Askep Lansia Menjelang Ajal

You might also like

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 19

`ASKEP LANSIA MENJELANG AJAL

A. Latar belakang
Seorang perawatan professional dalam merawat lanjut usia yang tidak ada harapan
mempunyai ketrampilan yang multi komplek. sesuai dengan peran yang dimiliki, perawatan
harus mampu memberikan pelayanan keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien lanjut
usia dan harus menyelami perasaan-perasaan hidup dan mati.
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia yang sedang menghadapi
sakarotul maut tidaklah selamanya muda, klien lanjut usia akan memberikan reaksi-
reaksi yang berbeda –beda, bergantung kepada kepribadian dan cara klien lanjut usia
menghadapi hidup. tetapi bagaimanapun keadaan, situasi dan kondisinya perawat harus dapat
menguasai keadaan terutama terhadap keluarga klien lanjut usia. Biasanya, anggota keluarga
dalam keadaan krisis ini memerlukan perhatian perawatan karena kematian pada seseorang
dapat datang dengan berbagai cara, dapat terjadi secara tiba-tiba dan dapat pula berlangsung
berhari-hari. kadang –kadang sebelum ajal tiba klien lanjut usia ke hilangan kesadarannya
terlebih dahulu.
Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang
menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian
kesehataan seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena itu dibutuhkan dokter dan terutama perawat
untuk memenuhi kebutuhan spritual pasien. Karena peran perawat yang konfrehensif tersebut
pasien senantiasa mendudukan perawat dalam tugas mulia mengantarkan pasien diakhir
hayatnya dan perawat juga dapat bertindak sebagai fasilisator (memfasilitasi) agar pasien
tetap melakukan yang terbaik seoptimal mungkin sesuai dengan kondisinya. Namun peran
spiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat penting
terutama untuk pasien terminal yang didiagnose harapan sembuhnya sangat tipis dan
mendekati sakaratul maut.
Menurut Dadang Hawari (1977,53) “orang yang mengalami penyakit terminal dan
menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan
krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu
mendapatkan perhatian khusus”.
B. Tinjauan Pustaka
I. Konsep lansia.
1.1 Definisi
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan
manusia (Budi Anna Keliat, 1999 dalam Buku Siti Maryam, dkk, 2008). Sedangkan
menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan
bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. (R.
Siti Maryam, dkk, 2008: 32)
Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses
kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap individu. Pada tahap
ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, khususnya
kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya.
Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses penuaan normal, seperti rambut yang
mulai memutih, kerut-kerut ketuaan di wajah, berkurangnya ketajaman panca indera,
serta kemunduran daya tahan tubuh, merupakan acaman bagi integritas orang usia
lanjut. Belum lagi mereka harus berhadapan dengan kehilangan-kehilangan peran diri,
kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai. Semua hal
tersebut menuntut kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat menyikapi
secara bijak (Soejono, 2000). Penuaan merupakan proses normal perubahan yang
berhubungan dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup.
Usia tua adalah fase akhir dari rentang kehidupan.
Pengertian lansia (Lanjut Usia) adalah fase menurunnya kemampuan akal dan
fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagai mana di
ketahui, ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi
dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas
dan fungsi ini, dan memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi
manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam
setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya
(Darmojo, 2004).
Pengertian lansia (lanjut usia) menurut UU No. 4 Tahun 1965 adalah seseorang
yang mencapai umur 55 tahun, tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan
hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain (Wahyudi, 2000) sedangkan
menurut UU No. 12 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia (lanjut usia) adalah
seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun (Depsos, 1999). Usia lanjut adalah
sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis.
Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian
(Hutapea, 2005).
Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam
mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi,
aspek ekonomi dan aspek sosial (BKKBN 1998).
1.2 Penggolongan lansia
Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pengertian lansia
digolongkan menjadi 4, yaitu:
a. Usia pertengahan (middle age) 45 -59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) 60 -74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) 75 – 90 tahun
d. Lansia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
1.3 Ciri-ciri Lansia
Menurut Hurlock (Hurlock, 1980: 380) terdapat beberapa ciri-ciri orang lanjut
usia,yaitu:
a. Usia lanjut merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan
faktor psikologis. Kemunduran dapat berdampak pada psikologis lansia. Motivasi
memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Kemunduran pada
lansia semakin cepat apabila memiliki motivasi yang rendah, sebaliknya jika
memiliki motivasi yang kuat maka kemunduran itu akan lama terjadi.
b. Orang lanjut usia memiliki status kelompok minoritas
Lansia memiliki status kelompok minoritas karena sebagai akibat dari sikap
sosial yang tidak menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan diperkuat oleh
pendapat-pendapat klise yang jelek terhadap lansia. Pendapat-pendapat klise itu
seperti: lansia lebih senang mempertahankan pendapatnya dari pada mendengarkan
pendapat orang lain.
c. Menua membutuhkan perubahan peran
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan
atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap orang lanjut usia membuat lansia cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk. Lansia lebih memperlihatkan bentuk
perilaku yang buruk. Karena perlakuan yang buruk itu membuat penyesuaian diri
lansia menjadi buruk.
II. Konsep kematian.
2.1 Pengertian kematian .
Kematian adalah penghentian permanen semua fungsi tubuh yang vital, akhir
dari kehidupan manusia(Buku Ajar Keperawatan Gerontik : 435).
Pengertian kematian / mati adalah apabila seseorang tidak teraba lagi denyut
nadinya tidak bernafas selama beberapa menit dan tidak menunjukan segala refleks,
serta tidak ada kegiatan otak.(Nugroho: 153).
2.2 Penyebab kematian
a. Penyakit.
 Keganasan (karsinoma hati, paru, mamae).
 CVD (cerebrovascular disaese).
 CRF (chronic renal failure (gagal ginjal) ).
 Diabetes melitus (gangguan endokrin).
 MCI (myocard infarct (gangguan kardiovaskuler) ).
 COPD (chronic obstruction pulmonary disaese)
b. Kecelakaan (hematoma epidural).
2.3 Ciri atau tanda klien lanjut usia menjelang kematian
 Gerakan dan pengindraan menghilang secara berangsur – angsur. Biasanya
dimulai pada anggota badan, khususnya kaki dan ujung kaki
 Badan dingin dan lembab, terutama pada kaki, tangan dan ujung hidungnya
 Kulit tampak pucat
 Denyut nadi mulai tak teratur
 Tekanan darah menurun
 Relaksasi otot muka sehingga dagu menjadi turun.
 Pernafasan cepat dangkal dan tidak teratur.
2.4 Tanda –tanda meninggal secara klinis
Secara tradisional, tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui perubahan-
perubahan nadi, respirasi dan tekanan darah. Pada tahun 1968, World Medical
Assembly, menetapkan beberapa petunjuk tentang indikasi kematian, yaitu :
 Tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total.
 Tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernafasan.
 Tidak ada reflek.
 Gambaran mendatar pada EKG.
2.5 Tahap Kematian
Tahap – tahap ini tidak selamanya bruntutan secara tetapi dapat saling tindih. Kadang–
kadang klien lanjut usia melalui suatu tahap tertentu untuk kemudian kembali ketahap
itu. Lama setiap tahap dapt bervariasi, mulai dari beberapa jam sampai beberapa bulan.
Apabila tahap tertentu berlangsung sangat singkat, bisa timbul kesan seolah – olah klien
lanjut usia melompati satu tahap, kecuali jika perawat memperhatikan seksama dan
cermat.(Nugroho:2008)
1) Tahap Pertama ( Penolakan )
Tahap ini adalah tahap kejutan dan penolakan. Biasany, sikap itu ditandai
dengan komentar “saya?tidak, itu tidak mungkin”. Selama tahap ini klien lanjut usia
sesungguhnya mengatakan bahwa maut menimpa semua orang, kecuali dirinya.
