KPD FD

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 48

TUGAS KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


PRETERM PREMATUR RUPTURE OF MEMBRANE (PPROM)

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4

1. DEBI ANANDA PUTRI (016 STYC 13)


2. DIAN EFITAYANTI (018 STYC 13)
3. FIRMAN SAPUTRA (029 STYC 13)
4. JUMIYANTI (045 STYC 13)
5. KETUT CHRISSELDA A. P. (047 STYC 13)
6. KOMALASARI (049 STYC 13)
7. MUHAMMAD RAMLI (068 STYC 13)
8. NOVAN CAHAYA SAPUTRA (075 STYC 13)
9. RACHMAN ISNAINI FITRIADI (078 STYC 13)
10. RAMDINA EKA YANTI (080 STYC 13)
11. ROLI YULI A. M. P. (087 STYC 13)

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGGARA BARAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YARSI MATARAM
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG S1
MATARAM
2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., atas limpahan dan
rahmat karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “Konsep
Asuhan Keperawatan Pada Pasien PPROM”. Makalah ini disusun sebagai
salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Gawat Darurat. Karena makalah ini
tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa bantuan dari pihak-pihak tertentu, maka
dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya
kepada:
1. Zulkahfi, Ners., M.Kes., selaku Ketua STIKES YARSI Mataram.
2. Irwan Hadi, Ners., M.Kep., selaku Ka. Prodi S1 Keperawatan STIKES
YARSI Mataram.
3. Bq. Nur’ainun Apriani Idris, Ners., selaku dosen pembimbing akademik.
4. Sabi’ah Khairi, Ners., M.Kep., Sp.Mat,. selaku dosen Mata Kuliah
Keperawatan Gadar.
5. Semua pihak yang ikut membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis membuat makalah ini dengan seringkas-ringkasnya dan bahasa
yang jelas agar mudah dipahami. Karena penulis menyadari keterbatasan yang
penulis miliki, penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca, agar
pembuatan makalah penulis yang berikutnya dapat menjadi lebih baik.
Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Mataram, April 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................. i


KATA PENGANTAR ........................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................. 2
1.3 Tujuan Penulisan................................................................ 3
1.4 Manfaat Penulisan.............................................................. 3
1.5 Ruang Lingkup .................................................................. 3
1.6 Metode Penulisan ............................................................... 3
1.7 Sistematika Penulisan ........................................................ 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 5
2.1 Definisi PPROM ................................................................ 5
2.2 Epidemiologi ...................................................................... 6
2.3 Etiologi .............................................................................. 6
2.4 Faktor Risiko...................................................................... 7
2.5 Manifestasi Klinis .............................................................. 9
2.6 Patofisiologi ....................................................................... 10
2.7 Mekanisme KPD ................................................................ 14
2.8 Pathway .............................................................................. 15
2.9 Komplikasi ......................................................................... 16
2.10 Dasar Diagnosa .................................................................. 16
2.11 Penatalaksanaan ................................................................. 21
2.12 Medikasi............................................................................. 26
2.13 Preventif ............................................................................. 27
2.14 Prognosis ............................................................................ 28
BAB 3 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN .................. 29
3.1 Pengkajian Keperawatan.................................................... 29
3.2 Diagnosa Keperawatan ...................................................... 36
3.3 Intervensi Keperawatan ..................................................... 37

iii
3.4 Implementasi Keperawatan................................................ 41
3.5 Evaluasi Keperawatan........................................................ 41
BAB 4 PENUTUP.................................................................................. 42
4.1 Simpulan ............................................................................ 42
4.2 Saran .................................................................................. 43
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehamilan adalah suatu keadaan dimana janin dikandung di dalam
tubuh wanita, yang sebelumnya diawali dengan proses pembuahan dan
kemudian akan diakhiri dengan proses persalinan. Kehamilan merupakan
suatu keadaan fisiologis, akan tetapi pentingnya diagnosis kehamilan tidak
dapat diabaikan. Namun dalam kehamilan kadang kala terjadi pecah ketuban
sebelum waktunya atau yang sering di sebut dengan ketuban pecah dini.
Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan
dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi sampai sepsis yang
meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi
ibu (Sarwono, 2009). Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh
sebelum waktunya melahirkan.
Pecahnya selaput ketuban merupakan suatu hal yang normal pada
saat proses persalinan. Kehamilan preterm dengan ketuban pecah dini
dimaksudkan pada pecahnya selaput ketuban sebelum usia kehamilan 37
minggu dan sebelum adanya tanda-tanda persalinan. Diagnosis yang tepat dan
akurat dan sesuai usia kehamilan saat diagnosis ditegakkan sangat diperlukan
untuk meningkatkan luaran janin dan meminimalkan komplikasi yang terjadi.
Ketuban pecah dini premature (PPROM) terjadi pada usia gestasi 24-
37 minggu yang pengelolaannya jauh lebih sulit dibandingkan dengan
ketuban pecah dini (PROM). Beberapa hal perlu diperhatikan dalam
manajemen PPROM seperti prematuritas. Prematuritas adalah resiko utama
untuk janin, sementara morbiditas infeksi dan komplikasinya merupakan
resiko maternal yang utama. Semua rencana pengelolaan PPROM jauh lebih
panjang dan meliputi keluarga dan tim medis untuk merawat kehamilan,
termasuk tim medis neonatal dan ibu. PPROM harus dirawat di mana fasilitas
NICU tersedia karena kebanyakan ibu dengan PPROM melahirkan setelah
satu minggu ketubannya pecah sehingga transfer ibu hamil ke fasilitas yang

1
berkualitas sangat mendesak dan harus difasilitasi segera setelah diagnosis
ditegakkan.
Sindrom distress pernafasan adalah komplikasi yang paling umum
terjadi pada bayi yang lahir prematur. Morbiditas perinatal serius yang dapat
menyebabkan gejala sisa jangka panjang atau kematian yang umum ketika
PROM menyebabkan kelahiran prematur. Morbiditas neonatal akut seperti
necrotizing enterocolitis, perdarahan intraventricular (IVH), dan sepsis sering
mempersulit kelahiran prematur awal tetapi relatif jarang pada waktu awal.
Telah ditetapkan bahwa kelahiran prematur merupakan faktor resiko yang
signifikan untuk jangka panjang gejala sisa seperti penyakit paru-paru kronis,
gangguan neurosensorik, cerebral palsy dan keterlambatan perkembangan.
Infeksi perinatal juga telah dikaitkan dengan komplikasi neurologis. Cerebral
palsy dan periventrikular leukomalacia telah dikaitkan dengan amnionitis,
yang umumnya terlihat pada PPROM.
Dengan terapi yang tepat dan manajemen konservatif, sekitar 50%
dari seluruh kehamilan dengan PPROM mengalami persalinan 1 minggu
setelah ketuban pecah. Dengan demikian sangat sedikit wanita hamil dengan
PPROM mengalami persalinan lebih dari 3-4 minggu setelah ketuban pecah.
Penutupan secara spontan dari selaput ketuban sangat jarang sekali terjadi
(<10% dari semua kasus). Ada beberapa kontroversi mengenai pendekatan
medis yang terbaik untuk wanita hamil dengan PPROM meliputi pilihan
terapi dan perawatan yang tepat agar resiko maternal dapat diminimalisir dan
meningkatkan keuntungan bagi bayi yang akan dilahirkan serta mengurangi
sisi negatif dari prematuritasnya.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa pengertian PPROM?
1.2.2 Apa saja Etiologi PPROM?
1.2.3 Apa Manifestasi Klinis PPROM?
1.2.4 Bagaimana Patofisiologi PPROM?
1.2.5 Bagaimana Pathway PPROM?
1.2.6 Bagaimana Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pasien Ketuban
Pecah Dini?

