Professional Documents
Culture Documents
Difference Between Work Breakdown Structure
Difference Between Work Breakdown Structure
The reason behind this is because when you are managing any project,
you will have to work with different project components and project
resources in order to complete the project. A good example is the
members of your project team.
You must make sure they are productive and strategically poised
through the life of the project you are undertaking.
Building a House
Foundation Interior
Exterior
Completion 24% 45%
30%
Budget $50,000 $86,000
$72,000
It shows different parts of the project that are to be carried out and
provides more information about the budget needed for them, and the
level of completion.
On the other side, talking about RBS, you must know that it functions
using some of the important tools. The project managers are
instructed to employ or execute an efficient RBS by using these tools.
These are as follows:
Activity list
This is a list of all the activities that are key to the completion of the
project. The project manager does not just need a list, they need
to get as much information as conceivably possible about these lists
too. This information will also include the resources that the activities
listed consume.
Resource estimation
There are several key benefits that the project manager and the project
team can derive from a WBS, other than organizing and defining the
work needed to complete the project. Through the WBS, it is easier to
allocate a budget from the top tiers of the structure. Once this is done,
the budgets for each department can be structured based on the
breakdown in the WBS.
Cost and time estimates are usually provided for each WBS section. By
doing this, it is easier to work out a schedule and appropriate budget
for the entire project.
The supervisors are able to track each resource group as they proceed
with the project. It is easier to expedite certain levels of the project
without relying on others, having apportioned the right resources to
their completion. Therefore, some projects can easily be completed
before the set deadline, especially if the completion of different levels
of the project is not co-dependent.
Summary
In conclusion, both the WBS and RBS are key to the successful
completion of a project, and efficiency of the relevant project teams.
The following are the key points that define either of the structures.
Work Breakdown Structure Resource Breakdown Structure
o Groups the work into categories o Groups resources into categories
o Helps in project progress supervision o Helps in supervision of resource use
o Project groups must be independent o Resource groups can depend on each other
o Emphasis on project timeline o Emphasis on resource allocation
Risk Breakdown Structure (RBS)
Posted: Desember 26, 2010 in Uncategorized
3 Votes
RBS digunakan terutama dalam upaya untuk melakukan kategorisasi masing-masing risiko. RBS adalah pengelompokan risiko
dalam suatu komposisi hirarkis risiko organisasi yang logis, sistematis dan terstruktur secara alami sesuai dengan struktur
organisasi atau proyek. Sasaran penerapan RBS adalah kejelasan pemangku risiko dan peningkatan pemahaman risiko organisasi
atau proyek dalam konteks kerangka kerja yang logis serta sistematis.
RBS sendiri terdiri dari 2 (dua) tahapan yaitu pengembangan RBS dan tahap penerapannya. Pada tahap pengembangan meliputi
penyusunan hierarki yang didasarkan pada struktur organisasi atau struktur proyek yang ada atau berdasarkan pengalaman masa
lalu. Bila terjadi perubahan struktur organisasi atau struktur pekerjaan proyek (work breakdown structure) maka RBS perlu
Hasil pengembangan RBS pada tahap pertama akan berfungsi sebagai sumber informasi pada tahap berikutnya untuk proses
identifikasi risiko, analisis risiko dan pelaporan risiko. secara keseluruhan RBS ini mirip dengan aplikasi dari pengembangan risk
taxonomy hanya lebih mengacu pada struktur organisasi yang berbeda atau WBS (Work Breakdown Structure) yang telah
dikembangkan.
Bila RBS akan diterapkan pada proyek maka proses pengembangan RBS menggunakan WBS (Work Breakdown Structure).
WBS ini adalah struktur pembagian kerja proyek secara hirarki yang khusus dikembangkan untuk keperluan proyek tersebut.
Pada penerapannya untuk organisasi, selain proses bisnis juga didasarkan pada struktur organisasi yang ada. Sebagai input untuk
proses penyusunan RBS adalah risiko-risiko yang pernah dialami dan hamper selalu berulang. Begitu pula dengan sumberr-
sumber risiko yang tidak diketahui. Hasil proses pengembangan RBS ini dapat berbentuk hirarki potensi sumber risiko bagi
menjadi perhatian dan potensi keterkaitan diantara area-area tersebut. Pelaksanaan pengembangan RBS ini dapat dilakukan
dengan pendekatan top-down atau bottom-up, sama seperti pengembangan Work Breakdown Structure. Perhatikan tentang
perlunya pemahaman yang cukup mengenai peringkat dari sumber-sumber risiko yang terdapat dalam organisasi.
