Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 16

BPK- RSUZA Dr.

ZAINOEL ABIDIN
JL. T.DAUD BEURUEH NO. 108 GASTROENTERO-HEPATOLOGI
BANDA ACEH
DIARE AKUT
NO. NO.REVISI Halaman
DOKUMEN Dari….(total hal)

Di Tetapkan oleh:
Direktur BPK RSUZA Dr.Zainoel Abidin
Nanggroe Aceh Darussalam
Prosedur Standar Operasional
Tanggal Terbit
Dr. Taufik Mahdi,SpOG
Pembina Tingkat I /IV b
Nip. 140 201 743
PENGERTIAN / DIFINISI Diare akut adalah perubahan konsistensi tinja yang
terjadi tiba-tiba akibat kandungan air dalam tinja
melebihi normal (10 ml/kg/hari), yang menyebabkan
peningkatan frekuensi defekasi lebih dari 3 kali sehari.
Sebagaian besar diare berlangsung selama 7 hari, dan
biasanya sembuh sendiri (self limiting disense). Hanya
10 % yang melanjut sampai 14 hari.
Prosedur ini sebagai panduan untuk petugas dalam
TUJUAN
penanganan terhadap kasus Diare akut.
RUANG LINGKUP Gastroentero-Hepatologi Anak
Semua Unit Terkait

UNIT TERKAIT - Instalasi Rawat Inap dan rawat jalan


- Pemeriksaan darah rutin, faeces rutin dan analisa
tinja.
Residen Anak
PENANGGUNG JAWAB Dr.Umum
Dr.Spesialis Anak
1. PP No. 102 tahun 2000
KEBIJAKAN 2. KepMen RI No. 1333 tahun 1999.
3. Standar Pelayanan Medis Gastroenterologi

Pemeriksaan fisis
Perhatikan:
 Pada bayi mudah terjadi dehidrasi akibat kehilangan cairan karena
permukaan area usus per kg BB yang lebih luas, peran ginjal belum
sempurna dan meningkatnya kecepatan metabolisme.
 Berat badan harus ditimbang pada awal terapi sebagai data awal dan untuk
penilaian hasil terapi.
 Tabel 3 memperlihatkan bahwa derajat dehidrasi yang dipakai sebagai tolak
ukur terapi rehidrasi dapat dinilai secara cepat dari anamnesis dan
pemeriksaan fisis.
 Napas yang cepat dan dalam menunjukkan asidosis metabolik
 Pada anak yang kembung, pemeriksaan auskultasi perlu untuk mendeteksi
adanya ilues paralitik.

Kriteria Diagnosis
 Tentukan derajat dehidrasi dari anamnesis dan pemeriksaan fisis:

1
o Keadaan umum dan aktivitas pasien,
o Apakah tampak kehausan
o Tanda-tanda vital (nadi, pernapasan, suhu, tekanan darah)
o Lihat kelopak mata dan produksi air mata,
o Raba ubun-ubun besar (bila masih terbuka)
o Mulut (lidah)
o Turgor kulit dan
o Timbang berat badan
PROSEDUR
o Tentukan derajat dehidrasi
 Tentukan rencana terapi :
o Tanpa dehidrasi (kehilangan <5% berat badan)
o Dengan dehidrasi ringan sedang (kehilangan 5 – 10% berat badan)
o Dehidrasi berat (kehilangan > 10% berat badan)
Bila disertai syok/renjatan maka dilakukan resusitasi cairan secepatnya, setelah
teratasi tata laksana lanjut sesuai dengan derajat dehidrasi.

Tata Laksana
A. Rehidrasi oral
 Pada dehidrasi ringan-sedang segera diberikan cairan rehidrasi oral (CRO).
keberhasilan pemberian cairan rehidrasi oral lebih dari 90% pada anak
dengan muntah dengan cara pemberian 5-10 ml tiap 2-3 menit dan secara
bertahap ditingkatkan.
 Sekitar 5-l0% terjadi kegagalan terapi CRO akibat muntah persisten atau
frekuensi diare >20 ml/kg/jam. Orangtua sebaiknya diberitahu untuk
mencari pertolongan medis lebih lanjut jika:
o Anak gelisah atau letargi sehingga sulit minum
o Terdapat muntah persisten
o Dificit cairan makin banyak akibat diare yang persisten
o Diare disertai darah
o Menurunnya produksi urin
 Kontraindikasi pemberian CRO:
o Dehidrasi berat (>10%) atau syok
o Anak menolak minum karena gelisah, letargi, sopor, koma
o Ileus

Pada kondisi ini sebaiknya ditata 1aksana awal dengan cairan rehidrasi
parenteral, dan diubah menjadi rehidrasi peroral bila anak sudah dapat minum.

