LP Combustio Desi

You might also like

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 39

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

KLIEN DENGAN COMBUSTIO DI RUANG


BURN UNIT RSUP SANGLAH

disusun guna memenuhi tugas Program Profesi Ners (P2N)


Stase Keperawatan Gadar Kritis

oleh

Desi Rahmawati, S. Kep


NIM 122311101021

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN COMBUSTIO
DI RUANG BURN UNIT RSUP SANGLAH
Oleh : Desi Rahmawati, S. Kep.

1. Kasus
Combustio

2. Proses Terjadinya Masalah


A. Anatomi Kulit
Kulit merupakan organ yang menutupi otot dan mempunyai fungsi
sebagai pelindung tubuh dan berbagai trauma ataupun masuknya bakteri. Kulit
juga mempunyai fungsi utama reseptor yaitu untuk mengindera suhu, perasaan
nyeri, sentuhan ringan dan tekanan, pada bagian stratum korneum mempunyai
kemampuan menyerap air sehingga dengan demikian mencegah kehilangan air
serta elektrolit yang berlebihan dan mempertahankan kelembaban dalam
jaringan subkutan (Corwin, 2003).

Lapisan Kulit
1) Lapisan epidermis
Epidermis merupakan struktur lapisan kulit terluar. Sel-sel epidermis
terus-menerus mengalami mitosis, dan berganti dengan yang baru sekitar 30
hari. Epidermis mengandung reseptor-reseptor sensorik untuk sentuhan, suhu,
getaran dan nyeri. Komponen utama epidermis adalah protein keratin, yang
dihasilkan oleh sel-sel yang disebut keratinosit. Keratin adalah bahan yang kuat
dan memiliki daya tahan tinggi, serta tidak larut dalam air. Keratin mencegah
hilangnya air tubuh dan melindungi epidermis dari iritan atau mikroorganisme
penyebab infeksi. (Corwin, 2003).
Melanosit (sel pigmen) terdapat dibagian dasar epidermis. Melanosit
menyintesis dan mengeluarkan melanin sebagai respons terhadap rangsangan
hormone hipofisis anterior melanocyte stimulating hormone/MSH. Melanin
diyakini dapat menyerap cahaya ultraviolet dan dengan demikian akan
melindungi seseorang terhadap efek pancaran cahaya ultraviolet dalm sinar
matahari yang berbahaya(Sloane, 2004).
Sel-sel imun yang disebut sel Langerhans, terdapat diseluruh epidermis.
Sel Langerhans mengenali partikel asing atau mikroorganisme yang masuk
kekulit dan membangkitkan suatu serangan imun. Sel Langerhans mungkin
bertanggung jawab mengenal dan menyingkirkan sel-sel kulit displastik atau
neoplastik. Menuru Sloane (2004) lapisan ini terdiri atas:
a) Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel, inti
selnya sudah mati dan mengandung keratin, suatu protein fibrosa tidak
larut yang membentuk barier terluar kulit dan mempunyai kapasitas
untuk mengusir patogen dan mencegah kehilangan cairan berlebihan dari
tubuh.
b) Stratum lusidum. Selnya pipih, lapisan ini hanya terdapat pada telapak
tangan dan telapak kaki.
c) Stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipi seperti kumparan,
sel-sel tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan
kulit.
d) Stratum spinosum/stratum akantosum. Lapisan ini merupakan lapisan
yang paling tebal dan terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya terdiri dari sel
yang bentuknya poligonal (banyak sudut dan mempunyai tanduk).
e) Stratum basal/germinatum. Disebut stratum basal karena sel-selnya
terletak di bagian basal/basis, stratum basal menggantikan sel-sel yang di
atasnya dan merupakan sel-sel induk.
2) Lapisan dermis (cutaneus)
Dermis tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar
keringat serta sebasea dan akar rambut. Lapisan ini terbagi menjadi dua
yaitu:
a) Bagian atas, pars papilaris (stratum papilaris)
Lapisan ini berada langsung di bawah epidermis dan tersusun dari sel-sel
fibroblas yang menghasilkan salah satu bentuk kolagen.
b) Bagian bawah, pars retikularis (stratum retikularis).
Lapisan ini terletak di bawah lapisan papilaris dan juga memproduksi
kolagen.
3) Jaringan subkutan atau hipodermis
Lapisan subkkutis kulit terletak dibawah dermis. Lapisan ini terdiri atas
lemak dan jaringan ikat dimana berfungsi untuk memberikan bantalan antara
lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang. Serta sebagai peredam
kejut dan insulator panas. Jaringan ini memungkinkan mobilitas kulit, perubahan
kontur tubuh dan penyekatan panas tubuh (Guyton, 2007).
Gambar 1. Susunan lapisan kulit
Kelenjar pada Kulit
1) Kelenjar sebasea
Kelenjar sebasea menyertai folikel rambut. Kelenjar ini mengeluarkan bahan
berminya yag disebut sebum kesaluran sekitarnya. Untuk setiap lembar
rambut terdapat sebuah kelenjar sebasea yang sekretnya melumasi rambut dan
membuat rambut menjadi lunak, serta lentur.
2) Kelenjar keringat
Ditemukan pada kulit sebagian besar permukaan tubuh. Kelenjar ini terutama
terdapat padda telapak tangan dan kaki. Hanya glans penis, bagian tepi bibir,
telinga luar, dan dasar kuku yang tidak mengandung kelenjar keringat.
Kelenjar keringat dapat diklasifikasikan lebih lanjut menjadi dua kategori,
yaitu kelenjar merokrin dan apokrin.
3) Kelenjar apokrin
Kelenjar apokrin memproduksi keringat yang keruh seperti susu dan
diuraikan oleh bakteri untuk menghasilkan bau yang khas. Kelenjar apokrin
yang khusus dinamakan kelenjar seruminosa dijumpai pada telinga luar,
tempat kelenjar tersebut memproduksi serumen (Corwin, 2003). Sekresi
apokrin tidak mempunyai fungsi apapun yang berguna bagi manusia, tetapi
kelenjar ini menimbulkan bau pada ketiak apabila sekresinya mengalami
dekomposisi oleh bakteri (Price & Wilson, 2005).

