Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Dengan Adhf (Acute Decompensated Heart Failure)

You might also like

Download as doc, pdf, or txt
Download as doc, pdf, or txt
You are on page 1of 18

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ADHF

(ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE)

OLEH :

OLEH :
I GEDE PERI ARISTA
P07120215037

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2018
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN ADHF
(ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE)

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut yang
didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala-gejala atau tanda-
tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa disfungsi
sistolik maupun diastolik, abnormalitas irama jantung, atau ketidakseimbangan
preload dan afterload. ADHF dapat merupakan serangan baru tanpa kelainan jantung
sebelumnya, atau dapat merupakan dekompensasi dari gagal jantung kronik (chronic
heart failure) yang telah dialami sebelumnya. ADHF muncul bila cardiac output tidak
dapat memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.

2. Anatomi Fisiologi
Jantung berbentuk seperti buah pir atau kerucut terletak seperti piramida terbalik
dengan apeks (puncak) berada di bawah dan basis (alas) berada di atas. Beratnya
250-350 gram pada orang dewasa. Jantung terletak pada rongga dada (cavum thorax)
tepatnya pada rongga mediastinum diantara paru-paru kiri dan kanan.
Lapisan Jantung
Lapisan jantung terdiri dari perikardium, epikardium, miokardium dan
endokardium. Lapisan perikardium adalah lapisan paling atas dari jantung terdiri dari
fibrosa dan serosa dan berfungsi sebagai pembungkus jantung. Lapisan perikardium
terdiri dari perikardium parietal (pembungkus luar jantung) dan perikardium visceral
(lapisan yang langsung menempel pada jantung). Antara perikardium parietal dan
visceral terdapat ruangan perikardium yang berisi cairan serosa berjumlah 15-50 ml
dan berfungsi sebagai pelumas.
Lapisan epikardium merupakan lapisan paling atas dari dinding jantung.
Selanjutnya adalah lapisan miokardium yang merupakan lapisan fungsional jantung
yang memungkinkan jantung bekerja sebagai pompa. Miokardium mempunyai sifat
istimewa yaitu bekerja secara otonom (miogenik), durasi kontraksi lebih lama dari
otot rangka dan mampu berkontraksi secara ritmik.
Ketebalan lapisan miokardium pada setiap ruangan jantung berbeda-beda.
Ventrikel kiri mempunyai lapisan miokardium yang paling tebal karena mempunyai
beban lebih berat untuk memompa darah ke sirkulasi sistemik yang mempunyai
tahanan aliran darah lebih besar.
Miokardium terdiri dari dua berkas otot yaitu sinsitium atrium dan sinsitium
ventrikel. Setiap serabut otot dipisahkan diskus interkalaris yang berfungsi
mempercepat hantaran impuls pada setiap sel otot jantung. Antara sinsitium atrium
dan sinsitium ventrikel terdapat lubang yang dinamakan anoulus fibrosus yang
merupakan tempat masuknya serabut internodal dari atrium ke ventrikel. Lapisan
endokardium merupakan lapisan yang membentuk bagian dalam jantung dan
merupakan lapisan endotel yang sangat licin untuk membantu aliran darah.
Katup-Katup Jantung
Katup jantung ada dua macam yaitu katup AV (atrioventrikular) dan katup SL
(semilunar). Katup AV terletak antara atrium dan ventrikel, sedangkan katup SL
terletak antara ventrikel dengan pembuluh darah besar pada jantung. Katup AV antara
atrium dekstra dan ventrikel dekstra adalah katup trikuspidalis dan antara atrium
sinistra dan ventrikel sinistra adalah katup bikuspidalis (mitral). Katup AV hanya
membuka satu arah (ke arah ventrikel) karena berfungsi mencegah aliran balik dari
ventrikel ke atrium pada saat sistol. Secara anatomi katup AV hanya membuka ke satu
arah karena terikat oleh korda tendinae yang menempel pada muskulus papilaris pada
dinding ventrikel. Katup SL terdiri dari katup pulmonal yang terdapat antara ventrikel
kanan dengan arteri pulmonalis dan katup aortik yang terletak antara ventrikel kiri dan
aorta.
Pembuluh Darah Besar Pada Jantung
Ada beberapa pembuluh darah besar yang berdekatan letaknya dengan jantung yaitu :
a. Vena Cava Superior
Vena cava superior adalah vena besar yang membawa darah kotor dari tubuh
bagian atas menuju atrium kanan.
b. Vena Cava Inferior
Vena cava inferior adalah vena besar yang membawa darah kotor dari bagian
bawah diafragma ke atrium kanan.
c. Sinus Conaria
Sinus coronary adalah vena besar di jantung yang membawa darah kotor dari
jantung sendiri.
d. Trunkus Pulmonalis
Pulmonary trunk adalah pembuluh darah besar yang membawa darah kotor dari
ventrikel kanan ke arteri pulmonalis. Arteri pulmonalis dibagi menjadi 2 yaitu
kanan dan kiri yang membawa darah kotor dari pulmonary trunk ke kedua paru-
paru.
e. Vena Pulmonalis
Vena pulmonalis, dibagi menjadi 2 yaitu kanan dan kiri yang membawa darah
bersih dari kedua paru-paru ke atrium kiri.
f. Aorta Asendens
Ascending aorta, yaitu pembuluh darah besar yang membawa darah bersih dari
ventrikel kiri ke arkus aorta (lengkung aorta) ke cabangnya yang bertanggung
jawab dengan organ tubuh bagian atas.
g. Aorta Desendens
Descending aorta,yaitu bagian aorta yang membawa darah bersih dan bertanggung
jawab dengan organ tubuh bagian bawah.
Sirkulasi Darah
Sirkulasi darah terbagi menjadi dua yaitu sirkulasi sistemik dan sirkulasi
pulmonal. Sirkulasi pulmonal adalah peredaran darah antara jantung dengan paru-
paru. Sirkulasi pulmonal diawali dengan keluarnya darah dari ventrikel kanan ke paru-
paru melalui arteri pulmonalis dan kembali ke atrium kiri melalui vena-vena
pulmonalis.
Sirkulasi sistemik merupakan peredaran darah dari jantung ke seluruh tubuh
(kecuali paru-paru). Sirkulasi sistemik dimulai dari keluarnya darah dari ventrikel kiri
ke aorta kemudian ke seluruh tubuh melalui berbagai percabangan arteri. Selanjutnya
kembali ke jantung (atrium kanan) melalui vena cava. Darah dari tubuh bagian atas
kembali ke jantung melalui vena cava superior dan darah dari tubuh bagian bawah
kembali ke jantung melalui vena cava inferior.