2
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tentang Konsep Dasar
Asuhan Keperawatan Asuhan Keperawatan Pasien Ketuban Pecah Dini
(PPROM).
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk memahami Pengkajian Asuhan Keperawatan Pasien PPROM
2. Untuk memahami Diagnosa Keperawatan Pasien PPROM
3. Untuk memahami Intervensi Asuhan Keperawatan Pasien PPROM
4. Untuk memahami Implementasi Asuhan Keperawatan Pasien
PPROM
5. Untuk memahami Evaluasi Asuhan Keperawatan Pasien PPROM
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Agar mahasiswa dapat mengetahui Konsep Dasar Asuhan
Keperawatan Pasien Ketuban Pecah Dini (PPROM).
1.4.2 Bagi Pendidikan
Sebagai kerangka acuan dalam pembuatan makalah Konsep
Keperawatan Pasien Ketuban Pecah Dini (PPROM).
1.5 Ruang Lingkup
Dalam penulisan makalah ini penulis membatasi masalah Konsep
Keperawatan Pasien Ketuban Pecah Dini.
1.6 Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan makalah adalah
metode Deskrisif dan teknik pengumpulan data dengan menggunakan teknik
studi kepustakaan yang mengambil materi dari berbagai sumber buku dan
melalui media internet.
1.7 Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan meliputi : Latar Belakang, Tujuan, Manfaat, Ruang
Lingkup Metode Penulisan, Sistematika Penulisan.
BAB II : Tinjauan Pustaka meliputi : Definisi PPROM, Epidemiologi
Etiologi PPROM, Patofisiologi PPROM, Pathway PPROM,

3
Manifestasi Klinis, Komplikasi, Penatalaksanaan, Diagnosis,
Pemeriksaan Diagnostik, Prognosis.
BAB III : Konsep Dasar Asuhan Keperawatan meliputi : Pengkajian,
Diagnosa, Intervensi, Implementasi, dan Evaluasi
BAB IV : Penutup meliputi: Simpulan dan Saran

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi PPROM


Ketuban pecah prematur pada preterm yaitu pecahnya membran korion
amnion pada usia kehamilan kurang dari 37 minggu sebelum awitan
persalinan atau disebut juga (PPROM) Preterm Premature Rupture of
Membrane (Norwitz & Schorge, 2008).
Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum
dimulainya persalinan tanpa memperhatikan usia kehamilan. Namun dalam
praktik dan penelitian, pecah ketuban dini didefinisikan sesuai dengan jumlah
jam dari waktu pecah ketuban sampai awitan persalinan (Varney dkk, 2008).
Akibat dari KPD tergantung kepada usia kehamilan. Karenanya,
kondisi tersebut diklasifikasikan kepada :
1. Ketuban pecah prematur yaitu pecahnya membran khorio-amniotik
sebelum onset persalinan atau disebut juga Premature Rupture Of
Membrane = Prelabour Rupture Of Membrane = PROM. Insiden PROM
adalah 6-19% kehamilan.
2. Ketuban pecah prematur pada preterm yaitu pecahnya membran Chorio-
amniotik sebelum onset persalinan pada usia kehamilan kurang dari 37
minggu atau disebut juga Preterm Premature Rupture Of Membrane =
Preterm Prelabour Rupture Of Membrane = PPROM. Insiden PPROM
adalah 2% kehamilan.
Secara luas PPROM merupakan suatu diagnosis klinis. Dari anamnesis
dijumpai adanya riwayat keluar air yang banyak dari vagina dan dikomfirmasi
dengan pemeriksaan inspekulo. Pemeriksaan minimal invasif yang menjadi
gold standard dalam mendiagnosis ketuban pecah dini meliputi 3 tanda klinis
dalam pemeriksaan inspekulo, yakni:
1. Terlihat cairan jernih dalam forniks posterior atau adanya cairan yang
keluar dari OUE.
2. Pemeriksaan pH sekret servikovaginal dengan tes nitrazin menunjukkan
perubahan warna dari kuning menjadi biru.

5
3. Ditemukannya gambaran daun pakis secara mikroskopis. Adapun
perkiraan jumlah cairan amnion yang sedikit dari pemerikasaan Leopold
maupun ultrasound saja tidak dapat menegakkan diagnosis.

Gambar 2.1 Ketuban Pecah Dini.

2.2 Epidemiologi
Ketuban pecah dini premature (PPROM) bertanggung jawab atas 25%
sampai 33% dari seluruh kelahiran prematur setiap tahun. Antara 13% dan
60% dari pasien dengan PPROM memiliki infeksi intra–amniotic. Antara 2%
dan 13% dari pasien dengan PPROM memiliki endometritis postpartum. Usia
kehamilan muda, memiliki potensi semakin besar untuk memperpanjang
kehamilan; 75% dari pasien melahirkan dalam waktu 1 minggu. Berdasarkan
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002/2003, angka
kematian ibu (AKI) di Indonesia masih berada pada angka 307 per 100.000
kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin meninggal
karena berbagai sebab. Antaranya, 65% adalah disebabkan komplikasi dari
Ketuban Pecah Dini.
2.3 Etiologi
Terdapat beberapa faktor yang diduga dapat menyebabkan terjadinya
PPROM. Berdasarakan penelitian terhadap berbagai kasus PPROM, yang
menjadi faktor predisposisi adalah:
1. infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenden
dari vagina. Penelitian menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama
PPROM

6
2. Penurunan tensile strength dari selaput ketuban secara general
3. Defek lokal pada selaput ketuban. Defek ini disebabkan oleh trauma
didapat, misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam maupun
amniosintesis.
4. Penurunan kadar kolagen dalam cairan ketuban dan perubahan struktur
kolagen dalam selaput ketuban, meliputi degradasi dan apoptosis kolagen
5. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh
karena kelainan pada servik uteri (akibat persalinan, kuretase).
6. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi
uterus) misalnya tumor, hidramnion, gemelli.
7. Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan
terhadap membran bagian bawah.
8. Keadaan sosial ekonomi yang berhubungan dengan rendahnya kualitas
perawatan antenatal dan penyebaran penyakit menular seksual seperti
Chlamydia trachomatis dan Neischeria gonorrhoe.
9. Faktor lain yaitu:
a. Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu
b. Faktor multi gravidita, merokok dan perdarahan antepartum
c. Defisiensi gizi dari tembaga dan vitamin C (Gibbs, 2003)
2.4 Faktor Risiko
Berbagai faktor resiko berhubungan dengan timbulnya PPROM. Ras
kulit hitam cenderung memiliki resiko lebih tinggi dibandingkan dengan ras
kulit putih. Pasien dengan status sosio ekonomi rendah, perokok, riwayat
penyakit menular seksual, riwayat persalinan preterm sebelumnya, perdarahan
pervaginam (solusio plasenta, plasenta previa) atau distensi uteri (misal
polihidramnion dan gemelli) memiliki resiko tinggi. Tindakan prosedural
seperti amniosentesis juga dapat memicu PPROM (Medina, 2006).
Pada penyakit-penyakit infeksi yang menyebabkan meningkatnya
MMP, seperti periodontitis, dapat terjadi PPROM. Namun berdasarkan
penelirian case control skala besar, diantara semua faktor resiko diatas hanya
ada 3 faktor utama yang menyebabkan PPROM, yaitu riwayat melahirkan

7
prematur sebelumnya, riwayat merokok (baik merokok sebelum kehamilan,
berhenti ketika hamil, dan masih merokok ketika hamil), dan riwayat
perdarahan pervaginam pada masa kehamilan (Soewarto, 2010; Medina, 2006;
Gibb, 2003)
Faktor resiko PPROM (Morgan, 2009) meliputi:
1. Kehamilan multipel:
a. Kembar dua : 50%
b. Kembar tiga : 90%
2. Riwayat persalinan preterm sebelumnya
3. Perdarahan pervaginam
4. pH vagina di atas 4,5
5. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
6. Flora vagina abnormal
7. Fibronektin >50 ng/ml
8. Kadar CRH (corticotrophin releashing hormone) maternal yang tinggi
misalnya pada stress psikologis, dapat menjadi stimulasi persalinan
preterm
9. Inkompetensi serviks (leher rahim)
10. Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)
11. Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya
12. Trauma
13. Serviks tipis/kurang dari 39 mm, serviks yang pendek (<25 mm) pada usia
kehamilan 23 minggu
14. Infeksi pada kehamilan seperti bacterial vaginosis.
Faktor-faktor yang dihubungkan dengan partus preterm (Manuaba,
2007):
1. Iatrogenik: hygiene kurang (terutama), tindakan traumatik
2. Maternal: penyakit sistemik, patologi organ reproduksi atau pelvis,
preeclampsia, trauma, konsumsi alcohol atau obat-obat terlarang, infeksi
intraamnion subklinik, korioamnionitis klinik, inkompetensia serviks,
servisitis/vaginitis akut, ketuban pecah pada usia kehamilan preterm.

8
3. Fetal: Malformasi janin, kehamilan multipel, hidrops fetalis, pertumbuhan
janin terhambat, gawat janin, kematian janin.
4. Cairan amnion: oligohidramnion dengan selaput ketuban utuh, ketuban
pecah pada preterm, infeksi intraamnion, korioamnionitis klinik.
5. Placenta: solution placenta, placenta previa (kehamilan 35 minggu atau
lebih), sinus marginalis, chorioangioma, vasa previa
6. Uterus: malformasi uterus, overdistensi akut, mioma besar, desiduositis,
aktivitas uterus idiopatik.
Ada hubungan antara PPROM dengan hal-hal berikut :
1. Adanya hipermotilitas rahim yang sudah lama terjadi sebelum ketuban
pecah. Penyakit-penyakit seperti pielonefritis, sistitis, servisitis, dan
vaginitis terdapat bersama-sama dengan hipermotilitas rahim ini.
2. Selaput ketuban terlalu tipis ( kelainan ketuban )
3. Infeksi ( amnionitis atau korioamnionitis )
4. Ketuban pecah dini artificial (amniotomi), di mana ketuban dipecahkan
terlalu dini
5. Faktor-faktor lain yang merupakan predisposisi ialah:
a. Multipara
b. Malposisi
c. Disproporsi
d. Cervix incompetent
2.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis utama dari PPROM adalah amenorrhoe, yang pada
sebagian kasus diikuti dengan nyeri pelvis bagian bawah (35%) dan
peningkatan sekresi secket vagina (30%) (Gjoni, 2006).
Setelah ketuban pecah dini pada kondisi “term’, sekitar 70% pasien
akan memulai persalinan dalam 24 jam, dan 95% dalam 72 jam. Setelah
ketuban pecah dini preterm, periode latensi dari ketuban pecah hingga
persalinan menurun terbalik dengan usia gestasional, misalnya pada
kehamilan minggu ke 20 hingga ke 26, rata-rata periode latensi sekitar 12 hari.
Pada kehamilan minggu ke 32 hingga ke 34, periode latensi berkisar hanya 4
hari (Mercer, 2008).