Fungsi Kulit
1) Proteksi
Kulit yang menutupi sebagian besar tubuh memiliki ketebalan sekitar1
atau 2 mm yang memberikan perlindungan yang sangat efektif terhadap trauma
fisik, kimia, dan biologis dari invasi bakteri. Kulit telapak tangan dan kaki yang
menebal memberikan perlindungan terhadap pengaruh trauma yang terus-
menerus terjadi didaerah tersebut.
Bagian stratum korneum epidermis merupakan barier yang paling efektif
terhadap berbagai faktor lingkungan seperti zat-zat kimia, sinar matahari, virus,
fungus, gigitan serangga, luka karena gesekan angina tau trauma. Lapisan dermis
kulit memberikan kekuatan mekanis dan keuletan melalui jaringan ikat fibrosa
dan serabut kolagennya. Dermis tersusun dari jalinan vaskuler, dermis
merupakan barier transportasi yang efisien terhadap substansi yang dapat
menebus stratum korneum dan epidermis. Factor-faktor lain yang mempengaruhi
fungsi protektif kulit mencakup usia kulit, daerah kulit yang terlibat dalam dan
status vaskuler.
2) Sensasi
Ujung-ujung reseptor serabut saraf pada kulit memungkinkan tubuh untuk
memantau secara terus-menerus keadaan linkungan disekitarnya. Fungsi
utama reseptor pada kulit adalah untuk mengindera suhu, rasa nyeri,
sentuhan yang ringan dan tekanan. Berbagai ujung saraf bertanggung jawab
untuk bereaksi terhadap setiap stimuli yang berbeda (Smeltzer, 2002).
3) Termoregulasi
Peran kulit dalam pengaturan panas meliputi sebagai penyekat tubuh,
vasokonstriksi (yang memengaruhi aliran darah dan hilangnya panas kekulit)
dan sensasi suhu (Potter & Perry, 2005). Perpindahan suhu dilakukan pada
system vaskuler, melalui dinding pembuluh, kepermukaan kulit dan hilang
kelingkungan sekitar melalui mekanisme penghilangan panas.
Pengeluaran dan produksi panas terjsi secara stimultan. Struktur kulit dan
paparan terhadap lingungan secara konstan, pengeluaran panas secara normal
melalui radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi. (Potter & Perry, 2005).
a) Radiasi
Radiasi adalah perpnidahan panas dari permukaan suatu objek lain tanpa
keduanya bersentuhan. Panas berpindah melalaui gelombang
elektromagnetik (Potter & Perry, 2005).
b) Konduksi
Konduksi merupakan pengeluaran panas dari satu objek ke objek lain
melalui kontak langsung. Proses pengeluaran atau perpindahan suhu
tubuh terjadi pada saat kulit hangat menyentuh objek yang lebih dingin.
c) Konveksi
Konveksi merupakan suatu perpindahan panas akibat adanya gerakaan
udara yang secara langsung kontak dengan kulit.
d) Evaporasi
Evaporasi adalah perpindahan energy panas ketika cairan berubah
menjadi gas. Selama evaporasi kira-kira 0,6 kalori panas hilang untuk
setiap gram air yang menguap. Tubuh secara kontinyu kehilangan panas
melalui evaporasi. Kira-kira 600-900 ml/hari menguap dari kulit dan
paru-paru, yang mengakibatkan kehilangan air dan panas. Kehilangan
normal ini dipertimbangkan kehilangan air tidak kasat mata (insensible
water loss) dan tidak memainkan peran utama dalam pengaturan suhu
(Guyton, 2007).
4) Metabolisme
Radiasi sinar ultraviolet memberikan paparan, maka sel-sel epidermal
didalam stratum spinosum dan stratum germinativum akan mengonversi
pelepasan steroid kolesterol menjadi vitamin D3 atau kolekalsiferol. Organ
hati kemudian mengonversi kolekalsiferol menjadi produk yang digunakan
ginjal untuk menyintesis hormone kalsitrol.
5) Fungsi respon imun
Hasil-hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa beberapa sel dermal (sel
Langerhans, Interleukin-1 yang memproduksi keratinosit, dan subkelompok
limfosit-T) merupakan komponen penting dalam system imun.
6) Keseimbangan air
Stratum korneum memiliki kemampuan untuk menyerap air dan dengan
demikian akan mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dari
bagian internal tubuh dan mempertahankan kelembapan dalam jaringan
subkutan (Smeltzer, 2002). Ketika terendam dalam air, kulit dapat
menimbun air sampai tiga hingga empat kali berat normalnya (Guyton,
2007). Contoh keadaan ini yang lazim dijumpai adalah pembengkakan kulit
sesudah mandi berendam untuk waktu yang lama.
7) Penyerapan zat atau obat
Berbagai senyawa lipid (zat lemak) dapat diserap lewat stratum korneum,
termasuk vitamin (A dan D) yang larut lemak dan hormon-hormon steroid.
Obat-obat dan substansi lain dapat memasuki kulit lewat epidermis melalui
jalur transepidermal atau lewat lubang-lubang folikel.

B. Definisi Combustio
Ada beberapa pengertian dari combustion atau luka bakar yaitu sebagai
berikut.
1) Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tingi
seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi juga oleh sebab kontak
dengan suhu rendah (Mansjoer, 2000).
2) Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh transfer energi dan sumber
panas ke tubuh yang dipndahkan mellaui hantaran atau radiasi
elektromagnetik akibat kontak dengan suhu tinggi, radiasi, dan bahan kimia
(Smeltzer, 2002).
3) Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan
radiasi (Moenajat, 2001).
4) Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh
dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api secara langsung maupun
tidak langsung, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan
kimia, air, dan lain-lain) atau zat-zat yang bersifat membakar (asam kuat,
basa kuat) (De Jong, 2005)
5) Luka bakar adalah trauma yang disebabkan oleh termis, elektris, khemis dan
radiasi yang mengenai kulit, mukosa, dan jaringan yang lebih dalam
(Syamsuhidayat, 2007).
Dapat disimpulkan bahwa luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh
kontak dengan suhu tingi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi
secara langsung maupun tidak langsung yang menimbulkan kerusakan kulit.

C. Etiologi
Luka bakar banyak disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah
sebagai berikut (Syamsuhidayat, 2007).
1) Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn)
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald), jilatan
api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar atau
kontak dengan objek-objek panas lainnya (logam panas, dan lelehan-lelehan
yang panas)
2) Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
Luka bakar chemical burn biasanya disebabkan oleh bahan-bahan yang ada
di indistri seperti asam kuat dan basa kuat diantaranya hidrrocloride atau
alkali dan di rumah tangga seperti drainase alat pembersih seperti pembersih
cat, desinfektan.
3) Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
Disebabkan oleh percikan atau busur atau oleh arus listrik yang menyalur ke
dalam tubuh.
4) Luka bakar radiasi (Radiation Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio aktif.
Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk
keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat terpapar
sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi.
D. Klasifikasi
1) Klasifikasi luka bakar menurut kedalaman (Mansjoer, 2000)
a) Luka bakar derajat I (luka bakar superficial)
Luka bakar hanya terbatas pada lapisan epidermis. Luka bakar derajat
ini ditandai dengan kemerahan yang biasanya akan sembuh tanpa
jaringan parut dalam waktu 5-7 hari. Pada luka derajat ini dirasakan
nyeri. Contoh: terbakar sengatan matahari.

