Professional Documents
Culture Documents
LP Combustio Desi
LP Combustio Desi
LP Combustio Desi
oleh
1. Kasus
Combustio
Lapisan Kulit
1) Lapisan epidermis
Epidermis merupakan struktur lapisan kulit terluar. Sel-sel epidermis
terus-menerus mengalami mitosis, dan berganti dengan yang baru sekitar 30
hari. Epidermis mengandung reseptor-reseptor sensorik untuk sentuhan, suhu,
getaran dan nyeri. Komponen utama epidermis adalah protein keratin, yang
dihasilkan oleh sel-sel yang disebut keratinosit. Keratin adalah bahan yang kuat
dan memiliki daya tahan tinggi, serta tidak larut dalam air. Keratin mencegah
hilangnya air tubuh dan melindungi epidermis dari iritan atau mikroorganisme
penyebab infeksi. (Corwin, 2003).
Melanosit (sel pigmen) terdapat dibagian dasar epidermis. Melanosit
menyintesis dan mengeluarkan melanin sebagai respons terhadap rangsangan
hormone hipofisis anterior melanocyte stimulating hormone/MSH. Melanin
diyakini dapat menyerap cahaya ultraviolet dan dengan demikian akan
melindungi seseorang terhadap efek pancaran cahaya ultraviolet dalm sinar
matahari yang berbahaya(Sloane, 2004).
Sel-sel imun yang disebut sel Langerhans, terdapat diseluruh epidermis.
Sel Langerhans mengenali partikel asing atau mikroorganisme yang masuk
kekulit dan membangkitkan suatu serangan imun. Sel Langerhans mungkin
bertanggung jawab mengenal dan menyingkirkan sel-sel kulit displastik atau
neoplastik. Menuru Sloane (2004) lapisan ini terdiri atas:
a) Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel, inti
selnya sudah mati dan mengandung keratin, suatu protein fibrosa tidak
larut yang membentuk barier terluar kulit dan mempunyai kapasitas
untuk mengusir patogen dan mencegah kehilangan cairan berlebihan dari
tubuh.
b) Stratum lusidum. Selnya pipih, lapisan ini hanya terdapat pada telapak
tangan dan telapak kaki.
c) Stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipi seperti kumparan,
sel-sel tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan
kulit.
d) Stratum spinosum/stratum akantosum. Lapisan ini merupakan lapisan
yang paling tebal dan terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-selnya terdiri dari sel
yang bentuknya poligonal (banyak sudut dan mempunyai tanduk).
e) Stratum basal/germinatum. Disebut stratum basal karena sel-selnya
terletak di bagian basal/basis, stratum basal menggantikan sel-sel yang di
atasnya dan merupakan sel-sel induk.
2) Lapisan dermis (cutaneus)
Dermis tersusun dari pembuluh darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar
keringat serta sebasea dan akar rambut. Lapisan ini terbagi menjadi dua
yaitu:
a) Bagian atas, pars papilaris (stratum papilaris)
Lapisan ini berada langsung di bawah epidermis dan tersusun dari sel-sel
fibroblas yang menghasilkan salah satu bentuk kolagen.
b) Bagian bawah, pars retikularis (stratum retikularis).
Lapisan ini terletak di bawah lapisan papilaris dan juga memproduksi
kolagen.
3) Jaringan subkutan atau hipodermis
Lapisan subkkutis kulit terletak dibawah dermis. Lapisan ini terdiri atas
lemak dan jaringan ikat dimana berfungsi untuk memberikan bantalan antara
lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang. Serta sebagai peredam
kejut dan insulator panas. Jaringan ini memungkinkan mobilitas kulit, perubahan
kontur tubuh dan penyekatan panas tubuh (Guyton, 2007).
Gambar 1. Susunan lapisan kulit
Kelenjar pada Kulit
1) Kelenjar sebasea
Kelenjar sebasea menyertai folikel rambut. Kelenjar ini mengeluarkan bahan
berminya yag disebut sebum kesaluran sekitarnya. Untuk setiap lembar
rambut terdapat sebuah kelenjar sebasea yang sekretnya melumasi rambut dan
membuat rambut menjadi lunak, serta lentur.
