Professional Documents
Culture Documents
Jurnal Prof
Jurnal Prof
Jurnal Prof
Oleh :
Preseptor :
PADANG
2018
Sejarah dalam Ilmu Penyakit Dalam
METODE
Sumber Data dan Pencarian Data
Kami mengamati sebuah protocol yang diterbitkan (4) dan, pelaporan
tinjauan sistematik dilakukan berdasarkan PRISMA (Preferred Reporting Items for
Systematic Reviews and Meta-Analyses) (7). Kami menggunakan pendekatan
“umbrella” (8,9) untuk mengidentifikasi tinjauan sistematik yang relevan dan RCTs.
Kami mengidentifikasi tinjauan sistematis dengan cara membandingkan pilihan terapi
pada neuropati diabetic dengan placebo atau dengan pembanding lain dan menyusun
RCTs yang relevan pada tinjauan sistematis ini.
Kami membandingkan tinjauan sistematis yang telah diterbitkan antara
Januari 2007 dan April 2014 dan pencarian semua RCTs yang diterbitkan pada
Januari 2012 dan April 2014. Kami mencari di Ovid MEDLINE, Ovid EMBASE, dan
Cochrane Database of Systematic Review. Dua penelti dengan pengalaman tinjauan
sistematik dan ahli perkembangan referensi kepustakaan dengan strategi pencarian
dengan menggunakan kobinasi kosakata terkontrol (istilah Subjek Kedokteran) dan
kata kunci untuk konsep tatalaksana neuralgia atau neuropati diabetik.
Seleksi Studi
Berdasarkan rekomendasi dari 2 studi investigasi dengan ekspertise pada
Diabetic Care and Information in the American Diabetes association(3). Kami
mengembangkan daftar obat-obat yang sering digunakan di United States dan Eropa
pada terapi neuropati diabetic, dosis efektif minimum, dan range terapi (Tambahan 1,
dapat diakses di www.annals.org). Uji coba yang dimasukkan, dosis intervensi pada
penelitian ini setidaknya dengan dosis efektif minimum. Pendekatan ini dipilih untuk
mengurangi resiko bias yang berkaitan dengan perbandingan sautu agen dengan
pembanding yang tidak efektif. Ketika lebih dari 1 dosis dievaluasi dengan RCT, data
kemudian diekstraksi untuk dosis tertinggi yang diuji dalam kisaran terapi obat.
Tinjauan dikerjakan secara acak parallel atau crossover pada orang dewasa
(usia≥ 18 tahun) dengan nyeri neuropti diabetic tanpa batasan bahasa penerbitan,
jumlah pasien, atau pun tipe diabetes mellitus. Semua studi investigasi dengan
menggunakan kombinasi obat dieksklusi dari penelitian ini. Penolakan diselesaikan
dengan cara consensus atau arbitrasi pihak ketiga, jika dibutuhkan. Kami menilai
kesepakatan disesuaikan dengan peluang yang ada (k statistic) untuk setiap langkah
yang membutuhkan penilaian.
Hasil utamanya adalah berkurangnya ras nyeri, yang dinilai sebagai dikotomi
(proporsi pasien yang nyerinya menurun ≥ 30%) dan berlanjut ( dengan standardized
mean difference [SMD] pada skala nyeri). Ketika kedua data sudah dilaporkan,
kemudian dikumpulkan dan dianalisis secara terpisah. Meskipun data yang
dilaporkan mengalami nyeri adalah ekstremitas atas dan bawah, tetapi data yang
dievaluasi hanya data pada ekstremitas bawah. Ketika sebuah percobaan melaporkan
hasil dari beberapa domain nyeri, kami mengekstrak data dengan domain yang paling
relevan berdasarkan hirarki yang telah ditentukan (intensitas, keseluruhan rasa sakit,
kualitas, durasi, dan waktu berkurangnya) (4). Jika nyeri dilaporkan pada beberapa
titik waktu, kami menilai kemanjuran pada waktu terjauh dalam 3 bulan (efek jangka
pendek), lebih dari 3 bulan (efek jangka panjang), atau keduanya.
HASIL
Hasil Pencarian
Kami menemukan 65 RCTs (15-79) yang termasuk 12.632 pasien dan
membandingkan 27 obat (Gambar Lampiran 1, dapat diakses di www.annals.org).
Sembilan uji coba dari pasien ke pasien diidentifikasi, termasuk 8 RCTs yang
membandingkan golongan obat yang berbeda. Suplemen 2 (dapat diakses di
www.annals.org) menyajikan karakteristik yang dipilih pada RCTs individual. Secara
umum, uji coba singkat (rata-rata follow-up, 14 minggu), dan mendaftarkan sebagian
pria paruh baya yang menderita diabete tipe 1 atau 2 selama lebih dari 5 tahun.