9
Ketuban pecah dini dapat memberikan stress oksidatif terhadap ibu dan
bayi. Peningkatan lipid peroxidation dan aktivitas proteolitik dapat terlihat
dalam eritrosit. Bayi premature memiliki pertahanan antioksidan yang lemah.
Reaksi radikal bebas pada bayi premature menunjukan tingkat lipid
preoxidation yang lebih tinggi selama minggu pertama kehidupan. Beberapa
komplikasi pada neonatus diperkirakan terjadi akibat meningkatnya
kerentanan neonatus terhadap trauma radikal oksigen (Mercer, 2008).
Menurut Nugroho (2011), tanda dan gejala KPD sebagai berikut
1. Keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina.
2. Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, dengan
ciri pucat dan bergaris warna merah.
3. Cairan akan terus diproduksi sampai kelahiran dan jika klien berdiri atau
duduk kepala janin biasanya terasa “mengganjal” atau menyumbat
kebocoran untuk sementara.
4. Manifestasi klinis infeksi

- Febris di atas 38oC, Nyeri abdomen, nyeri tekan uterus


- Ibu takikardia (>100 denyut per menit)
- Fetal takikardia (>160 denyut per menit)
- Cairan amnion berwarna keruh atau hijau dan berbau
- Leukositosis pada pemeriksaan darah tepi (>15000-20000/mm3)
- Pemeriksaan penunjang lain : leukosit esterase (+) (hasil
degradasi leukosit, normal negatif), pemeriksaan Gram, kultur
darah.

2.6 Patofisiologi
Volume air ketuban pada kehamilan cukup bulan adalah 1000 – 1500
cc. Air ketuban berwarna putih kekeruhan, berbau khas amis, dan berasa
manis, reaksinya agak alkalis atau netral, berat jenis 1,008. Komposisinya
terdiri atas 98 % air, sisanya albumin, urea, asam urik, kreatinin, sel-sel epitel,
rambut lanugo, verniks kaseosa dan garam anorganik. Kadar protein kira-kira
2,6 gr % per liter terutama sebagai albumin.
Ketuban pecah dini premature (PPROM) mendefinisikan ruptur
spontan membran janin sebelum mencapai umur kehamilan 37 minggu dan

10
sebelum onset persalinan (American College of Obstetricians dan
Gynecologists, 2007).
Beberapa studi menunjukkan bahwa patogenesis PPROM berkaitan
dengan peningkatan apoptosis komponen selular membran dan peningkatan
tingkat protease spesifik dalam membran dan cairan amnionic. Kekuatan
tahanan membran banyak diperoleh dari matriks ekstraselular dalam amnion.
Amnionic kolagen interstisial, terutama tipe I dan III, diproduksi dalam sel
mesenchymal dan merupakan komponen struktural yang paling penting.
Metalloproteinase Matriks (MMP) yang terlibat dengan renovasi
jaringan normal dan terutama dengan degradasi kolagen. MMP-2, MMP-3,
dan MMP-9 anggota keluarga ini ditemukan dalam konsentrasi yang lebih
tinggi dalam cairan amnionic dari kehamilan dengan PPROM. Kegiatan
MMPs sebagian diatur oleh inhibitor jaringan matriks metaloproteinase
(TIMPs). Beberapa inhibitor ini ditemukan dalam konsentrasi yang lebih
rendah dalam cairan amnionic dari wanita dengan PPROM. Peningkatan
tingkat MMP ditemukan pada waktu saat ekspresi protease inhibitor menurun
mendukung lebih lanjut bahwa ekspresi tersebut mengubah kekuatan regangan
amnionic. Studi eksplan amniochorion telah menunjukkan bahwa ekspresi
MMPs dapat ditingkatkan dengan perlakuan dengan IL-1, TNF-, dan IL-6.
Jadi, induksi MMP dapat menjadi bagian dari proses peradangan. Protein
terlibat dalam sintesis kolagen cross-linked matang atau protein kolagen
matriks yang mengikat dan mempromosikan kekuatan tarik juga telah
ditemukan diubah PPROM (Wang dan rekan, 2006).
Dalam kehamilan dengan PPROM, menunjukkan tingkat kematian sel
amnion yang lebih tinggi dari pada amnion pada masa aterm. Penanda
apoptosis dengan PPROM juga menunjukkan level yang meningkat
dibandingkan dengan membran aterm. Dalam penelitian in vitro menunjukkan
apoptosis yang mungkin diatur oleh IL-1 endotoksin bakteri dan TNF-α.
Secara keseluruhan, pengamatan ini menunjukkan bahwa banyak kasus hasil
PPROM dari aktivasi degradasi kolagen, perubahan dalam perakitan kolagen,
dan kematian sel semua mengarah ke amnion melemah.

11
Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk memastikan kejadian
infeksi-PPROM diinduksi. Kultur bakteri dari cairan amnionic mendukung
peran untuk infeksi dalam proporsi yang signifikan. Sebuah review dari 18
studi yang terdiri dari hampir 1500 wanita dengan PPROM menemukan
bahwa sepertiganya bakteri dapat diisolasi dari cairan amnio. Karena temuan
ini, beberapa telah diberi perlakuan antimikroba profilaksis untuk mencegah
PPROM. Meskipun hasilnya bertentangan, ada bukti bahwa pengobatan awal
infeksi tanpa gejala yang dipilih lebih rendah saluran kelamin dan radang
periodontal aktif akan mengurangi timbulnya PPROM dan kelahiran prematur.
Dengan demikian, ada bukti kuat bahwa infeksi menyebabkan proporsi yang
signifikan dari kasus PPROM.

Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan proses biokimia yang


terjadi dalam kolagen matriks ektraseluler amnion, kotion, dan apoptosis
membrane janin. Membrane janin dan desidua bereaksi terhadap stimuli
seperti infeksi, dan peregangan selaput ketuban dengan memproduksi
mediator seperti prostaglandin, sitokinin, dan protein hormone yang
merangsang aktivitas “matriks degrading enzyme”.
Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan
retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen
dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan

12
prostaglandin. Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1
dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi
depolimerisasi kolagen pada selaput korion / amnion, menyebabkan selaput
ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.
Patofisiologi pada infeksi intrapartum :
1. Ascending infection, pecahnya ketuban menyebabkan ada hubungan
langsung antara ruang intraamnion dengan dunia luar.
2. Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan
penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin, kemudian ke
ruang intraamnion.
3. Mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin
menjalar melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal).
4. Tindakan iatrogenik traumatik atau higiene buruk, misalnya pemeriksaan
dalam yang terlalu sering, dan sebagainya, predisposisi infeksi.

13
2.7 Mekanisme Ketuban Pecah Dini

Kontraksi uterus dan peregangan yang


berulang mengakibatkan terjadinya perubahan
biokimia pada daerah tertentu sehingga selaput
ketuban inferior rapuh,
Jadi bukan seluruh selaput ketuban yang
rapuh.

Terdapat perubahan struktur, jumlah sel,


dan katabolisme kolagen sehingga
aktivitas kolagen berubah

Selaput ketuban tidak kuat sebagai


akibat kurangnya jaringan ikat dan KPD
vaskularisasi.

Adanya pembesaran uterus, kontraksi


rahim, gerakan janin menyebabkan
melemahnya selaput ketuban

Kehamilan cukup bulan : kelemahan


fokal terjadi pada selaput janin diatas os
serviks internal yang memicu robekan
pada selaput

Pada kehamilan premature disebabkan


adanya faktor eksternal misalkan infeksi
yang menjalar dari vagina.

Mekanisme Ketuban Pecah Dini


Sumber : Prawirohardjo (2009), Manuaba (2010), Norwitz & Schorge (2008).

