Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 14

No Test : 34

ASET TETAP
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suatu perusahaan tertentu pada dasarnya selalu berusaha untuk mencapai tujuan
didirikannya perusahaan tersebut. Untuk menunjang agar tercapainya tujuan itu, setiap
perusahaan mempunyai Aset (harta/asset) tertentu guna memperlancar kegiatan yang
dilaksanakan perusahaan. Aset tetap tersebut merupakan salah satu komponen dalam
neraca, sehingga ketelitian dalam pengolahan Aset tetap sangat berpengaruh terhadap
kewajaran penilaiannya dalam laporan keuangan.
Kewajaran penilaian Aset tetap suatu perusahaan dapat disesuaikan dengan
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 16 (2009). Dalam PSAK ini
dinyatakan bahwa aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk digunakan dalam
produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau tujuan
administratif dan diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu periode.

Aset tetap biasanya memiliki masa pemakaian lebih dari satu tahun, sehingga
diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perusahaan dalam jangka waktu yang relatif
lama. Namun, manfaat yang diberikan Aset tetap umumnya semakin lama semakin menurun
manfaatnya secara terus menerus, dan menyebabkan terjadi penyusutan (depreciation).
Seiring dengan berlalunya waktu, Aset tetap akan mengalami penyusutan (kecuali
tanah). Faktor yang mempengaruhi menurun kemampuan suatu Aset tetap untuk
memberikan jasa/manfaaat yaitu : Secara fisik, disebabkan oleh pemakaian dan keausan
karena penggunaan yang berlebihan dan secara fungsional, disebabkan oleh ketidakcukupan
kapasitas yang tersedia dengan yang diminta (misal kemajuan teknologi).Sehingga
penurunan kemampuan Aset tetap tersebut dapat dialokasikan sebagai biaya.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian aset tetap
2. Klasifikasi aset tetap
3. Konsep aset tetap
4. Biaya perolehan aset tetap
5. Penyusutan aset tetap
6. Aset tak berwujud
7. Penjualan aset tetap
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Aset tetap


Aset tetap adalah aset berujud yang digunakan dalam operasi perusahaan dan tidak
dimaksudkan untuk dijual dalam rangka kegiatan normal perusahaan.
Karakteristik aset tetap sebagai berikut:
a. Dimiliki perusahaan untuk digunakan (bukan barang dagangan)
b. Dimiliki untuk digunakan dalam operasi perusahaan yang utama (bukan
investasi jangka panjang)
c. Dimiliki untuk digunakan dalam jangka waktu lebih dari satu siklus operasi
perusahaan (bukan perlengkapan)
d. Memiliki nilai yang relatif tinggi

B. Klasifikasi Aset Tetap


Umumnya aset tetap dibagi dalam empat kelompok, yaitu:
a. Tanah, seperti tanah yang digunakan sebagai tempat berdirinya gedung
perusahaan.
b. Kendaraan uang di gunakan untuk kegiatan operasi
c. Gedung, seperti gedung yang digunakan untuk kantor, toko, pabrik, dan gudang.
d. Peralatan, seperti peralatan kantor, peralatan pabrik, mesin-mesin, kendaraan,
dan meubel.

C. Konsep Aset Tetap


Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 16 aset tetap adalah
aset berwujud (tangible fixed assets) yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Masa manfaatnya lebih dari satu tahun;
b. Digunakan dalam kegiatan perusahaan;
c. Dimiliki tidak untuk dijual kembali dalam kegiatan normal perusahaan; serta
d. Nilainya cukup besar.
Contoh dari aset tetap adalah (mobil) kendaraan. Mobil mempunyai masa
manfaat lebih dari satu tahun dan digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan,
seperti mengirim barang ke pembeli, mobil inventaris direksi perusahaan. Mobil
yang dikategorikan sebagai aset tetap tidak untuk dijual kembali. Apabila untuk
dijual kembali, misalnya bagi perusahaan dealer mobil, maka mobil dalam hal ini
termasuk kelompok persediaan. Selain itu nilainya cukup besar untuk sebuah aset.
Peralatan yang nilainya relative kecil, seperti sendok, piring, gelas, meskipun
mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun tidak dikelompokkan ke dalam aset
tetap.