3. Klasifikasi

Gagal jantung diklasifikasikan menurut American College of Cardiology (ACC) dan


American Heart Association (AHA) terbagi atas atas 4 stadium berdasarkan kondisi
predisposisi pasien dan derajat keluhannya yaitu :

a) Stage A : Risiko tinggi gagal jantung, tetapi tanpa penyakit jantung struktural
atau tanda dan gejala gagal jantung. Pasien dalam stadium ini termasuk
mereka yang mengidap hipertensi, DM, sindroma metabolik, penyakit
aterosklerosis atau obesitas.

b) Stage B : penyakit jantung struktural dengan disfungsi ventrikel kiri yang


asimptomatis. Pasien dalam stadium ini dapat mengalami LV remodeling,
fraksi ejeksi LV rendah, riwayat IMA sebelumnya, atau penyakit katup
jantung asimptomatik.

c) Stage C : Gagal jantung simptomatis dengan tanda dan gejala gagal jantung
saat ini atau sebelumnya. Ditandai dengan penyakit jantung struktural,
dyspnea, fatigue, dan penurunan toleransi aktivitas.

d) Stage D : Gagal jantung simptomatis berat atau refrakter. Gejala dapat muncul
saat istirahat meski dengan terapi maksimal dan pasien memerlukan rawat
inap.
Sedangkan menurut New York Heart Association (NYHA) dibagi menjadi 4 kelas
berdasarkan tanda dan gejala pasien, respon terapi dan status fungsional.

a) Functional Class I ( FC I ) : asimptomatik tanpa hambatan aktivitas fisik

b) Functional Class II ( FC II ) : hambatan aktivitas fisik ringan, pasien merasa


nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau
angina dengan aktivitas biasa.

c) Functional Class III ( FC III ) : hambatan aktivitas fisik nyata, pasien merasa
nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau
angina dengan aktivitas biasa ringan