Tabel 5. Komposisi beberapa jenis cairan parenteral

Solution Glukosa (g/l) K+ Na+ Cl- Laktat/Asetat

Hartman / RL - 4 130 109 28


DGaa 150 17,5 61 52 26
NaCl 0,9% - - 154 154 0
KaEN 3B 27 20 50 50 20

B. Pemberian makanan secepatnya (early refeading)


 ASI dan makanan sehari-hari diteruskan yang dapat mencegah gangguan
gizi menstimulasi perbaikan usus, dan mengurangi derajat serta lamanya
penyakit ASI diberikan ad libitum. Pada dehidrasi ringan-sedang tidak
perlu diberikan formula bebas laktosa atau formula yang diencerkan. Bayi

2
dengan dehidrasi berat dengan kerusakan usus dan malnutrisi, yang gagal
dengan cara pemberian makan tersebut diberikan formula bebas laktosa;
bahkan formula yang lebih mudah dicerna selama pemberian makan
(refeding).
 Anak yang lebih besar diberikan makanan yang seimbang. cukup energi
dan mudah dicerna. Nasi mie, kentang, roti biskuit dan pisang sebaiknya
diberikan sejak awal. kemudian ditambah sayuran dan daging. Makanan
yang perlu dihindarkan adalah yang mengandung gula sederhana seperti
minuman ringan (soft drink,). jus bush kental. minuman dengan kafein.
sereal yang dilapisi gula. Makanan tinggi lemak kurang ditoleransi karena
memperlambat pengosongan lambung sehingga sering menyebabkan
muntah. Sebagian anak mengalami diare >10 hari tanpa dehidrasi. Pada
keadaan ini perlu dicari kearah faktor infeksi dan pemeriksaan tinja
terhadap zat reduksi untuk mengeksklusi malabsorpsi karbohidrat.

C. Medikamentosa
 Antiemetik, antimotilitas, dan antidiare kurang bermanfaat bahkan dapat
menyebabkan komplikasi yang serius. Obat-obatan tersebut tidak
mengurangi volume tinja ataupun memperpendek lama sakit. Efek sedasi
atau anoreksia yang ditimbulkan akan mengurangi keberhasilan terapi
rehidrasi oral.
 Antibiotik tidak efektif pada infeksi virus dan terindikasi hanya pada
keadaan: (1) patogen telah diidentifikasi (Shigella, Giardia, limblia,
Entamoeba histolytica dalam tinja), (2) pasien dengan defek imun, (3)
Kolera, (4) bayi kurang dari 3 bulan dengan biakan tinja yang positif. Bayi
kelompok umur tersebut mudah terjadi septisemia. Bayi dan anak yang
mengalami diare disertai gejala septikemia sebaiknya rnendapat antibiotik
intravena.
 Pernberian Zn bermanfaat pada anak malnutrisi dengan diare lama diare
lebih pendek. volume tinja lebih sedikit, kenaikan berat badan yang lebih
baik, dan perbaikan terhadap status defisiensi Zn.
 Pemberian imunoglobulin oral untuk terapi diare akut karena virus pada
beberapa penelitian rnenunjukkan efikasi yang cukup baik. walaupun
anjuran penggunaannya belumlah secara luas dipakai.
 Penggunaan probiotik, seperti Lactobacillus rhamnosus strain GG terbukti
elektif dalam pencegahan maupun (crap) diare akut akibat rotavirus pada
anak, dalam hal ini memperpendek masa sakit.

Pencegahan & edukasi


Ada beberapa kiat pencegahan terjadinya diare antara lain: (1) pemberian
ASI eksklusif 4-6 bulan, (2) sterilisasi botol setiap sebelum pemberian susu
formula bila bayi karena sesuatu sebab tidak mendapat ASI, (3) persiapan dan
penyimpanan makanan bayi/anak secara bersih (hygiene). (4) gunakan air bersih
dan matang untuk minum. (5) kebiasaan mencuci tangan terutama sebelum
menyiapkan dan memberi makan, (6) mernbuang tinja di jamban, (7) imunisasi
campak, (d) pemberian makanan seimbang untuk menjaga status gizi yang baik.

