Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 9

Faktor Idiopatik pada Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS) dan

Angular Cheilitis (AC)

I. PENDAHULUAN
A. Stomatitis Aftosa Rekuren/ Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS)
Stomatitis Aftosa Rekuren/Recurrent Aphtous Stomatitis (RAS) atau canker
sores, adalah penyakit mukosa oral yang umum, banyak ditemukan pada anak dan
dewasa muda. Terdapat banyak variasi pada pola klinis, seperti frekuensi, durasi,
jumlah, serta ukuran dari lesi yang nyeri, biasanya muncul sebagai ulkus bulat atau
oval dengan batas tegas, halo eritem, dasar kuning atau abu-abu. Nyeri adalah gejala
klinis paling umum dan mempengaruhi kualitas hidup ataupun dapat menyebabkan
stres emosional. Meskipun trauma, stres, mikroorganisme, sejarah keluarga,
hipersensitivitas makanan, disregulasi imun, faktor hormonal dan predisposisi genetik
telah di ajukan sebagai faktor penyebab potensial, etiologi dari RAS masih belum
diketahui. Hal-hal di atas merupakan faktor-faktor yang masih belum yang belum
diketahui secara pasti.
Stres akibat proses belajar, peningkatan penggunaan internet, dan kurangnya
pengetahuan perawatan kesehatan, waktu tidur yang larut malam sering ditemukan
pada remaja. Telah dilaporkan bahwa gangguan tidur berhubungan dengan penyakit
yang berkaitan dengan imun dan gangguan mental, serta orang-orang dengan
gangguan mental atau orang- orag yang lebih rentan terjadi gangguan imun lebih
mudah terkena RAS. Sebagai tambahan, dua penelitian menguji efek langsung dari
waktu tidur pada RAS. Untuk menyelidiki dampak potensial dari waktu tidur pada
RAS, kami melakukan survey retrospektif dengan kuesioner pada 1006 mahasiswa
pada Universitas Sichuan pada Juni 2013 dan Oktober 2013. Tujuan spesifik dari
korelasi waktu tidur pada RAS, telah dimasukkan pada kuesioner bagian waktu tidur
dan keparahan dari RAS. Tujuan dari studi ini adalah untuk menguji hubungan dari
hipotesis bahwa waktu tidur yang larut akan meningkatkan risiko dan keparahan RAS
dan mendukung adanya penelitian kedepannya dari etiologi dan cara pencegahan
terhadap RAS.
Adapula tatalaksana RAS dapat berupa terapi definitif seperti yaitu manajemen
dari faktor-faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya RAS. Selain terapi
definitif terhadap faktor predisposisi, dapat digunakan juga obat seperti

1
kortikosteroid topikal untuk mengurangi gejala akibat dari inflamasi yang terjadi.
Kortikosteroid yang biasa digunakan adalah hidrokortison hemisuksinat dalam bentuk
gel atau triamsinolon asetonid 0,1% dalam orabase. Selain terapi kortikosteroid, dapat
juga digunakan obat kumur untuk menjaga kebersihan rongga mulut. Obat kumur
yang dapat digunakan antara lain larutan kumur tetrasiklin ataupun klorheksidin 0.2%
digunakan tiga kali sehari.

B. Angular Cheilitis (AC)


Angular cheilitis adalah keadaan inflamasi yang muncul pada satu atau kedua
sudut dari bibir. Tanda dari AC adalah eritema (kemerahan), cracking, fissure, krusta,
perdarahan, hingga ulserasi pada sudut bibir. Gejala yang dirasakan pasien biasanya
berupa nyeri (dari asimptomatik hingga ketidaknyamanan yang menganggu pasien),
rasa terbakar, iritasi, gatal, dan bibir kering. Angular cheilitis juga berhubungan
dengan anemia pernisiosa yang merupakan defisiensi dari vitamin B 12. Manifestasi
dari anemia pernisiosa sendiri berupa mukosa yang berwarna pucat, atrofi, disertai
dengan rasa nyeri dan kemerahan pada mukosa. Pada anemia pernisiosa juga dapat
ditemukan ulserasi mukosa, kehilangan papil pada lidah bagian dorsal dan perasaan
terbakar dan nyeri pada lidah. Terapi pada AC tergantung dari faktor penyebabnya,
seperti pemberian petroleum jelly pada kulit yang kering.

