Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses pertambahan usia pada pasien geriatri juga diikuti dengan penurunan fungsi
organ dan kemampuan kompensasi. Beberapa teori penuaan, menyatakan hal tersebut dapat
terjadi karena dalam proses penuaan secara biologis terdapat berkurangnya kemampuan
memperbaiki diri (tissue-repair) sehingga terjadi kerusakan perlahan dan progresif pada
sistem organ yang berdampak terjadi penurunan kapasitas faal.
Selain itu, penurunan fungsi satu organ dapat mempengaruhi fungsi organ lain
ataupun terjadi penurunan fungsi secara serentak. Sehingga pasien lansia seringkali
memiliki lebih dari satu permasalahan kesehatan (multipatologi). Sekitar lima puluh persen
dari pasien berusia di atas 65 tahun, memiliki lebih dari satu penyakit kronis dan
keduanya bisa saling mempengaruhi penatalaksanaannya. Selain itu, pasien lanjut usia juga
rentan risiko polifarmasi karena banyaknya morbiditas yang dapat meningkatkan efek samping
obat.
Selain itu, berbagai gejala atau kumpulan gejala juga sering dijumpai pada pasien
geriatric bersamaan dengan penyakit dasarnya. Gejala-gejala atau kondisi medis tersebut
tidak dapat diabaikan karena dapat menimbulkan komplikasi yang akan memperburuk
keadaan pasien. Kumpulan gejala tersebut disebut sindrom geriatri. Dari sindrom geriatri
tersebut terdapat empat masalah yang sering terjadi pada pasien geriatri dan menyebabkan
seorang lansia harus dirawat di rumah sakit. Empat masalah tersebut adalah inkontinensia,
imobilisasi, instabilitas, penurunan intelektual (delirium dan demensia). Kondisi medis
tersebut sering disebut sebagai geriatric giants karena dapat meningkatkan angka kesakitan dan
angka kematian seorang lansia bila tidak ditangani dengan baik

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan delirium?
2. Bagaimana etiologi delirium?
3. Bagaimana patofisiologi delirium?
4. Bagaimana manifestasi klinis delirium?
5. Bagaimana pemeriksaan diagnostic delirium?
6. Bagaimana penatalaksanaan dan prognosis dari delirium?
7. Bagaimana asuhan keperawatan pada delirium?

DELIRIUM 1
C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami definisi delirium
2. Mengetahui dan memahami etiologi delirium
3. Mengetahui dan memahami patofisiologi delirium
4. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis delirium
5. Mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik delirium
6. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan dan prognosis dari delirium
7. Untuk mengetahui dan memahami asuhan keperawatan kepada pasien dengan delirium.

D. Manfaat
1. Mahasiswa mengetahui definisi delirium
2. Mahasiswa mengetahui etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan diagnostik, dan
penatalaksanaan, serta prognosis dari delirium
3. Mahasiswa mengetahui dan mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan
delirium .

DELIRIUM 2
BAB II
PEMBAHASAN

I. KONSEP DASAR

A. Definisi.
Delirium merupakan bagian dari sindrom neuropsikiatri yang ditandai dengan
perubahan level kesadaran, perhatian, dan kognisi secara global dengan onset mendadak. Saat
ini, delirium banyak dikaitkan dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas di kalangan
penderitanya. Berbagai faktor diketahui risiko terjadinya delirium, antara lain usia tua,
riwayat prosedur pembedahan, infeksi kronis, kelainan metabolik, penyakit vaskular, stroke
iskemik, kerusakan kognitif, dan penyakit neurogeneratif seperti Alzheimer, degenerasi lobus
frontotemporal, penyakit Parkinson, penyakit prion, dan gangguan depresi.

Delirium merupakan penyakit yang umum dan ditemukan pada lebih dari 10% pasien
berusia 65 tahun yang dirujuk ke rumah sakit. Delirium dapat terjadi sebagai akibat kondisi otak
yang akut atau kronis. Ada empat penyebab delirium yaitu penyakit otak, penyakit atau infeksi
dari bagian tubuh lain yang mempengaruhi otak, intoksikasi, putus dari zat yang menjadi
ketergantungan individu. Kejadian delirium sangat tinggi pada orang-orang yang sudah tua dan
tidak diketahui apa sebabnya mereka mengalami delirium yang sangat tinggi selain hanya di
ketahui bahwa frekuensi penyakit otak organic dan penyakit sistemik meningkat pada usia tua.