2) Kelenjar keringat
Ditemukan pada kulit sebagian besar permukaan tubuh. Kelenjar ini terutama
terdapat padda telapak tangan dan kaki. Hanya glans penis, bagian tepi bibir,
telinga luar, dan dasar kuku yang tidak mengandung kelenjar keringat.
Kelenjar keringat dapat diklasifikasikan lebih lanjut menjadi dua kategori,
yaitu kelenjar merokrin dan apokrin.
3) Kelenjar apokrin
Kelenjar apokrin memproduksi keringat yang keruh seperti susu dan
diuraikan oleh bakteri untuk menghasilkan bau yang khas. Kelenjar apokrin
yang khusus dinamakan kelenjar seruminosa dijumpai pada telinga luar,
tempat kelenjar tersebut memproduksi serumen (Corwin, 2003). Sekresi
apokrin tidak mempunyai fungsi apapun yang berguna bagi manusia, tetapi
kelenjar ini menimbulkan bau pada ketiak apabila sekresinya mengalami
dekomposisi oleh bakteri (Price & Wilson, 2005).
Fungsi Kulit
1) Proteksi
Kulit yang menutupi sebagian besar tubuh memiliki ketebalan sekitar1
atau 2 mm yang memberikan perlindungan yang sangat efektif terhadap trauma
fisik, kimia, dan biologis dari invasi bakteri. Kulit telapak tangan dan kaki yang
menebal memberikan perlindungan terhadap pengaruh trauma yang terus-
menerus terjadi didaerah tersebut.
Bagian stratum korneum epidermis merupakan barier yang paling efektif
terhadap berbagai faktor lingkungan seperti zat-zat kimia, sinar matahari, virus,
fungus, gigitan serangga, luka karena gesekan angina tau trauma. Lapisan dermis
kulit memberikan kekuatan mekanis dan keuletan melalui jaringan ikat fibrosa
dan serabut kolagennya. Dermis tersusun dari jalinan vaskuler, dermis
merupakan barier transportasi yang efisien terhadap substansi yang dapat
menebus stratum korneum dan epidermis. Factor-faktor lain yang mempengaruhi
fungsi protektif kulit mencakup usia kulit, daerah kulit yang terlibat dalam dan
status vaskuler.
2) Sensasi
Ujung-ujung reseptor serabut saraf pada kulit memungkinkan tubuh untuk
memantau secara terus-menerus keadaan linkungan disekitarnya. Fungsi
utama reseptor pada kulit adalah untuk mengindera suhu, rasa nyeri,
sentuhan yang ringan dan tekanan. Berbagai ujung saraf bertanggung jawab
untuk bereaksi terhadap setiap stimuli yang berbeda (Smeltzer, 2002).
3) Termoregulasi
Peran kulit dalam pengaturan panas meliputi sebagai penyekat tubuh,
vasokonstriksi (yang memengaruhi aliran darah dan hilangnya panas kekulit)
dan sensasi suhu (Potter & Perry, 2005). Perpindahan suhu dilakukan pada
system vaskuler, melalui dinding pembuluh, kepermukaan kulit dan hilang
kelingkungan sekitar melalui mekanisme penghilangan panas.
Pengeluaran dan produksi panas terjsi secara stimultan. Struktur kulit dan
paparan terhadap lingungan secara konstan, pengeluaran panas secara normal
melalui radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi. (Potter & Perry, 2005).
a) Radiasi
Radiasi adalah perpnidahan panas dari permukaan suatu objek lain tanpa
keduanya bersentuhan. Panas berpindah melalaui gelombang
elektromagnetik (Potter & Perry, 2005).
b) Konduksi
Konduksi merupakan pengeluaran panas dari satu objek ke objek lain
melalui kontak langsung. Proses pengeluaran atau perpindahan suhu
tubuh terjadi pada saat kulit hangat menyentuh objek yang lebih dingin.
c) Konveksi
Konveksi merupakan suatu perpindahan panas akibat adanya gerakaan
udara yang secara langsung kontak dengan kulit.
d) Evaporasi
Evaporasi adalah perpindahan energy panas ketika cairan berubah
menjadi gas. Selama evaporasi kira-kira 0,6 kalori panas hilang untuk
setiap gram air yang menguap. Tubuh secara kontinyu kehilangan panas
melalui evaporasi. Kira-kira 600-900 ml/hari menguap dari kulit dan
paru-paru, yang mengakibatkan kehilangan air dan panas. Kehilangan
normal ini dipertimbangkan kehilangan air tidak kasat mata (insensible
water loss) dan tidak memainkan peran utama dalam pengaturan suhu
(Guyton, 2007).