BPK- RSUZA Dr.ZAINOEL ABIDIN


JL. T.DAUD BEURUEH NO. 108 GASTROENTERO-HEPATOLOGI
BANDA ACEH
DIARE PERSISTEN

3
NO. NO.REVISI Halaman
DOKUMEN Dari….(total hal)

Di Tetapkan oleh:
Direktur BPK RSUZA Dr.Zainoel Abidin
Nanggroe Aceh Darussalam
Prosedur Standar Operasional
Tanggal
Terbit Dr. Taufik Mahdi,SpOG
Pembina Tingkat I /IV b
Nip. 140 201 743
Diare persisten adalah diare akut karena infeksi usus
yang karena sesuatu sebab melanjut 14 hari atau lebih.
PENGERTIAN / DIFINISI
Sebagian besar (90%) anak dengan diare akut yang
ditata laksana memadai, yaitu rehidrasi oral/parentetal,
dukungan nutrisi, obat seminimal mungkin dan atas
indikasi yang jelas, dan edukasi pada orangtua, akan
sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari. Sekitar 5
kasus berkembang menjadi diare persiten. faktor resiko
diare persisten adalah umur < 6 bulan, lahir prematur.
malnutrisi, tidak mendapat ASI, penyakit penyerta,
antibiotik, dan anemia.
Prosedur ini sebagai panduan untuk petugas dalam
TUJUAN
penanganan terhadap kasus Diare persisten.
RUANG LINGKUP Gastroentero-Hepatologi Anak
Semua Unit Terkait

UNIT TERKAIT - Instalasi Rawat Inap dan rawat jalan


- Pemeriksaan darah rutin, faeces rutin dan
analisa tinja.
Residen Anak
PENANGGUNG JAWAB Dr.Umum
Dr.Spesialis Anak
1. PP No. 102 tahun 2000
KEBIJAKAN 2. KepMen RI No. 1333 tahun 1999.
3. Standar Pelayanan Medis Gastroenterologi

Kriteria Diagnosis
Diare persisten bukanlah penyakit, tetapi merupakan gejala klinik yang
disebabkan berbagai macam etiologi. Oleh karena itu, penting untuk mencari
etiologinya, karena pengobatan didasarkan pada faktor penyebabnya.
 Tentukan apakah diarenya tergolong osmotik atau sekretotik
 Bila diare osmotik, cari kemungkinan intoleransi laktosa, CMPSE, atau
sindrom malabsorpsi
 Bila diare sekretorik, cari kemungkinan “bakteri tumbuh” lampau, diare
karena antibiotik, atau infeksi persisten.

Tatalaksana
 Atasi dehidrasi, kelainan asam basa dan gangguan elektrolit
 Dukungan nutrisi amat penting untuk mencegah dan mengobati malnutrisi.
Berikan diet sesuai dengan usia dan status gizi pasien pada awal terapi.
Laktosa mungkin perlu dihidari karena mungkin telah terjadi kerusakan
mukosa usus yang bermakna. Suplementasi mikronutrien seperti Zn dan Fe
sangat diperlukan untuk mempercepat regenerasi mukosa usus halus.

4
 Tentukan apakah diare yang terjadi jenis sekretorik atau osmotik untuk
rnemudahkan pendekatan etiologik dan terapi. Puasakan pasien selama 24
PROSEDUR Jam (pasien mendapat terapi cairan parenteral): bila diare berkurang/berhenti
maka diarenya jenis osmotik, bila diare berlanjut berarti diare sekretorik.
Lihat algoritme terlampir.
 Bila intoleransi laktosa, berilah formula/diet bebas laktosa.
 Bila alergi susu aspi, ASI diteruskan dan ibu tidak menkonsumsi susu sapi
dan makanan yang terbuat dari susu sapi (keju. es krim, dll). Bila tidak
minum ASI. pasien diberi formula hidrolisat protein.
 Pada sindrom malabsorpsi pasien diberi makanan atau formula elementasi.
Bila diet peroral belum bisa, sebaiknva diberi TPN selama 2 minggu untuk
mempercepat regenerasi mukosa usus halus.
 Pada bakteri tumbuh-lampau, berikan metronidazol 30 mg/kg/hari selama 10-
14 hari.
 Pada diare karena antibiotik hentikan antibiotik bila mungkin Berikan
metronidazol 30-50 mg/kg/hari selama 7-10 hari dan probiotik 2 x 10 6-9 cfu
selasna 7-10 hari.
 Pada infeksi persisten. berikan anitibiotik sesuai hasil biakan selama 7-10
hari.

Pencegahan dan Pendidikan


 Hindari penggunaan antibiotik dan antidiare pada anak dengan diare akut.
 Berikanlah terapi nutrisi yang adekuat pada setiap anak dengan diare akut
untuk mencegah terjadinya gangguan gizi untuk memutus lingkaran setan
diare-malnutrisi-diare.
 Menggalakkan penggunaan ASI.

