Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 5

NAMA : MAYANG

NIM : 1701678
PGSD - 1C

RESUME
Judul e-Book : Totto-chan, Gadis Cilik di Jendela
Penulis : Tetsuko Kuroyanagi
Alih Bahasa : Widya Kirana
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Totto Chan : Gadis Cilik di Jendela adalah sebuah novel karya penulis Jepang Tetsuko Kuroyanagi
tentang masa kecilnya di sekolah Tomoe Gakuen, sekolah alternatif yang didirikan seorang pendidik
hebat bernama Sosaku Kobayashi. Sebagai seorang gadis cilik dengan segudang rasa ingin tahu,
Totto-chan sering bertingkah laku aneh di sekolah. Mulai dari membuka tutup laci mejanya ratusan
kali, hingga memanggil penyanyi jalanan, dan bahkan berdiri berjam-jam di depan jendela selama
pelajaran berlangsung untuk berbicara pada burung walet. Gurunya tidak tahan lagi dengan tingkah
laku Totto-chan dan akhirnya mengeluarkan dirinya dari sekolah. Saat itu Totto-chan masih berada di
kelas 1 SD. Beruntung Totto-Chan memiliki ibu yang sangat memperhatikan kebutuhan anak semata
wayangnya, sampai akhirnya ibunya menemukan sekolah bernama Tomoe Gakuen (1937-1945) untuk
Totto-Chan.

Belajar di sekolah Tomoe Gakuen ini pada umumnya bebas dan mandiri, mulai dari kelas yang berupa
gerbong kereta api, kebun yang indah, pengaturan bangku dengan sesuka hati, dimana saja, dan kapan
saja, sampai metode pengajaran di mana para siswa dapat memilih pelajaran apa yang ingin mereka
pelajari hari ini dan yang mereka sukai.

Totto-chan juga menemukan banyak pengalaman yang menggembirakan. Seperti bernyanyi sebelum
makan siang bersama-sama di Aula dengan membawa santapan dari laut dan darat, berkemah di
sekolah, Tes Keberanian. Dia juga memiliki sahabat baru yang bernama Yasuaki Yamamoto. Namun,
pada tahun ketiga di Tomoe, Yasuaki-chan meninggal dunia.

Namun sayangnya sekolah itu tidak dapat bertahan lama. Tahun 1945, sebuah bom memusnahkan
sekolah unik itu. Pada saat itu kepala sekolah, Sosaku Kobayashi, berdiri tegar menatap terbakarnya
sekolah yang dibuat dari uang pribadinya sendiri. Ia bahkan bertanya kepada anaknya tentang sekolah
seperti apa yang akan ia buat lagi selanjutnya. Padahal Totto-chan pernah berjanji, bahwa dia akan
mengajar di Tomoe Gakuen, namun janji itu tak mungkin ditepati karena Tomoe Gakuen telah
musnah.

Meskipun demikian, Tomoe Gakuen akan selalu menjadi kenangan manis dalam hidup siswa-
siswanya, termasuk Totto-chan. Totto-chan akan selalu mengenang masa-masa gembiranya di Tomoe
Gakuen, dan kata-kata perpisahan yang diucapkan Kepala Sekolah, juga kata-kata yang selalu
diucapkan Kepala Sekolah kepadanya (engkau memang anak yang baik).

Sisi positif-negatif dan hal-hal yang bisa diterapkan dari Novel “Totto-Chan, Gadis Cilik di
Jendela” karya Tetsuko Kuroyanagi.

Buku ini mengisahkan kehidupan masa kecil sang penulis sendiri di sebuah sekolah kecil
yang bernama Tomoe Gakuen. Penulis menceritakan semua kejaadian-kejadian unik selama dia
bersekolah di Tomoe Gakuen, terutama berkaitan dengan kepala sekolahnya, Bapak Sosaku
Kobayashi. Tetapi, semua kenangan dan kegembiraan ini hanya bertahan 2 tahun sebelum akhirnya

1
sekolah Tomoe Gakuen habis dimakan api dalam insiden Perang Pasifik, dan Totto-Chan dan teman-
temannya semua harus meninggalkan tempat itu.

