Professional Documents
Culture Documents
Minpro RW 4 Fixed Lansia
Minpro RW 4 Fixed Lansia
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan kasih karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan mini
project “Upaya dalam meningkatkan cakupan lansia terbina di Posyandu Lansia di
Wilayah RW 04 Kelurahan Cakung Barat Jakarta Timur, DKI Jakarta.”
Melalui kesempatan ini pula, penulis mengucapkan terima kasih kepada
kedua orangtua yang senantiasa mendoakan dan memberikan dukungan, juga pada
semua pihak yang telah banyak berjasa dalam memberikan bantuan baik ilmu,
pengalaman dan pelajaran, teristimewa kepada :
1. Pendamping dokter internsip, dr. Santi Rosamarlia
2. Kepala Puskesmas Kelurahan Cakung Barat, dr Istika Rahma
3. Pemegang program posyandu, Ns. Fitri Hidayati S.kep
4. Para staf pegawai Puskesmas Kecamatan Cakung dan
Puskesmas Kelurahan Cakung Barat
5. Dokter-Dokter KPLDH : dr. Siswati, dr. Natalie, dr. Agty.
6. Ibu Asanih dan kader posyandu lansia RW 04 lainnya
7. Dokter-dokter internsip : dr. Adit, dr. Alit, dr.Arif, dr. Elisa, dr.
Juli dan dr. Kartika
Penulis menyadari bahwa miniproject ini masih jauh dari sempurna, dan
memiliki kelemahan dan keterbatasan. Oleh karena itu kritik dan saran yang
sifatnya membangun dalam rangka penyempurnaan miniproject ini.
Semoga miniproject ini dapat bermanfaat bagi kita semua
2
DAFTAR ISI
3
DAFTAR TABEL
4
DAFTAR GAMBAR
5
DAFTAR LAMPIRAN
6
BAB I
PENDAHULUAN
7
mendapat perhatian adalah mereka yang tinggal sendirian dalam satu rumah,atau
rumah tangga tunggal lansia. Sebanyak 9,66 persen lansia tinggal sendirian dan
harus memenuhi kebutuhan makan, kesehatan, dan sosialnya secara mandiri
(Badan Pusat Statistik, 2015).
Jumlah lansia di Jakarta sebanyak 441.031 orang, terdiri dari 208.948 pria
dan 232.083 wanita. Jumlah lansia di Jakarta timur sebanyak 115.134 orang,
terdiri dari 56.347 orang laki-laki dan 58.787 orang wanita. Lansia di Cakung
terdiri dari 6.893 pria dan 5.725 wanita. Jumlah lansia di Cakung Barat sebanyak
1.252 orang, terdiri dari 649 pria dan 603 wanita (Dinas kependudukan, 2016).
Indonesia termasuk negara berstruktur tua, hal ini dapat dilihat dari
persentase penduduk lansia tahun 2008, 2009 dan 2012 telah mencapai di atas 7%
dari keseluruhan penduduk. Struktur penduduk yang menua tersebut merupakan
salah satu indikator keberhasilan pencapaian pembangunan manusia secara global
dan nasional (Kemenkes, 2016)
Pusat Pelayanan Terpadu (Posyandu) lansia adalah wadah pelayanan
kesehatan masyarakat untuk melayani lansiadengan fokus utama upaya preventif
dan promotif. Posyandu Lansia juga memberikan pelayanan sosial, agama,
pendidikan, keterampilan, olah raga, seni budaya, dan pelayanan lain yang
dibutuhkan lansia untuk meningkatkan kesejahteraan hidup (Kemenkes, 2014).
Tantangan yang dihadapi dalam peningkatan kesejahteraan lansia adalah
penyakit degeneratif yang semakin banyak dan perlu biaya banyak, masih
kurangnya generasi muda untuk menjadi lansia sehat dan anggapan masyarakat
bahwa lansia identik dengan penyakit dan ketidaberdayaan (Kemenkes, 2014).
Menurut Permenkes no 43 tentang standar pelayanan, target capaian
kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam upaya skrining kesehatan
sesuai standar pada warga negara usia 60 tahun ke atas di wilayah kerjanya adalah
100 persen. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota harus mempunyai strategi untuk
menjangkau seluruh warga negara usia 60 tahun ke atas agar seluruhnya dapat
memperoleh pelayanan skrining sesuai standar setahun sekali (Permenkes no 43
tahun 2016).
8
Namun, dalam kenyataannya, lansia yang datang ke posyandu hanya
sedikit sehingga tidak seluruhnya dapat dicek kesehatannya dan dilakukan
screening. Melalui kuisioner yang disebar, beberapa alasan tidak datangnya lansia
ke posyandu lansia karena ingin diadakan pengobatan, lokasi posyandu yang jauh
dari rumah, lebih sering berobat ke puskesmas atau dokter terdekat dan tidak ada
yang mengantar.
1.3 Tujuan
1. Melakukan identifikasi masalah yang mempengaruhi rendahnya
kunjungan posyandu lansia.
2. Meningkatkan kemandirian lansia melalui deteksi dini penyakit yang
dimiliki.
3. Mencetuskan dibentuknya prolanis di tiap RW sehingga bisa diadakan
pengobatan.
1.4 Manfaat
Manfaat untuk Puskesmas
1. Meningkatkan optimalisasi dan cakupan lansia di wiayah kerja
Puskesmas Kelurahan Cakung Barat.
2. Mayoritas lanjut usia dapat ter-screening di wilayah kerja
Puskesmas Kelurahan Cakung Barat.
3. Laporan ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan pembelajaran
dan memberi masukan kepada pihak Puskesmas Kelurahan Cakung
Barat.
9
1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya
posyandu lansia
2. Merubah stigma lansia yang hanya menjadi beban dan
ketidakberdayaan sedikit demi sedikit.
3. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk lebih peduli pada
lansia.
4. Meningkatkan kemandiran lansia melalui peningkatan kesehatan.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
11
c. Usia sangat tua (very old) diatas usia 90 tahun
12
ii. penyakit jantung koroner,
iii. gagal jantung
c. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem neurologi,
antara lain:
i. parese,
ii. cerebral palsy
d. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem
muskuloskeletal, antara lain:
i. fraktur,
ii. dislokasi,
iii. osteoarthritis,
iv. rheumatoid arthritis,
v. gout arthritis,
vi. osteoporosis,
e. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem endokrin,
antara lain: diabetes mellitus
f. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem pancaindera,
antara lain:
i. katarak,
ii. glaukoma,
iii. presbiakusis
g. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem pencernaan,
antara lain:
i. gingivitis,
ii. gastritis,
iii. hemoroid,
iv. konstipasi
h. Lansia dengan masalah kesehatan pada sistem reproduksi dan
saluran urinarius, antara lain:
i. menepouse,
ii. benign prostate hyperplasia,
iii. inkontinensia uri,
iv. inkontinensia alvi
i. Lansia dengan masalah kesehatan jiwa, antara lain: demensia.
2.1.4.1 Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan di
pembuluh darah meningkat secara kronis. Hal tersebut dapat
terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa darah
untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh. Jika
13
dibiarkan, penyakit ini dapat mengganggu fungsi organ-organ
lain, terutama organ-organ vital seperti jantung dan ginjal.