Algoritma Diare Persisten

5
BPK- RSUZA Dr.ZAINOEL ABIDIN
JL. T.DAUD BEURUEH NO. 108 GASTROENTERO-HEPATOLOGI
BANDA ACEH
KONSTIPASI PADA ANAK
NO. NO.REVISI Halaman
DOKUMEN Dari….(total hal)

Di Tetapkan oleh:
Direktur BPK RSUZA Dr.Zainoel Abidin
Prosedur Standar Operasional Nanggroe Aceh Darussalam

Tanggal
Terbit Dr. Taufik Mahdi,SpOG
Pembina Tingkat I /IV b
Nip. 140 201 743
PENGERTIAN / DIFINISI Batasan konstipasi menyangkut 2 aspek, yaitu
frekuensi defekasi dan konsistensi tinja. Pada
konstipasi. frekuensi defekasi berkurang dari biasanya.
umumnya kurang dari 3 kali defekasi per minggu.
Sedangkan konsistensinya lebih keras dari biasanya,
yaitu tinja berbentuk bulat-bulat seperti pelet atau

6
kotoran kambing. Temuan penting lainnya yang
menunjukkan adanya konstipasi adalah terabanya
skibala pada palpasi abdomen. Aspek lain adalah rasa
nyeri yang timbul saat defekasi.
Prosedur ini sebagai panduan untuk petugas dalam
TUJUAN
penanganan terhadap kasus Konstipasi pada anak.
RUANG LINGKUP Gastroentero-Hepatologi Anak

 Foto polos abdomen

 Pemeriksaan enema barium untuk mencari


penyebab organik seperti Morbus Hirschsprung dan
UNIT TERKAIT obstruksi usus.
 Biopsi isap rektum untuk melihat ada tidaknya
ganglion pada mukasa rektum secara histoptologis.
 Pemeriksaan manometri untuk menilai motilitas
kolon.

Residen Anak
PENANGGUNG JAWAB Dr.Umum
Dr.Spesialis Anak
1. PP No. 102 tahun 2000
KEBIJAKAN 2. KepMen RI No. 1333 tahun 1999.
3. Standar Pelayanan Medis Gastroenterologi

Kriteria Diagnosis

1. Frekuensi defekasi <3 kali seminggu, tinja yang keras, rasa sakit pada
defekasi, kecepirit dan terabanya skibala pada palpasi abdomen
merupakan petunjuk adanya konstipasi.
2. Bila ada keterlambatan pengeluaran mekonium (>24 jam pasca lahir).
pikirkanlah kemungkinan M orbus Hirschsprung (MH)
3. Bila riwayat konstipasi terjadi sejak lahir, pikirkanlah pula kemungkinan
MH.
4. Bila konstipasi disertai gangguan tumbuh kembang. Pikirkan penyebab
organik.
5. Konstipasi yang terjadi pada usia > 3 tahun umumnya fungsional.

Tata Laksana
PROSEDUR
1. Mencari penyebab konstipasi
2. Evaluasi tinja dengan enema bila terjadi retensi tinja/skibala yang bermakna.
3. Tetapi rumat untuk menjaga kekerapan defekasi minimal sekali sehari dengan
tinja normal
 Mineral oil 1-3 ml/kg/hari dalam 1-2 dosis
 Laktulosa 1-3 ml/kg/hari dalam 2 dosis
 Cisapride 0,2 mg/kg/kali dalam 3 dosis
4. Banyak minum dan diet tinggi serat
5. Konsultasi psikiatrik bila penyebabnva psikogenik
6. Konstipasi rehabilitasi medik untuk konstipasi fungsional (biofeedback)

7
Pencegahan dan Pendidikan

1. Banyak minum air putih


2. Diet tinggi serat
3. Observasi keluarnya mekonium pada bayi baru lahir
4. Konsultasi segera bila ada gangguan defekasi

BPK- RSUZA Dr.ZAINOEL ABIDIN


JL. T.DAUD BEURUEH NO. 108 GASTROENTERO-HEPATOLOGI
BANDA ACEH
MUNTAH PADA ANAK
NO. NO.REVISI Halaman
DOKUMEN Dari….(total hal)

Di Tetapkan oleh:
Direktur BPK RSUZA Dr.Zainoel Abidin
Prosedur Standar Operasional Nanggroe Aceh Darussalam

Tanggal Terbit
Dr. Taufik Mahdi,SpOG
Pembina Tingkat I /IV b
Nip. 140 201 743
Muntah adalah dikeluarkannya isi lambung melalui mulut
secara ekspulsif. Usaha mengeluarkan isi lambung terlihat
sebagai kontraksi otot dinding perut. Muntah kadang sulit
PENGERTIAN / DIFINISI
dibedakan dengan refluks gastroesofagus dan regurgitasi
Refluks gastroesofagus (RGE) didefinisikan sebagai
kembalinya isi lambung ke dalam esolagus tanpa adanya
usaha dari bayi. Apabila isi lambung tersebut dikeluarkan
melalui mulut. maka keadaan ini disebutkan regurgitasi.
Oleh karena itu, muntah pada bayi harus dipikirkan pula
kemungkinan suatu RGE.