Dalam novel Totto-chan ini, disekolah Totto-chan yaitu Tomoe Gakuen, diterapkan sistem
belajar yang unik dan berbeda dari sekolah lainnya. Di Tomoe Gakuen sistem pendidikan yang di
terapkan dapat bernilai positif dan negatif bagi siswanya. Dilihat dari sisi positif, sistem pendidikan di
Tomoe Gakuen tidak menekan siswanya dan membiarkan siswanya berkembang sesuai dengan hal
yang di minati siswanya. Berdasarkan dari novel Totto-chan pada sub bab berjudul “Pelajaran di
Tomoe” pada halaman 37, Guru membuat daftar semua soal dan pertanyaan mengenai hal-hal yang
akan diajarkan hari itu di awal jam pelajaran pertama. Guru membiarkan siswanya memilih untuk
mengerjakan atau mempelajari sesuai daftar dimulai dari yang disukai siswa dahulu. Dari cara Guru
mengajar Siswanya sangat baik, karena tidak banyak larangan dan membuat wawasan siswanya lebih
luas, sehingga Guru dapat mengetahui potensi yang dimiliki siswanya. Dengan mengetahui potensi
siswanya, Guru dapat mengarahkan siswa untuk memperluas wawasan siswanya sesuai dengan hal
yang disukai dan diminatinya.

Sistem ini sangat berbeda dengan sistem pendidikan disekolah Totto-chan sebelumnya,
dapat dilihat dari cara Kepala Sekolah di Tomoe Gakuen yang dapat menerima segala keunikan Totto-
chan, dibandingkan dengan sekolah lama Totto-chan, Guru di sekolah tersebut tidak dapat menerima
Totto-chan dan memutuskan untuk mengeluarkan Totto-chan dari sekolah. Sistem pendidikan Tomoe
Gakuen yang di terapkan oleh Kepala Sekolah Tomoe Gakuen sangat dapat menerima keunikan
pribadi dari seorang Totto-chan, Dimana kepribadian Totto-chan tersebut adalah kepribadian yang
unik yang membutuhkan perhatian lebih. Sistem Pendidikan Tomoe Gakuen jika dilihat dari sisi lebih
mendalam, memiliki sisi positif untuk siswa yang berkepribadian unik yang serupa dengan Totto-
chan, sekolah ini sangat dapat menerimanya. Siswa yang memiliki kepribadian seperti Totto-chan
merupakan bibit yang baik, jika di rawat oleh tangan dan cara yang benar, maka akan menghasilkan
buah yang baik, karena itulah Tomoe Gakuen merupakan sekolah yang memiliki sisi positif yang
sangat mendalam. Sisi positif lainnya juga dapat dilihat pada Novel Totto-chan sub bab berjudul “Hari
Olahraga” pada halaman 131, Kepala Sekolah sengaja membuat Hari Olahraga agar dapat membuat
seorang siswa menjadi lebih percaya diri,Siswa tersebut adalah Takahashi. Takahashi adalah seorang
siswa di Tomoe Gakuen yang pertumbuhannya sudah berhenti, dia memiliki tangan dan kaki yang
pendek dibanding semua siswa di Tomoe Gakuen. Takahashi adalah siswa yang kurang percaya diri
karena keadaan tubuhnya yang berbeda dari siswa lainnya. Pada saat Hari Olahraga di Tomoe
Gakuen, Takahashi banyak memenangkan perlombaan. Olahraga adalah kemahiran Takahashi.
Setelah Hari Olahraga itu Takahashi lebih merasa percaya diri. Cara Kepala Sekolah Tomoe Gakuen
ini mendidik dan memperhatikan siswanya secara khusus sangat patut untuk di contoh Sekolah lain.