B. Etiologi
Etiologi delirium biasanya multifaktorial. Namun, penelitian telah berhasil
mengidentifikasi faktor risiko konsisten untuk delirium yang diklasifikasikan menjadi dua
kelompok yakni faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Faktor predisposisi adalah faktor
yang membuat orang lanjut usia lebih rentan terhadap delirium dan faktor presipitasi terdiri
dari faktor akut yang mencetuskan terjadinya delirium. Kombinasi kedua faktor itu harus ada
pada orang lanjut usia yang delirium. Faktor predisposisi yang paling sering adalah usia
lanjut, jenis kelamin pria, demensia dan depresi yang telah ada sebelumnya, gangguan visual
dan pendengaran, ketergantungan fungsional, frailty, gangguan sensoris, dehidrasi dan
malnutrisi, polifarmasi (terutama obat psikoaktif), penyalahgunaan alkohol dan kondisi
medis berat yang terjadi bersamaan (Cerejeira, 2010; Maldonado, 2013).

DELIRIUM 3
Adapun beberapa faktor risiko terkait dengan delirium diantaranya usia yang lebih dari
65 tahun, adanya riwayat delirium, riwayat trauma/pembedahan, adanya komorbid
demensia, depresi, gagal ginjal, penyakit hati, penurunan fungsi penglihatan dan
pendengaran, serta adanya pengobatan spesifik (antikolinergik, narkotika, benzodiazepines,
hipnotiks, anti inflamasi, beta bloker, diuretiks, dan antidepresan). Selain itu faktor risiko
lain yang memicu delirium yakni adanya multifarmaka, stimulus lingkungan yang
berlebihan, ketergantungan alkohol/obat, abnormalitas metabolik (elektrolit,kadar gula),
infeksi akut (infeksi saluran kemih, pneumonia), serta ketidakadekuatan kontrol rasa nyeri
(Maldonado, 2013). Setelah bertambah tuanya usia, demensia menjadi faktor risiko paling
sering kedua untuk terjadinya delirium. Menurut Inouye pada tahun 2006, kerentanan yang
mendasari otak pada pasien demensia dapat menjadi predisposisi bagi mereka untuk mengalami
delirium, sebagai akibat gangguan yang berhubungan dengan penyakit medis akut, obat,
serta faktor lingkungan (Inouye, 2006).

C. Patofisiologi
Selama beberapa tahun ini, proses metabolik telah diperkirakan sebagai penyebab dari
delirium. Sekitar lima puluh tahun lalu, Engel dan Romano mengatakan bahwa
terganggunya fungsi metabolik mendasari terjadinya delirium dan hal ini digambarkan dengan
terjadinya gangguan pada berbagai fungsi kognisi. Oleh karena itu, delirium merupakan
sindrom neurobehavioral yang disebabkan oleh disregulasi aktivitas sel saraf akibat gangguan
sistemik (Maldonado, 2013).
Dalam beberapa tahun ini, beberapa teori telah dikemukan telah mencoba
menjelaskan proses yang menyebabkan terjadinya delirium. Setiap teori yang diusulkan
telah dipusatkan pada sebuah mekanisme atau proses patologi yang spesifik. Beberapa teori
telah diusulkan sebagai penyebab dari delirium, diantaranya adalah teori neuroinflamatory,
neuronal aging, stres oksidatif, defisiensi neurotransmiter, neuroendokrin, disregulasi diurnal
dan network conectivity. Sampai saat ini belum ada mekanisme patofisiologi tunggal yang telah
didentifikasi sebagai penyebab delirium. Hampir semua teori-teori ini saling melengkapi
bukan saling bersaing dalam menjelaskan terjadinya delirium. Oleh karena itu, teori-teori
ini tampaknya tidak ada yang mampu menjelaskan secara sendiri-sendiri penyebab ataupun
gejala delirium. Tetapi dua atau lebih teori-teori ini bersama-sama menyebabkan gangguan
biokimiawi yang kemudian menyebabkan terjadinya delirium (Maldonado, 2013). Ada pula
beberapa faktor patofisiologi dirilium, diantaranya yaitu:
1. Faktor predisposisi

