Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 14

Makalah Pencemaran

Pengendalian Pencemaran Sampah Plastik di Laut

Disusun Oleh:

Syeiqido Sora Datu L022172001

Muh. Afdal L022172011

Program Pascasarjana

Pengelolan Sumberdaya Pesisir Terpadu

Universitas Hasanuddin

Maskassar

2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah dengan judul “ Pengendalian Sampah Plastik
Masuk Ke Perairan Laut”
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal, terlepas dari semua itu, Kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam
memberikan informasi mengenai pengendalian sampah plastic di perairan
I. Pendahuluan

A. Latar Belakang
Di Indonesia permasalahan sampah belum dapat diselesaikan oleh
pemerintah secara tuntas. Dengan jumlah penduduk yang semakin bertambah
menyebabkan bertambah pula volume timbunan sampah yang di hasilkan dari
aktivitas manusia. Komposisi sampah yang dihasilkan dari aktivitas manusia
adalah sampah organik sebanyak 60-70% dan sisanya adalah sampah non
organik 30-40 %. Sementara itu dari sampah non organik tersebut komposisi
sampah terbanyak kedua yaitu sebesar 14% adalah sampah plastik. Sampah
plastik yang terbanyak adalah jenis kantong plastik dan plastik kemasan
(Purwaningrum, 2016)
Indonesia merupakan Negara peringkat kedua dunia setelah cina, dengan
menghasilkan sampah plastik diperairan mencapai 187,2 juta ton. Dengan jumlah
penduduk yang lebih sedikt dari India, Negara tersebut masih jauh dibawah
Indonesia dalam menyumbang sampah di laut. Prediksi kenaikan jumlah sampah
yang masuk ke laut akan berlangsung secara eksponensial jika tidak ada
penanganan secara khusus mengenai sampah di darat .Jika melihat konstelasi
Indonesia sebagai Negara kepulauan dan berada pada jalur arus dunia, sampah
laut akan berasal dari dua sumber, yakni aktivitas manusia yang membuang
langsung sampah ke laut atau di bawa oleh sungai dan kedua adalah sampah
dari Negara lain dibawa oleh arus dunia dan terjebak di perairan Indonesia.
Dengan sistem arus terbuka, Indonesia sebagai penyumbang sampah ke
Samudra Hindia melalui Arus Lintas Indonesia dan Arus Khatulistiwa Selatan.
Arus-arus ini membawa sampah dan materialnya melewati berbagai provinsi di
Indonesia terutama di Wilayah Timur (Purba, 2017).
Sampah – sampah plastik yang masuk di lautan lama-kelamaan akan
terakumulasi di lautan dan akhirnya rusak menjadi partikel-pertikel kecil yang
dikenal sebagai mikroplastik. Hal ini tentu akan sangat berbahaya bagi
lingkungan perairan khususnya organisme yang akan mengira bahwa plastik
yang terdegradasi di lautan tersebut merupakan makanannnya karena ukuran
dan bentuk yang menyerupai plankton. Diperkirakan saat ini terdapat 5.25 triliun
barang dari bahan plastik dengan berat lebih dari 268.000 ton berada di lautan.
Permasalahan sampah plastik tersebut apabila semakin banyak jumlahnya
di lingkungan perairan maka tidak hanya akan mencemari lingkungan, tetapi juga
dapat menyebabkan terganggunya ekosistem di laut hingga matinya organisme,
oleh karena itu untuk mengurangi jumlah sampah di lautan maka diperlukan
mekanisme pengendalian masuknya sampah ke perairan laut.

B. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai dampak pencemaran
sampah plastik di lautan dan cara penanganan sampah plastik.
II. PEMBAHASAN

A. Perkembangan Sampah Plastik


Leo Baekeland merupakan seorang ahli kimia dari Belgia yang pertama kali
menemukan plastik. Industri plastik sendiri berkembang pada tahun 1930-an .
Polyethylene ditemukan pada tahun 1933 dan Nilon pada tahun 1935 (Elias,
2018).
Ketika dimulainya revolusi industri di Eropa, produksi plastik naik secara
signifikan. Namun kesadaran pemerintahakan bahaya plastik ini baru hadir
sekitar 150 tahun setelahnya. Walaupun masih bersifat umum, Konvensi Ocean
Dumping Act yang diikuti oleh MARPOL pada tahun 1973 dan OSPAR pada
tahun 1974 lahir untuk mengatasi permasalahan ini. Pada tahun 1987, konsep
secara internasional dalam bentuk dokumen rencana strategis dikeluarkan.
Kemudian, secara khusus pada tahun 2006 Amerika melalui NOAA membentuk
program khusus untuk mengatasi sampah laut. Selanjutnya berturut-turut pada
tahun 2011 melalui UNEP (global challenge) dan tahun 2012 konferensi RIO +20
secara tegas menyatakan bahwa sampah laut akan berdampak pada kesehatan
biodiversitas kehidupan laut. Pada pada bulan Juni TAHUN 2016 pertemuan UN
dilakukan di New York yang dihadiri oleh pemerintah Indonesia.
Sejak tahun 1970, setidaknya hanya sekitar 200 penelitian di dunia yang
fokus pada sampah laut. Kajian dari Universitas Plymouth mencatat sampai
tahun 2011 setidaknya hanya sekitar 50 penelitian di dunia. Artinya,
perkembangan kajian sampah laut meningkat signifikan sejak UNEP report. Di
Indonesia sendiri, penelitian mengenai sampah plasti ini belum menjadi daya
tarik sehingga setidaknya dapat dihitung dengan jari (Purba, 2017)

B. Permasalahan Sampah Plastik di Indonesia


Pengelolaan sampah di Indonesia masih merupakan permasalahan yang
belum dapat ditangani dengan baik. Kegiatan pengurangan sampah baik di
masyarakat sebagai penghasil sampah maupun di tingkat kawasan masih sekitar
5% sehingga sampah tersebut dibuang ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
sementara lahan TPA tersebut sangat terbatas. Komposisi sampah terbesar di
TPA selain sampah organik (70%) terdapat sampah non organik yaitu sampah
plastik (14%). Berdasarkan data dari Kementrian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan bahwa total jumlah sampah Indonesia di 2019 akan mencapai 68 juta
ton, dan sampah plastik diperkirakan akan mencapai 9,52 juta ton
(Purwaningrum, 2016).
Jambeck (2015), melaporkan bahwa Indonesia merupakan Negara kedua
terbesar penyumbang sampah pasltik di perairan. Jika melihat konstelasi
Indonesia sebagai negara kepulauan dan berada pada jalur arus dunia, sampah
di laut akan berasal dari dua sumber yakni aktivitas manusia yang membuang
langsung sampah ke laut atau dibawa oleh sungai, dan yang kedua adalah
sampah dari negara lain dibawa oleh arus dunia dan terjebak di perairan
Indonesia. Indonesia juga sebagai penyumbang sampah ke Samudera Hindia
melalui Arus Lintas Indonesia (ARLINDO) dan Arus Khatulistiwa Selatan. Arus-
arus ini membawa sampah dan materinya melewati berbagaiprovinsi di Indonesia
terutama di wilayah Indonesia bagian timur.
Jika dilihat dari sirkulasi arus di perairan Indonesia, jumlah sungai, dan
sebaran penduduk, maka laut Jawa dapat dikatakan sebagai lumbung sampah,
walaupun kajian ini masih bersifat parsial. Arus laut Jawa yang disebut sebagai
“giant river” mengindikasikan bahwa perairan ini hanya mengalir dari timur ke
barat dan sebaliknya. Di sebagian lokasi bahkan tidak mempunyai hulu dan hilir.
Kemudian, adalah wilayah selat Malaka dengan padatnya jalur pelayaran dan
perbatasan dengan negara lain. Wilayah lain yang penting untuk dikaji adalah
selat Makassar bagian bawah yang berdekatan dengan Masalembo hingga Bali
dan NTT. Di wilayah ini terdapat pusaran air yang bergerak dan terjebak akibat
basin kepulauan. Dari hasil penelitian KOMITMEN Research Group sejak tahun
2011, beberapa pesisir yang pernah dikaji di kepulauan Biawak, Pangandaraan,
Handeleum, P. Panjang ditemukan bahwa sampah stereofoam adalah yang
terbanyak, diikuti dengan plastik (botol).
Di Sulawesi selatan sendiri kajian tentang masalah sampah plastik
dilakukan di Pulau selayar, hasil yang di dapatkan Puing-puing plastik di pulau
Selayar tersebar di sepanjang 70,78 km atau 65,14% dari barat pantai, sampah
yang ditemukan didominasi oleh pembungkus plastik dari konsumsi harian,
dengan ukuran serpihan plastik rata-rata 9,5 ± 2,7 m / m2 dan berat sekitar
229,2 ± 109,9 g / m2. Masalah sampah plastik di pulau ini selain menyerang
aspek ekologi, adapun dampak sosial ekonomi yang di timbulkan terhadap
aktivitas lokal, wisata bahari, transportasi laut, memancing yang menyebabkan
nelayarn mengalami kerugian sekitar 349 juta rupiah setiap tahun (Hermawan,
2017).
C. Sumber dan Dampak Sampah Plastik
Setiap tahun sejumlah besar puing-puing sampah daratan masuk ke dalam
lautan, dimana sampah ini perlahan terdegradasi menjadi butiran-butiran kecil
dan terakumulasi di lautan. Para ilmuan dunia khawatir akan hal ini, plastik yang
tersusun dari bahan kimia yang masuk di laut akan menjadi ancaman bagi
ekosistem dan kesehatan manusia. Sehingga saat ini pengelolaan sampah yang
lebih baik adalah kunci untuk mencegah sampah plastik dan jenis sampah
lainnya masuk di lautan. Terdapat 275 ton sampah plastik yang dihasilkan dari
192 negara dengan 4.8 hingga 12.7 juta ton masuk ke dalam lautan.