Prosedur ini sebagai panduan untuk petugas dalam


TUJUAN
penanganan terhadap kasus Muntah pada anak.
RUANG LINGKUP Gastroentero-hepatologi Anak
UNIT TERKAIT  Kecurigaan terhadap atresia esofagus dapat dilakukan
pemasangan pipa nasogastrik dan pemeriksaan foto
rontgen toraks.
 Adanya gangguan gastric outlet dapat dibuktikan dengan
pemeriksaan barium meal, sedangkan stenosis pilorus
hipertrofi selain dengan barium meal dapat dibuktikan
dengan pemeriksaan ultrasonografi
 Kecurigaan terhadap Morbus Hisrchsprung dapat
dilakukan pemeriksaan barium enema dan biorpsi hisap
rektum.
 Ileus (paralitik atau obstruksi) dapat dibuktikan dengan
pemeriksaan foto polos abdomen 2 atau 3 posisi untuk
melihat distribusi udara.
 Infeksi dapat dibuktikan dengan pemeriksaan darah
perifer lengkap dan urin lengkap.

8
 Kecurigaan RGE dapat dibuktikan dengan melakukan
pemeriksaan pemantauan pH esofagus 24 jam dengan
menggunakan pH-metri.
 Konsultasi ke psikologi bila ada kecurigaan adanya
faktor psikogenik.
 Kecurigaan kelainan organ di luar saluran cerna dapat
dilakukan dengan pemeriksaan sesuai SPM kelainan
tersebut.

Residen Anak
PENANGGUNG JAWAB Dr.Umum
Dr.Spesialis Anak
1. PP No. 102 tahun 2000
KEBIJAKAN 2. KepMen RI No. 1333 tahun 1999.
3. Standar Pelayanan Medis Gastroenterologi

Kriteria Diagnosa
1. Kontraksi otot dinding perut yang didahului fase mual dan
retching sebagai upaya mengeluarkan isi lambung.
2. Nyeri perut yang mendahului muntah, muntah berwarna
kehijauan, atau perut distensi merupakan petunjuk kemungkinan
adanya obstruksi saluran cerna.
3. Muntah tanpa didahuli mual dan retching merupakan petunjuk
kemungkinan organ di luar saluran cerna sebagai penyebab
muntah.
4. Bila tidak ditemukan kelainan organ, perlu dipikirkan faktor
non-organik sebagai penyebab muntah.

Tata Laksana
1. Mencari penyebab muntah
2. Atasi keadaan dehidrasi dan kelainan metabolik yang terjadi
akibat muntah
3. Kelainan organik yang menyebabkan obstruksi saluran cerna
(parsial atau total) dikonsulkan ke bagian bedah untuk dilakukan
koreksi
4. Atasi infeksi yang ada
PROSEDUR 5. Muntah yang bukan disebabkan oleh kelainan organik:
 Umumnya akan berhenti dalam waktu 6-24 jam tanpa
pemberian obat anti muntah.
 Obat anti muntah diberikan kepada kasus dengan muntah
berlebihan yang dikhawatirkan akan mengganggu
keseimbangan cairan dan elektrolit.
6. Obat anti muntah : domperidon 0,25 mg/kg BB diberikan 3 kali
sehari.
7. Penjelasan kepada orangtua cara memberikan minum yang benar
kepada bayinya.

Pencegahan dan Pendidikan


1. Anak diistirahatkan (sebaiknya ditempat tidur) sampai merasa
lebih enak.
2. Minuman diberikan dengan menggunakan sendok, sedikit demi
sedikit yang dinaikkan secara bertahap setiap 15 menit.
3. Dapat diberikan minuman manis seperti jus (kecuali jeruk dan
anggur karena terlalu asam) sirup, atau madu (umur diatas 1
tahun)

9
4. Hindarkan makanan padat selama 6 jam
5. Berikan rasa nyaman (turunkan suhu tubuh)
6. Hindarkan aktivitas berlebihan setelah makan.

BPK- RSUZA Dr.ZAINOEL ABIDIN


JL. T.DAUD BEURUEH NO. 108 GASTROENTERO-HEPATOLOGI
BANDA ACEH
PERDARAHAN SALURAN CERNA ATAS
NO. NO.REVISI Halaman
DOKUMEN Dari….(total hal)

Di Tetapkan oleh:
Direktur BPK RSUZA Dr.Zainoel Abidin
Prosedur Standar Operasional Nanggroe Aceh Darussalam

Tanggal Terbit
Dr. Taufik Mahdi,SpOG
Pembina Tingkat I /IV b
Nip. 140 201 743
Perdarahan saluran cerna atas adalah perdarahan yang
berasal dari bagian proksimal ligamentum Treitz dengan
manifestasi klinik berupa hematemesis dan melena.
PENGERTIAN / DIFINISI Hematemesis adalah muntah yang mengandung darah
berwarna merah terang atau kehitaman akibat proses
denaturasi, sedangkan melena adalah pendarahan saliran
cerna atas yang keluar melalui rektum dan berwarna
kehitaman atau seperti ter. Pada perdarahan saluran cerna
atas masif, darah yang keluar melalui rektum dapat
berwarna merah terang (hematokesia) akibat waktu singgah
yang cepat di dalam saluran cerna.

