Professional Documents
Culture Documents
Aset Tetap Aslab
Aset Tetap Aslab
ASET TETAP
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suatu perusahaan tertentu pada dasarnya selalu berusaha untuk mencapai tujuan
didirikannya perusahaan tersebut. Untuk menunjang agar tercapainya tujuan itu, setiap
perusahaan mempunyai Aset (harta/asset) tertentu guna memperlancar kegiatan yang
dilaksanakan perusahaan. Aset tetap tersebut merupakan salah satu komponen dalam
neraca, sehingga ketelitian dalam pengolahan Aset tetap sangat berpengaruh terhadap
kewajaran penilaiannya dalam laporan keuangan.
Kewajaran penilaian Aset tetap suatu perusahaan dapat disesuaikan dengan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 16 (2009). Dalam PSAK ini
dinyatakan bahwa aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam
produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau tujuan
administratif dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.
Aset tetap biasanya memiliki masa pemakaian lebih dari satu tahun, sehingga
diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perusahaan dalam jangka waktu yang relatif
lama. Namun, manfaat yang diberikan Aset tetap umumnya semakin lama semakin menurun
manfaatnya secara terus menerus, dan menyebabkan terjadi penyusutan (depreciation).
Seiring dengan berlalunya waktu, Aset tetap akan mengalami penyusutan (kecuali
tanah). Faktor yang mempengaruhi menurun kemampuan suatu Aset tetap untuk
memberikan jasa/manfaaat yaitu : Secara fisik, disebabkan oleh pemakaian dan keausan
karena penggunaan yang berlebihan dan secara fungsional, disebabkan oleh ketidakcukupan
kapasitas yang tersedia dengan yang diminta (misal kemajuan teknologi).Sehingga
penurunan kemampuan Aset tetap tersebut dapat dialokasikan sebagai biaya.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian aset tetap
2. Klasifikasi aset tetap
3. Konsep aset tetap
4. Biaya perolehan aset tetap
5. Penyusutan aset tetap
6. Aset tak berwujud
7. Penjualan aset tetap
BAB II
PEMBAHASAN
1. Biaya Perolehan
Semua biaya yang terjadi untuk memperoleh suatu aset tetap samapi tiba di tempat dan siap
digunakan harus dimasukkan sebagai bagian dari harga perolehan (cost) aset yang
bersangkutan. Dengan demikian harga perolehan suatu aset tetap tidak terbatas pada harga
belinya saja.
Berikut adalah contoh biaya perolehan tanah.
JUMLAH Rp 135.000.000,-
Berdasarkan semua biaya yang dikeluarkan di atas, maka biaya perolehan untuk tanah adalah
Rp 135.000.000,-. Sementara untuk mesin (peralatan) biaya perolehan dapat terdiri dari harga
beli, biaya kirim, biaya instalasi (pemasangan), biaya training untuk operator, dan biaya set
up.
Perolehan aset tetap dapat dilakukan dengan berbagai cara. Biasanya melalui pembelian
tunai, pembelian kredit, pembelian dengan angsuran maupun leasing.
Tanah Rp.135.000.000
Kas Rp.135.000.000
Tanah Rp.135.000.000
Hutang Rp.135.000.000
2. Penyusutan
Semua jenis aset tetap, kecuali tanah, akan makin berkurang kemampuannya untuk
memberikan jasa bersamaan dengan berlalunya waktu. Beberapa factor yang mempengaruhi
menurunnya kemampuan ini adalah karena pemakaian, keausan, ketidakseimbangan
kapasitas yang tersedia dengan yang diminta dan ketetinggalan teknologi.
Berkurangnya kapasitas berarti berkurangnya nilai aset tetap yang bersangkutan. Hal
ini perlu dicatat dan dilaporkan. Pengakuan adanya penurunan nilai aset tetap berwujud
disebut penyusutan (depresiasi / depreciation). Penyusutan dapat dihitung tiap-tiap bulan
atau ditunda sampai dengan akhir tahun.
Terdapat beberapa metode untuk menghitung penyusutan aset tetap berwujud. Ada dua
factor yang mempengaruhi besarnya penyusutan, yaitu
a) Nilai aset tetap yang digunakan dalam perhitungan pernyusutan (dasar penyusutan), dapat
berupa harga perolehan atau nilai buku.
b) Taksiran manfaat, mencerminkan besarnya kapasitas / manfaat aset tetap selama dipakai.
Taksiran ini dapat dinyatakan dalam lamanya jangka waktu pemakaian atau kapasitas
produksi yang dihasilkan. Untuk menghitung penyusutan, taksiran manfaat dinyatakan dalam
tarif penyusutan.
Dari uraian di atas, maka secara umum penyusutan aset tetap dapat dihitung dengan rumus:
Berikut adalah metode yang lazim digunakan untuk penyusutan aset tetap.
Sebagai contoh, asumsikan bahwa biaya akuisisi aset tetap adalah Rp 24.000.000,-, dimana
estimasi nilai sisa adalah Rp 2.000.000,- dan manfaat ekonomisnya 5 tahun. Penyusutan
tahunan aset tersebut dihitung sebagai berikut:
Rp 24.000.000 - Rp 2.000.000
-------------------------------------- = Rp 4.400.000,- penyusutan per tahun.