Klien lanjut usia biasanya terpengaruh oleh sikap penolakannya sehingga ia tidak
memerhatikan fakta yang mungkin sedang dijelaskan kepadanya oleh perawat. Ia
bahkan menekan apa yg telah ia dengar atau mungkin akan meminta pertolongan
dari berbagai macam sumber profesional dan nonprofesional dalam upaya
melarikan diri dari kenyataan bahwa mau sudah diambang pintu.
2) Tahap kedua (marah)
Tahap ini ditandai oleh rasa marah dan emosi tidak terkendali. Klien lanjut usia
itu berkata “mengapa saya? ” sering kali klien lanjut usia akan selalu mencela setiap
orang dalam segala hal. Ia mudah marah terhadap perawat dan petugas kesehatan
lainya tentang apa yang mereka lakukan. Pada tahap ini, klien lanjut usia lebih
menganggap hal ini merupakan hikmah, daripada kutukan. Kemarahan disini
merupakan mekanisme perthanan diri klien lanjut usia. Akan tetapi, kemarahan
yang sesungguhnya tertuju kepada kesehatan dankehidupan. Pada saat ini, perawat
kesehatan harus berhati – hati dalam memberi penilaian sebagai reaksi yang normal
terhadap kemtian yang perlu diungkapkan.
3) Tahap ketiga (tawar – menawar)
Pada tahap ini biasanya klien lanjut usia pada hakikatnya berkata , “ya, benar
aku, tapi...” kemarahan biasnya mereda dan klien lanjut usia biasanya dapat
menimbulkan kesan sudah dapat menerima apa yang sedang terjadi pada dirinya.
Akan tetapi, pada tahap tawar menawar ini banyak orang cenderung untuk
menyelesaikan urusan rumah tangga mereka sebelum mau tiba, dan akan
menyiapkan beberpa hal, misalnya klien lanjut usia mempunyai permintaan terkhir
untuk melihat pertandingan olahraga, mengunjungi kerabat, melihat cucu terkecil,
atau makan direstoran. Perawat dianjurkan memenuhi permohonan itu karena
membantu klien lanjut usia memasuki tahap berikutnya.
4) Tahap keempat (sedih/ depresi )
Pada tahap ini biasanya klien lanjut usia pada hakikatnya berkata “ya, benar
aku” hal ini biasanya merupakan saat yang menyedihkan karena lanjut usia sedang
dalam suaana berkabung. Di masa lampau, ia sudah kehilangan orang yang
dicintainya dan sekarang ia akan kehilangan nyawanya sendiri. Bersamaan dengan
itu, dia harus meninggalkan semua hal menyenangkan yang telah dinikmatinya.
Selam tahap ini, klien lanjut usia cenderung tidak banyak bicara dan sering
menangis. Saatnya perawat duduk dengan tenang disamping klien lanjut usia yang
melalui masa sedihnya sebelum meninggal
5) Tahap kelima (menerima/ asertif)
Tahap ini ditandai oleh sikap menerima kematian.menjelang saat ini, klien
lanjut usia telah membereskan segala urusan ysng belum selesesai dan mungkin
tidak ingin berbicara lagi karena sudah menyatakan segala sesuatunya. Tawar
menawar sudah lewat dan tibalah saat kedamaian dan ketenangan. Seseorang
mungkin saja lama ada dalam tahap menerima, tetapi bukan tahap pasrah yang
berarti kekalahan . Dengan kata lain pasrah terhadap maut tidak berarti menerima
maut.
2.6 Pengaruh Kematian
1) Pengaruh kematian terhadap keluarga klien lanjut usia :\
a. Bersikap kritis terhadap cara perawatan.
b. Keluarga dapat menerima kondisinya.
c. Terputusnya komunikasi dengan orang yang menjelang maut.
d. Penyesalan keluarga dapat mengakibatkan orang yang bersangkutan tidak dapat
mengatasi rasa sedih.
e. Pengalihan tanggung jawab dan beban ekonomi.
f. Keluarga menolak diagnosis. Penolakan tersebut dapat memperbesar beban
emosi keluarga.
g. Mempersoalkan kemampuan tim kesehatan.
2) Pengaruh kematian terhadap tetangga / teman :
a. Simpati dan dukungan moril.
b. Meremehkan / mencela kemampuan tim kesehatan
2.7 Pemenuhan kebutuhan klien menjelang kematian :
a. Kebutuhan jasmaniah
Kemampuan toleransi terhadap rasa sakit berbeda pada setiap orang. Tindakan
yang memungkinkan rasa nyaman bagi klien lanjut usia ( mis., sering mengubah
posisi tidur, perawatan fisik, dan sebagainya ).
b. Kebutuhan fisisologis.
c. Kebersihan Diri
Kebersihan dilibatkan untuk mampu melakukan kerbersihan diri sebatas
kemampuannya dalam hal kebersihan kulit, rambut, mulut, badan dan sebagainya.
d. Mengontrol Rasa Sakit
Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit digunakan pada klien dengan sakit
terminal, seperti morphin, heroin, dsbg. Pemberian obat ini diberikan sesuai dengan
tingkat toleransi nyeri yang dirasakan klien. Obat-obatan lebih baik diberikan Intra