DELIRIUM 4
Faktor presdisposisi adalah faktor-faktor yg sudah ada saat opname yang mana
berhubungan dgn pasien, diantaranya:
a. Faktor usia
Pada pasien usia lanjut memiliki kemungkinan mendapatkan delirium saat
opname lebih besar.
b. Kerusakan otak, seperti CVA
c. Riwayat delirium saat opname sebelumnya
d. Immobility/ ketidakmampuan fungsional ; ketidakmampuan untuk bisa berpindah
tempat sendiri atau memiliki hambatan dalam pergerakan atau ketidakmampuan dalam
melakukan aktivitas ADL-nya secara mandiri
e. Memiliki gangguan kognitif; seperti demensia
f. Ketergantungan alcohol
g. Komorbiditas; memiliki 2 atau lebih penyakit yang berkaitan satu sama lain dan
menggangu sistem organ tubuh lebih dari dua.
h. Gangguan panca indera ; seperti visus/ penglihatan dan pendengaran.

2. Faktor pencetus (presipitasi)


Faktor-faktor yg terjadi/ muncul selama pasien tersebut di opname (yg berkaitan
dengan opname pasien), seperti:
a. Operasi/ bedah dan anestesi
b. Opname di ICU
c. Stres karena opname
d. Kurang atau justru over-stimulasi pancaindra
e. Obstipasi atau retensi urin
f. Kateter, infus, drain
g. Kurangnya kemungkinan orientasi
h. Kurang tidur
i. Penyakit akut berat , seperti hipoglikemia, hHipoksia atau hiperkapnia
j. Polifarmasi

D. Manifestasi Klinis
Gejala delirium datang dan pergi dan bahkan mungkin tidak ada selama beberapa jam
atau sebaliknya, Delirium dapat berkembang/ muncul dengan cepat, dalam hitungan jam
atau hari. Biasanya delirium terjadi dalam beberapa hari dan kita bisa melihat perubahan-

DELIRIUM 5
perubahan klinis yang muncul seiring perjalanan hari . Gejala datang dan pergi, dan
kadangkadang pasien dalam beberapa jam tidak menunjukkan gejala-gejala klinis . Hal ini
membuat identifikasi delirium terkadang sulit.
Tingkat kejadian dikaitkan dengan penyebabnya : pada gangguan fisik yang tiba-tiba
dan serius, seperti operasi besar akan memicu lebih cepat munculnya delirium daripada
penyebab yang muncul secara diam-diam, seperti dehidrasi. Oleh karena itu, penting buat
kita untuk mengetahui gejala-gejala awal yang muncul atau yang pasien perlihatkan
sebelum gejala pasti delirium terjadi.
Gejala awal (prodromal symptoms) adalah gejala-gejala yang muncul diawal sebelum
delirium yang sebenarnya terjadi, seperti:
1. Perubahan perilaku
2. Sulit tidur/ insomnia
3. Kecemasan, gelisah/ restlessness
4. Mimpi buruk
5. Disorientasi ringan dan gangguan konsentrasi
6. Kesulitan dalam memahami apa yg terjadi dan dikatakan
7. Kehilangan struktur keseharian
Gangguan-gangguan penting yang sering muncul pada delirium adalah :
1. Gangguan kesadaran
2. Gangguan atensi/ fokus
3. Gangguan berpikir dan persepsi; paranoid/ delusi, halusinasi
4. Gangguan memori/ ingatan
5. Gangguan orientasi/ disorientasi
6. Gangguan pola tidur
7. Gangguan psykomotorik
8. Gangguan lainnya: inkontinensi, tremor, takikardi, hypertensi dan berkeringat
Ada 3 tipe, yakni:
1 . Bentuk aktif atau hiperaktif
Adalah delirium hiperaktif-hyperalerte dengan agitasi dan kewaspadaan yg tinggi
2 . Bentuk pasif atau hipoaktif
Adalah bentuk delirium hypoalertehipoactif , juga dikenal sebagai "delirium diam/
apatis" . Hal ini ditandai dengan apatis dan perilaku menarik diri dan penurunan
tingkat kewaspadaan.
3 . Campuran

DELIRIUM 6
Adalah bentuk campuran, dimana manifestasi klinisnya bergantian antara bentuk
hiperaktif dan hipoaktif satu sama lain dengan cara yang tak terduga . Bentuk ketiga
ini yang paling umum dan sering terjadi.