II. DAMPAK WAKTU TIDUR PADA RECURRENT ANGULAR CHEILITIS


Objektif: pada studi ini, kami mengadakan survey dengan kuesioner pada Universitas
Sichuan untuk menginvestigasi efek potensial dari waktu tidur pada stomatitis aftosa
rekuren/ recurrent aphtous stomatitis (RAS)
Desain studi: kuesioner anonimus digunakan untuk menginvestigasi hubungan antara
waktu tidur dan RAS pada mahasiswa di Universitas Sichuan. Analisa statistik
digunakan untuk mengidentifikasi faktor risiko pada RAS dan untuk mengeksplorasi
hubungan antara waktu tidur dan RAS.
Hasil: penelitian dilakukan pada seribu enam siswa. Tingginya jumlah flu (odds ratio
[OR] 2,17%; 95% confidence interval [CI] 1.52-3.10; p<.001) dan waktu tidur setelah
11 p.m. (OR 16,55; 95% CI 6.49-42.16; P<.001) merupakan faktor risiko independen
untuk RAS. Sejarah keluarga, stres, hubungan buruk dengan teman kamar, dan
penyakit gastrointestinal bukanlah faktor risiko. Peningkatan jumlah waktu tidur di

2
atas 11 p.m. (t>0; P, 0.5), dan juga waktu kumulatif dari jam 11 p.m. sampai ke waktu
tidur (R>0; P, 0.5), dihubungkan dengan keparahan dari ulkusnya.
Konklusi: waktu tidur setelah 11 p.m. tidak hanya merupakan faktor risiko
independen tetapi frekuensi dan waktu kumulatif juga dihubungkan dengan keparahan
RAS pada mahasiswa (Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol 2015; 119:196-
201)

A. PASIEN DAN METODE


Pasien
Studi kami disetujui oleh Komite Etik dari Universitas Sichuan. Lima puluh
siswa dipilih acak untuk menyelesaikan presurvey, dan informed consent tertulis, yang
tertulis telah didapatkan pada mulainya penelitian, menunjukkan bahwa 48% dari
siswa telah mengalami RAS. Berdasarkan dari metode perkiraan yang digunakan pada
dentistry pencegahan, kami menentukan jumlah sampel sekitar 1000 orang:
N= K x Q/P1
Di mana N merupakan jumlah sampel; P adalah rasio prevalensi presurvey;
Q=1-P; dan K ditentukan dengan eror yang diperbolehkan. Berdasarkan perkiraan ini,
sampel acak dari 1010 mahasiswa dipilih untuk menyelesaikan survey pada
Universitas Sichuan. Salinan dari kuesioner telah dibagikan, dan total 1006
mahasiswa mengembalikan kuesioner dengan rasio respons 99,6%.