4. Etiologi
Factor Presipitasi Kardiovaskuler
a) Dekompensasi pada gagal jantung kronik yang sudah ada (kardiomiopati)
b) Sindroma koroner akut
c) Infark miokardial/unstable angina pektoris dengan iskemia yang bertambah
luas dan disfungsi sistemik
d) Komplikasi kronik IMA
e) Infark ventrikel kanan
f) Krisis Hipertensi
g) Aritmia akut (takikardia ventrikuler, fibrilasi ventrikular, fibrilasi atrial,
takikardia supraventrikuler, dll)
h) Regurgitasi valvular/endokarditis/ruptur korda tendinae, perburukan
regurgitasi katup yang sudah ada
i) Stenosis katup aorta berat
j) Tamponade jantung
k) Diseksi aorta
l) Kardiomiopati pasca melahirkan
Faktor presipitasi Non Kardiovaskuler
a) Volume overload
b) Infeksi terutama pneumonia atau septikemia
c) Severe brain insult
d) Pasca operasi besar
e) Penurunan fungsi ginjal
f) Asma
g) Penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol
h) Feokromositoma

5. Manifestasi Klinis
a. Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan)
b. Ortopnue yaitu sesak saat berbaring
c. Dipsneu on effort (DOE) yaitu sesak bila melakukan aktifitas
d. Paroxymal noctural dipsneu (PND) yaitu sesak nafas tiba-tiba pada malam hari
disertai batuk
e. Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat turunnya
curah jantung.
f. Pembesaran ukuran jantung (Kardiomegali)
g. Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis yang menyebabkan
cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli; dimanifestasikan dengan batuk dan
nafas pendek.
h. Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat peningkatan tekanan
vena sistemik.
i. Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan, intoleransi jantung terhadap
latihan dan suhu panas, ekstremitas dingin, dan oliguria akibat perfusi darah dari
jantung ke jaringan dan organ yang rendah.
j. Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan volume
intravaskuler akibat tekanan perfusi ginjal yang menurun (pelepasan renin ginjal).
k. Adanya suara jantung P2 , S3, S4 menunjukkan insufisiensi mitral akibat dilatasi
bilik kiri atau disfungsi otot papilaris.
l. Hepatomegali Terjadi akibat pembesaran vena di hepar.
m. Ascites. Bila hepatomegali ini berkembang, maka tekanan pada pembuluh portal
meningkat sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen.
n. Nokturia (rasa ingin kencing di malam hari) Terjadi karena perfusi ginjal dan
curah jantung akan membaik saat istirahat.
o. Peningkatan tekanan vena jugularis (JVP)

Sumber: Niken Jayanthi (2010)

6. Patofisiologi
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari normal.
Dapat dijelaskan dengan persamaan CO = HR x SV di mana curah jantung (CO:
Cardiac output) adalah fungsi frekuensi jantung (HR: Heart Rate) x Volume
Sekuncup (SV: Stroke Volume).

Frekuensi jantung adalah fungsi dari sistem saraf otonom. Bila curah jantung
berkurang, sistem saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
mempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal untuk
mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah
yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung.

Volume sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang
tergantung pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim dengan Hukum Starling
pada jantung yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung
berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan
serabut jantung); (2) Kontraktilitas (mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi
yang terjadi pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut
jantung dan kadar kalsium); (3) Afterload (mengacu pada besarnya tekanan ventrikel
yang harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang
ditimbulkan oleh tekanan arteriole).

ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal jantung kronik
asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga terjadi pada
mereka yang tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya. Etiologi ADHF
dapat bersumber dari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler. Etiologi ini beserta
dengan faktor presipitasi lainnya akan menimbulkan kelainan atau kerusakan pada
jantung yang diakibatkan oleh proses iskemia miokard atau hipertropi remodeling
otot jantung atau kerusakan katup jantung yang dapat menyebabkan disfungsi
ventrikel sehingga terjadi gangguan preload maupun afterload sehingga menurunkan
curah jantung. Bila curah jantung menurun, maka tubuh akan mengeluarkan
mekanisme neurohormonal untuk mengkompensasi penurunan curah jantung.
Mekanisme ini melibatkan sistem adrenergik, renin angiotensin dan aldosteron
sehingga terjadi peningkatan tekanan darah akibat vasokonstriksi arteriol dan retensi
natrium dan air.

Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi akan


menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik dimana jantungnya telah
mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih bisa dikompensasi agar tetap
dapat mempertahankan metabolisme dalam tubuh. Tetapi bila telah mencapai ambang
batas kompensasi, maka mekanisme ini akan terdekompensasi sehingga muncul
gejala klinis tergantung dari ventrikel yang terkena sehingga muncul ADHF.

Proses remodeling maupun iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi miokard


menurun dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan menimbulkan
penurunan stroke volume dan akhirnya terjadi penurunan curah jantung.

Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi infark di daerah
ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini
disebabkan karena penurnan kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan
venous return (aliran balik vena). Hal ini tentunya akan meningkatkan bendungan
darah di paru – paru. Bendungan ini akan menimbulkan transudasi cairan ke jaringan
dan alveolus paru sehingga terjadilah oedema paru. Oedema ini tentunya akan
menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru – paru.

Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh akan
melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA untuk
mempertahankan curah jantung ke arah normal. Sedangkan apabila tubuh tidak
mampu lagi melakukan kompensasi, maka penurunan curah jantung akan memicu
penurunan aliran darah ke jaringan berlanjut. Apabila terjadi penurunan aliran darah
ke ginjal, akan memicu retensi garam dan air oleh sistem renin angiotensin
aldosteron. Retensi ini akan menjadi lebih progresif karena tidak diimbangi dengan
peningkatan tekanan atrium kanan akibat proses dekompensasi, sehingga terjadi
kelebihan volume cairan yang berujung pada oedema perifer.
7. Pathway
Aterosklerosis koroner, hipertensi atrial, Peningkatan laju metabolisme (demam, tirotoksikosis)
penyakit otot degenerative, inflamasi
Jantung berkompensasi untuk memenuhi kebutuhan O2 jaringan
Kelainan otot jantung
Menurunnya kontraktilitas Peningkatan curah jantung, tekanan arteri meningkat

Menurunnya isi Palpitasi dan takikardi


Menurunnya kekuatan
sekuncup Kegagalan jantung berkompensasi
kontraksi otot jantung

Penurunan curah jantung


Gagal ventrikel kiri
Gagal ventrikel kanan
Kongesti paru
Penurunan sirkulai O2 ke
Kongesti visera & jaringan perifer
Cairan darah perifer jaringan & meningkatnya
Cairan terdorong ke
tidak terangkut energy yang digunakan untuk
dalam paru
Pembesaran vena di hepar bernafas