4) Metabolisme
Radiasi sinar ultraviolet memberikan paparan, maka sel-sel epidermal
didalam stratum spinosum dan stratum germinativum akan mengonversi
pelepasan steroid kolesterol menjadi vitamin D3 atau kolekalsiferol. Organ
hati kemudian mengonversi kolekalsiferol menjadi produk yang digunakan
ginjal untuk menyintesis hormone kalsitrol.
5) Fungsi respon imun
Hasil-hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa beberapa sel dermal (sel
Langerhans, Interleukin-1 yang memproduksi keratinosit, dan subkelompok
limfosit-T) merupakan komponen penting dalam system imun.
6) Keseimbangan air
Stratum korneum memiliki kemampuan untuk menyerap air dan dengan
demikian akan mencegah kehilangan air serta elektrolit yang berlebihan dari
bagian internal tubuh dan mempertahankan kelembapan dalam jaringan
subkutan (Smeltzer, 2002). Ketika terendam dalam air, kulit dapat
menimbun air sampai tiga hingga empat kali berat normalnya (Guyton,
2007). Contoh keadaan ini yang lazim dijumpai adalah pembengkakan kulit
sesudah mandi berendam untuk waktu yang lama.
7) Penyerapan zat atau obat
Berbagai senyawa lipid (zat lemak) dapat diserap lewat stratum korneum,
termasuk vitamin (A dan D) yang larut lemak dan hormon-hormon steroid.
Obat-obat dan substansi lain dapat memasuki kulit lewat epidermis melalui
jalur transepidermal atau lewat lubang-lubang folikel.
B. Definisi Combustio
Ada beberapa pengertian dari combustion atau luka bakar yaitu sebagai
berikut.
1) Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tingi
seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi juga oleh sebab kontak
dengan suhu rendah (Mansjoer, 2000).
2) Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh transfer energi dan sumber
panas ke tubuh yang dipndahkan mellaui hantaran atau radiasi
elektromagnetik akibat kontak dengan suhu tinggi, radiasi, dan bahan kimia
(Smeltzer, 2002).
3) Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan
radiasi (Moenajat, 2001).
4) Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh
dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api secara langsung maupun
tidak langsung, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan
kimia, air, dan lain-lain) atau zat-zat yang bersifat membakar (asam kuat,
basa kuat) (De Jong, 2005)
5) Luka bakar adalah trauma yang disebabkan oleh termis, elektris, khemis dan
radiasi yang mengenai kulit, mukosa, dan jaringan yang lebih dalam
(Syamsuhidayat, 2007).
Dapat disimpulkan bahwa luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh
kontak dengan suhu tingi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi
secara langsung maupun tidak langsung yang menimbulkan kerusakan kulit.
C. Etiologi
Luka bakar banyak disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah
sebagai berikut (Syamsuhidayat, 2007).
1) Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn)
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald), jilatan
api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat terpapar atau
kontak dengan objek-objek panas lainnya (logam panas, dan lelehan-lelehan
yang panas)
2) Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
Luka bakar chemical burn biasanya disebabkan oleh bahan-bahan yang ada
di indistri seperti asam kuat dan basa kuat diantaranya hidrrocloride atau
alkali dan di rumah tangga seperti drainase alat pembersih seperti pembersih
cat, desinfektan.
3) Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
Disebabkan oleh percikan atau busur atau oleh arus listrik yang menyalur ke
dalam tubuh.
4) Luka bakar radiasi (Radiation Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio aktif.
Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk
keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat terpapar
sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi.
D. Klasifikasi
1) Klasifikasi luka bakar menurut kedalaman (Mansjoer, 2000)
a) Luka bakar derajat I (luka bakar superficial)
Luka bakar hanya terbatas pada lapisan epidermis. Luka bakar derajat
ini ditandai dengan kemerahan yang biasanya akan sembuh tanpa
jaringan parut dalam waktu 5-7 hari. Pada luka derajat ini dirasakan
nyeri. Contoh: terbakar sengatan matahari.
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dapat dilihat berdasarkan derajat luka bakar
adalah sebagai berikut (Mansjoer, 2000).