14
2.8 Pathway

15
2.9 Komplikasi
1. Persalinan prematur
PPROM merupakan penyebab pentingnya persalinan premature dan
prematuritas janin. Setelah ketuban pecah biasanya diikuti dengan
persalinan. Pada kasus ketuban pecah dini preterm biasanya 50%
persalinan akan terjadi dalam kurun waktu 24 jam
2. Infeksi fetal/neonatal
Pada bayi dapat terjadi septicemia, pneumonia, omfalitis
3. Infeksi maternal
Resiko terjadinya ascending infection akan lebih tinggi jika
persalinan dilakukan setelah 24 jam onset pecahnya ketuban. Infeksi pada
ketuban pecah dini preterm lebih tinggi dibandingkan ketuban pecah dini
aterm. Infeksi pada ibu biasanya adalah korioamnionitis, sementara
umumnya, korioamnionitis terjadi sebelum janin terinfeksi
4. Kompresi tali pusat/ prolaps
Pecahnya ketuban dapat menyebabkan terjadinya oligohidramnion
yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Insiden
prolaps tali pusat (cord prolapse) akan meningkat bila dijumpai adanya
malpresentasi. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dengan
derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, semakin gawat
janinnya
5. Failed induction resulting in cesarean section
6. Pulmonary hypoplasia (early, severeoligohydramnions)
7. Fetal deformation
Ketuban pecah dini yang terjadi pada kehamilan preterm atau aterm
menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan yang disebabkan
oleh kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasia pulmonal.
Hipoplasia pulmonal janin sangat mengancam janin, khususnya pada
kasus oligohidramnion (Soewarto, 2010).
2.10 Dasar Diagnosa
Menegakkan diagnosa KPD secara tepat sangat penting. Karena
diagnosa yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan

16
bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada
indikasinya. Sebaliknya diagnosa yang negatif palsu berarti akan
membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam
kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu diperlukan diagnosa
yang cepat dan tepat. Pada pasien hamil yang datang dengan keluhan
“keluar cairan” harus dipikirkan diagnosa KPD. Tujuan umum diagnostik
awal adalah:
1. Konfirmasi diagnosa
2. Menilai keadaan janin
3. Menentukan apakah pasien dalam keadaan inpartu aktif
4. Menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi
(Soewarto, 2010; Gjoni, 2006; Jazayeri; 2006).

Diagnosa KPD ditegakkan dengan cara :


1. Anamnesa
Penderita merasa basah pada vagina, atau mengeluarkan cairan yang
banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir atau ngepyok. Cairan berbau khas,
dan perlu juga diperhatikan warna, keluanya cairan tersebut tersebut his
belum teratur atau belum ada, dan belum ada pengeluaran lendir darah.
2. Konfirmasi usia kehamilan

17
3. Inspeksi
Pengamatan dengan mata biasa akan tampak keluarnya cairan dari vagina,
bila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih banyak,
pemeriksaan ini akan lebih jelas.
4. Pemeriksaan dengan Spekulum
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan dari
orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar, fundus
uteri ditekan, penderita diminta batuk, megejan atau megadakan
manuvover valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak
keluar cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior.
5. Pemeriksaan Dalam
Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah tidak ada lagi.
Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher perlu
dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang belum dalam
persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam. Karena pada waktu
pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan mengakumulasi segmen bawah
rahim dengan flora vagina yang normal. Mikroorganisme tersebut bisa
dengan cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya
dilakukan kalau KPD yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan
induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin. Pemeriksaan vaginal
(vaginal toucher) harus sangat dibatasi termasuk untuk pemeriksaaan
diagnostik awal:
a. VT sebelum persalinan meningkatkan kejadian infeksi neonatus dan
memperpendek periode laten.
b. Dengan menghindari VT , usaha mempertahankan kehamilan menjadi
semakin lama (Soewarto, 2010).
Pemeriksaan inspekulo harus terlebih dahulu dilakukan meskipun
pasien nampak sudah masuk fase inpartu oleh karena dengan pemeriksaan
inspekulo dapat dilakukan penentuan dilatasi servik. Oleh karena infeksi
intra amniotik subklinis juga sering terjadi dan keadaan ini adalah
merupakan penyebab utama dari morbiditas ibu dan anak, maka evaluasi
gejala dan tanda infeksi pada pasien harus dilakukan secara teliti Tanda

18
infeksi yang jelas terdapat pada infeksi lanjut antara lain : demam,
takikardi, uterus tegang, getah vagina berbau dan purulent (Soewarto,
2010).
Diagnosa dini infeksi intraamniotik dilakukan bila didapatkan
gejala berupa peningkatan temperatur pada ibu > 37,8°C, denyut jantung
ibu > 100 x/menit, denyut jantung janin > 169 x/menit, leukosit > 15.000,
air ketuban yang berbau dan terjadi perlunakan uterus. Berikut adalah
tabel yang menunjukkan hubungan antara gejala dengan infeksi intreuterin
(Gjoni, 2006).
Table 2.1 Frekuensi gejala dihibungkan dengan infeksi intra uterin

6. Deteksi infeksi cairan amnion dilakukan dengan amniosentesis.


7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemerksaan laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa : warna,
konsentrasi, bau dan pH nya. Cairan yang keluar dari vagina ini
kecuali air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina. Sekret
vagina ibu hamil pH : 4-5, dengan kertas nitrazin tidak berubah warna,
tetap kuning.
1) Tes lakmus (tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah berubah
menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban (alkalis). pH air
ketuban 7-7.5. Darah dan infeksi vagina dapat meghasilkan tes
yang positif palsu

19
2) Mikroskopis (tes pakis) dengan meneteskan air ketuban pada gelas
objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik
menunjukkan gambaran daun pakis
b. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan
ketuban dalam kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan
ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahn pada penderita
oligohidromnion. Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup banyak
macam dan caranya, namun pada umumnya KPD sudah bisa
terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan sedehana.
c. Spesimen untuk kultur treptokokus group B.
Jika wanita ditapis untuk GBS antara minggu ke 35 dan ke 37
gestasi dan hasil kultur negatif dalam 5 minggu sebelumnya
didokumentasikan, set spesimen lainnya untuk kultur tidak diperlukan
dan antibiotik profilaksis tidak dianjurkan.
Tabel 2.2 Diagnosis Cairan Vagina

Sumber : Saifuddin (2006)

20
2.11 Penatalaksanaan
Tujuan utama dari penatalaksanaan PPROM adalah keselamatan
neonates pada usia gestational ketika selaput ketuban ruptur, karena itulah
penatalaksanaan PPROM tergantung pada usia kehamilan. Penanganan
berdasarkan usia kehamilan dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Penanganan konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan:
a. Antibiotik (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila alergi terhadap
ampisilin) selama 7 hari
b. Metronidazol 2x500 mg selama 7 hari (Soewarto, 2010).
Jika usia kehamilan:
a. <32-34 minggu: Dirawat selama air ketuban masih keluar, atau
sampai air ketuban tidak keluar lagi.
b. 32-37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif:
1) Berikan steroid (deksametason) untuk menginduksi pematangan
paru janin
2) Observasi tanda-tanda infeksi
3) Observasi kesejahteraan janin
4) Terminasi pada saat kehamilan mencapai usia 37 minggu
(Soewarto, 2010)
c. 32-37 minggu, sudah inpartu, tidak ada tanda-tanda infeksi:
1) Berikan tokolitik (salbutamol)
2) Berikan steroid (deksametason) untuk menginduksi pematangan
paru janin
3) Lakukan induksi setelah 24 jam (Soewarto, 2010)
d. 32-37 minggu, ada infeksi:
1) Antibiotik
2) Berikan steroid (deksametason) untuk menginduksi pematangan
paru janin
3) Lakukan induksi persalinan
4) Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi
intrauterin) (Soewarto, 2010).

21
2. Penanganan aktif
Penanganan aktif dilakukan dengan menterminasi kehamilan.
Terminasi kehamilan dipertimbangkan jika resiko dari infeksi jauh lebih
besar dibandingkan dengan resiko prematuritas. Yang juga
dipertimbangkan dalam terminasi kehamilan adalah survivalitas janin,
usia ibu, BOH, IUGR, diabetes, dan sebagainya. Berikut ini adalah hasil
studi yang dapat membantu klinisi dalam membuat keputusan terminasi
kehamilan:
a. Usia kehamilan 20-24 minggu:
Survivalitas janin sangat rendah (< 20-25%), resiko infeksi
sangat tinggi, komplikasi jangka panjang sering terjadi, dan
dibutuhkan follow-up yang mahal. Pada usia kehamilan ini terminasi
kehamilan sangat dianjurkan kepada pasangan (Gjoni, 2006).
b. Usia kehamilan 24-24 minggu:
Sebagian besar studi menyarankan manajemen aktif,
menentukan dan memanajemen infeksi, serta mengecek fetal
distress. Jika terdapat gejala klinis dan hasil laboratorium yang
menunjukkan korioamnionitis, maka disarankan untuk menterminasi
kehamilan dengan induksi persalinan. Seksio sesaria lebih baik
dihindari jika memungkinkan, karena tingginya angka infeksi selama
nifas (Gjoni, 2006).
c. Usia kehamilan 26-30 minggu:
Disarankan untuk melakukan observasi dan follow up.
Berikan antibiotic profilaksis dan steroid untuk maturasi paru.
Resiko prematuritas lebih tinggi dibandingkan dengan resiko infeksi
janin/neonatus. Berikan tokolitik jika ibu akkan dipindahkan ke
pusat kesehatan lainnya (Gjoni, 2006).
d. Usia kehamilan 30-36 minggu:
Angka survivalitas neonatus sangat tinggi (95%). Disarankan
untuk memberikan steroid untuk maturasi paru. Antibiotik
disarankan jika periode latennya memanjang. Jika diagnosis infeksi
intera uterin ditegakkan pada usia kehamilan ini, lebih baik