Gambar 1. Sumber utama dan pergerakan Arah sampah plastik di lautan

Sumber masuknya sampah plastik di lautan dapat dilihat pada gambar 1.


Panah warna biru menjelaskan sampah plastik dari limbah daratan, panah warna
abu-abu sampah masuk ke lautan melalui aliran sungai, panah warna orange
mununjukan pergerakan sampah plastik dikolom air, dan panah warna hitam
menunjukkan sampah plastik yang telah terdegradasi di konsumsi oleh
organisme di laut. (Smith, 2011)

Gambar 2. Organisme memakan pasltik yang terdapat di laut karena mengira plastik
tersebut merupakan makanannya
Kasus sampah plastik tidak hanya berdampak pada lingkungan, namun
berdampak bagi organisme. Di Pasifik Burung Albatros yang mati, ketika di belah
terdapat berbagai macam sampah plastik di dalam tubuhnya. Didiga burung ini
memakan sampah-sampah plastic yang berada di pinggir pantai. Selain itu Ikan
Pantivora dari Pasifik Utara juga di temukan memakan rata-rata 2-3 macam
sampah plastik yang di temukan di dalam ususnya. Di lautan sampah plastik juga
memilki dampak yang dapat menyebankan bleaching atau pemutihan pada
karang (Fujioka, 2015)