1. Biaya Perolehan
Semua biaya yang terjadi untuk memperoleh suatu aset tetap samapi tiba di tempat dan siap
digunakan harus dimasukkan sebagai bagian dari harga perolehan (cost) aset yang
bersangkutan. Dengan demikian harga perolehan suatu aset tetap tidak terbatas pada harga
belinya saja.
Berikut adalah contoh biaya perolehan tanah.

 Harga beli tanah Rp 100.000.000,-

 Biaya pembuatan akta jual beli tanah Rp 7.500.000,-

 Biaya balik nama ke perusahaan Rp 2.500.000,-

 Biaya pengurugan tanah Rp 10.000.000,-

 Biaya perataan tanah sampai siap Rp 15.000.000,-


bangun

JUMLAH Rp 135.000.000,-

Berdasarkan semua biaya yang dikeluarkan di atas, maka biaya perolehan untuk tanah adalah
Rp 135.000.000,-. Sementara untuk mesin (peralatan) biaya perolehan dapat terdiri dari harga
beli, biaya kirim, biaya instalasi (pemasangan), biaya training untuk operator, dan biaya set
up.
Perolehan aset tetap dapat dilakukan dengan berbagai cara. Biasanya melalui pembelian
tunai, pembelian kredit, pembelian dengan angsuran maupun leasing.

Jurnal pembelian tunai

Tanah Rp.135.000.000
Kas Rp.135.000.000

Jurnal pembelian kredit

Tanah Rp.135.000.000
Hutang Rp.135.000.000

2. Penyusutan
Semua jenis aset tetap, kecuali tanah, akan makin berkurang kemampuannya untuk
memberikan jasa bersamaan dengan berlalunya waktu. Beberapa factor yang mempengaruhi
menurunnya kemampuan ini adalah karena pemakaian, keausan, ketidakseimbangan
kapasitas yang tersedia dengan yang diminta dan ketetinggalan teknologi.
Berkurangnya kapasitas berarti berkurangnya nilai aset tetap yang bersangkutan. Hal
ini perlu dicatat dan dilaporkan. Pengakuan adanya penurunan nilai aset tetap berwujud
disebut penyusutan (depresiasi / depreciation). Penyusutan dapat dihitung tiap-tiap bulan
atau ditunda sampai dengan akhir tahun.
Terdapat beberapa metode untuk menghitung penyusutan aset tetap berwujud. Ada dua
factor yang mempengaruhi besarnya penyusutan, yaitu
a) Nilai aset tetap yang digunakan dalam perhitungan pernyusutan (dasar penyusutan), dapat
berupa harga perolehan atau nilai buku.
b) Taksiran manfaat, mencerminkan besarnya kapasitas / manfaat aset tetap selama dipakai.
Taksiran ini dapat dinyatakan dalam lamanya jangka waktu pemakaian atau kapasitas
produksi yang dihasilkan. Untuk menghitung penyusutan, taksiran manfaat dinyatakan dalam
tarif penyusutan.
Dari uraian di atas, maka secara umum penyusutan aset tetap dapat dihitung dengan rumus:

Beban Penyusutan = Tarif Penyusutan x Dasar Penyusutan

Berikut adalah metode yang lazim digunakan untuk penyusutan aset tetap.