Gambar 2. Luka bakar derajat 1


b) Luka bakar derajat II
Luka bakar derajat dua mencapai kedalaman dermis tetapi masih ada
elemen epitel yang tersisa, seperti epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar
keringat, dan folikel rambut. Dengan adanya sisa epitel yang sehat ini,
luka dapat sembuh sendiri 10-21 hari. Oleh karena kerusakan kapiler dan
ujung saraf di demis, luka derajat ini tampak lebih pucat dan lebih nyeri
dibandingkan luka bakar superfisial, karena adanya iritasi ujung saraf
sensorik. Pada luka baar derajat dua juga timbul bula berisi cairan
eksudat yang keluar dari pembuluh karena permeabilitas dindingnya
meninggi.
Gambar 3. Luka bakar derajat II
a. Derajat II Dangkal (partial thicness superficial)
(a) Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis.
(b) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea masih utuh.
(c) Terbentuk bula (bila bula dilepas tampak kemerahan semakin
dalam semakin putih)
(d) Penyembuhan terjadi secara spontan dalam 10-14 hari
b. Derajat II dalam (partial thicness deep)
(a) Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
(b) Ada bula (bila dilepas berwarna putih)
(c) Organ-organ kulit seperti folikel-folikel rambut, kelenjar keringat
kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
(d) Bila kerusakan lebih dalam mengenai dermis, akan dirasakan
nyeri
(e) Luka bersifat basah
(f) Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung bagian dermis yang
memiliki kemampuan dalam reroduksi sel-sel kulit (biji epitel,
stratum germanivatum, kelenjar keringat, kelenjar sebasea, dan
sebagainya) yang tersisa.
(g) Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari 1 bulan.
c) Luka bakar derajat III (Full Thickness Burn)
Luka bakar derajat tiga meliputi seluruh kedalaman kulit, mungkin sub
kutis atau organ yang lebih dalam termasuk fasia, otot, tulang atau
struktur lain. Organ kulit seperti kelenjar keringat, kelenjar sebasea,
folikel rambut mengalami kerusakan. Oleh karena tidak ada elemen
epitel yang hidup maka untuk mendapatkan kesembuhan harus dilakukan
cangkok kulit. Koagulasi protein yang terjadi memberikan luka bakar
berwarna keputihan, tidak ada bula, terjadi eskar, luka bersifat kering dan
tidak nyeri.

Gambar 4. Luka bakar derajat III

Tabel 1. Karakteristik luka bakar menurut kedalaman


Kedalam dan Bagian kulit Gejala Penampilan luka Perjalanan
penyebab luka yang terkena kesembuhan
bakar
Derajat satu Epidermis  Kesemutan  Memerah  Kesembuhan
(superfisial)  Hiperestesia menjadi putih lengkap dalam
 Tersengat (super ketika ditekan waktu satu
matahari sensitivitas)  Minimal atau minggu
 Terkena api  Rasa nyeri tanpa edema  Pengelupasan
dengan mereda jika kulit
intensitas didinginkan
rendah
Derajat dua  Epidermis  Nyeri  Melepuh; dasar  Kesembuhan
(partial thicness) dan bagian  Hipersetesia luka berbintik- dalm waktu 2-3
 Tersiram air dermis  Sensitif bintik merah minggu
mendidih terhadap udara epidermis retak;  Pembentukan
 Terbakar oleh dingin permukaan luka parut dan
nyala api basah depigmentasi
 edema  Infeksi dapat
merubanhya
menjadi derajat
tiga
Derajat tiga (full  Epidermis,  Tidak terasa  Kering; luka  Pembentukan
thickness) keseluruha nyeri baar berwarna eskar
 Terbakar nyala n dermis,  Syok putih seperti  Diperlukan
api dan  Hematuria, bahan kulit atau pencangkokan
 Terkena cairan kadang hemolisis gosong  Pembentukan
mendidih dalam sampai  Kemungkinan  Kulit retak parut dan
waktu yang jaringan terdapat luka dengan bagian hlangnya kontur
lama sub cutan masuk dan lemak yang dan fungsi kulit
 Tersengat arus keluar (pada tampak  Hilangnya
listrik luka bakar  edema ekstremitas
listrik) dapat terjadi
Sumber: Smeltzer (2002)
2) Berdasarkan tingkat keparahan luka (Mansjoer, 2000)
a) Luka bakar ringan/minor
a. Derajat 2 dengan luas kurang dari 15%
b. Derajat 3 kurang dari 3%
b) Luka bakar sedang (moderate burn)
a. Derajat 2 dengan luas kurang dri 15-25%
b. Derajat 3 kurang dari 10%, kecuali muka, kaki, dan tangan
c) Luka bakar berat (major burn)
a. Derajat 2 dengan luas lebih dri 25%
b. Derajat 3 dengan luas lebi dari 10% atau terdapat di muka, kaki, dan
tangan
c. Luka bakar disertai trauma jalan napas atau jaringan lunak luas, atau
fraktur
d. Luka bakar akibat listrik
Kriteria berat ringannya luka bakar menurut American Burn Association yakni :
a) Luka Bakar Ringan.
- Luka bakar derajat II <15 %
- Luka bakar derajat II < 10 % pada anak – anak
- Luka bakar derajat III < 2 %
b) Luka bakar sedang
- Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa
- Luka bakar derajat II 10 – 20% pada anak – anak
- Luka bakar derajat III < 10 %
c) Luka bakar berat
- Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa
- Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak – anak.
- Luka bakar derajat III 10 % atau lebih
-Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan
genitalia/perineum.
- Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dapat dilihat berdasarkan derajat luka bakar
adalah sebagai berikut (Mansjoer, 2000).
1) Grade I
a) Jaringan rusak hanya epidermis saja
b) Klinis ada rasa nyeri, warna kemerahan
c) Adanya hiperalgisia
d) Akan sembuh kurang lebih 7 hari
2) Grade II
a) Grade II a
(1) Jaringan luka bakar sebagian dermis.
(2) Klinis nyeri, warna lesi merah / kuning.
(3) Klinis lanjutan terjadi bila basah
(4) Tes jarum hiperaligesia, kadang normal.
(5) Penyembuhan memerlukan waktu 7 – 14 hari
b) Grade II b
(1) Jaringan rusak sampai dermis dimana hanya kelenjar keringat saja
yang masih utuh.
(2) Klinis nyeri, warna lesi merah/kuning.
(3) Tes jarum hiperalgisia
(4) Waktu sembuh kurang lebih 14 – 21 hari
(5) Hasil kulit pucat, mengkilap, kadang ada sikatrik
c) Grade III
(1) Jaringan yang seluruh dermis dan epidermis.
(2) Klinis mirip dengan grade II hanya kulit bewarna hitam/kecoklatan.
(3) Tes jarum tidak sakit.
(4) Waktu sembuh lebih dari 21 hari.
(5) Hasil kulit menjadi sikratrik hipertrofi