Prosedur ini sebagai panduan untuk petugas dalam


TUJUAN penanganan terhadap kasus Perdarahan saluran cerna atas
pada anak.
RUANG LINGKUP Gastroentero-hepatologi Anak
UNIT TERKAIT  Darah kadar hemoglobin hematokrit, gambar darah tepi
fungsi hati dan ginjal, glukosa darah, masa protrombin
dan tromboplastin parsial.
 Pipa nasogastrik
 Uji Apt Downey; uji ini dilakukan untuk menentukan
apakah sel darah merah yang terdapat pada cairan aspirat
lambung atau tinja berasal dari bayi atau orang dewasa.
Uji ini tidak dapat dilakukan pada darah yang telah
didenaturisasi karena pada keadaan tersebut hemoglobin
–oksi telah berubah menjadi hematin yang akan terbaca
sebagai hemoglobin orang dewasa.
 Foto polos perut dan barium
 Foto rontgen toraks dan abdomen diperlukan untuk
melihat kemungkinan adanya hiatus hernia, volvulus atau
malrotasi lambung pada bayi. Untuk melihat lebih jelas
kelainan tersebut dapat dilakukan pemeriksaan minum
barium tetapi pemeriksaan minum barium kurang sensitif
untuk melihat proses inflamasi.

10
 Endoskopi
o Indikasi hematemesis, melena, darah pada cairan aspirat
lambung dan perdarahan rektal masif
o Dapat melihat kelainan secara langsung
o Pada melena, endoskopi harus dilakukan sebagai
pemeriksaan penunjang pilihan pertama meskipun tidak
ditemukan darah pada aspirat lambung.
 Skintigrafi
 Bleeding scan.
 Angiografi.
 Eksplorasi laparatomi. Apabila dengan pemeriksaan
diatas sumber perdarahan tetap tidak dapat ditentukan
maka dilakukan eksplorasi laparatomi yang merupakan
pilihan terakhir yang diharapkan dapat menjelaskan
sumber perdarahan.

Residen Anak
PENANGGUNG JAWAB Dr.Umum
Dr.Spesialis Anak
1. PP No. 102 tahun 2000
KEBIJAKAN 2. KepMen RI No. 1333 tahun 1999.
3. Standar Pelayanan Medis Gastroenterologi

Kriteria Diagnosis
1. Pastikan adanya perdarahan saluran cerna atas
 Hematemesis dan atau melena
 Evaluasi kemungkinan adanya perdarahan yang berasal dari luar
saluran cerna (hidung, tenggorokan, gigi, gusi, atau nasofaring)
PROSEDUR atau beberapa zat (besi, bismut, zat pewarna makanan , daun
bayam, buah anggur, dan coklat).
2. Perkirakan jumlah dan karakteristik perdarahan
 Hematemesis bewarna merah terang menunjukkan perdarahan
masif
 Hematemesis berwarna kehitaman (coffee ground) menunjukkan
perdarahan yang berlangsung lambat.
 Melena menunjukkan telah terjadi perdarahan lebih dari 2%
volume darah.
 Hematokesia dapat sebagai petunjuk telah terjadi perdarahan
saluran cerna atas masif.
3. Awitan perdarahan (akut atau kronis)
 Hematemesis paling sering terjadi pada perdarahan akut
 Melena berulang dengan atau tanpa anemia dapat terjadi pada
perdarahan kronis.
4. Apakah perdarahan masih berlangsung?
 Pemantauan frekuensi denyut nadi tekanan darah, dan frekuensi
napas secara berkala (setiap 15 menit) merupakan hal yang
penting untuk memastikan apakah perdarahan masih
berlangsung atau tidak.

Terapi
 Atasi keadaan syok, anemia, gangguan koagulasi yang terjadi
 Pemberian cairan parental
 Kelainan mukosa (esofagitis, gastritis, Duodenitis)
Meskipun dapat menyebabkan perdarahan masif, kelainan

11
mukosa biasanya akan swasima atau hanya membutuhkan terapi
medikamentosa.
 Ranitidin 2-3 mg/kg/hari, diberikan 2 kali sehari
 Pada esofagitis, berat dan ulkus peptikum: Omeprazole 0,6-3
mg/kg/hari, diberikan 1 kali sehari.