E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan adalah :
1. Anamnesa terutama riwayat medis menyeluruh, termasuk penggunaan obat-obatan atau
medikasi.
2. Pemeriksaan fisik lengkap terutama dilakukan secara rutin pada pasien yang rawat inap.
3. Pemeriksaan neurologis, termasuk status mental, tes perasaan (sensasi), berpikir (fungsi
kognitif), dan fungsi motorik. Pemeriksaan status kognitif mencakup :
a. Tingkat kesadaran
b. Kemampuan berbahasa
c. Memori
d. Apraksia
e. Agnosia dan gangguan citra tubuh
4. Pemeriksaan penunjang berupa :
a. Uji darah
Tujuannya untuk memeriksa adanya gangguan organik, memeriksa komplikasi
fisik akibat gangguan psikiatri untuk menemukan gangguan metabolik. Uji darah
serologis, biokimia, endokrin dan hematologis yang harus dilakukan termasuk :
1) Pemeriksaan darah lengkap
2) Urea dan elektrolit
3) Uji fungsi tiroid
4) Uji fungsi hati
5) Kadar vitamin B12 dan asam folat
6) Serologi sifilis
b. Uji urin
Skrining obat terlarang dalam urine perlu dilaksanakan untuk memeriksa
penyalahgunaan zat psikoaktif yang samar.
1) Elektroensefalogram (EEG)
2) X-ray dada
3) CT scan kepala
4) MRI scan Kepala

DELIRIUM 7
5) Analisis cairan serebrospinal (CSF)
6) Kadar obat, alkohol (toksikologi)
7) Uji genetic
Penggolongan kariotipe merupakan pemeriksaan penunjang klinik kedua yang
bisa memastikan adanya gangguan akibat kelainan kromosom. Uji ini terutama berguna
untuk menyelidiki orang dengan disabilitas belajar (retardasi mental).

F. Penatalaksanaan
Tujuan utama adalah mengobati gangguan dasar yang menyebabkan delirium. Tujuan
pengobatan yang penting lainnya adalah memberikan bantuan fisik, sensorik, dan lingkungan.
Dua gejala utama dari delirium yang mungkin memerlukan pengobatan farmakologis adalah
psikosis dan insomnia. Obat yang terpilih untuk psikosis adalah haloperidol ( Haldol ), suatu obat
antipsikotik golongan butirofenon, dosis awal antara 2 - 10 mg IM, diulang dalam satu jam jika
pasien tetap teragitasi, segera setelah pasien tenang, medikasi oral dalam cairan konsentrat atau
bentuk tablet dapat dimulai, dosis oral kira – kira 1,5 kali lebih tinggi dibandingkan dosis
parenteral. Dosis harian efektif total haloperidol 5 - 50 mg untuk sebagian besar pasien delirium.
Droperidol (Inapsine) adalah suatu butirofenon yang tersedia sebagai suatu formula intravena
alternatif, monitoring EKG sangat penting pada pengobatan ini. Insomnia diobati dengan
golongan benzodiazepin dengan waktu paruh pendek, contohnya, hidroksizine (Vistaril) dosis 25
- 100 mg
Selain itu penatalaksanaan lain dari pasien dengan delirium yaitu:
1. Pengobatan etiologik harus sedini mungkin dan di samping faal otak dibantu agar tidak terjadi
kerusakan otak yang menetap.
2. Peredaran darah harus diperhatikan (nadi, jantung dan tekanan darah), bila perlu diberi
stimulansia.
3. Pemberian cairan harus cukup, sebab tidak jarang terjadi dehidrasi. Hati-hati dengan sedativa
dan narkotika (barbiturat, morfin) sebab kadang-kadang tidak menolong, tetapi dapat
menimbulkan efek paradoksal, yaitu klien tidak menjadi tenang, tetapi bertambah gelisah.
4. Klien harus dijaga terus, lebih-lebih bila ia sangat gelisah, sebab berbahaya untuk dirinya
sendiri (jatuh, lari dan loncat keluar dari jendela dan sebagainya) ataupun untuk orang lain.
5. Dicoba menenangkan klien dengan kata-kata (biarpun kesadarannya menurun) atau dengan
kompres es. Klien mungkin lebih tenang bila ia dapat melihat orang atau barang yang ia kenal
dari rumah. Sebaiknya kamar jangan terlalu gelap , klien tidak tahan terlalu diisolasi.