Vena dibandingkan melalui Intra Muskular atau Subcutan, karena kondisi system
sirkulasi sudah menurun.
e. Membebaskan Jalan Nafas
Untuk klien dengan kesadaran penuh, posisi fowler akan lebih baik dan
pengeluaran sekresi lendir perlu dilakukan untuk membebaskan jalan nafas,
sedangkan bagi klien yang tida sadar, posisi yang baik adalah posisi sim dengan
dipasang drainase dari mulut dan pemberian oksigen.
f. Bergerak
Apabila kondisinya memungkinkan, klien dapat dibantu untuk bergerak,
seperti: turun dari tempat tidur, ganti posisi tidur untuk mencegah decubitus dan
dilakukan secara periodik, jika diperlukan dapat digunakan alat untuk menyokong
tubuh klien, karena tonus otot sudah menurun.
g. Nutrisi
Klien seringkali anorexia, nausea karena adanya penurunan peristaltik. Dapat
diberikan annti ametik untuk mengurangi nausea dan merangsang nafsu makan
serta pemberian makanan tinggi kalori dan protein serta vitamin. Karena terjadi
tonus otot yang berkurang, terjadi dysphagia, perawat perlu menguji reflek menelan
klien sebelum diberikan makanan, kalau perlu diberikan makanan cair atau Intra
Vena atau Invus.
h. Eliminasi
Karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot dapat terjadi konstipasi,
inkontinen urin dan feses. Obat laxant perlu diberikan untuk mencegah konstipasi.
Klien dengan inkontinensia dapat diberikan urinal, pispot secara teratur atau
dipasang duk yang diganjti setiap saat atau dilakukan kateterisasi. Harus dijaga
kebersihan pada daerah sekitar perineum, apabila terjadi lecet, harus diberikan
salep.
i. Perubahan Sensori
Klien dengan dying, penglihatan menjadi kabur, klien biasanya menolak atau
menghadapkan kepala kearah lampu atau tempat terang. Klien masih dapat
mendengar, tetapi tidak dapat atau mampu merespon, perawat dan keluarga harus
bicara dengan jelas dan tidak berbisik-bisik.
j. Kebutuhan emosi.
Untuk menggambarkan ungkapan sikap dan perasaan klien lanjut usia dalam
menghadapi kematian:
 Mungkin klien lanjut usia mengalami ketakutan yang hebat ( ketakutan yang
timbul akibat menyadari bahwa dirinya tidak mampu mencegah kematian ).
 Mengkaji hal yang diinginkan penderita selama mendampinginya. Misalnya,
lanjut usia ingin memperbincangkan tentang kehidupan di masa lalu dan
kemudian hari. Bila pembicaraan tersebut berkenaan, luangkan waktu
sejenak.
 Mengkaji pengaruh kebudayaan atau agama terhadap klien.
k. Kebutuhan sosial
Klien dengan dying akan ditempatkan diruang isolasi, dan untuk memenuhi
kebutuhan kontak sosialnya, perawat dapat melakukan:
 Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk bertemu dengan
klien dan didiskusikan dengan keluarganya, misalnya: teman-teman dekat,
atau anggota keluarga lain.
 Menggali perasaan-perasaan klien sehubungan dengan sakitnya dan perlu
diisolasi.
 Menjaga penampilan klien pada saat-saat menerima kunjungan kunjungan
teman-teman terdekatnya, yaitu dengan memberikan klien untuk
membersihkan diri dan merapikan diri.
 Meminta saudara atau teman-temannya untuk sering mengunjungi dan
mengajak orang lain dan membawa buku-buku bacaan bagi klien apabila
klien mampu membacanya.
l. Kebutuhan spiritual
 Menanyakan kepada klien tentang harapan-harapan hidupnya dan rencana-
rencana klien selanjutnya menjelang kematian.
 Menanyakan kepada klien untuk mendatangkan pemuka agama dalam hal
untuk memenuhi kebutuhan spiritual.
 Membantu dan mendorong klien untuk melaksanakan kebutuhan spiritual
sebatas kemampuannya.
2.8 Pertimbangan khusus dalam perawatan :
1) Tahap I ( penolakan dan rasa kesendirian ), mengenal atau mengetahui bahwa
proses ini umumnya terjadi karena menyadari akan datangnya kematian atau
ancaman maut:
a. Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk mempergunakan caranya
sendiri dalam menghadapi kematian sejauh tidak merusak.
b. Memfasilitasi klien lanjut usia dalam menghadapi kematian. Luangkan
waktu 10 menit sehari, baik dengan bercakap – cakap maupun sekedar
bersamanya.
2) Tahap II ( marah ), mengenal atau memahami tingkah laku serta tanda –
tandanya.
a. Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk mengungkapkan
kemarahannya dengan kata – kata. Ingat, bahwa dalam benaknya bergejolak
pertanyaan, “ Mengapa hal ini terjadi pada diriku ?“.
b. Sering kali perasaan ini dialihkan kepada orang lain atau anda sebagai cara
klien lanjut usia bertingkah laku.