Tahapan utama dalam menyusun RBS dengan pendekatan top-bottom adalah sebagai berikut ;
Identifikasi kelompok-kelompok besar sumber risiko. cara termudah adalah dengan memperhatikan struktur organisasi yang
ada. Secara sederhana, struktur organisasinya terdiri dari bagian manufacturing atau produksi, bagian pemasaran, bagian
keuangan serta bagian SDM (Sumber Daya Manusia) dan umum. Dengan demikian, kelompok besar sumber risiko dapat
diidentifikasi dengan pengelompokkan organisasi ini, yaitu risiko manufacturing, risiko pemasaran, risiko financial dan risiko
Jabarkan kelompok besar sumber risiko tadi menjadi tingkatan risiko yang lebih kecil lagi, misalnya untuk risiko
manufacturing dipecah lagi menjadi risiko mutu (quality risk), risiko proses produksi (production process risk), risiko
kerusakan peralatan produksi (maintenance risk), risiko supply utilititas (listrik, air, angin bertekanan, oli dan sebagainya),
risiko bahan baku (kelangsungan pasokan, keajegan mutu dan lain-lain), risiko bahan pendukung, risiko pencemaran
Hasil penjabaran di atas masih juga harus dijabarkan lagi menjadi sub-kelompok yang lebih kecil dan dilakukan secara
berulang hingga proses dekomposisi ini mencapai tahapan yang memungkinkan penanganan risiko dalam tataran yang
memuaskan. Artinya dapat diketahui dengan jelas pemangku risikonya (risk owner) dan dapat dirumuskan perlakuan terhadap
Dalam menyusun RBS diperlukan partisipasi yang cukup dari anggota organisasi terkait, terutama dari mereka yang memahami
proses organisasi dan dapat membedakan dengan rinci potensi dari masing-masing risiko yang ditemukan. Selain itu ketersediaan
struktur organisasi dengan kejelasan sasaran dan fungsi akan sangat membantu. Bila dipergunakan pada proyek maka
ketersediaan Work Breakdown Structure proyek akan sangat membantu dalam menyusun RBS.
Penyusunan RBS pada dasarnya tidak memerlukan peralatan khusus karena lebih bersifat administratif. Yang diperlukan adalah
kreativitas dan partisipasi anggota organisasi yang memahami proses organisasi dan dapat membedakan secara rinci potensi
risiko yang ada. Hal ini ditunjang dengan fasilitas ruangan dan peralatan rapat yang memadai. Dengan demikian, biaya yang
diperlukan adalah biaya fasilitas ruangan dan perlengkapannya serta biaya orang yang terpaksa ,menyisihkan waktunya dalam
proses penyusunan RBS ini. Waktu yang diperlukan akan sebanding dengan volume potensi risiko yang ditemukan. Begitu juga
Hasil yang diharapkan melalui proses RBS adalah struktur hirarkis risiko-risiko organisasi dan informasi rinci risiko yang
tercantum dalam struktur, yang diperoleh melalui analisis terhadap masing-masing risiko yang tercantum pada diagram tersebut.
RBS akan sangat membantu dalam proses perencanaan manajemen risiko untuk mengindentifikasi potensi risiko telah dapat
diindentifikasi. Sekaligus keterkaitannya dengan para pemangku risiko dalam organisasi. Selain itu RBS juga akan membantu
pelaksanaan seleksi metode dan sumber daya untuk menangani potensi risiko yang telah terindentifikasi. Hal lain yang dapat
memanfaatkan hasil RBS adalah rekayasa proses. Ini terjadi karena dengan mengetahui potensi risiko yang akan terjadi maka
dapat direncanakan suatu bentuk lain yang akan mengurangi penyebab terjadinya risiko tersebut.
Hal yang kurang terlihat dalam penggunaan RBS adalah identifikasi risiko eksternal (dampak dari kondisi ekonomi, politik,
sosial, hukum dan lain-lain) untuk hal ini, perlu kewaspadaan pimpinan organisasi dalam memetakan potensi risiko yang
mungkin terjadi dan mengalokasikannya kepada pemangku risiko terkait secara tepat.
. Penjelasan Umum
Pelaksanaan pekerjaan dilapangan dilakukan sepenuhnya oleh kontraktor pelaksana yang telah ditunjuk
dan diawasi langsung konsultan pengawas dan Departemen Pekerjaan Umum. Pelaksanaan pekerjaan
dilakukan berdasarkan atas gambar-gambar kerja dan spesifikasi tekhnik umum dan khusus yang telah
tercantum dalam dokumen kontrak, rencana kerja & syarat-syarat (RKS) dan mengikuti perintah atau
petunjuk dari konsultan, sehingga hasil yang dicapai akan sempurna dan sesuai dengan keinginan
pemilik proyek.
2. Pekerjaan Persiapan
Pekerjaan Galian
1. Pekerjaan galian adalah pekerjaan pemotongan tanah dengan tujuan untuk memperoleh bentuk
serta elevasi permukaan sesuai dengan gambar yang telah direncanakan. Adapun prosedur
pekerjaan dari pekerjaan galian, yaitu :
2. Lokasi yang akan dipotong (cutting) haruslah terlebih dahulu dilakukan pekerjaan clearing dan
grubbing yang bertujuan untuk membersihkan lokasi dari akar-akar pohon dan batu-batuan.