22
memberikan antibiotik terlebih dahulu sebelum induksi persalinan
dibandingkan dengan langsung menterminasi kehamilan. Pada usia
kehamilan ini, persentasi kegagalan induksi persalinan rendah dan
kebutuhan untuk dilakukan seksio sesaria beserta resiko komplikasi
masa nifasnya juga sangat jarang (Gjoni, 2006).
e. Kehamilan ≥37 minggu
Induksi dengan oksitosin. Bila gagal, kita lakukan seksio
sesaria. Dapat pula diberikan misoprostol 25µg-50µg intravaginal
setiap 6 jam sebanyak maksimal 4 kali. Bila ada tanda-tanda infeksi
berikan antibiotik dosis tinggi dan terminasi persalinan (Gjoni,
2006).
Bila skor pelvic < 5:
1) Lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak
berhasil, akhiri persalinan denngan seksio sesaria.
2) Bila skor pelvis > 5: Induksi persalinan (Soewarto, 2010)

Sumber : Saifuddin (2008).

23
24
25
2.12 Medikasi
1. Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid dapat menekan morbiditas dan
mortalitas perinatal pasca ketuban pecah dini preterm. Kortikosteroid
juga menekan resiko terjadinya sindrom distress pernafasan (20–35,4%),
hemoragi intraventrikular (7,5–15,9%), enterokolitis nekrotikans (0,8–
4,6%). Rekomendasi sebagian besar menggunakan betamethason
(celestone) intramuscular 12 mg setiap 24 jam selama 2 hari.
National Institute of Health merekomendasikan pemberian
kortikosteroid sebelum masa gestasi 30–23 minggu, dengan asumsi
viabilitas fetus dan tidak ada infeksi intra amniotik.Pemberian
kortikosteroid setelah masa gestasi 34 minggu masih kontroversial dan
tidak direkomendasikan kecuali ada bukti immaturitas paru melalui
pemeriksaan amniosentesis (Danielsson, 2009; Medina, 2006)
2. Antibiotik
Pemberian antibiotik pada pasien ketuban pecah dini dapat
menekan infeksi neonatal dan memperpanjang periode latensi. Sejumlah
antibiotik yang digunakan meliputi ampisilin 2 gram dengan kombinasi
eritromisin 250 mg setiap 6 jam selama 48 jam, diikuti pemberian
amoksisilin 250 mg dan eritromisin 333 mg setiap 8 jam untuk lima hari.
Pasien yang mendapat kombinasi ini dimungkinkan dapat
mempertahankan kandungan selama 3 minggu setelah penghentian
pemberian antibiotik setelah 7 hari (Medina, 2006).
3. Agen Tokolitik
Pemberian agen tokolitik diharapkan dapat memperpanjang
periode latensi namun tidak memperbaiki luaran neonatal. Tidak banyak
data yang tersedia mengenai pemakaian agen tokolitik untuk ketuban
pecah dini. Pemberian agen tokolitik jangka panjang tidak
diperkenankan dan hingga kini masih menunggu hasil penelitian lebih
jauh (Medina, 2006).

26
Gejala yanng mengarah kepada
ketuban pecah dini preterm:
merembesnya cairan dari jalan lahir,
terasa basah, atau sensasi tidak bisa
berhenti urinasi

Pemeriksaan Klinis:
Inspeksi rembesan air ketuban, tes
laksmus, cek rembesan air ketuban
ketika ibu batuk atau mengejan,
pemeriksaan inspekulo untuk melihat
dilatasi porsio, USG

Jika Bukan PPROM: Pulangkan pasien


jika denyut jantung janin baik dan Jika diagnosis PPROM ditegakkan:
tidak ada tanda-tanda inpartu

Usia kehamilan 32-33 minggu: Usia kehamilan 34-36 minggu:


Kehamilan 24-31 minggu: Berikan
Berikan kortikosteroid, antibiotik, Berikan antibiotik untuk profilaksis
kortikosteroid, antibiotik, dan
disarankan untuk melakukan streptokokus grup β, lalu lahirkan
terminasi pada usia kehamilan 34
amniosentesis dan terminasi janin
minggu
kehamilan pada usia 34 minggu

Gambar 2.3 Algoritma penatalaksanaan ketuban pecah dini preterm

2.13 Preventif
1. Pencegahan primer
Untuk mengurangi terjadinya pecah ketuban dini, dianjurkan
bagi ibu hamil untuk mengurangi aktivitas pada akhir trimester kedua
dan awal trimester ke tiga, serta tidak melakukan kegiatan yang
membahayakan kandungan selama kehamilan. Ibu hamil juga harus
dinasihatkan supaya berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol.
Berat badan ibu sebelum kehamilan juga harus cukup mengikut Indeks

27
Massa Tubuh (IMT) supaya tidak berlaku mana-mana komplikasi.
Selain itu, pasangan juga dinasihatkan supaya menghentikan koitus pada
trimester akhir kehamilan bila ada faktor predisposisi.
2. Pencegahan sekunder
Mencegah infeksi intrapartum dengan;
a. Antibiotika spektrum luas : gentamicin iv 2 x 80 mg, ampicillin iv 4
x 1 mg, amoxicillin iv 3 x 1 mg, penicillin iv 3 x 1.2 juta IU,
metronidazol drip.
b. Pemberian kortikosteroid : kontroversi. Di satu pihak dapat
memperburuk keadaan ibu karena menurunkan imunitas, di lain
pihak dapat menstimulasi pematangan paru janin (surfaktan). Di
RSCM diberikan, bersama dengan antibiotika spektrum luas. Hasil
cukup baik.
2.14 Prognosis
Prognosis pada ketuban pecah dini sangat variatif tergantung pada :
a. Usia kehamilan
b. Adanya infeksi/sepsis
c. Factor resiko/penyebab
d. Ketepatan Diagnosis awal dan penatalaksanaan
Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat
kehamilan, lebih sedikit bayi yang dapat bertahan.

28
BAB 3
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KETUBAN
PECAH DINI (PPROM)

3.1 Pengkajian
A. Anamnesis
Ada 2 jenis anamnesis yang umum dilakukan, yakni
Autoanamnesis dan Alloanamnesis atau Heteroanamnesis. Pada umumnya
anamnesis dilakukan dengan tehnik autoanamnesis yaitu anamnesis yang
dilakukan langsung terhadap pasiennya.Pasien sendirilah yang menjawab
semua pertanyaan dokter dan menceritakan permasalahannya. Ini adalah
cara anamnesis terbaik karena pasien sendirilah yang paling tepat untuk
menceritakan apa yang sesungguhnya dia rasakan. Meskipun demikian
dalam prakteknya tidak selalu autoanamnesis dapat dilakukan. Pada pasien
yang tidak sadar, sangat lemah atau sangat sakit untuk menjawab
pertanyaan, atau pada pasien anak-anak, maka perlu orang lain untuk
menceritakan permasalahnnya. Anamnesis yang didapat dari informasi
orag lain ini disebut Alloanamnesis atau Heteroanamnesis. Tidak jarang
dalam praktek sehari-hari anamnesis dilakukan bersama-sama auto dan
alloanamnesis.
B. Status pasien
Status pasien terdiri dari data umum pasien yaitu; nama , alamat
dan usia pasien dan suami pasien, pendidikan dan pekerjaan pasien dan
suami pasien. Agama, suku bangsa pasien dan suami pasien juga dicatat.
C. Keluhan utama
Pasien harus didorong untuk mengekspresikan tujuan dari
kunjungannya dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pertanyaan-
pertanyaan terbuka yang terkait dengan keluhan tersebut dapat mebantu
mengklarifikasi rincian keluhan tersebut. Penyakit yang diderita saat ini.
Wawancara harus bersifat menyeluruh, tetapi tetap disesuaikan dengan
keluhan utama pasien. Beberapa pertanyaan khusus yang dapat ditanyakan
pada pasien dengan kondisi Ketuban Pecah Dini;