F. Patofisiologi (Smeltzer, 2002)


Perubahan paofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat
selama awal periode syok luka bakar mencakup hipofungsi jaringan dan
hipofungsi organ yang terjasi sekunder akibat penurunan curah jatung dengan
diikuti oleh fase hiperdinamik dan hipermetabolik. Kejadian sistemik awal stelah
luka bakar beratbadalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hiangnya
integritas kapiler dan kemudian terjadi perpindahan cairan, natrium, serta protein
dari ruang intravaskuler ke dalam ruang interstisial. Ketidakstabilan ini
melibatkan sistem tubh lainnya yaitu sebgai berikut.
1) System kardiovaskuler
Segera setelah injuri luka bakar, dilepaskan substansi vasoaktif
(catecholamine, histamin, serotonin, leukotrienes, dan prostaglandin) dari
jaringan yang mengalami injuri. Substansi–substansi ini menyebabkan
meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga plasma merembes kedalam
sekitar jaringan. Injuri panas yang secara langsung mengenai pembuluh
akan lebih meningkatkan permeabilitas kapiler. Injuri yang langsung
mengenai membran sel menyebabkan sodium masuk dan potasium keluar
dari sel. Secara keseluruhan akan menimbulkan tingginya tekanan osmotik
yang menyebabkan meningkatnya cairan intracellular dan interstitial dan
yang dalam keadaan lebih lanjut menyebabkan kekurangan volume cairan
intravaskuler. Luka bakar yang luas menyebabkan edema tubuh general baik
pada area yang mengalami luka maupun jaringan yang tidak mengalami
luka bakar dan terjadi penurunan sirkulasi volume darah intravaskuler.
Denyut jantung meningkat sebagai respon terhadap pelepasan
catecholamine dan terjadinya hipovolemia relatif yang mengawali turunnya
kardiac output.
Kadar hematokrit meningkat yang menunjukan hemokonsentrasi dari
pengeluaran cairan intravaskuler. Disamping itu pengeluaran cairan secara
evaporasi melalui luka terjadi 4-20 kali lebih besar dari normal. Sedangkan
pengeluaran cairan yang normal pada orang dewasa dengan suhu tubuh
normal perhari adalah 350 ml. Keadaan ini dapat mengakibatkan penurunan
pada perfusi organ. Jika ruang intravaskuler tidak diisi kembali dengan
cairan intravena maka shock hipovolemik dan ancaman kematian bagi
penderita luka bakar yang luas dapat terjadi. Kurang lebih 18-36 jam
setelah luka bakar, permeabilitas kapiler menurun, tetapi tidak mencapai
keadaan normal sampai 2 atau 3 minggu setelah injuri. Kardiac output
kembali normal dan kemudian meningkat untuk memenuhi kebutuhan
hipermetabolik tubuh kira-kira 24 jam setelah luka bakar. Perubahan pada
kardiak output ini terjadi sebelum kadar volume sirkulasi intravena
kembali menjadi normal. Pada awalnya terjadi kenaikan hematokrit
yang kemudian menurun sampai di bawah normal dalam 3-4 hari
setelah luka bakar karena kehilangan sel darah merah dan kerusakan
yang terjadi pada waktu injuri. Tubuh kemudian mereabsorbsi cairan
edema dan diuresis cairan dalam 2-3 minggu berikutnya
2) Sistem Renal dan Gastrointestinal
Respon tubuh pada mulanya adalah berkurangnya darah ke ginjal dan
menurunnya GFR (glomerular filtration rate), yang menyebabkan
oliguri. Aliran darah menuju usus juga berkurang, yang pada akhirnya
dapat terjadi ileus intestinal dan disfungsi gastrointestia pada klien
dengan luka bakar yang lebih dari 25 %.
3) Sistem imun
Fungsi sistem immune mengalami depresi. Depresi pada aktivitas
lymphocyte, suatu penurunan dalam produksi immunoglobulin, supresi
aktivitas complement dan perubahan/gangguan pada fungsi neutropil dan
macrophage dapat terjadi pada klien yang mengalami luka bakar yang luas.
Perubahan-perubahan ini meningkatkan resiko terjadinya infeksi dan sepsis
yang mengancam kelangsungan hidup klien.
4) Sistem respiratori
Dapat mengalami hipertensi arteri pulmoner, mengakibatkan penurunan
kadar oksigen arteri dan lung compliance.
a) Smoke inhalation
Menghisap asap dapat mengakibatkan injuri pulmoner yang seringkali
berhubungan dengan injuri akibat jilatan api. Kejadian injuri inhalasi
ini diperkirakan lebih dari 30% untuk injuri yang diakibatkan oleh api.
Manifestasi klinik yang dapat diduga dari injuri inhalasi meliputi adanya
luka bakar yang mengenai wajah, kemerahan dan pembengkakan pada
oropharynx atau nasopharynx, rambut hidung yang gosong, agitasi
atau kecemasan, takhipnoe, kemerahan pada selaput hidung, stridor,
wheezing, dyspnea, suara serak, terdapat carbon dalam sputum, dan
batuk. Bronchoscopy dan Scaning paru dapat mengkonfirmasikan
diagnosis. Patofisiologi pulmoner yang dapat terjadi pada injuri inhalasi
berkaitan dengan berat dan tipe asap atau gas yang dihirup.
b) Keracunan carbon monoxide
CO merupakan produk yang sering dihasilkan bila suatu substansi
organik terbakar. Ia merupakan gas yang tidak berwarna, tidak
berbau, tidak berasa, yang dapat mengikat hemoglobin 200 kali lebih
besar dari oksigen. Dengan terhirupnya CO, maka molekul oksigen
digantikan dan CO secara reversibel berikatan dengan hemoglobin
sehingga membentuk carboxyhemoglobin (COHb). Hipoksia jaringan
dapat terjadi akibat penurunan secara menyeluruh pada kemampuan
pengantaran oksigen dalam darah. Kadar COHb dapat dengan mudah
dimonitor melalui kadar serum darah.