Kuesioner
Dengan mempertimbangkan jenjang waktu tidur, terdapat penyebab lain dan
indikator kuantitatif yang berhubungan dengan derajat keparahan dari RAS, kami
mendesain sebuah kuesioner untuk meninvestigasi hubungan antara waktu tidur larut
dan RAS. Setelah presurvey, kami mengambil masukan dari pasien dan memodifikasi
beberapa pilihan dari kuesioner.
Untuk menjaga kerahasiaan pasien dan mempertahankan respon yang paling
lugas, menambahkan kemungkinan, kami membuat kuesioner anonimus. Kuesioner
anonimus dikumpulkan berdasarkan data: (1) jenis kelamin dan tingkat pendidikan,
(2) profesi, (3) kebiasaan waktu tidur, (4) waktu tidur saat waktu khusus, (5) frekuensi
dari no. 4, (6) waktu tidur saat periode pemeriksaan, (7) kondisi pencernaan, (8)
frekuensi terjadinya flu, (9) riwayat keluarga yang mengalami RAS, (10) tingkat stres
saat hari biasa, (11) hubungan dengan teman sekamar, (12) frekuensi mengalami RAS
3
periode non-pemeriksaan, (14) angka kejadian RAS, (15) ukuran terbesar RAS, (16)
terapi yang dilakukan untuk RAS, dan (17) durasi dari lesi. Untuk mengumpulkan
data lebih efisien, kuesioner dibagi menjadi dua bagian. Pasien menyelesaikan satu
atau kedua bagian berdasarkan pengalaman terjadinya RAS atau tidak.

Definisi
Kuesioner menggambarkan karakteristik klinis dari RAS, yaitu rekurensi,
periodisitas, dan sifat self-limiting, untuk membedakan RAS dengan ulkus umum
lainnya, seperti ulkus trauma. Frekuensi, kuantitas, ukuran, dan indikator kuanitatif
berhubungan dengan tingkat keparahannya.
“Waktu tidur” didefinisikan sebagai waktu di mana responden tertidur. Dalam
survey ini, “short-term bedtime setelah pukul 23.00” ditujukkan kepada siswa yang
waktu tidurnya di atas pukul 23.00 hanya saat periode pemeriksaan, dan “long-term
bedtime setelah pukul 23.00” ditujukkan kepada siswa yang waktu tidurnya setelah
pukul 23.00 pada periode pemeriksaan dan non-pemeriksaan. Kumulatif waktu
dimulai pukul 23.00 hingga waktu tidur per minggu selama periode non-pemeriksaan
dikalkulasi menggunakan formula:

WAKTU KUMULATIF = TUJUH X WAKTU SEJAK PUKUL 23.00 HINGGA


WAKTU TIDUR BIASANYA + HARI KHUSUS X WAKTU SEJAK WAKTU TIDUR
BIASA KE WAKTU TIDUR KHUSUS

Metode Survey
Investigasi retrospektif telah dilaksanakan oleh siswa kedokteran gigi, yang
dimentor oleh guru dengan spesialisasi bidang mukosa oral. Presurvey dilakukan
pertama kali dengan tujuan untuk menyempurnakan kuesioner, menentukan ukuran
sampel, dan membuat rencana survey.
Total sampel acak pada 1010 mahasiswa dipilih untuk menyelesaikan survey
di Universitas Sichuan. Kuesioner dibagikan kepada mahasiswa di kelas dan
perpustakaan, dan dilakukan pada mahasiswa dengan jurusan dan tingkat yang
berbeda. Mempertimbangkan perbedaan antara jurusan dan tingkatan pada partisipan,
maka sebelum dilakukan survey, siswa kedokteran gigi harus menjelaskan maksud
dari penelitian kepada partisipan dan menyediakan akses untuk mendapatkan
informasi tentang kriteria diagnosis, etiologi, dan prevensi dari RAS.
4
Data yang telah dikumpulkan lalu diekstrak menjadi analisis statistik:
informasi demografi, seperti jenis kelamin, tingkat pendidikan, faktor
profesional: derajat keparahan dari RAU, termasuk ukuran ulkus, jumlah, durasi, dan
frekuensi terjadinya saat pemeriksaan dan non-pemeriksaan, dan beberapa faktor yang
berhubungan dengan kondisi fisik, seperti frekuensi terjadinya flu, stres, riwayat
keluarga, kondisi pencernaan, dan waktu tidur. Untuk memastikan akurasi dari data,
setiap data diperiksa beberapa kali saat proses input. Untuk analisis statistik, kami
menggunakan perangkat SPSS.