Pembesaran & sasis vena Hepatomegali Kelebihan Penimbunan


Mudah Edema pada
abdomen volume cairan cairan dalam
lelah & bronkus
alveoli
letih
Distensi abdomen Batuk
Edema paru
Acites Intoleransi
aktifitas Ketidakefektifan
bersihan jalan Dispneu & ortopneu
napas
Gangguan
pertukaran gas
8. Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium
 Hematologi : Hb, Ht, Leukosit
 Elektrolit : K, Na, Cl, Mg
 Enzim Jantung (CK-MB, Troponin, LDH)
 Gangguan fungsi ginjal dan hati : BUN, Creatinin, Urine Lengkap, SGOT,
SGPT.
 Gula darah
 Kolesterol, trigliserida
 Analisa Gas Darah
b) Elektrokardiografi, untuk melihat adanya :
 Penyakit jantung koroner : iskemik, infark
 Pembesaran jantung ( LVH : Left Ventricular Hypertrophy )
 Aritmia
 Perikarditis
c) Foto Rontgen Thoraks, untuk melihat adanya :
 Edema alveolar
 Edema interstitiels
 Efusi pleura
 Pelebaran vena pulmonalis
 Pembesaran jantung
d) Echocardiogram
 Menggambarkan ruang –ruang dan katup jantung
e) Radionuklir
 Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri
 Mengidentifikasi kelainan fungsi miokard
f) Pemantauan Hemodinamika (Kateterisasi Arteri Pulmonal Multilumen)
bertujuan untuk :
 Mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan paru
 Mengetahui saturasi O2 di ruang-ruang jantung
 Biopsi endomiokarditis pada kelainan otot jantu
 Meneliti elektrofisiologis pada aritmia ventrikel berat recurrent
 Mengetahui beratnya lesi katup jantung
 Mengidentifikasi penyempitan arteri koroner
 Angiografi ventrikel kiri (identifikasi hipokinetik, aneurisma ventrikel, fungsi
ventrikel kiri)
 Arteriografi koroner (identifikasi lokasi stenosis arteri koroner)
9. Diagnosis
Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan pada kriteria utama dan atau tambahan.
Kriteria utama :
1. Ortopneu
2. Paroxysmal Nocturnal Dyspneu
3. Kardiomegali
4. Gallop
5. Peningkatan JVP
6. Refleks hepatojuguler
Kriteria tambahan :
1. Edema pergelangan kaki
2. Batuk malam hari
3. Dyspneu on effort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Takhikardi
7. Diagnosis ditegakkan atas dasar adanya 2 kriteria utama,atau 1 kriteria utama
disertai 2 kriteria tambahan.
10. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah :
a) Mendukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.
b) Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan- bahan
farmakologis
c) Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik , diet
dan istirahat.
d) Menghilangkan faktor pencetus ( anemia, aritmia, atau masalah medis lainnya )
e) Menghilangkan penyakit yang mendasarinya baik secara medis maupun bedah.
f) Penatalaksanaan sesuai klasifikasi gagal jantung adalah sebagai berikut :
FC I : Non farmakologi
FC II & III : Diuretik, digitalis, ACE inhibitor, vasodilator, kombinasi diuretik,
digitalis.
FC IV : Kombinasi diuretik, digitalis, ACE inhibitor seumur hidup.
g) Terapi non farmakologis meliputi :
 Diet rendah garam ( pembatasan natrium )
 Pembatasan cairan
 Mengurangi berat badan
 Menghindari alkohol
 Manajemen stress
 Pengaturan aktivitas fisik
h) Terapi farmakologis meliputi :
 Digitalis, untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat
frekuensi jantung. Misal : digoxin.
 Diuretik, untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal serta
mengurangi edema paru. Misal : furosemide ( lasix ).
 Vasodilator, untuk mengurangi impedansi ( tekanan ) terhadap penyemburan
darah oleh ventrikel. Misal : natrium nitropusida, nitrogliserin.
 Angiotensin Converting Enzyme inhibitor ( ACE inhibitor ) adalah agen yang
menghambat pembentukan angiotensin II sehingga menurunkan tekanan darah.
Obat ini juga menurunkan beban awal ( preload ) dan beban akhir ( afterload ).
Misal : captopril, quinapril, ramipril, enalapril, fosinopril,dll.
 Inotropik ( Dopamin dan Dobutamin )
 Dopamin digunakan untuk meningkatkan tekanan darah , curah jantung dan
produksi urine pada syok kardiogenik.
 Dobutamin menstimulasi adrenoreseptor di jantung sehingga meningkatkan
kontraktilitas dan juga menyebabkan vasodilatasi sehingga mengakibatkan
penurunan tekanan darah. Dopamin dan dobutamin sering digunakan
bersamaan.