5 tahun
Rp 240.000.000 – Rp 20.000.000
---------------------------------------- = Rp 22.000.000,- penyusutan per jam
10.000 jam
Dengan mengasumsikan bahwa mesin dioperasikan 2.100 jam selama satu tahun, maka
penyusutan tahun tersebut adalah Rp 46.200.000 ( Rp 22.000.000 x 2.100 jam).
3. Metode Saldo Menurun (Declining Balance Method)
Metode penyusutan saldo menurun ganda (doubledeclining balance method)
menghasilkan perhitungan beban penyusutan periodik yang semakin menurun selama
estimasi masa manfaat aset tetap. Tingkat penyusutan metode saldo menurun ganda
dihitung dengan menggandakan tingkat penyusutan metode garis lurus.
Sebagai ilustrasi, diasumsikan sebuah aset tetap memiliki masa manfaat selama empat tahun.
Nilai perolehan aset sebesar Rp 10 juta dengan nilai sisa pada akhir tahun kempat sebesar Rp
1 juta. Maka depreciable cost atau biaya perolehan aset tetap yang dapat disusutkan adalah
sebesar Rp 9 juta.
Setelah tahun pertama, biaya penyusutan per tahun diperoleh dengan menghitung nilai buku
aset tetap, yaitu biaya perolehan aset tetap dikurangi akumulasi penyusutan tahun
bersangkutan, untuk kemudian dikalikan dengan tingkat penyusutan saldo menurun ganda.
Contoh biaya penyusutan tahun kedua adalah sebesar (Rp 10 juta – Rp 5 juta) dikalikan 50%,
atau sebesar Rp 5 juta dikalikan 50% atau sama dengan Rp 2,5 juta.
Akuntansi untuk Aset tak berwujud mempunyai masalah yang sama dengan akuntansi
Aset jangka panjang lainya, yaitu menentukan nilai terbawa awalnya, akuntansi untuk jumlah
setelah akuisisi dalam kondisi bisnis normal ( amortisasi ), dan akuntansi untuk jumlah jika
nilainya turun secara substansial serta terus-menerus.
Melakukan penjualan Aset tetap sebelum masa ekonomisnya habis, maka akan diperoleh
laba (gain) atau rugi (loss) dari penjualan tersebut.
Menghitung laba/rugi dari penjualan Aset tersebut adalah dengan cara membandingkan harga
jual dengan nilai buku (book value) Aset tetap saat dijual.
Jika ;
Contoh kasus :
Sebuah Aset yang berbentuk Sepeda motor, pada tanggal 1 Juni 2017 telah disusutkan
sebesar Rp. 7.500.000. harga perolehan pada saat dibeli baru sebesar Rp. 12.500.000.
seandainya motor tersebut dijual pada harga Rp. 6.000.000Apakah yang terjadi ? ataukah
laba, rugi atau impas ? Berikut perhitungannya.
Kas 6.000.000
SOAL 1 : Pada tanggal 1 Januari PT.BEJO membeli mesin pertanian untuk menjalankan
usahanya ,seharga Rp20.000 dengan umur ekonomis 6 tahun dan nilai residu sebesar Rp2.000
(Nominal dalam ribuan rupiah) Buatlah jurnal pada transaksi tersebut !
SOAL 2 : Pada tahun ke 4 PT.BEJO menukarkan mesinnya dengan mesin Baru yang sejenis
seharga Rp25.000 ,tetapi PT.BEJO harus menambah uang sebesar Rp5.000 Buatlah jurnal
pada transaksi tersebut !
Cara mudah mengerjakannya adalah mula-mula kita menghitunga penysutannya terlebih
dahulu dengan metode garis lurus ,yaitu
Harga Perolehan - Nilai Residu / Umur Ekonomis
Perhitungannya :
20.000 - 2.000 / 6 = 3.000 per tahun
Mesin lama senilai Rp20.000 ditukar dengan mesin baru senilai Rp25.000
Kita menambah uang sebesar Rp5.000
Cara mendapatkan laba pertukaran adalah selisih antara debet dengan kredit laba selalu di
kredit dan rugi ada di debet jadi jika
Debet > Kredit = Laba Pertukaran
Kredit < Debet = Rugi Pertukaran
Debet = Kredit = Tidak ada jurnal rugi ataupun rugi
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Fase perolehan Aset tetap adalah fase dimana aset tetap diperoleh hingga aset tetap tersebut
dapat digunakan atau berfungsi. Permasalahan yang timbul pada fase ini meliputi:
Perolehan Aset Tetap (Acquisition)
Pemasangan Aset Tetap (Installation)
Juga meliputi: Penilaian (pengukuran), Pengakuan (pencatatan) dan Pelaporan (disclosure)
atas perolehan aset tetap.
Metode yang paling mudah dan paling sering digunakan untuk menghitung
penyusutan adalah metode penyusutan garis lurus (straight-line depreciation). Tapi selain itu,
ada pula metode penghitungan lain yang bisa juga digunakan, seperti metode penyusutan
dipercepat, penyusutan jumlah angka tahun, dan saldo menurun ganda.
Depresi merupakan istilah lain dari penyusutan atau amortisasi. Deplesi digunakan
khusus untuk sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, misalnya bijih besi, hasil
tambang, kayu hutan dsbnya.
Depresi dihitung dengan tarif deplesi yang diperoleh dari Beban yang dikeluarkan
untuk mendapatkan hak penambangan dibagi estimasi hasil yang akan diperoleh.
DAFTAR PUSTAKA