B. ANALISIS STATISTIK
Variabel lanjutan dilaporkan sebagai mean (standar deviasi [SD]) atau median
(jarak) dan dibandingkan menggunakan Student’s T-test, the Mann-Whitney U-test
atau the Kruskal-Wallis H-test. Variabel kategori dilaporkan sebagai angka dan
persentase, dibandingkan menggunakan analisis Pearson’s X2 atau Fisher’s exact test.
Korelasi dianalisis menggunakan Spearman rank correlation, Kendall rank
correlation, dan Pearson simple correlation analysis. Variabel menunjukkan
signifikan secara statistik pada analisis univariat yang digabungkan dengan analisis
regresi logistik multivariat untuk mengidentifikasi prediktor independen dari RAS dan
menghitung odds ratio dan konfiden interval 95%. P value < 0.5 dinilai signifikan
secara statistik. Korelasi antara waktu tidur dan RAS ditentukan menggunakan
koefisien korelasi ( . Analisis statistik dilakukan menggunakan SPSS, dan
Windows versi 17.0

C. HASIL
Total 1006 mahasiswa merespon kuesioner dengan response rate 99.6%. Di
antara mahasiswa sebanyak 51.7% (n=520) adalah laki-laki dan 48.3% (n=486)
adalah perempuan; 535 mahasiswa (53.2%) memiliki riwayat medis dengan RAS, dan
471 tidak; 867 mahasiswa (86.2%) melaporkan long-term bedtimes setelah pukul
23.00 dan 72 (7.2%) dilaporkan short-term bedtimes setelah pukul 23.00.
Karakteristik demografi dan karakteristik waktu tidut ditunjukkan pada tabel 1 dan 2.
Pada analisis univariat, variable secara signifikan berasosiasi dengan RAS,
termasuk frekuensi terjadinya flu, dan waktu tidur setelah pukul 23.00. Variabel lain,
termasuk stres, penyakit pencernaan, riwayat keluarga dan hubungan dengan teman

5
sekamar, tidak memiliki efek signifikan (tabel 3). Pada analisis regresi logistik
multivariat, frekuensi terjadinya flu (OR 2.17; 95% CI 1.52-3.10; P<.001) dan waktu
tidur setelah pukul 23.00 (OR 16.55; 95% CI 6.49-42.16; P<.001) tetap menjadi
faktor risiko untuk RAS.
Untuk penelitian selanjutnya, kami membagi 1006 partisipan menjadi 3
kelompok berdasrakan frekuensi waktu tidur setelah pukul 23.00, termasuk long-term
bedtime setelah pukul 23.00, short-term bedtime seteah pukul 23.00 dan waktu tidur
yang jarang dilakukan setelah pukul 23.00. Tiga kelompok dihitung menjadi 86.2%,
7.2%, dan 6.6%. Dari tabel 2, kami dapat menggambarkan kesimpulan bahwa jenis
kelamin, usia, dan profesi tidak memiliki korelasi dengan frekuensi terjadinya RAS
pada penelitian ini ( P>0.5).
Tabel 4 menunjukkan hubungan antara waktu tidur dengan derajat keparahan
RAS selama peride pemeriksaan dan periode non-pemeriksaan. Mahasiswa dengan
frekuensi waktu tidur setelah pukul 23.00 atau lebih lama secara kumulatif dimulai
dari pukul 23.00 per minggu, derajat keparahan dari ulkus yang meningkat, dengan
frekuensi yang lebih besar, jumlah yang lebih banyak, ukuran yang lebih besar, dan
durasi waktu yang lebih lama.