DELIRIUM 8
6. Terdapat gejala psikiatrik bila sangat mengganggu dapat diberikan neroleptika, terutama yang
mempunyai dosis efektif tinggi.

II. KONSEP KEPERAWATAN

KASUS

Tuan K usia 71 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan merasa gelisa, sering terbangun di
malam hari dan susah buang air kecil ,istrinya mengatakan suaminya sering berbicara sendiri, berteriak
dan marah-marah menggunakan bahasa kotor serta kesadaran menurun, di mana hal ini tidak pernah
terjadi sebelumnya. Jika di tanya Tuan K tidak tau apa yang terjadi , meskipun di jelaskan berkali-kali.
Dari hasil pemeriksaan di temukan perubahan warna urin, penurunan berat badan dan pucat TTV nadi :
40/60 x/mnt, TD ; 90/60 mmhg, pernafasan : 14-16 x/mnt, dan suhu : 36,60

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
 Nama : Tuan K
 Umur : 71 tahun
 Jenis kelamin : Laki-laki
 Agama : Islam
 Suku bangsa : Bugis
 Pendidikan : SMA
 Pekerjaan : pensiun
 Alamat : Kendari permai
2. Keluhan utama
Pasien keluhan kesadaran menurun, merasa gelisa, sering terbangun di malam hari dan susah
buang air kecil, berbicara sendiri serta emosional
3. Pemeriksaan fisik
Kesadaran menurun, terdapat amnesia, tensi menurun, berat badan menurun karena nafsu
makan yang menurun dan tidak mau makan.
4. Psikososial
 Gambaran diri, tressor yang menyebabkan berubahnya gambaran diri karena proses
patologik penyakit.
 Identitas, bervariasi sesuai dengan tingkat perkembangan individu.