Hipertensi sering dihubungkan dengan pengerasan dan
hilangnya elastisitas dinding arteri. Tahanan vaskular perifer
meningkat dalam pembuluh darah yang keras dan tidak elastis.
Hal ini bisa dipengaruhi oleh faktor umur. Pada lanjut usia
terjadi perubahan struktur dan fungsi pembuluh darah, yaitu
sifat elastisitas pembuluh darah menjadi berkurang dan
terjadinya kekakuan pada dinding pembuluh darah arteri,
sehingga pengembangan pembuluh darah menjadi terganggu
(Potter&Perry, 2005).
Didefinisikan sebagai hipertensi apabila pernah
didiagnosis menderita hipertensi/penyakit tekanan darah tinggi
oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/bidan) atau belum
pernah didiagnosis menderita hipertensi tetapi saat
diwawancara sedang minum obat medis untuk tekaan darah
tinggi (Riskesdas, 2013). Kriteria hipertensi yang digunakan
merujuk pada kriteria diagnosis JNC VII, yaitu hasil
pengukuran tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan
darah diastolik ≥90 mmHg. Kriteria JNC VII berlaku untuk
umur ≥18 tahun. Adapun klasifikasi JNC VII adalah sebagai
berikut :
14
Hipertensi derajat 2 ≥160 atau ≥100
15
Gambar 2.1. Diagnosa Diabetes Melitus
2.1.4.3 Hiperurisemia
Hiperurisemia adalah keadaan di mana terjadi peningkatan
kadar asam urat darah di atas normal. Hiperurisemia dapat terjadi
karena peningkatan metabolisme asam urat, penurunan pengeluaran
asam urat urin atau gabungan dari keduanya (Sudoyo,2009).
16
Peningkatan kadar asam urat (hiperurisemia) dapat mengakibatkan
gangguan pada tubuh manusia seperti perasaan linu-linu di daerah
persendian dan sering disertai timbulnya rasa nyeri (Andry,2009).
Hiperurisemia yang berkepanjangan dapat menyebabkan
terjadinya gout. Gout merupakan penyakit akibat adanya
penumpukan kristal monosodium urat pada jaringan akibat
peningkatan kadar asam urat (Sudoyo,2009).
Tabel 2.2. Kadar Asam Urat Normal
2.1.4.4 Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia adalah suatu kondisi dimana
meningkatnya konsentrasi kolesterol dalam darah yang melebihi
nilai normal (Guyton & Hall, 2008). Kolesterol telah terbukti
mengganggu dan mengubah struktur pembuluh darah yang
mengakibatkan gangguan fungsi endotel yang menyebabkan lesi,
plak, oklusi, dan emboli. Selain itu juga kolesterol diduga
bertanggung jawab atas peningkatan stress oksidatif (Stapleton et
al., 2010).
Kolesterol yang berada dalam zat makanan yang kita
makan akan dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah yang
berakibat hiperkolesterolemia (Soeharto, 2004). Salah satu penyakit
tersering yang disebabkan oleh meningkatnya kadar kolesterol
dalam darah adalah aterosklerosis (Guyton & Hall, 2008).
17
Tabel 2.3. Kadar Kolesterol Normal
2.1.4.5 Demensia
Definisi demensia menurut WHO adalah sindrom
neurodegeneratif yang timbul karena adanya kelainan yang bersifat
kronis dan progesifitas disertai dengan gangguan fungsi luhur
multiple seperti kalkulasi, kapasitas belajar, bahasa, dan mengambil
keputusan. Kesadaran pada demensia tidak terganggu. Gangguan
fungsi kognitif biasanya disertai dengan perburukan kontrol emosi,
perilaku, dan motivasi (WHO, 2012).
Menurut International Classification of Diseases 10 ( ICD
10 ). Penurunan memori yang paling jelas terjadi pada saat belajar
informasi baru, meskipun dalam. Pada kasus yang lebih parah
memori tentang informasi yang pernah dipelajari juga mengalami
penurun. Penurunan terjadi pada materi verbal dan non verbal.
Penurunan ini juga harus didapatkan secara objektif dengan
mendapatkan informasi dari orang – orang yang sering
bersamanya, atau pun dari tes neuropsikologi atau pengukuran
18
status kognitif. Tingkat keparahan penurunan dinilai sebagai
berikut (WHO, 2013) :
Mild, tingkat kehilangan memori yang cukup mengganggu
aktivitas sehari-hari, meskipun tidak begitu parah, tapi tidak dapat
hidup mandiri. Fungsi utama yang terkena adalah sulit untuk
mempelajari hal baru.
Moderat, derajat kehilangan memori merupakan hambatan
serius untuk hidup mandiri. Hanya hal – hal yang sangat penting
yang masih dapat diingat. Informasi baru disimpan hanya sesekali
dan sangat singkat. Individu tidak dapat mengingat informasi dasar
tentang di mana dia tinggal, apa telah dilakukan belakangan ini,
atau nama-nama orang yang akrab.
Severe, derajat kehilangan memori ditandai oleh
ketidakmampuan lengkap untuk menyimpan informasi baru. Hanya
beberapa informasi yang dipelajari sebelumnya yang menetetap.
Individu tersebut gagal untuk mengenali bahkan kerabat dekatnya.
Penurunan kemampuan kognitif lain ditandai dengan
penurunan penilaian dan berpikir, seperti perencanaan dan
pengorganisasian, dan dalam pengolahan informasi secara umum.
Tingkat keparahan penurunan, harus dinilai sebagai berikut.
Mild, penurunan kemampuan kognitif menyebabkan
penurunan kinerja dalam kehidupan sehari-hari, tetapi tidak pada
tingkat ketergantungan individu tersebut pada orang lain. Tidak dapat
melakukan tugas sehari-hari yang lebih rumit atau kegiatan rekreasi.
Moderat, penurunan kemampuan kognitif membuat individu
tidak dapat melakukan aktivitasnya tanpa bantuan orang lain dalam
kehidupan sehari-hari, termasuk belanja dan penanganan kebutuhan
sehari - hari. Dalam rumah, hanya tugas – tugas sederhana yang
dipertahankan. Kegiatan semakin terbatas dan keadaan buruk
dipertahankan.
19
Severe, penurunan ini ditandai dengan ada atau tidak adanya
pemikiran yang dapat dimenerti. Hal – hal tersebut tadi ada minimal 6
bulan baru dapat dikatakan dementia.
Tingkat keparahan keseluruhan demensia dinyatakan melalui
tingkat penurunan memori atau kemampuan kognitif lainnya, dan
bagian mana yang mengalami penurunan yang lebih parah (misalnya
ringan pada memori dan penurunan moderat dalam kemampuan
kognitif menunjukkan demensia keparahan moderat) (WHO, 2013).
Mini Mental State Examination (MMSE) adalah salah satu
alat yang paling umum untuk pemeriksaan penurunan kognitif pada
dewasa tua dan lanjut usia. MMSE dikembangkan untuk
membedakan antara lanjut usia dengan atau tanpa gangguan
neuropsikiatri awal dalam proses penyakit. Dengan mengetahui lebih
awal gangguan neuropsikiatri orang tersebut maka dapat
meningkatkan waktu pengobatan farmakologis dan non farmakologis
untuk menunda terjadinya gangguan neuropsikiatri tersebut terutama
gangguan kognitif. Hal ini juga digunakan selama masa tindakan
pada pasien yang menderita gangguan kognitif untuk menilai
perkembangan penyakit (WHO, 2013).