1) Grade I
a) Jaringan rusak hanya epidermis saja
b) Klinis ada rasa nyeri, warna kemerahan
c) Adanya hiperalgisia
d) Akan sembuh kurang lebih 7 hari
2) Grade II
a) Grade II a
(1) Jaringan luka bakar sebagian dermis.
(2) Klinis nyeri, warna lesi merah / kuning.
(3) Klinis lanjutan terjadi bila basah
(4) Tes jarum hiperaligesia, kadang normal.
(5) Penyembuhan memerlukan waktu 7 – 14 hari
b) Grade II b
(1) Jaringan rusak sampai dermis dimana hanya kelenjar keringat saja
yang masih utuh.
(2) Klinis nyeri, warna lesi merah/kuning.
(3) Tes jarum hiperalgisia
(4) Waktu sembuh kurang lebih 14 – 21 hari
(5) Hasil kulit pucat, mengkilap, kadang ada sikatrik
c) Grade III
(1) Jaringan yang seluruh dermis dan epidermis.
(2) Klinis mirip dengan grade II hanya kulit bewarna hitam/kecoklatan.
(3) Tes jarum tidak sakit.
(4) Waktu sembuh lebih dari 21 hari.
(5) Hasil kulit menjadi sikratrik hipertrofi
H. Diagnosis
Ada beberapa metode cepat untuk menentukan luas luka bakar, yaitu:
1) Palmar Rule
Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas
telapak tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas luka
bakar hanya dihitung pada pasien dengan derajat luka II atau III yaitu luka
bakar yang menyebar (Smeltzer, 2002).
2) Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa
Rums sembian atau yang sering dikenan nine of rule dari Wallace ini
merupakan cara yang tepat untuk menghitung luas daerah yang terbakar.
Sistem tersebut menggunakan presentase dalam kelipatan sembilan terhadap
permukaan tubuh yang luas (Smeltzer, 2002).
a) Kepala dan leher: 9%
b) Ekstremitas atas: 2 x 9% (kiri dan kanan)
c) Paha dan betis kaki: 4 x 9% (kiri dan kanan)
d) Dada, perut, punggung, bokong: 4 x 9% (kiri dan kanan)
e) Perineum dan genetalia: 1%
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan
kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil.
Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda,
dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak (Mansjoer,
2000).
J. Pemeriksaan Penunjang
1) Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya
pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat
menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap
pembuluh darah.
2) Leukosit: Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi atau
inflamasi.
3) GDA (Gas Darah Arteri): Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan
karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
4) Elektrolit Serum: Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan dengan
cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium pada awal mungkin
menurun karena kehilangan cairan, hipertermi dapat terjadi saat konservasi
ginjal dan hipokalemi dapat terjadi bila mulai diuresis.
5) Natrium Urin: Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan
cairan, kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan.
6) Alkali Fosfat: Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan
cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.
7) Glukosa Serum: Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
8) Albumin Serum: Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada edema
cairan.
9) BUN atau Kreatinin: Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau
fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
10) Loop aliran volume: Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek atau
luasnya cedera.
11) EKG: Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
12) Fotografi luka bakar: Memberikan catatan untuk penyembuhan luka bakar.
K. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan luka bakar adalah penutupan luka sesegera mungkin,
pencegahan infeksi, mengurangi rasa sakit, pencegahan trauma mekanik pada
kulit yang vital dan elemen di dalamnya, dan pembatasan jaringan parut
(Mansjoer, 2000). Prinsip terapi pada luka bakar dibedakan menjadi dua:
a. Terapi fase akut
1. Hentikan dan hindarkan kontak langsung dengan penyebab luka bakar.
Pada saat kejadian hal pertama yang harus dilakukan adalah menjauhkan
korban dari sumber utama. Padamkan api dan siram kulit yang panas
dengan air. Pada trauma bahan kimia, siram kulit dengan air mengalir.
Perendaman kulit yang terbakar selama a5 menit sangat bermanfaat untuk
mencegah proses koagulasi protein sel di jaringan dan tindakan ini sangat
dianjurkan untuk luka bakar yang >10% karena terjadi hipotermia yang
menyebabkan cardiac arrest (Mansjoer, 2000).