1. Metode Garis Lurus (Straight Line Method)


Metode garis lurus menghasilkan jumlah beban penyusutan yang sama setiap tahun sepanjang
umur manfaat suatu aset tetap. Rumus yang digunakan untuk menghitung biaya penyusutan
per tahun dengan metode ini adalah:

Harga Perolehan Aset Tetap - Nilai Sisa


Biaya Penyusutan = ---------------------------------------------------------
Umur Ekonomis

Sebagai contoh, asumsikan bahwa biaya akuisisi aset tetap adalah Rp 24.000.000,-, dimana
estimasi nilai sisa adalah Rp 2.000.000,- dan manfaat ekonomisnya 5 tahun. Penyusutan
tahunan aset tersebut dihitung sebagai berikut:

Rp 24.000.000 - Rp 2.000.000
-------------------------------------- = Rp 4.400.000,- penyusutan per tahun.
5 tahun

2. Metode Unit Produksi (Unit Production Method)


Jika tingkat pemanfaatan aset tetap bervariasi dari tahun ke tahun, dan lamanya umur
ekonomis berkaitan erat dengan tingkat pemakaian, maka metode unit produksi lebih tepat
dipakai daripada metode garis lurus. Karena, metode unit produksi mampu membandingkan
lebih baik beban penyusutan dengan pendapatan terkait.
Metode Unit Produksi (Unit Production Method) menghasilkan jumlah beban penyusutan
yang sama bagi setiap unit yang diproduksi atau setiap unit kapasitas yang digunakan oleh
aset. Untuk menerapkan metode ini umur manfaat aset diekspresikan dalam istilah unit
kapasitas produktif seperti jam atau mil. Total beban penyusutan untuk setiap periode
akuntansi kemudian ditentukan dengan mengalikan penyusutan per unit dengan jumlah unit
yang dihasilkan atau digunakan selama periode dimaksud. Sebagai contoh asumsikan bahwa
sebuah mesin dengan harga perolehan Rp 240.000.000,- dan prediksi nilai sia Rp
20.000.000,- diperkirakan memiliki umur manfaat 10.000 jam operasi. Dari data tersebut
maka penyusutan per jam diitung sebagai berikut:

Rp 240.000.000 – Rp 20.000.000
---------------------------------------- = Rp 22.000.000,- penyusutan per jam
10.000 jam

Dengan mengasumsikan bahwa mesin dioperasikan 2.100 jam selama satu tahun, maka
penyusutan tahun tersebut adalah Rp 46.200.000 ( Rp 22.000.000 x 2.100 jam).
3. Metode Saldo Menurun (Declining Balance Method)
Metode penyusutan saldo menurun ganda (doubledeclining balance method)
menghasilkan perhitungan beban penyusutan periodik yang semakin menurun selama
estimasi masa manfaat aset tetap. Tingkat penyusutan metode saldo menurun ganda
dihitung dengan menggandakan tingkat penyusutan metode garis lurus.
Sebagai ilustrasi, diasumsikan sebuah aset tetap memiliki masa manfaat selama empat tahun.
Nilai perolehan aset sebesar Rp 10 juta dengan nilai sisa pada akhir tahun kempat sebesar Rp
1 juta. Maka depreciable cost atau biaya perolehan aset tetap yang dapat disusutkan adalah
sebesar Rp 9 juta.

Tingkat penyusutan per tahun :


Tingkat penyusutan metode saldo menurun ganda
= tingkat penyusutan metode garis lurus X 2
= (1/4) X 2
= 25% X 2
= 50%
Untuk tahun pertama, biaya penyusutan diperoleh dengan menghitung biaya perolehan aset
tetap dikalikan dengan tingkat penyusutan saldo menurun ganda. Contoh biaya penyusutan
tahun pertama adalah sebesar Rp 10 juta dikalikan 50%, atau sebesar Rp 5 juta.

Setelah tahun pertama, biaya penyusutan per tahun diperoleh dengan menghitung nilai buku
aset tetap, yaitu biaya perolehan aset tetap dikurangi akumulasi penyusutan tahun
bersangkutan, untuk kemudian dikalikan dengan tingkat penyusutan saldo menurun ganda.
Contoh biaya penyusutan tahun kedua adalah sebesar (Rp 10 juta – Rp 5 juta) dikalikan 50%,
atau sebesar Rp 5 juta dikalikan 50% atau sama dengan Rp 2,5 juta.