Nilai maksimal untuk MMSE adalah 30. Sedangkan untuk
range penilaian MMSE sebagai berikut (WHO, 2013) :
Baik / normal : 25 – 30,
Gangguan kognitif ringan : 21 – 24,
Gangguan kognitif sedang : 10 – 20,
Gangguan kognitif berat : < 10 .
20
delirium), Incontinence (inkontinensia urin dan alvi), Isolation
(depresi), Impotence (impotensi), Immuno-deficiency (penurunan
imunitas), Infection (infeksi), Inanition (malnutrisi),
Impaction(konstipasi), Insomnia (gangguan tidur), Iatrogenic
disorder (gangguan iatrogenic) dan Impairement of hearing, vision
and smell (gangguan pendengaran, penglihatan dan penciuman)
(Setiati dkk., 2006).
a.Imobilisasi
Didefinisikan sebagai keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3
hari atau lebih, dengan gerak anatomi tubuh menghilang akibat
perubahan fungsi fisiologis. Berbagai faktor fisik, psikologis, dan
lingkungan dapat menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut.
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah,
kekakuan otot, ketidak seimbangan, dan masalah psikologis.
Beberapa informasi penting meliputi lamanya menderita disabilitas
yang menyebabkan imobilisasi, penyakit yang mempengaruhi
kemampuan mobilisasi, dan pemakaian obat-obatan untuk
mengeliminasi masalah iatrogenesis yang menyebabkan imobilisasi.
b. Instability (Instabilitas dan Jatuh)
Terdapat banyak faktor yang berperan untuk terjadinya instabilitas
dan jatuh pada orang usia lanjut. Berbagai faktor tersebut dapat
diklasifikasikan sebagai factor intrinsik (faktor risiko yang ada pada
pasien) dan faktor risiko ekstrinsik (faktor yang terdapat di
lingkungan). Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah
instabilitas dan riwayat jatuh adalah: mengobati berbagai kondisi
yang mendasari instabilitas dan jatuh, memberikan terapi fisik dan
penyuluhan berupa latihan cara berjalan, penguatan otot, alat bantu,
sepatu atau sandal yang sesuai, serta mengubah lingkungan agar
lebih aman seperti pencahayaan yang cukup, pegangan, lantai yang
tidak licin (Kane et al., 2008; Cigolle et al., 2007).
c.Incontinence (Inkontinensia Urin dan Alvi)
21
Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak
dikehendaki dalam jumlah dan frekuensi tertentu sehingga
menimbulkan masalah sosial dan atau kesehatan. Inkontinensia urin
merupakan salah satu sindroma geriatrik yang sering dijumpai pada
usia lanjut. Diperkirakan satu dari tiga wanita dan 15-20% pria di
atas 65 tahun mengalami inkontinensia urin. Inkontinensia urin
merupakan fenomena yang tersembunyi, disebabkan oleh
keengganan pasien menyampaikannya kepada dokter dan di lain
pihak dokter jarang mendiskusikan hal ini kepada pasien (Kane et
al., 2008; Cigolle et al., 2007). International Consultation on
Incontinence , WHO mendefinisikan Faecal Incontinence sebagai
hilangnya tak sadar feses cair atau padat yang merupakan masalah
sosial atau higienis. Definisi lain menyatakan, Inkontinensia
alvi/fekal sebagai perjalanan spontan atau ketidakmampuan untuk
mengendalikan pembuangan feses melalui anus. Kejadian
inkontinensia alvi/fekal lebih jarang dibandingkan inkontinensia urin
(Kane et al., 2008).
d. Intelectual Impairement (Gangguan Intelektual Seperti
Demensia dan Delirium)
Keadaan yang terutama menyebabkan gangguan intelektual pada
pasien lanjut usia adalah delirium dan demensia. Demensia adalah
gangguan fungsi intelektual dan memori didapat yang disebabkan
oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan gangguan
tingkat kesadaran. Demensia tidak hanya masalah pada memori.
Demensia mencakup berkurangnya kemampuan untuk mengenal,
berpikir, menyimpan atau mengingat pengalaman yang lalu dan juga
kehilangan pola sentuh, pasien menjadi perasa, dan terganggunya
aktivitas (Geddes et al.,2005; Blazer et al., 2009).
e.Infection (infeksi)
Infeksi pada usia lanjut (usila) merupakan penyebab kesakitan dan
kematian no. 2 setelah penyakit kardiovaskular di dunia. Hal ini
22
terjadi akibat beberapa hal antara lain: adanya penyakit komorbid
kronik yang cukup banyak, menurunnya daya tahan/imunitas
terhadap infeksi, menurunnya daya komunikasi usia sehingga
sulit/jarang mengeluh, sulitnya mengenal tanda infeksi secara dini.
Ciri utama pada semua penyakit infeksi biasanya ditandai dengan
meningkatnya temperatur badan, dan hal ini sering tidak dijumpai
pada usia lanjut, 30-65% usia lanjut yang terinfeksi sering tidak
disertai peningkatan suhu badan, malah suhu badan dibawah 36 O C
lebih sering dijumpai. Keluhan dan gejala infeksi semakin tidak khas
antara lain berupa konfusi/delirium sampai koma, adanya penurunan
nafsu makan tiba-tiba, badan menjadi lemas, dan adanya perubahan
tingkah laku sering terjadi pada pasien usia lanjut (Kane et al .,
2008).
f. Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran,
penglihatan dan penciuman)
Gangguan pendengaran sangat umum ditemui pada geriatri.
Prevalensi gangguan pendengaran sedang atau berat meningkat dari
21% pada kelompok usia 70 tahun sampai 39% pada kelompok usia
85 tahun. Pada dasarnya, etiologi gangguan pendengaran sama untuk
semua umur, kecuali ditambah presbikusis untuk kelompok geriatri.