29
1. Adakah pasien merasa basah pada vagina atau mengeluarkan cairan
yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir.
2. Adakah cairan berbau khas
3. Apakah warna keluarnya cairan tersebut
4. Adakah his pasien belum teratur atau belum ada
5. Apakah belum ada pengeluaran lendir darah.
Keluhan yang biasanya terjadi pada ibu dengan ketuban pecah dini
adalah keluar cairan warna putih, keruh, jernih, kuning, hijau / kecoklatan
sedikit / banyak, pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban
sudah kering, inspeksikula tampak air ketuban mengalir / selaput ketuban
tidak ada dan air ketuban sudahkering
D. Riwayat penyakit dahulu
Riwavat medis dan pembedahan di masa lalu, pasien harus diminta
untuk menyebutkan semua masalah kesehatan yang penting. Obat-obatan
yang digunakan saat ini dan di masa lalu harus disebutkan. Semua reaksi
alergi harus dicatat.
E. Riwayat ginekologis.
Aspek-aspek yang terkait dengan riwayat ginekologis pasien
mencakup riwayat menstruasi secara rinci (usia menarke/menopause, lama
siklus, dan lama menstruasi terakhir), riwayat pemakaian kontrasepsi,
infeksi vagina atau panggul sebelumnya, riwayat seksual, dan prosedur
pembedahan ginekologis sebelurnnya (termasuk biopsi dan operasi kecil
lain).
F. Riwayat obstetrik.
Semua kehamilan harus dirinci termasuk usia gestasi, haid terakhir,
kehamilan yang ke berapa, proses persalinan (spontan, tindakan, penolong
persalinan), keadaan pasca persalinan, masa nifas dan laktasi serta
komplikasi terkait kehamilan dan perawatan antenatal care. Pada
primigravida ditanyakan lama kawin, pernikahan yang ke berapa dan
lamanya waktu perkawinan terakhir ini.

30
G. Riwayat keluarga.
Riwayat keluarga secara rinci harus diperoleh. Penyakit-penyakit
serius (diabetes, penyakit kardiovaskular, hipertensi) atau penyebab
kematian untuk setiap individu harus dicatat dengan perhatian khusus
terhadap anggota keluarga generasi pertama. Riwayat keluarga yang
menunjukkan adanya retardasi mental yang tidak dapat dijelaskan atau
sindrom genetik dapat memiliki pengaruh terhadap kehamilan selanjutnya.
H. Riwayat sosial.
Pasien atau keluarga harus ditanya mengenai pekerjaannya dan di
mana serta dengan siapa ia tinggal. Ia harus ditanya pula mengenai
kebiasaan merokok, pemakaian obat terlarang, dan konsumsi minuman
beralkohol.
I. Pemeriksaan
Setelah melakukan anamnesis untuk mendapatkan informasi, maka
diperlukan juga adanya pemeriksaan pemeriksaan, baik pemeriksaan dasar
dan juga penunjang untuk membantu diagnosis.
1. Keadaan Umum
Pemeriksaan fisik harus selalu dimulai dengan penilaian
keadaan umum pasien. Dengan penilaian kaedaan umum ini dapat
diperoleh kesan apakah pasien dalam keadaan distress akut yang
memerlukan pertolongan segera, pasien dalam keadaan yang relative
stabil sehingga pertolongan dapat diberikan setelah dilakukan
pemeriksaan fisik yang lebih lengkap.
2. Pemeriksaan tanda vital
Menilai tanda vital untuk mengetahui perubahan hemodinamik.
Tanda vital penting untuk menegakkan diagnosis sesuatu penyakit dan
biasanya pemeriksaan tanda vital adalah pemeriksaan umum yang akan
dilakukan kepada semua pasien yang datang berobat ke rumah sakit.
Pemeriksaan vital yang umumnya dilakukan adalah pemeriksaan
tekanan darah. Didapatkan pemeriksaan tekanan darahnya adalah
130/85mmHg, yaitu masih dalam batas normal. Pemeriksaan nadi
disertai frekuensi denyut jantung (pulsus defisit). Perhatikan tekanan

31
nadi pada pasien. Adakah mengalami takikardia atau tidak. Nadi
pasien adalah 76x/menit. Pemeriksaan kadar nafas. Perhatikan ;
a. Frekuensi/ laju pernapasan
b. Tipe/ pola
c. Kedalaman
d. Irama/ keteraturan
Kadar napas pasien adalah 20x/menit.
3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan dasar yang dimaksud adalah, pemeriksaan fisik
berupa inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.Namun pada kasus ini,
tidak dilakukan pemeriksaan yang spesifik, hanya saja, dilakukan
pemeriksaan fisik secara keseluruhan terhadap kehamilan. Untuk
pemeriksaan kehamilan dapat dilakukan pemeriksaan Obstetrik yaitu
merangkumi inspeksi, palpasi, auskultasi, inspeculo dan colok vagina
(atas indikasi).
a. Pemeriksaan Dasar
Inspeksi atau pengamatan dengan mata biasa akan tampak
keluarnya cairan dari vagina, bila ketuban baru pecah dan jumlah
air ketuban masih banyak, pemeriksaan ini akan lebih jelas. Palpasi
dilakukan untuk meraba kulit dingin atau demam, nadi dan tungkai
bawah bengkak atau tidak. Auskultasi dilakukan dengan
menggunakan stetoskop kebidanan atau Doppler untuk bunyi
jantung anak, bising tali pusat, gerakan anak, bising arteri uterine,
aorta dan usus ibu.
b. Pemeriksaan dengan spekulum
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak
keluar cairan dari orifisium uteri eksternum (OUE), jika belum
juga tampak keluar, fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk,
mengejan atau mengadakan manuver valsava, atau bagian terendah
digoyangkan, akan tampak keluar cairan dari ostium uteri dan
terkumpul pada forniks anterior. Lihat dan perhatikan apakah
memang air ketuban keluar dari kanalis servikalis pada bagian

32
yang sudah pecah, atau terdapat cairan ketuban pada forniks
posterior. Cairan amnion ini berguna pada:
1) pemeriksaan lakmus
2) mikroskopis (daun pakis)
3) fern test
4) kultur spesies bila terjadi infeksi
5) pemeriksaan interleukin 6
6) alfa fetoprotein
c. Pemeriksaan dalam vagina (Vaginal Toucher)
Didapat cairan di dalam vagina dan selaput ketuban sudah
tidak ada lagi. Mengenai pemeriksaan dalam vagina dengan tocher
perlu dipertimbangkan, pada kehamilan yang kurang bulan yang
belum dalam persalinan tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam.
Karena pada waktu pemeriksaan dalam, jari pemeriksa akan
mengakumulasi segmen bawah rahim dengan flora vagina yang
normal. Mikroorganisme tersebut bisa dengan cepat menjadi
patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya dilakukan kalau KPD
yang sudah dalam persalinan atau yang dilakukan induksi
persalinan dan dibatasi sedikit mungkin. Jika belum, pemeriksaan
dalam dikontraindikasikan.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan hasil tinggi fundus uteri
3 jari diatas pusat, konsistensi uterus lunak dan kenyal, letak anak
memanjang, kepala dibawah, belum masuk panggul, dan kontraksi
uterusnya negatif.
4. Pemeriksaan Penunjang : Laboratorium
a. Pemeriksaan cairan ketuban
Dilakukan dengan kertas nitrazine atau kertas litmus untuk
mengukur pH (asam-basa). pH normal dari vagina adalah 4-4,7
(asid) sedangkan pH cairan ketuban adalah 7,1-7,3 (basa). Tes
tersebut dapat terjadi false positif, apabila terdapat keterlibatan
trikomonas, darah, semen, lendir leher rahim, dan air seni.

33
b. Pemeriksaan Urin
Dilakukan kultur dan pemeriksaan mikroskopik untuk
mendeteksi apakah ada infeksi.
c. Swabs
Pemeriksaan swabs ini bagi tujuan;
1) High Vagina, dilakukan pemeriksaan Gram dan Kultur.
2) Endocervical, yang sering ditemukan adalah Nesseria
gonorrhoeae atau Chlamydia.
3) Jika diperkirakan ada infeksi genital, urethral dan anorectal di
indikasikan juga.
d. Tes Ferning
Dilakukan tes pada cairan vagina, antaranya kultur
mikrobiologi, Vaginal Fluid Ferningdengan meneteskan air
ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan
mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
e. Amniocentesis
Melalui pemeriksaan ini, akan diperoleh cairan amnion
yang tidak terkontaminasi, kemudian dilakukan pemeriksaan
kultur. Pemeriksaan ini merupakan indicator terbaik untuk
chorioamnionitis.
5. Pemeriksaan Penunjang : Radiologi
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) digunakan untuk melihat
Indeks Cairan Amnion (ICA/AFI) dengan adanya oligohidramnion,
mengidentifikasi bagian presentasi dan memperkirakan usia gestasi
serta melihat jumlah air ketuban dalam kavum uteri. Selain itu untuk
mengetahui aktivitas janin, pengukuran berat badan janin, detak
jantung janin dan kelainan kongenital atau deformitas. Pada kasus
Ketuban Pecah Dini, terlihat jumlah air ketuban sedikit.Namun sering
terjadi kesalahan pada kasus oligohidromnion.