BPK- RSUZA Dr.ZAINOEL ABIDIN


JL. T.DAUD BEURUEH NO. 108 GASTROENTERO-HEPATOLOGI
BANDA ACEH
SAKIT PERUT BERULANG

NO. NO.REVISI Halaman


DOKUMEN Dari….(total hal)

Di Tetapkan oleh:
Direktur BPK RSUZA Dr.Zainoel Abidin
Prosedur Standar Operasional Nanggroe Aceh Darussalam

Tanggal Terbit
Dr. Taufik Mahdi,SpOG
Pembina Tingkat I /IV b
Nip. 140 201 743
Sakit perut berulang (SPB) menurut Apley adalah serangan
sakit perut yang timbul sekurang-kurangnya tiga kali dalam
PENGERTIAN / DIFINISI
jangka waktu tiga bulan berturut-turut dan mengakibatkan
terganggunya aktiitas sehari-hari. Gangguan ini dapat
terjadi setiap hari atau timbul secara episodik. SPB sebagian
besar terhadi pada usia 4 – 14 tahun dengan frekuensi
tertinggi pada usia 5-10 tahun. Anak perempuan lebih
sering menderita dibandingkan laki-laki (perempuan : lelaki
= 5 : 3).
Prosedur ini sebagai panduan untuk petugas dalam
TUJUAN
penanganan terhadap kasus Sakit perut berulang pada anak.
RUANG LINGKUP Gastroentero-hepatologi Anak
UNIT TERKAIT  Darah tepi lengkap
 Laju endap darah
 Biokimia darah (umum, kreatinin, transaminase, kolesterol,
trigliserid, protein total, kalsium dan fosfor)
 Biakan urin dan tinja (termasuk parasit)
 Uji serologis untuk Helicobater pylori
 Foto polos abdomen
 Uji hidrogen napas dengan laktosa
 Amilase urin dan darah
 Test benzidin
 Gastroskopi
 Enema barium

12
 Voiding cystourethrogram
 EEG
 Profirin dalam darah dan urin
 Kolonoskopi
 CT scan abdomen, dsb
Residen Anak
PENANGGUNG JAWAB Dr.Umum
Dr.Spesialis Anak
1. PP No. 102 tahun 2000
KEBIJAKAN 2. KepMen RI No. 1333 tahun 1999.
3. Standar Pelayanan Medis Gastroenterologi

Tabel. Gejala klinis SPB yang klasik


 Paroksismal
 Daerah umbilikus atau suprapubis
 Nyeri berlangsung < 1 jam
 Nyeri tak menjalar, kram atau tajam, tak membangunkan anak malam hari
PROSEDUR  Nyeri tak berhubungan dengan makanan, aktivitas, kebiasaan b a b
 Menganggu aktivitas
 Diantara 2 episode terdapat masa bebas gejala
 Pemeriksaan fisik (N) kecuali kadang-kadang sakit perut di kiri bawah
 Nilai laboratorium (N)

Tabel. Alarm symptoms SPB dengan penyebab kelainan organik


 Nyeri terlokalisir, jauh dari umbilikus
 Nyeri menjalar (punggung, bahu, ekstremitas bawah
 Terdapat gangguan tumbuh kembang
 Nyeri sampai membangunkan anak pada malam hari
 Terdapat gejala sistematik demam
 Nyeri timbul tiba-tiba nafsu makan menurun
 Disertai muntah berulang terutama muntah kehijauan
 Terdapat pada usia < 4 tahun
 Disertai gangguan motilitas (diare, obstipasi, inkontinensia)
 Terdapat organomegali
 Disertai perdarahan saluran cerna
 Terdapat sendi bengkak kemerahan
 Terdapat dysuria dan hangat
 Berhubungan dengan menstruasi
 Kelainan rektal, fisura, ulserasi.

Terapi
 Pengobatan diberikan sesuai etiologi
 Pada SPB fungsional pengobatan ditujukan kepada penderita dan keluarga bukan
hanya mengobati gejala
 Tujuan pengobatan adalah memberikan rasa aman serta edukasi kepada penderita dan
keluarga sehingga kehidupan keluarga menjadi normal kembali dan dapat mengatasi
rasa sakit sehingga efeknya terhadap keaktifan sehari-hari dapat seminimal mungkin.
Kadang-kadang diperlukan obat seperti ke psikolog atau psikiater anak. Pemberian
obat seperti antispasmodik anticholinergik, antikonvulsan dan anti-depresan tidak
bermanfaat.