Otosklerosis biasanya ditemui pada usia dewasa muda, ditandai
dengan terjadinya remodeling tulang di kapsul otik menyebabkan
gangguan pendengaran konduktif, dan jika penyakit menyebar ke
telinga bagian dalam, juga dapat menimbulkan gangguan
sensorineural. Penyakit Ménière adalah penyakit telinga bagian
dalam yang menyebabkan gangguan pendengaran berfluktuasi,
tinnitus dan pusing. Gangguan pendengaran karena bising yang
disebabkan oleh energi akustik yang berlebihan yang menyebabkan
trauma permanen pada sel-sel rambut. Presbikusis sensorik yang
sering sekali ditemukan pada geriatri disebabkan oleh degenerasi dari
organ korti, dan ditandai gangguan pendengaran dengan frekuensi
23
tinggi. Pada pasien juga ditemui adanya gangguan pendengaran
sehingga sulit untuk diajak berkomunikasi. Penatalaksanaan untuk
gangguan pendengaran pada geriatric adalah dengan cara
memasangkan alat bantu dengar atau dengan tindakan bedah
berupa implantasi koklea (Salonen, 2013). Terapi pengobatan pada
pasien usia lanjut secara signifikan berbeda dari pasien pada usia
muda, karena adanya perubahan kondisi tubuh yang disebabkan oleh
usia, dan dampak yang timbul dari penggunaan obat-obatan yang
digunakan sebelumnya. Masalah polifarmasi pada pasien geriatri
sulit dihindari dikarenakan oleh berbagai hal yaitu penyakit yang
diderita banyak dan biasanya kronis, obat diresepkan oleh beberapa
dokter, kurang koordinasi dalam pengelolaan, gejala yang dirasakan
pasien tidak jelas, pasien meminta resep, dan untuk menghilangkan
efek samping obat justru ditambah obat baru. Karena itu diusulkan
prinsip pemberian obat yang benar pada pasien geriatri dengan cara
mengetahui riwayat pengobatan lengkap, jangan memberikan obat
sebelum waktunya, jangan menggunakan obat terlalu lama, kenali
obat yang digunakan, mulai dengan dosis rendah, naikkan perlahan-
lahan, obati sesuai patokan, beri dorongan supaya patuh berobat dan
hati- hati mengguakan obat baru (Setiati dkk.,2006).
g. Isolation (Depression)
Isolation (terisolasi) dan depresi, penyebab utama depresi pada usia
lanjut adalah kehilangan seseorang yan disayangi, pasangan hidup,
anak, bahkan binatang peliharaan. Selain itu kecenderungan untuk
menarik diri dari lingkungan, menyebabkan dirinya terisolasi dan
menjadi depresi. Keluarga yang mulai mengacuhkan karena merasa
direpotkan menyebabkan pasien akan merasa hidup sendiri dan
menjadi depresi. Beberapa orang dapat melakukan usaha bunuh diri
akibat depresi yang berkepajangan
h. Inanition (malnutrisi)
24
Kelemahan nutrisi merujuk pada hendaya yang terjadi pada usia
lanjut karena kehilangan berat badan fisiologis dan patologis yang
tidak disengaja. Anoreksia pada usia lanjut merupakan penurunan
fisiologis nafsu makan dan asupan makan yang menyebabkan
kehilangan berat badan yang tidak diinginkan (Kane et al ., 2008).
Pada pasien, kekurangan nutrisi disebabkan oleh keadaan pasien
dengan gangguan menelan, sehingga menurunkan nafsu makan
pasien.
i. Impecunity (kemiskinan)
Impecunity (kemiskinan), usia lansia dimana seseorang menjadi
kurang produktif (bukan tidak produktif) akibat penurunan
kemampuan fisik untuk beraktivitas. Usia pensiun dimana sebagian
dari lansia hanya mengandalkan hidup dari tunjangan hari tuanya.
Pada dasarnya seorang lansia masih dapat bekerja, hanya saja
intensitas dan beban kerjanya yang harus dikurangi sesuai dengan
kemampuannya, terbukti bahwa seseorang yang tetap menggunakan
otaknya hingga usia lanjut dengan bekerja, membaca, dsb., tidak
mudah menjadi “pikun” . Selain masalah finansial, pensiun juga
berarti kehilangan teman sejawat, berarti interaksi sosialpun
berkurang memudahakan seorang lansia mengalami depresi.
j. Iatrogenic
Iatrogenics (iatrogenesis), karakteristik yang khas dari pasien geriatri
yaitu multipatologik, seringkali menyebabkan pasien tersebut perlu
mengkonsumsi obat yang tidak sedikit jumlahnya. Akibat yang
ditimbulkan antara lain efek samping dan efek dari interaksi obat-
obat tersebut yang dapat mengancam jiwa. Pemberian obat pada
lansia haruslah sangat hati-hati dan rasional karena obat akan
dimetabolisme di hati sedangkan pada lansia terjadi penurunan
fungsi faal hati sehingga terkadang terjadi ikterus (kuning) akibat
obat. Selain penurunan faal hati juga terjadi penurunan faal ginjal
(jumlah glomerulus berkurang), dimana sebagaian besar obat
25
dikeluarkan melalui ginjal sehingga pada lansia sisa metabolisme
obat tidak dapat dikeluarkan dengan baik dan dapat berefek toksik.
k. Insomnia
Insomnia, dapat terjadi karena masalah-masalah dalam hidup yang
menyebabkan seorang lansia menjadi depresi. Selain itu beberapa
penyakit juga dapat menyebabkan insomnia seperti diabetes melitus
dan hiperaktivitas kelenjar thyroid, gangguan neurotransmitter di
otak juga dapat menyebabkan insomnia. Jam tidur yang sudah
berubah juga dapat menjadi penyebabnya.
l. Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh)
Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh) banyak hal
yang mempengaruhi penurunan sistem kekebalan tubuh pada usia
lanjut seperti atrofi thymus (kelenjar yang memproduksi sel-sel
limfosit T) meskipun tidak begitu bermakna (tampak bermakna pada
limfosit T CD8) karena limfosit T tetap terbentuk di jaringan limfoid
lainnya. Begitu juga dengan barrier infeksi pertama pada tubuh
seperti kulit dan mukosa yang menipis, refleks batuk dan bersin
-yang berfungsi mengeluarkan zat asing yang masuk ke saluran
nafas- yang melemah. Hal yang sama terjadi pada respon imun
terhadap antigen, penurunan jumlah antibodi. Segala mekanisme
tersebut berakibat terhadap rentannya seseorang terhadap agen-agen
penyebab infeksi, sehingga penyakit infeksi menempati porsi besar
pada pasien lansia.
m. Impotence
Impotency (Impotensi), ketidakmampuan melakukan aktivitas
seksual pada usia lanjut terutama disebabkan oleh gangguan organik
seperti gangguan hormon, syaraf, dan pembuluh darah. Ereksi terjadi
karena terisinya penis dengan darah sehingga membesar, pada
gangguan vaskuler seperti sumbatan plak aterosklerosis (juga terjadi
pada perokok) dapat menyumbat aliran darah sehingga penis tidak
dapat ereksi. Penyebab lainnya adalah depresi.
26
n. Irritable bowel
Irritable bowel (usus besar yang sensitif -mudah terangsang-)
sehingga menyebabkan diare atau konstipasi/ impaksi (sembelit).
Penyebabnya tidak jelas, tetapi pada beberapa kasus ditemukan
gangguan pada otot polos usus besar, penyeab lain yang mungkin
adalah gangguan syaraf sensorik usus, gangguan system syaraf pusat,
gangguan psikologis, stres, fermentasi gas yang dapat merangsang
syaraf, kolitis.
27
2. Meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan lansia, khususnya
aspek peningkatan dan pencegahan tanpa mengabaikan aspek
pengobatan dan pemulihan
3. Perkembangan Posyandu Lansia yang aktif melaksanakan
kegiatan dengan kualitas yang baik secara berkesinambungan
(Depkes RI, 2003).