3) Tahap III ( tawar – menawar ), menggambarkan proses seseorang yang berusaha
menawar waktu.
a. Klien lanjut usia akan mempergunakan ungkapan, seperti seandainya “
Saya...“. Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk menghadapi
kematian dengan tawar – menawar.
b. Tanyakan kepentingan yang masih ia inginkan. Cara demikian dapat
menunjukan kemampuan perawat untuk mendengarkan ungkapan
perasaanya.
4) Tahap IV ( depresi ), lanjut usia memahami bahwa tidak mungkin menolak lagi
kematian yang tidak dapat dihindarkan itu, dan kini kesedihan akan kematian
itu sudah membayanginya.
a. Jangan mencoba menyenangkan klien lanjut usia. Ingat bahwa tindakan ini
sebenarnya hanya memenuhi kebutuhan petugas. Jangan takut menyaksikan
klien lanjut usia atau keluarga menangis. Hal ini merupakan ungkapan
pengekspresian kesedihanya. Anda boleh saja ikut berduka cita.
b. “ Apakah saya akan mati ? “ Sebab sebetulnya pertanyaan klien lanjut usia
tersebut hanya sekadar mengisi dan menghabiskan waktu untuk
memperbincangkan perasaanya, bukannya mencari jawaban. Biasanya klien
lanjut usia menanyakan sesuatu, ia sebenarnya sudah tahu jawabanya.
Apakah anda merasa akan meninggal dunia.
5) Tahap V, membedakan antara sikap menerima kematian dan penyerahan
terhadap kematian yang akan terjadi. Sikap menerima : klien lanjut usia telah
menerima, dapat mengatakan bahwa kematian akan tiba dan ia tak boleh
menolak. Sikap menyerah : sebenarnya klien lanjut usia tidak menghendaki
kematian ini terjadi, tetapi ia tahu bahwa hal itu akan terjadi. Klien lanjut usia
tidak merasa tenang dan damai.
a. Luangkan waktu untuk klien lanjut usia ( mungkin beberapa kali dalam
sehari ). Sikap keluarga akan berbeda dengan sikap klieen lanjut usia. Oleh
karena itu, sediakan waktu untuk mendiskusiakan perasaan mereka.
b. Beri kesempatan kepada klien lanjut usia untuk mengarahkan perhatianya
sebanyak mungkin. Tindakan ini akan memberi ketenangan dan perasan
aman.
2.9 Hak asasi pasien menjelang ajal
Lanjut usia berhak untuk diperlakukan sebagai manusia yang hidup sampai ia mati.
Lanjut usia:
 Berhak untuk tetap merasa mempunyai harapan, meskipun fokusnya dapat saja
berubah.
 Berhak untuk dirawat oleh mereka yang dapat menghidupkan terus harapan,
walaupun dapat berubah.
 Berhak untuk merasakan perasaan dan emosi mengenai kematian yang sudah
mendekat dengan caranya sendiri.
 Berhak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai
perawatannya.
 Berhak untuk mengharapkan terus mendapat perhatian medis dan perawatan,
walaupun tujuan penyembuhan harus diubah menjadi tujuan memberi rasa
nyaman.
 Berhak untuk tidak mati dalam kesepian.
 Berhak untuk bebas dalam rasa nyeri.
 Berhak untuk memperoleh jawaban yang jujur atas pertanyaan.
 Berhak untuk tidak ditipu.
 Berhak untuk mendapat bantuan dari dan untuk keluarganya dalam menerima
kematian.
 Berhak untuk mati dengan tenang dan terhormat.
 Berhak untuk mempertahankan individualitas dan tidak di hakimi atas
keputusan yang mungkin saja bertentangan dengan orang lain.
 Membicarakan dan memperluas pengalaman keagamaan dan kerohanian.
 Berhak untuk mengharapkan bahwa kesucian tubuh manusia akan dihormati
sesudah mati.
III. Perawatan paliatif pada lanjut usia menjelang ajal
A. Pengertian
Dalam memberi asuhan keperawtan kepada lanjut usia, yang menjadi
objek adalah pasien lanjut usia (core), disusul dengan aspek pengobatan medis
(cure), dan yang terakhir, perawatan dalam arti yang luas (care). Core, cure, dan
care merupakan tiga aspek yang saling berkaitan dan saling berpengaruh.
Kapanpun ajal menjemput, semua arang harus siap. Namun ternyata, semua
orang, termasuk lanjut usia, akan merasa syok berat saat dokter memvonis
bahwa penyakit yang dideritanya tidak bisa di sembuhkan atau tidak ada
harapan untuk sembuh. Pada kondisi ketika lanjut usia menderita sakit yang
telah berada pada stadium lanjut dan “cure” sudah tidak menjadi bagian yang
dominan, “care” menjadi bagian yang paling berperan. Salah satu alternatif
adalah perawatan paliatif.
Perawatan paliatif adalah semua tindakan aktif untuk meringankan
beban penderita, terutama yang tidak mungkin disembuhkan. Yang dimaksud
dengan tindakan aktif antara lain mengurangi /menghilangkan rasa nyeri dan
keluhan lain serta memperbaiki aspek psikologis, social, dan spiritual.