Gambar 1 dan Suplemen 3 (dapat diakses di www.annals.org) menunjukkan pola
perbandingan diantara perbedaan terapi pada nyeri jangka pendek sesuai dengan
golonga obat dan obat individual. Keduanya memiliki geometri bintang, dengan
placebo sebagai pembanding umum. Diantara semua analgetik yang digunakan,
amitriptilin merupakan obat yang paling sering dibandingkan dengan obat lainnya
(Suplemen 3).
Tiga puluh dari 65 termasuk RCTs yang dinilai memiliki resiko bias yang
rendah. Resiko bias yang tersisa dianggap sebagai resiko bias tinggi atau tidak jelas
karena kekurangan dalam uji acak, alokasi data-data yang tidak transparan, data yang
tidak lengkap, dan pelaporan selektif. Pembuatan dan alokasi urutan acak secara tepat
dijelaskan dalam 41 dan 25 masing-masing, dari 65 RCTs.
Gambar 1. Evaluasi RCTs dalam terapi nyeri pada neuropati diabetik, berdasarkan
golongan obat
Efek Samping
Tabel 2 dan Suplemen 7 menunjukkan efek samping dan intoleransi dalam
pengobatan yang dilaporkan dalama analisis RCTs. Tabel 2 juga menunjukkan obat
mana yang telah diakui oleh U.S Food and Drug Adminitration dalam terapi
neuropati diabetic dan daftar kontraindikasi dan juga efek samping yang dilaporkan
dalam Micromedex and Lexicomp. Xerostomia adalah gejala antikolinergik yang
paling sering dilaporkan dari penggunaan TCAs dalam uji coba yang dilakukan
(terjadi 89% dari pasien). Gejala system saraf pusat terkait penggunaan obat-obat ini
yaitu somnolen (mencapai hingga 69% pasien) dan pusing (5% hingga 16%0.
Kelelahan (11% hingga 34%0, insomnia (35%), dan sakit kepala (11% hingga 21%0.
Serotonin-norephinephrine reuptake inhibitors sangat berkaitan dengan efek samping
pada system saraf pusat dan gastrointestinal. Somnolen danpusing terkjadi pada 8%
hingga 28% dan 6% hingga 25% pada pasien dengan penggunaan SNRIs. Mual (10%
hingga 32%), konstipasi (7% hingga 19%), dan dyspepsia (9% hingga 18%). Pasien
dengan penggunaan gabapentin atau pregabine juga terjadi somnolen 95% hingga
48%0 dan pusing (5% hingga 38%). Eodem perifer (4% hingga 17 %) dan sakit
kepala (2% hingga 13%) juga terjadi akibat penggunaan pregabine. Lebih dari 50%
pasien pengguna capsaicin topical mengalami sensasi rasa terbakar pada tempat yang
dioleskan.
DISKUSI
Ulasan sistematis dan network meta-analysis ini menunjukkan bahwa
beberapa analgetik efektif dalam pengobatan jangka pendek nyeri pada neuropati
diabetic. SNRIs, capsaicin topical, TCAs, dan antikonvulsan signifikan secara
statistic mampu mengurangi rasa nyeri. Network meta-analysis menggabungkan
perbandingan langsung dan tidak langsung yang mendukung efektivitas dari
carbamazepine, venlafakxine, duloxetine, dan amitriptilin. Golongan SNRIs memiliki
efektifitas lebih besar dalam mengontrol rasa nyeri dibandingkan antikonvulsan dan
opioid.
Pasien yang menggunakan TCAs, SNRIs, dan antikonvulsan sering terjadi
somnolen dan pusing. Xerostomia adalah efek antikolinergik yang paling sering
akibat penggunaan TCAs. Mual, konstipasi, dan dyspepsia sering dikaitkan akibat
penggunaan SNRIs. Pasien yang menggunalan pregabalin efek samping yang sering
timbul adalah edem perifer, sementara penggunaan capsaicin topical dikaitkan dengan
sensasi rasa terbakar pada daerah yang diolesi obat.
Tabel 2. Efek samping dan kontraindikasi obat-obat yang digunakan dalam terapi
nyeri pada neuropati diabetik
Pencarian literature yang komprehensif pada RCTs dan ulasan sebelumnya
dengan alusan-ulasan yang diterbitkan dari April 2014 mengidentifikasi ulasan
sitematik tentang topik ini. Studi-studi ini mendukung dalam pemberian informasi
mengenai perbandingan keefektifan intervensi farmakologi dalam terapi nyeri pada
neuropati diabetic (96,80-82). Wong dan rekan-rekannya (6) peneliti yang
membandingkan penggunaan parasetamol, antidepresan, opioid, obat anti-inflamasi
nonsteroid, antagonis asam N-methyl D-Aspartic, tramadol, capsaicin, dan
antikonvulsan dengan placebo. Mereka mengemukakan bahwa penggunaan
antikonvulsan dan TCAs lebih efektif dibandingkan dengan penggunaan
placebo.Quilici dan rekan-rekannya (80) membandingkan duloxetine, pregabaline,
dan gabapentin dan tidak menemukan perbedaan besar efektivitas sebagai anti
nyerinya. Chou dan rekan kerja (81) mengidentifikasi RCTs yang membandingkan
gabapentin dengan TCAs dalam terapi nyeri pada neuropati diabetic atau neuralgia
postherpetik dan tidak menemukan perbedaan yang signifikan.