28
a. Keluarga dimana lansia berada,
b. Organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan lansia
dan masyarakat luas
29
a) Lansia menuju meja 1 untuk dilakukan
pencatatan/registrasi
b) Registrasi dilakukan oleh kader, bagian dari registrasi
antara lain : nomor urut, nomor register, nama, jenis kelamin,
umur, alamat lansia, lansia diberikan kartu status kesehatan yang
sudah berisi identitas lansia. Lansia menuju meja 2 untuk
dilakukan pemeriksaan
30
c) Di informasikan kepada lansia akan ketidakmandiriannya di bidang
tertentu untuk selanjutnya diberikan HE(Health Education) untuk
memenuhi kebutuhan tersebut
d) Lansia menuju meja ke 4 untuk dilakukan penyuluhan dan pemberian
makanan tambahan sambil tetap membawa kartu status kesehatan dan
KMS.
31
5. Meja 5 : Pelayanan Kesehatan (Pengobatan) lansia
a) Lansia menuju meja 5 untuk diberikan pengobatan dengan
menunjukkan kartu status kesehatannya kepada dokter/petugas
b) Dokter/petugas memberikan obat sesuai dengan keluhan lansia
c) Kartu status kesehatan lansia disimpan oleh petugas sebagai data
simpanan, sedangkan KMS dibawa oleh lansia.
2.1.7 Pengorganisasian Posyandu Lansia
Kedudukan posyandu sebagai suatu bentuk peran serta
masyarakat yang diselenggarakan oleh swadaya masyarakat
lainnya dengan bantuan teknis dari puskesmas, pemerintah daerah,
organisasi sosial, dinas pendidikan, pertanianan, agama dan
Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD). Sebagai kegiatan
swadaya masyarakat yang semula dikenal kegiatan Pembangunan
Masyarakat Desa (Depkes RI, 2003).
Mengingat kegiatan posyandu merupakan kegiatan warga
masyarakat setempat, maka yang menjadi tugas dari kader,
pemimpin kader dan pemuka masyarakat untuk menumbuhkan
kesadaran semua warga agar menyadari bahwa posyandu adalah
milik warga, pemerintah khususnya petugas kesehatan hanya
berperan membantu, di Indonesia dana digunakan untuk
pelaksanaan posyandu lansia dari dan oleh masyarakat (Azwar,
2002). Penyelenggaraan kegiatan posyandu itu sendiri adalah kader
dan koordinator kader yang telah mendapatkan pelatihan
tehnis.Pada prinsipnya pelatihan dilaksanakan untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan sikap individu, tim dan organisasi
(Depkes RI, 2005).
32
a. Meningkatkan sosialisasi masyarakat lansia dengan
berkembangnya jumlah organisasi masyarakat lansia
dengan berbagai aktivitas pengembangannya.
b. Berkembangnya jumlah lembaga pemerintah/swasta
yang memberikan pelayanan kesehatan bagi lansia
c. Berkembangnya jenis pelayanan kesehatan pada
lembaga
d. Berkembangnya jangkauan pelayanan kesehatan bagi
lansia
e. Penurunan angka kesakitan dan kematian akibat
penyakit pada lansia antara lain : hipertensi, diabetes
mellitus, penyakit jantung dan lain-lain baik dirumah
maupun di puskesmas.
33
dan fasilitas kesehatan yng memadai, serta infrastrusktur
komunikasi dan transportasi yang belum dikembangkan secara
memadai (Notoatmodjo, 2007).
34
BAB III
35
ha; lain-lain 1.291 ha. Secara administratif Kecamatan Cakung terdiri 7
Kelurahan, 84 RW, 951 RT, 532.589 jiwa penduduk, dan 130.554 KK (Kepala
Keluarga). Kecamatan Cakung terdiri dari 7 Kelurahan, diantaranya
Kelurahan Jatinegara (660 ha), Kelurahan Penggilingan (448 ha), Kelurahan
Pulo Gebang (686 ha), Kelurahan Ujung Menteng (443 ha), Kelurahan
Cakung Timur (981 ha), Kelurahan Cakung Barat (619 ha), dan Kelurahan
Rawa Terate (410 ha).
36
Kelurahan Cakung Barat memiliki luas wilayah + 612,43 Ha, yang
terbagi menjadi 10 Rukun Warga (RW) dan 104 Rukun Tetangga (RT),
dengan peta wilayah sebagai berikut :
37
Tabel 3.1. Jumlah Penduduk per RW Kelurahan Cakung Barat
Jumlah Penduduk Tetap
No RW Jumlah
RT KK Pria Wanita
1 01 8 592 1031 984 2015
2 02 7 786 1477 1395 2872
3 03 5 707 969 976 1945
4 04 18 4019 3389 3447 6836
5 05 9 1354 2133 1960 4093
6 06 4 316 563 581 1144
7 07 18 4062 5516 5760 11276
8 08 16 3610 5955 5747 11702
9 09 9 1590 2516 2513 5029
10 10 10 975 1504 1503 3007
JUMLAH 104 18011 25053 24866 49919
Sumber : Data Kelurahan Cakung Barat, 2015
No Pendidikan Jumlah
1. SMA/SMU/SLTA/SMKK/STM 11702
2. SMP/SLTP 8316
3. TK dan SD 6202
4. Tidak Tamat Pendidikan 4309
5. Tidak Pernah Sekolah 2121
6. Akademi (D1-D3) 1202
7. Sarjana (S1-S3) 533
8. SLB 1
JUMLAH 34386
38
Tabel 3.3. Distribusi Penduduk Berdasarkan Pekerjaan
di Wilayah Kerja Kelurahan Cakung Barat
No Pendidikan Jumlah
1. Karyawan Swasta 11438
2. Pengusaha 575
3. Pegawai Negeri 395
4. Pedagang 356
5. Buruh 293
6. Pensiunan 142
7. Jasa dan Lainnya 89
8. Dokter/Bidan/Perawat 86
9. Pekerjaan Lain 50
10. Tani 16
11 Peternak dan Nelayan 13
JUMLAH 13453
39
Kelurahan Cakung Barat memiliki sejumlah Posyandu yang dikelola oleh kader-
kader yang tersebar merata di sejumlah Posyandu Kelurahan Cakung Barat,
dengan data sebagai berikut:
Tabel 3.4. Data Posyandu per RW Kelurahan Cakung Barat
1 001 1 1
2 002 1 1
3 003 1 1
4 004 2 1
5 005 2 1
6 006 1 1
7 007 3 1
8 008 4 1
9 009 2 1
10 010 1 1
Jumlah 18 10
40
Tabel 3.5. Data Kader Posyandu per RW Kelurahan Cakung Barat
Jumlah Kader Jumlah Kader
1 1 10 9 1 10 0
2 2 10 9 1 10 0
3 3 10 7 3 10 0
4 4 18 16 2 0 18
5 5 10 10 0 10 0
6 6 6 5 1 6 0
7 7 20 16 4 20 0
8 8 20 20 0 10 0
9 9 10 10 0 10 0
10 10 10 8 2 10 0
Jumlah 124 100 14 96 18
41
Menurut data Puskesmas Kelurahan Cakung Barat per Januari tahun 2017,
jumlah penduduk lanjut usia (Lansia, usia >= 60 tahun) di Kelurahan Cakung
Barat adalah 1223 jiwa, dengan perincian sebagai berikut.