G. Fase Luka dan Prose Penyembuhan Luka Bakar


1) Fase Luka Bakar
a) Fase akut
Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Secara umum pada fase ini,
seorang penderita akan berada dalam keadaan yang bersifat relatif life
thretening. Dalam fase awal penderita akan mengalami ancaman
gangguan airway (jalan nafas), brething (mekanisme bernafas), dan
circulation (sirkulasi). Gnagguan airway tidak hanya dapat terjadi segera
atau beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi obstruksi
saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72 jam pasca trauma.
Cedera inhalasi adalah penyebab kematian utama penderiat pada fase
akut.
Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit akibat cedera termal yang berdampak sistemik. Problema
sirkulasi yang berawal dengan kondisi syok (terjadinya
ketidakseimbangan antara paskan O2 dan tingkat kebutuhan respirasi sel
dan jaringan) yang bersifat hipodinamik dapat berlanjut dengan keadaan
hiperdinamik yang masih ditingkahi denagn problema instabilitas
sirkulasi.
b) Fase sub akut
Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi adalah
kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga sumber panas.
Luka yang terjadi menyebabkan:
(1) Proses inflamasi dan infeksi.
(2) Problem penuutpan luka dengan titik perhatian pada luka telanjang
atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur atau organ –
organ fungsional.
(3) Keadaan hipermetabolisme.
c) Fase lanjut
Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi parut akibat luka
dan pemulihan fungsi organ-organ fungsional. Problem yang muncul
pada fase ini adalah penyulit berupa parut yang hipertropik, kleoid,
gangguan pigmentasi, deformitas dan kontraktur.
2) Proses penyembuhan luka
Proses yang kemudian pada jaringan rusak ini adalah penyembuhan luka
yang dapat dibagi dalam 3 fase:
a) Fase inflamasi
Fase yang berentang dari terjadinya luka bakar sampai 3-4 hari pasca
luka bakar. Dalam fase ini terjadi perubahan vaskuler dan proliferasi
seluler. Daerah luka mengalami agregasi trombosit dan mengeluarkan
serotonin, mulai timbul epitelisasi.
b) Fase proliferasi
Fase proliferasi disebut fase fibroplasia karena yang terjadi proses
proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung sampai minggu ketiga. Pada
fase proliferasi luka dipenuhi sel radang, fibroplasia dan kolagen,
membentuk jaringan berwarna kemerahan dengan permukaan berbenjol
halus yang disebut granulasi. Epitel tepi luka yang terdiri dari sel basal
terlepas dari dasar dan mengisi permukaan luka, tempatnya diisi sel baru
dari proses mitosis, proses migrasi terjadi ke arah yang lebih rendah atau
datar. Proses fibroplasia akan berhenti dan mulailah proses pematangan.
c) Fase maturasi
Terjadi proses pematangan kolagen. Pada fase ini terjadi pula penurunan
aktivitas seluler dan vaskuler, berlangsung hingga 8 bulan sampai lebih
dari 1 tahun dan berakhir jika sudah tidak ada tanda-tanda radang.
Bentuk akhir dari fase ini berupa jaringan parut yang berwarna pucat,
tipis, lemas tanpa rasa nyeri atau gatal.

H. Diagnosis
Ada beberapa metode cepat untuk menentukan luas luka bakar, yaitu:
1) Palmar Rule
Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas
telapak tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka
bakar hanya dihitung pada pasien dengan derajat luka II atau III yaitu luka
bakar yang menyebar (Smeltzer, 2002).
2) Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa
Rums sembian atau yang sering dikenan nine of rule dari Wallace ini
merupakan cara yang tepat untuk menghitung luas daerah yang terbakar.
Sistem tersebut menggunakan presentase dalam kelipatan sembilan terhadap
permukaan tubuh yang luas (Smeltzer, 2002).
a) Kepala dan leher: 9%
b) Ekstremitas atas: 2 x 9% (kiri dan kanan)
c) Paha dan betis kaki: 4 x 9% (kiri dan kanan)
d) Dada, perut, punggung, bokong: 4 x 9% (kiri dan kanan)
e) Perineum dan genetalia: 1%
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan
kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil.
Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda,
dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak (Mansjoer,
2000).

Gambar 5. Luas luka bakar


3) Metode Lund dan Browder
Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas permukaan pada
anak. Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh
pada anak dapat menggunakan rumus 9 dan disesuaikan dengan usia.
a) Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%.
Torso dan lengan persentasenya sama dengan dewasa.
b) Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap
tungkai dan turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai nilai
dewasa.
I. Komplikasi
1) Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal
2) Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya pemulihan integritas
kapiler, syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke
dalam kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema
akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap
pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan
obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
3) Adult Respiratory Distress Syndrome
Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan
pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.
4) Ileus Paralitik dan Ulkus Curling
Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan tanda-tanda ileus
paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung dan nausea dapat
mengakibatnause. Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stress
fisiologik yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh
darah okulta dalam feces, regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarha,
ini merupakan tanda-tanda ulkus curling.
5) Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan
hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang adekuat.
Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah, perubahan status
respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan pada tekanan darah, curah
janutng, tekanan cena sentral dan peningkatan frekuensi denyut nadi.
6) Gagal ginjal akut
Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan resusiratsi cairan
yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau mioglobin terdektis dalam
urine.

J. Pemeriksaan Penunjang
1) Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya
pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat
menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap
pembuluh darah.
2) Leukosit: Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi.
3) GDA (Gas Darah Arteri): Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan
karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
4) Elektrolit Serum: Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan
cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin
menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi
ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5) Natrium Urin: Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan
cairan, kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6) Alkali Fosfat: Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan
cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7) Glukosa Serum: Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8) Albumin Serum: Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema
cairan.
9) BUN atau Kreatinin: Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau
fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10) Loop aliran volume: Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau
luasnya cedera.
11) EKG: Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
12) Fotografi luka bakar: Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.

K. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan luka bakar adalah penutupan luka sesegera mungkin,
pencegahan infeksi, mengurangi rasa sakit, pencegahan trauma mekanik pada
kulit yang vital dan elemen di dalamnya, dan pembatasan jaringan parut
(Mansjoer, 2000). Prinsip terapi pada luka bakar dibedakan menjadi dua:
a. Terapi fase akut
1. Hentikan dan hindarkan kontak langsung dengan penyebab luka bakar.
Pada saat kejadian hal pertama yang harus dilakukan adalah menjauhkan
korban dari sumber utama. Padamkan api dan siram kulit yang panas
dengan air. Pada trauma bahan kimia, siram kulit dengan air mengalir.
Perendaman kulit yang terbakar selama a5 menit sangat bermanfaat untuk
mencegah proses koagulasi protein sel di jaringan dan tindakan ini sangat
dianjurkan untuk luka bakar yang >10% karena terjadi hipotermia yang
menyebabkan cardiac arrest (Mansjoer, 2000).
2. Menilai keadaan umum penderita: adanya sumbatan jalan nafas, nadi,
tekanan darah dan kesadaran (ABC)
a) Bila terjadi obstruksi jalan nafas: Bebaskan jalan nafas, buka jalan napas
dan lakukan suction, bila perlu dilakukan trekeostomi atau intubasi
misalnya pada kasus trauma inhalasi. Kecurigaan adanya trauma inhalasi
bila pada penderita luka bakar mengalami hal sebagai berikut.
1) Riwayat terjebak dalam ruangan tertutup.
2) Sputum tercampur arang.
3) Luka bakar perioral, termasuk hidung, bibir, mulut atau tenggorokan.
4) Penurunan kesadaran termasuk confusion.
5) Terdapat tanda distress napas, seperti rasa tercekik. Tersedak, malas
bernafas atau adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata
atau tenggorokan, menandakan adanya iritasi mukosa.
6) Adanya takipnea atau kelainan pada auskultasi seperti krepitasi atau
ronhi.
7) Adanya sesak napas atau hilangnya suara.
Bila ada 3 tanda/gejala diatas sudah cukup dicurigai adanya trauma
inhalasi. Penanganan penderita trauma inhalasi bila terjadi distress
pernapasan maka harus dilakukan trakheostomi. Pasien dirawat sampai
kondisi stabil.
b) Berikan oksigen
c) Pasang iv line untuk resusitasi ciran. Bila terjadi shock: segera infuse
(grojog) tanpa memperhitungkan luas luka bakar dan kebutuhan cairan
(RL).
d) Bila tidak shock: segera diinfus sesuai dengan perhitungan kebutuhan
cairan dengan ketiga rumus kebutuhan cairan
Formula BAXTER:
Hari Pertama:
Dewasa : Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas luka bakar per 24
jam
Anak : Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3
2 cc x berat badan x % luas luka ditambah kebutuhan faali.
Kebutuhan faali :
< 1 Tahun : berat badan x 100 cc
1 – 3 Tahun : berat badan x 75 cc
3 – 5 Tahun : berat badan x 50 cc
½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama.
½ diberikan 16 jam berikutnya.

Hari kedua:
Dewasa : ½ hari I
Anak : diberi sesuai kebutuhan faali
Menurut Evans:
1. RL / NaCl = luas combustio ……% X BB/ Kg X 1 cc
2. Plasma = luas combustio ……% X BB / Kg X 1 cc
3. Pengganti yang hilang karena penguapan D5 2000 cc
Hari I  8 jam X ½ 16 jam X ½
Hari II  ½ hari I
Hari ke III  hari ke I
Menurut Brooke Army
(1) Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 0,5 ml menjadi mL plasma per 24
jam
(2) Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 1,5 ml (larutan RL) menjadi mL
RL per 24 jam
(3) 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya pada hari pertama. Pada hari kedua
diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga
diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
e) Pasang kateter untuk pemantauan diuresis
f) Pasang NGT untuk mengosongkan lambung selama ada ileus paralitik
g) Pasang pemantauan tekanan vena sentral atau CVP untuk pemantauan
sirkulasi darah, pada luka bara ekstensif (>40%)
3. Perawatan luka
- Luka dicuci dan dibersihkan dengan air steril dan antiseptic
- Bersihkan luka dengan kasa atau handuk basah, inspeksi tanda-tanda
infeksi, keringkan dengan handuk bersih dan re-dress pasien dengan
menggunakan medikasi topikal. Luka bakar wajah superficial dapat
diobati dengan ointment antibacterial. Luka sekitar mata dapat diterapi
dengan ointment antibiotik mata topical. Luka bakar yang dalam pada
telinga eksternal dapat diterapi dengan mafenide acetat, karena zat
tersebut dapat penetrasi ke dalam eschar dan mencegah infeksi purulen
kartilago.
- Obat- obat topical yang digunakan untuk terapi luka bakar seperti:
silver sulfadiazine, contoh Silvaden, Burnazine, Dermazine, dll.
- Balut luka yang masih basah dengan menggunakan kassa kering dan
steril
- Kulit yang terkelupas dibuang, bulae (2-3 cm) dibiarkan
- Bula utuh dengan cairan > 5 cc dihisap, < 5 cc dibiarkan
Bula sering terjadi pada jalur skin graft donor yang baru dan pada luka
yang ungraft. Membrane basal lapisan epitel baru kurang berikatan
dengan bed dari luka bakar. Struktur ini dapat mengalami rekonstruksi
sendiri dalam waktu beberapa bulan dan menjadi bullae. Bulla ini
paling baik diterapi dengan dihisap dengan jarum yang bersih,
memasang lagi lapisan epitel pada permukaan luka, dan menutup
dengan pembalut adhesif. Pembalut adhesive ini dapat direndam.
- Pasien dipindahkan ke tempat steril
- Pemberian antibiotic boardspectrum bersifat profilaksis.
- Berikan analgetik untuk menghilangkan nyeri misal morfin atau petidin
dan antacid untuk menghindari gangguan pada gaster.
- Berikan ATS untuk menghindari terjadinya tetanus 3000 unit pada
orang dewas dan setengahnya pada anak-anak
b. Terapi fase pasca akut
- Perawatan luka
- Eschar  escharectom (Eschar : jaringan kulit yang nekrose, kuman
yang mati, serum, darah kering)
- Gangguan AVN distal karena tegang (compartment syndrome)
escharotomi atau fasciotomi
- Kultur dan sensitivity test antibiotika Antibiotika diberikan sesuai
hasilnya
- Dimandikan tiap hari atau 2 hari sekali
- Kalau perlu pemberian Human Albumin
- Keadaan umum penderita
Dilihat keadaan umum penderita dengan menilai beberapa hal seperti
kesadaran, suhu tubuh, dan sirkulasi perifer. Jika didapatkan penurunan
kesadaran, febris dan sirkulasi yang jelek, hal ini menandakan adanya
sepsis.

Perawatan (Mansjoer, 2000)