34
J. Analisa Data
DATA ETIOLOGI DIAGNOSA
 Ds : mengeluh keluar cairan Beberapa factor resiko Resiko Infeksi
dari jalan lahir, pasien tidak ↓
berani beraktivitas berat Mempengaruhi pembentukan dan
dan hanya tiduran sepanjang pemeliharan kolagen
hari, mengeluh badannya selaput amnion kurang optimal
demam, dan dari hasil ↓
anamnesa perawat, pasien Selaput ketuban mudah pecah
mengatakan jarang control ↓
kehamilan ke puskesmas Cairan amnion merembes keluar melalui
 Do : Td :120/80, suhu : jalan lahir
37’C, DJJ : 120x. pH ↓
amnion netral & keruh. Adanya kondisi kelembaban dan
kebersihan daerah parineal yang buruk

Perkembangan pathogen dan invasi

Meningkatkan resiko terjasdinya infeksi

 Ds : mengeluh keluar cairan Beberapa factor resiko Ansietas


dari jalan, pasien tidak ↓
berani beraktivitas berat Mempengaruhi pembentukan dan
dan hanya tiduran sepanjang pemeliharan kolagen
hari, mengeluh badannya selaput amnion kurang optimal
demam, dan dari hasil ↓
anamnesa perawat, pasien Selaput ketuban mudah pecah
mengatakan jarang control ↓
kehamilan ke puskesmas Cairan amnion merembes keluar melalui
 Do : Td :120/80, suhu : jalan lahir
37’C, DJJ : 120x. pH ↓
amnion netral & keruh. Kurangnya pajanan informasi tentang
Pasien tampak tegang, pucat kondisinya
dan gelisah. ↓
Memicu kondisi tegang, gelisah dan
penuruna konsentrasi

35
 Ds: mengeluh keluar cairan Selama kehamilah, ibu jarang control ke Ketidakefektifan
dari jalan lahir, pasien tidak RS (pernah tapi tidak rutin sesuai jadwal) manajemen
berani beraktivitas berat ↓ kesehatan diri b.d
dan hanya tiduran sepanjang Ibu kurang informasi tentang tanda-tanda kurang
hari, mengeluh badannya dan gejala di setiap usia kehamilan, apa pengetahuan
demam, dan dari hasil yang harus dilakukan dan apa yang harus
anamnesa perawat, pasien dihindari selama kehamilan
mengatakan jarang control ↓
kehamilan ke puskesmas. Ibu terpajan dengan factor resiko ekternal
 DO : Pasien tampak tegang, ataupun internal yang membuat
pucat dan gelisah. membrane amnion tidak adekuat

Ketuban pecah dini terjadi pada ibu

Ibu tidak tau apa yang terjadi dan apa
yang harus dilakukan

Ibu hanya tiduran sepanjang hari

ketidakefektif dalam manajemen
kesehatan dirinya

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Risiko infeksi, (factor resiko: infeksi intra partum, infeksi uterus berat,
gawat janin)
2. Kecemasan (Ansietas) b.d Perubahan dalam: status kesehatan
3. Kurang Pengetahuan b.d keterbatasan kognitif dalam hal mengenal tanda
dan gejala penyakit
4. Nyeri akut b.d agen cidera (fisik) luka operasi

36
3.3 Intervensi Keperawatan
1. Risiko infeksi, (factor resiko: infeksi intra partum, infeksi uterus berat,
gawat janin)

Diagnosa Rencana keperawatan


Keperawatan/Masalah Tujuan dan Kriteria
Kolaborasi Intervensi
Hasil
Risiko infeksi NOC : NIC :
 Immune Status  Pertahankan teknik aseptif
Faktor-faktor risiko :  Knowledge :  Batasi pengunjung bila perlu
- Prosedur Infasif Infection control  Cuci tangan setiap sebelum
- Kerusakan jaringan dan  Risk control dan sesudah tindakan
peningkatan paparan Setelah dilakukan keperawatan
lingkungan tindakan  Gunakan baju, sarung tangan
- Malnutrisi keperawatan sebagai alat pelindung
- Peningkatan paparan selama…… pasien  Ganti letak IV perifer dan
lingkungan patogen tidak mengalami dressing sesuai dengan
- Imonusupresi infeksi dengan petunjuk umum
- Tidak adekuat pertahanan kriteria hasil:  Gunakan kateter intermiten
sekunder (penurunan Hb,  Klien bebas dari untuk menurunkan infeksi
Leukopenia, penekanan tanda dan gejala kandung kencing
respon inflamasi) infeksi
 Tingkatkan intake nutrisi
- Penyakit kronik  Menunjukkan
 Berikan terapi
- Imunosupresi kemampuan untuk
antibiotik:...............................
- Malnutrisi mencegah
..
- Pertahan primer tidak timbulnya infeksi
 Monitor tanda dan gejala
adekuat (kerusakan kulit,  Jumlah leukosit
infeksi sistemik dan lokal
trauma jaringan, gangguan dalam batas normal
 Pertahankan teknik isolasi k/p
peristaltik)  Menunjukkan
 Inspeksi kulit dan membran
perilaku hidup sehat
mukosa terhadap kemerahan,
 Status imun,
panas, drainase
gastrointestinal,
genitourinaria  Monitor adanya luka
dalam batas normal  Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
 Kaji suhu badan pada pasien
neutropenia setiap 4 jam

37
2. Kecemasan (Ansietas) b.d Perubahan dalam: status kesehatan

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
Kecemasan berhubungan NOC : NIC :
dengan - Kontrol kecemasan
Anxiety Reduction
Faktor keturunan, Krisis - Koping
(penurunankecemasan)
situasional, Stress, Setelah
perubahan status dilakukan asuhan  Gunakan pendekatan yang
kesehatan, ancaman selama menenangkan
kematian, perubahan ……………klien  Nyatakan dengan jelas
konsep diri, kurang kecemasan teratasi harapan terhadap pelaku
pengetahuan dan dgn kriteria hasil: pasien
hospitalisasi  Klien mampu  Jelaskan semua prosedur
mengidentifikasi dan dan apa yang dirasakan
DO/DS: mengungkapkan selama prosedur
- Insomnia gejala cemas  Temani pasien untuk
- Kontak mata kurang  Mengidentifikasi, memberikan keamanan
- Kurang istirahat mengungkapkan dan dan mengurangi takut
- Berfokus pada diri menunjukkan tehnik  Berikan informasi faktual
sendiri untuk mengontol mengenai diagnosis,
- Iritabilitas cemas tindakan prognosis
- Takut  Vital sign dalam  Libatkan keluarga untuk
- Nyeri perut batas normal mendampingi klien
- Penurunan TD dan  Postur tubuh,  Instruksikan pada pasien
denyut nadi ekspresi wajah, untuk menggunakan
- Diare, mual, kelelahan bahasa tubuh dan tehnik relaksasi
- Gangguan tidur tingkat aktivitas  Dengarkan dengan penuh
- Gemetar menunjukkan perhatian
- Anoreksia, mulut kering berkurangnya  Identifikasi tingkat
- Peningkatan TD, denyut kecemasan kecemasan
nadi, RR  Bantu pasien mengenal
- Kesulitan bernafas situasi yang menimbulkan
- Bingung kecemasan
- Bloking dalam
 Dorong pasien untuk
pembicaraan
mengungkapkan perasaan,
- Sulit berkonsentrasi
ketakutan, persepsi
 Kelola pemberian obat
anti cemas:........

38
3. Kurang Pengetahuan b.d keterbatasan kognitif dalam hal mengenal tanda dan
gejala penyakit

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
Kurang Pengetahuan NOC: NIC :
Berhubungan dengan :  Kowledge :
 Kaji tingkat pengetahuan
keterbatasan kognitif, disease process
pasien dan keluarga
interpretasi terhadap informasi  Kowledge : health
 Jelaskan patofisiologi dari
yang salah, kurangnya Behavior
penyakit dan bagaimana
keinginan untuk mencari Setelah
hal ini berhubungan
informasi, tidak mengetahui dilakukan
dengan anatomi dan
sumber-sumber informasi. tindakan
fisiologi, dengan cara yang
keperawatan
tepat.
DS: Menyatakan secara verbal selama …. pasien
 Gambarkan tanda dan
adanya masalah menunjukkan
gejala yang biasa muncul
DO: ketidakakuratan pengetahuan
pada penyakit, dengan cara
mengikuti instruksi, tentang proses
yang tepat
perilaku tidak sesuai penyakit dengan
 Gambarkan proses
kriteria hasil:
 Pasien dan penyakit, dengan cara yang
keluarga tepat
menyatakan  Identifikasi kemungkinan
pemahaman penyebab, dengan cara
tentang penyakit, yang tepat
kondisi, prognosis  Sediakan informasi pada
dan program pasien tentang kondisi,
pengobatan dengan cara yang tepat
 Pasien dan  Sediakan bagi keluarga
keluarga mampu informasi tentang
melaksanakan kemajuan pasien dengan
prosedur yang cara yang tepat
dijelaskan secara  Diskusikan pilihan terapi
benar atau penanganan
 Pasien dan  Dukung pasien untuk
keluarga mampu mengeksplorasi atau
menjelaskan mendapatkan second
kembali apa yang opinion dengan cara yang
dijelaskan tepat atau diindikasikan
perawat/tim  Eksplorasi kemungkinan
kesehatan lainnya sumber atau dukungan,
dengan cara yang tepat