13
BPK- RSUZA Dr.ZAINOEL ABIDIN
JL. T.DAUD BEURUEH NO. 108 GASTROENTERO-HEPATOLOGI
BANDA ACEH
KOLESTASIS PADA BAYI

NO. NO.REVISI Halaman


DOKUMEN Dari….(total hal)

Di Tetapkan oleh:
Direktur BPK RSUZA Dr.Zainoel Abidin
Prosedur Standar Operasional Nanggroe Aceh Darussalam

Tanggal Terbit
Dr. Taufik Mahdi,SpOG
Pembina Tingkat I /IV b
Nip. 140 201 743
Kolestasis adalah hambatan aliran empedu yang
menyebabkan terganggunya sekresi berbagai subtansi yang
seharusnya dieksresikan ke duodenum sehingga bahan-
bahan tersebut tertahan di dalam hati dan menimbulkan
PENGERTIAN / DIFINISI
kerusakan hepatosit. Angka kejadian kolestasis pada bayi
ini dilaporkan dapat mencapai 1 dari 2500 kelahiran hidup.
Pada bayi manifestasi klinis tampak dalam 3 bulan pertama.
Secara klinis bayi terlihat kuning dan parameter yang paling
banyak, mudah serta praktis untuk digunakan sebagai
kriteria diagnosis adalah peningkatan kadar bilirubin direk
serum: > 1,5 mg/dl (tanpa peningkatan bilirubin indirek)
atau 15% dan bitirubin total yang meningkat.

Prosedur ini sebagai panduan untuk petugas dalam


TUJUAN
penanganan terhadap kasus Kolestasis pada bayi.
RUANG LINGKUP Gastroentero-hepatologi Anak
UNIT TERKAIT  Darah tepi lengkap, gambaran hapusan darah tepi.
 Biokimia darah: bilirubin direk dan indirek, ALT
(SGPT), AST trigliserida, gula darah puasa, ureum,
kreatinia.
 Urin: rutin (lekosit, bilirubin, urobilinogen, reduksi) dan
kultur urin.
 Tinja: 3 porsi (dilihat warna tinja pad 3 periode dalam 24

14
jam)
 Pemeriksaan etiologi infeksi:TORCH (toksoplasma,
rubella, CMV, herpes simpleks), hepatitis virus B/C
 Pencitraan:
o USG 2 fase (puasa 4-6 jam dan sesudah minum)
o USG Doppler bila sudah sirosis
o Untuk kasus tertentu mungkin diperlukan pemeriksaan,
skintigrafi, CT scan, MRI kolangiografi
 Biopsi hati: pada evaluasi tersangka atresia bilier dan
untuk mencari etiologi kolestasis intrahepatik yang tidak
dapat ditentukan dengan cara yang non-invasif.

Residen Anak
PENANGGUNG JAWAB Dr.Umum
Dr.Spesialis Anak
1. PP No. 102 tahun 2000
KEBIJAKAN 2. KepMen RI No. 1333 tahun 1999.
3. Standar Pelayanan Medis Gastroenterologi

Kriteria Diagnosis
 Sindrom kolestasis : ikterus, urin berwarna gelap, tinja berwarna
pucat sampai akolik
 Gejala penyakit yang mendasarinya
 Gejala sekuele kolestasis kronis : steatore, gagal tumbuh, pruritus,
xantelasma, koagulopati, kulit tebal, degenerasi neuromuskular,
fraktur patologis, asistes.

Tata Laksana
Terapi Etiologik
 Terapi medikamentosa untuk kolestasis intrahepatik yang dapat
diketahui penyebabnya.
 Operasi untuk kolestasis ekstrahepatik.
Terapi Suportif
 Stimulasi aliran empedu asam ursodeosiklat 10-20 mg/kg dalam
2-3 dosis
 Nutrisi diberikan untuk menunjang pertumbuhan optimal
(kebutuhan kalori umumnya dapat mencapai 130-150%
kebutuhan bayi normal) dan mengandung lemak rantai sedang
PROSEDUR (Medium chain trigliseride-MCT).
 Vitamin yang larut dalam lemak
o A : 5000 – 25.000 IU
o D : calcitrial 0,05-0,2 ug/kg/hari
o E : 25-200IU/kg/hari
o K1 : 2,5-5 mg: 2-7 x/minggu
 Mineral dan trace element: Ca, P, Mn, Zn, Se, Fe
 Terapi komplikasi lain misalnya:
o Hiperlipidemia/xantelasma: obat HMG-con reductanse
inhibitor contohnya kolestipol, simvastatin.
o Pruritis salah satu dibawah ini:
 Antihistamin : difenhidramin 5 -10 mg/kg/hari,
hidroksisin 2-5 mg/kg/hari
 Rifampisin 10 mg/kg/hari
 Kolestiramin 0,25-0,5g/kg/hari

15
16

You might also like