3. Untuk mengetahui elevasi jalan rencana, surveyor harus melakukan pengukuran dengan
menggunakan alat ukur (theodolit). Apabila elevasi tanah tidak sesuai maka tanah dipotong
kembali dengan menggunakan alat berat (motor grader), sampai elevasi yang diinginkan.
4. Memadatkan tanah yang telah dipotong dengan menggunakan Vibrator Roller.
5. Melakukan pengujian kepadatan tanah dengan tes kepadatan (ujiDdensity Sand Cone test) di
lapangan.
c. Galian Struktur
Pada pekerjaan galian struktur ini mencakup galian pada segala jenis tanah dalam batas pekerjaan yang
disebut atau ditunjukkan dalam gambar untuk struktur. Pekerjaan galian ini hanya terbatas untuk galian
lantai pondasi jembatan.
Perlu diingat sebelum pekerjaan galian maupun timbunan harus didahului dengan pekerjaan clearing dan
grubbing, maksudnya adalah agar lokasi yang akan dilakerjakan tidak mengandung bahan organik dan
benda-benda yang mengganggu proses pemadatan. Timbunan dilaksanakan lapis demi lapis dengan
ketebalan tertentu dan dilakukan proses pemadatan.
1. Timbunan Biasa
Pada timbunan biasa ini material atau tanah yang biasa digunakan berasal dari hasil galian badan jalan
yang telah memenuhi syarat.
2. Timbunan Pilihan
Pada pekerjaan timbunan ini tanah yang digunakan berasal dari luar yang biasa disebut borrowpitt.
Tanah ini digunakan apabila nilai CBR tanah dari timbunan kurang dari 6%.
Proses pemadata tanah dimaksudkan untuk memadatkan tanah dasar sebelum melakukan proses
penghamparan material untuk memenuhi kepadatan 95%, dengan menggunakan alat berat seperti
Vibrator Roller, Dump Truck, Motor Grader.
1. Mengangkut material dari quary menuju lokasi dengan menggunakan Dump Truck.
2. Menumpahkan material pada lokasi tempat dimana akan dilaksanakan pekerjaan penimbunan.
3. Meratakan material menggunakan Motor Grader sampai ketebalan yang direncanakan. Sebagai
panduan operator Grader dan vibro maka dipasang patok tiap jarak 25 m yang ditandai sesuai
dengan tinggi hamparan.
4. Memadatkan tanah denga menggunakan Vibrator Roller yang dimulai sepanjang tepi dan
bergerak sedikit demi sedikit ke arah sumbu jalan dalm keadaan memanjang, sedangkan pada
tikungan (alinyemen horizontal) harus dimulai pada bagian yang rendah dan bergerak sedikit
demi sedikit ke arah yang tinggi, pemadatan tersebut dipadatkan dengan 6 pasing (12 x lintasan)
hingga didapatkan tebal padat 20 cm hingga didapat elevasi top subgrade yang sesuai dengan
rencana.
1. Bagian dari konstruksi perkerasan yang menyebarkan beban roda ke tanah dasar. Dengan nilai
CBR 20% dan Plastisitas indeks (PI) ≤ 10%.
2. Material pondasi bawah relatip murah dibandingkan dengan lapisan perkerasan diatasnya.
3. Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal.
4. Lapisan perkerasan, agar air tanah tidak berkumpul dipondasi.
5. Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar.
6. Lapisan untuk mencegah partikel-partikel halus dari tanah dasar naik kelapis atas. Tebal rencana
lapisan pondasi bawah ini adalah 20 cm.
Lapisan pondasi agregat kelas B yang digunakan dalam proyek ini memiliki komposisi sebagai berikut :
1. Split 5/7
2. Split 3/5
3. Split 2/3
4. Abu Batu
Teknik pelaksanaan pekerjaan penghamparan dan pemadatan dari Base B adalah :
Untuk mengetahui apakah tebal penghamparan base B dan % kemiringan telah sesuai dengan yang
direncanakan maka digunakan waterpass agar dapat menemukan elevasinya.
Peralatan
Dalam pelaksanaan pekerjaan lapis pondasi atas digunakan alat alat sebagai berikut :
Wheel Loader berfungsi untuk mengambil tumpukan agregat dari tempat pengambilan material,
selanjutnya dimasukkan kedalam dunp truck.
Dump truck berfungsi untuk mengangkut material agregat base B ke lokasi pekerjaan.
Motor grader berfungsi untuk memadatkan material base B.
Water tank truck berfungsi untuk menyiram agregat base B setelah penghamparan.