Tabel 3.6. Jumlah Penduduk Lansia Kelurahan Cakung Barat
1 001 107
2 002 105
3 003 103
4 004 186
5 005 119
6 006 121
7 007 214
8 008 169
9 009 154
10 010 123
Jumlah 1223
42
Gizi : 1 orang
Administrasi : 2 orang
Keamanan : 2 orang
Cleaning Service : 2 orang
43
kamera foto dan sebagainya. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan
data adalah kuesioner dan wawancara.
3.2.2. Teknik Pengumpulan Data
Data yang didapatkan merupakan Data Primer dari masing-masing
kader lansia tiap RW cakupan dalam mini project dan kuesioner yang
dibagikan kepada 30 orang lansia di RW 04. Data Sekunder berdasarkan data
dari Puskesmas, kemenkes 2016 dan Badan Pusat Statistik 2015.
3.2.3. Populasi Pengumpulan Data
Dalam kegiatan baik yang bersifat ilmiah maupun yang bersifat
sosial, perlu dilakukan pembatasan populasi dan cara pengambilan sampel.
Populasi adalah keseluruhan objek/subjek pengumpulan data. Dalam hal
ini yang menjadi populasi adalah lansia di RW 04, Kelurahan Cakung
Barat, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur.
3.2.4. Sampel Pengumpulan Data
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah simple
random sampling yatu teknik penarikan sampel dilakukan secara acak
tanpa memperhatikan strata pada populasi tersebut.
3.2.5. Jenis Data
a. Data Kualitatif
Data kualitatif adalah data untuk mencari penyebab masalah yang
didapatkan dari wawancara. Wawancara dilakukan terhadap beberapa
warga di RW 04, Kader, Penanggung jawab program posyandu lansia di
Puskesmas Kelurahan Cakung Barat, dan dokter-dokter yang bekerja di
Puskesmas Kelurahan Cakung Barat. Data kualitatif yang kami dapatkan
adalah sebagai berikut :
Masih banyak dari para lansia yang tidak tahu mengenai jadwal
posyandu dikarenakan ketidakpastian jadwal posyandu lansia setiap
bulannya
Tidak ada pengobatan di posyandu menjadi salah satu alasan para
lansia tidak tertarik untuk datang ke posyandu
44
Lansia merasa perlu diadakan kegiatan seperti keterampilan tangan,
senam, dll untuk meningkatkan partisipasi aktif lansia di tingkat
RW serta mencegah kepikunan pada lansia
Lansia merasa perlu dibentuk forum komunikasi untuk para lansia
untuk penjaringan komunikasi yang lebih luas dan terjalannya
kegiatan-kegiatan untuk lansia yang lebih efektif
b. Data Kuantitatif
Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau bilangan,
yang dapat diolah atau dianalisis menggunakan teknik perhitungan
matematika atau statistika. Data kuantitatif yang didapatkan yaitu hasil
kuesioner yang ditujukan kepada 30 orang lansia di RW 04 Kelurahan
Cakung Barat. Kuesioner terdiri dari 5 pertanyaan, dan ditemukan hasil
sebagai berikut.
Jawaban
Nomor Pertanyaan
Ya Tidak
1 Lokasi posyandu sulit dijangkau? 12 (40%) 18 (60%)
2 Perlu ada pengobatan saat posyandu? 25 (83%) 5 (17%)
3 Tahu jadwal posyandu? 29 (96%) 1 (4%)
4 Perlu ada kegiatan untuk lansia? 14 (47%) 16 (53%)
5 Perlu ada forum komunikasi lansia? 17 (57%) 13 (43%)
45
BAB IV
INTERVENSI
4.1. Intervensi
46
perlu untuk melakukan kegiatan ini. Selain itu, penulis berharap melalui
kunjungan rumah ini, penulis dapat mengetahui alasan-alasan mengapa para lansia
tersebut tidak pernah datang ke posyandu lansia.
4.1.3. Gebyar Posyandu Lansia
Sebagai puncak kegiatan dari intervensi yang dilakukan penulis, evaluasi
dari kegiatan-kegiatan sebelumnya (sosialisasi dan home visit) perlu dilakukan,
yaitu dengan cara melaksanakan kembali Gebyar Posyandu Lansia. Kegiatan ini
melibatkan para dokter internsip dan para kader RW 04 Kelurahan Cakung Barat.
Apabila sebelumnya di Posyandu Lansia hanya dilakukan pemeriksaan
darah tinggi dan konsultasi kesehatan, pada kegiatan kali ini, penulis
melaksanakan beberapa kegiatan yang sudah seharusnya dilaksanakan di
posyandu lansia, berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan (PERMENKES).
Kegiatan itu antara lain, pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan Gula Darah
Sewaktu, Kolesterol Darah, Asam Urat Darah, dan Mini Mental State
Examination (MMSE). Menurut PERMENKES, setiap lansia harus dilakukan
skrining kesehatan berupa tekanan darah, gula darah sewaktu, kolesterol, dan
MMSE. Namun, adapun keterbatasan pada kegiatan ini, yaitu keterbatasan stik
darah gula dan kolesterol, para lansia yang seharusnya mendapat pemeriksaan
GDS dan kolesterol, tidak dapat diperiksa semuanya. Penulis menyaring para
lansia yang dapat diperiksa adalah para lansia yang memiliki faktor resiko, yaitu
memiliki riwayat penyakit sebelumnya atau memiliki gejala-gejala klasik yang
dikeluhkan.
47
Gambar 4.1 Grafik Peningkatan Cakupan Lansia Terbina RW 04
48
Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Posyandu Lansia RW 04
Persentase per
Nomor Nama Pemeriksaan Jumlah (orang)
Lansia yang hadir
1 Hipertensi 33 59%
2 Diabetes Mellitus 10 42%
3 Hiperurisemia 15 35%
4 Hiperkolesterolemia 2 29%
5 MMSE <25 25 45%
BAB V
EVALUASI
49
Kegiatan pos pelayanan terpadu (posyandu), selama ini lebih banyak
dikenal untuk melayani kesehatan ibu dan anak. Padahal dalam pelayanan
kesehatan di puskemas, juga terdapat program posyandu lansia yang dikhususkan
untuk para lanjut usia lebih dari 60 tahun.
Pemerintah telah merumuskan berbagai peraturan dan perundang-
undangan, yang diantaranya seperti tercantum dalam UU No.23 Tahun 1992
tentang Kesehatan, dimana pada pasal 19 disebutkan bahwa kesehatan manusia
usia lanjut diarahkan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dan
kemampuannya agar tetap produktif, serta pemerintah membantu
penyelenggaraan upaya kesehatan usia lanjut untuk meningkatkan kualitas
hidupnya secara optimal. Seiring dengan semakin meningkatnya populasi lansia,
pemerintah telah merumuskan berbagai kebijakan pelayanan kesehatan usia lanjut
ditujukan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan lansia untuk
mencapai masa tua bahagia dan berdaya guna dalam kehidupan keluarga dan
masyarakat sesuai dengan keberadaannya
Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia
lanjut di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh
masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Posyandu
Lansia atau Kelompok Usia Lanjut di masyarakat, pelaksanaannya diproses oleh
masyarakat bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), lintas sektor
pemerintah maupun non pemerintah, swasta, organisasi sosial, dan lain-lain
dengan menitikberatkan pelayanan pada upaya promotif dan preventif
(Notoatmodjo, 2007). Posyandu lansia merupakan pengembangan dari kebijakan
pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia yang penyelenggaraannya
melalui program Puskesmas dengan melibatkan peran serta para lansia, keluarga,
tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya.