Nilai Buku Nilai Buku


Akumulasi Tingkat
Th BiayaPerolehan pada Awal Penyusutan pada Akhir
Penyusutan Saldo
Tahun Tahun
pada Awal Menurun
Tahun Ganda
1 10.000.000 0 10.000.000 50% 5.000.000 5.000.000
2 10.000.000 5.000.000 5.000.000 50% 2.500.000 2.500.000
3 10.000.000 7.500.000 2.500.000 50% 1.250.000 1.250.000
4 10.000.000 8.750.000 1.250.000 – 250.000 1.000.000
Catatan penting :
Berbeda dengan cara perhitungan metode garis lurus, pada proses perhitungan biaya
penyusutan menggunakan metode saldo menurun ganda, nilai
sisa tidak diperhitungkan. Jadi biaya penyusutan tahun pertama adalah Rp 10 juta X
50%, bukan (Rp 10 juta – Rp 1 juta) X 50%.
Akan tetapi, pada tahun akhir, aset tetap tidak perlu disusutkan di bawah nilai sisa.
Dalam contoh di atas, penyusutan tahun keempat adalah Rp 250.000 (nilai buku pada
awal tahun – nilai sisa = Rp 1.250.000 – Rp 1.000.000 = Rp 250.000), bukan Rp
625.000 (Rp 1.250.000 X 50% = Rp 625.000).

Jurnal penyusutan aset tetap

Beban penyusutan aset tetap xxx


Akumulasi penyusutan aset tetap xxx

3. Aset Tak Berwujud


Aset tak berwujud adalah hak, hak istimewa dan keuntungan kompetitif yang timbul
dari pemilikan suatu Aset yang berumur panjang, yang tidak memiliki wujud fisik tertentu.
Bukti pemilikan Aset tak berujud bisa berupa kontrak, lisensi atau dokumen lain. Aset tidak
berwujud mungkin timbul dari:
1. Pemerintah – seperti hak paten, hak cipta, franchise, merek dagang dan nama dagang.
2. Perusahaan lain – misalnya pembelian yang mencakup pembayaran untuk goodwill.
3. Penjualan tertentu – seperti franchise dan lease.
Secara umum, akutansi untuk Aset tak berujud adalah sejalan dengan akutansi untuk
Aset tetap. Seperti halnya Aset tetap, Aset berujud juga dicatat atas harga dasar harga
perolehan dan harga perolehan ini dihapus secara rasuonal dan sistematis selama masa
manfaat Aset tak berujud tersebut. Jika pada suatu saat dihentikan, maka nilai buku Aset tak
berujud dihapuskan dari pembukuan dan dicatat pula laba atau rugi penghentian (jika ada).
Namun demikian, terdapat sejumlah perbedaan antara akutansi Aset tak berujud bila
dibandingkan dengan akutansi Aset tetap. Pertama, istilah yang digunakan untuk menghapus
Aset tak berujud adalah amortisasi (bukan depresiasi). Untuk mencatat amortisasi Aset tak
berujud maka rekening Biaya Amortosasi didebet dan rekening Aset tak berujud yang
bersangkutan dikredit. Alternatif lain, bisa juga dikredit rekening Akumulasi Amortisasi,
seperti halnya akumulasi depresiasi pada Aset tetap. Namun sebagian besar perusahaan
memilih cara yang sederhana, yaitu dengan langsung mengkredit rekening Aset tak berujud.
Perbedaan kedua ialah bahwa periode amortisasi suatu Aset tak berujud tidak boleh melebihi
40 tahun. Sebagai contoh, jika masa manfaat suatu Aset tak berujud adalah 60 tahun, maka
amortisasinya harus dilakukan 40 tahun. Akan tetapi jika masa menfaat Aset tak berujud
kurang dari 4 tahun, maka masa manfaat itulah yang akan digunakan. Aturan tesebut
dimaksudkan untuk menjaga agar semua Aset tak berujud, terutama yang tidak ketentuan
masa manfaatnya, dihapus dalam periode waktu yang wajar.
Berbeda dengan Aset tetap, amortisasi Aset tak berujud hanya mengenal satu metoda,
yaitu metoda garis lurus. Oleh karena itu, perlakuan akutansi Aset tak berujud pada berbagai
perusahaan relatif mudah diperbandingkan.
2. Karakteristik Aset tidak Berwujud
Aset tak berwujud mempunyai karakteristik penting, yaitu :
a) Kurang memiliki eksistensi fisik, tidak seperti Aset berwujud seperti property, pabrik, dan
peralatan, Aset tak berwujud memperoleh nilai dari hak dan keistimewaan atau privilege
yang diberikan pada perusahaan yang menggunakannya.
b) Bukan merupakan instrument keuangan, Aset seperti deposito bank, piutang usaha, dan
investasi jangka panjang dalam obligasi serta saham tidak memiliki substansi fisik, tetapi
tidak diklasifikasikan sebagai Aset tak berwujud. Aset ini merupakan instrument keuangan
dan menghasilkan nilainya dari hak untuk menerima kas atau ekuivalen kas di masa depan.
c) Bersifat jangka panjang dan menjadi subjek amortisasi, Aset tak berwujud menyediakan
jasa selama periode bertahun tahun. Investasi dalam Aset ini biasanya dibebankan pada
periode masa mendatang melalui beban amortisasi periodik.