2. Menilai keadaan umum penderita: adanya sumbatan jalan nafas, nadi,
tekanan darah dan kesadaran (ABC)
a) Bila terjadi obstruksi jalan nafas: Bebaskan jalan nafas, buka jalan napas
dan lakukan suction, bila perlu dilakukan trekeostomi atau intubasi
misalnya pada kasus trauma inhalasi. Kecurigaan adanya trauma inhalasi
bila pada penderita luka bakar mengalami hal sebagai berikut.
1) Riwayat terjebak dalam ruangan tertutup.
2) Sputum tercampur arang.
3) Luka bakar perioral, termasuk hidung, bibir, mulut atau tenggorokan.
4) Penurunan kesadaran termasuk confusion.
5) Terdapat tanda distress napas, seperti rasa tercekik. Tersedak, malas
bernafas atau adanya wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata
atau tenggorokan, menandakan adanya iritasi mukosa.
6) Adanya takipnea atau kelainan pada auskultasi seperti krepitasi atau
ronhi.
7) Adanya sesak napas atau hilangnya suara.
Bila ada 3 tanda/gejala diatas sudah cukup dicurigai adanya trauma
inhalasi. Penanganan penderita trauma inhalasi bila terjadi distress
pernapasan maka harus dilakukan trakheostomi. Pasien dirawat sampai
kondisi stabil.
b) Berikan oksigen
c) Pasang iv line untuk resusitasi ciran. Bila terjadi shock: segera infuse
(grojog) tanpa memperhitungkan luas luka bakar dan kebutuhan cairan
(RL).
d) Bila tidak shock: segera diinfus sesuai dengan perhitungan kebutuhan
cairan dengan ketiga rumus kebutuhan cairan
Formula BAXTER:
Hari Pertama:
Dewasa : Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas luka bakar per 24
jam
Anak : Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3
2 cc x berat badan x % luas luka ditambah kebutuhan faali.
Kebutuhan faali :
< 1 Tahun : berat badan x 100 cc
1 – 3 Tahun : berat badan x 75 cc
3 – 5 Tahun : berat badan x 50 cc
½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama.
½ diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua:
Dewasa : ½ hari I
Anak : diberi sesuai kebutuhan faali
Menurut Evans:
1. RL / NaCl = luas combustio ……% X BB/ Kg X 1 cc
2. Plasma = luas combustio ……% X BB / Kg X 1 cc
3. Pengganti yang hilang karena penguapan D5 2000 cc
Hari I 8 jam X ½ 16 jam X ½
Hari II ½ hari I
Hari ke III hari ke I
Menurut Brooke Army
(1) Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 0,5 ml menjadi mL plasma per 24
jam
(2) Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 1,5 ml (larutan RL) menjadi mL
RL per 24 jam
(3) 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya
diberikan dalam 16 jam berikutnya pada hari pertama. Pada hari kedua
diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga
diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
e) Pasang kateter untuk pemantauan diuresis
f) Pasang NGT untuk mengosongkan lambung selama ada ileus paralitik
g) Pasang pemantauan tekanan vena sentral atau CVP untuk pemantauan
sirkulasi darah, pada luka bara ekstensif (>40%)
3. Perawatan luka
- Luka dicuci dan dibersihkan dengan air steril dan antiseptic
- Bersihkan luka dengan kasa atau handuk basah, inspeksi tanda-tanda
infeksi, keringkan dengan handuk bersih dan re-dress pasien dengan
menggunakan medikasi topikal. Luka bakar wajah superficial dapat
diobati dengan ointment antibacterial. Luka sekitar mata dapat diterapi
dengan ointment antibiotik mata topical. Luka bakar yang dalam pada
telinga eksternal dapat diterapi dengan mafenide acetat, karena zat
tersebut dapat penetrasi ke dalam eschar dan mencegah infeksi purulen
kartilago.
- Obat- obat topical yang digunakan untuk terapi luka bakar seperti:
silver sulfadiazine, contoh Silvaden, Burnazine, Dermazine, dll.
- Balut luka yang masih basah dengan menggunakan kassa kering dan
steril
- Kulit yang terkelupas dibuang, bulae (2-3 cm) dibiarkan
- Bula utuh dengan cairan > 5 cc dihisap, < 5 cc dibiarkan
Bula sering terjadi pada jalur skin graft donor yang baru dan pada luka
yang ungraft. Membrane basal lapisan epitel baru kurang berikatan
dengan bed dari luka bakar. Struktur ini dapat mengalami rekonstruksi
sendiri dalam waktu beberapa bulan dan menjadi bullae. Bulla ini
paling baik diterapi dengan dihisap dengan jarum yang bersih,
memasang lagi lapisan epitel pada permukaan luka, dan menutup
dengan pembalut adhesif. Pembalut adhesive ini dapat direndam.