1) Nutrisi diberikan cukup untuk memenuhi kebutuhan kalori dan
keseimbangan nitrogen pada fase katabolisme yaitu sebanyak 2500-3000
kalori sehari dengan kadar protein yang tinggi.
a) Kebutuhan kalori pasien dewasa dengan menggunakan formula Curreri
25 kcal/kgBB/hari + 40 kcal/% luka bakar/hari.
b) Kebutuhan kalori pada anak-anak dengan luka bakar dengan
menggunakan formula Curreri
40 kcal/kgBB/hari + 40 kcal/% luka bakar/hari
2) Perawatan lokal dapat secara terbuka atau tertutup
3) Anibiotik topikal dapat diganti satu kali dalam satu hari, didahului dengan
hdroterapi untuk mengangkat sisa-sisa krim sebelumnya. Apabila luka
banyak eksudat dan krusta, pemberian krim dapat 2-3 kali sehari
4) Rehabilitasi termasuk latihan pernapasan dan pergerakan otot dan sendi
5) Usahakan pertahankan fungsi sendi-sendi. Ltihan gerakan atau bdah dengan
posisi yang baik.
6) Atur proses maturasi sehingga tercapai tanpa ada proses kontraksi yang
akan mengganggu fungsi sebaiknya pasang perban ½ menekan, bidai yang
sesuai, dan ajurkan mengelevasi daerah yang luka untuk megurangi edema
7) Antibiotik spektrum luas diberikan untuk mencegah infeksi
8) Suplemen vitamin A 10.000 unit per minggu dan vitamin C 100 mg dan
sulfas serogus 500 mg untuk mempercepat penyembuhan luka.
Pathway (Hudak & Gallo, 2006)
L. Asuhan Keperawatan
1) Biodata
Terdiri atas nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamt, tnggal
MRS, dan informan apabila dalam melakukan pengkajian klita perlu
informasi selain dari klien. Umur seseorang tidak hanya mempengaruhi
hebatnya luka bakar akan tetapi anak dibawah umur 2 tahun dan dewasa
diatsa 80 tahun memiliki penilaian tinggi terhadap jumlah kematian
(Lukman F dan Sorensen K.C). data pekerjaan perlu karena jenis pekerjaan
memiliki resiko tinggi terhadap luka bakar agama dan pendidikan
menentukan intervensi ynag tepat dalam pendekatan
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka bakar (Combustio) adalah
nyeri, sesak nafas. Nyeri dapat disebabakna kerena iritasi terhadap saraf.
Dalam melakukan pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, severe, time,
quality (p,q,r,s,t). sesak nafas yang timbul beberapa jam / hari setelah klien
mengalami luka bakardan disebabkan karena pelebaran pembuluh darah
sehingga timbul penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema paru
berakibat sampai pada penurunan ekspansi paru.
3) Riwayat penyakit sekarang
Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar, penyabeb lamanya
kontak, pertolongan pertama yang dilakuakn serta keluhan klien selama
menjalan perawatanketika dilakukan pengkajian. Apabila dirawat meliputi
beberapa fase : fase emergency (±48 jam pertama terjadi perubahan pola
bak), fase akut (48 jam pertama beberapa hari / bulan ), fase rehabilitatif
(menjelang klien pulang)
4) Riwayat penyakit masa lalu
Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita oleh klien
sebelum mengalami luka bakar. Resiko kematian akan meningkat jika klien
mempunyai riwaya penyakit kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau
penyalagunaan obat dan alkohol
5) Riwayat penyakit keluarga
Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan penyakit yang
berhubungan dengan kesehatan klien, meliputi : jumlah anggota keluarga,
kebiasaan keluarga mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai
masalah kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan.
6) Riwayat psiko sosial
Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah konsep diri body
image yang disebabkan karena fungsi kulit sebagai kosmetik mengalami
gangguan perubahan. Selain itu juga luka bakar juga membutuhkan
perawatan yang laam sehingga mengganggu klien dalam melakukan
aktifitas. Hal ini menumbuhkan stress, rasa cemas, dan takut.
7) Pola aktivita sehari-hari
Meliputi kebiasaan klien sehari-hari dirumah dan di RS dan apabila terjadi
perubahan pola menimbulkan masalah bagi klien. Pada pemenuhan
kebutuhan nutrisi kemungkinan didapatkan anoreksia, mual, dan muntah.
Pada pemeliharaan kebersihan badan mengalami penurunan karena klien
tidak dapat melakukan sendiri. Pola pemenuhan istirahat tidur juga
mengalami gangguan. Hal ini disebabkan karena adanya rasa nyeri .
8) Aktifitas/istirahat
Tanda: Penurunan kekuatan, tahanan; keterbatasan rentang gerak pada area
yang sakit; gangguan massa otot, perubahan tonus.
9) Sirkulasi
Tanda (dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT): hipotensi (syok);
penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi
perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok listrik);
takikardia (syok/ansietas/nyeri); disritmia (syok listrik); pembentukan
oedema jaringan (semua luka bakar).
10) Integritas ego
Gejala: masalah tentang keluarga, pekerjaan, keuangan, kecacatan.
Tanda: ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri,
marah.
11) Eliminasi
Tanda: haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat; warna mungkin
hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot
dalam; diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairan ke dalam
sirkulasi); penurunan bising usus/tak ada; khususnya pada luka bakar
kutaneus lebih besar dari 20% sebagai stres penurunan motilitas/peristaltik
gastrik.
12) Makanan/cairan:
Tanda: oedema jaringan umum; anoreksia; mual/muntah.
13) Neurosensori
Gejala: area batas; kesemutan.
Tanda: perubahan orientasi; afek, perilaku; penurunan refleks tendon dalam
(RTD) pada cedera ekstremitas; aktifitas kejang (syok listrik); laserasi
korneal; kerusakan retinal; penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik);
ruptur membran timpanik (syok listrik); paralisis (cedera listrik pada aliran
saraf).
14) Pernafasan
Gejala: terkurung dalam ruang tertutup; terpajan lama (kemungkinan cedera
inhalasi).
Tanda: serak; batuk mengii; partikel karbon dalam sputum;
ketidakmampuan menelan sekresi oral dan sianosis; indikasi cedera inhalasi.
Pengembangan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar
dada; jalan nafas atau stridor/mengii (obstruksi sehubungan dengan
laringospasme, oedema laringeal); bunyi nafas: gemericik (oedema paru);
stridor (oedema laringeal); sekret jalan nafas dalam (ronkhi).

M. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan monoksida,
inhalasi asap dan obstruksi saluran pernapasan atas
2) Nyeri akut berhubungan dengan cedera saraf dan jaringan serta dampak
emosional dari luka bakar
3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan lapisan kulit
4) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan lapisan kulit
5) Kurang volume cairan yang berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan akibat evporasi dari daerah
luka bakar
6) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan
primer yaitu kerusakan kulit
N. Intervensi keperawatan
NO Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1. Gangguan pertukaran gas NOC: 1. Berikan oksigen yang sudah dilembabkan
berhubungan dengan a. Respiratory Status : Gas exchange 2. Kaji buyi napas, frekuensi pernapasan, irama,
keracunan monoksida, b. Respiratory Status : ventilation kedalaman, dan simetrisnya pernapasan. Pantau
inhalasi asap dan obstruksi c. Vital Sign Status pasien adaya tanda-tada hipoksia
saluran pernapasan atas 3. Amati adanya eritema atau pembetukan bula pada
Kriteria Hasil: mukosa bibir dan pipi, lubang hidung yang
a. Mendemonstrasikan peningkatan gosong, luka bakar pada muka, leher atau dada,
ventilasi dan oksigenasi yang bertambahnya keparauan suara napas, adanya
adekuat hangus pada sputum atau jaringan trachea dalam
b. Memelihara kebersihan paru paru secret respirasi
dan bebas dari tanda tanda distress 4. Pantau hasil gas darah arteri, hasil oksimetri,
pernafasan denyut nadi, dan kadar hemoglobin
c. Mendemonstrasikan batuk efektif 5. Kolaborasi pemberian intubasi
dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu
bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
d. Frekuensi napas 16-20 x/menit
2. Nyeri akut berhubungan NOC NIC
dengan cedera saraf dan a. Pain Level, Pain Management
jaringan serta dampak b. Pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
emosional dari luka bakar c. Comfort level termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Kriteria Hasil : kualitas dan faktor presipitasi
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
penyebab nyeri, mampu 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
menggunakan tehnik mengetahui pengalaman nyeri pasien
nonfarmakologi untuk mengurangi 4. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
nyeri, mencari bantuan) 5. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa
dengan menggunakan manajemen lampau
nyeri 6. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
3. Mampu mengenali nyeri (skala, menemukan dukungan
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) 7. Kurangi faktor presipitasi nyeri
4. Menyatakan rasa nyaman setelah 8. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
nyeri berkurang 9. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
10. Tingkatkan istirahat
11. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak berhasil
12. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen
nyeri