Akuntansi untuk Aset tak berwujud mempunyai masalah yang sama dengan akuntansi
Aset jangka panjang lainya, yaitu menentukan nilai terbawa awalnya, akuntansi untuk jumlah
setelah akuisisi dalam kondisi bisnis normal ( amortisasi ), dan akuntansi untuk jumlah jika
nilainya turun secara substansial serta terus-menerus.

4. Penjualan Aset tetap

Melakukan penjualan Aset tetap sebelum masa ekonomisnya habis, maka akan diperoleh
laba (gain) atau rugi (loss) dari penjualan tersebut.

Menghitung laba/rugi dari penjualan Aset tersebut adalah dengan cara membandingkan harga
jual dengan nilai buku (book value) Aset tetap saat dijual.

Jika ;

Harga Jual > Nilai Buku = Laba

Harga Jual < Nilai Buku = Rugi

Harga Jual ≠ Nilai Buku = Tidak Laba/Rugi

Contoh kasus :

Sebuah Aset yang berbentuk Sepeda motor, pada tanggal 1 Juni 2017 telah disusutkan
sebesar Rp. 7.500.000. harga perolehan pada saat dibeli baru sebesar Rp. 12.500.000.
seandainya motor tersebut dijual pada harga Rp. 6.000.000Apakah yang terjadi ? ataukah
laba, rugi atau impas ? Berikut perhitungannya.

Perhitungan penjualan Rp.6.000.000

Harga Jual Rp. 6.000.000

Harga perolehan sepeda motor Rp. 12.500.000

Akumulasi depresiasi Rp.7.500.000

Nilai Buku Rp.5.000.000 (Rp. 5.000.000)


Laba Penjualan Sepeda Motor Rp. 1.000.000

Jurnal penjualan tersebut adalah :

Kas 6.000.000

Ak. Depresiasi spd mtr 7.500.000

Sepeda Motor 12.500.000

Laba penjualan sepeda motor 1.000.000

5. Pertukaran aset tetap


Masalah yang timbul dalam perolehan aktiva tetap yang ditukar dengan aktiva tetap lainya
adalah sebagai berikut:

Penentuan harga perolehan aktiva tetap yang diterima


Penentuan rugi laba dan pencatatanya
Pemecahan masalah tersebut tergantung pada ada atau tidaknya transaksi kas yang terlibat
dan jenis aktiva yang ditukarkan. Dalam hal ini terdapat dua kemungkinan yaitu:

SOAL 1 : Pada tanggal 1 Januari PT.BEJO membeli mesin pertanian untuk menjalankan
usahanya ,seharga Rp20.000 dengan umur ekonomis 6 tahun dan nilai residu sebesar Rp2.000
(Nominal dalam ribuan rupiah) Buatlah jurnal pada transaksi tersebut !
SOAL 2 : Pada tahun ke 4 PT.BEJO menukarkan mesinnya dengan mesin Baru yang sejenis
seharga Rp25.000 ,tetapi PT.BEJO harus menambah uang sebesar Rp5.000 Buatlah jurnal
pada transaksi tersebut !
Cara mudah mengerjakannya adalah mula-mula kita menghitunga penysutannya terlebih
dahulu dengan metode garis lurus ,yaitu
Harga Perolehan - Nilai Residu / Umur Ekonomis
Perhitungannya :
20.000 - 2.000 / 6 = 3.000 per tahun

Setelah kita mendapatkan penyusutannya pertahun maka kita perlu memperhitungkannya


dalam 4 tahun seperti pada soal ,yaitu :
Rp3.000 x 4 Tahun = Rp12.000

Mesin lama senilai Rp20.000 ditukar dengan mesin baru senilai Rp25.000
Kita menambah uang sebesar Rp5.000

Jadi,jurnalnya sebagai berikut :

KETERANGAN DEBET KREDIT


Mesin Baru Rp 25.000
Akumulasi Penyusutan Rp 12.000
___Mesin Lama Rp. 20.000
___Kas Rp. 5.000
___Laba Pertukaran Rp. 12.000

Cara mendapatkan laba pertukaran adalah selisih antara debet dengan kredit laba selalu di
kredit dan rugi ada di debet jadi jika
Debet > Kredit = Laba Pertukaran
Kredit < Debet = Rugi Pertukaran
Debet = Kredit = Tidak ada jurnal rugi ataupun rugi
BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Fase perolehan Aset tetap adalah fase dimana aset tetap diperoleh hingga aset tetap tersebut
dapat digunakan atau berfungsi. Permasalahan yang timbul pada fase ini meliputi:
Perolehan Aset Tetap (Acquisition)
Pemasangan Aset Tetap (Installation)
Juga meliputi: Penilaian (pengukuran), Pengakuan (pencatatan) dan Pelaporan (disclosure)
atas perolehan aset tetap.

Metode yang paling mudah dan paling sering digunakan untuk menghitung
penyusutan adalah metode penyusutan garis lurus (straight-line depreciation). Tapi selain itu,
ada pula metode penghitungan lain yang bisa juga digunakan, seperti metode penyusutan
dipercepat, penyusutan jumlah angka tahun, dan saldo menurun ganda.
Depresi merupakan istilah lain dari penyusutan atau amortisasi. Deplesi digunakan
khusus untuk sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, misalnya bijih besi, hasil
tambang, kayu hutan dsbnya.
Depresi dihitung dengan tarif deplesi yang diperoleh dari Beban yang dikeluarkan
untuk mendapatkan hak penambangan dibagi estimasi hasil yang akan diperoleh.
DAFTAR PUSTAKA

Jusup, Al. Haryono.1993. Dasar-Dasar Akuntansi 2. Edisi 4. Yogyakarta: Bagian Penerbitan


STIE YKPN.
Hendriksen, S. Eldon.,dan Nugroho W. Teori Akuntansi. Edisi 4. Jakarta: Erlangga.`
Tuanakotta, M. Theodorus. Teori Akuntansi 2. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia.

You might also like