DELIRIUM 9
 Peran, transisi peran dapat dari sehat ke sakit, ketidak sesuaian antara satu peran dengan
peran yang lain dan peran yang ragu dimana individu tidak tau dengan jelas perannya,
serta peran berlebihan sementara tidak mempunyai kemampuan dan sumber yang cukup.
 Ideal diri, keinginan yang tidak sesuai dengan kenyataan dan kemampuan yang ada.
 Harga diri, tidak mampuan dalam mencapai tujuan sehingga klien merasa harga dirinya
rendah karena kegagalannya.
5. Hubungan sosial
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang disingkirkan atau kesepian, yang
selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga timbul akibat berat seperti delusi dan halusinasi.
Konsep diri dibentuk oleh pola hubungan sosial khususnya dengan orang yang penting dalam
kehidupan individu. Jika hubungan ini tidak sehat maka individu dalam kekosongan internal.
Perkembangan hubungan sosial yang tidak adeguat menyebabkan kegagalan individu untuk
belajar mempertahankan komunikasi dengan orang lain, akibatnya klien cenderung
memisahkan diri dari orang lain dan hanya terlibat dengan pikirannya sendiri yang tidak
memerlukan kontrol orang lain. Keadaa ini menimbulkan kesepian, isolasi sosial, hubungan
dangkal dan tergantung.
6. Spiritual
Keyakina klien terhadap agama dan keyakinannya masih kuat. tetapi tidak atau kurang
mampu dalam melaksnakan ibadahmya sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
 Status mental
 Penampila klien tidak rapi dan tidak mampu untuk merawat dirinya sendiri.
 Pembicaraan keras, cepat dan inkoheren.
 Aktivitas motorik, Perubahan motorik dapat dinmanifestasikan adanya peningkatan
kegiatan motorik, gelisah, impulsif, manerisme, otomatis, steriotipi.
 Alam perasaan
 Klien nampak ketakutan dan putus asa.
 Kien nampak emosional dan susah mengontrol diri
 Afek dan emosi.
Perubahan afek terjadi karena klien berusaha membuat jarak dengan perasaan
tertentu karena jika langsung mengalami perasaa tersebut dapat menimbulkan
ansietas. Keadaan ini menimbulkan perubahan afek yang digunakan klien untukj
melindungi dirinya, karena afek yang telah berubahn memampukan kien mengingkari
dampak emosional yang menyakitkan dari lingkungan eksternal. Respon emosional
klien mungkin tampak bizar dan tidak sesuai karena datang dari kerangka pikir yang
DELIRIUM 10
telah berubah. Perubahan afek adalah tumpul, datar, tidak sesuai, berlebihan dan
ambivalen.
 Persepsi
Persepsi melibatkan proses berpikir dan pemahaman emosional terhadap suatu
obyek. Perubahan persepsi dapat terjadi pada satu atau kebiuh panca indera yaitu
penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan pengecapan. Perubahan persepsi
dapat ringan, sedang dan berat atau berkepanjangan. Perubahan persepsi yang paling
sering ditemukan adalah halusinasi.
 Proses berpikir
 Klien yang terganggu pikirannya sukar berperilaku kohern, tindakannya cenderung
berdasarkan penilaian pribadi klien terhadap realitas yang tidak sesuai dengan
penilaian yang umum diterima.
 Penilaian realitas secara pribadi oleh klien merupakan penilaian subyektif yang
dikaitkan dengan orang, benda atau kejadian yang tidak logis.(Pemikiran autistik).
Klien tidak menelah ulang kebenaran realitas. Pemikiran autistik dasar perubahan
proses pikir yang dapat dimanifestasikan dengan pemikian primitf, hilangnya
asosiasi, pemikiran magis, delusi (waham), perubahan linguistik (memperlihatkan
gangguan pola pikir abstrak sehingga tampak klien regresi dan pola pikir yang
sempit misalnya ekholali, clang asosiasi dan neologisme.
 Tingkat kesadaran
Kesadran yang menurun, bingung. Disorientasi waktu, tempat dan orang.

 Memori
Gangguan daya ingat yang baru saja terjadi )kejadian pada beberapa jam atau
hari yang lampau) dan yang sudah lama berselang terjadi (kejadian beberapa tahun
yang lalu).
 Kebutuhan klien sehari-hari
 Tidur, klien sukar tidur karena cemas, gelisah, berbaring atau duduk dan gelisah .
Kadang-kadang terbangun tengah malam dan sukar tidur kemabali. Tidurnya
mungkin terganggu sepanjang malam, sehingga tidak merasa segar di pagi hari.
 Selera makan, klien tidak mempunyai selera makan atau makannya hanya sedikit,
karea putus asa, merasa tidak berharga, aktivitas terbatas sehingga bisa terjadi
penurunan berat badan.
DELIRIUM 11
7. Eliminasi
Klien mungkin tergnaggu buang air kecilnya, kadang-kdang lebih sering dari biasanya,
karena sukar tidur dan stres. Kadang-kadang dapat terjadi konstipasi, akibat terganggu pola
makan.
8. Mekanisme koping
Apabila klien merasa tridak berhasil, kegagalan maka ia akan menetralisir, mengingkari atau
meniadakannya dengan mengembangkan berbagai pola koping mekanisme. Ketidak
mampuan mengatasi secara konstruktif merupakan faktor penyebab primer terbentuknya pola
tiungkah laku patologis. Koping mekanisme yang digunakan seseorang dalam keadaan
delerium adalah mengurangi kontak mata, memakai kata-kata yang cepat dan keras (ngomel-
ngomel) dan menutup diri.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon tubuh pada halusinasi
2. Gangguan eliminasi berhubungan dengan sulit buang air kecil
3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan pola komunikasi yang tak logis atau
tekanan bicara
4. Risiko terjadi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang kurang, status emoosional yang meningkat.
5. Koping individu yang tidak efektif berhubungan dengan ketidakmampuan cara
mengekspresikan diri.