11.Komplikasi
1. Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.
2. Syok kardiogenik akibat disfungsi nyata
3. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN INTENSIF
1. PENGKAJIAN
a. Pengkajian Primer
a) Airways
 Sumbatan atau penumpukan secret
 Wheezing atau krekles
b) Breathing
 Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
 RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
 Ronchi, krekles
 Ekspansi dada tidak penuh
 Penggunaan otot bantu nafas
c) Circulation
 Nadi lemah , tidak teratur
 Takikardi
 TD meningkat / menurun
 Edema
 Gelisah
 Akral dingin
 Kulit pucat, sianosis
 Output urine menurun
b. Pengkajian Sekunder
a) Riwayat Keperawatan
1. Keluhan
 Dada terasa berat (seperti memakai baju ketat).
 Palpitasi atau berdebar-debar.
 Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) atau orthopnea, sesak nafas
saat beraktivitas, batuk (hemoptoe), tidur harus pakai bantal lebih dari
dua buah.
 Tidak nafsu makan, mual, dan muntah.
 Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan)
 Insomnia
 Kaki bengkak dan berat badan bertambah
 Jumlah urine menurun
 Serangan timbul mendadak/ sering kambuh.
2. Riwayat penyakit: hipertensi renal, angina, infark miokard kronis, diabetes
melitus, bedah jantung, dan disritmia.
3. Riwayat diet: intake gula, garam, lemak, kafein, cairan, alkohol.
4. Riwayat pengobatan: toleransi obat, obat-obat penekan fungsi jantung, steroid,
jumlah cairan per-IV, alergi terhadap obat tertentu.
5. Pola eliminasi orine: oliguria, nokturia.
6. Merokok: perokok, cara/ jumlah batang per hari, jangka waktu
7. Postur, kegelisahan, kecemasan
8. Faktor predisposisi dan presipitasi: obesitas, asma, atau COPD yang
merupakan faktor pencetus peningkatan kerja jantung dan mempercepat
perkembangan penyakit
9. Pemeriksaan Fisik
 Evaluasi status jantung: berat badan, tinggi badan, kelemahan, toleransi
aktivitas, nadi perifer, displace lateral PMI/ iktus kordis, tekanan darah,
mean arterial presure, bunyi jantung, denyut jantung, pulsus alternans,
Gallop’s, murmur.
 Respirasi: dispnea, orthopnea, suara nafas tambahan (ronkhi, rales,
wheezing)
 Tampak pulsasi vena jugularis, JVP > 3 cmH2O, hepatojugular refluks
 Evaluasi faktor stress: menilai insomnia, gugup atau rasa cemas/ takut yang
kronis
 Palpasi abdomen: hepatomegali, splenomegali, asites
 Konjungtiva pucat, sklera ikterik
 Capilary Refill Time (CRT) > 2 detik, suhu akral dingin, diaforesis, warna
kulit pucat, dan pitting edema.
10. Pengkajian BIOPSIKOSOSIAL

1. Aktivitas/istirahat
 Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari,
insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
 Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital
berubah pada aktivitas.
2. Sirkulasi
 Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya,
penyakit jantung, bedah jantung , endokarditis, anemia, syok
septik, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
 Tanda : TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan), Tekanan Nadi ;
mungkin sempit, Irama Jantung ; Disritmia, Frekuensi jantung ;
Takikardia , Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah,
posisi secara inferior ke kiri, Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah
diagnostik, S4 dapat, terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah,
Murmur sistolik dan diastolic, Warna ; kebiruan, pucat abu-abu,
sianotik, Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian,
kapiler lambat, Hepar ; pembesaran/dapat teraba, Bunyi napas ;
krekels, ronkhi, Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting ,
khususnya pada ekstremitas.
3. Integritas ego
 Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan
medis)
 Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah,
ketakutan dan mudah tersinggung.
4. Eliminasi
 Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih
malam hari (nokturia), diare/konstipasi.
5. Nutrisi
 Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat
badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah,
pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah
diproses dan penggunaan diuretic.
 Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen
(asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).
6. Higiene
 Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas
Perawatan diri.
 Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.

7. Neurosensori
 Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
 Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan
mudah tersinggung.
8. Nyeri/Kenyamanan
 Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan
atas dan sakit pada otot.
 Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku
melindungi diri.
9. Pernapasan
 Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan
beberapa bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat
penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
 Tanda :
1) Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori
pernpasan.
2) Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus
menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.
3) Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih
(edema pulmonal)
4) Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
5) Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi.
6) Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
10. Interaksi sosial
 Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa
dilakukan.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan Perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik.
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan reflek batuk,
penumpukan secret.
c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi glomerulus,
meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
DAFTAR PUSTAKA

Ardini, Desta N. 2007. Perbedaaan Etiologi Gagal jantung Kongestif pada Usia Lanjut dengan
Usia Dewasa Di Rumah Sakit Dr. Kariadi Januari - Desember 2006. Semarang: UNDIP

Bulecheck, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2016). Nursing
Interventions Classification (NIC) Edisi Bahasa Indonesia Edisi Keenam. Singapore: Elsevier.

Johnson, M.,et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes
Classification (NOC) Pengukuran Outcomes Kesehatan Edisi Bahasa Indonesia Edisi Keenam.
Singapore: Elsevier.

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical – Surgical Nursing.
8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli diterbitkan tahun 1996)
Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;
2001
Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika

You might also like