B. Tujuan perawatan paliatif.


Tujuan perawatan paliatif adalah mencapai kualitas hidup maksimal
bagi si sakit (lanjut usia) dan keluarganya. Perawatan paliatif tidak hanya di
berikan kepada lanjut usia yang menjelang akhir hayatnya, tetapi juga diberikan
segera setelah di diangnosa oleh dokter bahwa lanjut usia tersebut menderita
penyakit yang tidak ada harapan untuk sembuh (mis, menderita kanker).
Sebagaian besar pasien lanjut usia, pada suatu waktu akan menghadapi keadaan
yang disebut “stadium paliatif”, yaitu kondisi ketika pengobatan sudah tidak
dapat menghasilkan kesembuhan. Biasanya dokter memvonis pasien lanjut usia
yang menderita penyakit yang mematikan (mis, kanker, stroke, AIDS) juga
mengalami penderitaan fisik, psikologis social, kultural, dan spiritual.
Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang medis dan
keperawatan, memungkinkan di upayakan berbagai tindakan dan pelayanan
yang dapat mengurangi penderitaan pasien lanjut usia, sehingga kualitas hidup
di akhir kehidupannya tetap baik, tenang dan mengakhiri hayatnya dalam
keadaan iman dan kematian yang nyman. Diperlukan pendekatan holistik yang
dapat memperbaiki kualitas hidup klien lanjut usia. Kualitas hidup adalah bebas
dari segla sesuatu yang menimbulkan gejala, nyeri, dan perasaan takut sehingga
lebih menekankan rehabilitasi daripada pengobatan agar dapat menikmati
kesenangan selama akhir hidupnya. Sesuai arti harfiahnya, paliatif bersifat
meringankan, bukan menyembuhkan. Jadi, perawtan paliatif diperlukan untuk
meningkatkan kualitas hidup dengan menumbuhkan semangatdan motivasi.
Perawatan ini merupakan pelayanan yang aktif dan menyeluruh yang dilakukan
oleh satu tim dari berbagai displin ilmu.
C. Tim perawatan paliatif
Tim perawatan paliatif terdiri atas tim terintegrasi, antara lain dokter,
perawat, psikolog, ahli fisioterapi, pekerja social medis, ahli gizi, rohaniawan,
dan relawan. Perlu diingat bahwa tujuan perawatan paliatif adalah mengurangi
beban penderitaan lanjut usia. Penderitaan terjadi bila ada salah satu apek yang
tidak selaras, baik aspek fisik maupun psikis, peran dalam keluarga, masa depan
yang tidak jelas, gangguan kemampuan untuk menolong diri, dan sebagainya.
Untuk memahami dna mengatasi hal tersebut, peran tim interdisplin
menjadi sangat penting / dominan. DR. Siti Annisa Nuhoni, Sp, RM dalam
makalahnya, Konsep perawatan paliatif pada pasien kanker, mengatakan bahwa
apa yang disebut sebagai gambaran klinis pasien tidak hanya gambaran
seseorang yag sakit terbaring di tempat tidur , tetapi merupakan cerminan pasien
sebagai individu dengan lingkungannya, keadaan rumah/tempat tinggalnya ,
pekerjaannya,teman,hobi,kesedihan, dan ketakutan.
Keberhasilan keperawatan paliatif begantung pada kerjasama yang
elektif dan pendekatan interdisplin antara dokter, perawat, pekerja sosial medis,
rohaniawan, /pemuka agama/relawan/dan anggota pelayanan lain sesuai
kebutuhan. Tim ini tidak mudah tanpa adanya semangat kebersamaan dalam
memberi bantuan kepada pasien lanjut usia. Pemberi asuhan keperawatan pada
pasien harus bekerjasama secara profesional,ihlas, dan dengan hati yang bersih.
Perawatan paliatif lanjut usia bukan untuk intervensi yang bersifat kritis.
Perawatan paliatif adalah perawatan yang terencana.walaupun dapat terjadi
kondisi kritis dan kedaruratan medis yang tidak terduga, hal ini dapat
diantisipasi, bahkan dapat dicegah melalui ikatan kerja tim yang solid dan kuat.
Bagan kepemimpinan pada perawatan paliatif tidak berbentuk kerucut ,
melainkan berbntuk lingkaran dengaan pasien sebagai titik sentral . kunci
keberhasilan kerja interdisiplin bergantung pada tanggung jawab setiap anggota
tim , sesuai dengan kemahiran dan spesialisasinya, sehingga setiap kali
pemimpin berganti, tugas masing-masing tidak akan terganggu.
IV. Asuhan keperawatan lansia menghadapi kematian.