3. Gangguan mobilitas fisik NOC : Latihan Kekuatan


b.d kerusakan lapisan kulit a. Joint Movement : Active 1. Ajarkan dan berikan dorongan pada klien untuk
b. Mobility Level melakukan program latihan secara rutin
c. Self care : ADLs Latihan untuk ambulasi
d. Transfer performance 1. Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahan yang
Kriteria Hasil : aman kepada klien dan keluarga.
1. Klien meningkat dalam aktivitas 2. Sediakan alat bantu untuk klien seperti kruk, kursi
fisik roda, dan walker
2. Mengerti tujuan dari peningkatan 3. Beri penguatan positif untuk berlatih mandiri
mobilitas dalam batasan yang aman.
3. Mengutarakan perasaan dalam Latihan mobilisasi dengan kursi roda
meningkatkan kekuatan dan 1. Ajarkan pada klien & keluarga tentang cara
kemampuan berpindah pemakaian kursi roda & cara berpindah dari kursi
4. Memperagakan penggunaan alat roda ke tempat tidur atau sebaliknya.
Bantu untuk mobilisasi 2. Dorong klien melakukan latihan untuk
memperkuat anggota tubuh
3. Ajarkan pada klien/ keluarga tentang cara
penggunaan kursi roda
Latihan Keseimbangan
1. Ajarkan pada klien & keluarga untuk dapat
mengatur posisi secara mandiri dan menjaga
keseimbangan selama latihan ataupun dalam
aktivitas sehari hari.
Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar
1. Ajarkan pada klien/ keluarga untuk mem
perhatikan postur tubuh yg benar untuk
menghindari kelelahan, keram & cedera.
2. Kolaborasi ke ahli terapi fisik untuk program
latihan.

4. Kerusakan integritas kulit NOC : NIC : Pressure Management


berhubungan dengan Tissue Integrity : Skin and Mucous 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
kerusakan lapisan kulit Membranes yang longgar
Kriteria Hasil : 2. Hindari kerutan pada tempat tidur
1. Integritas kulit yang baik bisa 3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
dipertahankan 4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua
2. Melaporkan adanya gangguan jam sekali
sensasi atau nyeri pada daerah kulit 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
yang mengalami gangguan 6. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada derah
3. Menunjukkan pemahaman dalam yang tertekan
proses perbaikan kulit dan mencegah 7. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
terjadinya sedera berulang 8. Monitor status nutrisi pasien
4. Mampu melindungi kulit dan 9. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
mempertahankan kelembaban kulit
dan perawatan alami

5. Kekurangan volume cairanNOC 1. Amati tanda-tanda vital (yang mencakup tekanan


berhubungan dengan a. fluid balance vena sentral atau tekanan arteri pulmonalis),
peningkatan permeabilitas
b. Hydration haluaran urin, dan waspada terhadap tanda-tanda
kapiler dan kehilangan c. Nutritional Status : Food and Fluid hipovolemia
lewat evaporasi Intake 2. Pantau haluaran urin setiap jam sekali dan
Kriteria Hasil : menimbang berat badan pasien setiap hari
a. Mempertahankan urine output 3. Pertahankan pemberian infus dan mengatur
sesuai dengan usia dan BB, BJ tetesanya pada kecepatan yang tepat sesuai dengan
urine normal, HT normal indikasi medic
b. Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 4. Amati gejala defisiensi atau kelebihan kadar
60-100 x/menit, suhu tubuh 36-37 natrium, kalium, kalsium, fosfor, dan bikarbonat
derajat celcius 5. Naikkan bagian kepala tempat tidur pasien dan
c. Tidak ada tanda tanda dehidrasi, tinggikan ekstremitas yang terbakar
Elastisitas turgor kulit baik,
membran mukosa lembab, tidak ada
rasa haus yang berlebihan
6. Risiko infeksi b/d NOC : NIC :
ketidakadekuatan a. Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
pertahanan primer yaitu b. Risk control 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
kerusakan kulit 2. Pertahankan teknik isolasi
Kriteria Hasil : 3. Batasi pengunjung bila perlu
1. Klien bebas dari tanda dan gejala 4. Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
infeksi tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
2. Menunjukkan kemampuan untuk meninggalkan pasien
mencegah timbulnya infeksi 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
3. Jumlah leukosit dalam batas normal 6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
4. Menunjukkan perilaku hidup sehat kperawtan
7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
pelindung
8. Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan line central dan
dressing sesuai dengan petunjuk umum
10. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
infeksi kandung kencing
11. Tingktkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
2. Monitor hitung granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap penyakit menular
6. Partahankan teknik aspesis pada pasien yang
beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi k/p
8. Berikan perawatan kuliat pada area epidema
9. Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
10. Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
11. Dorong masukkan nutrisi yang cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai
resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
16. Ajarkan cara menghindari infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif
DAFTAR PUSTAKA

Crowin, E. J. 2003. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

De Jong, Wim. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC.

Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarrta: EGC.

Huddak & Gallo. 2006. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC.

Johnson, M. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC). Second Edition. New


Jersey: Upper Saddle River.

Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. FKUI. Jakarta: Media
Aeuscullapius.

Mc Closkey, C.J., et al. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC). Second


Edition. New Jersey: Upper Saddle River.

Moenadjat Y. 2001. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

NANDA. 2012. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi.


Jakarta: EGC.

Price A, dan Wilson M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Jakarta. EGC.

Potter, P.A, dan Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik.Edisi 4.Volume 1. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &


Suddarth Volume 3. Jakarta: EGC.

You might also like