Tetapi, sistem pendidikan di Tomoe Gakuen juga mengandung dampak negatif bagi siswanya.
Sistem pendidikan di Tomoe Gakuen jarang di temui di sekolah lain. Jika dilihat dari sudut pandang
zaman kini, Sistem pendidikan di Tomoe Gakuen sangat tidak di setujui oleh pemerintah sekarang.
Dampak negatifnya adalah ketika seorang siswa bersekolah di sekolah seperti Tomoe Gakuen, namun
bertemu dengan situasi dimana siswa tersebut harus pindah sekolah, makan siswa tersebut akan sulit
untuk beradaptasi di sekolah lain yang sistem pendidikannya berbeda jauh dengan Tomoe Gakuen.
Dilihat dari cara Tomoe Gakuen mendidik siswanya, seperti pada sub bab ke 46 yang berjudul “Kapur
Tulis”,Saat pelajaran musik di Aula, setiap anak diberi sepotong kapur tulis oleh Kepala Sekolah,
Siswa menuliskan irama lagu dari piano yang dimainkan Kepala Sekolah dalam notasi musik di lantai.
Jika di teliti, sistem pendidikan seperti itu sangatlah tidak wajar bagi sekolah – sekolah lain, karena
dapat menyebabkan siswanya terbiasa untuk mencoret-coret lantai atau dinding bukan hanya di dalam
sekolah, namun di luar sekolah.

2
Dari sub bab berjudul “Kolam Renang”, Kepala Sekolah membuat suatu acara kecil,yaitu
berenang bersama. Saat berenang bersama, semua siswa Tomoe Gakuen, perempuan maupun laki –
laki, berenang tanpa memakai pakaian apa – apa. Cara Kepala Sekolah Tomoe Gakuen itu dapat
dinilai buruk jika dilihat dari sudut pandang cara mendidik siswa zaman kini. Berenang tanpa pakaian
adalah hal yang tidak selalu di pandang baik oleh banyak orang, bahkan hingga berenang dengan
jumlah orang yang banyak dan semuanya tidak menggunakan pakaian. Memang Kepala Sekolah
Tomoe Gakuen memiliki tujuan yang baik dari caranya mendidik siswanya, namun cara Kepala
Sekolah ini dapat merangsang pribadi siswanya secara buruk jika siswanya tidak dapat mencerna
tujuan sebenarnya dari Kepala Sekolah.

Dari sub bab berjudul “Pakaian Paling Usang”, Kepala Sekolah meminta orang tua agar
menyuruh anak – anak mereka mengenakan pakaian paling usang untuk bersekolah di Tomoe.
Sekolah – sekolah masa kini hampir semua menggunakan seragam. Peraturan penggunaan seragam di
Sekolah sangat ketat, bahkan beberapa sekolah memberikan sanksi kepada siswanya jika ada
kesalahan dalam seragam. Sekolah tanpa menggunakan seragam dapat mengurangi kedisiplinan
siswanya. Siswa menjadi tidak terbiasa untuk berpakaian rapih, kebiasaan untuk berpakaian rapih dan
menaati peraturan tidak tertanam di dalam Siswa tersebut. Selain itu, sekolah dengan berpakaian
usang sangat tidak dinilai baik oleh banyak orang, cara ini tidak relevan dengan kaidah yang
seharusnya.

Menurut saya, pendidikan di sekolah Tomoe Gakuen terlalu bebas. Dengan pendidikan seperti ini,
siswa/i kurang di didik untuk berdisiplin. Memang tujuan dari kepala sekolah memiliki makna yang
baik, namun jika siswanya tidak menangkap maksud dari kepala sekolah yang sebenarnya, akan
berdampak buruk dan terjadi penyimpangan yang dapat membuat siswa/i nya tidak terdidik dengan
baik sesuai dengan tujuan kepala sekolah. Sistem Pendidikan Tomoe Gakuen memiliki resiko yang
tinggi.

Dari pemaparan diatas, bisa di lihat bahwa novel Totto-Chan sendiri memiliki banyak manfaat bagi
Bangsa Indonesia. Manfaat yang paling penting adalah untuk perkembangan karakter dan kepribadian
anak. Sama seperti Totto-Chan yang awalnya dikekang di sekolah lamanya, lalu akhirnya berpindah
sekolah dan akhirnya seperti yang kita tahu sekarang berhasil menjadi seorang penulis ternama,
seorang anak tidak boleh dikekang kalau orang tua ingin sang anak menemukan potensi
terpendamnya. Selain itu, pemaksaan ini dapat berujung pada siswa yang memberontak, tidak percaya
diri, dan tertekan. Kepala Sekolah Tomoe Gakuen memberikan ucapan khusus kepada Totto-Chan
dan teman-temannya contohnya ucapan “Kau benar-benar anak yang baik, kau tahu itu kan?” untuk
Totto-Chan dan “Kau bisa melakukannya” untuk Takahashi. Hal ini membumbungkan rasa percaya
diri dan semangat mereka. Kepala Sekolah sadar bahwa sebagai anak kecil mereka masih banyak
melakukan kesalahan sehingga harus dibawa pelan-pelan menuju cara hidup yang benar, tidak
langsung dididik secara keras. Tetapi di tengah-tengah semuanya ini Pak Kobayashi tetap
menanamkan nilai-nilai pendidikan usia dini seperti kasih dan tanggung jawab. Di subbab “Masukkan
kembali semua” di halaman 56, Pak Kobayashi tidak menghardik Totto-Chan saat Totto-Chan
mengeluarkan isi kakus untuk mencari dompet kesayangannya, dia hanya memastikan Totto-Chan
berjanji akan mengembalikan semua kotoran itu dan memang akhirnya memang semua kotoran
dikembalikan oleh Totto-Chan.