4.1 Pengkajian
Pengkajian ialah tahap pertama proses keperawatan. Sebelum perawat dapat
merencanakan asuhan keperawatan pada pasien yang tidak ada harapan sembuh,
perawat harus mengidentifikasi dan menetapkan masalah pasien terlebih dahulu. Oleh
karena itu, tahap ini meliputi pengumpulan data, analisis data mengenai status
kesehatan, dan berakhir dengan penegakan diagnosis keperawatan, yaitu pernyataan
tentang masalah pasien yang dapat diintervensi.
Tujuan pengkajian adalah memberi gambaran yang terus – menerus mengenai
kesehatan pasien yang memungkinkan tim perawatan untuk merencanakan asuhan
keperawatannya secara perseorangan.Pengumpulan data dimulai dengan upaya untuk
mengenal pasien dan keluarganya. Siapa pasien itu dan bagimana kondisinya akan
membahayakan jiwanya. Rencana pengobatan apa yang telah dilaksanakan ? Tindakan
apa saja yang telah diberikan ? Adakah bukti mengenai pengetahuannya, prognosisnya,
dan pada tahap proses kematian yang mana pasien berada ? Apakah ia menderita rasa
nyeri? Apkah anggota keluarganya mengetahui prognosisnya dan bagaiman reaksi
mereka? Filsafat apa yang dianut oleh pasien dan keluarganya mengenai hidup dan
mati. Pengkajian keadaan, kebutuhan, dan masalah kesehatan / keperawatan pasien
khususnya. Sikap pasien terhadap penyakitnya, antara lain apakah pasien tabah
terhadap penyakitnya, apakah pasien menyadari tentang keadaannya?
Perasaan takut. Kebanyakan pasien merasa takut terhadap rasa nyeri yang tidak
terkendalikan yang begitu sering diasosiasikan dengan keadaan sakit terminal, terutama
apabila keadaan itu disebabkan oleh penyakit yang ganas. Perawat harus menggunakan
pertimbangan yang sehat apabila sedang merawat orang sakit terminal. Perawat harus
mengendalikan rasa nyeri pasien dengan cara yang tepat.
1) Perasaan takut yang mungkin takut terhadap rasa nyeri, walaupun secara teori, nyeri
tersebut dapat diatasi dengan obat penghilang rasa nyeri, seperti aspirin,
dehidrokodein, dan dektromoramid. Apibila orang berbicara tentang perasaan takut
mereka terhadap maut, respon mereka secara tipikal mencakup perasaan takut
tentang hal yang tidak jelas, takut meninggalkan orang yang dicintai, kehilangan
martabat, urusan yang belum selesai, dan sebagainya.
2) Kematian merupakan berhentinya kehidupan. Semua orang akan mengalami
kematian tersebut. Dalam menghadapi kematian ini, pada umumnya orang merasa
takut dan cemas. Ketakutan dan kecemasan terhadap kematian ini dapat membuat
pasien tegang an stress.
3) Emosi. Emosi pasien yang muncul pada tahap menjelang kematian, antara lain
mencela dan mudah marah.
4) Tanda vital. Perubahan fungsi tubuh sering kali tercermin pada suhu badan, denyut
nadi, pernapasan, dan tekanan darah. Mekanisme fisiologis yang mengaturnya
berkaitan satu sama lain. Setiap perubahan yang berlainan dengan keadaan yang
normal dianggap sebagai indikasi yang penting untuk mengenali keadaan kesehatan
seseorang.
5) Kesadaran. Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal sebagai awas waspada, yang
merupakan ekspresi tentang apa yang dilihat, didengar, dialami, dan perasaan
keseimbangan, nyeri, suhu, raba, getar, gerak, gerak tekan, dan sikap, bersifat
adekuat, yaitu tepat dan sesuai ( Mahar Mardjono dan P. Sidharta, 1981 ).
6) Fungsi tubuh. Tubuh terbentuk atas banyak jaringan dan organ. Setiap organ
mempunyai fungsi khusus.
4.2 Diagnosa.
Diagnosis keperawatan adalah masalah aktual / potensial yang dimiliki
seseorang dalam memenuhi tuntutan atau kegiatan hidup sehari – hari dan yang
berhubungan dengan kesehatan ( Gordon, 1976 ).
Berikut tabel diagnosis keperawatan:
Data Diagnosis Keperawatan
Status sistem pernapasan Gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen
~ Sesak napas yang berhubungan dengan adanya
~ Batuk penyumbatan slem yang ditandai dengan
~ Slem sesak napas