- Pasien dipindahkan ke tempat steril
- Pemberian antibiotic boardspectrum bersifat profilaksis.
- Berikan analgetik untuk menghilangkan nyeri misal morfin atau petidin
dan antacid untuk menghindari gangguan pada gaster.
- Berikan ATS untuk menghindari terjadinya tetanus 3000 unit pada
orang dewas dan setengahnya pada anak-anak
b. Terapi fase pasca akut
- Perawatan luka
- Eschar escharectom (Eschar : jaringan kulit yang nekrose, kuman
yang mati, serum, darah kering)
- Gangguan AVN distal karena tegang (compartment syndrome)
escharotomi atau fasciotomi
- Kultur dan sensitivity test antibiotika Antibiotika diberikan sesuai
hasilnya
- Dimandikan tiap hari atau 2 hari sekali
- Kalau perlu pemberian Human Albumin
- Keadaan umum penderita
Dilihat keadaan umum penderita dengan menilai beberapa hal seperti
kesadaran, suhu tubuh, dan sirkulasi perifer. Jika didapatkan penurunan
kesadaran, febris dan sirkulasi yang jelek, hal ini menandakan adanya
sepsis.
M. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan keracunan monoksida,
inhalasi asap dan obstruksi saluran pernapasan atas
2) Nyeri akut berhubungan dengan cedera saraf dan jaringan serta dampak
emosional dari luka bakar
3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan lapisan kulit
4) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan lapisan kulit
5) Kurang volume cairan yang berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan akibat evporasi dari daerah
luka bakar
6) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan
primer yaitu kerusakan kulit
N. Intervensi keperawatan
NO Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1. Gangguan pertukaran gas NOC: 1. Berikan oksigen yang sudah dilembabkan
berhubungan dengan a. Respiratory Status : Gas exchange 2. Kaji buyi napas, frekuensi pernapasan, irama,
keracunan monoksida, b. Respiratory Status : ventilation kedalaman, dan simetrisnya pernapasan. Pantau
inhalasi asap dan obstruksi c. Vital Sign Status pasien adaya tanda-tada hipoksia
saluran pernapasan atas 3. Amati adanya eritema atau pembetukan bula pada
Kriteria Hasil: mukosa bibir dan pipi, lubang hidung yang
a. Mendemonstrasikan peningkatan gosong, luka bakar pada muka, leher atau dada,
ventilasi dan oksigenasi yang bertambahnya keparauan suara napas, adanya
adekuat hangus pada sputum atau jaringan trachea dalam
b. Memelihara kebersihan paru paru secret respirasi
dan bebas dari tanda tanda distress 4. Pantau hasil gas darah arteri, hasil oksimetri,
pernafasan denyut nadi, dan kadar hemoglobin
c. Mendemonstrasikan batuk efektif 5. Kolaborasi pemberian intubasi
dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu
bernafas dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
d. Frekuensi napas 16-20 x/menit
2. Nyeri akut berhubungan NOC NIC
dengan cedera saraf dan a. Pain Level, Pain Management
jaringan serta dampak b. Pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
emosional dari luka bakar c. Comfort level termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Kriteria Hasil : kualitas dan faktor presipitasi
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
penyebab nyeri, mampu 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
menggunakan tehnik mengetahui pengalaman nyeri pasien
nonfarmakologi untuk mengurangi 4. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
nyeri, mencari bantuan) 5. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa
dengan menggunakan manajemen lampau
nyeri 6. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
3. Mampu mengenali nyeri (skala, menemukan dukungan
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) 7. Kurangi faktor presipitasi nyeri
4. Menyatakan rasa nyaman setelah 8. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
nyeri berkurang 9. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
10. Tingkatkan istirahat
11. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak berhasil
12. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen
nyeri
De Jong, Wim. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarrta: EGC.
Huddak & Gallo. 2006. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC.
Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. FKUI. Jakarta: Media
Aeuscullapius.
Potter, P.A, dan Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik.Edisi 4.Volume 1. Jakarta: EGC.