D. DISKUSI
Pada penelitian ini, kami berfokus pada waktu tidur dan menjadikan 11 p.m.
sebagai batas waktunya. Alasannya adalah sebagai berikut: (1) 11 p.m. adalah waktu
tidur untuk sebagian besar orang dan lampu dimatikan pada pukul 11 p.m. pada
universitas tempat penelitian kami; (2) waktu tidur yang larut sering dihubungkan
dengan depresi, yang kemudian berkaitan dengan kejadian RAS; (3) sekresi hormon,
seperti growth hormon (GH), kortisol, dan hormon adrenokortikotropik dipengaruhi
oleh pola tidur. Ketika 11 p.m. adalah waktu tidur normal, sekresi GH akan
memuncak mulai pukul 11 p.m. tersebut dan bertahan selama beberapa jam, yang
kemudian tidak hanya mempengaruhi proliferasi fibroblas dan migrasi keratinosit
tetapi juga memengaruhi diferensiasi sel T. Penurunan dari sekresi GH dapat
mempromosikan kejadian RAS dan perlambatan dari penyembuhan. Juga, ketika
orang tidur pada 11 p.m., tingkatan kortisol dan hormon adrenokortikotropik tetap
rendah pada beberapa jam pertama. Oleh karena itu, waktu tidur yang larut dapat
berpotensi meningkatkan inflamaasi dan reaksi alergik dan memungkinkan kejadian
RAS.
6
Pada penelitian ini, 535 murid (53,2%) memiliki riwayat RAS, dan 48% dari
murid memiliki riwayat RAS pada fase presurvey. Tingkat insiden pada survey kami
disesuaikan dengan laporan sebelumnya. Pada penelitian ini, murid dengan waktu
tidur lama setelah 11 p.m. berjumlah 86,2%, dan yang waktu tidur pendek setelah 11
p.m. berjumlah 7,2%. Data ini secara jelas mengindikasikan waktu tidur larut umum
ditemukan pada mahasiswa.
Data dari analisis multivariat mendukung hipotesis dari penelitian ini. Analisis
statistik menunjukkan frekuensi dari pilek dan waktu tidur setelah 11 p.m. merupakan
faktor risiko independen untuk RAS dan efek dari waktu tidur lebih signifikan dengan
nilai odds ratio, yang konsisten dengan hipotesis. Frekuensi pilek dapat
mencerminkan imunitas pasien, dan hubungan antara imunitas dan RAS telah
disebutkan di beberapa penelitian. Oleh karena itu, survey difokuskan pada hubungan
spesifik antara waktu tidur dan RAS dan juga potensi dampak waktu tidur dan RAS
pada mahasiswa, dengan harapan menyediakan data spesifik untuk memandu
pencegahan dan manajemen RAS.
Dua penelitian di Cina mengindikasikan bahwa dewasa muda, seperti
mahasiswa, dengan waktu tidur larut cenderung untuk memiliki RAS lebih mudah
dibandingkan dengan yang lain. Fu-lin Xiang meneliti situasi “get- the- fire- evil”,
(sebuah peribahasa pada pengobatan tradisional Cina) pada mahasiswa dan
menemukan bahwa 61,4% siswa yang sering tidur larut memliki “got the fire evil”,
yang bermanifestasi sebagai gejala RAS pada 49,16%. Yu-wen Shi menguji korelasi
antara kejadian RAS dan kebiasaan mahasiswa kedokteran di Guangzhou dan
menentukan waktu tidur larut dan insomnia sebagai faktor risiko potensial pada RAS
(OR 2,257; 95% CI 0.866- 5.882; P= .096). karena 95% confidence interval
mengikutsertakan 1 dan nilai P lebih besar dari 0.05, kesimpulan dari studi tersebut
tidak terbukti secara statistik. Pada penelitian kami, hasil dari analisa multivariat
menunjukkan bahwa waktu tidur diatas 11 p.m. adalah faktor risiko independen untuk
RAS (OR 16,55; 95% CI 6,49- 42,16; P <.001). Terlebih lagi, kami menginvestigasi
dampak potensial dari waktu tidur yang larut pada keparahan dari RAS, termasuk
jumlah, ukuran, dirasi dan frekuensi dari RAS selama periode pemeriksaan dan non-
pemeriksaan. Semakin sering waktu tidur diatas 11 p.m., atau kumulatif dari 11 p.m.
sampai waktu tidur, maka terjadi peningkatan tingkat keparahan dari RAS. Penemuan
ini mengindikasikan bahwa kebiasaan tidur yang baik dan regular memiliki efek yang
signifikan pada pencegahan dan manajemen dari RAS.
7
Tetapi, penelitian ini memiliki beberapa limitasi. Pertama, penelitian ini
menggunakan kuesioner yang self- designed, yang belum pernah divalidasi pada
artikel terpublikasi manapun. Kedua, meskipun kami menyediakan akses informasi
pada RAS dan sedikit insentif pada partisipan, akurasi dari diagnosis mandiri dari
RAS oleh partisipan atau usaha partisipan untuk menyelesaikan kuesioner tidak dapat
dijamin. Ketiga, penelitian retrospektif yang berhubungan dengan limitasi lain, seperti
biasa pada pelaporan, eror penghitungan, dan lain- lain. Karena limitasi ini, hasil kami
akan lebih baik untuk diinterpretasikan secara hati- hati.