C. Intervensi

NO Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil intervensi


1. Gangguan pola tidur  Jumlah jam tidur dalam  Determinasi efek-
Batasan karateristik batas normal 6-8 jam / hari efek medikasi
 Perubahan pola tidur  Pola tidur, kualitas dalam terhadap pola tidur
normal batas normal  Jelaskan pentingnya
 Penurunan kemampuan  Perasaan segar sesudah tidur yang adekuat
fungsi tidur atau istirahat  Fasilitas untuk
 Menyatakan sering terjaga  Mampu mempertahankan
mengedentifikasikan hal- aktivitas sebelum
Faktor yang berhubungan hal yang meningkatkan tidur (membaca)

DELIRIUM 12
 Kelembaban lingkunga tidur  Ciptakan
sekitar lingkungan yang
 Suhu lingkungan sekitar nyaman
 Perubahan penjanan  Kolaborasi
terhadap cahaya-gelap pemberia obat
 Kurang kontrol tidur  Diskusikan pasien
dan keluarga tentang
teknik tidur pasien
 Monitor waktu
makan dan minum
dengan waktu tidur
 Monitor kebutuhan
tidur pasien setiap
hari dan jam
2. Gangguan eliminasi  Kandung kemih kosong  Lakukan penilaian
Batasan karakteristik secara penuh kemih yang
 Disuria  Tidak ada residu urine > komprehensif
 Sering berkemih 100-200cc berfokus pada
 Anyang-ayangan  Intake cairan dalam rentang inkontinensia
 Nokturia normal  Memantau
 Dorongan  Bebas dari isk penggunaan obat
Faktor yang berhubungan  Balance cairan seimbang dengan sifat
 Obstruksi anatomic antikolinergik atau

 Penyebab multiple properti alpa agonis

 Gangguan sensori motorik  Gunakan kekuatan

infeksi saluran kemih sugesti dengan


gunakan air atau
disiram toilet
 Merangsang reflek
kandung kemih
dengan menerapkan
dingin untuk
perutmembelai tinggi

DELIRIUM 13
batin atau air
3. Hambatan komunikasi verbal  Komunikasi : penerimaan,  Gunakan penerjema
Batasan karakteristik intrepretasi dan ekspresi jika diperlukan
 Tidak ada kontak mata pesan lisan, tulis dan non  Berkia satu kalimat
 Tidak dapat suara verbal meningkat simple setiap ketemu
 Kesulitan  Komunikasi ekspresi (  Dorong pasien untuk
mengekspresikan pikiran kesulitan berbicara) ekspresi berkomunikasi secara
secara verbal pesan verbal perlahan untuk
 Kesulitan menyusun  Komunikasi reseptif mengurangi
kalimat (kesulitan mendengar) permintaan
 Kesulitan memahami pola penerimaan komunikasi dan  Dengarkan dengan
komunikasi yang biasa intrepretasi pesan verbal penuh perhatian
Faktor yang berhubungan atau non verbal  Berdiri didepan
 Ketiadaan orang dekat  Mampu mengontrol respn pasien ketika
 Peribahan konsep diri ketakutan dan kecemasan berbicara
 Perubahan sistem syaraf terhadap ketidakmampuan  Beri anjuran kepada
pusat berbicara pasien dan keluarga
 Harga diri rendah kronik  Mampu memanajemen tentang penggunaan

 Gangguan emosi kemampuan fisik yang di alat bantu bicara


miliki
4. Resiko perubahan nutrisi  Adanya peningkatan berat  Kaji adanya alergi
Batasan karakteristik badan sesuai dengan makanan
 Menghidari makanan tujuan  Kolaborasi dengan
 Berat badan 20% atau  Berat badan ideal sesuai ahli gizi untuk
lebih di bawah berat badan dengan tingi badan menentukan jumlah
ideal  Mampu mengidentifikasi kalori dan nurtisi
 Kurang makan kebutuhan nutrisi yang di butuhkan
 Kesalahan konsepsi  Tidak ada tanda-tanda pasien
 Membran mukosa pucat malnutrisi  Anjurkan pasien
Faktor yang berhubungan  Menunjukan peningkatan untuk meningkatkan
 Ketidak mampuan untuk fungsi pengecapan dari intake Fe
mencerna makanan menelan  Berikan substansi
 Ketidak mampuan gula