Manfaat kedua adalah alternatif n ini, walaupun seperti yang saya katakan di atas tidak konvensional,
terbukti bisa menjadi sama efektifnya dibandingkan dengan metode standar, terutama bagi siswa usia
dini. Kita di Indonesia menggunakan sistem pendidikan yang murni teori, dan teori yang dibagikan
cukup berat, sehingga beberapa siswa yang kurang cerdas juga akan sering mendapat nilai jelek,

3
membuat mereka down secara mental. Sedangkan di Tomoe Gakuen, siswa tidak melulu diberi teori
dan teori. Siswa-siswa di Tomoe Gakuen menikmati kehidupan mereka, dan mereka bertumbuh
menjadi anak-anak memiliki kemampuan-kemampuan masing-masing dan memiliki spesialisasi.
Contohnya Takahashi yang walaupun badannya kecil bisa meniti karir olahraga sebagai pemain rugby
universitas ataupun Tai-chan, sang ahli fisika yang akhirnya menjadi penemu ulung. Secara tidak
langsung, hal ini juga bisa lebih membantu kita di dunia kerja. Opsi pekerjaan yang paling baik adalah
kita bekerja sesuai yang kita sukai, tidak melulu kita mengimplementasikan hasil-hasil sekolah kita.
Dengan spesialisasi pada suatu bidang, kita akan menaikkan nilai jual di depan para pemimpin dunia
kerja. Tidak hanya itu, sistem ini juga membuat para murid menjadi murid yang lehih percaya diri,
dan dengan lebih percaya diri kita dapat membawa diri lebih baik di hadapan keluarga, teman-teman
kita dan atasan kita. Jika kita percaya diri dan pandai berbicara, kita bisa dilihat sebagai orang yang
lebih pintar dari yang kita kira.

Lalu, di dalam buku ini juga dikisahkan bagaimana Pak Kobayashi membuat kegiatan-kegiatan
menarik untuk memastikan siswa-siswanya tidak jenuh dalam belajar. Dijelaskan dalam sub-bab “Tes
Keberanian” (85-90) , Pak Kobayashi mengajak semua siswa bepergian ke kuil, dan pada subbab
“Akan Datang Gerong Baru”(65-69) Pak Kobayashi mengajak siswa-siswanya berkumpul bersama
dan melakukan piknik untuk menantikan gerbong kereta baru yang nantinya akan menjadi ruang kelas
baru di Tomoe Gakuen. Meskipun kegiatan ini memang sulit dilaksanakan di Indonesia karena
keberagaman kita yang memungkinkan pergi ke kuil tidak mungkin dilakukan, ataupun tidak ada
sekolah di Indonesia yang menggunakan gebrong kereta sebagai gedung sekolah, tetapi yang bisa
dicontoh adalah nilai yang ditawarkan oleh kegiatan-kegiatan tersebut.