39
4. Nyeri akut b.d agen cidera (fisik) luka operasi
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil
Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
dengan: Agen injuri (biologi,  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri
kimia, fisik, psikologis),  pain control, secara komprehensif
kerusakan jaringan  comfort level termasuk lokasi,
DS: Setelah dilakukan karakteristik, durasi,
- Laporan secara verbal tindakan frekuensi, kualitas dan faktor
DO: keperawatan presipitasi
- Posisi untuk menahan nyeri selama …. Pasien  Observasi reaksi nonverbal
- Tingkah laku berhati-hati tidak mengalami dari ketidaknyamanan
- Gangguan tidur (mata sayu, nyeri, dengan  Bantu pasien dan keluarga
tampak capek, sulit atau kriteria hasil: untuk mencari dan
gerakan kacau, menyeringai)  Mampu mengontrol menemukan dukungan
- Terfokus pada diri sendiri nyeri (tahu penyebab  Kontrol lingkungan yang
- Fokus menyempit nyeri, mampu dapat mempengaruhi nyeri
(penurunan persepsi waktu, menggunakan tehnik seperti suhu ruangan,
kerusakan proses berpikir, nonfarmakologi pencahayaan dan kebisingan
penurunan interaksi dengan untuk mengurangi  Kurangi faktor presipitasi
orang dan lingkungan) nyeri, mencari nyeri
- Tingkah laku distraksi, bantuan)  Kaji tipe dan sumber nyeri
contoh : jalan-jalan,  Melaporkan bahwa untuk menentukan intervensi
menemui orang lain nyeri berkurang  Ajarkan tentang teknik non
dan/atau aktivitas, aktivitas dengan farmakologi: napas dala,
berulang-ulang) menggunakan relaksasi, distraksi, kompres
- Respon autonom (seperti manajemen nyeri hangat/ dingin
diaphoresis, perubahan  Mampu mengenali  Berikan analgetik untuk
tekanan darah, perubahan nyeri (skala, mengurangi nyeri: ……...
nafas, nadi dan dilatasi intensitas, frekuensi  Tingkatkan istirahat
pupil) dan tanda nyeri)  Berikan informasi tentang
- Perubahan autonomic dalam  Menyatakan rasa nyeri seperti penyebab nyeri,
tonus otot (mungkin dalam nyaman setelah berapa lama nyeri akan
rentang dari lemah ke kaku) nyeri berkurang berkurang dan antisipasi
- Tingkah laku ekspresif  Tanda vital dalam ketidaknyamanan dari
(contoh : gelisah, merintih, rentang normal prosedur
menangis, waspada, iritabel,  Tidak mengalami  Monitor vital sign sebelum
nafas panjang/berkeluh gangguan tidur dan sesudah pemberian
kesah)
analgesik pertama kali
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum

40
3.4 Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan
keperawatan oleh perawat dan pasien dengan tujuan untuk membantu pasien
dan mencapai hasil yang telah ditetapkan yang mencakup perawatan,
kesehatan, pencegahan peyakit, pemeliharaan kesehatan dan memfasilitasi
koping (Nursalam, 2001).
Ada tiga fase implementasi keperawatan yaitu :
1. Fase Persiapan Pengetahuan tentang rencana, validasi rencana
2. Fase Persiapan Pasien.
3. Fase Persiapan lingkungan.
Fokus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah kegiatan
pelaksanaan tindakan dan perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan
emosional. Tindakan keperawatan dibedakan berdasarkan tanggung jawab
perawat secara profesional sesuai standar praktik keperawatan yaita tindakan
dpenden (limpahan) dan independen (kerja sama tim kesehatan lainnya).
3.5 Evaluasi Keperawatan
1. Klien dapat bebas dari tanda-tanda infeksi
2. Klien dapat terbebas dari rasa cemas
3. Klien dapat mengerti tentang tanda-tanda dan hal yang berkaitan dengan
PROM
4. Klien dapat menurunkan tingkat ansietas

41
BAB 4
PENUTUP

4.1 Simpulan
Persalinan merupakan suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang
dapat hidup kedunia luar dari rahim melalui jalan lahir atau dengan jalan lain.
Ukuran keberhasilan suatu pelayanan kesehatan tercermin dari penurunan
angka kematian ibu (Maternity Mortality Rate) sampai pada batas angka
terendah yang dapat dicapai sesuai dengan kondisi dan situasi setempat serta
waktu.
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda-
tanda persalinan dan ditunggu satu jam sebelum dimulainya tanda-tanda
persalinan. Ketuban pecah dini merupakan masalah penting dalam bidang
kesehatan yang berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya
infeksi korioamnionitis sampai sepsis, serta menyebabkan infeksi pada ibu
yang menyebabkan meningkatnya morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi.
Ketuban pecah dini kemungkinan besar menimbulkan risiko tinggi infeksi
dan bahaya kompresi tali pusat, maka dalam penatalaksanaan perawatannya
dianjurkan untuk pemantauan ibu maupun janin dengan ketat.
KPD sering kali menimbulkan konsekuensi yang dapat menimbulkan
morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun bayi terutama kematian perinatal
yang cukup tinggi. Kematian perinatal yang cukup tinggi ini antara lain
disebabkan karena kematian akibat kurang bulan, dan kejadian infeksi yang
meningkat karena partus tak maju, partus lama, dan partus buatan yang sering
dijumpai pada pengelolaan kasus KPD terutama pada pengelolaan konservatif
. Dilema sering terjadi pada pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap
aktif terutama pada kehamilan yang cukup bulan, atau harus menunggu
sampai terjadinya proses persalinan, sehingga masa tunggu akan memanjang
berikutnya akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Sedangkan
sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan pada KPD kehamilan kurang bulan
dengan harapan tercapainya pematangan paru dan berat badan janin yang
cukup.

42
Penatalaksanaan yang optimal harus mempertimbangkan 2 hal tersebut
di atas dan faktor-faktor lain seperti fasilitas serta kemampuan untuk merawat
bayi yang kurang bulan. Meskipun tidak ada satu protokol pengelolaan yang
dapat untuk semua kasus KPD, tetapi harus ada panduan pengelolaan yang
strategis, yang dapat mengurangi mortalitas perinatal dan dapat
menghilangkan komplikasi yang berat baik pada anak maupun pada ibu.
4.2 Saran
Untuk mencapai suatu keberhasilan yang baik dalam pembuatan
makalah selanjutnya, maka penulis memberikan saran kepada:
1. Mahasiswa
Dalam pengumpulan data, penulis mendapatkan berbagai kesulitan.
Dengan usaha yang sungguh-sungguh, sehingga penulis mendapatkan
data untuk dapat menyelesaikan makalah ini.
2. Pendidikan
Pada Prodi Keperawatan, khususnya perpustakaan, agar dapat
menyediakan buku-buku yang sudah mengalami perubahan-perubahan
yang lebih maju sehingga buku tersebut bukan saja sebagai sumber ilmu
tetapi dapat dijadikan sumber referensi untuk materi makalah. Khususnya
untuk makalah-makalah yang akan dijadikan makalah selanjutnya.
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah
ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun
bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan
pembaca pada umumnya.

43
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F. Gary et al. (2006). Obstetric Williams Edisi 21 vol.1.


Jakarta: EGC.

Depkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI
Manuaba. (2010). Ilmu Kebidanan, penyakit Kandungan dan KB untuk
Pendidikan Bidan Edisi 2. Jakarta: EGC
Mansjoer,A., (2000). Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga. Jakarta: Media
Aesculapius
Medina, (2006). Preterm Premature Rupture of Membranes: Diagnosis and,
Management. Florida.
Norma N, Dwi M. (2013). Asuhan Kebidanan: Patologi Teori dan Tinjauan
Kasus. Yogyakarta: Nura Medika.
Norwitz E, Schorge (2008). Obstetri dan Ginekologi. Edisi II. Jakarta: Erlangga
Nugroho, Taufan. (2011). Buku Ajar Obstetri untuk Mahasiswa Kebidanan.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Saifuddin, Abdul B. (2008). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono. ( 2009 ). Ilmu kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka.

Soewarto, S (2010). Ketuban pecah dini. Dalam: Prawirohardjo, S. Ilmu

kebidanan. Edisi ke-4. Jakarta : Penerbit PT. Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, pp ; 677-681

Varney, dkk. (2008). Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Vol 1 ed 4. Jakarta: EGC.

44

You might also like