DELIRIUM 14
menelan makanan  Berikan makanan
 Faktor psikologis yang terpilih
 Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
5. Ketidakefektifan koping  Mengidentifikasi pola  Bantu pasien untuk
individu koping yang efektif identifikasi
Batasan karakteristik  Mengungkapkan secara bermacam-macam
 Perubahan dalam verbal tentang koping nilai kehidupan
komunikasi yang biasa yang efektif  Bantu pasien
 Penurunan penggunaan  Pengatakan penuunan identifikasi strategi
dukungan sosial stress positif untuk
 Perilaku destruktif trhadap  Klien mengatakan telah mengatur pola nilai
diri sendiri menerima tentang yang dimiliki
 Ketidak mampuan keadaanya  Gunakan
memenuhu kebuthan dasar  Mampu mengedintifikasi pendekatan tenang
 Kurangnya resolusi strategi tentang koping dan menyakinkan
masalah  Hindari
 Konsentrasi buruk pengambilan
Faktor yang berhubungan keputusan pada saat
 Gangguan dalam pola pasie berasa stress
melepaskan berat
tekanan/ketegangan
 Sumber yang tersedia tidak
adekuat
 Tingkat percaya diri yang
tidak adekuat dalam
kemampuan mengatasi
masalah

DELIRIUM 15
D. Evaluasi

Keberhasilan terapi penyebab yang mendasari delirium biasanya mengembalikan klien


ketingkat fungsi sebelumnya .klien dan pemberi perawatan atau keluarga perlu memahai praktik
perawatan kesehatan yang penting untuk mencegah rekurensi delirium. Hal ini dapat
mencakup pemantauan kondisi kesehatan yang kronis, penggunaan obat-obatan dengan, cermat
atau berhenti menggunakan alkohol dan obat lain.

hasil terapi untuk klien yang mengalami delirium dapat mencakup

1. Klien akan bebas dari cedera.


2. Klien akan menunjukkan peningkatan orientasi dan kontak realitas.
3. Klien akan mempertahankan keseimbangan aktivitas dan istirahat yang adekuat.
4. Klien akan mempertahankan keseimbangan cairan dan nutrisi yang adekuat.
5. Klien akan kembali ke tingkat fungsi optimalnya.

DELIRIUM 16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Proses pertambahan usia pada pasien geriatri juga diikuti dengan penurunan fungsi
organ dan kemampuan kompensasi. Beberapa teori penuaan, menyatakan hal tersebut dapat
terjadi karena dalam proses penuaan secara biologis terdapat berkurangnya kemampuan
memperbaiki diri (tissue-repair) sehingga terjadi kerusakan perlahan dan progresif pada
sistem organ yang berdampak terjadi penurunan kapasitas faal.
Delirium merupakan bagian dari sindrom neuropsikiatri yang ditandai dengan perubahan
level kesadaran, perhatian, dan kognisi secara global dengan onset mendadak. Saat ini, delirium
banyak dikaitkan dengan tingginya angka morbiditas dan mortalitas di kalangan
penderitanya.

B. Saran
Untuk penyakit delirium pada penanganan penyakit ni di sarankan untuk meningkatakan
perawatanya untuk mencegah keparahan pada pasien

DELIRIUM 17
DAFTAR PUSTAKA

Kusumawati, Farida & Yudi Hartono. 2010. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.Jakarta: Salemba Medika

Mansjoer, Arif M. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius

Riyadi, Sujono & Purwanto Teguh. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa. Jogyakarta: Graha Ilmu

Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Nasir Abdul,Abdul Muhith.2011.Dasar-dasar Keperawatan Jiwa.Jakarta: Salemba Medika

DELIRIUM 18

You might also like