D. Pengendalian Sampah di Indonesia


Penanggulangan sampah seperti mengurai benang yang kusut, memulai
dari mana penanganannya menjadi sangat rumit. Penanggulangan sampah tidak
hanya dapat dilakukan di pesisir langsung tapi juga dimulai dari rumah tangga
masyarakat, merubah perilaku disiplin membuang sampah. Sudah banyak
instansi yang peduli dengan masalah persampahan, mulai dari Lingkungan
Hidup, PU, Dinas Kebersihan, akan tetapi untuk mengurai permasalahan sampah
tetap belum bisa terselesaikan dengan baik. Pemerintah dalam rangka
penanggulangan sampah, telah menerbitkan PP 81 tahun 2012 tentang
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah
Tangga, Dimana pada pasal 13 dinyatakan bahwa produsen wajib melakukan
pendauran ulang sampah. Pasal 14 Produsen wajib melakukan pemanfaatan
kembali sampah.
Sampai saat ini telah banyak upaya yang telah dilakukan dengan berusaha
melakukan pengolahan sampah, konversi ke bentuk lain atau mengolah sampah
menjadi biji sampah, akan tetapi belum bisa diselesaikan dengan maksimal.
Kementerian Kelautan dan Perikanan telah konsen terkait dengan pengurangan
sampah plastik di laut, upaya upaya tersebut dapat disampaikan sebagai berikut:
1. Perencanaan Program Pengolahan Sampah Plastik dan Sampah Organik
Ditjen PRL, KKP
2. Sosialisasi dan Pelatihan Pengolahan Sampah Organik
3. Sosialisasi program penyediaan sarana pengolah sampah plastik
4. Sosialisasi program penyediaan sarana pengolah sampah plastik
E. Pengendalian Sampah di Luar Negeri
Beberapa Negara di dunia memiliki cara untuk mengurangi atau mencegah
sampah plastik masuk di perairan, berikut contoh pengendaliannya:
1. Negara jepang
Persoalan sampah mungkin menjadi masalah tanpa solusi bagi negara-
negara berkembang, namun tidak bagi negara maju. Di Jepang khususnya Kota
Osaka persoalan sampah mendapat perhatian serius pemerintah dengan
menerapkan aturan yang ketat dalam hal pembuangan sampah. Pada era 1960-
1970-an kondisi kota Osaka tidak jauh beda dengan kondisi kota-kota di
Indonesia dengan sampah yang berserakan. Namun sekarang masalah sampah
di jepang sudah dapat di atasi. Tiap-tiap daerah di Jepang mempunyai aturan
yang sedikit berbeda satu sama lain, tergantung Tempat Pengolahan Sampah
terpadu yang tersedia di daerah tersebut. Namun secara umum cara pemisahan
sampah di Jepang adalah sistem 3R, yakni mengurangi semaksimal mungkin
arus sampah menuju TPA (reduce), memanfaatkan kembali barang-barang yang
masih bisa digunakan (reuse), dan mendaur ulang material tertentu (recycle).
Di Kota Osaka pengkategorian sampah dilihat dari jenisnya yaitu : sampah
organik, sampah kaleng, sampah plastik dan sampah logam. Masing-masing
sampah tersebut sudah diatur sedemikian rupa, kapan jadwal pembuangan
sampah bisa dilakukan dan bagaimana cara membuangnya. Jika masyarakat
membuang sampah tidak pada hari yang ditentukan, petugas sampah tidak akan
mengambil sampah yang di tempatkan di bak sampah.

2. NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration)


Untuk mengurangi sampah di lautan NOAA (National Oceanic and
Atmospheric Administration) menguraikan langkah-langkah pengendalian
sebagai berikut:
a) Membersihkan pantai
b) Meningkatkan daur ulang sampah
c) Mengembangkan plastik Biodegradable yang mudah terurai dan aman bagi
lingkungan.
d) d.Melarang keras penggunaan Microbeads
e) Mengontrol ketat sampah yang berada di daratan.
3. Negara Canada
The National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) dan UNEP
(2016), mengembangkan Strategi Honolulu UNEP setelah Kelima Konferensi
Puasa Laut Internasional pada Maret 2011. Strategi Honolulu adalah alat global
dengan dua tujuan yaitu :
1. Untuk menggambarkan dan mengkatalisasi respon multi-cabang dan holistik
yang diperlukan untuk memecahkan masalah sampah laut;
2. Untuk membimbing pemantauan dan evaluasi kemajuan global pada strategi
spesifik pada berbagai tingkat implementasi - termasuk lokal, nasional, upaya
dan pencapaian regional, dan internasional.
Menurut Pettipas (2016) Strategi memiliki tiga tujuan utama untuk
mengurangi polusi dari sampah laut:
1. Mengurangi jumlah dan dampak serasah dan sampah padat berbasis lahan
diperkenalkan ke lingkungan laut;
2. Mengurangi jumlah dan dampak dari sumber laut berbasis laut puing
termasuk sampah padat; kehilangan muatan; ditinggalkan, hilang, atau jika
tidak; perlengkapan ikan yang dibuang; dan kapal yang ditinggalkan
diperkenalkan ke dalam laut; dan
3. Mengurangi jumlah dan dampak akumulasi sampah laut garis pantai, di
habitat benthik, dan di perairan pelagis
Dalam menangani masalah sampah plastik laut, kanada mengeluarkan
strategi menajemen plastik nasional dan regional :
1. Mengusulkan penambahan microbeads ke dalam UU Lingkungan Kanada
Protection Act (CEPA), 1999.
Pemerintah Kanada mengakui bahwa ada ketidakpastian tentang
mikroplastik di lingkungan dan para peneliti tidak dapat menemukan hubungan
kausal antara efek buruk pada organisme dan microbeads. Meskipun
ketidakpastian, konsentrasi mikroplastik di lingkungan diperkirakan akan
meningkat melalui penggunaan yang berlebihan dan miskin praktek pengelolaan
limbah. Ukuran mikro yang tercemar di perairan 94% dari sampah plastik global .
Sementara mikroplastik buruk dipahami, efek merugikan memang memiliki
jangka pendek dan jangka panjang implikasi. Karena microbeads ada di mana-
mana dan memiliki tempat tinggal yang panjangdi lingkungan, kemungkinan
pelepasan terus menerus zat-zat ini akan menghasilkan efek jangka panjang
pada biologis keragaman dan kesehatan ekosistem. Ketidakpastian di sekitarnya
microbeads mendorong deklarasi untuk mengklasifikasikan mereka sebagai
racun di bawah UU Perlindungan Lingkungan Kanada (CEPA), 1999 pada 1
Agustus 2015. Mendeklarasikan microbeads sebagai racun di bawah CEPA
dapat membentuk dan menegakkan langkah-langkah pencegahan mengurangi
pelepasanke lingkungan.
2. Pendidikan, penjangkauan dan kesadaran
Pendidikan, penjangkauan, dan kesadaran adalah cara efektif untuk
mempromosikan mengubah untuk membatasi pembuangan sembarangan.
Dengan Kanada garis pantai dan penduduk yang besar, banyak orang Kanada
menfaatkan laut. Mempromosikan dan memasukkan kurikulum pendidikan
tentang pendidikan lautan dan kesadaran di sekolah akan menjadi upaya
penanggulangan dini untuk mengurangi polusi plastik. Dengan menargetkan
kebiasaan remaja, praktik dapat dipupuk secara tidak langsung dapat melibatkan
perlindungan laut (misalnya, memilih alternative atau mempraktikkan
pembuangan limbah yang efisien). Saat ini, masing-masing Kanada provinsi
memiliki yurisdiksi atas kurikulum mereka.
3. Indentifikasi sumber
Kanada memiliki garis pantai terpanjang di dunia (243.797 km), meningkat
potensi risiko sampah plastik berbasis lahan untuk masuk lautan. Melalui inisiatif
seperti di GCSC, yang dipimpin oleh WWF dan Aquarium Vancouver,
sukarelawan di seluruh Kanada datang bersama untuk membersihkan sisa-sisa
laut dari garis pantai. Tipe-tipe dariserpihan yang dibuang dari garis pantai
kemudian dapat dikuantifikasi.
4. Strategi manajemen hukum dan limbah
Srategi ini sebagai upaya dalam memberikan sanksi kepada masyarakat
kanada dalam menindak tegas yang melakukan pencemaran di laut. Kebijakan
hukum di Kanada memberi tugas kepada penjaga Pantai Kanada bertanggung
jawab atas memantau pembuangan plastik dari kapal.
Selanjutnya, konvensi internasional hanya berlaku untuk penandatangan
yang menggabungkan konvensi ke dalam undang-undang. Di kanada,peraturan
yang mengatur pembuangan sampah dari kapal (termasuk plastik) dapat
ditemukan dalam Peraturan Menghormati Pencegahan Pencemaran dari Kapal
dan untuk Bahan Kimia Berbahaya. Peraturan ini menggabungkan konten dari
MARPOL. Meskipun memasukkan peraturan internasional di Kanada, penegakan
hukum peraturan ini masih kurang. Pendidikan penegakan hukum perwira akan
membantu mengidentifikasi pelanggar dan dukungan temuan sehingga
pelanggar dapat dihukum.
5. Peningkatan pemantauan dan melakukan penelitian
Penelitian lebih lanjut mengenai sumber, distribusi, perkiraanjumlah, nasib,
dan dampak potensial dari plastik di lautlingkungan, terutama mikro, sangat
penting. Pengetahuan tentang potensi fisik dan efek kimia pada biota laut dari
mikroplastik sangat perlu untuk diketahui. Pengetahuan lebih lanjut tentang
plastic komposisi (melalui program pemantauan yang tersebar luas) akan
membantu mengembangkan kebijakan konkrit yang melibatkan spektrum plastik
yang luaskontaminasi dan dampaknya. Melarang mikroplastik (saat ini diusulkan
di Kanada) akan membantu menghilangkannya dari laut. Namun, itu tidak akan
layak untuk sepenuhnya menghapus mikroplastik karena saat ini tidak ada
alternatif untuk yang digunakan dalam medis aplikasi. Selain itu, melarang
mikroplastik tidak akan membantu mengurangi kontaminasi mikroplastik
sekunder di laut karena mereka muncul dari degradasi potongan plastik yang
lebih besar. Memahami komposisi plastik yang ditemukan di laut lingkungan
melalui penelitian akan membantu mengembangkan kebijakan yang dibutuhkan
untuk diimplementasikan di Kanada.
KESIMPULAN

