingkat pengetahuan dalam domain kognitif

meliputi tahu, memahami, aplikasi, analisis, sintesis, evaluasi. Melalui keenam

tahapan dan proses ini seseorang akan memiliki pengetahuan.


2. Makanan Bergizi

Teori pemberian makanan bergizi yang digunakan dalam penelitian ini

diambi dari buku Ruslianti (2015), Badriah (2014) dan Kemenkes RI (2014).

Makanan bergizi adalah makanan yang mengandung karbohidrat, lemak,

protein, vitamin, dan mineral yang penting bagi manusia untuk pertumbuhan

dan perkembangan manusia, memelihara proses tubuh dan sebagai penyedia

energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari (Ruslianti, 2015).

Kebutuhan gizi seimbang terbagi berdasarkan umur yaitu bayi usia 0-6

bulan, pada usia anak 6-24 bulan, dan pada usia anak 2-5 tahun. Gizi seimbang

untuk bayi 0-6 bulan cukup hanya dari ASI. ASI merupakan makanan yang

terbaik untuk bayi oleh karena dapat memenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan

bayi sampai usia 6 bulan, sesuai dengan perkembangan sistem pencernaannya,

murah dan bersih. Oleh karena itu setiap bayi harus memperoleh ASI Eksklusif

yang berarti sampai usia 6 bulan hanya diberi ASI saja.

Pada anak usia 6-24 bulan, kebutuhan terhadap berbagai zat gizi semakin

meningkat dan tidak lagi dapat dipenuhi hanya dari ASI saja. Pada usia ini anak

berada pada periode pertumbuhan dan perkembangan cepat, mulai terpapar

terhadap infeksi dan secara fisik mulai aktif, sehingga kebutuhan terhadap zat

gizi harus terpenuhi dengan memperhitungkan aktivitas bayi/anak dan keadaan

infeksi. Agar mencapai gizi seimbang maka perlu ditambah dengan Makanan.

Pendamping ASI atau MP-ASI, sementara ASI tetap diberikan sampai bayi

berusia 2 tahun.
Kebutuhan zat gizi anak pada usia 2-5 tahun meningkat karena masih

berada pada masa pertumbuhan cepat dan aktivitasnya tinggi. Demikian juga

anak sudah mempunyai pilihan terhadap makanan yang disukai termasuk

makanan jajanan. Oleh karena itu jumlah dan variasi makanan harus

mendapatkan perhatian secara khusus dari ibu atau pengasuh anak, terutama

dalam “memenangkan” pilihan anak agar memilih makanan yang bergizi

seimbang.

3. Status Gizi

Teori status gizi yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari buku

supariasa 2016 dan jurnal Endang Suwiji, 2006. Status gizi berarti keadaan

kesehatan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah

satu atau dua kombinasi dari ukuran–ukuran gizi tertentu. Status gizi adalah

keadaan tubuh yang disebabkan oleh konsumsi penyerapan dan penggunaan

makanan. Dapat disimpulkan bahwa, status gizi merupakan keadaan atau tingkat

kesehatan seseorang pada waktu tertentu akibat pangan pada waktu sebelumnya.

penilaian status gizi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penilaian secara

langsung dan tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi

menjadi empat penilaian yaitu : antropometri, klinis, biokimia dan biofisik.

Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi tiga yaitu: survei

konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi.

Parameter yang digunakan pada penilaian status gizi dengan menggunakan

antropometri adalah umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar
kepala, dan lingkar dada (Supariasa, 2001). Indeks antropometri yang umum

digunakan dalam menilai status gizi adalah Berat Badan menurut Umur (BB/U),

Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi Badan

(BB/TB). Indeks BB/U adalah pengukuran total berat badan termasuk air, lemak,

tulang, dan otot. Indeks TB/U adalah pengukuran pertumbuhan linier. Indeks

BB/TB adalah indeks untuk membedakan apakah kekurangan gizi terjadi secara

kronis atau akut (Supariasa, 2001).

Faktor yang mempengaruhi status gizi terbagi atas dua bagian yaitu secara

langsung dan secara tidak langsung. Menurut Soekirman dalam Endang Suwiji

(2006) penyebab langsung timbulnya gizi kurang pada anak adalah konsumsi

pangan dan penyakit infeksi dan secara tidak langsung adalah Pola Asuh Gizi,

Psikologi, Genetik, Pelayanan Kesehatan.


C. Kerangka Landasan Teori Penelitian

Lebih jelasnya dari kerangka teori yang diteliti adalah sebagai berikut:

Faktor-Faktor yang Pengetahuan ibu:


Anak Usia 0-3 tahun
mempengaruhi status gizi:
1. pemberian makanan
Secara Langsung bergizi:
1. Konsumsi pangan
2. Penyakit infeksi

Secara tidak langsung:


Status Gizi
1. Pola asuh gizi

2. Psikologi
3. Genetik
4. Pelayanan Kesehatan
D. Kerangka Konsep Penelitian

Independen
Faktor yang mempengaruhi Dependen
pengetahuan Ibu:
Status Gizi
Faktor Internal:
1. Pendidikan
2. Pekerjaan
Pemberian
3. Umur
makanan bergizi:
Pengetahuan

Domain Kognitif:

Tahu
E. Pertanyaan Penelitian/Hipotesis

Ha : Ada hubungan pengetahuan ibu tentang pemberian makanan bergizi dengan

status gizi pada Balita (0-3 tahun) di wilayah kerja Puskesmas Beruntung

Raya Banjarmasin.

You might also like