Sistem pembuluh darah Gangguan kenyamanan yang berhubungan


~ Tekanan darah dengan batuk, panas tinggi yang ditandai
~ Denyut tubuh pasien gelisah
~ Suhu tubuh

Pernapasan Gangguan kesadaran yang berhubungan


- Warna wajah dengan dampak patologis degan manifestasi
- Kesadaran apatis/koma

Sistem pencernaan Perubahan nutrisi sebagai dampak patologis


- Susah menelan dengan menampakkan makanan yang
- Mual, muntah dihabiskan sering tidak habis.
- Perih, tidak nafsu makan
- Diare/obstipasi Gangguan keseimbangan cairan dan
- Kembung, melena elektrolit yang berhubungan dengan muntah
- Mules dan diare yang ditandai dengan turgor jelek,
mata cekung, suhu naik.
Gangguan eliminasi alvi yang berhubungan
dengan obstipasi yang ditandai beberapa
hari pasien tidak defekasi
Sistem perkemihan
- Bagaimana produksi urinenya ? Gangguan eliminasi urine yang
- Berapa jumlahnya ? berhubungan dengan produksi urinenya,
yang ditandai dengan jumalah urinenya
berapa cc.
Persendian dan otot (pergerakan)
- Kekauan sendi dan otot Keterbatasan gerakan yang berhubungan
dengan tirah baring lama yang ditandai
dengan kaku sendi/otot
Kegiatan sehari-hari
- Manddi, gosok gigi Perubahan dalam merawat diri sendiri
- Ganti pakaian sebagai dampak patologis
- Defekasi dan berkemih mandiri
atau bergantung penuh kepada orang
lain

Pola tidir dan istrahat


- Bagaimana istirahatnya ? Gangguan psikologis yang berhubungan
- Tidur malam ? dengan perubahan pola seksualitas yang
- Hal-hal yang dirasa menganggu ditandai susah tidur, pucat, murung.
tidur?

Cemas memikirkan penyakit dan


keluarga yang ada dirumah Cemas yang berhubungan dengan
memikirkan penyakitnya dan keluarga
4.3 Intervensi
Perencanaan adalah langkah kedua dalam proses keperawatan. Termasuk
penentuan apa yang dapat dilakukan perawat terhadap pasien dan pemilihan intervensi
keperawatan yang tepat.
DK Tujuan Rencana Intervensi Evaluasi
Gangguan Kebutuhan oksigen
- Menciptakan lingkungan Kebutuhan oksigen
kebutuhan terpenuhi yang sehat dapat terpenuhi
oksigen - Mengamati dan mengkaji
keadaan pernapasan pasien
- Membersihkan slem
- Melatih pasien untuk
pernapasan

Gangguan Rasa nyaman Mengupayakan penurunan Rasa nyaman


kenyamanan terpenuhi suhu tubuh terpenuhi
- Memberi obat sesuai
dengan program

Perubahan Kebutuhan nutrisi Mempertahankan kebutuhan Kebutuhan nutrisi


nutrisi terpenuhi nutrisi yang cukup terpenuhi

Gangguan Keseimbangan Mempertahankan Kebutuhan cairan


keseimbangan cairan dan keseimbangan cairan dan dan elektrolit
cairan dan elektrolit terpenuhi elektrolit terpenuhi
elektrolit
Gangguan Kebutuhan Mempertahankan Kebutuhan eliminasi
eleminasi alvi eliminasi kelancaran defekasi (defekasi) terpenuhi
(defekasi)
terpenuhi
Gangguan Mempertahankan Kebutuhan eliminasi
eliminasi urine Kebutuhan kelancaran berkemih (berkemih) dapat
eliminasi terpenuhi
(berkemih)
terpenuhi
Keterbatasan Memenuhi kebutuhan gerak Kebutuhan
pergerakan Kebutuhan (mobilisasi) pergerakan dapat
pergerakan (sendi terpenuhi
dan otot) terpenuhi
Perubahan Membantu memenuhi Perawatan diri dapat
perawatan diri Kebutuhan kebutuhan merawat diri terpenuhi
merawat diri
terpenuhi

Gangguan pola Ciptakan komunikasi yang Kebutuhan istirahta


tidur Kebutuhan istirahat terapeutik, dengan member dan tidur dapat
dan tidur terpenuhi penjelasan kepada pasien trepenuhi
tentang pentingnya istirahat
- Tak ada keluhan,
terhadap tubuh dapat tidur
- Ekspresi bangun
tidur ceria, segar
bugar

Kecemasan Menciptakan lingkungan Rasa cemas dapat


Rasa cemas yang terapeutik. hilang / berkurang
hilang/berkurang

DAFTAR PUSTAKA

Maryam,R.Siti, dkk.2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya.Jakarta:Salemba Medika.


Mass,Meridean.2011.Asuhan Keperawatan Geriatrik.EGC:Jakarta.
Nugroho, Wahyudi. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC.
Stanley,mickey.2006.Buku Ajar Keperawatan Gerotik edisi 2.EGC:Jakarta.
BAB 3

You might also like