50
meningkatkan kemudahan bagi lansia dalam mendapatkan pelayanan kesehatan
dasar dan rujukan.
Indonesia termasuk negara berstruktur tua, hal ini dapat dilihat dari
persentase penduduk lansia tahun 2008, 2009 dan 2012 telah mencapai di atas 7%
dari keseluruhan penduduk. Struktur penduduk yang menua tersebut merupakan
salah satu indikator keberhasilan pencapaian pembangunan manusia secara global
dan nasional (Kemenkes, 2016)
Jumlah lansia di Indonesia mencapai 20,24 juta jiwa. Jumlah lansia
perempuan lebih besar daripada laki-laki, yaitu 10,77 juta lansia perempuan
dibandingkan 9,47 juta lansia laki-laki. Adapun lansia yang tinggal di perdesaan
sebanyak 10,87 juta jiwa, lebih banyak daripada lansia yang tinggal di perkotaan
sebanyak 9,37 juta jiwa. Sebanyak 26,80 persen lansiatinggal bersama keluarga
inti, sementara yang tinggal hanya bersama pasangannya sebesar 17,48 persen.
Hal yang patut mendapat perhatian adalah mereka yang tinggal sendirian dalam
satu rumah,atau rumah tangga tunggal lansia. Sebanyak 9,66 persen lansia tinggal
sendirian dan harus memenuhi kebutuhan makan, kesehatan, dan sosialnya secara
mandiri (Badan Pusat Statistik, 2015)
Di Jakarta Timur, Kecamatan Cakung, Kelurahan Cakung Barat jumlah
lansia mencapai 1252 jiwa dari 10 RW, 104 RT. Berdasarkan dari hasil tinjauan
data, lansia yang datang ke posyandu lansia setiap bulannya 8.06 % dari jumlah
186 orang lansia di RW 04. Karena itu, penulis melakukan mini project yang
bertujuan untuk meningkatkan cakupan lansia terbina di posyandu lansia RW 04.
Intervensi yang penulis lakukan selama bulan Agustus adalah sosialisasi, Home
Visit, dan Gebyar Posyandu Lansia. Sebelum melakukan intervensi penulis
menyebarkan kuesioner ke 30 warga lansia di RW 04. Dari lansia yang penulis
tanyakan mengenai posyandu lansia, masih banyak yang tidak mengetahui tentang
posyandu lansia. Sejumlah 60 persen dari kuisoner yang kami bagikan para lansia
tidak mengetahui jadwal posyandu lansia dikarenakan jadwal tidak menetap dan
83 persen membutuhkan adanya pengobatan di posyandu lansia. Sebanyak 53
persen tidak menginginkan adanya kegiatan di posyandu lansia seperti
keterampilan yang bertujuan mendayagunakan mereka serta mencegah mereka
51
dari kepikunan. Sebanyak 57 persen lainnya menginginkan adanya forum untuk
para lansia. Sebelum intervensi dilakukan, jumlah lansia yang datang ke posyandu
adalah 8 persen dari 186 lansia di RW 04 dan setelah dilakukan intervensi jumlah
lansia yang datang meningkat menjadi 30 persen. Peningkatan cakupan lansia
terbina setelah dilakukan intervensi di RW 04 mencapai 22 persen.
Demi meningkatan cakupan lansia terbina, kami melakukan pemeriksaan
tekanan darah dan skrining MMSE pada semua lansia serta pemeriksaan gula
darah, asam urat dan kolesterol pada lansia yang memiliki resiko. Dari 56 lansia
yang terskrining sebanyak 33 lansia memiliki hipertensi dan hasil MMSE di
bawah 25 ditemukan sebanyak 45 persen. Sebanyak 10 lansia memiliki penyakit
diabetes mellitus, 15 lansia memiliki kadar asam urat yang tinggi (laki – laki > 7,0
mg/dL ; perempuan > 6,0 mg/dL) dan sebanyak 2 lansia memiliki kadar kolesterol
lebih dari 200 mg/dL.
Adapun beberapa kekurangan atau kendala yang dialami penulis selama
pengerjaan intervensi ini, diantaranya :
a. Minimnya waktu yang tersedia dalam melakukan intervensi, sehingga
tidak didapatkannya hasil maksimal yang dicapai. Penulis berharap
tercapainya cakupan lansia terbina di posyandu RW 04 sebanyak 100
persen dengan cara melakukan kunjungan rumah lebih banyak lagi,
melakukan kegiatan posyandu di beberapa tempat, tidak hanya di satu
lokasi, serta pemberdayaan kader posyandu yang lebih efisien.
Dikarenakan minimnya waktu yang tersedia, membuat penulis juga tidak
dapat membuat kegiatan-kegiatan yang seharusnya dapat dilaksanakan di
posyandu, seperti permainan-permainan melatih memori, keterampilan
tangan, dll.
b. Sebagian besar lansia yang hadir mengharapkan adanya pengobatan yang
diadakan pada saat posyandu, karena para lansia merasa kesulitan untuk
dapat berobat rutin untuk penyakit kronisnya ke puskesmas setiap bulan.
Kendala yang dialami para lansia ini, seperti lokasi puskesmas yang relatif
jauh dari tempat tinggalnya dan tidak ada anggota keluarga yang dapat
mengantarnya ke puskesmas.
52
c. Beberapa lansia kesulitan/ tidak mengerti dalam hal mengurus BPJS, yang
kemudian menyulitkan mereka untuk memeriksakan diri di posyandu
lansia (yang diperkenankan untuk memeriksa hanya yang memiliki kartu
BPJS).
d. Strip pemeriksaan gula darah, kolesterol, dan asam urat yang terbatas,
sehingga tidak semua lansia yang hadir bisa diperiksa lengkap. Dari 56
lansia yang hadir, pemeriksaan gula darah hanya dapat dilakukan pada 24
orang, 43 orang untuk asam urat, dan 7 orang untuk pemeriksaan
kolesterol.
53
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Lansia yang datang ke posyandu (sebelum intervensi) hanya sebesar
8,06% persen dari jumlah lansia di RW 04
Masih ada lansia yang tidak tahu (4%) mengenai jadwal posyandu
dikarenakan ketidakpastian jadwal posyandu lansia setiap bulannya
Tidak ada pengobatan di posyandu menjadi salah satu alasan para
lansia tidak tertarik untuk datang ke posyandu
Lansia merasa perlu diadakan kegiatan seperti keterampilan tangan,
senam, dll untuk meningkatkan partisipasi aktif lansia di tingkat RW
serta mencegah kepikunan pada lansia
Lansia merasa perlu dibentuk forum komunikasi untuk para lansia
untuk penjaringan komunikasi yang lebih luas dan terjalannya
kegiatan-kegiatan untuk lansia yang lebih efektif
Setelah dilakukan intervensi terjadi peningkatan cakupan lansia terbina
di RW 04 sebesar 22 persen
Dari 56 lansia yang terskrining, sebanyak 59 persen lansia memiliki
hipertensi dan sebanyak 45 persen lansia mendapatkan nilai hasil
MMSE kurang dari 25
Dari 56 lansia ditemukan sedikitnya 42 persen dengan penyakit
diabetes mellitus, 35 persen dengan asam urat tinggi dan 29 persen
dengan kolesterol tinggi
Adanya kendala yang dialami penulis seperti kurangnya waktu dalam
mengintervensi, terbatasnya strip pemeriksaan darah yang tersedia, dan
beberapa lansia yang hadir tidak memiliki kartu BPJS karena tidak
mengerti cara mengurus kartu BPJS.