Snedecor dan rekan (82) melaporkan suatu meta analisis intervensi
farmakologi pada nyeri pada neuropati diabetic. Berdbeda dengan penelitian ini,
ulasan ini mengeksklusi data yang kurang dari 4 minggu dan memasukkan obat-obat
lain (seperti, nabiximols dan asam lipoc intravena). Secara keseluruhan, kesetaraan
pengobatan yang tersedia telah ditemukan. Dibandingkan dengan placebo,
pengurangan nyeri pada skala nyeri poin numeric 11 poin (0 hingga 10) berkisar dari
-3,29 untuk natrium valproate hingga -0,39 untuk duloxetine (82).
Ulasan kami juga menambahkan upaya-upaya dengan menyediakan
pemahaman yang lebih lengkap tentang perbandingan keefektifan analgetik dalam
terapi nyeri pada neuropati diabetik. Dengan menggunakan placebo sebagai kontrol
pembanding umum. Beberapa uji coba dari satu pasien ke pasien lain, hasil yang
heterogen, proporsi bias yang tinggi juga mempengaruhi hasil dari ulasan
perbandingan keefektifan masing-masing obat ini. Kami juga menemukan
keterbatasan pada data-data obat yang digunakan kurang dari 3 bulan dalam terapi.
Berbagai rekomendasi dalam terapi nyeri pada neuropati diabetic telah banyak
diusulkan (83-85). The European Federation of Neurologicsl Societes
merekomendasikan TCAs, gabapentin, prgabaline, dan SNRIS 9 termasuk duloxetine
dan venlafaxine) harus digunakan sebagai obat lini pertama. Tramadol atau golongan
opioid kuat digunakan sebagai terapi lini kedua atau ketiga (83). Pada tahun 2011, the
International Toronto Expert Panel on Diabetic Neurophaty juga merekomendasikan
hal yang smaa (84). The American of Neurology merekomendasikan pregabaline
sebagai obat lini pertama, meskipun venlafaxine, duloxetine, amitriptilin, gabapentin,
valproate, opioid juga digunakan (85).
Saat ini, hanya duloxetine dan pregabalin yang disetujui oleh U.S Food and
Drug Administration dan European Medicine Agency dalam terapi nyeri pada
neuropati diabetic (84). Hasil ulsanan yang kami buat mendukung penggunaan
analgetik ini tetapi juga menunjukkan bahwa analgetik lain (misalnya TCA atau krim
capsaicin) juga efektif dalam terapi. Tinjauan ini juga menyediakan informasi tentang
efek samping yang paling sering terjadi akibat penggunaan obat-obat ini pada
masing-masing pasien. Dan harus diketahui bahwa tinjauan sistematis ini terbatas
pada evaluasi RCTs dan akibat kekurangan data dari penelitian observasional
mungkin saja memberikan bukti yang kuat tentang efek samping yang jarang terjadi
namun serius. Selanjutnya, ulasan ini juga tidak mengevaluasi informasi tentang
biaya.
Kami percaya meta analisis ini jelas menunjukkan keterbatasan bukti tentang
perbandingan keefektifan intervensi farmakologi dalam terapi nyeri pada neuropati
diabetic. Bukti-bukti sangat sedikit, kebanyak tidka lasngsung, dan berasal dari uji
coba singkat dengan resiko bias yang belum jelas atau yang resiko bias yang tinggi.
Oleh karena itu, analisis data ini berimplikasi pada upaya dan sorotan penelitian di
masa depan dibutuhkan RCTs yang dirancang dengan tepat dan lebih terarah pada
perbandingan golongan obat yang paling sering digunakan dalam terapi nyeri pada
neuropati diabetic (yaitu amitriptilin, gabapentin, pregabaline, duloxetine).
Kesimpulannya, beberapa analgetik dari golongan berbeda terlihat lebih
efektif pada tatalaksana jangka pendek dalam terapi nyeri pada neuropati diabetic.
Perbangingan efektifitas dari obat-obat terbatas akibat RCTs dari pasien ke pasien
kurang memadai dan pada resiko bias yang rendah.