Pada kegiatan ke kuil misalnya, para murid dituntut untuk memiliki keberanian tinggi supaya bisa
melewati tugas yang diberikan pak Kobayashi. Ia memilih para “hantu” yang bertujuan untuk
mengagetkan para murid lain, walaupun banyak yang ketakutan dan pulang, tetap saja acara ini
menjadi sarana bonding bagi para murid, karena mereka bisa bergurau bersama, seperti saat
mengomentari hantu yang kembali karena digigit nyamuk. Sedangkan dengan melewatkan malam
bersama dengan piknik sembari menunggu gerbong kereta, para murid bisa lebih mengenal satu sama
lain, begitu juga dengan para guru atau kepala sekolah bisa mengenal murid-murid dengan lebih baik.
Para guru dan anak-anak akan menghabiskan waktu bersama untuk cukup lama, sehingga diperlukan
waktu untuk saling mengenali satu sama lain. Jika seorang guru bisa mengerti muridnya dengan lebih
baik, dia akan bisa mengajar lebih baik dan mengakomodasi sebanyak mungkin murid-muridnya.
Sang guru bisa membuat atau menetapkan cara-cara belajar yang menurut mereka paling efektif bagi
para siswa, dan pada akhirnya para siswa yang diajar akan mendapat nilai yang lebih baik. Dan tidak
ada hal yang lebih membahagiakan bagi seorang guru selain melihat siswa-siswa yang diajarnya
memperoleh nilai yang baik dan berhasil di kemudian hari.

Seperti yang telah di paparkan diatas, ada keuntungan dan kerugian dari sekolah Tomoe-Gakuen. Sisi
positifnya berpusat pada kebebasan, percaya diri dan pengembangan kemampuan murid, sedangkan
hal negatifnya berpusat pada hal-hal tidak konvensional yang ditemui di Tomoe Gakuen. Penulis
menyimpulkan bahwa memang sistem ini layak dicontoh, hanya jika kita siap dengan cibiran
masyarakat luar yang pastinya akan mengkritik sistem sekolah ini.

4
Aplikasi nilai-nilai edukatif dalam dunia pendidikan.

Dalam dunia pendidikan, nilai-nilai edukatif yang dapat diterapkan adalah sikap bijaksana orang tua
terhadap anaknya, terutama jika sang anak telah berbuat kesalahan. Sikap ideal orang tua adalah
mencari solusi yang terbaik untuk anaknya dengan sikap yang lemah lembut dan penuh kasih sayang.
Dengan sikap positif seperti inilah, anak tidak akan merasa minder dan menjadi bersemangat dalam
menjalani hari-harinya.

Novel Totto-Chan juga bisa diterapkan pendidik dalam mendidik anak didiknya. Hal ini digambarkan
oleh sosok Kobayashi yang menganggap semua anak itu hebat. Untuk menggali kehebatan anak
diperlukan kesabaran dan kreatifitas. Semua anak itu baik, hanya perlu hati yang terbuka untuk dapat
mengerti. Setiap anak itu unik, antara anak yang satu dengan anak yang lain mempunyai bakat,
kemampuan serta daya tangkap yang berbeda. Pendidik dan para orang tua harus bisa memahami
karakter masing-masing anak. Anak yangsecara umum berperilaku nakal dan sulit diatur bukan berarti
bodoh dan benar-benar nakal. Penanganan anak seperti ini memerlukan media dan metode yang
berbeda dalam proses pembelajaran, sehingga anak bisa termotivasi untuk mengembangkan bakat dan
kemampuan yang dimilikinya.Kobayashi sensei juga mengingatkan guru sebagai pendidik untuk tidak
mudah menghakimi dan mengkotak-kotakkan anak sebagai anak baik-nakal, pintar-bodoh, normal-
aneh. Guru jangan mudah memberi label buruk pada anak. Seperti anak bodoh, anak bandel dan kata-
kata lain yang menjatuhkan karena anak akan mengingat terus label tersebut dan bisa tertanam dalam
diri mereka sehingga mereka sulit untuk berubah menjadi lebih baik.

Pendidik pun harus bisa menciptakan zona yang nyaman dalam belajar. Anak akan merasa nyaman
ketika orang-orang di sekelilingnya menyayangi dan memperhatikan mereka. Cara penyampaian
materi dalam mengajar juga mempengaruhi kenyamanan anak dalam belajar. Anak akan takut ketika
gurunya mengajar dengan wajah galak dan tanpa senyum atau memarahi anak ketika ditanya tidak
bisa menjawab. Kalau suasana kegiatan belajar mengajar seperti itu materi pelajaran tidak bisa
terserap dengan baik. Dan anak-anak pun tidak mendapatkan apa-apa dari suatu proses pembelajaran.

You might also like