Penanggulangan sampah plastik di laut dapat dilakukan dengan menerapkan :


1. Identifikasi sumber
2. Penerapan manajemen hukum
3. Pendidikan dan penyadaran
4. Pemantauan dan pengawasan
DAFTAR PUSTAKA

Elias. S.A. Plastics In The Ocean. University Of London, Engham. United


Kingdom
Fujioka. S. N. 2015. Pengaruh Sampah Anorganik Terhadap Kondisi Karang
Keras. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Jambeck. J.R,. Geyer. R,. Wileox. C. 2015. Plastic Waste Input From Land Into
The Ocean. Vol 347.
Hermawan. R., Damar. A., and Hariyadi.S. 2017. Economic Impact From Plastic
Debris On Selayar Island, South Sulawesi. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kelautan. Vol 9(1) : 327-336

UNEP and NOAA (United Nations Environment Program and National Oceanic
and Atmospheric Administration), The Honolulu Strategy: A Global
Framework for Prevention and Management of Marine Debris, 201.
Purwanigrum, P. 2016. Upaya Mengurangi Timbunan Sampah Plastik
Di Lingkungan. JTL. Vol 8 (2) : 41-147.
Pettipas. S., Bernier., Walker, R.T. 2016. A Canadian Policy Framework to
Mitigate Plastic Marine Pollution. Marine Policy 68. 117-122.
Purba, P.N. 2017. Status Sampah Laut. Universitas Padjadjaran. Article Ocean
for Future.
Smith. J. 2011. Plastic Debris In The Ocean. UNEP Year Book

You might also like