E. KONKLUSI
Penelitian kami menunjukkan bahwa waktu tidur larut merupakan faktor risiko
independen untuk RAS dan waktu kumulatif dari 11 p.m. sampai waktu tidur
mengakibatkan meningkatnya keparahan RAS. Penemuan ini menunjukkan bahwa
kontrol dari RAS dapat dicapai dengan waktu tidur yang lebih awal, waktu tidur lebih
lama, atau keduanya.

III. ANGULAR CHEILITIS


Tanda dan Gejala Penyerta
Beberapa pengobatan juga dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya AC
seperti isotretinoin yang merupakan analog vitamin A untuk mengobati jerawat dan
kulit kering biasanya dapat berefek samping menjadi AC. Meskipun terkadang kasus
AC dapat diidentifikasi dengan jelas penyebabnya, akan tetapi terdapat beberapa
keadaan yang memiliki gejala yang cukup mirip dengan AC, seperti herpes labialis
dan lichen planus erosive yang memiliki gambaran yang mirip dengan AC. Oleh
sebab itu penegakan diagnosa lesi akibat AC secara pasti adalah dengan penilaian dari
tenaga kerja kesehatan yang berkualitas. Pada pasien dengan AC yang tidak berespons
dengan pengobatan maka dapat dilakukan pemeriksaan darah (hemoglobin, besi,
vitamin B, dll).

Implikasi Manajemen Oral


• Etiologi noninfeksius lainnya meliputi kulit kering dan hipersalivasi, juga
dermatitis atopik, seboroik, kontak iritan, dan kontak alergik. Terutama,
angular cheilitis terinduksi nikel karena penggunaan kawat gigi dapat terjadi.
Pelembab bibir kadaluarsa (seperti komponen tabir surya) dapat berkontribusi

8
terhadap perkembangan AC, juga mencuci mulut berlebih dan penggunaan
benang gigi secara berlebih.
 Untuk penyebab AC yang bersifat idiopatik, cukup diberikan petroleum jelly
pada area teresebut. Namun, biasanya AC melibatkan adanya infeksi dan harus
diobati oleh dokter atau dokter gigi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ruiyang Ma, Hong Chen, Tengfei Zhou, Xiyan Chen, et al. Effect of bedtime
on recurrent aphthous stomatitis in college students. Oral Surgery, Oral
Medicine, Oral Pathology and Oral Radiology. 2015; 119: 196-201.
2. A Devani and B Barankim. Can Fam Physicioan. 2007 June; 53(6): 1022-
1023. Accessible via http://www.ncbi.nlm.gov/pmc/articles/PMC1949217/
3. ET Stoopler, C Nadeau, and TP Sollecito. J Can Dent Assoc. 2013;79:d68.

You might also like