6.2 Saran
Meningkatkan promosi mengenai posyandu lansia
Ditetapkan dan dirutinkan jadwal tetap setiap bulannya untuk
posyandu lansia
54
Posyandu lansia diadakan di lokasi yang strategis untuk dijangkau para
lansia atau membuat beberapa posyandu lansia agar jangkauan di RW
04 lebih luas
Diadakan prolanis setiap bulan di posyandu RW 04
Menambahkan jumlah stik untuk pemeriksaan gula darah, asam urat
dan kolesterol agar dapat dilakukan deteksi dini diabetes melitus,
hiperurisemia dan hiperkolesterolemia pada semua lansia
Memberikan penyuluhan mengenai pengertian serta pencegahan dan
pengobatan tentang penyakit – penyakit yang sering ditemukan pada
lansia seperti alzheimer, diabetes mellitus, hipertensi, hiperurisemia,
hiperkolesterolemia
Membuat acara kegiatan seperti keterampilan tangan, senam, dan lain
lain dalam acara posyandu lansia
Membentuk Forum Komunikasi untuk para lansia.
55
DAFTAR PUSTAKA
Andry, Saryono dan Arif Setyo Upoyo. 2009. Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kadar Asam Urat Pada Pekerja Kantor di Desa Karang
Turi, Kecamatan Bumiayu, Kabupaten Brebes. Jurnal Keperawatan
Soedirman (The Soedirman Journal of Nurshing). 4 (1: 26-31)
Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta:
Interna Publishing
Azwar 2002. Pengantar Epidemiologi. Jakarta Barat : Binarupa Aksara
Badan Pusat Statistik 2015. Statistik Penduduk Lanjut Usia. Jakarta : Badan Pusat
Statistik Indonesia
CT Cigolle et al. J Gen Intern Med 26 (3), 272-279. 2010 Sep 29
Depkes RI 2003. Pedoman Pengelolaan Kesehatan di Kelompok Usia Lanjut
------------- 2005. Rencana strategi departemen kesehatan.
------------- 2006. Pedoman pelatihan kader kelompok usia lanjut bagi petugas
kesehatan.
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil 2016. Data jumlah penduduk lansia DKI
Jakarta. Available at : http://data.jakarta.go.id/dataset/jumlah-penduduk-
lansia-provinsi-dki-jakarta (diakses pada 22 Agustus 2017)
Fatmah, 2010. Gizi Usia Lanjut. Erlangga : Jakarta.
Gijsman, H. J., Geddes, J. R., Rendell, J. M., Nolen, W. A., Goodwin, G. M.,
2004, Antidepressant for Bipolar Disorder Depression: A Systematic
Review of Randomized Controlled Trial, The American J , 161:1537 -
1547 .
Guyton, A.C., Hall, J.E 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta. EGC. hlm
891-892.
56
International Diabetes Federation 2013. IDF Diabetes Atlas, 6th edition.
Available at : https://www.google.co.id/search?
q=international+diabetes+federation+in+2013%2C+20-
79+years&oq=international+diabetes+federation+in+2013%2C+20-
79+years&gs_l=psy-
ab.3...20237.53896.0.54026.0.0.0.0.0.0.0.0..0.0....0...1.1.64.psy-
ab..0.0.0.XtD_2njemNI (diakses pada 27 Agustus 2017)
Kane, J., G. Lloyd, G. McCluskey, S. Riddell, J. Stead, and E. Weedon.
2007.Restorative practices in Scottish schools. Edinburgh: Scottish
Executive.
Kemenkes RI 2013. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta :
Departemen Kesehatan
---------------- 2014. Infodatin Lansia : situasi lanjut usia di Indonesia. Jakarta :
Kementerian Kesehatan
---------------- 2016. Infodatin Lansia : Situasi Lanjut usia di Indonesia. Jakarta :
Kementerian Kesehatan
Maryam, S Fatma., Rosidawati. (2008). Mengenal usia lanjut dan perawatannya,
Salemba Medika, Jakarta
Maryam, Siti dkk 2010. Asuhan Keperawatan Pada Lansia. Jakarta : Trans Info
Medika
Notoatmodjo, S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni dan Pendidikan dan
Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 25 tahun 2016 tentang
Rencana Aksi Nasional Kesehatan Lanjut Usia Tahun 2016-2019. Available
at :
http://www.kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/P
MK-No.-25-Tahun-2016-ttg-Rencana-Aksi-Nasional-Kesehatan-Lanjut-
Usia-Tahun-2016-2019_867.pdf (diakses pada 27 Agustus 2017)
Peraturan Menteri Kesehatan no 67 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan
Pelayanan Kesehatan Lanjut Usia Di Pusat Kesehatan Masyarakat .
57
Available at :
http://hukor.depkes.go.id/uploads/produk_hukum/PMK_No._67_ttg_Penyel
enggaraan_Pelayanan_Kesehatan_Lanjut_Usia_di_PUSKESMAS_.pdf
Permenkes nomor 43 tahun 2016
Potter & Perry. (2005). Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.
Siti Setiati, 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Penerbit FKUI :
Jakarta
Soeharto, Iman 2004. Penyakit jantung koroner & serangan jantung. Jakarta :
Gramedia pustaka utama. hlm 63-81
Stapleton, P.A., Goodwill, A.G., James, M.E., Brock, R.W., Frisbee, J 2010.
Hypercholesterolemia and microvascular dysfunction: interventional
strategies. Journal of Inflammation. 7:54
United Nations Department of Economic and Social Affairs 2015. World
Population Ageing. New York : United Nations. Available at :
http://www.un.org/en/development/desa/population/publications/pdf/ageing/
WPA2015_Report.pdf (27 Agustus 2017)
World Health Organization 2012. Dementia. Available at :
www.who.int/mediacentre/factsheets/fs362/en/
World Health Organization 2013. The ICD – 10 Classification of Mental and
Behavioural Disorders. Diagnostic Criteria for Research. Available at :
www.who.int/classifications/icd/en/GRNBOOK.pdf
World Health Organization 2013. Definition of older or elderly person. Available
at : https://www.scribd.com/document/190077600/WHO-Definition-of-an-
Older-or-Elderly-Person
58
LAMPIRAN
59
Lampiran 3. Leaflet “LANSIA SEHAT”
1
2
60
Lampiran 4. Poster “AYO DATANG ! ke Posyandu Lanjut Usia”
61
Lampiran 5. Lembar pemeriksaan skrining MMSE
62
Lampiran 6. Foto selama intervensi dan kegiatan posyandu RW 04
63
64
Lampiran 7. FOTO KEGIATAN UKM
65